Anda di halaman 1dari 27

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI ...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan .........................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Teori Pembangunan Dunia Ketiga.................................................3
2.2 Perspektif “Negara Dunia Ketiga”.................................................8
2.3 Peran Negara Dalam Pembangunan Negara Dunia Ketiga...........11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ..................................................................................24
3.2 Saran .............................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................26

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dunia ketiga merupakan sebutan untuk negara yang sedang
berkembang.Pembangunan yang terjadi di negara dunia ketiga pada umumnya
bertujuan untuk mengatasi keterbelakangan dari berbagai bidang terutama bidang
ekonomi, karena pembangunan di negara dunia ketiga itu sendiri khususnya
Indonesia adalah untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan
kesejahteraan.Kedua hal tersebut salah satunya dipengarusi oleh pendapatan yang
kurang sehingga menyebabkan banyaknya rakyat miskin di negara kita.
Proses globalisasi telah memarginalkan peran negara bangsa dalam proses
pembangunan yang pada akhirnya melahirkan pergeseran dalam paradigma
pembangunan. Paradigma pertama, negara memegang peran utama dalam proses
pembangunan, bahwa negara sebagai perencana dari adanya proses pembangunan.
Berbeda dengan paradigma kedua, yang menyebutkan bahwa negara tidak dianggap
sebagai pemeran utama dalam proses pembangunan, negara tidak ikut campur tangan
dalam pasar karena hanya akan mendistorsi pasar dan membuat ekonomi tidak
berjalan efektif dan efisien.  Perubahan dari model state led development, dari model
negara menguasai pembangunan dan ekonomi ke model pasar yang menguasai
pembangunan.
Perubahan tersebut berarti bahwa kini negara sudah tidak berkuasa lagi
sebagai pelaku pembangunan, semuanya sudah dikuasai oleh pasar bebas. Perubahan
peran negara disini sangat disayangkan, lalu untuk apa kita mempunyai pemerintah
yang mengelola negara jika yang berkuasa adalah mereka yang mempunyai andil
dalam pasar bebas. Bahkan kini negara bukan menjadi pelindung bagi
masyarakatnya, bukan fasilitator bagi masyarakatnya.Barang publik kini menjadi
barang privat, negara telah memprivatisasi kekayaannya yang merupakan perjuangan
sang proklamator kita, bagaimana beliau memperjuangkan kemerdekaan negara ini
dari tangan penjajah.Dan pada akhirnya kini peran negara sudah berkurang.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Teori apa sajakah yang digunakan dalam pembangunan dunia ketiga?
2. Seperti apakah perspektif “negara dunia ketiga”?
3. Apa sajakah peran negara didunia dalam pembangunan dunia ketiga?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui teori-teori yang digunakan dalam pembangunan dunia
ketiga.
2. Untuk mengetahui perspektif “negara dunia ketiga”.
3. Untuk mengetahui peran negara didunia dalam pembangunan dunia
ketiga.
1.4 Manfaat Penulisan
1. Mahasiswa dapat mengerti teori pembangunan negara dunia ketiga
2. Mahasiswa dapat mengetahui perspektif “negara dunia ketiga”.
3. Mahasiswa dapat mengetahui peran negara terhadap pembangunan negera
dunia ketiga.
4.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teori Pembangunan Dunia Ketiga


Teori Pembangunan Dunia Ketiga adalah teori-teori pembangunan yang
berusaha menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh negara-negara miskin atau
negara yang sedang berkembang dalam dunia yang didominasi oleh kekuatan
ekonomi, ilmu pengetahuan dan kekuatan militer negara-negara adikuasa atau negara
industri maju.
Persoalan-persoalan yang dimaksud yakni bagaimana mempertahankan hidup
atau meletakkan dasar-dasar ekonominya agar dapat bersaing di pasar internasional.
Untuk mengukur pembangunan atau pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat dilihat
dari:
 Kekayaan rata-rata yakni produktifitas masyarakat atau produktifitas negara
tersebut melalui produk nasional bruto dan produk domestic bruto.
 Pemerataan: tidak saja kekayaan atau produktifitas bangsa yang dilihat, tetapi
juga pemerataan kekayaan dimana tidak terjadi ketimpangan yang besar
antara pendapatan golongan termiskin, menengah dan golongan terkaya.
Bangsa yang berhasil dalam pembangunan adalah bangsa yang tinggi
produktifitasnya serta penduduknya relatif makmur dan sejahtera secara
merata.
 Kualitas kehidupan dengan tolok ukur PQLI (Physical Quality of Life Index)
yakni: rata-rata harapan hidup sesudah umur satu tahun, rata-rata jumlah
kematian bayi, dan rata-rata presentasi buta dan melek huruf.
 Kerusakan lingkungan.
 Kejadian sosial dan kesinambungan.
a. Teori Modernisasi: Pembangunan sebagai masalah internal.
Teori ini menjelaskan bahwa kemiskinan lebih disebabkan oleh faktor internal
atau faktor-faktor yang terdapat di dalam negara yang bersangkutan.
Ada banyak variasi dan teori yang tergabung dalam kelompok teori ini antara lain
adalah:

3
 Teori yang menekankan bahwa pembangunan hanya merupakan masalah
penyediaan modal dan investasi. Teori ini biasanya dikembangkan oleh para
ekonom. Pelopor teori antara lain Roy Harrod dan Evsay Domar yang secara
terpisah berkarya namun menghasilkan kesimpulan sama yakni: pertumbuhan
ekonomi ditentukan oleh tingginya tabungan dan investasi.
 Teori yang menekankan aspek psikologi individu. Tokohnya adalah
McClelaw dengan konsepnya The Need For Achievment dengan symbol n.
ach, yakni kebutuhan atau dorongan berprestasi, dimana mendorong proses
pembangunan berarti membentuk manusia wiraswasta dengan n.ach yang
tinggi. Cara pembentukanya melalui pendidikan individu ketika seseorang
masih kanak-kanak di lingkungan keluarga.
 Teori yang menekankan nilai-nilai budaya mempersoalkan masalah manusia
yang dibentuk oleh nilai-nilai budaya di sekitarnya, khususnya nilai-nilai
agama.  Satu masalah pembangunan bagi Max Weber (tokoh teori ini) adalah
tentang peranan agaman sebagai faktor penyebab munculnya kapitalisme di
Eropa barat dan Amerika Serikat. Bagi Weber penyebab utama dari semua itu
adalah etika protestan yang dikembangkan oleh Calvin.
 Teori yang menekankan adanya lembaga-lembaga sosial dan politik yang
mendukung proses pembangunan sebelum lepas landas dimulai. Bagi W.W
Rostow, pembangunan merupakan proses yang bergerak dalam sebuah garis
lurus dari masyarakat terbelakang ke masyarakat niaga. Tahap-tahapanya
adalah sbb:
1) Masarakat tradisional=belum banyak menguasai ilmu pengetahuan.
2) Pra-kondisi untuk lepas landas= masyarakat tradisional terus bergerak
walaupun sangat lambat dan pada suatu titik akan mencapai posisi pra-
kondisi untuk lepas landas.
3) Lepas landas : ditandai dengan tersingkirnya hambatan-hambatan yang
menghalangi proses pertumbuhan ekonomi.

4
4) Jaman konsumsi massal yang tinggi. Pada titik ini pembangunan
merupakan proses berkesinambungan yang bisa menopang kemajuan
secara terus-menerus.
 Teori yang menekankan lembaga sosial dan politik yang mendukung proses
pembangunan. Tokohnya Bert E Hoselitz yang membahas faktor-faktor non-
ekonomi yang ditinggalkan oleh W.W Rostow. Hoselitz menekankan
lembaga-lembaga kongkrit. Baginya, lembaga-lembaga politik dan sosial ini
diperlukan untuk menghimpun modal yang besar, serta memasok tenaga
teknis, tenaga swasta dan tenaga teknologi.
 Teori ini menekankan lingkungan material. Dalam hal ini lingkungan
pekerjaan sebagai salah satu cara terbaik untuk membentuk manusia modern
yang bisa membangun. Tokohnya adalah Alex Inkeler dan David H. Smith.
b. Teori ketergantungan.
Teori ini pada mulanya adalah teori struktural yang menelaah jawaban yang
diberikan oleh teori modernisasi. Teori struktural berpendapat bahwa kemiskinan
yang terjadi di negara dunia ketiga yang mengkhusukan diri pada produksi pertanian
adalah akibat dari struktur pertanian adalah akibat dari struktur perekonomian dunia
yang eksploitatif dimana yang kuat mengeksploitasi yang lemah. Teori ini berpangkal
pada filsafat materialisme yang dikembangkan Karl Marx. Salah satu kelompok teori
yang tergolong teori struktiral ini adalah teori ketergantungan yang lahir dari 2 induk,
yakni seorang ahli pemikiran liberal Raul Prebiesch dan teori-teori Marx tentang
imperialisme dan kolonialisme serta seorang pemikir marxis yang merevisi
pandangan marxis tentang cara produksi Asia yaitu, Paul Baran.
 Raul Prebisch : industri substitusi import. Menurutnya negara-negara
terbelakang harus melakukan industrialisasi yang dimulai dari industri
substitusi impor.
 Perdebatan tentang imperialisme dan kolonialisme. Hal ini muncul untuk
menjawab pertanyaan tentang alasan apa bangsa-bangsa Eropa melakukan
ekspansi dan menguasai negara-negara lain secara politisi dan ekonomis. Ada
tiga teori:

5
1) Teori God:adanya misi menyebarkan agama.
2) Teori Glory:kehausan akan kekuasaan dan kebesaran.
3) Teori Gospel:motivasi demi keuntungan ekonomi.
 Paul Baran: sentuhan yang mematikan dan kretinisme. Baginya
perkembangan kapitalisme di negara-negara pinggiran beda dengan
kapitalisme di negara-negara pusat. Di negara pinggiran, system kapitalisme
seperti terkena penyakit kretinisme yang membuat orang tetap kerdil.
Ada 2 tokoh yang membahas dan menjabarkan pemikirannya sebagai kelanjutan dari
tokoh-tokoh di atas, yakni:
 Andre Guner Frank : pembangunan keterbelakangan. Bagi Frank
keterbelakangan hanya dapat diatasi dengan revolusi, yakni revolusi yang
melahirkan sistem sosialis.
 Theotonia De Santos : Membantah Frank. Menurutnya ada 3 bentuk
ketergantungan, yakni :
1) Ketergantungan Kolonial: hubungan antar penjajah dan penduduk
setempat bersifat eksploitatif.
2) Ketergantungan Finansial- Industri: pengendalian dilakukan melalui
kekuasaan ekonomi dalam bentuk kekuasaan financial-industri.
3) Ketergantungan Teknologis-Industrial: penguasaan terhadap surplus
industri dilakukan melalui monopoli teknologi industri.
Ada 6 inti pembahasan teori ketergantungan:
 Pendekatan keseluruhan melalui pendekatan kasus.
Gejala ketergantungan dianalisis dengan pendekatan keseluruhan yang
memberi tekanan pada sisitem dunia. Ketergantungan adalah akibat proses
kapitalisme global, dimana negara pinggiran hanya sebagai pelengkap.
Keseluruhan dinamika dan mekanisme kapitalis dunia menjadi perhatian
pendekatan ini.
 Pakar eksternal melawan internal.Para pengikut teori ketergantungan tidak
sependapat dalam penekanan terhadap dua faktor ini, ada yang beranggapan
bahwa faktor eksternal lebih ditekankan, seperti Frank Des Santos. Sebaliknya

6
ada yang menekan factor internal yang mempengaruhi/ menyebabkan
ketergantungan, seperti Cordosa dan Faletto.
 Analisis ekonomi melawan analisi sosiopolitik Raul Plebiech memulainya
dengan memakai analisis ekonomi dan penyelesaian yang ditawarkanya juga
bersifat ekonomi. AG Frank seorang ekonom, dalam analisisnya memakai
disiplin ilmu sosial lainya, terutama sosiologi dan politik. Dengan demikian
teori ketergantungan dimulai sebagai masalah ekonomi kemudian berkembang
menjadi analisis sosial politik dimana analisis ekonomi hanya merupakan
bagian dan pendekatan yang multi dan interdisipliner analisis sosiopolitik
menekankan analisa kelas, kelompok sosial dan peran pemerintah di negara
pinggiran.
 Kontradiksi sektoral/regional melawan kontradiksi kelas.
Salah satu kelompok penganut ketergantungan sangat menekankan analisis tentang
hubungan negara-negara pusat dengan pinggiran ini merupakan analisis yang
memakai kontradiksi regional. Tokohnya adalah AG Frank. Sedangkan kelompok
lainya menekankan analisis klas, seperti Cardoso.
 Keterbelakangan melawan pembangunan.
Teori ketergantungan sering disamakan dengan teori tentang keterbelakangan dunia
ketiga. Seperti dinyatakan oleh Frank. Para pemikir teori ketergantungan yang lain
seperti Dos Santos, Cardoso, Evans menyatakan bahwa ketergantungan dan
pembangunan bisa berjalan seiring. Yang perlu dijelaskan adalah sebab, sifat dan
keterbatasan dari pembangunan yang terjadi dalam konteks ketergantungan.
 Voluntarisme melawan determinisme
Penganut marxis klasik melihat perkembangan sejarah sebagai suatu yang
deterministic. Masyarakat akan berkembang sesuai tahapan dari feodalisme ke
kapitalisme dan akan kepada sosialisme. Penganut Neo Marxis seperti Frank
kemudian mengubahnya melalui teori ketergantungan. Menurutnya kapitalisme
negara-negara pusat berbeda dengan kapitalisme negara pinggiran. Kapitalisme
negara pinggiran adalah keterbelakangan karena itu perlu di ubah menjadi negara

7
sosialis melalui sebuah revolusi. Dalam hal ini Frank adalah penganut teori
voluntaristik.
2.2 Perspektif “Negara Dunia Ketiga”
a. Histori
Hampir semua negara di Asia dan Afrika pernah dijajah oleh kekuatan
kolonial Eropa Barat, bukan hanya Inggris dan Perancis, tetapi juga Belgia, Belanda,
Jerman, Portugal dan Spanyol. Selanjutnya, struktur perekonomian, pendidikan dan
lembaga-lembaga soaial yang ada di negara-negara jajahan tersebut biasanya
dibentuk oleh bekas negara penjajahnya. Tentu saja pertimbangan utamanya adalah
kepentingan si penjajah sendiri bukannya negara berkembang yang terjajah. Sebagai
akibatnya, struktur warisan kolonial biasanya tidak sesuai dengan kebutuhan atau
kepentingan khas dari negara berkembang itu sendiri. Banyak contoh kasus yang
menunjukkan jika penjajahan yang dilakukan sekian puluh yang lalu oleh negara-
negara barat masih saja meninggalkan bekas-bekas yang menyulitkan banyak negara
berkembang dalam upaya mereka untuk memusatkan perhatian pada pembangunan.
b. Kultural
Kebudayaan sebagai bentuk manifestasi dari kemampuan manusia dalam
berpikir dan bertindak memunculkan konstruksi peradaban manusia itu sendiri.
Peradaban dan kebudayaan itu sendiri kemudian seperti pabrik besar pencetak
generasi selanjutnya yang kurang lebih memiliki karakteristik seperti generasi
sebelumnya. Tidak terlepas dari perspektif pertama, maka kemudian kebudayaan dan
peradaban inti negara dunia ketiga yang pernah tercerabut akibat adanya penjajahan
menimbulkan disorientasi arah dan kebingungan. Pertama, hal ini dikibatkan pola
pikir materiil yang hinggap di masyarakat dunia ketiga akibat proses penjajahan.
Perlu ditekankan bahwa seluruh proses penjajahan yang terjadi pada negara dunia
ketiga semuanya memang berkaitan dengan kepentingan penjajah dalam hal materiil
(bahan mentah dan budak). Sehingga maksud keberadaan masyarakat dunia ketiga
saat itu diset untuk memenuhi kebutuhan negara penjajah. Kemudian kemampuan
berpikir dan bertindak masyarakat pun diarahkan menuju maksud tersebut. Bahkan
pengekangan terhadap perkembangan pemikiran pun timbul sebagai bentuk

8
pengekalan proses penjajahan. Proses penjajahan itu akhirnya menghilangkan jati diri
negara dunia ketiga. Sehingga sampai saat ini negara dunia ketiga masih disibukkan
oleh permasalah kultural yang membatasi mereka untuk berkembang.
c. Politik
Dalam menguraikan pembangunan sebagai proses sistematis tidak dapat
dilepaskan dari kebijakan-kebijakan pemerintah negara dunia ketiga. Hendaknya
politik ini tidak diartikan sesempit kalimat diatas, namun politik ini hendaknya
diartikan secara luas sebagai manifestasi-manifestasi keinginan masyarakat negara
dunia ketiga yang diwujudkan dalam bentuk-bentuk struktural beserta perangkat
perilakunya guna mencapai pembangunan yang diharapkan. Pada saat ini di negara
dunia ketiga manifestasi-manifestasi keinginan tersebut tidak selaras dengan bentuk-
bentuk struktural dan perangkat perilakunya. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari
pengaruh dua perspektif diatas. Sehingga ketiga perspektif ini saling mempengaruhi
satu sama lain.
Sekarang hal yang paling mempengaruhi dalam konteks pembangunan adalah
masalah seberapa kuat keinginan negara dunia ketiga untuk maju dan berkembang.
Tanpa mengesampingkan faktor luar yang dapat mempengaruhi perkembangan
negara dunia ketiga, mereka harus menyadari bagaimana dunia ini bekerja dan
mengoptimalkan kapabilitasnya dalam mengambil kesempatan untuk maju dan
berkembang. Sehingga masyarakat dunia ketiga tidak larut dalam kondisi
menyalahkan histori ataupun negara-negara maju.
Untuk mengetahui bagaimana dunia ini bekerja, maka kita dapat menganalisis
dengan menggunakan pendekatan teori pembangunan berdasarkan bidang ekonomi.
Ada beberapa teori pembangunan yang dikembangkan, namun secara garis dapat kita
bagi menjadi 3 yaitu teori siklus, teori ketergantungan, dan teori pasar. Teori siklus
menjelaskan bahwa perkembangan suatu negara memang merupakan urutan tahap-
tahap perkembangan. Jadi jika suatu negara ingin maju dan berkembang maka ada
tahap-tahap tertentu yang harus mereka lewati, dan sebagai dasar penyusunan tahap-
tahap ini adalah proses yang telah dilalui oleh negara-negara maju. Kemudian teori
ketergantungan menjelaskan bahwa perkembangan suatu negara dunia ketiga sangat

9
tergantung kepada pola negara-negara maju baik yang telah dilakukan ataupun yang
akan dilakukan. Teori ini muncul sebagai bentuk ketidakpuasan atas dominasi dan
perkembangan negara-negara maju yang bertolak belakang dengan penurunan
kualitas hidup negara-negara dunia ketiga. Teori ketiga menjelaskan bahwa
mekanisme pasar dapat ikut serta mempercepat proses pembangunan, hal ini
dikarenakan adanya percepatan pertumbuhan aktivitas ekonomi yang disertai dengan
peningkatan pendapatan, perbaikan produktivitas dan pemerataan pembangunan.
Teori ketiga ini merupakan teori yang saat ini banyak dikembangkan oleh negara-
negara maju. Pemahaman yang benar atas ketiganya sangat penting sebagai dasar
pijakan konsep pemikiran kita dalam menstrukturkan bagaimana dunia ini bekerja.
Beberapa konsep dasar yang penting adalah: manusia itu tidak pernah lepas dari
kepentingan-kepentingan pribadi atau golongan, kemudian manusia itu pada dasarnya
berbeda, selanjutnya manusia itu tidak pernah puas (bisa kita lihat satu-satunya
konsep yang bertentangan dengan hal-hal tersebut adalah agama). Oleh karena itu
ketiga teori tersebut bisa kita katakan benar dalam satu hal, namun salah dalam hal
lain. Sebagai contoh teori pasar, dalam hal ini banyak negara dunia ketiga yang telah
membuka gerbang pasar, investasi dan liberalisasi namun kondisi keterpurukan tetap
sulit untuk diubah karena ternyata mekanisme pasar yang ada tidak terlalu
menguntungkan negara tersebut malahan menguntungkan negara maju. Kemudian
teori kedua sulit dijelaskan secara ilmiah karena memang lebih berdasarkan kepada
ideologi dan pemikiran kontraposisi negara dunia ketiga. Sedangkan untuk teori
pertama, lupa untuk memperhatikan perbedaan karakteristik tiap-tiap negara karena
perkembangan bersifat unik. Namun jika ketiga dirangkum dalam satu kesimpulan
maka kita akan melihat sebuah pendekatan holistik atas mekanisme dunia saat ini.

10
2.3 Peran Negara Dalam Pembangunan Dunia Ketiga
Negara-negara yang sedang melakukan pembangunan ini menentukan tujuan-
tujuan nasional yang ambisius: peningkatan pendapatan perkapita, mempermudah
pertumbuhan ekonomi mandiri secara berkesinambungan, dan memajukan
kemakmuran rakyat secara bersama-sama. Kebijakan negara dalam hal keuangan
sebenarnya di tunjukkan untuk menyelesaikan masalah inflasi, yang sebagian besar
negara berkembang menjadi penyakit kronis.
Setidaknya ada tiga alasan yang mendasari campur tangan pemerintah dalam
pembangunan, yakni: kegagalan pasar, memobilisasi sumber dan dalam rangka
alokasi sumber-sumber tersebut dan argumentasi atittude/sikap atau psikologis.
Negaralah satu-satunya lembaga yang mempunyai kekuasaan otoritatif untuk
mengalokasikan sumber-sumber bantuan langka yang berguna untuk pembangunan.
Tanpa campur tangan negara, besar kemunkinan akan mendorong terjadinya
misalokasi sumber-sumber tersebut, dan ini akan membuat program pembangunan
tidak berjalan efektif.
Bagaimanapun negara tetap menjadi aktor penting dalam proses
pembangunan. Negaralah sebagai pelaku otoritatif yang dapat dipercaya untuk
menjamin berlakunya pasar secara efektif. Negara merupakan satu-satunya institusi
yang dapat berfungsi untuk menangkal krisi ekonomi yang dihadapi oleh negara
dengan membatasi distorsi pasar dana meniadakan ketidakstabilan yang melekat
dalam sistem ekonomi pasar. Peran negara dapat dikatakan sebagai “capitalist
development state” yang berperan dalam menjaga agar kebebasan pasar dan tingkat
integrasi ekonomi nasional dengan ekonomi internasional bersifat relatif, disesuaikan
dengan situasi, kondisi dan tempat tertentu. Keberhasilan pembangunan yang
dilakukan oleh negara-negara bangsa di dunia era globalisasi sekarang ini akan sangat
ditentukan oleh kemampuan negara tersebut di dalam melakukan adaptasi terhadap
perubahan-perubahan tersebut.
Peranan negara dalam pembangunan di era globalisasi ini semakin redup.
Dahulu jika pembangunan berkiblat pada state led development, maka dewasa ini
menjadi market driven development. Inilah yang disampaikan oleh kaum

11
neoliberalis.Bahkan pembangunan di negara-negara berkembang menyisakan banyak
masalah. Mulai dari kesenjangan antara si kaya dan si miskin, ketergantungan akan
bantuan dari luar negeri. Sampai menumpuknya itang negara-negara dunia ketiga.
Negara berkembang yang bermunculan pascaperang dunia II, memulai
pembangunan segera setelah mereka merdeka dan berdaulat.Salah satunya
pembangunan ekonomi. Mereka pun memiliki tujuan-tujuan yang ambisisus :
peneingkatan pendapatan per kapita, pertumbuhan ekonomi , dan memajukan
kesejahteraan rakyat. Berbagai macam cara dilakukan sesuai dengan kondisi masing-
masing negara. Namun terdapat dua tipe pada saat itu, yaitu inward looking policy
dan outward looking policy.Inward looking policy adalah kebijakan ekonomi yang
melakukan industrialisasi dan subtitusi barang-barang impor, untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri.Sedangkan outward looking policy yaitu mengusahakan
produksi dalam negeri agar dapat diekspor dan dapat menjadi komoditi yang bersaing
di pasar internasional.Uniknya kebanyakan negara penganut outward looking policy
lebih manju ketimbang negara penganut inward looking policy.
Menurut Kamal Mathur peranan negara dalam pembangunan dapat dirinci
dalam tiga perkara.Pertama dalam hal investasi.Pemerintah mengeluarkan bermacam
kebijakan agar dapat menarik sebanyak mungkin investor supaya masuk ke dalam
negeri. Misalnya, jaminan investasi asing akan aman, bebas pembayarn bagi
keuntungan investor, dan infrastuktur yang memadai. Kedua, bidang perdagangan.
Misalnya kebijakan bea ekspor murah, bea impor yang tinggi, dan perlindungan
terhadap produk dalam negeri. Dan terakhir dalam hal keuangan, seperti penangan
masalah inflasi.
Setidaknya ada tiga alasan untuk mendukung peranan negara dalam hal
pembangunan.Pertama sebagai media penanganan kegagalan pasar.Pasar bisa saja
gagal dalam menentukan harga-arga factor produksi, sehingga pemerintah harus turut
campur dalam hal ini.Kedua, memobilisasi sumber dan dalam rangka alokasi sumber-
sumber daya tersebut.Negara berkembang memiliki masalah kelangkaan sumber
daya, dan untuk menyelesaikannya, pemerintah harus dapat mengalokasikan sumber
daya yang terbatas.Terakhir yaitu tentang argumentasi sikap atau attitude psikologis.

12
Pada dekade 1970-an, peran negara dirasa makin vital.Menurut kaum
Keynesian, negara perlu melakukan intervensi dalam pembangunan ekonomi.Salah
satunya lewat sistem kapitalisme negara.Misalnya nasionalisasi perusahaan-
perusahaan asing, pada masa ini negara mendapat dukungan penuh untuk turut
campur dalam pembangunan ekonomi.
Negara makin diakui peranannya di masa ini.Hal ini untuk mencegah adanya
pasar yang monopoli atau oligopoly. Selain itu untuk menghindari “Darwinisme
Ekonomi”, yaitu yang kuat akan semakin kuat, dan yang lemah akan semakin lemah,
konteksnya dalam hal permodalan. Kemudian negara dapat berperan sebagai “capital
development state” yang menjaga agar kebebasan pasar dan tingkat integrasi ekonomi
nasional dengan ekonomi internasional bersifat relatif, sesuai situasi dan kondisi di
negara tersebut.Hal ini membutuhkan prisnsip entrepreneurial bureaucracy, yaitu
suatu sistem yang berorientasi mencari keuntungan, mengekploitasi perubahan dan
menjadikannya peluang. Dalam bahasa sederhana ini berarti penggantian sistem
birokrasi dengan sistem wirausaha, yaitu menciptakan organisai-organisasi dan sistem
yang terbiasa dalam memperbaharui, secara berkala memperbaiki kualitasnya tanpa
ada dorongan dari luar
a. Pembangunan Negara Dunia Ketiga, Skenario Negara Maju?
Berbicara mengenai modernisasi di dunia ke 3, maka hal ini tidak lepas dari
campur tangan dari negara-negara maju. Namun, apa yang dilakukan negara maju
dalam upaya memodernkan negara dunia ke 3 ini nampaknya memang dimuati
berbagai kepentingan yang pada akhirnya juga menguntungkan mereka sendiri.
Artinya disini negara maju “sengaja” membuat alur sejarah dunia sehingga negara
dunia ketiga tetap tergantung pada negara maju dan diperlakukan sedemikian rupa
menjadi tetap terbelakang.
Modernisasi di dunia ketiga ini tidak lepas pula kaitannya dengan munculnya
industrialisasi.Apa yang terjadi di Indonesia khususnya, semua kebijakan politik,
ekonomi tidak dibentuk berdasarkan karakteristik negara tapi berdasarkan keinginan,
dalam hal ini adalah keinginan negara maju. Dengan alasan industrialisasi dan
menciptakan lapangan kerja, maka negara maju membuka perusahaan di negara

13
dunia  ketiga. Apa yang dilakukan tersebut adalah salah satu bentuk ekspansi negara
maju terhadap negara dunia ketiga. Negara maju mengekspansi negara berkembang
dengan memindahkan produksinya di negara berkembang dengan alasan buruh murah
dan bahan baku mudah didapat. Negara maju juga mempertimbangkan hal lain
mengapa proses produksi dilakukan di negara berkembang, Mereka sadar bahwa
industri mereka ternyata memnimbulkan dampak lingkungan yang tinggi, oleh
karenanya industri berat dialihkan ke negara-negara miskin, dengan alasan tidak ingin
polusi industri terjadi di negaranya. Mereka memiliki slogan ‘Not in My Backyard’
Pembagian kerja Internasional juga semakin memarjinalkan negara
berkembang. Pembagian kerja internasional menurut Paul Prebish menyatakan bahwa
negara maju adalah negara yang kaya akan teknologi dan hanya memiliki sedikit
SDA, oleh karenanya tugasnya adalah mengontrol dan mengembangkan teknologi
serta menghasilkan barang-barang Industri  sedangkan negara berkembang adalah
negara yang kaya akan SDA sehingga tugasnya adalah menjadi tempat produksi dan
memproduksi hasil-hasil pertanian.
Solusi dari permasalahan ini adalah memberikan kebebasan bagi negara-
negara pinggiran untuk mengembangkan dirinya dengan melihat konteks budaya dan
kesejarahannya sendiri.Dalam bidang Industri dapat diawali dengan subtitusi
impor.Barang-barang industri yang sebelumnya diimport, harus mulai diproduksi
dalam negeri.
Menurut Andre Gunder Frank dalam bukunya Sosiologi Pembangunan dan
Keterbelakangan Sosiologi menyatakan bahwa negara-negara maju mengekspor
partikularisme ke negara terbelakang yakni partikularisme yang dibungkus dengan
dengan slogan-slogan universalitas seperti kemerdekaan, demokrasi, keadilan,
kepentingan bersama, liberalisme ekonomi melalui perdagangan bebas, liberalisme
politik melalui pemiilhan yang bebas, liberalisme sosial melalui mobilitas sosial yang
bebas serta liberalisme kultural melalui kebebasan lalu lintas ide-ide. Dari berbagai
macam munculnya panji-panji universal dari Amerika dan negara maju lainnya
sebenarnya tidak lain adalah alat untuk menutupi kepentingan-kepentingan prive dan
partikularis negara maju yang tidak sedap untuk dipandang.

14
Oleh karenanya, sudah sewajarnya mulai dari detik ini kita selalau waspada
terhadap pembangunan di negara kita.Jangan sampai pembangunan di negara kita ini
hanyalah skenario dari negara maju untuk menguras seluruh potensi ekonomi
kita.Jangan sampai juga sisi-sisi kemanusiaan di kesampingkan dalam pembagunan,
sehingga manusia di negara kita hanya dijadikan alat yang hanya bisa bekerja
layaknya mesin, bekerja terus menurus tanpa dan berada dalam posisi lemah/tidak
memiliki daya tawar (bargaining power).
b. Sikap Dan Peran Kaum Intelektual Di Dunia Ketiga
Dunia Ketiga adalah belahan umat manusia yang setelah Perang Dunia II
bersama dengan negerinya terbebas dari penjajahan Barat.Dengan Barat dimaksudkan
juga Jepun. Penjajahan Barat diawali oleh pemburuan akan rempah-rempah
Nusantara, terutama Maluku, dikembangkan melalui pengacak-acakan (kacau-bilau)
seluruh dunia non-Barat, untuk dapat membawa segala yang berharga ke dunia Barat.
Yang teracak-acak bukan saja mengalami perkosaan pelembagaan budaya, Iebih dari
itu adalah pemiskinan yang sistematis.Pada pihak Iain Barat semakin membengkak
dengan kemajuan, kekuasaan, keilmuan dan teknologi dengan bangsa-bangsa jajahan
sebagai Iandasan percobaan.Doktrin-doktrin yang membenarkan penjajahan
dilahirkan di Barat yang semua merugikan pihak bangsa-bangsa yang dijajah.
Kita menyaksikan Iahir dan berkembangnya imperium (empayar) dunia:
Portugis dan Spanyol yang dibangun di atas perampasan emas dan perak, Inggeris
yang dibangun di atas monopoli tekstil dan candu serta perbudakan (perhambaan),
dan Belanda yang dibangun di atas monopoli rempah-rempah.
Sebahagian terbesar umat manusia telah dijajah oleh Barat, yang dalam
jumlah nisbah jauh lebih kecil, namun bagaimanapun pokok utama yang
menyebabkan nasib buruk bangsa-bangsa jajahan itu adalah ketidakmampuan budaya
menghadapi ekspansi kegiatan dagang Barat.Dalam hal ini, dikecualikan Portugis dan
Spanyol. Tapi pada keseluruhannya, terjadi sebagaimana dikatakan oleh Chiang Kai-
shek, bahwa: tidak ada sesuatu bangsa bisa dijajah oleh bangsa Iain tanpa bantuan
bangsa itu sendiri.

15
Produk (Kesan) penjajahan atas Dunia Keti secara budaya adalah: mentalitas
bangsa jajahan yang belum tentu dapat hilang setelah tiga generasi bangsa itu hidup
dalam alam kemerdekaan politik, kerana mentalitas bangsa yang dikalahkan berabad
akan melahirkan kebudayaan bangsa kalah demi survivalnya sebagai bangsa kalah.
Tragedi pada Dunia Ketiga dengan kemerdekaan nasionalnya masing-masing
terletak pada tidak atau kurang disedarinya kenyataan bahwa mereka masih hidup dan
bernafas dengan kebudayaan bangsa kalah, dan mentalitasnya.
Produk jajahan atas Dunia Ketiga secara budaya pada pihak penjajah adalah:
Demokrasi Parlementer, Hak-hak Asasi, yang dua-duanya memberi jaminan pada
setiap individu untuk tumbuh menjadi kuat untuk dan atas namanya sendiri. Sedang
pengalaman penjajahan berabad membentuk mentalitas sebagai bangsa unggul dan
penakluk, yang juga tidak mudah hapus dalam tiga generasi, setelah bangsa-bangsa
itu kehilangan jajahannya.
Apabila Dunia Ketiga dalam upayanya mengembalikan harga diri banyak
berlindung pada apa yang mereka namai kebudayaan asli dan banyak kala tidak
mengindahkan sumber sosial historisnya, malah tidak jarang menjualnya untuk
pariwisata (pelancungan),dan bukan tanpa kebanggaan nasional kebudayaan asli yang
terbukti secara sistem dan organisasi telah dikalahkan berabad.
Pada Dunia Barat dengan mentalitasnya sebagai bangsa unggul dan penakluk
sampai dengan tahun delapan puluhan abad ini masih juga memproduksikan
pandangannya yang menganggap Dunia Ketiga sebagai keanehan hanya kerana tidak
sama dengan dirinya, hanya kerana perbedaan standar (taraf) yang sulit mereka
sedari, dan kerana standar satu-satunya yang mereka kenal adalah miliknya. Contoh
terakhir misalnya buku C.J .Koch The Year of Living Dangerously (terbitan Sphere
Books United, London, 1981).Malah suatu gejala biasa bila Barzat tidak mau
mengerti bahwa semua keterbelakangan (kemunduran) di Dunia Ketiga tidak Iain
daripada ulah (tindakan) dunia Barat itu sendiri.
Penjajahan atas dunia non-Barat diawali oleh perlumbaan mendapatkan
rempah-rempah Nusantara, terutama Maluku. Entah kerana kebetulan, entah kerana
rancangan sejarah, secara teori, Nusantara pula yang mengawali putusnya penjajahan

16
internasional sebagai tempat di mana mata rantai imperialisme dunia paling Iemah
dengan Iahirnya Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945. Beberapa hari setelah itu
menyusul Vietnam. Sekali mata rantai putus, kejatuhan mata rantai-mata rantai yang
lain. Dari Indonesia ke daratan Asia merambat ke Africa, kemudian ke benua
Amerika Latin.
Semua itu terjadi kerana faktor keberhasilan dari Indonesia dan Vietnam
sebagai percubaan sejarah.Imperium Inggeris, yang kepayahan keluar dari Perang
Dunia II dan mendapat pengalaman yang tidak menyenangkan di Indonesia,
melepaskan dadanya dengan jalan damai untuk tidak menjadi payah Iagi.Sebaliknya
Indonesia, yang kerana rempah-rempahnya membikin sebahagian terbesar umat
manusia dijajah Barat, menyedari tugas sejarahnya dengan mengadakan Afro-Asian
Conference di Bandung pada April 1955. Soekarno, seorang yang bukan saja
menguasal, bahkan memahami sejarah bangsanya, bukan sekadar tahu tentang materi
(isi) dan metode keilmuan sejarah, malah memahami filsafat sejarah dengan pidato
anti-imperialismenya Let A New Asia and Africa Be Born telah mengangkatnya
menjadi Bapak Dunia Ketiga. Orang suka atau tidak suka, mengakui atau tidak.
Dengan Afro-Asian Conference, kekuasaan dan imbangan dunia berubah, bergerak
kerana Iahirnya Dunia Ketiga. Menyebut Dunia Ketiga bererti juga menghadapi dunia
Barat dengan sejarah penjajahannya sebagai guru musuh atau sahabat.Menyebut
Dunia Ketiga tanpa konteks tersebut, adalah menempatkan sebahagian terbesar umat
manusia dengan negerinya sebagai persoalan fiktif. Dunia Ketiga tak lain dari anak
tak sah imperialisme Barat.
Bapak tidak sah dan anak tidak sah, yang dalam pergaulan internasional tidak
bisa berpisahan satu sama Iain mempunyai posisi internasional yang berbeza,
pertempuhan dan paran (destinasi) yang berbeza pula dalam jangka waktu tertentu
yang dibutuhkan (diperlukan) oleh Dunia Ketiga dalam mendapatkan bentuknya
masing-masing. Dan dalam jangka waktu tertentu itu, sekarang kita hidup, maka
kerana itu juga dapat menyaksikan sendiri sikap Dunia Ketiga terhadap Barat dan
sikap Barat terhadap Dunia Ketiga.

17
Sikap dunia Barat dapat kita ikuti dari penerbitan-penerbitannya tentang
Dunia Ketiga, dengan catatan, bahwa sikap itu belum sikap umum Barat, baru sikap
satu golongan yang merasa maju, dan mencuba membébérkan kekurangan-
kekurangan Dunia Ketiga kerana belum sampai pada standar yang dimiliki Barat, dan
nota bene (perhatikan) tidak Iain dari warisan penjajahan Barat sendiri, di samping
memperkenalkan produk Dunia Ketiga yang patut diperkenalkan kepada Barat
sebagai bukti produktifnya pengaruh Barat. Belakangan ini muncul rumusan baru
tentang Utara-Selatan untuk tidak menyebutkan kata-kata menyakitkan: kaya-miskin.
Sebelum yang terakhir ini, Dunia Ketiga diberi nama manis: negeri/negara yang
sedang berkembang (membangun). Semua itu untuk menghindari persoalan nurani
antara bekas jajahan dan bekas penjajah.Nama-nama yang Ientur (Iunak) dan
dilenturkan ini tak Iain dari suatu persetujuan tak terucapkan bahwa Dunia Ketiga
berterima kasih pada bantuan yang menguntungkan dari Barat, sebaliknya Barat
dengan bantuannya pada Dunia Ketiga mendapat keuntungan Iebih besar Iagi.Di sini
kita sekarang berada.
 Kaum Intelektual
Apa yang dimaksudkan dengan kaum intelektual bagi saya kurang jelas
apakah menurut pengertian kamus ataukah menurut pendapat bebas dari setiap orang
yang mempunyai kepentingan dengan kata tersebut. Apakah sarjana termasuk
intelektual?Apakah setiap orang di antara kita intelektual atau tidak?Apakah kata
intelektual itu satu atribut (sifat) dari sebahagian kecil nasion yang merasa diri
berpikir Iebih daripada bagian selebihnya?
Kata Sahibul Hikayat yang dimaksudkan dengan kaum intelektual adalah
kaum yang menempatkan nalar (pertimbangan akal) sebagai kemampuan pertama
yang diutamakan, yang melihat tujuan akhir upaya manusia dalam memahami
kebenarannya dengan penalarannya.Stop, Sampai di situ. Pada akhir Perang Dunia II,
ada yang menggugat: bila sampai di situ saja faal (perbuatan) kaum intelektual
ertinya penalarannya belum sampai pada suatu tanggungjawab terhadap diri sendiri
dan lingkungannya, terutama pada umat manusia. Kemudian orang menamai kaum
intelektual hanya sebagai sport, tanpa keterlibatan diri dengan penalarannya sendiri

18
sebagai: intelektual blanko (kosong). Sehubungan dengan topik yang dikemukakan
oleh Senat Mahasiswa FISUI jelas bukan intelektual blanko yang dimaksudkannya,
tetapi yang merupakan bagian integral dengan nasionnya sendiri, bagian bernalar
nasionnya yang bukan hanya mendapatkan input dari nasionnya juga memberikan
output padanya.
Tetapi dalam kehidupan Dunia Ketiga pada umumnya dan di Indonesia
khususnya, di mana semua mulai diawali, dibangun dan dikembangkan seirama
dengan keperluan nasional faal kaum intelektual bukan sekedar mesin yang menari
antara in- dan out-put. Pada mereka dituntut kejelian (keelokan) kepiawaiannya untuk
dapat melihat peran dari perkembangan nasional, yang bererti juga kemampuan untuk
melihat hari depan. Dan hari depan hanya dapat digalang dengan perhitungan dan
amal hari ini. Penalarannya menggunakan reflektor yang tertuju ke depan, bukan
tertuju ke belakang sebagai mana dalam kebudayaan purba, kebudayaan animis,
dinamis dan pemujaan leluhur, kebudayaan kuburan.
Sebaliknya, kaum intelektual bukan sekedar bagian dari nasionnya. Iapun
nurani nasionnya, kerana bukan saja dalam dirinya terdapat gudang ilmu dan
pengetahuan, terutama pengalaman nasionnya, juga ia dengan isi gudangnya dapat
memilih yang baik dan yang terbaik untuk dikembangkan, memiliki dasar dan alasan
paling kuat untuk menjadi resolut (tegas) dalam memutuskannya atau tidak.
Hinduisme telah membagi masyarakat dalam kasta-kasta, yang relevansinya
masih terasa.Kaum intelektual berada dalam kasta Brahmin. Hanya bezanya kaum
Brahmin moden menempati kedudukan sebagai jambatan pada hari depan. Saya
cenderung menempatkan kaum intelektual Indonesia dan Dunia Ketiga dalam
pengertian ini.
 Sikap dan Peran
Bicara tentang sikap adalah bicara tentang tempat berdiri, bicara tentang
tempat berdiri adalah juga bicara tentang jarak yang telah ditempuh. Tempat berdiri
pada giliranya hanyalah bagian dan medan yang tak terbatas. Dari tempat berdiri
orang menghadapi jarak yang masih harus ditempuh. Sikap adalah faktor dalam yang

19
akan menentukan bagaimana jarak di depan akan ditempuh. Akan dalam kamus
politik diucapkan : bagaimana sebaiknya, kerana itu soal operasional.
Berdasarkan materi (bahan) yang telah dikedepankan, sikap yang sepatutnya diambil :
1) meninggalkan sama sekali budaya kuburan dan mengambil penalaran sebagai
satu-satunya jalan membina hari depan, dan dengan demikian secara aktif
membangun budaya nasional yang moden.
2) tetap kritis terhadap potensi pengaruh buday suku yang kalah dan mengajak
kalah.
3) berlatih berani untuk mendapatkan keberanian intelektual kerana tanpa
keberanian intelektual, kaum sudah lumpuh sebelum memutuskaben. Sejalan
dengan lahirnya bangsa Indonesia hanya kerana keberanian revolusioner,
maka tradisi keberanian revolusioner juga merupakan unsur menentukan
dalam kehidupan kaum intelektual Indonesia.
4) sebagai intelektual Indonesia, tempatnya adalah pertama-tama sebagai
manusia Indonesia, sebagaimana budaya Indonesia. Manusia budaya
Indonesia berada dalam jajaran Dunia Ketiga, sedang Dunia Ketiga ada
kerana diperhadapkan dengan Barat. Kaum intelektual Indonesia yang
terIepas dari hubungan dengan Dunia Ketiga dan terlepas dari perhadapannya
dengan Barat sebagai produk sejarah akan kehilangan sebagian dari
kemampuan penalarannya yang objektif, kerana mereka tanpa sedarnya akan
terlepas dari ikatan sejarah, ikatan pengalamannya sendiri.
5) Barat menjadi bongkak kuasa, bongkak kemajuan dan bongkak kemakmuran
sehingga menjadi seperti sekarang ini dengan produk terbaiknya dalam
bentuk demokrasi parlimenter dan hak asasi adalah atas biaya seluruh Dunia
Ketiga, termasuk Indonesia.
6) Maka dari pengalaman sejarah ini, kita punya hak menuntut dari Barat
pertanggung jawaban moral dengan konsekuensinya yang wajar dan
manusiawi. Kaum intelektual Indonesia kerananya diajak pertanggungan
jawaban historis.

20
7) Atas dasar ini, Barat sudah sepatutnya melepaskan pandangan menara-
gadingnya yang menganggap haknya bahwa Dunia Ketiga harus menjadi
pengikutnya. Sebaiknya Barat merobohkan menara-gadingnya dan
menggantinya dengan pengertian yang lebih manusiawi dalam membantu
Dunia Ketiga untuk menjadi dirinya sendiri. Dengan robohnya menara
gading itu pula, bisa diharapkan Barat melepaskan pandangan. Baratnya dan
standar Baratnya dalam menilai Dunia Ketiga dengan perkembangannya.
8) Kaum intelektual Indonesia dalam berlatih memperkuat keberanian
intelektual dan keberanian moral juga dituntut untuk selalu membikin
perhitungan dengan masa lalunya sebagai bangsa, belajar untuk menghadapi
Barat bukan sebagai superior, tetapi sebagai lembaga yang dalam beberapa
abad belakangan ini menerima piutang paksa dari Dunia Ketiga. Kaum
intelektual Indonesia, sebagai manusia budaya Indonesia sudah sepatutnya
mempunyai keberanian intelektual dan keberanian moral terhadap Barat
untuk menuntut dari Barat segala yang terbaik dan berguna, teknologi dan
sains, bukan sebagai hadiah kemanusiaan seperti halnya dengan Van
Deventer dengan politik etiknya, tetapi semata-mata kerana dengan
kebudayaan purbanya, dengan budaya sukunya yang kalah dan dikalahkan,
dengan budaya Indonesia yang baru seumur jagung, terutama juga dengan
budaya Barat.
9) Praktiknya, terus-menerus yang menjamin Iahirnya kedibyaan (genialitas)
sehingga keintelektualan bukan tinggal jadi atribut sosial, tapi faaliah,
fungsional, dan membikínnya patut jadi penalaran dan nurani nasion.
10) Akibat dari sikap yang diambil terhadap Barat membikin kaum intelektual
Indonesia tidak bisa lain pada menata kembali dan mengorganisasi secara
sedar perasaan pikirannya dalam membangun lebih lanjut budaya Indonesia
dalam segala aspeknya justru di sini peran yang menentukan kaum intelektual
Indonesia.
11) Kekuatan peradaban barat yang mampu berkembang dan bertahan berabad
dalam sejarah umat manusia sudah sepatutnya dipelajari secara kritis.

21
Pemberiannya pada umat manusia tak terhingga banyaknya. Sebaliknya
kerasakan yang diakibatkannya pada Dunia Ketiga juga tak terhingga
banyaknya. Kita tahu bahwa kekuatannya terletak pada kekuatannya individu
Barat, sedang pada gilirannya individu Barat diasuh oleh demekrasinya dan
diayomi (dibantu) oleh hak-hak asasinya, yaitu individu yang oleh Chairil
Anwar dinyanyikannya sebagai aku... yang dari kumpulannya terbuang,
kerana menolak pembebekan (sifat mengekor). Dari pelajaran Barat,
Indonesia juga bisa kuat dengan individu manusia Indonesia yang kuat,
sehingga dalam konteks pembicaraan kita menjadilah aku... yang dengan
kumpulannya berpadu, yang untuk itu telah disediakan pegangan dan medan
oleh Pancasila.
12) Terhadap Dunia Ketiga sebagai jajaran sendiri, sebagai seperasaian
(mempunyai nasib sama) dalam sejarah, sebagai rakan seiring dalam
memecahkan masalah-masalah yang diwariskan oleh kesamaan historis,
menanggalkan sikap tak acuhan yang terkunci, sedang pandangan bahwa diri
lebih maju dari yang lain adalah suatu kemewahan. Kesepakatan antara
Dunia Ketiga akan mempercepatkan lahirnya kesatuan bahasa. Pengalaman
berabad dalam praktik devide et impera (pecah dan perintah) Barat bukan
tidak menjadi watak peradaban dalam menghadapi dunia non-Barat. Kerana
itu semangat Dunia Ketiga, atau yang pernah juga disebut semangat Asia-
Afrika, kemudian menjadi semangat Asia-Afrika-Amerika Latin, bukan
semestinya menjadi semakin pudar untuk kerugian Dunia Ketiga. Sukarno
telah melampaui masanya waktu ia - bukan sekedar gagasan mencuba
mewujudkan Ganefo dan Conefo, tetapi dalam situasi dunia sekarang ini
dengan masalah Timur-Barat, Utara-Selatan, Dunia Ketiga-dunia selebihnya
yang semakin akut dengan semakin mengecilnya dunia kita, keseiaan Dunia
Ketiga jelas merupakan kebutuhan. Sekalipun, ya, sekalipun, perkembangan
Dunia Ketiga dalam dasawarsa terakhir memerlukan batasan dan rumusan
baru.

22
13) Peran kaum intelektual Indonesia sudah jelas. Gagasan perjuangan untuk
melahirkan bangsa Indonesia diawali oleh mereka dengan kesadaran akan
komitmennya dengan bangsanya, dengan kejelian dan kopiawaiannya tentang
perang bangsanya. Gagasan dan praktik terus-menerus melahirkan Indonesia
merdeka. Dengan praktik intelektual keintelektualan menjadi kuat, dengan
praktik otot (tenaga), otot menjadi kuat. Seindah-indah gagasan yang tidak
dicuba-wujudkan oleh otot dan dengan otot akan berubah menjadi roh-roh
yang gentayangan (berkeliaran) - roh jahat yang menjadikan orang jadi
munafik.
14) Kaum intelektual, sebagai nalar dan nurani nasion, adalah berkasta Brahmin
dalam pengertian moden. Dan moden selalu senyawa dengan demokratis,
dengan, demikian kehilangan kedudukannya dari hierarki Hindu. Faal
bernolar, berpikir dengan inteleknya secara alami, tidak beza dari fungsi-
fungsi kasta Iain dalam masyarakatnya, yakni melakukan proses bio-kimia.

23
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Negara memegang peran utama dalam proses pembangunan. Negara
melakukan perencanaan dan menjadi aktor utama dalam proses pembangunan yang
tengah dilakukan dan sekaligus elite yang duduk dalam kekuasaan pemerintah yang
otoriter menjadi aktor utama di negara-negara Dunia Ketiga. Negara tidak lagi
dianggap sebagai pemegang peran kunci dalam proses pembangunan. Malahan,
beberapa pendukung paradigma ini mengatakan bahwa kegagalan pembangunan
dibanyak negara sedang berkembang karena terlalu banyak campur tangan negara
dalam pembangunan.
Pembangunan hanya menyisakan ketimpangan pendapatan di banyak negara.
Kensenjangan yang terjadi antara si kaya dan si miskin semakin lebar di negara-
negara sedang berkembang, sementara di sisi yang lain kesenjagan antara negara-
negara kaya dengan negara miskin pun semakin lebar. Pembangunan yang dilakukan
selama puluhan tahun hanya semakin membuat negara-negara Dunia Ketiga
tergantung pada negara-negara Dunia Pertama.
Pembangunan yang seharusnya mendorong kemandirian, tetapi pada
kenyataannya hanya menyisakan ketergantungan hubungan asimetris yang semakin
parah. Akibatnya, meskipun pembangunan sudah dilakukan puluhan tahun, negara-
negara tersebut belum beranjak dari kategori negara sedang berkembang dan negara
kurang berkembang (kecuali beberapa negara di Asia Timur) menjadi negara maju.
Penyebab kegagalan pembangunan di negara-negara Dunia Ketiga adalah
akibat rezim yang korup di negara-negara tersebut.Akibatnya sumber-sumber langka
yang seharusnya dapat digunakan untuk pembangunan menjadi tidak efektif.Negara-
negara Dunia Ketiga gagal karena memang negara-negara tersebut mengalami
kendala struktural.Masing-masing negara berkembang pada dasarnya mengambil
jalan yang berbeda-beda dalam strategi pembangunan mereka.
Beberapa negara mengambil jalan sosialis dengan menekankan pemerataan sebelum
akhirnya mengejar pertumbuhan.Sementara negara-negara lain mengambil jalur

24
berbeda dengan mengejar pertumbuhan terlebih dahulu baru pemerataan.Beberapa
negara berkembang yang mengejar pertumbuhan ekonomi (seperti Indonesia) lebih
menenkankan pada strategi subtitusi impor, baru kemudian mengembangkan industri
berorientasi ekspor.Negara menjadi salah satu aktor dominan dalam pembangunan
ekonomi.
4.1 Saran
Hendaknya negara-negara maju senantiasa membantu perkembangan-
perkemangan pada negara dunia ketiga apakah itu dari sektor pembangunan,
perokonomian dan sektor-sektor lainnya.

25
DAFTAR PUSTAKA

http://id.shvoong.com/social-sciences/political-science/2147878-negara-dan-
pembangunan-dalam-konteks/#ixzz1sD5fSf97

http://edukasi.kompasiana.com/2011/04/03/negara-dan-pembangunan-dalam-
konteks-negara-dunia-ketiga/

http://sites.google.com/site/pramoedyasite/home/works-in-bahasa-indonesia/sikap-
dan-peran-kaum-intelektual-di-dunia-ketiga

http://id.shvoong.com/social-sciences/political-science/2147878-negara-dan-
pembangunan-dalam-konteks/

http://www.jelajahbudaya.com/opini/modernisasi-di-negara-dunia-ke-3.html

26

Anda mungkin juga menyukai