Anda di halaman 1dari 18

Teori Modernisasi dan Teori Ketergantungan

PERDEBATAN TEORI MODERNISASI DAN TEORI KETERGANTUNGAN


Secara umum, di dunia ini terdapat dua kelompok Negara : Negara yang memproduksi
hasil pertanian, dan Negara yang memproduksi barang industri. Antara kedua kelompok Negara
ini melakukan hubungan dagang, dan keduanya, menurut Teori Pembagian Kerja secara
Tradisional, yang didasarkan pada Teori Keuntungan Komparatif yang dimiliki oleh masingmasing Negara, membuat kerja sama di antara kelompok menjadi saling diuntungkan.
Tetapi, setelah beberapa puluh tahun kemudian, tampak bahwa Negara industri menjadi
semakin kaya, sedangkan Negara-negara pertanian semakin tertinggal. Terhadap hal ini, maka
secara umum muncul dua kelompok teori . Teori-teori yang menjelaskan bahwa kemiskinan ini
terutama disebabkan oleh factor internal atau factor factor yang terdapat di dalam Negara yang
berangkutan. Teori ini dikenal dengan teori modernisasi.
Hal berikut akan memperlihatkan bagaimana perdebatan antara beberapa teori modernisasi
tersebut :
TEORI MODERNISASI
1. Teori Harrod-Domar : Tabungan dan Investasi
Evsey Domar dan Roy Harrod, kedua ahli ekonomi ini mencapai kesimpulan bahwa
pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh tingginya tabungan dan investasi. Kalau tabungan dan
investasi rendah, pertumbuhan ekonomi masyarakat atau negara tersebut juga akan rendah.
Masalah pembangunan pada dasarnya merupakan masalah menambahkan investasi modal.
Masalah keterbelakangan adalah masalah kekeurangan modal. Kalau ada modal dan modal
tersebut diinvestasikan, hasilnya adalah pembangunan ekonomi.
Karena itu, berdasarkan pada model ini, resep para ahi ekonomi pembangunan di negara-negara
dunia Ketiga untuk memecahkan persoalan keterbelakangannya adalah dengan mencari
tambahan modal, baik dalam negeri (dengan mengusahakan peningkatan tabungan dalam negeri)
maupun dari luar negeri (melalui penanaman modal dan utang luar negeri.
Contoh: negara negara persemakmuran / bekas jajahan inggris, negara-negara tersebut
dimodali dan diawasi oleh negara inggris.
2. Max Weber : Etika Protestan
Weber mempersoalkan masalah manusia yang dibentuk oleh nilai-nilai budaya di sekitarnya,
khususnya nilai-nilai agama.
Adanya kepercayaan yang mengatakan bahwa kalau seseorang berhasil dalam kerjanya
di dunia, hampir dapat dipastikan bahwa dia akan ditakdirkan untuk naik ke surga setelah dia
mati nanti. Kalau kerjanya selalu gagal di dunia, hampir dapat dipastikan bahwa dia akan pergi
ke neraka, membuat orang-orang penganut agama Protestan Calvin bekerja keras untuk meraih
sukses. Mereka bekerja tanpa pamrih, artinya mereka bekerja bukan untuk mencari kekayaan
material melainkan untuk mengatasi kecemasannya. Inilah yang disebut sebagai etika Protestan
oleh Weber, yakni cara bekerja yang keras dan sungguh-sungguh lepas dari imbalan materialnya.

Contoh: Etika Madura dimana masyarakat madura berpendapat bahwa Siapa yang
menginginkan kesuksesan maka harus berhijrah kedaerah lain. Hal ini dapat kita lihat dengan
banyaknya masyarakat Madura yang merentau dan kebanyakan mereka sukses.

3. David McClelland : Dorongan Berprestasi atau n-Ach


Adanya N- Ach yang tinggi dalam sebuah masyarakat akan mengakibatkan pertumbuhan
ekonomi bagi masyarakat. N-Ach ini semacam virus yang bisa ditularkan. Jadi, N-Ach ini
bukanlah sesuatu yang diawriskan sejak lahir. Selanjutnya McClelland mengatakan bahwa kalau
dalam sebuah masyarakat ada banyak orang yang memiliki n-Ach yang tinggi, dapat diharapkan
masyarakata tersebut akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tempat yang paling
baik untuk memupuk N Ach adalah di dalam keluarga melalui orang tua. Pendidikan anak
menjadi sangat penting, cerita anak-anak yang beredar harus diarahkan pada nilai N Ach yang
tinggi.
Contoh: Di negara jepang kegagalan adalah sebuah aib besar dan sebliknya keberhasilan adalah
sebuah prestasi yang luar biasa yang sangat di hargai oleh masyarakat. Dengan pandangan ini
jepang
mampu
membangun
negaranya
dengan
cepat.

4. W.W. Rostow : Lima tahap Pembangunan


Bagi Rostow, pembangunan merupakan proses yang bergerak dalam sebuah garis lurus,
yakni dari masyarakat yang terbelakang ke masyarakat maju.
a. Masyarakat Tradisional : pada tahap ini masyarakat belum begitu mengenal teknologi dan
ilmu pengetahuan belum bagitu maju. Dengan demikian masyarakat masih bergantung pada
alam, kemajuan lambat, produksi hanya untuk konsumsi dan modal masih sangat minim.
b. Prakondisi untuk lepas landas: walupun perkembangan pada tahap pertama sangat lambat,
namun pada suatu titik tertentu akan terjadi sebuah perkembangan pada posisi prakondisi
untuk lepas landas. Pada tahap ini biasanya terjadi karena adanya campur tangan dari pihak
luar, biasanya dari masyarakat yang lebih maju.
Contoh: negara-negara persemakmuran Inggris.
c. Lepas landas : pada tahap ini hambatan-hambatan pada tahan kedua sudah mulai berkurang,
pertumbuhan ekonomi berjalan dengan wajar tabungan dan investasi meningkat dari 5%
menjadi 10% dari pendapatan nasional.
d. Bergerak ke kedewasaan : pada tahap ini proses kemajuan terus bergerak walaupun masih
terjadi pasang surut. Tabungan dan investasi meningkat dari 10% menjadi 20% dari
pendapatan nasional. Industri berkembang dengan pesat dan mulai mempunyai posisi tetap
dalam perekonomian global.
e. Jaman konsumsi masal yang tinggi: adanya peningkatan pendapatan masyarakat, konsumsi
meningkat dari kebutuhan pokok menjadi barang konsumsi yang tahan lama. Pada periode

ini investasi bukan lagi tujuan utama. Penambahan modal dan investasi ditujukan untuk
peningkatan kesejahteraan sosial dan penambahan modal sosial.
5. Bert F. Hoselitz : faktor-faktor Non Ekonomi
Menurutnya faktor yang mempengaruhi pembangunan ekonomi adalah faktor non ekonomi.
Menurutnya faktor kondisi lingkungan juga sangat berpengaruh pada pembangunan ekonomi.
Walaupun maslah pembangunan adalah masalah modal, menurut Hozelitz ada faktor lain yaitu
keterampilan kerja. Oleh karena itu pembangunan memerlukan pemasokan dari berbagai unsur.
Diantaranya :
1. pemasokan modal besar dan perbankan
2. pemasokan tenaga ahli dan terampil
6. Alex Inkeles dan David H. Smith : Manusia modern.
Pembangunan bukanlah permasalahan modal dan teknologi belaka, namun dibutuhkan tenaga
manusia yang terampil dan berkualitas dan mampu mengembangkan sarana tersebut agar
menjadi produktif. Dalam hal ini dibutuhkan yang namanya manusia modern. Manusia modern
adalah manusia yang mempunyai keterbukaan terhadap pengalaman dan ide baru, berorientasi
pada masa sekarang dan masa yang akan datang, mempunyai kesanggupan merencanakan, bisa
melakukan adaptasi dengan cepat, dan lain-lain. Untuk menciptakan manusia modern
menurutnya diperlukan beberapa cara, dari sekian cara pendidikan merupakan cara yang paling
efektif, karena pengaruh pendidikan tiga kali lebih besar dibandingkan dengan cara lain.

Perdebatan teori-teori di atas :


Dari penjelasan/keterangan masing-masing teori di atas, dapat kita lihat bahwa perbedaan yang
ada pada macam-macam teori ini hanya merupakan perbedaan penekanan aspek yang dianggap
penting, baik dalam menciptakan manusia yang akan membangun, maupun dalam
mempersiapkan sarana material untuk pembangunan itu sendiri. Tetapi, inti dari teori-teori ini
adalah sama.
Teori harrod-Domar lebih menekankan bahwa pembangunan hanya merupakan masalah
penyediaan modal untuk investasi. Ini berarti melihat pada aspek ekonomi. Teori McClelland
dengan konsep n-Achnya menekankan pada aspek psikologi individu. Teori Weber menekankan
nilai-nilai budaya, Teori W.W.Rostow lebih menekankan pada adanya lembaga-lembaga sosial
dan politik yang mendorong proses pembangunan, dan teori Bert F. Hoselitz, Alex Inkeles dan
David H. Smith lebih memperhatikan pada aspek lingkungan material.
Pada teori Harrod-Domar, aspek ekonomi lebih ditekankan, sedangkan aspek
individu/psikologi para subjek pembangunan/manusia sendiri tidak dibahas. Hal ini dapat
mengakibatkan tidak maksimalnya pembangunan, padahal manusia dapat dikatakan sebagai
modal utama dari pembangunan. Dan untuk mendorong agar manusia tersebut mau
melaksanakan pembangunan secara bekerja sama dan ikut menyukseskan program
pembangunan, maka diperlukan juga teori n_Ach dari McClelland, walaupun juga tidak dapat
dipungkiri bahwa aspek ekonomi sangat penting. Untuk teori Etika Protestannya Weber, saya
rasa tidak jauh berbeda dengan teori n-Ach. Hanya saja teori ini lebih dipengaruhi oleh nilai-nilai

agama. Namun, ini dapat dijadikan sebagai motivator bagi manusia itu sendiri secara tidak
langsung dalam pelaksanaan pembangunan. Dengan dianutnya Etika Protestan, seseorang akan
berlomba untuk memperkaya dirinya dan bekerja keras secara sungguh-sungguh untuk meraih
kesuksesan. Hal ini akan mendorong semangat berprestasi sebagaimana yang diungkapkan
dalam teori n-Ach.
Teori Rostow merupakan salah satu modifikasi dari teori Harod-Domar. Hal ini tercermin
pada Teori Rostow tentang tingkat-tingkat pertumbuhan dan tinggal landas. Meskipun
ditambahkan bermacam faktor lain, pada intinya Rostow berbicara tentang usaha peningkatan
tabungan dan investasi dalam memacu perkembangan sebuah masyarakat untuk mencapai posisi
tinggal landas. Sama seperti teori Harod-Domar, teori Rostow ini tidak mempersoalkan masalah
manusia. Masalah manusianya dianggap sebagai sudah tersedia. Sedangkan Teori Bert F.
Hoselitz membahas faktor-faktor non-Ekonomi yang ditinggalkan oleh Rostow. Faktor nonekonomi disebut oleh Hoselitz sebagai faktor kondisi lingkungan yang dianggap penting dalam
proses pembangunan. Logikanya, jika dihubungkan dengan teori investasi dan tabungan,
bukankah ketika suatu negara mampu/memiliki kesanggupan untuk menabung dan melakukan
investasi, berarti ia juga mampu memperhatikan kondisi lingkungannya untuk menarik suatu
masyarakat agar mampu meningkatkan tabungan dan investasinya.
Selanjutnya, Hoselitz mengatakan :Kondisi lingkungan ini harus dicari terutama dalam aspekaspek non-ekonomi dari masyarakat. Dengan kata lain, lepas dari pengembangan modal seperti
pembangunan sarana sistem telekomunikasi serta transportasi dan insvestasi dalam fasilitas
pelabuhan, pergudangan, dan instalasi-instalasi sejenis untuk perdagangan luar negeri, banyak
dari pembaruan-pembaruan yang terjadi pada periode persiapannya didasarkan pada perubahanperubahan pengaturan kelembagaan yang terjadi dalam bidang hukum, pendidikan, keluarga dan
motivasi.
Lewat teori ini, dapat dilihat bahwa meskipun seringkali orang menunjukkan bahwa masalah
utama pembangunan adalah kekurangan modal (Teori Harod-Domar), ada masalah lain yang
juga sangat penting, yaitu adanya keterampilan kerja tertentu, termasuk tenaga kerja yang
tangguh. Oleh karena itu, diperlukanlah perubahan kelembagaan dan lingkungan yang
mempengaruhi pemasokan modal.
Selanjutnya, kita kembali melihat mengenai pentingnya faktor manusia sebagai
komponenpenting penopang pembangunan. Bahwa pembangunan bukan sekedar perkara
pemasokan modal dan teknologi saja. Tetapi dibutuhkan manusia yang dapat mengembangkan
sarana material supaya menjadi produktif. Untuk itu, dibutuhkan apa yang disebut oleh Inkeles
sebagai manusia Modern. Ketika ciri-ciri manuasia modern tersebut, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Alex Inkeles dan David H. Smith (keterbukaan terhdap pengalaman dan ideide baru, berorientasi ke masa sekarang dan masa depan, punya kesanggupan merencanakan,
percaya bahwa manusia bisa menguasai lama dan bukan sebaliknya, dan sebagainya) telah
terpenuhi, maka pembangunan yang diharapkan bersama dengan diiringi oleh faktor lain pun
akan tercapai.

TEORI KETERGANTUNGAN
Selain teori Modernisasi, dalam pembangunan terdapat satu pendangan lain lain yang
merupakan antitesis dari teori modernisasi. Teori modernisasi menilai bahwa masalah
pembangunan dan kemiskinan disebabkan oleh faktor internal yaitu ketidakmampuan
masyarakat untuk membangun diri sendiri. Hubungan atau kontak dengan negara-negara maju
dianggap membantu proses pembangunan negara-negara yang sedang berkembang.
Perspektif dependensi muncul setelah perspektif modernisasi diterapkan di banyak negara
terbelakang. Pengamatan yang dilakukan oleh ahli sejarah telah memberikan gambaran serta
dukungan bukti empirik terhadap kegagalan modernisasi. Sebagai sebuah kritik, dependensi
harus dapat menguraikan kelemahan-kelemahan dari modernisasi dan mengeluarkan pendapat
baru yang mampu menutup kelemahan tersebut.
Lain halnya dengan pandangan teori ketergantungan, teori ini memandang bahwa
hambatan pembangunan justru disebabkan oleh turut campurnya negara-negara maju. Bantuan
dari negara maju dianggap akan menimbulkan ketergantungan dan masalah baru bagi negara
yang sedang berkembang.
Teori ketergantungan tahap pertama, teori ini berpangkal pada teori-teori imperialisme
dan kolonialisme. dipelopori oleh:
a. Raul presbich: Industri substitusi Import.
Presbich ini menentang pendangan pembagian kerja internasional, adanya keuntungan
komparatif. Menurutnya negara-negara didunia ini terbagi menjadi dua, yaitu negara pusat yang
menghasilkan barang-barang produksi. Negara pinggiran yaitu negara yang memproduksi hasil
pertanian. Dua negara ini saling berhubungan dan seharusnya saling diuntungkan. Namun yang
terjadi negara pinggiran semakin tertinggal bila dibanding dengan negara pusat.
Menurutnya hal ini disebabkan oleh menurunnya nilai tukar barang-barang hasil
pertanian terhadap terhadap barang hasil produksi. Akibatnya terjadi defisit pada neraca
perdagangan di negara-negara pinggiran. Contoh: Indonesia sebagai negara agraris semakin
tertinggal dibandingkan dengan Jepang yang telah maju dibidang industri.
b. Andre Gunder frank : pembangunan keterbelakangan
Menurutnya keterbelakangan dan kemiskinan negara-negara pinggiran (negara satelit)
bukanlah sebuah gejala alamiah dan bukan karena kekurangan modal. Keterbelakangan dan
kemiskinan merupakan akibat dari proses ekonomi, politik dan sosial sebagai implikasi dari
globalisasi dari sistem kapitalis. Artinya kemiskinan di negara satelit disebabkan oleh adanya
pembangunan
di
negara
pusat.
Frank membagi negara negara menjadi dua yaitu negara metropolis dan negara satelit. Negara
metrolis bekerjasama dengan elit lokal negara satelit untuk melakukan dominasi di negara satelit.
Frank menyajikan lima tesis tentang dependensi, yaitu :
1. Terdapat kesenjangan pembangunan antara negara pusat dan satelitnya, pembangunan pada
negara satelit dibatasi oleh status negara satelit tersebut.

2. Kemampuan negara satelit dalam pembangunan ekonomi terutama pembangunan industri


kapitalis meningkat pada saat ikatan terhadap negara pusat sedang melemah. Pendapat ini
merupakan antitesis dari modernisasi yang menyatakan bahwa kemajuan negara dunia ketiga
hanya dapat dilakukan dengan hubungan dan difusi dengan negara maju.
3. Negara yang terbelakang dan terlihat feodal saat ini merupakan negara yang memiliki
kedekatan ikatan dengan negara pusat pada masa lalu.
4. Kemunculan perkebunan besar di negara satelit sebagai usaha pemenuhan kebutuhan dan
peningkatan keuntungan ekonomi negara pusat.
5. Eksploitasi yang menjadi ciri khas kapitalisme menyebabkan menurunnya kemampuan
berproduksi pertanian di negara satelit.
c. Theotonia Dos Santos: Struktur ketergantungan
Menurut Dos santos Negara-negara satelit merupakan negara bayangan dari negara
metropolis. Artinya ketika negara metropolis (induk) mengalami kemajuan maka negara satelit
akan maju pula. Begitu juga sebaliknya ketika negara metropolis mengalami krisis maka negara
satelit akan terkena dampaknya pula. Akan tetapi kemajuan dan atau kemiskinan tersebut
bukanlah indikator pembangunan dinegara satelit, karena hal itu hanyalah refleksi dari negara
metropolis saja. Bagaimanapun juga negara satelit tetap tenggelam dalam ketergantungan
terhadap
negara
metropolis.
Pandangan ini bertentangan dengan pendapat Frank, frank memandangan hubungan negara
satelit dengan negara metropolis selalu bersifat parasitisme (negatif) atau merugikan negara
satelit. Namun menurut Dos Santos hubungan tersebut tidak selamanya besifat negatif. Walaupun
hanya sebagai refleksi Negara metropolis. Contoh konkritnya adalah negara negara
persemakmuran inggris yang selalu berkembang menjadi negara maju.

Perdebatan teori di atas :


Bagi Frank, keterbelakangan bukan suatu kondisi alamiah dari sebuah masyarakat. Bukan juga
karena masyarakat itu kekurangan modal. Keterbelakangan merupakan sebuah proses ekonomi,
politik, dan sosial yang terjadi sebagai akibat globalisasi dari sistem kapitalisme.
Prebisch berbicara tentang aspek ekonomi dari persoalan ini, yakni ketimpangan nilai tukar.
Menurut Presbisch, negara-negara yang terbelakang harus melakukan industrialisasi, jika ingin
membangun dirinya. Industrialisasi ini dimulai dengan industri substitusi impor. Barang-barang
industri yang tadinya diimpor, harus diproduksi di dalam negeri. Frank lebih berbicara tentang
aspek politik dari hubungan ini, yakni hubungan politis (dan ekonomi) antara modal sing dengan
kelas-kelas yang berkuasa di negara-negara satelit. Bagi Frank, keterbelakangan hanya bisa
diatasi melalui revolusi yang melahirkan sistem sosialis. Hubungan dengan negara metropolis
selalu berakibat negatif bagi negara satelit. Tidak mungkin ada perkembangan di negara satelit
selama negara ini masih berhubungan dan menginduk kepada negara metropolis. Namun, Dos
Santos berkata lain, Dia menyatakan bahwa negara pinggiran atau satelit bisa juga berkembang,
meskipun perkembangan ini merupakan perkembangan yang tergantung, perkembangan ikutan.

Impuls dan dinamika perkembangan ini tidak datang dari negara satelit tersebut, tetapi dari
negara induknya.
Di dalam teori ketergantungan ini sendiri, pada pokoknya ada dua pendapat yang berbed, yakni :
Frank beranggapan bahwa struktur ketergantungan yang ada di negara satelit tidak akan
memungkinkan negara ini melakukan pembangunan, khususnya industrialisasi. Sedangkan Dos
Santos beranggapan bahwa hal tersebut mungkin, meskipun pembangunan dan industrialisasi
yang terjadi merupakan bayangan dari apa yang terjadi di negara-negara pusat.

Perdebatan Teori Modernisasi dengan Teori Ketergantungan


Teori modernisasi menganjurkan untuk lebih memperat keterkaitan negara berkembang
dengan negara maju melalui bantuan modal, peralihan teknologi, pertukaran budaya dan lain
sebagainya. Dalam hal ini, teori dependensi memberikan anjuran yang sama sekali berbeda,
yakni berupaya secara terus menerus untuk mengurangi keterkaitannya negara pinggiran dengan
negara sentral, sehingga memungkinkan tercapainya pembangunan yang dinamis dan otonom,
sekalipun proses dan pencapaian tujuan ini mungkin memerlukan revolusi sosialis.
Kegagalan modernisasi membawa kenajuan bagi negara dunia ketiga telah
menumbuhkan sikap kritis beberapa ilmuan sosial untuk memberikan suatu teori pembangunan
yang baru, yang tentu saja mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan teori yang telah
ada. Kritikan terhadap modernisasi yang dianggap sebagai musang berbulu domba dan
cenderung sebagai bentuk kolonialisme baru semakin mencuat dengan gagalnya negara-negara
Amerika Latin menjalankan modernisasinya.
Teori ketergantungan merupakan analisis tandingan terhadap teori modernisasi. Teori ini
didasari fakta lambatnya pembangunan dan adanya ketergantungan dari negara dunia ketiga,
khususnya di Amerika Latin. Teori ketergantungan memiliki saran yang radikal, karena teori ini
berada dalam paradigma neo-Marxis. Sikap radikal ini analog dengan perkiraan Marx tentang
akan adanya pemberontakan kaum buruh terhadap kaum majikan dalam industri yang bersistem
kapitalisme.
Analisis Marxis terhadap teori ketergantungan inisecara umum tampak hanya mengangkat
analisanya dari permasalahan tataran individual majikan-buruh ke tingkat antar negara. Sehingga
negara pusat dapat dianggap kelas majikan, dan negara dunia ketiga sebagai buruhnya.
Sebagaimana buruh,ia juga menyarankan, negara pinggiran mestinya menuntut hubungan yang
seimbang dengan negara maju yang selama ini telah memperoleh surplus lebih banyak (konsep
sosialisme). Analisis Neo-Marxis yang digunakannya memiliki sudut pandang dari negara
pinggiran.
Marx mengungkapkan kegagalan kapitalisme dalam membawa kesejahteraan bagi
masyarakat namun sebaliknya membawa kesengsaraan. Penyebab kegagalan kapitalisme adalah
penguasaan akses terhadap sumberdaya dan faktor produksi menyebabkan eksploitas terhadap
kaum buruh yang tidak memiliki akses. Eksploitasi ini harus dihentikan melalui proses kesadaran
kelas dan perjuangan merebut akses sumberdaya dan faktor produksi untuk menuju tatanan
masyarakat tanpa kelas.

Teori ketergantungan
lebih menitik beratkan padapersoalan keterbelakangan dan
pembangunan negara Dunia Ketiga. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa teori ketergantungan
mewakili suara negara-negara pinggiran untuk menantang hegemoni ekonomi, politik, budaya
dan intelektual dari negara maju. Munculnya teori ketergantungan lebih merupakan kritik
terhadap arus pemikiran utama persoalan pembangunan yang didominasi oleh teori modernisasi.
Teori ini mencermati hubungan dan keterkaitan negara Dunia Ketiga dengan negara sentral di
Barat sebagai hubungan yang tak berimbang dan karenanya hanya menghasilkan akibat yang
akan merugikan Dunia Ketiga. Negara sentral di Barat selalu dan akan menindas negara Dunia
Ketiga dengan selalu berusaha menjaga aliran surplus ekonomi dari negara pinggiran ke negara
sentral.
Ketergantungan merupakan situasi yang memiliki kesejarahan spesifik dan juga
merupakan persoalan sosial politik. Kedua teori ini berbeda dalam memberikan jalan keluar
persoalan keterbelakangan negara Dunia Ketiga. Teori modernisasi menganjurkan untuk lebih
memperat keterkaitan negara berkembang dengan negara maju melalui bantuan modal, peralihan
teknologi, pertukaran budaya dan lain sebagainya. Dalam hal ini, teori ketergantungan
memberikan anjuran yang sama sekali berbeda, yakni berupaya secara terus menerus untuk
mengurangi keterkaitannya negara pinggiran dengan negara sentral, sehingga memungkinkan
tercapainya pembangunan yang dinamis dan otonom, sekalipun proses dan pencapaian tujuan ini
mungkin memerlukan revolusi sosialis.
Perbandinga teori Modernisasi dengan Teori Ketergantungan :
Elemen Perbandingan
Teori Modernisasi
Persamaan fokus perhatian Pembangunan Dunia Ketiga
(keprihatinan)
o Sangat Abstrak
Metode
o Perumusan Model-model
Dwi_Kutub
struktur Tradisional dan Modern
ekonomi
(Maju)
Perbedaan warisan teoritis o Teori Evolusi
o Teori Fungsionalisme
Hubungan Internasional
Saling menguntungkan
Masa depan Dunia Ketiga Optimis
Kebijaksanaan
Lebih mendekatkan
Pembangunan (Pemecahan keterkaitan negara maju.
Masalah)

Teori Ketergantungan
Sama
o Sama
o Sama
o Sentral (metropolis)
o Pinggiran (satelit)
o Program KEPBALL
o Marxis Ortodoks
Merugikan negara dunia
ketiga
Pesimis
Mengurangiketerkaitan
dengan negarasentral
revolusi sosialis.

Kajian Komparatif Teori Pembangunan: Teori


Modernisasi dan Dependensi
IN TUGAS KULIAH - ON SELASA, MARET 29, 2011 - NO COMMENTS

Sebenarnya paper ini judul aslinya Kajian Komparatif Tiga Teori Pembangunan: Modernisasi,
Dependensi dan Sistem Dunia. Tapi karena sambungan yang sistem dunia-nya ada di temen,
jadi saya posting aja ya yang ada. Semoga bermanfaat.

Pembangunan meniscayakan transformasi struktural dalam segala aspek kehidupan, baik


perubahan kultural, politik, sosial, ekonomi, maupun yang lainnya. Teori-teori yang dibangun
terkait dengan pembangunan sangat terkait erat dengan strategi pembangunan. Teori
pembangunan memuat berbagai pendekatan ilmu sosial yang berusahan menangani masalah
keterbelakangan dan mengalami perubahan besar dalam proses tersebut. Teori-teori yang
dirumuskan para pakar hingga saat ini jumlahnya banyak sekali. Namun, bila kita bicara teori
pembangunan ada 3 teori besar yang sering dibahas, yaitu teori modernisasi, dependensi dan
sistem dunia.

1.

Teori Modernisasi
Teori modernisasi lahir sebagai tanggapan ilmuwan sosial Barat terhadap apa yang
terjadi di Dunia Ketiga setelah Perang Dunia II. Teori ini muncul sebagai upaya Amerika untuk
memenangkan perang ideologi melawan sosialisme yang pada waktu itu sedang populer.
Bersamaan dengan itu, lahirnya negara-negara merdeka baru di Asia, Afrika, dan Amerika
Latin bekas jajahan Eropa melatarbelakangi perkembangan teori ini. Negara adidaya melihat
hal ini sebagai peluang untuk membantu Negara Dunia Ketiga sebagai upaya stabilitas
ekonomi dan politik. Pengaruh ideologi developmentalis yang mencoba mengkaji bagaimana
Negara Dunia Ketiga dapat membangun seperti Negara Dunia Pertama tanpa mengacu pada
komunisme juga mendasari teori ini.
Di awal perumusannya tahun 1950-an, aliran modernisasi mencari bentuk teori dan
mewarisi pemikiran-pemikiran dari teori evolusi dan fungsionalisme. Teori evolusi dan
fungsionalisme pada waktu itu dianggap mampu menjelaskan proses peralihan masyarakat
tradisional menuju masyarakat modern di Eropa Barat, selain juga didukung oleh para pakar
yang terdidik dalam alam pemikiran struktural-fungsionalisme. Teori evolusi menggambarkan
perkembangan masyarakat sebagai gerakan searah seperti garis lurus. Kita dapat melihatnya

dalam karya-karya Spencer dan Comte. Teori fungsionalisme dari Talcott Parsonsberanggapan
bahwa masyarakat tidak ubahnya seperti organ tubuh manusia yang memiliki berbagai bagian
yang saling bergantung.
Selain itu, teori modernisasi pun didukung oleh tokoh-tokoh seperti Neil Smelser
dengan teori diferensiasi strukturalnya. Smelser beranggapan dengan proses modernisasi,
ketidakteraturan struktur masyarakat yang menjalankan berbagai berbagai fungsi sekaligus
akan dibagi dalam substruktur untuk menjalankan satu fungsi yang lebih khusus. Pun dengan
Rostow yang menyatakanbahwa ada lima tahapan pembangunan ekonomi. Ia merumuskannya
ke dalam teoritahapan pertumbuhan ekonomi, yaitu tahap masyarakat tradisional, prakondisi
lepas landas, lepas landas, bergerak ke kedewasaan, dan berakhir dengan tahap konsumsi
massal yang tinggi. Di samping itu, ada beberapa varian teori modernisasi lain seperti
Coleman dengan diferensiasi dan modernisasi politik-nya, Harrod-Domar yang menekankan
penyediaan modal untuk investasi pembangunan, McClelland dengan teori need for
Achievement (n-Ach)-nya, Weber dengan Etika Protestan-nya, Hoselitz yang membahas
faktor-faktor nonekonomi yang ditinggalkan Rostow yang disebut faktor kondisi lingkungan,
dan Inkeles yang mengemukakan ciri-ciri manusia modern.
Satu hal yang menonjol dari teori ini adalah modernisasi seolah-olah tidak
memberikan celah terhadap unsur luar yang dianggap modern sebagai sumber kegagalan,
namun lebih menekankan sebagai akibat dari dalam masyarakat itu sendiri. Alhasil faktor
eksternal menjadi terabaikan. Teori modernisasi memberikan solusi, bahwa untuk membantu
Dunia Ketiga termasuk kemiskinan, tidak saja diperlukan bantuan modal dari negara-negara
maju, tetapi negara itu disarankan untuk meninggalkan dan mengganti nilai-nilai tradisional
dan kemudian melembagakan demokrasi politik (Garna, 1999: 9).
Karena berpatokan dengan perkembangan di Barat, modernisasi diidentikkan dengan
westernisasi. Teori ini pun kurang mampu menjawab kegagalan penerapannya di Amerika
Latin, tidak memperhatikan kondisi obyektif masyarakat, sejarah dan tradisi lama yang masih
berkembang di Negara Dunia Ketiga. Untuk menjawabnya, muncullah teori modernisasi baru.
Bila dalam teori modernisasi klasik, tradisi dianggap sebagai penghalang pembangunan, dalam
teori modernisasi baru, tradisi dipandang sebagai faktor positif pembangunan. Namun, tetap
saja baik teori modernisasi klasik, maupun baru, melihat permasalahan pembangunan lebih
banyak dari sudut kepentingan Amerika Serikat dan negara maju lainnya.

a.

Pengertian dan Asumsi-asumsi


Menurut Widjojo
Nitisastro,
modernisasi
adalah
suatu
transformasi
total
darikehidupan bersama yang tradisional atau pramodern dalam arti teknologi
serta organisasi sosial ke arah pola-pola ekonomis dan politis. Soerjono Soekanto mengartikan
modernisasi adalah suatu bentuk dari perubahan sosial yang terarah yang didasarkan pada
suatu perencanaan yang biasanya dinamakan social planning.Wilbert Moore mendefinisikan
modernisasi sebagai transformasi total masyarakat tradisional atau pra-modern ke tipe
masyarakat teknologi dan organisasi sosial yang menyerupai kemajuan dunia barat yang
ekonominya makmur dan situasi politiknya stabil.

Teori modernisasi memiliki asumsi-asumsi dasar seperti:

1)

Modernisasi merupakan proses bertahap. Resep pembangunan yang ditawarkannya bisa


berlaku untuk siapa, kapan, dan dimana saja.

2)

Modernisasi juga merupakan proses homogenisasi. Homogenitas melalui pengembangan


sektor ekonomi itu terkesan dipaksakan dari kondisi yang heterogen, hal itu kemudian
menjadikan pula ketimpangan pembangunan antardaerah dan antarsektor.

3)

Dalam wujudnya, modernisasi terkadang dianggap sebagai proses Eropanisasi atau


Amerikanisasi, atau yang lebih populer westernisasi (modernisasi sama dengan dunia Barat).

4)
5)
6)
7)

Modernisasi dilihat sebagai proses yang tidak bergerak mundur.


Modernisasi merupakan perubahan yang diinginkan dan dibutuhkan (progresif) serta terusmenerus (immanent).
Modernisasi memerlukan waktu panjang.
Perkembangan masyarakat dapat dilakukan dengan menciptakan proses diferensiasi
struktural.

8)

Diciptakan lapangan kerja dan struktur-struktur baru dalam masyarakat.

9)

Perbedaan kemajuan masyarakat terjadi karena perbedaan kondisi internal.

10)

Kapasitas masyarakat lebih maju dari masyarakat lain karena semata-mata faktor internal dan yang utama adalah
cultural deficiency.

b.

Implikasi
Teori modernisasi melihat hubungan antara Negara Dunia Pertama (Amerika Serikat
dan negara-negara maju lainnya) dengan Negara Dunia Ketiga layaknya hubungan antara
masyarakat modern dengan tradisional. Hubungan ini mencerminkan kuatnya pengaruh Barat
sebagai role-model terhadap Timur. Hal ini membuat negara berkembang harus selalu berkaca
kepada Barat untuk melakukan modernisasimembuat Barat dengan mudah menanamkan
nilai-nilainya kepada mereka. Negara Dunia Ketiga dengan sendirinya harus menolak paham
komunis sebagaimana Negara Dunia Pertama menolaknya. Termasuk menerima dominasi asing
yang kini dilembagakan dalam hukum formal. Bantuan asing berupa modal dan investasi
bertebaran di negara-negara berkembang seperti padi di sawah. Dari penjelasan di atas, teori
modernisasi pun memberikan implikasi akan adanya perubahan/transformasi yang
direncanakan pemerintah (top-down).

2.

Teori Dependensi
Teori dependensi lahir sebagai hasil revolusi intelektual secara umum pada
pertengahan tahun 60-an sebagai tantangan para ilmuwan Amerika Latin terhadap

pandangan Barat mengenai pembangunan. Teori ini merupakan kritik terhadap teori
modernisasi. Dasar pemikiran teori ini adalah pandangan Marx tentang masyarakat sebagai
satu kesatuan sistem atas dua struktur utama: struktur atas dan bawah dimana struktur atas
yang berupa sistem budaya, ideologi, politik dan sosial digerakkan oleh struktur bawah yang
merupakan sistem ekonomi. Teori ini melihat ketidakseimbangan dalam hubungan antara
Negara Dunia Ketiga dengan Negara Dunia Pertama karena mereka akan selalu berusaha
menjaga aliran surplus ekonomi dari negara pinggiran ke negara sentral. Sebagai hasilnya,
Negara Dunia Ketiga menjadi miskin, terbelakang, dan kondisi politik ekonominya tidak stabil.
Hal ini adalah pemikirannya Paul Baran, salah satu tokoh teori dependensi. Ia
mengelompokkan dua dunia tersebut sebagai negara kapitalis (negara pusat) dan prakapitalis (kapitalis pinggiran)yang tidak akan pernah bisa menjadi besar. Sedangkan Andre
Gunder Frank membagi negara-negara di dunia ini atas dua kelompok yaitu negara metropolis
maju dan negara-negara satelit yang terbelakang. Hubungan ketergantungan seperti ini
disebut Frank sebagaimetropolis-satelite relationship. Menurutnya, suatu pembangunan di
negara satelit dipengaruhi oleh 3 komponen utama, yaitu modal asing, pemerintah lokal
negara satelit, dan kaum borjuis lokal. Hasil pembangunan hanya terjadi di tiga kalangan
tersebut, sedangkan rakyat kecil hanya sebagai buruh. Baran dan Frank menyarankan agar
Negara Dunia Ketiga harus melakukan industrialisasi sendiri, tidak mengimpor teknologi,
meninjau hutang dan perdagangan dengan negara pusat. Dos Santos juga menyatakan, mirip
dengan Prebisch, bahwa hubungan antara negara dominan dengan negara tergantung
merupakan hubungan yang tidak sederajat, karena pembangunan di negara dominan terjadi
atas biaya yang dibebankan pada negara bergantung. Melalui kegiatan pasar yang
monopolistik dalam hubungan perdagangan internasional, hubungan utang-piutang dan ekspor
modal dalam hubungan perdagangan modal, surplus ekonomi yang dihasilkan di negara
tergantung mengalir dan berpindah ke negara dominan. Menurut Santos, dua bentuk
ketergantungan pertama, adalah ketergantungan kolonial dan ketergantungan industri
keuangan, selain itu ia pun menyebutkan jenis ketergantungan yang lain yaitu ketergantungan
teknologis-industrial.
Packenham menyebutkan kekuatan teori dependensi yakni menekankan pada aspek
internasional, mengaitkan perubahan internal negara pinggiran dengan politik luar negeri
negara maju, menekankan pada kegiatan sektor swasta dalam hubungannya dengan kegiatan
perusahaan-perusahaan multinasional, membahas hubungan antar kelas yang ada di dalam
negeri dan hubungan kelas antarnegara dalam konteks internasional, memberikan definisi
yang berbeda tentang pembangunan ekonomi (tentang kelas-kelas sosial, antardaerah, dan
antarnegara). Namun, kelemahannya antara lain: hanya menyalahkan kapitalisme sebagai
penyebab dari ketergantungan, konsep kuncitermasuk konsep ketergantungan itu sendiri
kurang didefinisikan secara jelas hanya didefinisikan sebagai konsep dikotomi, tidak ada
kemungkinan lepas dari ketergantungan, selalu dianggap sebagai sesuatu yang negatif, kurang
membahas aspek psikologi, terlalu jauh beranggapan bahwa ada kepentingan yang berbeda
antara negara-negara pusat dan negara-negara pinggiran, ketidakjelasan konsep yang
membatasi teori tersebut, menganggap aktor politik sebagai boneka kepentingan modal
asing, kurang dikaji secara rinci dan tajam dan dalam konteks Timur, teori ini tidak mampu
melihat fenomena bangkitnya negara-negara Macan Asia dan runtuhnya sosialisme.
Bila teori dependensi Klasik melihat situasi ketergantungan sebagai suatu fenomena
global dan memiliki karakteristik serupa tanpa megenal batas ruang dan waktu, teori

dependensi Baru melihat melihat situasi ketergantungan tidak lagi semata disebabkan faktor
eksternal, atau sebagai persoalan ekonomi yang akan mengakibatkan adanya polarisasi
regional dan keterbelakangan. Ketergantungan merupakan situasi yang memiliki kesejarahan
spesifik dan juga merupakan persoalan sosial politik.

a.

Pengertian dan Asumsi-asumsi


Dos
Santos
mengemukakan
ketergantungan
merupakan keadaan
dimana
perekonomian negara-negara tertentu dipengaruhi oleh perkembangan dan ekspansi dari
kehidupan ekonomi negara-negara lain, dimana negara-negara tertentu ini hanya berperan
sebagai penerima akibat saja. Hubungan ketergantungan terjadi bila negara yang dominan
dapat memperluas danmempertahankan diri, tapi sebaliknya tidak terjadi pada
negara pinggiran.
Asumsi-asumsi dasar teori dependensi mencakup:

1)
2)

Keadaan ketergantungan dilihat sebagai suatu gejala yang universal, berlaku bagi seluruh
negara dunia Ketiga.
Ketergantungan dilihat sebagai kondisi yang diakibatkan oleh faktor luar eksternal.

3)

Situasi ketergantungan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses polarisasi
regional ekonomi global.

4)

Keadaan ketergantungan dilihat sebagai suatu hal yang mutlak bertolak belakang dengan
pembangunan.

5)

Perkembangan masyarakat didasarkan atas konflik yang terjadi. Konflik-konflik yang tercipta
justru membawa perubahan masyarakat secara global.

6)

Solusi yang dikemukakan teori ketergantungan klasik bahkan melepaskan diri dari hubungan
dengan negara maju (berdikari).

b.

Implikasi
Implikasi kebijaksanaan pembangunan dengan model dependensi di antaranya adalah
negara pinggiran harus memutuskan hubungan dengan negara sentral. Seperti saran Baran dan
Frank di atas, hal itu demi berkurang atau bahkan menghilangnya intervensi dan pengaruh
asing di negara yang didominasi. Dengan begitu, negara pinggiran akan berusaha mandiri.
Mengingat negara sentral sekarang adalah negara-negara maju yang menganut paham liberalkapitalis, maka dengan berkurangnya pengaruh mereka tumbuhlah benih-benih sosialisme.
Yang memungkinkan terjadinya revolusi sosialis di tubuh negara pinggiran. Maka, negaranegara yang memakai teori ini akankalau tidak disebut berpatokanmengarah pada
perwujudan sosialisme, seperti akar historis kelahiran teori ini.

Referensi:
Garna, Y. K. (1999). Teori Sosial dan Pembangunan Indonesia: Suatu Kajian melalui
Diskusi. Bandung: Primaco Academika.
Hettne, B. (2001). Teori Pembangunan dan Tiga Dunia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Suwarsono, & So, A. Y. (1991). Perubahan Sosial dan Pembangunan di Indonesia.Jakarta:
LP3ES.
http://file.upi.edu/Direktori/B%20%20FPIPS/JUR.%20PEND.%20SEJARAH/195903051989011%20%20SYARIF%20MOEIS/MAKALAH%20%2012.pdf (diakses tanggal 12 Mar. 2011)
http://rinoan.staff.uns.ac.id/wp-content/blogs.dir/58/files//2008/10/teori-modernisasiperspektif-arief-budiman.pdf (diakses tanggal 12 Mar. 2011)
http://www.p4tkipa.org/lihat.php?id=ARTIKEL&hari=UMUM&%20tanggal=5&%20bulan=
Desemver%20&%20oleh=Irman (diakses tanggal 12 Mar. 2011)

TEORI MODERNISASI DAN DEPENDENSI


RINGKASAN BERITA
IMF adalah lambaga pemberi pinjaman terbesar kepada Indonesia. Lembaga ini beranggotakan 182 negara. Misi IMF
adalah mengupayakan stabilitas keuangan dan ekonomi melalui pemberian pinjaman sebagai bantuan keuangan
temporer, guna meringankan penyesuaian neraca pembayaran. Sebuah negara akan meminta dana kepada IMF
ketika sedang dilanda krisis ekonomi. Begitupun ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi tahuan 1997. Pada 4
Februari 2000, IMF menyetujui pemberian pinjaman berjangka waktu tiga tahun untuk mendukung program reformasi
dan struktural Indonesia.
Sejarah pinjaman Indonesia kepada IMF sebagai berikut:

Tahun

SDR

US$

1997

2,202 mil.

US$ 2,92 mil

1998

4,254 mil.

US$ 5,64 mil

1999

1,011 mil.

US$ 1,34 mil

2000 - 2003

3,638 mil.

US$ 4, 82 mil

Ketika Indonesia meminta bantuan keuangan, IMF memberikan berbagai persyaratan yang disebut kondisionalitas.
Terkadang persyaratan ini justru meningkatkan krisis keuangan terhadap negara peminjam, begitu pula yang terjadi
di Indonesia pada saat krisis ekonomi tahun 1998. Melalui kebijakan IMF, secara praktis IMF melakukan gerakan
globalisasi dan pasar bebas melalui upaya-upaya pendahuluan seperti privatisasi, penghapusan subsidi, deregulasi,
dan sebagainya.
Pelunasan pinjaman ini jatuh tempo pada akhir 2010, namun Indonesia secara efektif telah melunasi seluruh
pinjaman pada 12 Oktober 2006. Dengan lunasnya pinjaman ini berarti Indonesia tidak berkwajiban mengikuti
persyaratan-persyaratan yang diberikan IMF.
Apa efek bagi Indonesia ketika masih berada dalam konsep IMF, dan ketika keluar dari konsep IMF sebagai
implementasi teori modernisasi dan independensi di Indonesia?

TEORI MODERNISASI DAN DEPENDENSI


I.TEORI MODERNISASI
Modernisasi diartikan sebagai proses transformasi. Dalam rangka mencapai status modern, struktur dan nilai-nilai
tradisional secara total diganti dengan seperangkat struktur dan nilai-nilai modern. Modernisasi merupakan proses
sistematik. Modernisasi melibatkan perubahan pada hampir segala aspek tingkah laku sosial, termasuk di dalamnya
industrialisasi, diferensiasi, sekularisasi, sentralisasi dsb.
Ciri-ciri pokok teori modernisasi:
1.Modernisasi merupakan proses bertahap.
2.Modernisasi juga dapat dikatakan sebagai proses homogenisasi.
3.Modernisasi terkadang mewujud dalam bentuk lahirnya, sebagai proses Eropanisasi dan Amerikanisasi, atau
modernisasi sama dengan Barat.

4.Modernisasi juga dilihat sebagai proses yang tidak bergerak mundur.


5.Modernisasi merupakan perubahan progresif
6.Modernisasi memerlukan waktu panjang. Modernisasi dilihat sebagai proses evolusioner, dan bukan perubahan
revolusioner.
Implikasi kebijaksanaan pembangunan yang perlu diikuti Dunia Ketiga dalam usaha memodernisasikan dirinya:
1.Negara Dunia Ketiga perlu melihat dan menjadikan Amerika Serikat dan negara-negara Eropa Barat sebagai model
dan panutan.
2.Teori modernisasi menyarankan agar Dunia Ketiga melakukan pembangunan ekonomi, meninggalkan dan
mengganti nilai-nilai tradisional, dan melembagakan demokrasi politik.
3.Teori modernisasi mampu memberikan legitimasi tentang perlunya bantuan asing, khususnya dari Amerika Serikat.
Dunia Ketiga membutuhkan investasi produktif dan pengenalan nilai-nilai modern, maka AS dan negara maju lainnya
dapat membantu dengan mengirimkan tenaga ahli, mendorong para pengusaha untuk melakukan investasi di luar
negeri, dan memberikan bantuan untuk negara Dunia Ketiga.
Ada beberapa varian teori Modernisasi, diantaranya teori Harrod-Domar, teori McClelland, teori Weber, teori Rostow,
teori Inkeles. Permasalahan IMF dalam paper ini lebih mengarah pada teori Rostow. Rostow menyebutkan jika satu
negara hendak mencapai pertumbuhan ekonomi yang otonom dan berkelanjutan, maka negara tersebut harus
memiliki struktur ekonomi tertentu. Umumnya permasalahan yang dimiliki negara Dunia Ketiga dalam mencapai
tingkat investasi produktif yang tinggi, adalah keterbatasan sumber daya modal. Rostow memberi jawaban atas
permasalahan yang dihadapi Dunia Ketiga mengenai kecilnya dana investasi produktif, yaitu pada kemungkinan
penyediaan bantuan asing, yang berupa bantuan modal, teknologi, dan keahlian, bagi negara Dunia Ketiga.
Satu kekurangan Rostow adalah kurang memperhatikan akibat sampingan yang harus dialami Dunia Ketiga, ketika
akan berusaha dan mencapai waktu kritis untuk tinggal landas. Rostow tidak menjelaskan secara rinci akibat politik
dari derap lajunya upaya pembangunan ekonomi yang terkadang, dan dipaksa untuk melakukan percepatan.
II.TEORI DEPENDENSI
Teori Modernisasi melihat permasalahan pembangunan lebih banyak dari sudut kepentingan Amerika Serikat dan
negara maju lainnya. Sedangkan teori dependensi memiliki posisi yang sebaliknya. Teori ini lebih menitikberatkan
pada persoalan keterbelakangan dan pembangunan negara Dunia Ketiga. Teori dependensi mewakili suara negaranegara pinggiran untuk menentang hegemoni ekonomi, politik, budaya, dan intelektual dari negara maju.
Asumsi dasar para penganut aliran dependensi yang dipakai dalam paper ini:
1.Permasalahan ketergantungan lebih dilihat sebagai masalah ekonomi, yang terjadi akibat mengalirnya surplus
ekonomi dari negara Dunia Ketiga ke negara maju.
2.Situasi ketergantungan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses polarisasi regional ekonomi global. Di
satu pihak, mengalirnya surplus ekonomi dari Dunia Ketiga menyebabkan keterbelakangannya, sementara hal yang
sama menjadi faktor yang mendorong lajunya pembangunan di negara maju.
Teori dependensi juga mendapatkan kritik karena rumusan kebijaksanaan yang diajukan teori dependensi tidak jelas.
Rumusan tersebut tidak menjelaskan secara detail bagaimana Dunia Ketiga harus bertindak. Kekurangan ini
diperbaiki dalam teori dependensi baru. Teori dependensi baru telah dengan sadar memberikan perhatian pada
kemungkinan untuk munculnya ciri ketergantungan yang unik dan khas secara historis. Negara Dunia Ketiga tidak lagi
dipandang hanya semata-mata sebagai negara yang bergantung pada asing, tetapi sebagai aktor yang aktif secara
cerdik berusaha untuk bekerja sama dengan modal domestik dan modal internasional.
ANALISA PERMASALAHAN
TEORI MODERNISASI
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1998 tidak memberi pilihan selain meminta bantuan keuangan ke

Dana Moneter Internasional (IMF), untuk memulihkan kembali perekonomian Indonesia. Selain itu Indonesia sebagai
salah satu negara Dunia Ketiga, masih memerlukan bantuan asing, sebagai implikasi kebijaksanaan pembangunan.
Salah satu misi IMF adalah membantu negara-negara yang mengalami kesulitan ekonomi yang serius, dan sebagai
imbalannya, negara tersebut diwajibkan melakukan kebijakan-kebijakan tertentu.
Dalam jangka pendek, umumnya IMF menekankan kebijakan-kebijakan berikut:
1.devaluasi nilai tukar uang, unifikasi dan peniadaan kontrol uang.
2.liberalisasi harga: peniadaan subsidi dan kontrol.
3.pengetatan anggaran
Dalam jangka panjang, umumnya IMF menekankan kebijakan-kebijakan berikut;
1.liberalisasi perdagangan : mengurangi dan meniadakan kuota impor dan tarif
2.deregulasi sektor perbankan sebagai program penyesuaian sektor keuangan
3.privatisasi perusahaan-perusahaan milik negara
4.privatisasi lahan pertanian, mendorong agribisnis
5.reformasi pajak: memperkenalkan/meningkatkan pajak tak langsung
6.mengelola kemiskinan melalui penciptaan sasaran dana-dana sosial
7.pemerintahan yang baik
Aplikasi kebijakan IMF di Indonesia diantaranya likuidasi 16 bank, mencabut larangan ekspor kayu gelondongan
tahun pada 1998, menurunkan bea masuk gula dan beras turun sampai nol persen, mengurangi subsidi listrik dan
BBM. Syarat-syarat tersebut dijalankan pada saat kondisi masyarakat belum pulih dari krisis ekonomi. Sehingga
bukannya perekonomian yang membaik, justru banyak merugikan rakyat karena sosial cost yang dikeluarkan besar
sekali. Misalnya akibat penutupan bank-bank tersebut memudarkan kepercayaan masyarakat pada bank. Masyarakat
menarik dana besar-besaran dari bank lainnya yang tidak dilikuidasi. Akibat likuidasi uang menjadi langka, bunga
melejit, masyarakat kelaparan. Tidak kurang dari Rp 660 triliun harus dikeluarkan pemerintah untuk mengembalikan
kepercayaan masyarakat pada perbankan nasional. IMF tentu saja bertanggung jawab atas sejumlah kekerasan
struktural yang memancing kekerasan konvensional di Indonesia.
Modernisasi memerlukan waktu panjang. Berbagai kebijakan IMF yang diterapkan di Indonesia dalam kondisi
masyarakat yang tidak siap, akhirnya menyebabkan gejolak sosial dan politik. IMF dan pemerintah Indonesia sudah
menyalahi ciri pokok modernisasi dan sekaligus membuktikan kekurangan dalam teori modernisasi menurut Rostow
yaitu modernisasi yang dipaksa mengalami percepatan.
IMF sendiri merupakan perpanjangan tangan kepentingan Amerika yang bisa mengontrol keputusan di IMF melalui
hak votingnya, sesuai dengan besarnya hak suara yang dimiliki yakni 17, 81%. Angka tersebut cukup memberinya
hak untuk memveto kebijakan IMF. Selain AS, tidak ada negara yang mempunyai lebih dari 6% suara dan mayoritas
negara anggota mempunyai kurang dari 1%.
Intervensi IMF pada kebijakan-kebijakan Indonesia, jelas merupakan praktik teori modernisasi. Ideologi teori
modernisasi digunakan untuk memberikan legitimasi intervensi Amerika Serikat terhadap kepentingan negara Dunia
Ketiga. Unsur dominasi asing di Indonesia secara ekonomi dan politis ini merupakan bentuk kolonialisme negara
Barat pada negara dunia ketiga.
TEORI DEPENDENSI
Teori dependensi menurut Frank mempunyai model satelit-metropolis. Pada tingkat hubungan internasional kota-kota
di negara Dunia Ketiga menjadi satelit dari metropolis di Barat. Indonesia menjadi negara satelit bagi metropolis
Amerika Serikat. Bagi Frank, proses pegambilan surplus ekonomi secara nasional dan global serta terarah inilah
yang menyebabkan keterbelakangan di negara Dunia Ketiga, di satu pihak, dan pembangunan di negara Barat di lain
pihak.
Dos Santos juga menyatakan bahwa hubungan antara negara dominan (dominant countries) dengan negara
tergantung (dependent countries) merupakan hubungan yang tidak sederajat (setara), karena pembangunan di
negara dominan terjadi atas biaya yang dibebankan pada negara bergantung. Melalui kegiatan pasar yang

monopolistik dalam hubungan perdagangan internasional, hubungan utang-piutang dan ekspor modal dalam
hubungan perdagangan modal, surplus ekonomi yang dihasilkan di negara tergantung mengalir dan berpindah ke
negara dominan. Menurut Santos, dua bentuk ketergantungan pertama, adalah ketergantungan kolonial dan
ketergantungan industri keuangan.
Bantuan IMF membuat pertumbuhan ekonomi negara sedang berkembang semakin tergantung pada IMF demi
kestabilan ekonomi. Karena membutuhkan modal untuk memperbaiki perekonomian pada masa krisis, Indonesia
mau menerima berbagai persyaratan dari IMF. Apalagi misi IMF memang memulihkan kesulitan ekonomi. Namun
yang terjadi justru IMF banyak mengintervensi kebijakan-kebijakan politik dan ekonomi yang menyebabkan krisis
menjadi lebih parah. Selain itu, Indonesia juga harus menanggung bunga pinjaman dari surplus ekonomi yang
didapat. Walaupun mmbayar bunga memang kewajiban ketika berhutang, namun Indonesia bisa mencari pinjaman
negara lain yang lebih rendah bunganya dibanding IMF, misalnya Malaysia atau Jepang. Selisih bunga yang bisa
mencapai Rp10 trilyun hingga Rp15 trilyun, bisa digunakan untuk menambah anggaran negara.
Teori dependensi mengajukan solusi bahwa sebaiknya negara-negara pinggiran (satelite/perifer) harus melepaskan
pengaruhnya sama sekali dari hegemoni negara pusat. Upaya mandiri seperti ini juga tertuang pada TAP MPR
VI/MPR/2002 yang mengamantkan agar pemerintah tidak memperpanjang kerjasama dengan IMF pada akhir tahun
2003. Dengan kata lain, secara politik, telah diputuskan bahwa Indonesia akan mandiri dari bantuan finansial IMF.
Akhirnya pada tanggal 12 Oktober 2006, amanat itu terealisasi. Indonesia secara efektif telah melunasi seluruh
pinjaman kepada IMF, padahal seharusnya pelunasan tersebut jatuh tempo pada akhir 2010. Percepatan pelunasan
ini mengurangi beban utang dan meningkatkan kepercayaan diri dalam menyusun dan melaksanakan program
pembangunan ekonomi.
Ternyata kegagalan IMF dalam menangani krisis tidak hanya terjadi di Indonesia. Beberapa negara telah
mengembalikan pinjamannya, seperti Brasil pada tahun 2002, Argentina di tahun 2001. Bagi IMF kondisi ini tentu
memprihatinkan, karena perputaran dana IMF tergantung dari besarnya pinjaman yang diberikan.
KESIMPULAN
1.Penerapan teori modernisasi di Indonesia saat menjalin kerjasama dengan IMF ternyata membawa dampak buruk
bagi pembangunan ekonomi Indonesia yang disebabkan dominasi IMF terhadap pengambilan kebijakan ekonomi
Indonesia.
2.Dalam kerjasama Indonesia dengan IMF, teori depedensi menjadi solusi yang tepat untuk mengatasi krisis.
Peluanasan utang bukan berarti Indonesia lepas dari keanggotaan IMF. Sehingga Indonesia masih menerapkan teori
modernisasi dengan mengikuti lembaga internasional, sekaligus menerapkan teori dependensi dengan tidak
tergantung lagi pada bantuan dari IMF.
3.Kedua teori yang diterapkan bersamaan di Indonesia melahirkan strategi pembangunan campuran.
KRITIK DAN SARAN
1.Para politisi yang duduk dalam pemerintah untuk mengambil kebijakan, sebaiknya berkonsultasi atau
berkomunikasi dengan para ekonom. Sehingga kebijakan tersebut bisa meminimalisir efek buruk pada ekonomi
Indonesia.
2.Walaupun Indonesia masih membuka tangan bagi bantuan asing, namun seharusnya lebih selektif lagi. Indonesia
bisa saja memanfaatkan bungan pinjaman dari negara lain yang cukup rendah, seperti Malaysia yang besarnya 6-7
persen dan Jepang yang hanya 2 persen.
3.Indonesia harus waspada dan selektif dalam menjalin hubungan kerjasama.
4.IMF harus mereformasi diri agar netral dan kembali ke misi yang sebenarnya.

Anda mungkin juga menyukai