Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Teori Modernisasi muncul pada pasca perang dunia kedua, yaitu pada saat Amerika terancam
kehilangan lawan dagang sehingga terjadi kejenuhan pasar dalam negeri; dari keterlibatan Amerika
inilah negara-negara Eropa yang porak poranda seusai perang mulai bangkit dari keterpurukannya,
keterlibatan ini bukan saja banyak menolong negara-negara Eropa, tetapi di balik itu justru banyak
memberikan keuntungan yang lebih bagi Amerika itu sendiri.

Pada perkembangannya kemudian, keberhasilan pembangunan yang diterapkan pada negara-


negara di Eropa ini memberikan pemikiran lanjut untuk melakukan ekspansi pasar ke negara-negara
dunia Ketiga, dan banyak memberikan bantuan untuk pembangunannya; dalam kenyataannya,
keberhasilan yang pernah diterapkan di Eropa, ternyata banyak mengalami kegagalan di negara-
negara dunia Ketiga. Penjelasan tentang kegagalan ini memberikan inspirasi terhadap sarjana-
sarjana sosial Amerika, yang kemudian dikelompokkan dalam satu teori besar, dan dikenal sebagai
teori Modernisasi (Budiman, dalam: Frank, 1984: ix).

Asumsi dasar dari teori modernisasi mencakup: (1) Bertolak dari dua kutub dikotomis yaitu
antara masyarakat modern (masyarakat negara-negara maju) dan masyarakat tradisional (masyarakat
negara-negara berkembang), (2) Peranan negara-negara maju sangat dominan dan dianggap positif,
yaitu dengan menularkan nilai-nilai modern disamping memberikan bantuan modal dan teknologi.
Tekanan kegagalan pembangunan bukan disebabkan oleh faktor-faktor eksternal melainkan internal;
(3) Resep pembangunan yang ditawarkan bisa berlaku untuk siapa, kapan dan dimana saja
(Budiman, dalam : Frank, 1984: x).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat di rumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa itu Modernisasi ?
2. Bagaimana sejarah lahirmya teori Modernisasi?
3. Apa saja yang termasuk kepada teori Modernisasi?

Page 1 of 14
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Modernisasi
Secara etimologis, ada beberapa tokoh yang mengajukan pendapat tentang makna
modernisasi. Everett M. Rogers dalam Modernization Among Peasants: The 10 Impact of
Communication menyatakan bahwa modernisasi merupakan proses dimana individu berubah
dari cara hidup tradisional menuju gaya hidup lebih kompleks dan maju secara teknologis serta
cepat berubah.

Cyril E. Black dalam Dinamics of Modernization berpendapat bahwa secara historis


modernisasi adalah proses perkembangan lembaga-lembaga secara perlahan disesuaikan dengan
perubahan fungsi secara cepat dan menimbulkan peningkatan yang belum pernah dicapai
sebelumnya dalam hal pengetahuan manusia. Dengan pengetahuan tersebut, akan memungkinkan
manusia untuk menguasai lingkungannya dan melakukan revolusi ilmiah.

Daniel Lerner dalam The Passing of Traditional Society: Modernizing the Middle East
menyatakan bahwa modernisasi merupakan suatu trend unilateral yang sekuler dalam
mengarahkan cara-cara hidup dari tradisional menjadi partisipan. Marion Ievy dalam
Modernization and the Structure of Societies juga menyatakan bahwa modernisasi adalah
adanya penggunaan ukuran rasio sumberdaya kekuasaan, jika makin tinggi rasio tersebut, maka
modernisasi akan semakin mungkin terjadi.

Dari beberapa definisi tersebut, modernisasi dapat dipahami sebagai sebuah upaya tindakan
menuju perbaikan dari kondisi sebelumnya. Selain upaya, modernisasi juga berarti proses yang
memiliki tahapan dan waktu tertentu dan terukur.

Sebagaimana sebuh teori, Modernisasi memiliki asumsi dasar yang menjadi pangkal
hipotesisnya dalam menawarkan rekayasa pembangunan. Pertama, kemiskinan dipandang oleh
Modernisasi sebagai masalah internal dalam sebuah negara (Arief Budiman, 2000:18).
Kemiskinan dan problem pembangunan yang ada lebih merupakan akibat dari keterbelakangan
dan kebodohan internal yang berada dalam sebuah negara, bukan merupakan problem yang
dibawa oleh faktor dari luar negara.

Kedua, muara segala problem adalah kemiskinan, pembangunan berarti perang terhadap
kemiskinan. Jika pembangunan ingin berhasil, maka yang pertama harus dilakukan adalah
menghilangkan kemiskinan dari sebuah negara. Cara paling tepat menurut Modernisasi untuk
menghilangkan kemiskinan adalah dengan ketersediaan modal untuk melakukan investasi.
Semakin tinggi tingkat investasi di sebuah negara, maka secara otomatis, pembangunan telah
berhasil, (Mansour Fakih, 2002:44-47).

Page 2 of 14
Teori Modernisasi adalah teori pembangunan yang menyatakan bahwa pembangunan
dapat dicapai melalui mengikuti proses pengembangan yang digunakan oleh negara-negara
berkembang saat ini. Teori tindakan Talcott Parsons 'mendefinisikan kualitas yang membedakan
"modern" dan "tradisional" masyarakat. Pendidikan dilihat sebagai kunci untuk menciptakan
individu modern. Teknologi memainkan peran kunci dalam teori pembangunan karena diyakini
bahwa teknologi ini dikembangkan dan diperkenalkan kepada negara-negara maju yang lebih
rendah akan memacu pertumbuhan ekonomi. Salah satu faktor kunci dalam Teori Modernisasi
adalah keyakinan bahwa pembangunan memerlukan bantuan dari negara-negara maju untuk
membantu negara-negara berkembang untuk belajar dari perkembangan mereka. Dengan
demikian, teori ini dibangun di atas teori bahwa ada kemungkinan untuk pengembangan yang
sama dicapai antara negara maju dan dikembangkan lebih rendah.

B. Sejarah Lahirnya Teori Modernisasi

Teori modernisasi lahir sebagai tanggapan ilmuwan sosial Barat terhadap Perang Dunia II.
Teori ini muncul sebagai upaya Amerika untuk memenangkan perang ideologi melawan
sosialisme yang pada waktu itu sedang populer. Bersamaan dengan itu, lahirnya negara-negara
merdeka baru di Asia, Afrika, dan Amerika Latin bekas jajahan Eropa melatarbelakangi
perkembangan teori ini. Negara adidaya melihat hal ini sebagai peluang untuk membantu Negara
Dunia Ketiga sebagai upaya stabilitas ekonomi dan politik.

Di awal perumusannya tahun 1950-an, aliran modernisasi mencari bentuk teori dan
mewarisi pemikiran-pemikiran dari teori evolusi dan fungsionalisme. Teori evolusi dan
fungsionalisme pada waktu itu dianggap mampu menjelaskan proses peralihan masyarakat
tradisional menuju masyarakat modern di Eropa Barat, selain juga didukung oleh para pakar yang
terdidik dalam alam pemikiran struktural-fungsionalisme. Teori evolusi menggambarkan
perkembangan masyarakat sebagai gerakan searah seperti garis lurus. Kita dapat melihatnya
dalam karya-karya Spencer dan Comte. Teori fungsionalisme dari Talcott Parsons beranggapan
bahwa masyarakat tidak ubahnya seperti organ tubuh manusia yang memiliki berbagai bagian
yang saling bergantung.

Selain itu, teori modernisasi pun didukung oleh tokoh-tokoh seperti Neil Smelser dengan
teori diferensiasi strukturalnya. Smelser beranggapan dengan proses modernisasi,
ketidakteraturan struktur masyarakat yang menjalankan berbagai berbagai fungsi sekaligus akan
dibagi dalam substruktur untuk menjalankan satu fungsi yang lebih khusus. Sedangkan Rostow
yang menyatakan bahwa ada lima tahapan pembangunan ekonomi. Ia merumuskannya ke dalam
teori tahapan pertumbuhan ekonomi, yaitu tahap masyarakat tradisional, prakondisi lepas landas,
lepas landas, bergerak ke kedewasaan, dan berakhir dengan tahap konsumsi massal yang tinggi.
Di samping itu, ada beberapa varian teori modernisasi lain seperti Coleman dengan diferensiasi
dan modernisasi politik-nya, Harrod-Domar yang menekankan penyediaan modal untuk investasi

Page 3 of 14
pembangunan, McClelland dengan teori need for Achievement (n-Ach)-nya, Weber dengan
Etika Protestan-nya, Hoselitz yang membahas faktor-faktor nonekonomi yang ditinggalkan
Rostow yang disebut faktor kondisi lingkungan, dan Inkeles yang mengemukakan ciri-ciri
manusia modern.

Satu hal yang menonjol dari teori ini adalah modernisasi seolah-olah tidak memberikan
celah terhadap unsur luar yang dianggap modern sebagai sumber kegagalan, namun lebih
menekankan sebagai akibat dari dalam masyarakat itu sendiri. Alhasil faktor eksternal menjadi
terabaikan. Teori modernisasi memberikan solusi, bahwa untuk membantu Dunia Ketiga
termasuk kemiskinan, tidak saja diperlukan bantuan modal dari negara-negara maju, tetapi negara
itu disarankan untuk meninggalkan dan mengganti nilai-nilai tradisional dan kemudian
melembagakan demokrasi politik (Garna, 1999: 9).

Karena berpatokan dengan perkembangan di Barat, modernisasi diidentikkan dengan


westernisasi. Teori ini pun kurang mampu menjawab kegagalan penerapannya di Amerika Latin,
tidak memperhatikan kondisi obyektif masyarakat, sejarah dan tradisi lama yang masih
berkembang di Negara Dunia Ketiga. Untuk menjawabnya, muncullah teori modernisasi baru.
Bila dalam teori modernisasi klasik, tradisi dianggap sebagai penghalang pembangunan, dalam
teori modernisasi baru, tradisi dipandang sebagai faktor positif pembangunan. Namun, tetap saja
baik teori modernisasi klasik, maupun baru, melihat permasalahan pembangunan lebih banyak
dari sudut kepentingan Amerika Serikat dan negara maju lainnya.

C. Teori Modernisasi

Teori pembagian kerja secara Internasional yaitu didasarkan pada teori keuntungan
komparatif yang dimiliki oleh setiap negara, mengakibatkan terjadinya spesialisasi produksi pada
tiap-tiap negara sesuai dengan keuntungan komparatif yang mereka miliki. Oleh karena itu,
secara umum, di dunia ini terdapat dua kelompok negara: Negara yang memproduksi hasil
pertanian dan negara yang memproduksi bahan industri. Antara kedua kelompok negara ini
terjadi hubungan dagang dan keduanya menurut teori di atas saling diuntungkan.
Tetapi setelah beberapa puluh tahun kemudian, negara-negara industri menjadi semakin
kaya, sedangkan negara-negara pertanian semakin tertinggal neraca perdagangan antara kedua
jenis negara ini selalu menguntungkan negara-negara yang mengkhususkan diri pada produksi
barang industri.

Terhadap kenyataan ini, secara umum terdapat dua kelompok teori. Pertama. Teori-teori
yang menjelaskan bahwa kemiskinan ini terutama disebabkan oleh faktor-faktor internal. Teori
kelompok pertama ini dikenal dengan nama Teori Modernisasi. Kedua, teori-teori yang lebih
banyak mempersoalkan faktor-faktor eksternal sebagai penyebab terjadinya kemiskinan di
negara-negara tertentu. Kemiskinan dilihat terutama sebagai akibat dari bekerjanya kekuatan luar

Page 4 of 14
yang menyebabkan negara yang bersangkutan gagal melakukan pembangunannya. Teori-teori ini,
yang masuk ke dalam kelompok teori struktural.

Teori yang tergolong ke dalam kelompok Teori Modernisasi sebagai berikut:

1. Teori Harrod-Domar Tabungan dan Investasi

Salah satu teori ekonomi pembangunan yang sampai sekarang masih terus dipakai,
meskipun sudah dikembangkan secara lebih canggih, adalah teori dari Evsey Domar dan Roy
Harrod. Kedua ahli ekonomi ini, yang bekerja secara terpisah mencapai kesimpulan yang sama,
yakni bahwa pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh tingginya tabungan dan investasi. Kalau
tabungan dan investasi rendah, pertumbuhan ekonomi masyarakat atau negara tersebut juga akan
rendah. Hubungan antara pertumbuhan ekonomi, tabungan dan invertasi ini kemudian
dirumuskan dalam rumus Harrod-Domar yang sangat terkenal di kalangan para ahli ekonomi
pembangunan.

Rumus pembangunan Harrod-Domar ini didasarkan pada asumsi bahwa, masalah


pembangunan pada dasarnya merupakan masalah menambahkan investasi modal. Masalah
ketebalakangan adalah masalah kekurangam modal. Kalau ada modal, dan modal ini
diinvestasikan, hasilnya adalah pembangunan ekonomi. Seperti yang dikatakan oleh Blomstrom
dan Hettne.

Melihat perbedaan tang tampak antara negara-negara industri dan negara-negara yang
sedang berkembang, dibuatlah usaha-usaha untuk menggambarkan tingkat dan macam-
macam aspek dari keterbelakangan. Persoalan keterbelakangan kemudian dirumuskan
sebagai masalah kekurangan, yakni kekurangan modal.

Modifikasi-modifikasi dari teori Harrod-domar memang terus terjadi. Tetapi prinsipnya


sama yaitu kekurangan modal, tabungan dan investasi menjadi masalah utama pembangunan.
Teori Harrod-Domar memang tidak mempersoalkan masalah manusia. Bagi kedua tokoh itu yang
penting adalah menyediakan modal untuk investasi.

2. Max Weber: Etika Protestan

Berbeda dengan Teori Harrod-Domar, teori Weber memepersoalkan maslah manusia yang
dibentuk oleh nilai-nilai budaya di sekitarnya, khususnya nilai-ilai agama. Max Weber adalah
sosiologi Jerman yang dianggap sebagai bapak sosiologi modern. Dia membahas bermacam
gejala kemasyarakatan, misalnya tentang perkembangan bangsa-bangsa di dunia, tentang
kepemimpinan, tentang birokrasi, dan sebagainya. Salah satu topik yang penting bagi masalah
pembangunan yang dibahas oleh Max Weber adalah tentang peran agama sebagai faktor yang
menyebabkan munculnya kapitalisme di Eropa Barat dan Amerika Serikat. Pembahasan ini
diterbitkan menjadi sebuah buku yang berjudul The Protestant Ethic and the Spirit of
Capitalisme.

Page 5 of 14
Dalam bukunya Weber mencoba menjawab pertanyan, mengapa beberapa negara di Eropa
dan Amerikan Serikat mengalami kemajuan ekonomi yang pesat dibawah sistem kapitalisme.
Setelah melakukan analisis, Weber mencapai kesimpulan bahwa salah satu penyebab utamanya
adalah apa yang disebut Etika Protestan.

Etika protestan lahir di Eropa melalui agama protestan yang di kembangkan oleh Celvin. Di
sini muncul ajaran yang mengatakan bahwa seseorang itu sudah ditakdirkan sebelumnya untuk
masuk ke surga atau neraka. Tetapi, orang yang bersangkutan tentu saja tidak mengetahuinya.
Karena itu, mereka menjadi tidak tenang, menjadi cemas, karena ketidak jelasan nasib ini.

Salah satu cara untuk mengetahui apakah mereka akan masuk surga atan neraka adalah
keberhasilan kerjanya di dunia yang sekarang ini. Kalau seseorang berhasil dalam kerjanya di
dunia, hampir dapat dipastikan bahwa dia ditakdirkan untuk naik ke surga setelah dia mati nanti.
Kalau kerjanya selalu gagal di dunia ini, hampir dapat dipastikan bahwa dia akan kerja ke neraka.

Adanya kepercayaan ini membuat orang-orang menganut agama protestan Calvin bekerja
keras untuk meraih sukses. Mereka bekerja tanpa pamrih artinya mereka bekerja bukan untuk
mencari kekeayaan material, melainkan terutama untuk mengatasi kecemasannya. Inilah yang
disebut sebagai Etika Protestan oleh Weber, yakni cara bekerja keras dan sungguh-sungguh, lepas
dari imbalan materialnya. (memang, orang ini kemudian menjadi kayak arena keberhasilnya,
tetapi ini adalah produk sampingan yang tidak disengaja. Mereka bekerja keras sebagai
pengabdian untuk agama mereka, bukan untuk mengumpulkan harta. Tetapi weber sendiri
mengakui bahwa hal ini kemudian berubah jadi sebaliknya).

Etika atau protestan inilah yang menjadi faktor utama bagi munculnya kapitalisme di
Eropa. Calvinisme kemudian menyebarkan di Amerika Serikat, dan di sana pun berkembang
kapitalisme yang sukses. Studi Weber ini merupakan salah satu studi pertama yang meneliti
hubungan antara agama dan pertumbuhan ekonomi. Kalau agama kita perluas menjadi
kebudayaan, studi Weber ini menjadi perangsang utama bagi munculnya studi tentang aspek
kebudayaan tentang pembangunan. Dalam melakukan penelitian tentang aspek kebudayaan ini,
peran agama pun menjadi sangat penting sebagai salah satu nilai kemasyarakatan yang sangat
berpengaruh terhadap warga masyarakat tersebut.

Sementara itu, istilah Etika Protestan menjadi sebuah konsep umum yang tidak
dihubungkan lagi dengan agama Protestan itu sendiri. Etika Protestan menjadi sebuah nilai
tentang kerja keras tanpa pamrih untuk mencapai sukses. Dia bisa ada di luar agama Prostestan,
dapat menjelma menjadi nilai-nilai budaya di luar agama. Misalnya, salah seorang pengikut
Weber Amerika Serikat, Robert Bellah, melakukan penelitian pada agama Tokugawa di Jepang.
Dalam bukunya yang dikenal, Tokugawa Religion, dia menyatakan bahwa ada yang disebut
sebagai etika protestan itu juga ada pala agama Tokugawa,. Karena itulah, Jepang berhasil
membangun kapitalisme dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Page 6 of 14
3. David McClelland: Dorongan Berprestasi atau n-Ach

McClelland adalah seorang ahli psikologi sosial. Dia menjadi tertarik pada masalah
pembangunan karena melihat adanya kemiskinan dan keterbelakangan pada banyak masyarakat
di dunia ini. Apa gerangan yang meyebabkannya? Dalam sebuah tulisnannya McClelland
bercerita

Saya selalu sangat terkesan pada analisis yang bijak tentang hubungan antara Protestanisme
dan semangat kapitalisme yang dibuat oleh ahli sosiologi Jerman terkenal, Max Weber. Dia
mengatakan bahwa sifat-sifat yang membedakan antara seorang wiraswasta Protestan dan
pekerja biasa, terutama orang-orang protestan dari sekte yang saleh, bukanlah karena mereka
telah berhasil membentuk lembaga-lembaga kapitalisme atau memiliki keterampilan yang
prima, melainkan karena mereka mengerjakan pekerjaannya dengan semangat baru yang
sempurna. Doktrin kaum Calvinis tentang nasib yang telah ditentukan sebelumnya telah
memaksa mereka untuk memperhitungkan segala aspek kehidupan mereka secara rasional
dan untuk bekerja keras guna membuat segala sesuatu sempurna, sesuai dengan posisi
mereka di dunia ini, seperti yang sudah ditetapkan Tuhan.

Oleh karena itu, McClelland mengambil kesimpulan untuk membuat sebuah pekerjaan
berhasil, yang paling penting adalah sikap terhadap pekerjaan tersebut.

Dari sini, McClelland tiba pada konsepnya yang terkenal yakni the need for Achievement,
kebutuhan atau dorongan untuk berprestasi, konsep ini disingkat dengan sebuah simbol yang
kemudian menjadi sangat terkenal, yakni n-Ach. Seperti juga konsep Etika Protestan, keinginan,
kebutuhan, atau dorongan untuk berprestasi ini tidak sekedar untuk meraih imbalan materi yang
besar. Orang dengan n-Ach yang tinggi, yang memiliki kebutuhan untuk berprestasi mengalami
kepuasan bukan kerena mendapatkan imbalan dari hasil kerjanya, tetapi karena hasil kerja
tersebut dianggapnya sangat baik. Ada kepuasan batin tersendiri kalau dia berhasil
menyelesaikan pekerjaannya dengan sempurna. Imbalan material menjadi faktor sekunder.
Dengan konsep n-Ach ini, kita liha pengaruh Max Weber terhadap McClelland.

Selanjutanya McClelland mengatakan bahwa kalau dalam sebuah masyarakat ada banyak
orang yang memiliki n-Ach yang tinggi, dapat di harapkan masyarakat tersebut akan
menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. McClelland kemudian melakukan sebuah
penelitian sejarah. Dokumen-dokumen kesusastraan dari jaman Yunani Kuno seperti puisi,
drama, pidato penguburan, surat yang ditulis oleh para nahkoda kapal, kisah epik, dan
sebagainya, dipelajari. Karya-karya tersebut dinilai oleh para ahli yang netral, apakah di
dalamnya terdapat semangat n-Ach kalau karangan tersebut menunjukkan optimism yang tinggi,
keberanian untuk mengubah nasib, tidak cepat menyerah itu berarti nilai n-Ach dianggap tinggi.

Dari data dan hasil penilaian ini ditemukan bahwa pertumbuhan ekonomi yang sangat
tinggi selalu didahului oleh nilai n-Ach yang tinggi dalam karya sastra yang ada ketika itu. Kalau

Page 7 of 14
karya-karya tersebut menunjukkan nilai n-Ach yang rendah, pertumbuhan ekonominya kemudian
menunjukkan angka yang menurun.

Metode penelitian yang sama digunakan lagi untuk menganalisis pembangunan ekonomi di
Spanyol pada abad ke-16. Di samping itu juga diterapkan pada dua gejala peningkat pertumbuhan
ekonomi di Inggris yang pertama pada akhir abad ke-16, yang kedua pada permulaan Revolusi
Industri sekitar tahun 1800-an. Hasilnya ternyata sama, yakni bahwa pertumbuhan ekonomi
selalu didahului oleh karya-karya sastra yang mempunyai nilai n-Ach yang tinggi.

Dari kajian sejarah ini, McClelland tambah yakin bahwa adanya n-Ach yang tinggi dalam
sebuah masyarakat akan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat tersebut.
McClelland kemudian mengambil cerita anak-anak sebagai bahan untuk mengukur n-Ach sebuah
masyarakat modern. Alasannya, di semua negara selalu dapat dijumpai cerita anak yang diajarkan
di sekolah atau diveritakan oleh orangtua mereka sebelum tidur. Juga, cerita anak-anak belum
dipengaruhi oleh kepentingan politik, sehingga tampil secara lebih murni. Oleh karena itu,
dikumpulkanlah sekitar 1300 cerita anak-anak yang beredar pada tahun 1925 dari 21 negara, dan
dari yang beredar pada tahun 1950 dari 39 negara lainnya. Seperti juga sebelumnya, cerita-cerita
ini diberi nilai oleh beberapa ahli berdasarkan criteria tinggi atau rendah nilai n-Achnya.

Hasilnya memang seperti yang diharapkan. Misalnya, korelasi antara tingkat n-Ach pada
cerita anak-anak tahun 1925 dan pertumbuhan pemakaian listrik di negara tersebut antara tahun
1925 sampai tahun 1950, nilainya adalah 0,53. Secara statistik, nilai ini dianggap cukup tinggi.
Jadi, hubungan ini jelas bukan kebetulan saja. Dengan demikian, memang dianggap terdapat
korelasi antara tingkat n-Ach dengan keberhasilan pertumbuhan ekonomi. Ini dibuktikan lagi
pada penelitian sejenis di negara-negera lain. McClelland kemudian berkesimpulan bahwa n-Ach
ini seperti semacam virus yang bisa ditularkan. Jadi, n-Ach bukanlah sesuatu yang diwariskan
sejak lahir. Oleh karena itu katanya:

Kalau n-Achievement begitu penting, terumata untuk dunia bisnis, dia harus ditingkatkan
nilainya sehingga makin banyak anak muda yang memiliki dorongan ke wiraswastaan.
Kesulitan dari rencana yang baik ini adalah bahwa cara yang paling baik untuk
menumbuhkan n-Achievement ini adalah melalui keluarga dan sulit sekali untuk
menumbuhkannya dalam skala yang besar.

Memang, McClelland menyelenggarakan bermacam latihan manajemen di berbagai negara


untuk menumbuhkan n-Ach ini. Tetapi seperti yang dikatakannya, tempat yang paling baik untuk
memupuk n-Ach adalah di dalam keluarga melalui orang tua.

4. W.W. Rostow : Lima Tahap Pembangunan

Berbeda dengan kedua ahli sebelumnya, Rostow adalah seorang ahli ekonomi. Tetapi,
perhatiannya tidak terbatas pada masalah ekonomi dalam arti sempit. Perhatiannya meluas

Page 8 of 14
sampai pada masalah sosiologi dalam proses pembangunan, meskipun titik berat analisisnya
masih tetap pada maslah ekonomi.

Dalam bukunya yang terkenal, The Stages of Economic Growth, A Non-Communist


Manifesto yang mula-mula terbit pada tahun 1960, dia menguraikan teorinya tentang proses
pembangunan dalam sebuah masyarakat. Seperti juga para ahli ekonomi umumnya pada zaman
itu, bagi Rostow pembangunan merupakan proses yang bergerak dalam sebuah garis lurus, yakni
dari masyarakat yang terbelakang ke masyarakat yang maju. Proses ini, dengan berbagai
variasinya, pada dasarnya berlangsung sama di mana pun dan kapan pun juga. Rostow membagi
proses pembangunan ini menjadi lima tahap, yang akan kita paparkan secara singkat dibawah ini.

a. Masyarakat Tradisional

Ilmu pengetahuan pada masyarakat ini masih belum banyak dikuasai. Oleh karena itu,
masyarakat semacam ini masih dikuasai oleh kepercayaan-kepercayaan tentang kekuasaan
manusia. Manusia dengan demikian tunduk kepada alam, belum bisa menguasai alam.
Akibatnya, produksi masih sangat terbatas. Masyarakat ini cendrung bersifat statis, dalam
atri kemajuan berjalan dengan sangat lambat. Produksi dipakai untuk konsumsi tidak ada
investasi. Pola dan tingkat kehidupan generasi kedua pada umumnya hamper sama dengan
kehidupan generasi sebelumnya.

b. Prakondisi untuk lepas landas

Masyarakat tradisional, meskipun sangat lambat, terus bergerak. Pada suatu titik, dia
mencapai posisis prakondisi untuk lepas landas. Biasanya, keadaan ini terjadi karena
adanya campur tangan dari luar, dari masyarakat yang sudah lebih maju. Perubahan ini
tidak datang karena faktor-faktor internal masyarakat tersebut, karena pada dasarnya
masyarakat tradisional tidak mampu untuk mengubah dirinya sendiri. Campur tangan dari
luar, ini menggoncangkan masyarakat tradisional itu. Di dalamnya mulai berkembang ide
pembaharuan. Ide-ide yang berkembang ini bukan sekedar pendapat yang menyatakan
bahwa kemajuan ekonomi dapat dicapai, tetapi bahwa kemajuan ekonomi merupakan suatu
kondisi yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan lain yang dianggap baik: kebesaran
bangsa, keuntungan pribadi, kemakmuran umum, atau kehidupan yang lebih baik begi
anak-anak mereka nantinya.

c. Lepas landas

Periode ini ditandai dengan tersingkirnya hambatan-hambatan yang menghalangi proses


pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan sesuatu yang berjalan wajar,
tanpa adanya hambatan yang berarti seperti ketika pada periode prakondisi untuk lepas
landas. Pada periode ini, tabungan dan investasi yang efektif meningkat dari 5% menjadi
10% dari pendapatan nasional atau lebih. Juga industri-industri baru mulai berkembang

Page 9 of 14
dengan sangat pesat. Keuntungannya sebagian besar ditanamkan kembali ke pabrik yang
baru. Sektor modern dari perekonomian dengan demikian juga berkembang.

d. Bergerak ke kedewasaan

Setelah lepas landas, akan terjadi proses kemajuan yang terus bergerak ke depan,
meskipun kadang-kadang terjadi pasang surut. Antara 10% sampai 20% dari pendapatan
nasional selalu diinvestasikan kembali, supaya bisa mengatasi persoalan pertambahan
penduduk. Industri berkembang dengan pesat. Negara ini memantapkan posisinya dalam
perekonomian global: barang-barang yang tadinya diimpor sekarang diproduksikan dalam
negeri; impor baru menjadi kebutuhan, sementara ekspor barang-barang baru mengimbangi
impor.

e. Zaman Konsumsi masal yang tinggi

Karena kenaikan pendapat masyarakat, konsumsi tidak lagi terbatas pada kebutuhan
pokok untuk hidup, tetapi meningkat ke kebutuhan yang lebih tinggi. Produksi industri juga
berubah, dari kebutuhan dasar menjadi kebutuhan barang konsumsi yang tahan lama. Pada
periode ini, investasi untuk meningkatkan produksi tidak lagi menjadi tujuan yang paling
utama. Sesudah taraf kedewasaan di capai, surplus ekonomi akibat proses politik yang
terjadi dialokasikan untuk kesejahteraan sosial dan penanaman dana sosial.

Teori Rosnow tentang lima tahap pertumbuhan ekonomi ini, seperti hal teori-teori
modernisasi lainnya, didasarkan pada dikotomi masyarakat tradisional dan masyarakat modern.
Titik terpenting dalam gerak kemajuan dari masyarakat yang satu dengan yang lain adalah
periode lepas landas. Rostow juga berbicara tentang keperluan akan adanya sekelompok
wiraswastawan. Dia kemudian berbicara tentang kondisi-kondisi sosial yang melahirkan para
wiraswastawan ini. Rostow menyebutkan dua kondisi sosial yaitu sebagai berikut:

1. Adanya elit baru dalam masyarakat yang merasa diingkari haknya oleh masyarakat
tradisional di mana dia hidup, untuk mendapatkan prestise dan mencapai kekuasan
melalui cara-cara konvensional yang ada
2. Masyarakat tradisional yang ada cukup fleksibel (atau lemah) untuk memperbolehkan
warganya mencari kekayaan (atau kekuasan politik) sebagai jalan untuk menaikkan
statusnya dalam masyarakat (biasanya hal ini dicapai melalui kepatuhan dan kesetiaan
terhadap yang berkuasa),

5. Bert F. Hoselitz: faktor-faktor ekonomi

Hoselitz membahas faktor-faktor Non-ekonomi yang ditinggalkan oleh rostow dalam


karyanya yang terkenal, yang diberi judul Economic Growth and development: non economic
faktor in economic development. Faktor non economi ini disebut oleh hoselitz sebagai faktor

Page 10 of 14
kondisi lingkungan, yang dianggap penting dalam proses pembangunan. Persoalan yang
ditanyakan oleh Hoselitz adalah: nyatanya rostow membuat perbedaan tingkat investasi (yakni
ratio antara pembentukan modal neto terhadap produksi nasional neto), lepas landas dan sedang
memasuki tahap revolusi industri.

Selanjutnya, hoselitz mengatakan: kondisi lingkungan ini harus dicari terutama dalam
aspek-aspek non-ekonomi dari masyarakat. Dengan kata lain, lepas dari pengembangan modal
seperti pembangunan sarana sistem telekomunikasi serta transportasi dan investasi dalam fasilitas
pelabuhan, pergudangan, dan instlasi-instalasi sejenis untuk perdagangan luar negeri, banyak dari
pembaruan-pembaruan yang terjadi pada periode persiapannya didasarkan pada perubahan-
perubahan pengaturan kelembagaan yang terjadi dalam bidang hukum, pendidikan, keluarga dan
motivasi.

Hoselitz menamakan perubahan kelembagaan yang akan mendukung proses lepas landas
ini sebagai hadiah dari masa lampau, yang sangat penting artinya. Selanjutnya hoselitz
menekankan bahwa meskipun seringkali orang menunjukkan bahwa masalah utama
pembangunan adalah kekurangan modal (teori Harrod Domar), ada masalah lain yang juga sangat
penting, yakni adanya keterampilan kerja tertentu, termasuk tenaga wiraswasta yang tangguh.
Karena itu dibutuhkan perubahan kelembagaan pada masa sebelum lepas landas, yang akan
mempengaruhi pemasokkan modal, supaya modal ini bisa menjadi produktif. Oleh karena itu,
bagi Hoselitz pembangunan membutuhkan pemasokkan dari beberapa unsur:

a. Pemasokkan modal besar dan perbankan


Pemasokkan modal dalam jumlah yang besar ini, seperti yang diuraikan oleh rostow
membutuhkan lembaga-lembaga yang bisa menggerakkan tabungan masyarakat dan
menyalurkan kegiatan yang produktif. Hoselitz menyebutkan lembaga perbankan yang
efektif. Pengalaman dari Negara-negara eropa ketika menjalankan proses lepas landas
menunjukkan pentingnya lembaga-lembaga perbankkan. Tanpa lembaga-lembaga seperti
ini, modal besar yang ada sulit dikumpulkan sehingga bisa menjadi sia-sia dan tidak
menghasilkan pembangunan. Hoselitz menunjukkan pengalaman di cina pada abad ke-19.
Sebagai akibat dari korupsi pejabat Negara, surplus ekonomi yang terjdi menjadi sia-sia,
karena ditanamkan pada pembelian tanah, atau dipakai untuk mengkonsumsikan barang-
barang mewah.

b. Pemasokkan Tenaga Ahli dan Terampil


Tenaga yang dimaksud adalah tenaga kewirwastaan, administrator professional,
insinyur, ahli ilmu pengetahuan, dan tenaga manajerial yang tangguh. Disamping itu juga
disebutkan juga perkembangan teknologi dan sains harus sudah melembaga sebelum
masyarakat tersebut melakukan lepas landas. Inilah yang menjadi pengalaman di Negara-
negara eropa, semua hal ini sudah tersedia sebelum lepas landas.

Page 11 of 14
Kemudian hoselitz membicarakan lebih jauh tentang tenaga wiraswasta. Supaya orang-
orang ini muncul, diperlukan sebuah masyarakat dengan kebudayaan tertentu. Kebudayaan
yang dimaksud adalah kebudayaan yang beranggapan bahwa mencari kebudayaan bukan
merupakan hal yang buruk. Kalau nilai-nilai budaya semacam ini tidak ada, akan sulit
sekali jiwa kewiraswastaan muncul. Misalnya, dimasyarakat yang dikuasai oleh para
panglima perang, para pendeta, atau para birokrat pemerintah, budaya dan nilai-nilai yang
mendorong orang melakukan akumulasi modal sulit tumbuh dengan subur.

6. Alex Inkeles dan David H. Smith: manusia modern

Alex inkeles dan David Smith pada dasarnya juga berbicara tentang pentingnya faktor
manusia sebagai komponen penting penopang pembangunan. Pembangunan bukan sekedar
perkara pemasokan modal dan teknologi saja. Tetapi di butuhkan manusia yang dapat
mengembangkan sarana material tersebut supaya menjadi produktif. Untuk ini, dibutuhkan apa
yang disebut oleh inkeles sebagai manusia modern.

Dalam buku mereka yang terkenal. Becoming modern, kedua tokoh itu mencoba
memberikan cirri-ciri dari manusia yang dimaksud, yang antara lain meliputi hal-hal seperti
keterbukaan terhadap pengalaman dan ide baru, berorientasi ke masa sekarang dan masa depan,
punya kesanggupan merencanakan, percaya bahwa manusia bisa menguasai alam dan bukan
sebaliknya, dan sebagainya. Dalam hal ini inkeles dan smith tidak berbeda dengan weber dengan
konsep etika protestanya, atau Mc Clelland dengan konsep n-Achnya. Bedanya inkeles dan smith
menguraikannya secara lebih rinci dan menguji konsep-konsep ini dalam sebuah penelitian
empiris yang meliputi penduduk di enam negara berkembang.

Hal lebih penting dari teori inkeles dan Smith tentang proses pembentukan manusia
modern. Pertama-tama mereka menyatakan: kami ang beranggapan bahwa bagaimanapun juga
manusia bisa diubah secara mendasar setelah dia menjadi dewasa, dan karena itu tak ada manusia
yang tetap menjadi manusia tradisional dalam pandangan dan kepribadiannya hanya karena ia
dibesarkan dalam sebuah masyarakat yang tradisional.

Dari hasil penelitiannya, inkeles dan Smith menjumpai bahwa memang pendidikan adalah
yang paling efektif untuk mengubah manusia. Dampak pendidikan tiga kali lebih kuat
dibandingkan dengan usaha-usaha lainya kemudian pengalaman kerja dan pengenalan terhadap
media massa merupakan cara kedua yang efektif. penemuan ini mendukung pendapat Daniel
lerner yang menekankan pentingnya media masa mendorong proses modernisasi.

Page 12 of 14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari pembahasan sebagai berikut:
1. Modernisasi merupakan sebuah upaya tindakan menuju perbaikan dari kondisi
sebelumnya. Selain upaya, modernisasi juga berarti proses yang memiliki tahapan dan
waktu tertentu dan terukur.
2. Teori modernisasi lahir sebagai tanggapan ilmuwan sosial Barat terhadap Perang Dunia
II. Di awal perumusannya tahun 1950-an, aliran modernisasi mencari bentuk teori dan
mewarisi pemikiran-pemikiran dari teori evolusi dan fungsionalisme.
3. Teori Modernisasi : Teori Harrod-Domar yang menekankan penyediaan modal untuk
investasi pembangunan, McClelland dengan teori need for Achievement (n-Ach)-nya,
Weber dengan teori Etika Protestan, Hoselitz yang membahas faktor-faktor non
ekonomi, Rostow dengan teori Lima Tahap Pembangunan, dan Inkeles yang
mengemukakan ciri-ciri manusia modern.
4. Ada beberapa Negara di kawasan Amerika Utara, Asia, Afrika, Amerika Latin dan
Eropa Barat yang melakukan pembangunan nasional dengan mengadopsi teori
modernisasi. Dengan karakteristik nasional yang berbeda-beda menggunakan satu model
yakni modernisasi tentunya akan menghasilnya hasil yang berbeda pula.

B. Saran
Dari enam teori modernisasi yang dibahas, pembangunan suatu negara tergantung pada
kondisi negara tersebut.

Page 13 of 14
DAFTAR PUSTAKA

Kumpulan Bahan Ajar Geografi Pembangunan

Wahyu. 2011. Teori Modernisasi. http://wahyubraveadministrator.blogspot.com/2011/01/teori-


modernisasi.html. Diakses pada 03 Oktober 2013.

Kengkongan. 2013. Pembangunan dan Teori Modernisasi.


http://kengkongan.blogspot.com/2013/03/pembangunan-dan-teori-modernisasi_27.html. Diakses
pada 03 Oktober 2013.

Purnama, Bagus. 2012. Teori Pembangunan. http://bagusspurnama.blogspot.com/2012/07/teori-


teori-pembangunan-dalam.html. Diakses pada 03 Oktober 2013.

Page 14 of 14

Anda mungkin juga menyukai