Anda di halaman 1dari 7

Nama : Fhisilmi Kaffah

NIM : 1701110316

No Presensi : 03

Mata Kuliah : Teori Pembangunan-A

Dosen : Tito Handoko, S.IP, M.Si

Teori Modernisasi

a. Sejarah dan Perkembangan Teori Modernisasi

Teori modernisasi lahir tahun 1950-an di Amerika Serikat dan meupakan respon kaum
intelektual terhadap perang dunia yang bagi penganut evolusi dianggap sebagai jalan optimis
menuju perubahan. Teori ini lahir dalam suasana ketika dunia memasuki ‘perang dingin’ antara
negara-negara komunis dibawah pimpinan Negara Sosialis Uni Soviet Rusia (USSR). Perang
dingin merupakan bentuk peperangan ideologi dan teori antara kapitalisme dan sosialisme.
Dalam konteks perang dingin tersebut teori modernisasi terlibat dalam peperangan ideologi.

Bangkitnya negar-negara yang baru merdeka di Asia dan Afrika yang tadinya
merupakan jajahan negara-negara Eropa dan Amerika menjadi ancaman baru karena banyak di
antara mereka tertarik dengan sosialisme sebagai cara untuk melakukan perubahan sosial.
Amerika Serikat menyadari akan situasi peperangan ideologi ini, sehingga mereka mendorong
para ilmuwan sosial mengembangkan teori untuk memahami dunia ketiga yang baru lahir, juga
menemukan resep teoritik dalam rangka membendung sosialisme untuk mendorongkan
kapitalisme. Dalam konteks sejarah seperti itulah sesungguhnya teori modenisasi dan
pembangunan lahir.

Teori modernisasi dan pembangunan yang ada pada dasarnya merupakan sebuah
gagasan tentang perubahan sosial dalam perjalanannya telah menjadi sebuah ideologi.
Perkembangan ini adalah akibat dari dukungan dana dan politik yang luar biasa besarnya dari
pemerintah dan organisasi maupun perusahaan swasta di amerika serikat serta negara-negara
lainnya. Semua itu menjadikan moderniasi dan pembangunan sebagai suatu gerakan ilmuwan
yang antar disiplin ilmu memfokuskan kajian terhadap perubahan sosial di dunia ketiga sangat
berpengaruh. Akibatnya menjadikan tidak hanya sekedar merupakan ‘industri yang sedang
tumbuh’ tetapi telah menjadi aliran pemikiran (a school of thought), bahkan telah menjadi
sebuah ideologi.
Modernisasi sebagai gerakan sosial sesungguhnya bersifat revolusioner (perubahan
cepat dari tradisi ke modern). Selain itu modernisasi juga berwatak kompleks (melalui banyak
cara dan disiplin ilmu), sistematik, menjadi gerakan global yang anak memperngaruhi semua
manusia, melalui proses yang bertahap untuk menjadi suatu homogenisasi (convergency) dan
bersifat progresif. Dalam dunia akademik penggunaan istilah modernisasi sering
ditukarbalikkan dengan istilah depelopment atau pembangunan, sehingga modernisasi
memiliki kesamaan arti dengan pembangunan.

Modernisasi adalah suatu bentuk perubahan sosial. Biasanya merupakan perubahan


sosial yang terarah (directed change) yang didasarkan pada perencanaan (jadi juga merupakan
intended atau planened-change) yang biasa dinamakan social planning. Perubahan yang
dikehendaki atau direncanakan merupakan perubahan yang diperkirakan atau yang telah
direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan perubahan
di dalam masyarakat.

b. Modernisasi Klasik

Modernisasi sebagai proses transformasi yang sistemik, dilakukan secara immanent


(terus-menerus) dan cenderung menekankan pada faktor yang berasal dari dalam (internal
resources). Untuk mencapai kondisi modern, teori modernisasi klasik mensyaratkan bahwa
seluruh nila-nilai tradisional harus diganti oleh seperangkat struktur yang modern. Karena itu,
Huntington (1976) menganggap bahwa antara nilai-nilai tradisional dan modern adalah hal
yang saling bertentangan. Dalam arti, jika modernisasi ingin dicapai, maka nilai-nilai tradsional
harus dirombak total alias dilenyapkan.

Perspektif teori modernisasi klasik menyoroti bahwa negara dunia ketiga merupakan
negara terbelakang dengan masyarakat tradisionalnya. Sementara negara-negara barat dilihat
sebagai negara modern. Dalam teori modernisasi klasik, tradisi dianggap sebagai penghalang
pembangunan berikut ini beberapa pandangan teoritis parah toko teori, yaitu:

1. Rostow: teori pertumbuhan ekonomi


Teori rostow tentang pertumbuhan pada dasarnya merupakan sebuah versi dari teori
modernisasi dan pembangunan, yakni suatu teori yang meyakini bahwa faktor manusia
(bukan struktur dan sistem) menjadi fokus utama perhatian mereka. Rostow melihat
perubahan sosial, yang disebutnya sebagai pembangunan, sebagai proses evolusi
perjalanan dari tradisional ke modern. Rostow menjelaskan pemikirannya yang disebut
dengan the five stage scheme. Tahapan pembangunan ekonomi yaitu tahap pertama
masyarakat tradisional, kemudian berkembang menjadi prakondisi tinggal landas,
lantas diikuti masyarakat tinggal landas, kemudian masyarakat pematangan
pertumbuhan dan akhirnya mencapai masyarakat modern.
2. McClelland: Motif prestasi dan pertumbuhan ekonomi
McClelland melihat pada nilai-niali dan motivasi yang mendorong untuk
mengeksploitasi peluang, untuk meraih kesempatan. Teori McClelland didasarkan
pada studinya yang dilandaskan pada teori psikoanalisis. McClelland terkenal dengan
konsepnya: “need for achievement” (kebutuhan atau dorongan untuk berprestasi) dan
disingkat dengan n-ach. Ia mengatakan jika dalam suatu masyarakat ada yang memiliki
N’ach yang tinggi, dapat diharapkan masyarakat tersebut akan menghasilkan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
3. Max weber: etika protestan dan semangat kapitalisme
Teori weber mermpersoalkan masalah manusia yang dibentuk oleh nilai-nilai budaya
disekitarnya terutama nilai-nilai agama. Peran agama, bahwa agama dipandang sangat
penting sebagai penyebab kemajuan ekonomi di eropa dan amerika. Agama dapat
sebagai sumber motivasi sukses. Etika protestan yang dikemukan weber adalah cara
bekerja yang keras dan sungguh-sungguh, lepas dari imbalannya (materialnya). Inti
tesis weber ialah bahwa kapitalisme yang berkembang di dunia barat disebabkan oleh
etika protestan yang didalamnya terdapat aksetisme “dalam dunia”. Karakteristik etika
tersebut ialah kerja keras, jujur, profesional, hemat dan penuh perhitungan.
c. Hasil Kajian Teori Modernisasi Klasik

Empat hasil kajian yang menggunakan pendekatan teori modernisasi klasik, yakni:

1. David mcClelland (business drive and national achievement): tentang motivasi


berprestasi

Kelompok masyarakat yang bertanggung jawab terhadap proses modernisasi


negara-negara dunia ketiga adalah kaum wiraswatawan domestik, dan bukan
politikus atau penasehat ahli yang didatangkan dari negara maju. Tujuan kaum
wiraswatawan tidak hanya sekedar mencari dan mengumpulkan laba, melainkan
keinginan untuk mencapai prestasi gemilang yang dikerjakan melalui penampilan
kerja yang baik. Hanya jika seseorang selalu berpikir tentang bagaimana
meningkatkan situasi sekarang ke arah yang lebih baik dan hendak melaksanakan
tugas-tugas yang dihadapi dengan cara yang lebih baik disebut orang yang memiliki
kebutuhan berprestasi yang amat kuat.

2. Alex inkeles (making men modern: on the causes and consequences of individuals
change in six development countries): tesis manusia modern
Pertanyaan yang ingin dijawab oleh inkeles adalah apa akibat yang ditimbulkan
oleh modernisasi terhadap sikap, nilai dan apakah negara dunia ketiga akan
memiliki sikap hidup yang lebih modern dibanding masa sebelumnya. Dari
serangkaian penelitiannya ia menemukan kenyataan tentang adanya pola yang
stabil dari apa yang disebut manusia modern pada berbagai negara yang menjadi
lokasi penelitiannya. Dengan kata lain kriteria yang digunakan untuk mengukur
batasan manusia modern disuatu negara tertentu dapat juga berlaku dinegara lain.
3. Sarbini Sumawinata (lepas landas suatu tinjauan analitis): kemungkinan dan
kesiapan ekonomi indonesia dalam mencapai tahap lepas landas
Sumawinata memulai pengamatannya dengan terlebih dahulu mengingatkan tiga
syarat mutlak yang menurut Rostow harus dipenuhi jika masyarakat hendak
mencapai tahap lepas landas pembangunan ekonominya, yakni Pertama, ekonomi
negara memerlukan tingkat investasi produktif paling tidak sebesar 10% dari
pendapatan nasional, kedua pertumbuhan yang tinggi atas satu atau lebih cabang
industri yang sentral, ketiga tumbuh dan berkembangnya kerangk sosial politik
yang mampu menyerap dinamika perubahan masyarakat. Lepas landas di Indonesia
lebih memperhatikan pada syarat pertama dibanding kedua syarat yang terakhir.
Paradoksnya, dengan mendasarkan diri pada sejarah perkembangan ekonomi
Indonesia, justru dua syarat terakhir merupakan syarat yang jauh lebih penting dari
pada yang pertama. Ini terjadi karena pada saat terjadi lepas landas ekonomi,
masyarakat akan banyak memikul beban dan tekanan yang berat, sementara saat
yang sama bangunan struktur penyangganya masih dalam proses dibangun.
4. Robert N. Bellah (Tokuwa Religion) : agama tokugawa dan pembangunan di jepang
Bellah mencoba mengamati apa kaitan yang terjadi antara agama Tokugawa dengan
pembangunan ekonomi Jepang. Lebih khusus lagi Bellah mengkaji apa sumbangan
yang diberikan oleh agama Tokugawa terhadap cepatnya laju pembangunan Jepang,
dan bagaimana sumbangan itu diwujudkan. Apakah ada satu analogi fungsional dari
etik Protestan dalam agama Jepang yang menimbulkan lahirnya masyarakat industri
modern Jepang sekarang ini. Lanjutan Dalam kenyataan, sekalipun di Jepang
terdapat sejumlah agama, termasuk di dalamnya Konfusianisme, Budhisme, dan
Shinto, namun agama-agama tersebut dapat dilihat sebagai suatu entitas karena
agama tersebut telah saling bercampur dan mempengaruhi. Bahwa agama Jepang
mampu membentuk nilai-nilai dasar masyarakat Jepang. Bellah menemukan tiga
kemungkinan keterkaitan antara agama dan pembangunan ekonomi Jepang.
Pertama agama secara langsung mempengaruhi etika ekonomi, kedua pengaruh
agama terhdap ekonomi terjadi melalui pranata politik, dan ketiga pengaruh agama
terjadi melalui pranata keluarga.
d. Neo Modernisasi

Akhir tahun 1970-an, perdebatan antara berbagai perspektif pokok pembangunan mulai
mereda. Pada saat ini muncul pandangan dari pengusung teori modernisasi Baru yang
merupakan revisi terhadap berbagai asumsi dasar teori modernisasi klasik. Tidak berbeda
dengan hasil kajian modernisasi klasik, hasil kajian modernisasi baru memiliki pokok perhatian
pada persoalan pembangunan Negara Dunia Ketiga. Kajian modernisasi baru ini juga
menggunakan analisa pada tingkat nasional, dan tetap berusaha menjelaskan pembangunan
Dunia Ketiga dengan bertitik tolak pada faktor internal, seperti nilai-nilai tradisional dan
berbagai pranata sosial. Bahkan hasil kajian modernisasi baru masih menggunakan berbagai
istilah yang tidak berbeda dengan yang ditemukan pada hasil penelitian teori modernisasi
klasik seperti; tradisional dan modern.
Yang lebih penting hasil kajian teori modernisasi baru masih berpegang pada asumsi
pokoknya, yaitu bahwa negara Dunia Ketiga umumnya akan tetap memperoleh keuntungan
melalui proses modernisasi dan hubungan yang lebih mesra dan intensif dengan barat. Namun
demikian terdapat perbedaan yang cukup berarti antara hasil kajian teori modernisasi klasik
dan hasil kajian baru teori modernisasi yakni: Pertama, hasil kajian teori modernisasi baru ini
sengaja menghindar untuk memperlakukan nilai-nilai tradisional dan modern sebagai dua
perangkat sistem nilai yang secara total bertolak belakang. Dalam kajian modernisasi baru dua
perangkat sistem nilai tersebut dapat saling damai berdampingan, bahkan dapat saling
mempengaruhi dan bercampur satu sama lain.
Disamping itu hasil kajian teori modernisasi baru ini tidak lagi melihat bahwa nilai
tradisional merupakan faktor penghambat pembangunan, bahkan sebaliknya. Secara
metodologis berbeda, kajian baru tidak lagi bersandar pada analisa yang abstrak dan tipologi,
tetapi lebih cenderung memberikan perhatian pada kasus-kasus nyata. Karya baru ini secara
jernih menanyakan berbagai kemungkinan dan sebab mengapa seperangkat pranata sosial yang
sama memainkan peran yang berbeda di negara yang berbeda. Ketiga, Kajian baru tidak lagi
memiliki anggapan tentang satu arah pembangunan yang menjadikan barat sebagai satu2nya
model. Sebagai gantinya karya baru ini menerima kenyataan bahwa negara Dunia Ketiga dapat
memiliki kesempatan untuk menempuh arah dan menentukan model pembangunannya sendiri.
Teori modernisasi baru telah bergerak ke arah yang lebih canggih. Tidak lagi mengikuti arah
yang di tempuh oleh teori modernisasi klasik seperti ciri lurus, gerak maju dan tak terbalik.
e. Kajian-Kajian Teori Modernisasi Baru

Hasil kajian baru teori modernisasi tersebut telah menemukan beberapa wilayah kajian
yang barupula.

1. Kajian Wong Tentang Famiisme di Hongkong Dihubungkan dengan Pembangunan


Ekonomi
Dalam penelitian Wong, thesis tentang nilai-nilai tradisional yang kontra produktif
terhadap upaya pembangunan ekonomi tersebut berhasil dijawab dengan sebuah bukti
riil, justru metafora pranata keluarga telah cukup memberikan alasan untuk legalitas
hubungan antara patron (tuan/pemilik) dengan Klien (pekerja). Secara ekonomis,
hubungan paternalisme yang penuh dengan kebajikan itu telah membantu para
usahawan untuk menarik dan mempertahankan tenaga kerja yang ada di dalam industri
yang sangat fluktuatif. Wong ingin menunjukkan bahwa pranata keluarga memiliki
efek positif terhadap ekonomi pembangunan. Wong menunjukkan adanya praktik
manajemen paternalistik dibanyak badan usaha di hongkong. Nepotisme juga
memberikan andil terhadap keberhasilan berbagai badan usaha di hongkong. Adanya
model pemilikan modal keluarga yang membantu keberhasilan usaha etnis cina di
hongkong.
2. Kajian Dove: budaya lokal dan pembangunan di indonesia
Melalui kajian antropologis, Dove dan kawan-kawan mencoba melihat interaksi antara
kebijakan pembangunan nasional Indonesia dengan berbagai budaya lokal yang ada di
Indonesia. Oleh karena itu, sangat tidak beralasan jika terdapat upaya ke arah devaluasi,
depresiasi bahkan pengeliminasian terhadap budaya lokal, yang ironisnya banyak
dilakukan oleh para ilmuwan Sosial lokal. Menurut dove bahwa tradisional itu tidak
berarti terbelakang. Tradisional adalah proses perubahan ekonomi sosial dan politik
dari masyarakat dimana budaya tradisional melekat. Kajian dove tentang budaya
tradisional dengan pembangunan di indonesia mengkategorikan empat kelompok yaitu
agama tradisional (ideologi), ekonomi, lingkungan hidup, dan agama tradisional
(idelogi).
3. Kajian Lipset
Pada tahun 1960-an, Lipset mengungkapkan bahwa terdapat keterkaitan positif antara
pembangunan ekonomi dan demokrasi. Diasumsikan, bahwa semakin maju sebuah
negara secara ekonomis, semakin besar peluang yang dimilikinya untuk menegakkan
tatanan politik yang demokratis. Namun, tahun 1970-an, banyak pemerintahan yang
demokratis tumbang membuat para penganut teori modernisasi merasa pesimis
terhadap masa depan demokrasi politik di Dunia Ketiga. Tetapi, pada tahun 1980-an,
ketika pembangunan demokrasi di Dunia Ketiga, bangkit lagi, terdapat kecenderungan
untuk mengkaji masa transisi bangkitnya pembangunan demokrasi.

f. Daftar Pustaka
Fakih, Mansour. 2001. Runtuhnya Teori Pembangunna dan Globalisasi. Yogyakarta:
INSIST PRESS

Haryanto, Sindung. 2016. Sosiologi Agama: Dari Klasik Hingga Postmodern.


Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Karsidi, Ravik. 2010. Perubahan Sosial dan Teori Pembanunan (Cara Pandang
Modernisasi). Solo: UNS . http://ravik.staff.uns.ac.id

Rosana, Ellya. 2011. Modernisasi dan Perubahan Sosial. Jurnal TAPIs Vol.7 No.12
Januari-Juli 2011

Anda mungkin juga menyukai