Anda di halaman 1dari 21

 Pengertian Pembangunan Sosial Budaya

Siagian (1994) memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai “Suatu usaha


atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar
oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan
bangsa (nation building)”.
Menurut Enda (2010), sosial adalah cara tentang bagaimana para individu saling berhubungan.
Sedangkan menurut Daryanto (1998), sosial merupakan sesuatu yang menyangkut aspek hidup
masyarakat. Namun jika di lihat dari asal katanya, sosial berasal dari kata ”socius” yang berarti
segala sesuatu yang lahir, tumbuh dan berkembang dalam kehidupan secara bersama-sama.
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari Indonesia.buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture,
yang berasal dari kata LatinColere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga
sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur"
dalam bahasa Indonesia.
Jadi budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi dan merupakan system pengetahuan
yang meliputi system ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia. Kebudayaan
merupakan keseluruhan cara hidup masyarakat yang perwujudannya tampak pada tingkah laku
para anggotanya. kebudayaan tercipta oleh banyak faktor organ biologis manusia, lingkungan
alam, lingkungan sejarah, dan lingkungan psikologisnya. Masyarakat Budaya membentuk pola
budaya sekitar satu atau beberapa fokus budaya. Fokus budaya dapat berupa nilai misalnya
keagamaan, ekonomi, ideologi dan sebagainya.
Jadi pembangunan sosial budaya sebagai suatu proses perubahan sosial budaya terencana
yang dirancang untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, dimana pembangunan dilakukan
saling melengkapi proses pembangunan ekonomi.
 Aspek – Aspek Utama Dalam Sosial Budaya

a) Bahasa sebagai identitas bangsa


Bahasa merupakan aspek social budaya yang mutlak perlu untuk dikembangkan dan
dilestarikan. Karena peranannya yang sangat penting bagi salah satu alat pemersatu bangsa,
disamping peranannya dalam proses komunikasi dan sekaligus sebagai identitas bangsa yang
bersangkutan. Bahwa dalam masyarakat majemuk bahasa dapat dikategorikan sebagai bahasa
nasional disamping bahasa-bahasa daerah. Bahasa nasional harus dimasyarakatkan sedemikian
rupa sehingga semua warga negara menguasainya dan dapat berkomunikasi dalam bahasa
nasional tersebut.berbagai bahasa daerah harus dipadang sebagai “kekayaan nasional” dan oleh
karenanya harus pula dilestarikan. Tidak sulit untuk menemukan bangsa yang persatuannya
kukuh antara lain karena adanya bahasa nasional. Sebaliknya, tidak sedikit Negara bangsa yang
dilanda pertikaian dan disintegrasi social karena tidak adanya bahasa nasional dank arena upaya
yang tidak ada ujung pangkalnmya dari berbagai suku atau ras dimasyarakat yang ingin agar
bahasa mereka diterima sebagai bahasa nasional.
Disamping pelestarian bahasa nasional, pengembangannya pun sangat penting.
Pengembangan tersebut dapat dalam bentuk meminjam konsep dan istilah-istilah dari sumber
lain, termasuk bahasa daerah dan bahasa asing. Dengan demikian, bahasa nasional tersebut dapat
digunmakan sebagai alat komunikasi, baik lisan maupun tertulis, yang efektif untuk keperluan
komuniaksi politik, bisnis, militer, pengembangan ilmu perngetahuan, teknologi.dan tentu saja
untuk percakapan sehari-hari.
Dalam era globalisasi seperti sekarang dan dimasa-masa yang akan datang, disamping
penguasaan bahasa nasional yang terus berkembang sebagai “bahasa ibu”, perhatian perlu juga
diberikan kapada penguasaan bahasa asing tertentu, seperti bahsa Inggris, paling sedikit untuk
kelompok-kelompok tertentu dimasyarakat seperti politisi, para diplomat, birokrat senior,
masyarakat dunia usaha, dan para akademisi yang karena jabatan, kedudukan, fungsi dan
aktivitasnya sering berinteraksi dengan orang-orang asing. Penguasaan paling sedikit bahsa
inggris oleh kelompok-kelompok tersebut diatas, mutlak perlu karena dalam penyelenggaraan
tugas mereka pasti sering berinteraksi dengan orang-orang asing yang menjadi mitra kerjanya.
Bahkan ideal sekali apabila para anggota kelompok tersebut dapat berkomunikasi dalam bahasa-
bahasa asing lain, seperti bahasa prancis, bahasa jepang, bahasa mandarin, dan atau bahsa
lainnya yang oleh masyarakat dunia diakui sebagai bahasa internasional.
Dengan demikian, pada dasarnya bahwa pembangunan dibidang sosial budaya harus
mencakup pengembangan dan pelestarian bahasa.

b) Adat Istiadat dan Tradisi


Bahwa keseluruhan adat istiadat dan tradisi suatu masyarakat merupakan bagian penting
dari budaya masyarakat yang bersangkutan. Budaya suatu bangsa merupakan persepsi bersama
tentang tata cara berperilaku dalam masyarakat tersebut. Dalam masyarakat manapun, budaya
berfungsi antaralain sebagai berikut:
 Menentukan batas-batas keperilakuan dalam kehidupan bermasyarakat karena budaya “mengatur”
apa yang baik dan tidak baik, benar atau salah, pantas dan tidak pantas, boleh dilakukan atau
tidak boleh dilakukan, dan hal-hal sejenis seperi itu. Tentu saja hanya masyarakat yang
bersangkutanlah yang harus menetukan bagi dirinya sendiri “pengaturan” tersebut.
 Pemelihara stabilitas nasional. Fungsi pertama tersebut diatas, jelas menunjukkan bahwa setiap
warga masyarakat dituntut untuk melakuakan berbagai penyesuaian sehingga mencerminkan
nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat sebagai keseluruhan. Dengan demikian, dapat dicegah
timbulnya konflik antara seorang anggota masyarakat dengan anggota masyarakat lain.
 Pendorong interaksi positif dan harmonis. Sebagai makhluk sosial, manusia pasti berinteraksi
dengan orang lain disekitarnya. Bentuk-bentuj interaksi pun beranekaragam, tergantung pada
manfaat dan kepentingannya, seperti untuk kepentingan politik, ekonomi, bisnis, seremonial,
penyampaian informasi, atau untuk kepentingan nonformal lainnya. Apapun maksud dan
tujuannya, interaksi yng terjadi akan bersifat positif dan harmonis jika pihak-pihak yang terlibat
sama-sama terikat pada tata nilai dan tatakrama yang sama.
 Mekanisme pengendalian perilaku masyarakat. Adat istiadat dan tradisi yang berlaku dalam suatu
masyarakat juga berperan sebagai mekanisme dalam pengendalian perilaku para anggotanya,
baik dalam lingkungan masyarakat yang bersangkutan sendiri maupun dengan pihak lain.
Banyak sekali segi pengendalian tersebut, seperti tata cara upacara pernikahan, tata cara
pemakaman warga yang meninggal, tata cara menghormati orang yang lebih tua atau yang
dituakan, cara memberikan sesuatu, penggunaan berbagai atribut status sosial, dan lain
sebagainya.
Seorang warga masyarakat akan diterima sebagai warga yang terhormat apabila yang
bersangkutan mampu melakukan penyesuaian tersebut. Sebaliknya, melanggar norma-norma
adat istiadat dan tradisi dapat berakibat dikucilkannya seseorang dari lingkungan masyarakatnya.

c) Persepsi tentang Kekuasaan


Dalam organisasi apapun, termasuk dalam organisasi negara selalu terdapat sekelompok
orang yng memiliki kekuasaan tertentu. Sumber kekuasaan itupun dapat beranekaragam seperti
karena merupakan anggota dinasti yang memerintah suatu kerajaan karena dipilih untuk
memiliki pengetahuan dan informasi yang tidak dimiliki oleh orang lain. Pada umumnya, orang
lain dalam organisasi mengakui kekuasaan orang-orang tertentu karena yang bersangkutan
melakukan sesuatu tindakan yang tidak dapat dilakukan oleh orang-orang yang tidak memiliki
kekuasaan. Hal-hal tertentu tersebut lain ialah mengalokasikan dana dan daya, memberikan
penghargaan, memberikan imbalan, menghukum, dan mengenakan sanksi disiplin organisasi.
Biasanya berbagai masyarakat mempunyai persepsi yang berbeda-beda tentang
kekuasaan yang dalam bentuk yang ekstremnya tercermin pada dua “kutub”, pada satu kutub,
masyarakat memandang jarak kekuasaan antara penguasa dan yang dikuasai sebagai hal yang
wajar dan normal. Dalam praktek hal itu berarti bahwa semakin tinggi kedudukan dan jabatan
seseorang, semakin jauh pula “jarakanya” dari orang-orang dikuasainya. Dalam bentuknya yang
ekstrem, persepsi demikian terlihat dalam struktur organisasi yang piramidal. Dengan perkataan
lain, dalam masyarakat diakui adanya stratifikasi kekuasaan. Tidak mustahil lalu timbul
pandangan dari yang berkuasa bahwa “melahirkan” para despot dan diktator dengan kekuasaan
absolut dalam suatu negara. Pada kutub lain, jarak kekuasaan antara penguasa dengan yang
dikuasai pendek. Dengan perkataan lain, masyarakat menganut paham egalitarianisme. Sering
situasi demikian tercermin dalam kehidupan yang demikratis, baik dibidang politik, ekonomi,
maupun bidang sosial. Sudah tentu antara kedua kutub tersebut terdapat gradasi jarak kekuasaan
dimaksud.

d) Hubungan dengan alam


Sebagai unsur sosial budaya, pandangan suatu masyarakat tentang hubungannya
dengan alam perlu pemahaman yang tepat karena mempunyai kaitan dengan gaya hidup. Para
pakar mengatakan terdapat tiga jenis pandangan mengenai hal ini, yaitu manusia menguasai
alam, manusia dikuasai oleh alam, dan manusia harus memelihara hubungan yang serasi dengan
alam.
Jika suatu masyarakat menganut pandangan bahwa manusia menguasai alam, yang
sering terjadi ialah bahwa dengan segala kekayaan yang terkandung didalamnya dieksploitasi
dan dimanfaatkan demi kenikmatan hidup manusia. Masyarakat yang menganut paham demikian
sering dihinggapi oleh “penyakit” materialisme dan hedonisme karena antaralain menempatkan
perolehan dan penguasaan makin banyak kekayaan sebagai ukuran keberhasilan seseorang. Para
warga masyarakat mengatakan “nikmatilah hari ini dan biarlah hari esok mengurus dirinya
sendiri”.
Masyarakat yang menganut pandangan bahwa manusia dikuasai oleh alam pada
dasarnya berpendapat bahwa bumi ini hanyalah suatu mikrokosmos dan merupakan bagian dari
makrokosmos, yaitu semesta alam dengan segala isinya. Dalam masyarakat itu biasanya meluas
filsafat “predeterminisme” yang berangkat dari pandangan adanya kekuatan maha dahsyat yang
menguasai alam semesta. Kaum agamis menyebutkan dengan “Tuhan Yang Maha Kuasa”, dan
manusia harus taat sepenuhnya kepada kekuasaan tersebut.
Pandangan ketiga yaitu, manusia harus memelihara hubungan yang serasi dengan
alam, dapat dikatakan sebagai penggabungan ide pokok yang terdapat pada pandangan pertama
dan kedua yang telah disinggung diatas. Artinya, meskipun manusia boleh memanfaatkan alam
dan berbagai kekayaan yang terkandung didalamnya demi kesejahteraan umat manusia, akan
tetapi jangan hendaknya dalam pemanfaatan tersebut alam dirusak. Bahkan terdapat pandangan
ynag mengatakan bahwa jika manusia tidak mampu memelihara hubungan yang serasi dengan
alam dan merusaknya, misalnya, alam mempunyai cara sendiri untu “balas dendam”.

e) Pandangan tentang peranan wanita


Pengakuan atas persamaan kaum pria dan wanita dalam kehiduoan bermasyarakat
merupakan fenomena sosial yang relatif baru. Di kebanyakan masyarakat, emansipasi wanita
bahkan belum terjadi. Pandangan tradisional yang sangat prevalen menempatkan kaum wanita
pada posisi “warga negara kelas dua” dengan peranan yang sudah jelas, yaitu “tinggal di rumah,
mengurus rumah tangga, melayani suami dan membesarkan anak-anak”. Di lingkungan
masyarakat modern pandangan telah banyak berubah, antaralain karena sekitar 50% umat
manusia terdiri dari wanita, gerakan emansipasi yang dipelopori oleh kaum wanita sendiri dan
karena terbukanya akses bagi kaum wanita untuk menikmati pendidikan formal sampai ke strata
yang paling tinggi sekalipun. Akibatnya, dalam semua segi kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara, makin banyak wanita yang memainkan peranan yang semakin penting dan
menduduki semua eselon jabatan pimpinan hingga yang tertinggi. Dalam dunia politik, misalnya,
dunia mengenal wanita yang menjadi presiden, perdana menteri, duta besar dan para pejabat
senior dalam lingkungan birokrasi pemerintahan. Banyak perusahaan yang sudah
memperlakukan wanita sama dengan kaum pria, termasuk dalam promosi menduduki jabatan
manajerial yang paling senior sekalipun. Perkembangan serupa terlihat dalam organisasi sosial,
organisasi nirlaba, organisasi keagamaan, lembaga-lembaga pendidikan, dan berbagai profesi.
Kiranya tepat bila dikatakan bahwa perkembangan demikian harus disambut dengan gembira.

f) Sistem “keluarga besar”


Seperti telah diketahui, dalam berbagai masyarakat dikenal dua tipe “keluarga” yaitu
“nucleus family system” dan “extented family system”. Dalam sistem keluarga inti (nucleus
family system) suatu keluarga hanya terdiri dari suami, istri, dan anak-anaknya termasuk anak
biologis dan anak angkat. Dalam sistem demikian, ikatan kekeluargaan “sangat ketat” dalam arti
bahwa seorang kepala keluarga hanya merasa bertanggungjawab atas kesejahteraan para anggota
keluarga langsungnya saja. Sebaliknya, dalam sistem “keluarga besar” (extented family system)
tanggungjawab seorang pencari nafkah utama tidak hanya memikirkan kesejahteraaa istri dan
anak-anaknya, melainkan juga sanak saudara dekat lainnya.
Sistem keluarga ini perlu dikenali karena dapat menimbulkan berbagai implikasi negatif
dalam kehidupan bermasyarakat seperti primordialisme, nepotisme, kronisme. Ketiga hal
tersebut menjadi masalah karena orang-orang yang berkuasa cenderung mengesampingkan
kriteria-kriteria objektif dalam memperlakukan orang-orang yang dekat padanya dan
memberikan berbagai kemudahan yang memungkinkan mereka mendapat perlakuan khusus
berbeda dengan para warga masyarakat lainnya yang tidak dekat pada kekuasaan.
Pemahaman yang tepat terhadap berbagai implikasi faktor-faktor diatas penting untuk
menentukan strategi pembangunan bidang sosial budaya dengan tepat. Selain itu, pemahaman
tersebut menjadi penting apabila dikaitkan dengan kategorisasi anggota warga masyarakat.
Pembangunan aspek tersebut karena berorientasi pada masyarakat maka harus
dikategorisasikan dalam tiga kelompok golongan masyarakat yaitu golongan tradisional,
golongan modernis dan golongan ambivalen.
Pembangunan bidang sosial budaya merupakan hal yang tidak mudah karena menyangkut antara
lain filsafat hidup, pandangan hidup, persepsi, cara berpikir, system nilai, dan orientasi para
warga masyarakat. Disini terdapat kategorisasi berbagai golongan masyarakat, yaitu :
1. Golongan tradisionalis
Ciri pokok dari golongan ini yaitu sebgai berikut:
a. Mereka cenderung menolak proses modernisasi karena adanya persepsi bahwa modernisasi
identik dengan “westernisasi”.
b. Ciri kedua dari golongan tradisonalis menyangkut orientasi waktu, yaitu berorientasi ke
masalalu.
c. Ciri yang ketiga yaitu, karena tingkat pendidikan yang pada umumnya masih rendah dan
mungkin pula karena pengalaman dimasa penjajahan, kelompok ini sering menampilkan sikap
rendah diri terutama bila berhadapan dengan bangsa lain yang lebih maju, terutama orang-orang
barat.
d. Ciri keempat golongan tradisionalis ialah adanya stratifikasi sosial diterima sebagai suatu hal
yang wajar.
e. Kecenderungan kuat menolak perubahan.
f. Ikatan kekeluargaan yang masih sangat kuat.
2. Golongan modernis
Pada umumnya para anggota masyarakat yang termasuk golongan ini ialah mereka yang
telah memperoleh pendidikan, terutama pendidikan tinggi, baik didalam maupun diluar negeri.
Kedudukan mereka dalam masyarakat biasanya adalah selaku tenaga professional , termasuk
jabatan manajerial tingkat madya.
Ciri pokok golongan ini antaralain :
a. Memiliki wawasan luas yang menyangkut tata kehidupan modern.
b. Ciri kedua dari golongan ini ialah orientasi waktunya, yaitu masa depan.
c. Kesediaan memainkan peranan selaku pelopor dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
d. Ciri keempat, bahwa kelompok modernis sering diliputi oleh perasaan ketidaksabaran, bukan
hanya dalam menilai situasi dalam masyarakat akan tetapi juga dalam menjalankan
kepeloporannya.
Meskipun para modernis tidak luput dari kelemahan, kiranya dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah apabila dikatakan bahwa salah satu sasaran pembangunan
sosial budaya ialah memperbanyak jumlah anggota masyarakat modernis.
3. Golongan ambivalen
Sesungguhnya keberadaan golongan ini tidak diinginkan dalam suatu masyarakat.
Dikatakan demikian karena keseluruhan cirri-cirinya menunjukkan sifat yang oportunistik dan
bahkan menjadi parasit di masyarakat. Tindakannya salalu didasarkan pada untung rugi bagi diri
sendiri. Tiga ciri yang sangat menonjol ialah sabagai berikut :
a. Orientasi waktu kelompok ini adalah masa sekarang.
b. Bagi kelompok ini tampaknya berlaku “rumus” bahwa suatu perubahan yang dipelopori oleh
pihak lain, seperti kaum modernis misalnya, hanya akan diterima apabila dipersepsikan bahwa
perubahan akan “gemerincing dikantongnya”.
c. ciri ketiga ialah, cepatnya mereka berganti “warna” dari “warna” lama yang tidak
menguntungkan menjadi “warna” yang lebih menjamin kenikmatan sekarang.

 Indikator Keberhasilan di Bidang Sosial dan Budaya


Pembangunan sosial dapat didefinisikan sebagai strategi kolektif dan terencana guna
meningkatkan kualitas hidup manusia melalui seperangkat kebijakan sosial yang mencakup
sektor pendidikan, kesehatan, perumahan, ketenagakerjaan, jaminan sosial dan penanggulangan
kemiskinan. Istilah pembangunan sosial (social development) sering dipertukarkan dengan
pembangunan manusia (human development) dan pembangunan kesejahteraan sosial (social
welfare development). Secara konseptual, ketiganya sesungguhnya memiliki arena dan
konsentrasi yang relatif berbeda, meskipun bersinggungan. Bila pembangunan sosial lebih
berorientasi pada peningkatan kualitas hidup manusia dalam arti luas, maka pembangunan
manusia memfokuskan perhatiannya pada peningkatan modal manusia (human capital) yang
diukur melalui dua indikator utama; pendidikan (misalnya angka melek huruf) dan kesehatan
(misalnya angka harapan hidup). Sementara itu, pembangunan kesejahteraan sosial lebih
berorientasi pada peningkatan modal sosial (social capital) yang dapat dilihat dari indikator
keberfungsian sosial (social functioning) yang mencakup kemampuan memenuhi kebutuhan
dasar, melaksanakan peran sosial serta menghadapi goncangan dan tekanan kehidupan.
Meskipun sasaran pelayanan pembangunan kesejahteraan sosial mencakup individu dan
masyarakat dari berbagai kelas sosial ekonomi, namun sasaran utama pelayanan pembangunan
sosial pada umumnya adalah mereka yang tergolong kelompok-kelompok kurang beruntung
(disadvantaged groups) yang di Indonesia dikenal dengan nama Pemerlu Pelayanan
Kesejahteraan Sosial (PPKS).
Krisis multi dimensi yang dihadapi bangsa Indonesia sejak tahun 1998 tidak hanya
menyangkut aspek ekonomi dan politik, tetapi juga merambat kepada aspek pembangunan sosial,
khususnya pembangunan Kesejahteraan Sosial. Ternyata, kondisi sosial ekonomi dan politik
bangsa Indonesia sangat rapuh dan rentan terhadap terpaan arus globalisasi. Hal itu menuntut
semua komponen bangsa untuk mengkaji ulang paradigma pembangunan dan tidak terkecuali
paradigma pembangunan Kesejahteraan Sosial. Romanyshyn (1971) menyatakan istilah
“Kesejahteraan Sosial” seringkali diekspresikan secara kabur dan konsepnya selalu berubah-
ubah, yang memiliki konotasi negatif dan positif. Dalam arti sempit, kesejahteraan sosial
diartikan sebagai bantuan finansial dan pelayanan lain bagi golongan masyarakat yang kurang
beruntung.
Banyak arti yang diberikan pada istilah kesejahteraan sosial (Suharto, 2005).
Kesejahteraan sosial seringkali menyentuh, berkaitan, atau bahkan, selintas, bertumpang-tindih
(overlapping) dengan bidang lain yang umumnya dikategorikan sebagai bidang sosial, misalnya
kesehatan, pendidikan, perumahan, dll. Spicker (1995:5) membantu mempertegas substansi
kesejahteraan sosial dengan menyatakan bahwa welfare (kesejahteraan) dapat diartikan sebagai
“well-being” atau “kondisi sejahtera”. Namun, welfare juga berarti ‘The provision of social
services provided by the state’ dan sebagai ‘Certain types of benefits, especially means-tested
social security, aimed at poor people’.Kesejahteraan menunjuk pada pemberian pelayanan sosial
yang dilakukan oleh Negara atau jenis-jenistunjangan tertentu, khususnya jaminan sosial yang
ditujukan bagi orang miskin. Menurut Howard Jones(1990), tujuan utama kesejahteraan sosial,
yang pertama dan utama, adalah penanggulangan kemiskinan dalam berbagai manifestasinya.
“The achievement of social welfare means, first and foremost, the alleviation of poverty in its
many manifestations” (Jones, 1990:281). Makna “kemiskinan dalam berbagai manifestasinya”
menekankan bahwa masalah kemiskinan disini tidak hanya menunjuk pada “kemiskinan fisik”,
seperti rendahnya pendapatan (income poverty) atau rumah tidak layak huni, melainkan pula
mencakup berbagai bentuk masalah sosial lain yang terkait dengannya, seperti anak jalanan,
pekerja anak, perdagangan manusia, pelacuran, pengemis, pekerja migran, termasuk didalamnya
menyangkut masalah kebodohan, keterbelakangan, serta kapasitas dan efektifitas lembaga-
lembaga pelayanan sosial pemerintah dan swasta (LSM, Orsos, institusi lokal) yang terlibat
dalam penanggulangan kemiskinan.

 Peran Pendidikan Dalam Pembangunan Sosial Budaya


Pada dasarnya, bahwa pembangunan sosial budaya ialah mewujudkan masyarakat bangsa
yang modern, setara dengan bangsa-bangsa lain di dunia dengan tetap mempertahankan jati diri
bangsa yang bersangkutan yang menjadikannya sebagai bangsa yang khas sifatnya. Telah terlihat
pula bahwa pembangunan sosial budaya menyangkut antara lain kesediaan menerima perubahan
dalam berbagai segi kehidupan dan penghidupan, termasuk cara berpikir, gaya hidup, cara
bekerja, dal sebagainya.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa wahana yang paling efektif untuk
menyelenggarakan pembangunan sosial budaya adalah melalui pendidikan dalam arti yang
seluas-luasnya.

a) Pendidikan formal
Pendidikan formal berlangsung secara berjenjang mulai dari taman kanak-kanak hingga
pendidikan tinggi. Para pakar pendidikan mengatakan bahwa pendidikan formal biasanya
berlangsung disekolah dan sasaran utamanya adalah mengalihkan pengetahuan dari pendidik
kepada anak didik. Tetapi banyak aspek lain yang perlu pula ditanagani melalui pendidikan
formal, seperti aspek moral, aspek etika, hak dan tanggungjawab sebagai warga negara yang
baik, cara berpikir secara rasional, kebneranian mengambil resiko, ketegasan dalam mengambil
keputusan, dan lain sebagainya. Pengetahuan yang diperoleh melalui pendidikan formal pada
akhirnya harus diabdikan demi kepentingan kemajuan bangsa dan Negara. Olehkarena itu
keseluruhan kegiatan pendidikan formal, baik dalam arti kegiatan kurikuler maupun
ekstrakulikuler sesungguhnya harus dikaitkan dengan kebutuhan nasional akan sumber daya
manusia yang memenuhi tuntutan pembangunan nasional dengan segala bidang, aspek, dan
sektornya. Dengan perkataan lain, pendidikan lebih dari sekedar pengajaran meskipun
pengajaran merupakan bagian penting dari pendidikan. Keberhasilan kegiatan pendidikan
memerlukan dukungan perangkat keras dan perangkat lunak seperti kurikulum yang tepat, proes
kegiatan belajar mengajar yang efektif, sarana dan prasarana yang memadai, termasuk peralatan
laboratorium, penggunaan teknik-teknik mengajar yang memepermudah pengaliahn
pengetahuan, dan yang terpenting adalah tersedianya tenaga yang betul-betul menguasai bidang
yang diajarkannya.

b) Pelatihan sebagai aspek pendidikan formal


Upaya mencerdaskan bangsa tidak terbatas hanya pada penyelenggaraan pendidikan
formal. Kegiatan yang tidak kalah pentingnya adalah pelatihan yang sangat beraneka ragam.
Pelatihan merupakan upaya untuk mengalihakn keterampilan dari pelatih kepada para peserta
pelatihan. Sering orang berpendapat bahwa pelatihan hanya diperuntukkan bagi mereka yang
ingin menguasai segi-segi teknis suatu pekerjaan seperti montir dan sejenisnya. Pandangan
demikian terlalu sempit. Pelatihan dapat pula diselenggarakan untuk memberikan kemahiran dan
keterampilan baru bagi semua profesi, jabatan, dan kedudukan. Pelatihan tidak hanya berupa
kegiatan dikelas akan tetapiterdapat dalam bentuk-bentuk lain seperti seminar, diskusi panel,
konferensi, dan lain-lain.
c) Pemberantasan buta huruf
Tingkat pendidikan rata-rata warga masyarakat di negara-negara terbelakang
masih rendah. Dan bahkan tidak sedikit warga negara yang masih buta aksara. Upaya
memberantas buta aksara harus dipandang sebagai bagian dari keseluruhan pendidikan dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Siapapun akan mengakui bahwa kemampuan membaca
dan menulis akan memperluas cakrawala pandangan seseorang. Misalnya, disatu pihak ia dapat
menggali sendiri informasi yang diperlukannya dan di pihak lain yang bersangkutan dapat
memberikan informasi yang dimilikinya dan diperlukan oleh orang lain. Manfaat lain ialah
dimungkinkannya seseorang menambah pengetahuan dan keterampilan yang pada gilirannya
menambah alat yang dapat digunakan untuk memperkaya kehidupannya. Yang bersangkutan
juga akan makin mengetahui hak dan kewajibannya sebagai warga Negara yang
bertanggungjawab.
Perkembangan Sosial Budaya Indonesia
Kemampuan manusia membina hubungan dengan lingkungannya secara aktif itu telah
membuka peluang bagi pengembangan berbagai bentuk organisasi dan kebudayaan menuju
peradaban. Dinamika sosial itu telah mewujudkan aneka ragam masyarakat dan kebudayaan
dunia, baik sebagai perwujudan adaptasi kelompok sosial terhadap lingkungan setempat maupun
karena kecepatan perkembangannya.
a) Masyarakat dan Kebudayaan Indonesia
Dinamika sosial dan kebudayaan itu, tidak terkecuali melanda masyarakat Indonesia, walaupun
luas spektrum dan kecepatannya berbeda-beda. Demikian pula masyarakat dan kebudayaan
Indonesia pernah berkembang dengan pesatnya di masa lampau, walaupun perkembangannya
dewasa ini agak tertinggal apabila dibandingkan dengan perkembangan di negara maju lainnya.
Betapapun, masyarakat dan kebudayaan Indonesia yang beranekaragam itu tidak pernah
mengalami kemandegan sebagai perwujudan tanggapan aktif masyarakat terhadap tantangan
yang timbul akibat perubahan lingkungan dalam arti luas maupun pergantian generasi.
Ada sejumlah kekuatan yang mendorong terjadinya perkembangan sosial budaya masyarakat
Indonesia. Secara kategorikal ada 2 kekuatan yang mmicu perubahan sosial, Petama, adalah
kekuatan dari dalam masyarakat sendiri (internal factor), seperti pergantian generasi dan
berbagai penemuan dan rekayasa setempat. Kedua, adalah kekuatan dari luar masyarakat
(external factor), seperti pengaruh kontak-kontak antar budaya (culture contact) secara langsung
maupun persebaran (unsur) kebudayaan serta perubahan lingkungan hidup yang pada gilirannya
dapat memacu perkembangan sosial dan kebudayaan masyarakat yang harus menata kembali
kehidupan mereka .
Betapapun cepat atau lambatnya perkembangan sosial budaya yang melanda, dan faktor apapun
penyebabnya, setiap perubahan yang terjadi akan menimbulkan reaksi pro dan kontra terhadap
masyarakat atau bangsa yang bersangkutan. Besar kecilnya reaksi pro dan kontra itu dapat
mengancam kemapanan dan bahkan dapat pula menimbulkan disintegrasi sosial terutama dalam
masyarakat majemuk dengan multi kultur seperti Indonesia.
b) Perkembangan Sosial Budaya Dewasa Ini
Indonesia dewasa ini sedang mengalami masa pancaroba yang amat dahsyat sebagai akibat
tuntutan reformasi secara menyeluruh. Sedang tuntutan reformasi itu berpangkal pada kegiatan
pembangunan nasional yang menerapkan teknologi maju untuk mempercepat pelaksanaannya.
Di lain pihak, tanpa disadari, penerapan teknologi maju itu menuntut acuan nilai-nilai budaya,
norma-norma sosial dan orientasi baru. Tidaklah mengherankan apabila masyarakat Indonesia
yang majemuk dengan multi kulturalnya itu seolah-olah mengalami kelimbungan dalam menata
kembali tatanan sosial, politik dan kebudayaan dewasa ini.
 Penerapan teknologi maju
Penerapan teknologi maju untuk mempercepat pebangunan nasional selama 32 tahun yang lalu
telah menuntut pengembangan perangkat nilai budaya, norma sosial disamping ketrampilan dan
keahlian tenagakerja dengn sikap mental yang mendukungnya. Penerapan teknologi maju yang
mahal biayanya itu memerlukan penanaman modal yang besar (intensive capital investment);
Modal yang besar itu harus dikelola secara professional (management) agar dapat mendatangkan
keuntungan materi seoptimal mungkin; Karena itu juga memerlukan tenagakerja yang
berketrampilan dan professional dengan orientasi senantiasa mengejar keberhasilan (achievement
orientation).
Tanpa disadari, kenyataan tersebut, telah memacu perkembangan tatanan sosial di segenap sektor
kehidupan yang pada gilirannya telah menimbulkan berbagai reaksi pro dan kontra di kalangan
masyarakat. Dalam proses perkembangan sosial budaya itu, biasanya hanya mereka yang
mempunyai berbagai keunggulan sosial-politik, ekonomi dan teknologi yang akan keluar sebagai
pemenang dalam persaingan bebas. Akibatnya mereka yang tidak siap akan tergusur dan
semakin terpuruk hidupnya, dan memperlebar serta memperdalam kesenjangan sosial yang pada
gilirannya dapat menimbulkan kecemburuan sosial yang memperbesar potensi konflik
sosial.dalam masyarakat majemuk dengan multi kulturnya.
 Keterbatasan lingkungan (environment scarcity)
Penerapan teknologi maju yang mahal biayanya cenderung bersifat exploitative dan expansif
dalam pelaksanaannya. Untuk mengejar keuntungan materi seoptimal mungkin, mesin-mesin
berat yang mahal harganya dan biaya perawatannya, mendorong pengusaha untuk
menggunakannya secara intensif tanpa mengenal waktu. Pembabatan dhutan secara besar-
besaran tanpa mengenal waktu siang dan malam, demikian juga mesin pabrik harus bekerja terus
menerus dan mengoah bahan mentah menjadi barang jadi yang siap di lempar ke pasar.
Pemenuhan bahan mentah yang diperlukan telah menimbulkan tekanan pada lingkungan yang
pada gilirannya mengancam kehidupan penduduk yang dilahirkan, dibesarkan dan
mengembangkan kehidupan di lingkungan yang di exploitasi secara besar-besaran.
Di samping itu penerapan teknologi maju juga cenderung tidak mengenal batas lingkungan
geografik, sosial dan kebudayaan maupun politik. Di mana ada sumber daya alam yang
diperlukan untuk memperlancar kegiatan industri yang ditopang dengan peralatan modern,
kesana pula mesin-mesin modern didatangkan dan digunakan tanpa memperhatikan kearifan
lingkungan (ecological wisdom) penduduk setempat.
Ketimpangan sosial-budaya antar penduduk pedesaan dan perkotaan ini pada gilirannya juga
menjadi salah satu pemicu perkembangan norma-norma sosial dan nilai-nilai budaya yang
befungsi sebagai pedoman dan kerangka acuan penduduk perdesaan yang harus nmampu
memperluas jaringan sosial secara menguntungkan. Apa yang seringkali dilupakan orang adalah
lumpuhnya pranata sosial lama sehingga penduduk seolah-olahkehilangan pedoman dalam
melakukan kegiatan. Kalaupun pranata sosial itu masih ada, namun tidak berfungsi lagi dalam
menata kehidupan pendudduk sehari-hari. Seolah-olah terah terjadi kelumpuhan sosial seperti
kasus lumpur panas Sidoarjo, pembalakan liar oleh orang kota, penyitaan kayu tebangan tanpa
alas dan hukum yang jelas, penguasaan lahan oleh mereka yang tidak berhak.
Kelumpuhan sosial itu telah menimbulkan konflik sosial yang berkepanjangan dan berlanjut
dengan pertikaian yang disertai kekerasan.
Permasalahan Sosial Budaya Di Indonesia
Bicara tentang sosial, erat kaitannya dengan masyarakat dan hubungan antar masyarakat.
Hubungan antar masyarakat yang beragam menciptakan suatu kebiasaan yang disebut juga
budaya. Jadi, sosial budaya membahas tentang fakta-fakta kebiasaan masyarakat dalam
berinteraksi satu dengan yang lain.
a) Sosialisasi di Zaman Globalisasi
Perkembangan sosial yang membudaya di Indonesia berbanding lurus dengan zaman yang
sedang berkembang. Zaman yang berkembang dari tahun ke tahun dan teknologi yang kian
canggih, mempengaruhi masyarakat Indonesia dalam bersosialisasi.
Terutama pada zaman globalisasi ini. Globalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai-
nilai dan budaya tertentu keseluruh dunia (sehingga menjadi budaya dunia atau world culture)
telah terlihat semenjak lama. Cikal bakal dari persebaran budaya dunia ini dapat ditelusuri dari
perjalanan para penjelajah Eropa Barat (Lucian W. Pye, 1966) ke berbagai tempat di dunia ini
(id.wikipedia.org).Namun, perkembangan globalisasi kebudayaan secara intensif terjadi pada
awal ke-20 dengan berkembangnya teknologi komunikasi.
Arus globalisasi pasti mempunyai dampak yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam
sosial budaya Indonesia. Beberapa pengaruh globalisasi dalam sosial budaya di Indonesia, antara
lain:
 . Meningkatnya individualisme.
Di era globalisasi ini, kesempatan individu untuk mengatur dan menentukan yang baik bagi
dirinya sendiri sangat terbuka lebar. Hidup perorangan tanpa memperdulikan lingungan sekitar,
nantinya akan merugikan diri sendiri.
 . Cultur Shock (gegar budaya).
Culture Shock biasanya ditandai dengan perubahan budaya maupun kebiasaan dalam
masyarakat. Norma masyarakat yang sebelumnya menjadi pedoman bagi seseorang bertindak
perlahan- lahan berubah menjadi longgar. Misalnya kebiasaan memberikan salam dan mencium
tangan pada orang tua sudah pudar di kalangan generasi muda.
 . Cultur Lag (kesenjangan budaya).
Cultur lag ditandai dengan kebiasaan anggota masyarakat melanggar aturan atau hukum.
Misalnya : Di ruang AC, di bis umum ber-AC walaupun tertulis larangan merokok, ternyata
masih banyak yang merokok.
 . Pola Kerja.
Globalisasi membawa perubahan yang mendalam dalam dunia kerja. Pola perdagangan
internasional yang baru dan cenderung ke arah ekonomi berbasis pengetahuan mempunyai
dampak luar biasa bagi pola kerja. Pekerja tanpa ketrampilan akan digantikan oleh pekerja yang
memiliki ketrampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan oleh industri modern.
 Kebudayaan Pop.
Karena globalisasi, image gagasan dan gaya hidup baru menyebar dengan cepat ke seluruh
pelosok dunia. Perdagangan, teknologi informasi baru, dan migrasi global telah memberi
kontribusi besar bagi penyebaran citra, gagasan, dan gaya hidup baru tersebut melintasi batas-
batas negara.

b) Teknologi Komunikasi yang Mengglobal di Indonesia


Permasalahan sosial budaya di Indonesia sekarang ini banyak hubungannya dengan teknologi
komunikasi. Teknologi yang kian canggih sangat membantu manusia dalam memenuhi
kepuasannya. Namun jika salah dalam penggunaannya, teknologi bisa jadi ancaman bagi
manusia (dalam hal ini masalah bersosialisasi).
Teknologi yang paling berpengaruh dalam hal bersosialisasi adalah Handphone dan Internet.
Teknologi tersebut memungkinkan kita untuk bersosialisasi dengan individu lainnya dari jarak
jauh. Terutama yang sedang marak sekarang ini adalah layanan jejaring sosial (social network).
Facebook, twitter, Blackberry Mesenger adalah sebagian dari layanan social network
yangmenjadi trend di indonesia.
Memang dengan adanya layanan tersebut terkadang bersosialisasi menjadi mudah, membuat
yang jauh menjadi dekat tetapi juga terkadang membuat yang dekat menjadi jauh. Waktu pun
tersita banyak dengan beraktifitas menggunakan social network tersebut, akhirnya interaksi
dengan lingkungan sekitar berkurang dan lama kelamaan menjadi asosial dengan lingkungan
dekatnya sendiri. Permasalahan sosial seperti ini kadang disepelekan oleh masyarakat Indonesia,
sebenarnya berpengaruh besar bagi nilai budaya Indonesia.
Permasalah sosial lainnya adalah sikap dan respon masyarakat Indonesia di situs jejaring
sosial. Karena dalam jejaring sosial kita berkomunikasi secara tidak langsung, jadi sulit menerka
maksud dan tujuan dari tulisan seseorang dalam jejaring sosial. Sering terjadi kesalahpahaman
yang nantinya akan bercabang dengan masalah yang lain. Celah itu pun banyak dilakukan untuk
modus kejahatan seperti penipuan dll. Itu lah beberapa masalah sosial yang terjadi di Indonesia
karena teknologi komunikasi yang salah dalam penggunaannya.
Kesimpulan Mengenai Aktifitas Manusia dalam Upaya Pembangunan Sosial

Pembangunan bidang sosial budaya merupakan hal yang tidak mudah, karena terkait
dnegan persoalan filsafat hidup bangsa, pandangan hidup masyarakat, persepsi, cara berfikir,
sistem nilai dan orientasi pada masyarakat. Sasaran dari pembangunan bidang sosial budaya
adalah membangun negara bangsa sehingga menjadi negara modern tanpa kehilangan jati
dirinya. Dalam meyusun strategi pembangunan bidang sosial budaya, aspek yang perlu menjadi
perhatian adalah :
1. Bahasa
2. Adat istiadat
3. Persepsi tetang kekuasaan,
4. Hubungan dengan alam,
5. Locus of sistem,
6. Pandangan tetnang wanita, dan
7. Sistem keluarga besar.

Pembangunan aspek tersebut karena berorientasi pada masyarakat maka harus


dikategorisasikan dalam tiga kelompok Golongan masyarakat yaitu golongan tradisional,
golongan modernis dan golongan ambivalen. Golongan masyarakat ynag tradisional cenderung
menolak modernisasi karena menganggap bahwa modernisasi lebih dekat pada proses
“westernisasi”, berorientasi masa lalu dan tingkat pendidikan yang masih rendah. Golongan
modernis adalah golongan yang telah medapatkan pendidikan , terutama pendidikan tinggi,
memiliki wawasan luas, dan berorientasi masa depan. Sedangkan Golongan ambivalen
berorientasi masa sekarang, dan tidak mau bertanggung jawab dan mengambil resiko dari
modernisasi.

Strategi yang dapat ditempuh untuk melakukan pembangunan sosial budaya adalah dengan
pendidikan dalam arti yang seluas-luasnya. Yang dimaksudkan dalam pendidikan yang seluas-
luasnya adalah segala upaya yang dilakukan demi terwujudnya masyarakat modern yang
didambakan. Artinya bahwa proses pendidikan dapat bersifat formal, informal dan non formal.
Dan masyarakat yang sedang membangun mutlak perlu mengembangkan apa
yang sering disebut sebagai “industri pengetahuan” yang memungkinkan seluruh masyarakat
untuk terlibat dalam pendidikan seumur hidup. Kiranya dapat dinyatakan bahwa umat manusia
belum menemukan cara lain untuk menyelenggarakan pembangunan dibidang social budaya
kecuali melalui pendidikan dengan aneka ragam betuk, jenis, cakupan, sasaran, dan objeknya.
Artikel Mengenai Aktifitas Manusia dalam

Upaya Pembangunan Sosial

NAMA : BAGUS DWI ANDIKA

KELAS : 5.B

Anda mungkin juga menyukai