Anda di halaman 1dari 51

Skip to content

khip03
06.06.11
by Zulkifli Muhtar

Makalah Landasan
Pengembangan Kurikulum
BAB I

PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG

Kurikulum sebagai sebuah rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat


strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum
di dalam pendidikan dan dalam perkembangan kehidupan manusia, maka dalam penyusunan
kurikulum tidak bisa dilakukan tanpa menggunakan landasan yang kokoh dan kuat.

Landasan pengembangan kurikulum tidak hanya diperlukan bagi para penyusun kurikulum
atau kurikulum tertulis yang sering disebut juga sebagai kurikulum ideal, akan tetapi terutama
harus dipahami dan dijadikan dasar pertimbangan oleh para pelaksana kurikulum yaitu para
pengawas pendidikan dan para guru serta pihak-pihak lain yang terkait dengan tugas-tugas
pengelolaan pendidikan, sebagai bahan untuk dijadikan instrumen dalam melakukan
pembinaan terhadap implementasi kurikulum di setiap jenjang pendidikan. Penyusunan dan
pengembangan kurikulum tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Dibutuhkan berbagai
landasan yang kuat agar mampu dijadikan dasar pijakan dalam melakukan proses
penyelenggaraan pendidikan, sehingga dapat memfasilitasi tercapainya sasaran pendidikan
dan pembelajaran secara lebih efektif dan efisien.

1.2TUJUAN

Melalui pemaparan topik ini mahasiswa diharapkan:

1. Memiliki wawasan/pemahaman yang luas tentang landasan pengembangan


kurikulum.
2. Mengidentifikasi beberapa landasan kurikulum yang harus dijadikan dasar pijakan
dalam mengembangkan kurikulum oleh berbagai pihak terkait, seperti para pembuat
kebijakan pendidikan, baik di tingkat pusat maupun daerah dalam melakukan program
perencanaan pendidikan maupun dalam melakukan pembinaan.
3. Memiliki sikap yang positif bahwa setiap landasan pengembangan kurikulum harus
dijadikan dasar pertimbangan oleh para guru, kepala sekolah terutama dalam
mengembangkan isi maupun dalam melaksanakan proses pembelajaran, sehingga
program pendidikan/kurikulum yang diterapkan memiliki nilai manfaat yang optimal
bagi siswa, masyarakat, bangsa, dan negara.

1.3Metode Penulisan

Tim penyusun mempergunakan metode studi pustaka dalam menyusun makalah ini.
BAB II

LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

Suatu bangunan kurikulum memiliki empat komponen yaitu komponen tujuan, isi/materi,
proses pembelajaran, dan komponen evaluasi, maka agar setiap komponen bisa menjalankan
fungsinya secara tepat dan bersinergi, maka perlu ditopang oleh sejumlah landasan yaitu
landasan filosofis sebagai landasan utama, masyarakat dan kebudayaan, individu (peserta
didik), dan teori-teori belajar (psikologis).

2.1LANDASAN FILOSOFIS

Landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum ialah pentingnya rumusan yang


didapatkan dari hasil berpikir secara mendalam, analisis, logis, sistematis dalam
merencanakan, melaksanakan, membina dan mengembangkan kurikulum baik dalam bentuk
kurikulum sebagai rencana (tertulis), terlebih kurikulum dalam bentuk pelaksanaan di
sekolah.

1. 1. Filsafat Pendidikan

Filsafat berupaya mengkaji berbagai permasalahan yang dihadapai manusia, termasuk


masalah pendidikan. Pendidikan sebagai ilmu terapan, tentu saja memerlukan ilmu-ilmu lain
sebagai penunjang, di antaranya filsafat. Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan
dan pemikiran-pemikiran filosofis untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan. Menurut
Redja Mudyahardjo (1989), terdapat tiga sistem pemikiran filsafat yang sangat besar
pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan pada umumnya dan pendidikan di Indonesia pada
khususnya, yaitu : filsafat idealisme, realisme dan filsafat fragmatisme.

1. 2. Filsafat dan Tujuan Pendidikan

Bidang telaahan filsafat pada awalnya mempersoalkan siapa manusia itu? Kajian terhadap
persoalan ini berupaya untuk menelusuri hakikat manusia, sehingga muncul beberapa asumsi
tentang manusia. Misalnya manusia adalah makhluk religius, makhluk sosial, makhluk yang
berbudaya, dan lain sebagainya. Dari beberapa telaahan tersebut filsafat mencoba menelaah
tentang tiga pokok persoalan, yaitu hakikat benar-salah (logika), hakikat baik-buruk (etika),
dan hakikat indah-jelek (estetika). Oleh karena itu maka ketiga pandangan tersebut sangat
dibutuhkan dalam pendidikan. Terutama dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan.
Artinya ke mana pendidikan akan dibawa, terlebih dahulu harus ada kejelasan pandangan
hidup manusia atau tentang hidup dan eksistensinya.

Filsafat akan menentukan arah kemana peserta didik akan dibawa, filsafat merupakan
perangkat nilai-nilai yang melandasi dan membimbing ke arah pencapaian tujuan pendidikan.
Oleh karena itu, filsafat yang dianut oleh suatu bangsa atau kelompok masyarakat tertentu
atau bahkan yang dianut oleh perorangan akan sangat mempengaruhi terhadap tujuan
pendidikan yang ingin dicapai.

Tujuan pendidikan nasional di Indonesia tentu saja bersumber pada pandangan dan cara
hidup manusia Indonesia, yakni Pancasila. Hal ini berarti bahwa pendidikan di Indonesia
harus membawa peserta didik agar menjadi manusia yang berPancasila. Dengan kata lain,
landasan dan arah yang ingin diwujudkan oleh pendidikan di Indonesia adalah yang sesuai
dengan kandungan falsafah Pancasila itu sendiri.

Sebagai implikasi dari nilai-nilai filsafat Pancasila yang dianut bangsa Indonesia,
dicerminkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional seperti terdapat dalam UU No.20
Tahun 2003, yaitu : Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadimanusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga yang
demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 2 dan 3). Dalam rumusan tujuan pendidikan
nasional tersebut, tersurat dan tersirat nilai-nilai yang terkandung dalam rumusan Pancasila.

Melalui rumusan tujuan pendidikan nasional di atas, sudah jelas tergambar bahwa peserta
didikyang ingin dihasilkan oleh sistem pendidikan kita antara lain adalah untuk melahirkan
manusia yang beriman, bertaqwa, berilmu dan beramal dalam kondisi yang serasi, selaras dan
seimbang. Di sinilah pentingnya filsafat sebagai pandangan hidup manusia dalam
hubunganya dengan pendidikan dan pembelajaran.

1. 3. Manfaat Filsafat Pendidikan

Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dari pemikiran-pemikiran filsafat untuk
memecahkan permasalahn pendidikan. Dengan demikian tentu saja bahwa filsafat memiliki
manfaat dan memberikan kontribusi yang besar terutama dalam memberikan kajian sistematis
berkenaan dengan kepentingan pendidikan. Menurut Nasution (1982) mengidentifikasi
beberapa manfaat filsafat pendidikan, yaitu:

1) Filsafat pendidikan dapat menentukan arah akan dibawa ke mana anak-anak melalui
pendidikan di sekolah? Sekolah adalah suatu lembaga yang didirikan untuk mendidik anak-
anak ke arah yang dicita-citakan oleh masyarakat, bangsa dan negara.

2) Dengan adanya tujuan pendidikan yang diwarnai oleh filsafat yang dianut, kita mendapat
hambaran yang jelas tentang hasil yang harus dicapai.

3) Filsafat dan tujuan pendidikan memberi kesatuan yang bulat kepada segala usaha
pendidikan.
4) Tujuan pendidikan memungkinkan si penduduk menilai usahanya, hingga manakah
tujuan itu tercapai.

5) Tujuan pendidikan memberikan motivasi atau dorongan bagi kegiatan-lkegiatan


pendidikan.

1. 4. Kurikulum dan Filsafat Pendidikan

Kurikulum pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan, karena tujuan
pendidikan sangat dipengaruhi oleh filsafat atau pandangan hidup suatu bangsa, maka tentu
saja kurikulum yang dikembangkan juga akan mencerminkan falsafah/pandangan hidup yang
dianut oleh bangsa tersebut oleh karena itu terdapat hubungan yang sangat erat antara
kurikulum pendidikan di suatu negara dengan filsafat negara yang dianutnya. Sebagai contoh,
Indonesia pada masa penjajahan Belanda, kurikulum yang dianut pada masa itu sangat
berorientasi pada kepentingan politik Belanda. Demikian pula pada saat negara kita dijajah
Jepang, maka orientasi kurikulum berpindah yaitu disesuaikan dengan kepentingan dan
sistem nilai yang dianut oleh negara Matahari Terbit itu. Setelah Indonesia mencapai
kemerdekaannya, dan secara bulat dan utuh menggunakan pancasila sebagai dasar dan
falsafah dalam berbangsa dan bernegara, maka kurikulum pendidikan pun disesuaikan
dengan nilai-nilai pancasila itu sendiri.

Pengembangan kurikulum walaupun pada tahap awal sangat dipengaruhi oleh filsafat dan
ideologi negara, namun tidak berarti bahwa kurikulum bersifat statis, melainkan senantiasa
memerluka pengembangan, pembaharuan dan penyempurnaan disesuaikan dengan kebutuhan
dan tuntutan dan perkembangan zaman yang senantiasa cepat berubah.

2.2LANDASAN PSIKOLOGIS

Penerapan landasan psikologi dalam pengembangan kurikulum, tiada lain agar upaya
pendidikan yang dilakukan dapat menyesuaikan dari segi materi atau bahan yang harus
disampaikan, penyesuaian dari segi proses penyampaian atau pembelajarannya, dan
penyesuaian dari unsur-unsur upaya pendidikan lainnya.

1. 1. Perkembangan Peserta Didik dan Kurikulum

Anak sejak dilahirkan sudah memperlihatkan keunikan-keunikan, seperti pernyataan dirinya


dalam bentuk tangisan atau gerakan-gerakan tertentu. Hal ini memberikan gambaran bahwa
sebenarnya sejak lahir anak telah memiliki potensi untuk berkembang. Bagi aliran yang
sangat percaya dengan kondisi tersebut sering menganggap anak sebagai orang dewasa dalam
bentuk kecil. J.J.Rousseau, seorang ahli pendidikan bangsa Perancis, termasuk yang fanatik
berpandangan seperti itu. Dewasa dalam bentuk kecil mengandung makna bahwa anak itu
belum sepenuhya memiliki potensi yang diperlukan bagi penyesuaian diri terhadap
lingkungannya, ia masih memerlukan bantuan untuk berkembang ke arah kedewasaan yang
sempurna Rousseau memberi tekanan kepada kebebasan berkembang secara mulus menjadi
orang dewasa yang diharapkan.

Pendapat lain mengatakan bahwa perkembangan anak itu adalah hasil dari pengaruh
lingkungan. Anak dianggap sebagai kertas putih, di mana orang-orang di sekelilingnya dapat
bebas menulis kertas tersebut. Pandangan ini bertentangan dengan pandangan di atas, di mana
justru aspek-aspek di luar anak/lingkungannya lebih banyak mempengaruhi perkembangan
anak menjadi individu yang dewasa. Pandangan ini sering disebut teori Tabularasa dengan
tokohnya yaitu John Locke.

Selain kedua pandangan tersebut, terdapat pandangan yang menyebutkan bahwa


perkembangan anak itu merupakan hasil perpaduan antara pembawaan dan lingkungan.
Aliran ini mengakui akan kodrat manusia yang memiliki potensi sejak lahir, namun potensi
ini akan berkembang menjadi baik dan sempurna berkat pengaruh lingkungan. Aliran ini
disebut aliran konvergensi dengan tokohnya yaitu William Stern. Pandangan yang terakhir
ini dikembangkan lagi oleh Havighurst dengan teorinya tentang tugas-tugas perkembangan
(developmental tasks). Tugas-tugas perkembangan yang dimaksud adalah tugas yang secara
nyata harus dipenuhi oleh setiap anak/individu sesuai dengan taraf/tingkat perkembangan
yang dituntut oleh lingkungannya. Apabila tugas-tugas itu tidak terpenuhi, maka pada taraf
perkembangan berikutnya anak/individu tersebut akan mengalami masalah.

Melalui tugas-tugas ini, anak akan berkembang dengan baik dan beroperasi secara kumulatif
dari yang sederhana menuju ke arah yang lebih kompleks. Namun demikian, objek penelitian
yang dilakukan oleh Havighurst adalah anak-anak Amerika, jadi kebenarannya masih perlu
diteliti dan dikaji dengan cermat disesuaikan dengan anak-anak Indonesia yang memiliki
kondisi lingkungan yang berbeda. Pandangan tentang anak sebagai makhluk yang unik sangat
berpengaruh terhadap pengembangan kurikulum pendidikan. Setiap anak merupakan pribadi
tersendiri, memiliki perbedaan disamping persamaannya. Implikasi dari hal tersebut terhadap
pengembangan kurikulum yaitu :

1) Setiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat dan
kebutuhannya.

2) Di samping disediakan pelajaran yang sifatnya umum (program inti) yang wajib
dipelajari setiap anak di sekolah, disediakan pula pelajaran pilihan yang sesuai dengan minat
anak.

3) Kurikulum disamping menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga menyediakan
bahan ajar yang bersifat akademik. Bagi anak yang berbakat di bidang akademik diberi
kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya.

4) Kurikulum memuat tujuan-tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai/sikap, dan


keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan batin.

Implikasi lain dari pengetahuan tentang anak terhadap proses pembelajaran (actual
curriculum) dapat diuraikan sebagai berikut :

1) Tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara operasional selalu berpusat kepada


perubahan tingkah laku peserta didik.

2) Bahan/materi yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, minat dan perhatian anak,
bahan tersebut mudah diterima oleh anak.

3) Strategi belajar mengajar yang digunakan harus sesuai dengan taraf perkembangan anak.
4) Media yang dipakai senantiasa dapat menarik perhatian dan minat anak.

5) Sistem evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang menyekuruh dan berkesinambungan
dari satu tahap ke tahap yang lainnya dan dijalankan secara terus menerus.

1. 2. Psikologi Belajar dan Kurikulum

Psikologi belajar merupakan suatu cabang bagaimana individu belajar. Belajar bisa diartikan
sebagai perubahan perilaku yang terjadi melalui pengalaman. Segala perubahan perilaku baik
yang berbentuk kognitif, afektif, maupun psikomotor dan terjadi karena prosespengalaman
dapat dikategorikan sebagai perilaku belajar. Perubahan-perubahan perilaku yang terjadi
secara insting atau terjadi karena kematangan, atau perilaku yang terjadi secara kebetulan,
tidak termasuk belajar. Mengetahui tentang psikologi/teori belajar merupakan bekal bagi para
guru dalam tugas pokoknya yaitu pembelajaran anak.

Psikologi atau teori belajar yang berkembang pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam
tiga rumpun, yaitu : Teori Disiplin Mental atau Teori Daya (Faculty Theory), Behaviorisme,
dan Organismik atau kognitif Gestalt Field.

1) Menurut Teori Daya (Disiplin Mental)

Menurut teori ini, sejak kelahirannya anak/individu telah memiliki otensi-potensi atau daya-
daya tertentu (faculties) yang masing-masing memiliki fungsi tertentu, seperti potensi/daya
mengingat, daya berfikir, daya mencurahkan pendapat, daya mengamati, daya memecahkan
masalah, dan daya-daya lainnya. Daya-daya tersebut dapat dilatih agar dapat berfungsi
dengan baik. Daya-daya yang telah terlatih dapat dipindahkan dalam pembentukan daya-daya
lain. Pemindahan (transfer) ini mutlak dilakukan melalui latihan (drill), karena itu pengertian
mengajar menurut teori ini adalah melatih peserta didik dalam daya-daya itu, cara
mempelajarinya pada umumnya melalui hapalan dan latihan.

2) Teori Behaviorisme

Rumpun teori ini mencakup tiga teori, yaitu koneksionisme atau teori asosiasi, teori
kondisioning, dan teori reinforcement (operant conditioning). Behaviorisme berangkat dari
asumsi bahwa individu tidak membawa potensi sejak lahir. Perkembangan individu
ditentukan oleh lingkungan (keluarga, sekolah, masyarakat). Teori ini tidak mengakui sesuatu
yang sifatnya mental, perkembangan anak menyangkut hal-hal nyata yang dapat dilihat dan
diamati. Teori Asosiasi adalah teori yang awal dari rumpun Behaviorisme. Menurut teori ini
kehidupan tunduk kepada hokum stimulus-respon atau aksi-reaksi. Belajar merupakan upaya
untuk membentuk hubungan stimulus-respon sebanyak-banyaknya.

3) Teori Organismik (Gestalt)

Teori ini mengacu pada pengertian bahwa keseluruhan lebih bermakna daripada bagian-
bagian, keseluruhan bukan kumpulan dari bagian-bagian. Manusia dianggap sebagai makhluk
organism yang melakukan hubungan timbale balik dengan lingkungan secara keseluruhan,
hubungan ini dijalin oleh stimulus dan respon. Menurut teori ini, Stimulus yang hadir itu
diseleksi menurut tujuannya, kemudian individu melakukan interaksi dengannya dan
seterusnya terjadi perbuatan belajar. Disini peran guru adalah sebagai pembimbing bukan
penyampai pengetahuan, siswa berperan sebagai pengelola bahan pelajaran.
Belajar menurut teori ini bukanlah menghapal akan tetapi memecahkan masalah, dan metoda
belajar yang dipakai adalah metoda ilmiah dengan cara anak dihadapkan pada berbagai
permasalahan, merumuskan hipotesis atau praduga, mengumpulkan data yang diperlukan
untuk memecahkan masalah, menguji hipotesis yang telah dirumuskan, dan pada akhirnya
para siswa dibimbing untuk menarik kesimpulan-kesimpulan. Teori ini banyak
mempengaruhi praktek pengajaran di sekolah karena memiliki prinsip sebagai berikut :

1. Belajar berdasarkan keseluruhan


2. Belajar adalah pembentukan kepribadian
3. Belajar berkat pemahaman
4. Belajar berdasarkan Pengalaman
5. Belajar adalah suatu proses perkembangan
6. Belajar adalah proses berkelanjutan

2.3 LANDASAN SOSIOLOGIS

Landasan sosiologis menyangkut kekuatan-kekuatan sosial di masyarakat. Kekuatan-


kekuatan itu berkembang dan selalu berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman.
Kekuatan itu dapat berupa kekuatan yang nyata maupun yang potensial, yang berpengaruh
dalam perkembangan kebudayaan seirama dengan dinamika masyarakat.

1. 1. Perkembangan Peserta Didik dan Kurikulum

Faktor kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam pengembangan kurikulum dengan
pertimbangan :

1) Individu lahir tak berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan,
keterampilan, dan lain sebagainya.

2) Kurikulum dalam suatu masyarakat pada dasarnya merupakan refleksi dari cara orang
berpikir, berasa, bercita-cita, atau kebiasaan-kebiasaan.

3) Seluruh nilai yang telah disepakati masyarakat dapat pula disebut kebudayaan.
Kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa, karsa manusia yang diwujudkan dalam tiga gejala,
yaitu:

1. Ide, konsep, gagasan, nilai, norma, peraturan, dan lain-lain.


2. Kegiatan, yaitu tindakan berpola dari manusia dalam bermasyarakat.
3. Benda hasil karya manusia.
4. 2. Masyarakat dan Kurikulum

Mayarakat adalah suatu kelompok individu yang diorganisasikan mereka sendiri ke dalam
kelompok-kelompok berbeda. Kebudayaan hendaknya dibedakan dengan istilah masyarakat
yang mempunyai arti suatu kelompok individu yang terorganisir yang berpikir tentang
dirinya sebagai suatu yang berbeda dengan kelompok atau masyarakat lainnya. Tiap
masyarakat mempunyai kebudayaan sendiri-sendiri, dengan demikian yang membedakan
masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya adalah kebudayaan. Hal ini mempunyai
implikasi bahwa apa yang menjadi keyakinan pemikiran seseorang, reaksi terhadap
perangsang sangat tergantung kepada kebudayaan di mana ia dibesarkan..

Perubahan sosial budaya dalam suatu masyarakat akan mengubah pula kebutuhan
masyarakat. Kebutuhan masyarakat juga dipenuhi oleh kondisi dari masyarakat itu sendiri.
Adanya perbedaan antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya sebagian besar
disebabkan oleh kualitas individu-individu yang menjadi anggota masyarakat tersebut. Di sisi
lain kebutuhan masyarakat pada umumnya juga berpengaruh terhadap individu-individu
sebagai sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum yang hanya
berdasarkan pada keterampilan dasar saja tidak akan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
modern yang bersifat teknologis dan mengglobal.

Pengembangan kurikulum juga harus ditekankan pada pengembangan individu yang


mencakup keterkaitannya dengan lingkungan sosial setempat. Lingkungan sosial budaya
merupakan sumber daya yang mencakup kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Berdasarkan uraian di atas, sangatlah penting memperhatikan faktor kebutuhan masyarakat
dalam pengembangan kurikulum. Perkembangan masyarakat menuntut tersedianya proses
pendidikan yang relevan. Untuk terciptanya proses pendidikan yang sesuai dengan
perkembangan masyarakat maka diperlukan rancangan berupa kurikulum yang landasan
pengembangannya memperhatikan faktor perkembangan masyarakat.

2.4LANDASAN LAIN

1. 1. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)

Pendidikan merupakan usaha menyiapkan subjek didik (siswa) menghadapi lingkungan hidup
yang mengalami perubahan yang semakin pesat. Pendidikan adalah usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi
perannya di masa yang akan datang. Teknologi adalah aplikasi dari ilmu pengetahuan ilmiah
dan ilmu-ilmu lainnya untuk memecahkan masalah-masalah praktis. Ilmu dan teknologi tak
dapat dipisahkan. Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang teramat pesat seiring lajunya
perkembangan masyarakat.

Untuk mencapai tujuan dan kemampuan- kemampuan tersebut, maka ada hal-hal yang
dijadikan sebagai dasar, yakni:

1) Pembangunan IPTEK harus berada dalam keseimbangan yang dinamis dan efektif
dengan pembinaan sumber daya manusia, pengembangan sarana dan prasarana iptek,
pelaksanaan dan penelitian dan pengembangan serta rekayasa dan produksi barang dan jasa.

2) Pembangunan IPTEK tertuju pada peningkatan kualitas, yakni untuk meningkatkan


kualitas kesejahteraan dan kehidupan bangsa.

3) Pembangunan IPTEK harus selaras (relevan) dengan nilai-nilai agama, nilai luhur budaya
bangsa, kondisi sosial budaya, dan lingkungan hidup.
4) Pembangunan IPTEK harus berpijak pada upaya peningkatan produktivitas, efesiensi dan
efektivitas penelitian dan pengembangan yang lebih tinggi.

5) Pembangunan IPTEK berdasarkan pada asas pemanfaatannya yang memberikan nilai


tambah dan memberikan pemecahan masalah konkret dalam pembangunan.

Penguasaan, pemanfaatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dilaksanakan


oleh berbagai pihak, yakni:

1) Pemerintah, yang mengembangkan dan memanfaatkan IPTEK untuk menunjang


pembangunan dalam segala bidang.

2) Masyarakat, yang memanfaatkan IPTEK itu pengembangan masyarakat dan


mengembangakannya secara swadaya.

3) Akademisi terutama di lingkungan perguruan tinggi, mengembangkan IPTEK untuk


disumbangkan kepada pembangunan.

4) Pengusaha, untuk meningkatkan produktivitas

Mengingat pendidikan merupakan upaya menyiapkan siswa menghadapi masa depan dan
perubahan masyarakat yang semakin pesat termasuk di dalamnya perubahan ilmu
pengetahuan dan teknologi, maka pengembangan kurikulum haruslah berlandaskan ilmu
pengetahuan dan teknologi.

1. 2. Landasan Historis

Landasan Historis berkaitan dengan formulasi program-program sekolah pada waktu lampau
yang masih hidup sampai sekarang, atau yang pengaruhnya masih besar pada kurikulum saat
ini (Johnson, 1968). Oleh karena kurikulum selalu perlu disesuaikan dengan kebutuhan-
kebutuhan dan perkembangan zaman, maka perkembangan kurikulum pada suatu saat
tertentu diadakan untuk memenuhi tuntutan dan perkembangan pada waktu tertentu.

Kurikulum yang dikembangkan pada saat ini, perlu mempertimbangkan apa yang telah
dilakukan dan apa yang telah kita capai melalui kurikulum sebelumnya. Begitu pula
selanjutnya, kita perlu mempertimbangkan kurikulum yang yang ada sekarang waktu
mengembangkan kurikulum di masa depan, karena apa yang telah kita lakukan sekarang akan
berpengaruh terhadap kurikulum yang akan dikembangkan di masa depan.

1. 3. Landasan Yuridis

Kurikulum pada dasaranya adalah produk yuridis yang ditetapkan melalui keputusan menteri
Pendidikan Nasional RI. Sebagai pengejawantahan dari kebijakan pendidikan yang
ditetapkan oleh lembaga legislatif yang mestinya mendasarkan pada konstitusi/UUD. Dengan
demikian landasan yuridis pengembangan kurikulum di NKRI ini adalah UUD 1945
(pembukaan alinia IV dan pasal 31), peraturan-peraturan perundangan seperti: UU tentang
pendidikan (UU No.20 Tahun 2003), UU Otonomi Daerah, Surat Keputusan dari Menteri
Pendidikan, Surat Keputusan dari Dirjen Dikti, peraturan-peraturan daerah dan sebagainya.

BAB III

KESIMPULAN

Kurikulum baik pada tahap kurikulum sebagai ide, rencana, pengalaman maupun kurikulum
sebagai hasil dalam pengembangannya harus mengacu atau menggunakan landasan yang kuat
dan kokoh, agar kurikulum tersebut dapat berfungsi serta berperan sesuai dengan tuntutan
pendidikan yang ingin dihasilkan seperti tercantum dalam rumusan tujuan pendidikan
nasional yang telah digariskan dalam UU No.20 Tahun 2003.
DAFTAR PUSTAKA

Ansyar, Mohammad dan Nurtei. 1993. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Bandung :
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan & Dirjen Dikti.

Karyadi, Benny dan Ibrahim. 1996. Pengembangan Inovasi dan Kurikulum Modul 1 – 6.
Jakarta : Universitas Terbuka, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sudjana, Nana. 1996. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung : Sinar
Baru Algerindo.

Tim Pengembangan MKDP Kurikulum dan Pembelajaran Jurusan Kurikulum dan Teknologi
Pendidikan. 1996. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung : Universitas Pendidikan
Indonesia.

Undang-Undang Republik Indonesia No.XX Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan


Nasional.

http://kurtek.upi.edu/kurpem/2-landasan.htm

http://www.uny.ac.id/akademik/sharefile/files/12052008141540_KURIKULUM.ppt

http://pustaka.ut.ac.id/puslata/online.php?menu=bmpshort_detail2&ID=424

http://www.elearning-jogja.org/file.php/14/BAB_III.doc

About these ads

Share this:

 Facebook
 Twitter
 Google
 LinkedIn1

Related

Karakteristik dan Klasifikasi Mobile LearningIn "Mobile Learning"

Analisis Kurikulum SMK Daarut Tauhid Boarding School BandungIn "Kuliah S1"

Tanggapan mengenai Kurikulum Nasional Negara InggrisIn "Komputer"

This entry was posted in Pendidikan and tagged kurikulum, landasan. Bookmark the
permalink.

Post navigation
← The National Curriculum for England
Pengertian Belajar →

10 thoughts on “Makalah Landasan


Pengembangan Kurikulum”

1.

Rina Kusumahati

November 5, 2011
2:21 pm

izin mengcopy :))

2.

Zulkifli Muhtar

November 7, 2011
5:35 am

iya, silahkan

3.

fitwiethayalisyi
February 20, 2012
7:00 pm

ikutan copy yach ^^

4.

Nimas Nur Aisyah

March 30, 2012


9:58 am

Syukron katsir…

5.

anam

August 17, 2012


4:36 pm

izin copy jua yah gan


ThanksSuwun
(:

6.

Zulkifli Muhtar

August 22, 2012


3:03 pm

Silahkan. Semoga berguna

7. Pingback: Landasan Pengembangan Kurikulum « The notes of life :)

8.

Frieda

March 19, 2013


7:52 pm
Many thanks for spending free time in order to compose Window Treatments
Ideas “Makalah Landasan Pengembangan Kurikulum | khip”.
Thanks a ton for a second time -Herman

9.

fulan

December 21, 2013


7:09 am

ijin copy gan

10.

inggaryosi

September 22, 2016


11:14 am

Ijin copy, gan.

Leave a Reply

Google PageRank Checker

Zulkifli Muhtar | Create Your Badge

Calendar
June 2011
M T W T F S S
« Mar Jul »
June 2011
M T W T F S S
1 2 3 4 5
6 7 8 9 10 11 12
13 14 15 16 17 18 19
20 21 22 23 24 25 26
27 28 29 30

Categories
 Komputer (31)
o Programming (6)
 Contoh Program (5)
 Java (2)
o Tutorial (7)
 Kuliah S1 (17)
o Makalah (7)
o SKRIPSI (1)
 Menulis (42)
o Catatan Harian (5)
o Catatan Kecil (6)
o Curhat (3)
o Kompetisi (2)
 Mobile Device (7)
o Blackberry (7)
 Modul SMK (1)
 Organisasi (1)
 Pendidikan (22)
o Mobile Learning (4)

Archive
 June 2013
 May 2013
 April 2013
 January 2013
 November 2012
 October 2012
 July 2012
 February 2012
 January 2012
 November 2011
 October 2011
 September 2011
 August 2011
 July 2011
 June 2011
 March 2011
 February 2011
 January 2011
 October 2010
 September 2010
 December 2009
 August 2009
 June 2009
 May 2009
 April 2009

Email Subscription
Enter your email address to subscribe to this blog and receive notifications of new posts by
email.

Join 911 other followers

2011 2012 aktivasi algoritma angkot balikpapan bandung bb BBM bem blackberry
blackberry messenger bootable borneo Bus c1 contoh deadlock dpm east kalimantan evaluasi format ulang

hard reset ilkom ilmu komputer INDONESIA install java kalimantan timur kariangau
KELAS B kemakom kisi kuesioner kuliah kurikulum laporan pendampingan smk lomba blog m-learning
Makalah mobile mobile learning nilai Nonton OSIS pascal Pembelajaran Pemilu 2009
pemrograman Pendidikan Pendidikan Gratis pendidikan ilkom pendidikan ilmu
komputer pengelolaan pendidikan ponsel Praktikum PTI reset blackberry RPP Screen
Grabber Screen Muncher SFSC Bandung smk smk negeri 3 bengkulu soal Teman tik tugas tutorial uas

universitas pendidikan indonesia UPI wawancara windows 7 wipe

RSS Link
 RSS - Posts
 RSS - Comments

Recent Post
 Dampak Pornografi
 ALIR PROSES PRODUKSI PRODUK MULTIMEDIA SMK
 Format Ulang Blackberry (OS 7)
 Mengenal Website
 Contoh Laporan Pendampingan SMK

Recent Comment
inggaryosi on Makalah Landasan Pengembangan…

MAKALAH ELEKTRONIKA… on Representasi Fungsi Boolean pa…

sulis on Cicak Kanibal

novitamayasari on Format Ulang Blackberry

Ningsih on Format Ulang Blackberry

Blogroll
 Aris"ipank"
 Asep Awaludin Fajari
 Dinda Agus Triyana (celoteh)
 Djadja Sardjana
 Eka Risyana
 Elfa Silfiana
 Fachri
 Hari Permadi
 Kristiansand
 M. Tri Ramdhani
 M. Yusuf (ruangchupa)
 Mira Suryani
 Novita Wandasari
 Nur Azizah
 Reni Susanti
 Usman Abdul Rasyid
 Yudi Wibisono

Komunitas
 Blogger Warga UPI (blowup)
 KEMAKOM

Official Site
 Ilmu Komputer UPI
 Politeknik Informatika DEL
 PT. Adimitra Baratama Nusantara
 Putera Sampoerna Foundation
 Toba Bara
 Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)

X Multimedia, SMK Muhammadiyah 99


 Agus Muslim
 Ayu Potoboda
 Eka Riska
 Fhebby Malinda
 Juwita
 M. Rofiawan
 Saidy
 Windy
 Yaya

Flickr Photos

More Photos

Create a free website or blog at WordPress.com.

 Follow

KIMIA ITU MENYENANGKAN


Minggu, 22 Desember 2013
MAKALAH LANDASAN-LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-
Nya kepada kita semua, karena berkat Karunia-Nya , kami dapat menyelesaikan salah satu tugas
makalah pada mata kuliah Kurikulum dan Pembelajaran yang berjudul ”Landasan-Landasan
Pengembangan Kurikulum ”. Dalam penulisan makalah ini, penulis ingin menyampaikan ucapan
terimakasih kepada :

1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat yang tiada henti-hentinya


2. Drs. Didi Supriadie, M.Pd
3. Annisa Suliastini, S. Pd
4. Ence Surahman, S.Pd
5. Rekan-rekan yang telah memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini
Atas bimbingan dan dukungan baik moril dan materil sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun untuk lebih menyempurnakan makalah ini.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
penulis maupun para pembaca umumnya.

Bandung, 13 Februari 2013

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................

A. LATAR BELAKANG..........................................................................

B. RUMUSAN MASALAH......................................................................

C. TUJUAN MAKALAH.........................................................................

D. METODE PEMBUATAN MAKALAH..............................................

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................

A. LANDASAN FILOSOFIS DALAM PENGEMBANGAN

KURIKULUM.....................................................................................

1. Pengertian.......................................................................................

2. Manfaat Filsafat Pendidikan...........................................................

3. Filsafat Dan Tujuan Pendidikan.....................................................

4. Kurikulum Dan Filsafat Pendidikan...............................................

5. Aliran Dan Filsafat Pendidikan......................................................

B. LANDASAN PSIKOLOGIS DALAM PENGEMBANGAN

KURIKULUM.....................................................................................

1. Pengembangan Peserta Didik Dan Kurikulum...............................

2. Psikologi Belajar Dan Perkembangan Kurikulum..........................

C. LANDASAN SOSIOLOGIS DALAM PENGEMBANGAN

KURIKULUM.....................................................................................
1. Masyarakat Dan Kurikulum...........................................................

2. Kebudayaan Dan Kurikulum..........................................................

D. LANDASAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGIS DALAM PENGEMBANGAN

KURIKULUM.................................................

BAB III PENUTUP.........................................................................................

A. SIMPULAN..........................................................................................

B. SARAN.................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kurikulum sangat berkaitan erat dengan dunia pendidikan, karena kurikulum ada suatu tatanan
yang bisa membuat jalannya pendidikan menjadi lebih baik. Kurikulum akan terus berjalan seiring
dengan perkembangan zaman. Perubahan-perubahan akan terus terjadi dalam kurikulum, karena
perkembangan ilmu pengetahuan semakin meningkat, maka kurikulum haruslah menyesuaikan
dengan kondisi, agar terarah dan terukur bila di terapkan dalam dunia pendidikan.
Dengan diterapkannya kebijakan pemerintah (DepDikNas) yaitu pengembangan kurikulum
operasional dilakukan setiap satuan pendidikan dengan program kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), maka seluruh jajaran di setiap satuan pendidikan harus memiliki pemahaman
kurikulum, dan secara operasional harus dijadikan rujukan dan implementasikan kurikulum di setiap
satuan pendidikan yang dikelola.
Kurikulum adalah rencana pendidikan yang sangat berpengaruh dalam pendidikan. Kurikulum
haruslah dipahami dan dikuasai oleh setiap jajaran pendidikan agar kurikulum bisa diterapkan,
karena kurikulum sangat berpengaruh da menentukan nasib pendidikan, maka kurikulum haruslah di
buat dengan semaksimal mungkin. Kurikulum yang kuat sangat diharapkan dalam kemajuan dan
perkembangan dunia pendidikan. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu landasan kurikulum yang sangat
kokoh agar kurikulum bisa di jalankan semaksimal mungkin.
Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama dalam
pengembangan kurikulum, yaitu: (1) filosofis; (2) psikologis; (3) sosial-budaya; dan (4) ilmu
pengetahuan dan teknologi. Agar setiap bentuk lndasan ini bisa berjalan dan diterapkan, maka akan
dibahas di bawah ini dari setiap landasan tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu landasan Filsafat?
2. Apa itu landasan Psikologis?
3. Apa itu landasan Sosiologis?
4. Apa itu lndasan IPTEK
5. Bagaimana kaitannya landasan Fislafat dengan kurikulum?
6. Bagaimana kaitannya landasan Psikologis dengan kurikulum?
7. Bagaimana kaitannya landasan Sosiologis dengan kurikulum?
8. Bagiaman kaitannya landasan IPTEK dengan kurikulum?
9. Tujuan landasan-landasan tersebut?

C. TUJUAN MAKALAH
Setelah membahas keempat jenis landasan ini, pembaca di harapkan bisa memiliki pehamana
sebagai berikut:

1. Dapat memahami dan mengimplementasikan penerapan landasan Filososfis dalam pengembangan


kurikulum.
2. Dapat memahami dan mengimplemntasikan penerapan landasan Psikologisdalam pengembangan
kurikulum.
3. Dapat memahami dan mengimplemntasikan penerapan landasan Sosiologis. dalam mengembangkan
kurikulum.
4. Dapat memahami dan mengimplemntasikan penerapan landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
dalam mengembangkan kurikulum.

D. METODE PEMBUATAN MAKALAH


Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah studi pustaka yangdilakukan
dengan mencari dan membaca berbagai literatur berupa media cetak dan elektronik.
BAB II

PEMBAHASAN

LANDASAN-LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

A. LANDASAN FILOSOFIS PENGEMBANGAN KURIKULUM


1. Pengertian
Istilah filsafat berasal dari bahasa Inggris ‘phylosophy’ yang berarti cinta kebijaksanaan.
Sedangkan secara opereasional, filsafat mengandung dua pengertian, yaitu filsafat sebagai proses
(berfilsafat) dan sebagai hasil berfilsafat (sistem teori atau pemikiran (Tim Dosen MKDP Landasan
Pendidikan, 2011: 77-78).

Ada beberapa beberapa bentuk filsafat yang punya hubungan lebih erat dengan pendidikan
yaitu :

 Metafisika : yaitu filsafat yang membahas tentang segala yang di dalam alam ini.
 Efistimologi: yaitu filsafat yang membahas tentang suatu kebenaran.
 Oksiologi: yaitu filsafat yang membahas tentang nilaiFilsafat adalah merupakan sumber dari
berbagai ilmu pengetahuan
 Humanologi.
Filsafat membahas berbagai masalah yang dihadapi oleh manusia termasuk juga tentang masalah-
masalah pendidikan dan filsafat juga merupakan aplikasi dari pemikiran – pemikiran filosof untuk
memecahkan masalah- masalah pendidikan.Filsafat letak jantung pendidikan, hal ini menjelaskan
bahwa kurikulum merespon banyak pertanyaan tentang bagaimana agar bisa lebih baik. Philosophy
lies at the heart of educational endeavor, this is perhaps more evedent in curriculum is a response to
the questionof how to live good life (John Dewey: 1916).

Landasan filosofis memberikan arah pada semua keputusan dan tindakan manusia, karena filsafat
merupakan pandangan hidup, orang, masyarakat, dan bangsa. Dalam pengembangan kurikulum
senantiasa berpijak pada aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan
implementasi kurikulum yang dikembangkan.

Landasan filosofis tidak akan lepas pengembangan kurikulum, untuk mencari sebuah solusi dalam
menghadapi tantangan di masa yang akan datang. Dengan landasan filosofis suatu kurikulum akan
lebih mudah di kembangkan
2. Manfaat Filsafat Pendidikan
Menurut Nasution (1982) ada beberapa manfaat filsafat pendidikan, yaitu:

a. Filsafat pendidikan dapat menentukan arah akan dibawa ke mana anak-anak melalui pendidikan di
sekolah.
b. Dengan adanya tujuan pendidikan yang diwarnai oleh filsafat yang dianut, kita mendapat gambaran
yang jelas tentang hasil yang harus dicapai.
c. Filsafat dan tujuan pendidikan memberi kesatuan yang bulat kepada segala usaha pendidikan.
d. Tujuan pendidikan memungkinkan si pendidik menilai usahanya, hingga manakah tujuan itu
tercapai.
e. Tujuan pendidikan memberikan motivasi atau dorongan bagi kegiatan-kegiatan pendidikan.

3. Filsafat dan Tujuan Pendidikan


Pandangan-pandangan filsafat sangat dibutuhkan dalam pendidikan, terutama dalam
menentukan arah dan tujuan pendidikan. Filsafat akan menentukan arah ke mana peserta didik
akan dibawa. Untuk itu harus ada kejelasan tentang pandangan hidup manusia atau tentang hidup
dan eksistensinya.Filsafat atau pandangan hidup yang dianut oleh suatu bangsa atau kelompok
masyarakat tertentu atau bahkan yang dianut oleh perorangan akan sangat mempengaruhi tujuan
pendidikan yang ingin dicapai. Sedangkan tujuan pendidikan sendiri pada dasarnya merupakan
rumusan yang komprehensif mengenai apa yang seharusnya dicapai.

Sistem nilai atau filsafat yang dianut oleh suatu komunitas akan memiliki keterkaitan yang
sangat erat dengan rumusan tujuan pendidikan yang dihasilkannya. Dengan kata lain, filsafat suatu
negara tidak bisa dipungkiri akan mempengaruhi tujuan pendidikan di negara tersebut. Oleh karena
itu, tujuan pendidikan di suatu negara akan berbeda dengan tujuan pendidikan di negara lainnya,
sebagai implikasi dari adanya perbedaan filsafat yang dianutnya.

Tujuan Pendidikan Nasional Indonesia bersumber pada pandangan hidup bermasyarakat,


berbangsa, dan bernegara yaitu Pancasila. Ini berarti bahwa pendidikan di Indonesia harus
membawa peserta didik agar menjadi manusia yang ber-Pancasila. Dengan kata lain, landasan dan
arah yang ingin diwujudkan oleh pendidikan di Indonesia adalah yang sesuai dengan kandungan
falsafah Pancasila itu sendiri.

Nilai-nilai filsafat Pancasila yang dianut bangsa Indonesia dicerminkan dalam rumusan tujuan
pendidikan nasional seperti tertuang dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional , yaitu: Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 2 dan
3). Dalam rumusan tujuan pendidikan nasional tersebut, tersurat dan tersirat nilai-nilai yang
terkandung dalam rumusan Pancasila.

4. Kurikulum dan Filsafat Pendidikan


Kurikulum pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Karena tujuan
pendidikan sangat dipengaruhi oleh filsafat atau pandangan hidup suatu bangsa, maka kurikulum
yang dikembangkan juga harus mencerminkan falsafah atau pandangan hidup yang dianut oleh
bangsa tersebut. Oleh karena itu, terdapat hubungan yang sangat erat antara kurikulum pendidikan
di suatu negara dengan filsafat negara yang dianutnya.

5. Aliran dan Filsafat Pendidikan


Menurut Redja Mudyahardjo (1989) terdapat tiga sistem pemikiran filsafat yang sangat
besar pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan pada umumnya, dan pendidikan di Indonesia pada
khususnya, yaitu: Idealisme, Realisme, dan Pragmatisme. Redja Mudyahardjo (2001) merangkum
konsep-konsep ketiga aliran filsafat tersebut dan implikasinya terhadap pendidikan sebagai berikut:

a. Idealisme
1) Konsep-konsep Filsafat
a. Metafisika (hakikat realitas): Realitas atau kenyataan yang sebenarnya bersifat spititual atau
rohaniah.
b. Humanologi (hakikat manusia): Jiwa dikaruniai kemampuan berpikir/rasional. Kemampuan berpikir
menyebabkan adanya kemampuan memilih.
c. Epistemologi (hakikat pengetahuan): Pengetahuan yang benar diperoleh melalui intuisi dan
pengingatan kembali melalui berpikir. Kebenaran hanya mungkin dapat dicapai oleh beberapa orang
yang mempunyai akal pikiran yang cemerlang; sebagian besar manusia hanya sampai pada tingkat
pendapat.
d. Aksiologi (hakikat nilai): Kehidupan manusia diatur oleh kewajiban moral yang diturunkan dari
pandangan tentang kenyataan atau metafisika. Hakikat nilai bersifat absolut/mutlak.
2) Konsep-konsep Pendidikan
a. Tujuan pendidikan: Tujuan-tujuan pendidikan formal dan informal, pertama-tama adalah
pembentukan karakter, dan kemudian tertuju pada pengembangan bakat dan kebajikan sosial.
b. Isi pendidikan: Pengembangan kemampuan berpikir melalui pendidikan liberal atau pendidikan
umum, penyiapan keterampilan bekerja sesuatu mata pencaharian melalui pendidikan praktis.
c. Metode pendidikan: Metode pendidikan yang disusun adalah metode dialektik/dialogik, meskipun
demikian setiap metode yang efektif mendorong belajar data diterima (eklektif). Cnderung
mengabaikan dasar-dasar fisiologis dalam belajar.
d. Peranan peserta didik dan pendidik: Peserta didik bebas mengembangkan bakat dan
kepribadiannya. Pendidik bekerja sama dengan alam dalam proses pengembangan kemampuan
ilmiah. Tugas utama pendidik adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan peserta didik
dapat belajar secara efisien dan efektif.

b. Realisme
1) Konsep-konsep Filsafat
a. Metafisika (hakikat realitas): Realitas atau kenyataan yang sebenarnya bersifat fisik atau materi.
b. Humanologi (hakikat manusia): Hakikat manusia terletak pada apa yang dapat dikerjakannya. Jiwa
merupakan sebuah organisme yang sangat kompleks yang mempunyai kemampuan berpikir.
Manusia mungkin mempunyai kebebasan atau tidak mempunyai kebebasan.
c. Epistemologi (hakikat pengetahuan): Pengetahuan diperoleh melalui penginderaan dengan
menggunakan pikiran. Kebenaran pengetahuan dapat dibuktikan dengan memeriksa kesesuaiannya
dengan fakta. Aksiologi (hakikat nilai): Tingkah laku manusia diatur oleh hukum alam yang diperoleh
melalui ilmu; dan pada taraf yang lebih rendah diatur oleh kebiasaan-kebiasaan atau adat-istiadat
yang telah teruji dalam kehidupan.

2) Konsep-konsep Pendidikan
a. Tujuan pendidikan: Tujuan pendidikan adalah dapatmenyesuaikan diri secara tepat dalam hidup
dan dapat melaksanakan tanggung jawab social
b. Isi pendidikan: Isi pendidikan adalah kurikulum komprehensif yang berisi semua pengetahuan yang
berguna bagi penyesuaian diri dalam hidup dan tanggung jawab sosial. Kurikulum berisi unsure-
unsur pendidikan liberal/pendidikan umum untuk mengembangkan kemmapuan berpikir, dan
pendidikan praktis untuk kepentingan bekerja.
c. Metode pendidikan didasarkan pada pengalaman langsung maupu tidak langsung. Metode mengajar
hendaknya bersifat logis, bertahap atau berurutan. Pembiasaan merupakan sebuah metode pokok
yang dipergunakan oleh penganut realism.
d. Peranan peserta didik dan pendidik: Dalam hubungannya dengan pembelajaran, peranan peserta
didik adalah menguasai pengetahuan yang dapat berubah-ubah. Peserta didik perlu mempunyai
disiplin mental dan moral untuk setiap tingkat kebajikan. Peranan pendidik adalah menguasai
pengetahuan, terampil dan teknik mendidik, dan memiliki kewenangan untuk mencapai hasil
pendidikan yang dibebankan kepadanya.
c. Pragmatisme
1) Konsep-konsep Filsafat
a. Metafisika (hakikat realitas): Suatu teori umum tentang kenyataan tidak mungkin dan tidak perlu.
Kenyataan yang sebenarnya adalah kenyataan fisik. Segala sesuatu dalam alam dan kehidupan
adalah berubah (becoming).
b. Humanologi (hakikat manusia): Manusia adalah hasil evolusi biologis, psikologis dan sosial. Ini
berarti setiap manusia tumbuh secara berangsur-angsur mencapai kemampuan-kemampuan
biologis, psikologis, dan sosial.
c. Epistemologi (hakikat pengetahuan): Pengetahuan bersifat relatif dan terus berkembang.
Pengetahuan yang benar adalah yang ternyata berguna bagi kehidupan.
d. Aksiologi (hakikat nilai): Ukuran tingkah laku perorangan dan sosial ditentukan secara eksperimental
dalam pengalaman-pengalaman hidup. Ini berarti tidak ada nilai yang absolut.

2) Konsep-konsep Pendidikan
a. Tujuan pendidikan: Tujuan pendidikan adalah memperoleh pengalaman yang berguna untuk
memecahkan masalah-masalah baru dalam kehidupan perorangan dan masyarakat. Tujuan
pendidikan tidak ditentukan dari luar kegiatan pendidikan tetapi terdapat dalam setiap proses
pendidikan. Dengan demikian tujuan pendidikan adalah pertumbuhan sepanjang hidup.
b. Isi pendidikan: Isi pendidikan adalah kurikulum berisi pengalaman-pengalaman yang telah teruji
serta minat-minat dan kebutuhan-kebutuhan anak, dan pendidikan liberal yang menghilangkan
pemisahan antara pndidikan umum dengan pendidikan praktis/vokasional.
c. Metode pendidikan: Berpikir reflektif atau metode pemecahan masalah merupakan metode
utamanya, terdiri atas langkah-langkah: Penyadaran suatu masalah, observasi kondisi-kondisi yang
ada, perumusan dan elaborasi tentang suatu kesimpulan, Pengetesan melalui suatu eksperimen.
Peranan peserta didik dan pendidik: Peserta didik adalah sebuah organisme yang rumit yang
mampu tumbuh.Peranan pendidik adalah mengawasi dan membimbing pengalaman belajar tanpa
terlampau banyak mencampuri urusan minat dan kebutuhan peserta didik.
B. LANDASAN PSIKOLOGIS DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM
Kondisi psikologis setiap individu berbeda, karena perbedaan tahap perkembangannya, latar
belakang sosial-budaya, juga karena perbedaan faktor-faktor yang dibawa dari kelahirannya. Kondisi
ini pun berbeda pula bergantung pada konteks, peranan, dan status individu diantara individu-
individu lainnya. Interaksi yang tercipta dalam situasi pendidikan harus sesuai dengan kondisi
psikologis para peserta didik maupun kondisi pendidiknya.
Kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, sudah pasti berhubungan dengan
proses perubahan perilaku peserta didik. Adanya kurikulum diharapkan dapat membentuk tingkah
laku baru berupa kemampuan atau kompetensi aktual dan potensial dari setiap peserta didik, serta
kemampuan-kemampuan baru yang dimiliki dalam waktu yang relatif lama.
Psikologi merupakan salah satu landasan dalam pengembangan kurikulum yang harus
dipertimbangkan oleh para pengembang. Hal ini dikarenakan posisi kurikulum dalam proses
pendidikan memegang peranan yang sentral. Dalam proses pendidikan terjadi interaksi antar
manusia, yaitu antara anak didik dengan pendidik, dan juga antara anak didik dengan manusia-
manusia lainnya. Manusia berbeda dengan makhluk lainnya karena kondisi psikologisnya.
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2006 : 50) ”kondisi psikologis adalah kondisi
karakteristik psikofisik manusia sebagai individu, yang dinyatakan dalam berbagai bentuk perilaku
dalam interaksinya dengan lingkungan”. Perilaku-perilaku tersebut merupakan manifestasi dari ciri-
ciri kehidupannya, baik yang nampak maupun yang tidak nampak; baik perilaku kognitif, afektif
maupun psikomotor. Interaksi yang tercipta didalam situasi pendidikan harus sesuai dengan kondisi
psikologis dari anak didik dan pendidik. Interaksi pendidikan di rumah berbeda dengan di sekolah.
Interaksi antara anak dengan guru pada tingkat sekolah dasar berbeda dengan pada tingkat sekolah
menengah pertama dan atas.
Anak didik merupakan individu yang sedang berada dalam proses perkembangan. Tugas utama
guru adalah membantu mengoptimalkan perkembangan peserta didik tersebut. Oleh karena itu,
melalui penerapan landasan psikologi dalam pengembangan kurikulum, tiada lain agar upaya
pendidikan yang dilakukan dapat menyesuaikan dengan hakikat peserta didik. Penyesuaian yang
dimaksud berkaitan dengan segi materi atau bahan yang harus disampaikan, penyesuaian dari segi
proses penyampaian atau pembelajarannya, dan penyesuaian dari unsur-unsur upaya pendidikan
lainnya.
Pada dasarnya terdapat dua cabang ilmu psikologi yang berkaitan erat dalam proses
pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi
perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan
perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan,
pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta
hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai
bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu
yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji
tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam
belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari
pengembangan kurikulum.

1. Perkembangan Peserta Didik Dan Kurikulum


Setiap individu dalam hidupnya melalui fase-fase perkembangan. Mengenai penentuan fase-
fase perkembangan tersebut para ahli mempunyai pendapat yang berlainan.

Dalam hubungannya dengan proses belajar mengajar (pendidikan), Syamsu Yusuf (2005:23),
menegaskan bahwa penahapan perkembangan yang digunakan sebaiknya bersifat elektif, artinya
tidak terpaku pada suatu pendapat saja tetapi bersifat luas untuk meramu dari berbagai pendapat
yang mempunyai hubungan yang erat. Menurut Syamsu Yusuf tahap-tahap perkembangan peserta
didik yaitu:

1. Masa usia PraSekolah (0 tahun-6 tahun)


2. Masa usia sekolah dasar (6 tahun-12 tahun)
3. Masa usia sekolah menengah (12 tahun-18 tahun)
4. Masa usia mahasiswa (18 tahun-25 tahun)
Setiap tahap perkembangan memiliki karakteristik tersendiri, karena ada dimensi-dimensi
perkembangan tertentu yang lebih dominan dibandingkan dengan tahap perkembangan lainnya.
Atas dasar itu kita dapat memahami karakteristik profil pada setiap tahapan perkembangannya.
Syamsu Yusuf (2005:23-27) menguraikan karakteristik tahap-tahap perkembangan individu yang
digambarkan di atas sebagai berikut:

1) Masa Usia Prasekolah


Masa usia prasekolah dapat dirinci menjadi dua masa, yaitu masa vital dan masa estetik.
Pada masa vital, individu menggunakan fungsi-fungsi biologis untuk merespon berbagai hal yang
terdapat di lingkungannya. Freud menamakan tahun pertama dalam kehidupan individu sebagai
masa oral (mulut), karena mulut dipandang sebagai sumber kenikmatan dan ketidaknikmatan. Anak
memasukkan apa saja yang dijumpai ke dalam mulutnya, tidaklah karena mulut merupakan sumber
kenikmatan utama, tetapi karena waktu itu mulut merupakan alat untuk melakukan eksplorasi dan
belajar. Pada masa ini perkembangan fisik berlangsung sangat pesat dibandingkan dengan aspek-
aspek perkembangan lainnya.
Pada tahun kedua anak telah belajar berjalan, dengan mulai berjalan anak akan mulai belajar
menguasai ruang dari ruang yang paling dikenalnya menunju ruang yang lebih jauh. Pada tahun
kedua juga, umumnya terjadi pembiasaan terhadap kebersihan (kesehatan). Melalui latihan
kebersihan, an aka belajar mengendalikan dorongan-dorongan yang datang dari dalam dirinya
misalnya buang air kecil atau buang air besar. Masa estetik adalah masa berkembangnya rasa
keindahan dan masa peka bagi anak untuk memperoleh rangsangan (stimulasi) melalui seluruh
inderanya (pengl ihatan, penciuman, pendengaran, pengecap, da peraba). Para ahli pendidikan anak
usia dini menyebut masa ini adalah “the golden age” atau masa emas, karena masa ini adalah saat
yang tepat bagi anak untuk mengembangkan aspek-aspek perkembangannya secara menyeluruh.

2) Masa Usia Sekolah Dasar


Fase ini disebut juga periode intelektual, karena pada usia ini anak mulai menunjukkan
perhatian yang besar terhadap dunia ilmu pengetahuan tentang alam dan sekitarnya. Pada usia 6-7
tahun biasanya anak telah memiliki kesiapan untuk mengikuti kegiatan belajar di sekolah dasar.
Pada masa ini anak-anak lebih mudah diarahkan, diberi tugas yang harus diselesaikan, dan
cenderung mudah untuk belajar berbagai kebiasaan seperti makan, tidur, bangun, dan belajar pada
waktu dan tempatnya dibandingkan dengan masa prasekolah.

3) Masa Usia Sekolah Menengah

Masa usia sekolah menengah bertepatan dengan masa remaja. Masa remaja merupakan
masa yang banyak menarik perhatian karena sifat-sifat khasnya dan peranannya yang menentukan
dalam kehidupan individu dalam masyarakat orang dewasa.

Pemahaman tentang perkembangan peserta didik sebagaimana diuraikan di atas


berimplikasi terhadap pengembangan kurikulum, antara lain:

1) Setiap peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat,
dan kebutuhannya.
2) Di samping disediakan pelajaran yang sifatnya umum (program inti) yang wajib dipelajari setiap anak
di sekolah, juga perlu disediakan pelajaran pilihan yang sesuai dengan minat anak.
3) Lembaga pendidikan hendaknya menyediakan bahan ajar baik yang bersifat kejuruan maupun
akademik. Bagi anak yang berbakat di bidang akademik diberi kesempatan untuk melanjutkan studi
ke jenjang pendidikan berikutnya.
4) Kurikulum memuat tujuan-tujuan yang mengandung aspek pengetahuan, nilai/sikap, dan
keterampilan yang menggambarkan pribadi yang utuh lahir dan batin.
Implikasi lain dari pemahaman tentang peserta didik terhadap proses pembelajaran (actual
curriculum) dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara operasional selalu berpusat kepada perubahan
tingkah laku peserta didik.
2) Bahan/materi yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, minat, dan kebutuhan peserta didik
sehingga hasilnya bermakna bagi mereka.
3) Strategi belajar mengajar yang digunakan harus sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
4) Media yang dipakai senantiasa dapat menarik perhatian dan minat anak.
5) Sistem evaluasi harus dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh dan berkesinambungan.

2. Psikologi Belajar Dan Perkembangan Kurikulum

Psikologi belajar merupakan suatu studi tentang bagaimana individu belajar. Pembahasan tentang
psikologi belajar erat kaitannya dengan teori belajar. Pemahaman tentang teori-teori belajar
berdasarkan pendekatan psikologis adalah upaya mengenali kondisi objektif terhadap individu anak
yang sedang mengalami proses belajar dalam rangka pertumbuhan dan perkembangan menuju
kedewasaannya. Pemahaman yang luas dan komprehensif tentang berbagai teori belajar akan
memberikan kontribusi yang sangat berharga bagi para pengembang kurikulum baik di tingkat
makro maupun tingkat mikro untuk merumuskan model kurikulum yang diharapkan.

Pendekatan terhadap belajar berdasarkan satu teori tertentu merupakan asumsi yang perlu
dipertimbangkan dalam pelaksanaannya berkaitan dengan aspek-aspek dan akibat yang mungkin
ditimbulkannya. Sedikitnya ada tiga jenis teori belajar yang berkembang dewasa ini dan memiliki
pengaruh terhadap pengembangan kurikulum di Indonesia pada khususnya. Teori belajar tersebut
adalah:

a) Teori psikologi kognitif (kognitivisme),


b) teori psikologi humanistic, dan
c) teori psikologi behavioristik.
1) Teori Psikologi Kognitif (Kogitivisme)
Teori psikologi kognitif dikenal dengan cognitif gestalt field. Teori belajar ini adalah teori
insight. Aliran ini bersumber dari Psikologi Gestalt Field. Menurut mereka belajar adalah proses
mengembangkan insight atau pemahaman baru atau mengubah pemahaman lama. Pemahaman
terjadi apabila individu menemukan cara baru dalam menggunakan unsur-unsur yang ada di
lingkungan, termasuk struktur tubuhnya sendiri. Gestalt Field melihat belajar merupakan perbuatan
yang bertujuan, ekplorasi, imajinatif, dan kreatif. Pemahaman atau insight merupakan citra dari
atau perasaan tentang pola-pola atau hubungan.
Teori belajar Goal Insight berkembang dari psikologi configurationlism. Menurut mereka,
individu selalu bertujuan, diarahkan kepada pembentukan hubungan dengan lingkungan. Belajar
merupakan usaha untuk mengembangkan pemahaman tingkat tinggi. Pemahaman yang bermutu
tinggi (tingkat tinggi) adalah pemahaman yang telah teruji, yang berisi kecakapan menggunakan
suatu objek, fakta, proses, ataupun ide dalam berbagai situasi. Pemahaman tingkat tinggi
memungkinkan seseorang bertindak cerdas, berwawasan luas, dan mampu memecahkan berbagai
masalah.
Teori belajar kognitif bersumber pada psikologi lapangan (field psychology), dengan tokoh
utamanya Kurt Lewin. Individu selalu berada dalam suatu lapangan psikologi yang oleh Kurt Lewin
disebut life space. Dalam lapangan ini selalu ada tujuan yang ingin dicapai, ada motif yang
mendorong pencapaian tujuan adalah dan ada hambatan-hambatan yang harus diatasi. Perbuatan
individu selau terarah pada pencapaian sesuatu tujuan, oleh karena itu sering dikatakan perbuatan
individu adalah purposive. Apabila ia telah berhasil mencapai suatu tujuan maka timbul tujuan yang
lain yang ingin dicapai dan berada dalam life space baru. Setiap orang berusaha mencapai tingkat
perkembangan dan pemahaman yang terbaik di dalam lapangan psikologisnya masing-masing.
Lapangan psikologis terbentuk oleh interelasi yang simultan dari orang-orang dan linkungan
psikologisnya didalam suatu situasi. Tingkah laku seseorang pada suatu saat merupakan fungsi dari
semua faktor yang ada yang saling bergantung pada\ yang lain.
Istilah cognitive berasal dari bahasa Latin “cognose” yang berarti mengetahui (to know).
Aspek ini dalam teori belajar cognitive field berkenaan dengan bagaimana individu memahami
dirinya dan lingkungannya, bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan pengenalannya serta
berbuat terhadap lingkungannya. Bagi penganut cognitive field, belajar merupakan suatu proses
interaksi, dalam proses interaksi tersebut ia mendapatkan pemahaman baru atau menemukan
struktur kognitif lama. Dalam membimbing proses belajar, guru harus mengerti akan dirinya dan
orang lain, sebab dirinya dan orang lain serta lingkungannya merupakan suatu kesatuan.
Para ahli psikologi kognitif yang memusatkan perhatian pada perubahan dalam aspek
kognisi, percaya bahwa belajar adalah suatu kegiatan mental internal yang tidak dapat diamati
secara langsung. Menurut teori ini cara belajar orang dewasa berbeda dengan cara belajar anak,
dimana cara belajar orang dewasa lebih banyak melibatkan kemampuan kognitif yang lebih tinggi.
Menurut Piaget (1954) cara-cara tertentu berpikir yang dipandang sederhana oleh orang dewasa
tidak demikian sederhana dipandang oleh anak-anak. Untuk menjelaskan proses belajar harus
mempertimbangkan proses kognisi (pengetahuan) yang turut ambil bagian selama proses belajar
berlangsung. Teori ini juga menyatakan bahwa satu unsur yang paling penting dalam proses belajar
adalah apa yang dibawa individu ke dalam situasi belajar, artinya segala sesuatu yang telah kita
ketahui sangat menentukan keluasan pengetahuan dan informasi yang akan kita pelajari.
Teori belajar kognitif memandang manusia sebagai pelajar yang yang aktif yang
memprakarsai pengalaman, mencari dan mengolah informasi untuk memecahkan masalah,
mengorganisasi apa-apa yang telah mereka ketahui untuk mencapai suatu pemahaman baru. Karena
itu teori ini juga disebut teori pengolahan informasi (information processing theory ).Piaget
(1970)memperkenalkan empat faktor yang mendasari seseorang membuat pemahaman, yaitu:
a. Kematangan, yaitu saatnya seseorang siap melaksanakan suatu tugas perkembangan tertentu.
b. Aktivitas, adalah kemampuan untuk bertindak terhadap lingkungan dan belajar darinya.
c. Pengalaman sosial, proses belajar dari orang lain atau interaksi dengan orang-orang yang ada di
sekitar kita
d. Ekuilibrasi adalah proses terjadinya perubahan-perubahan aktual dalam berpikir.
Para ahli psikologi kognitif memandang bahwa kemampuankognisi seseorang mengalami tahapan
perkembangan. Tahap-tahap perkembangan kognitif tersebut menggambarkan kemampuan
berpikir seseorang sesuai dengan usianya. Piaget (Woolfolk, 206:33) membagi tahapan
perkembangan kognitif dari usia anak sampai dewasa menjadi empat tahap sebagai berikut:

A. Tahap sensorimotor (0-2 tahun), tingkah laku anak pada tahapini dikendalikan oleh perasaan dan
aktivitas motorik. Anak belajar melalui inderanya dan dengan cara memanipulasi benda -benda.
B. Tahap praoperasional (2-7 tahun). Tahap ini dibagi ke dalam dua fase yaitu:
1. Subtahap fungsi simbolik (2-4 tahun), adalah priode egosentris yang sesungguhnya, anak mampu
mengelompokkan dengan cara yang sangat sederhana.
2. Subtahap fungsi intuitif (4-7 tahun), anak secara perlahan mulai berpikir dalam bentuk kelas,
menggunakan konsep angka, dan melihat hubungan yang sederhana.
C. Tahap operasi kongkrit (7-11 tahun), mampu memecahkan masalah kongkrit, mengembangkan
kemampuan untuk menggunakan dan memahami secara sadar operasi logis dalam matematika,
klasifikasi dan rangkaian.
D. Tahap operasi formal (11 tahun-dewasa), mampu memahami konsep abstrak (kemampuan untuk
berpikir tentang ide, memahami hubungan sebab akibat, berpikir tentang masa depan, dan
mengembangkan serta menguji hipotesis).

Berdasarkan tahapan perkembangan kognitif yang dikemukakan Piaget di atas, kita dapat
menyimpulkan bahwa cara berpikir anak prasekolah berbeda dengan anak usia SD, demikian pula
cara berpikir anak SD berbeda dengan cara berpikir anak SLTP, SLTA. Karena itu teori perkembangan
kognitif Piaget mengimplikasikan bahwa proses belajar mengajar harus memperhatikan tahap
perkembangan kognisi anak. Ini berarti bahwa guru mempunyai peranan penting untuk
menyesuaikan keluasan dan kedalaman program belajar, menggunakan strategi pembelajaran,
memilih media dan sumber belajar dengan tingkat perkembangan kognisi anak.

Berdasarkan teori perkembangan kognitif dari Piaget, guru mempunyai peranan dalam proses
belajar mengajar sebagai berikut:

A. Merancang program, menata lingkungan yang kondusif, memilih materi pelajaran, dan
mengendalikan aktivitas murid untuk melakukan inkuiri dan interaksi dengan lingkungan.
B. Mendiagnosa tahap perkembangan murid, menyajikan permasalahan kepada murid yang sejajar
dengan tingkat perkembangannya.
C. Mendorong perkembangan murid kearah perkembangan berikutnya dengan cara memberikan
latihan, bertanya dan mendorong murid untuk melakukan eksplorasi. (Y. Suyitno, 2007:101-102).

2) Teori Psikologi Behavioristik


Teori belajar behavioristik disebut juga Stimulus-Respon Theory (S-R). Kelompok ini mencakup tiga
teori yaitu S-R Bond, Conditioning, dan Reinforcement. Kelompok teori ini berangkat dari asumsi
bahwa anak atau individu tidak memiliki/membawa potensi apa-apa dari kelahirannya.
Perkembangan anak ditentukan oleh faktor-faktor yang berasal dari lingkungan. Lingkunganlah yang
membentuknya, apakah lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat; lingkungan manusia, alam,
budaya, maupun religi. Kelompok teori ini tidak mengakui sesuatu yang bersifat mental. Hasil belajar
adalah perubahan tingkah laku yang dapat diamati dan menekankan pada pengaruh faktor eksternal
pada diri individu.

Teori S-R Bond (stimulus-respon) bersumber dari psikologi keneksionisme atau teori asosiasi dan
merupakan teori pertama dari rumpun Behaviorisme. Menurut konsep mereka, kehidupan ini
tunduk kepada hukum stimulus–respon atau aksi-reaksi. Setangkai bunga dapat merupakan suatu
stimulus dan direspon oleh mata dengan cara meliriknya. Kesan indah yang diterima individu dapat
merupakan stimulus yang mengakibatkan terespon memetik bunga tersebut. Demikian halnya
dengan belajar, terdiri atas rentetan hubungan stimulus-respon. Belajar adalah upaya membentuk
hubungan stimulus respon sebanyak-banyaknya. Tokoh utama dari teori ini adalah Edward L.
Thorndike. Ada tiga hukum belajar yang terkenal dari Thorndike, yaitu law of readiness, law of
excercise or repetition dan law of effect (Bigge dan Trust, 1980:273).

Menurut hubungan kesiapan (law of readiness), hubungan antara stimulus dan respons akan
terbentuk atau mudah terbentuk apabila ada kesiapan pada si stem syaraf individu. Selanjutnya,
hukum latihan (law of exercise) atau pengulangan, hubungan antara stimulus dan respon akan
terbentuk apabila sering dilatih atau diulang-ulang. Menurut hukum akibat (law of effect) ,
hubungan stimulus-respon akan terjadi apabila ada akibat yang menyenangkan.

Teori kedua dari rumpun behaviorisme adalah conditioning atau stimulus-responce with
conditioning. Tokoh utama dari teori ini adalah John B. Watson, terkenal dengan percobaan
conditioning pada anjing. Belajar atau pembentukan hubungan antara stimulus dan respons perlu
dibantu dengan kondisi tertentu. Sebelum anak-anak masuk kelas misalnya dibunyikan bel,
demikian setiap hari dan setiap pertukaran jam pelajaran. Bunyi bel menjadi kondisi bagi anak
sebagai tanda memulai pelajaran di sekolah. Demikian juga dengan waktu makan pagi, siang dan
makan malam dikondisikan oleh bunyi jam dan atau jarum jam.

Teori ketiga adalah reinforcement dengan tokoh utamanya C.L.Hull. Teori ini berkembang dari teori
psikologi, reinforcement merupakan perkembangan lanjutan dari teori S-R Bond dan conditioning.
Kalau pada teori conditioning, kondisi diberikan pada stimulus, maka pada teori reinforcement
kondisi diberikan pada respon. Karena anak belajar sungguh-sungguh (stimulus) selain ia menguasai
apa yang diberikan (respon) maka guru memberi angka tinggi, pujian, mungkin juga hadiah. Angka
tinggi, pujian dan hadiah merupakan reinforcement, supaya pada kegiatan belajarnya akan lebih
giat dan sungguh-sungguh.

Contoh reinfcement dalam pembelajaran reinforcement. Disamping reinforcement positif seperti


itu dikenal pula Peranan guru dalam proses belajar mengajar berdasarkan teori psikologi
behavioristik adalah sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi perilaku yang dipelajari dan merumuskannya dalam rumusan yang spesifik.
b. Mengidentifikasi perilaku yang diharapkan dari proses belajar. Bentuk-bentuk kompetensi yang
diharapkan dalam bidang studi dijabarkan secara spesifik dalam tahap-tahap kecil. Penguasaan
keterampilan melalui tahap-tahap ini sebagai tujuan yang akan dicapai dalam proses belajar.
c. Mengidentifikasi reinforce yang memadai. Reinforce dapat berbentuk mata pelajaran, kegiatan
belajar, perhatian dan pengharagaan, dan kegiatan-kegiatan yang dipilih siswa.
d. Menghindarkan perilaku yang tidak diharapkan dengan jalan memperlemah pola perilaku yang
dikehendaki (Y. Suyitno, 2007:106)

3) Teori Psikologi Humanistik


Tokoh teori ini adalah Abraham H. Maslow dan Carl R. Roger. Teori ini berpandangan bahwa perilaku
manusia itu ditentukan oleh dirinya sendiri, oleh faktor internal, dan bukan oleh faktor lingkungan.
Karena itu teori ini disebut juga dengan “self theory”. Manusia yang mencapai puncak
perkembangannya adalah yang mampu mengaktualisasikan dirinya, mampu mengembangkan
potensinya dan merasa dirinya itu utuh, bermakna, dan berfungsi atau full functioning person (Y.
Suyitno, 2007:103).

Berbeda dengan teori belajar behavioristik, teori humanistik menolak proses mekanis dalam belajar,
karena belajar adalah suatu proses mengembangkan pribadi secara utuh. Keberhasilan siswa dalam
belajar tidak ditentukan oleh guru atau faktor-faktor eksternal lainnya, akan tetapi oleh siswa itu
sendiri. Belajar melibatkan faktor intelektual dan emosional. Aliran ini percaya bahwa dorongan
untuk belajar timbul dari dalam diri sendiri (motivasi intrinsik). Carl R. Roger (Y. Suyitno, 2007:103)
mengemukakan prinsip-prinsip belajar berdasarkan teori psikologi humanistik sebagai berikut:

A. Manusia mempunyai dorongan untuk belajar, dorongan ingin tahu, melakukan eksplorasi dan
mengasimilasi pengalaman baru.
B. Belajar akan bermakna, apabila yang dipelajari itu relevan dengan kebutuhan anak.
C. Belajar diperkuat dengan jalan mengurangi ancaman eksternal seperti hukuman, sikap merendahkan
murid, mencemoohkan, dan sebagainya.
D. Belajar dengan inisiatif sendiri akan melibatkan keseluruhan pribadi, baik intelektual maupun
perasaan.
E. Sikap berdiri sendiri, kreativitas dan percaya diri diperkuat dengan penilaian diri sendiri. Penilaian
dari luar merupakan hal yang sekunder.
Bertentangan dengan teori behavioristik yang lebih menekankan partisipasi aktif guru dalam
belajar, peranan guru menurut teori belajar behavioristik adalah sebagai pembimbing, sebagai
fasilitator yang memberikan kemudahan kepada siswa dalam belajar. Menurut Carl R. Rogers, peran
guru sebagai fasilitator dapat dijabarkan sebagai berikut:
A. Membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif dan sikap positif terhadap belajar.
B. Membantu siswa mengklasifikasikan tujuan belajar, dan guru memberikan kesempatan secara bebas
kepada siswa untuk menyatakan apa yang hendak dan ingin mereka pelajari.
C. Membantu siswa mengembangkan dorongan dan tujuannya sebagai kekuatan untuk belajar.
D. Menyediakan usmber-sumber belajar, termasuk juga menyediakan dirinya sebagai sumber belajar
bagi siswa. (Y. Suyitno, 2007:104)
Guru berdasarkan psikologi humanistik harus mampu menerima siswa sebagai seorang yang
memiliki potensi , minat, kebutuhan, harapan, dan mampu mengembangkan dirinya secara utuh dan
bermakna. Teori ini juga memandang bahwa siswa adalah sumber belajar yang potensial bagi dirinya
sendiri. Dengan demikian teori belajar ini lebih menekankan pada partisipasi aktif siswa dalam
belajar.
C. LANDASAN SOSIOLOGIS DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM
Landasan sosiologis pengembangan kuikulum adalah asumsi – asumsi yang berasal dari sosiologi
yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum. Perkembangan kurikulum harus mengacu
pada landasan sosiologis dikarenakan anak-anak yang berasal dari masyarakat mendapatkan
pendidikan baik formal, informal, maupun non foral dalam lingkungan masyarakat, dan diarahkan
agar mampu terjun dalam kehidupan bermasyarakat. Karena itu kehidupan masyarakat dan budaya
dengan segala karakterisasinya harus menjadi landasan dan titik tolak dalam melaksanakan
pendidikan.

Apabila dipandang dari sosiologinya, pendidikan adalah suatu proses mempersiapkan individu agar
menjadi warga masyarakat yang diharapkan, pendidikan adalah proses sosialisasi, dan berdasarkan
pandangan antrofologi , pendidikan adalah ‘enkulturasi’atau pembudayaan. Menurut Nana Syaodih
Sukmadinata (1997:58) bahwa ‘Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia-
manusia yang lain dan asing terhadap masyarakatnya, tetapi manusia yang lebih bermutu, mengerti,
dan mampu membangun masyarakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan
harus disesuaikan dengan kondisi, karakteristik kekayaan, dan perkembangan masyarakat tersebut’ .
kurikulum harus mampu memfasilitasi peserta didik agar mereka mampu bekerja sama, berinteraksi,
menyesuaikan diri dengan kehidupan di masyarakat dan mampu meningkatkan harkat dan
martabatnya sebagai makhluk yang berbudaya.

1. Masyarakat Dan Kurikulum


Masyarakat adalah suatu kelompok individu yang diorganisasikan sendiri ke dalam
kelompok-kelompok yang berbeda, atau suatu kelompok individu yang terorganisir yang berpikir
tentang dirinya sebagai suatu yang berbeda dengan kelompok atau masyarakat lainnya. Setiap
masyarakat memiliki kebudayaannya sendiri-sendiri sehingga yang membedakan satu sama lainnya
adalah kebudayaan. Hal ini mempunyai implikasi bahwa apa yang terjadi keyakinan pemikiran
seseorang. Dan reaksi seseorang terhadap lingkungannya sangat tergantung kepada kebudayaa
dimana ia hidup.

Menurut Daud Yususf (1982), terdapat tiga sumber nilai yang ada dalam masyarakat untuk
dikembangkan melalui proses pendidikan, yaitu (1) logika adalah aspek pengetahuan dan penalaran,
(2) estetika yang berkaitan dengan aspek emosi atau perasaan, dan (3) etika yang berkaitan dengan
aspek nilai. Ilmu pengetahuan dan kebudayaan adalah nilai-nilai yang bersumber pada logika
(pikiran). Sebgai akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pada hakikatnya adalah
hasil kebudayaan manusia, maka kehidupan manusia semakin luas, semakin meningkat sehingga
tuntutan hidup pun semakin tinggi.
Pendidikan harus mengantisipasi tuntutan hidup ini sehingga dapat mempersiapkan anak
didik untuk hidup wajar sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat dan dalam konteks ini
kurikulum harus dapat menjawab tantangan dan tuntutan tersebut dengan memenuhi dari segi
kurikulum, segi pendekatan dan strategi pelaksanaannya, oelh karena itu guru sebagai pembina dan
pelaksana kurikulum dituntut lebih peka mengantisipasi perkembangan masyarakat, agar apa yang
diberikan kepada siswa relevan dan berguna bagi kehidupan siswa di masyarakat.

Penerapan teori, prinsip, hukum dan konsep-konsep yang terdapat dalam semua ilmu
pengetahuan yang ada dalam kurikulum harus disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat
setempat, sehingga hasil belajar yang dicapai oleh siswa lebih bermakna dalma hidupnya. Tyler
(1946), Taba (1963), Tanner dan Tanner (1984) menyatakan bahwa tuntutan masyarakat adalah
salah satu dasar dalam pengembangan kurikulum. Calhoun, Light, dan Keller (1997) memaparkan
tujuan fungsi sosial pendidikan, yaitu :

1. Mengajar keterampilan
2. Mentransmisikan budaya
3. Mendorong adaptasi lingkungan
4. Membentuk kedisiplinan
5. Mendorong bekerja berkelompok
6. Meningkatkan perilaku etika, dan
7. Memilih bakat dan memberi penghargaan prestasi
Perubahan sosial budaya, perkembangan ilu pengetahuan dan teknologi dalam suatu masyarakat
baik secara langsung maupun tidak langsung akan mengubah kebutuhan masyarakat. Kebutuhan
masyarakat juga dipengaruhi oleh kondisi masyarakat itu sendiri. Masyarakat kota berbeda dengan
masyarakat desa, masyarakat tradisional berbeda dengan masyarakat modern. Karena itu sangatlah
penting memperhatikan faktor karakteristik masyarakat dalam pengembangan kurikulum.
Perkembangan masyarakat dipengaruhi oleh falsafah hidup, nilai-nilai IPTEK, dan kebutuhan yang
ada dalam masyarakat. Perkembangan masyarakat menuntut tersedianya proses pendidikan yang
relevan dan agar tercipta proses pendidikan yang sesuai diperlukan kurikulum yang landasan
pengembangannya memperhatikan faktor perkembangan masyarakat.

2. Kebudayaan Dan Kurikulum


Kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan ide atau gagasan, cita-cita, pengetahuan,
kepercayaan, cara berpikir, kesenian, dan nnilai yang telah disepakati oleh masyarakat. Daoed Yusuf
(1981) mendefinisikan kebudayaan sebagai segenap perwujuda dan keseluruhan hasil pikiran
(logika), kemauan (etika) serta perasaan (estetika) manusia dalam rangka perkembangan
kepribadian mansia, perkembangan hubungan dengan manusia, hubungna manusia dengan alam,
dan hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Kebudayaan diwujudkan dalam tiga gejala :
1. Ide, konsep, gagasan, nilai, norma, peraturan, dan lain-lain. Wujud kebudayaan ini bersifat abstrak
yang erada dalam alam pikiran manusia dan warga masyarakat di tempat kebudayaan itu berada
2. Kegiatan, yaitu tindakan berpola dari manusia dalam bermasyarakat dan disebut sistem sosial,
dimana aktivitas mausia bersifat konkrit, bisa dilihat, dan diobservasi. Tindakan berpola manusia
tetu didasarkan oleh wujud kebudayaan yang pertama. Artinya, sistem sosial dalam bentuk aktivitas
manusia yang merupakan refleksi dari ide, konsep, gagasan, nilai, dan norma yang telah dimilikinya
3. Benda hasil karya manusia. Wujud kebudayaan yang ketiga ini ialah seluruh fisik perbuatan atau hasil
karya manusia di masyarakat. Oleh karena itu wujud kebudayaan yang ketida ini adalah produk dari
wujud kebudayaan yang pertama dan kedua

Faktor kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam pengembangan kurikulum dengan
pertimbangan :

1. Individu lahir tidak berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan, keterampilan,
dan sebagainya. Dan hal tersebut dapat diperoleh individu melalui interaksi dengan lingkungan
budaya, keluarga, masyarakat sekitar, dan sekolah/lembaga pendidikan. Maka sekolah/lembaga
pendidikan mempunyai tugas khusus untuk memberikan pengalaman kepada para peserta didik
dengan salah satu alat yang disebut kurikulum
2. Kurikulum pada dasarnya harus mengakomodasi aspek-aspek sosial dan budaya. Aspek sosiologis
adalah yang berkenaan dengan kondisi sosial masyarakat yang sangat beragam, seprti masyarakat
industri, pertanian, nelayan, dan sebagainya. Pendidikan di sekolah pada dasarnya bertujuan
mendidik anggota masyarakat agar dapat hidup berintegrasi, berinteraksi dan beradaptasi dengan
anggota masyarakat lainnya serta meningkatkan kualitas hidupnya sebagai makhluk berbudaya. Hal
ini membawa implikasi bahwa kurikulum sebagai salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan
harus bermuatan kebudayaan yang bersifat umum seperti : nilai-nilai, sikap-sikap, pengetahuan, dan
kecakapan.
Pendidikan beruatan kebudayaan khusus untuk aspek-aspek kehidupan tertentu dan berkenaan
dengan kelompok yang sifatnya vokasional.

Indonesia memiliki ciri khas mengenai adat istiadat yang beragam dari setiap wilayahnya.
Keanekaragaman tersebut bukan hanya dalam kebudayaan tetapi juga kondisi alam dan lingkungan
sosialnya dan hal tersebut harus dilestarikan dan dikembnagkan melalui upaya pendidikan. Dari
kenyataan tersebut, maka pengembangan kuruikulum sekolah mengakomodasi unsur-unsur
lingkungan yang menjadi dasar dala menetapkan materi kurikulum muatan lokal. Dan gagasan
pemerintah untuk melestarikan pengembangan kurikulum muatan lokal tersebut dimulai pada
sekolah dasar, telah diwujudkan dalam keputusan Menter Pendidikan dan Kebudayaan RI No.
0412/U/1987 Tanggal 11 Juli 1987 tentang Penerapan Muatan Lokal Sekolah Dasar kemudian disusul
dengan penjabaran pelaksanaannya dalam keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah No. 173/C/Kep/M/1987 Tanggal 7 Oktober 1987. Mnedikbud menyatakan : ‘Dalam hal ini
harus diingat bahwa adanya muatan lokal dalam kurikulum bukan bertujuan agar anak terjerat
dalam lingkungannya semata-mata. Semua anak berhak mendapatkan kesempatan guna lebih
terlibat dalam mobilitas yang melampaui batas lingkungannya sendiri’ 9Umar Tirtarahardja dan Ia
Sula, 2000:274).

Muatan lokal adalah pendidikan yang isi dan media penyapaiannya dikaitkan dengan
lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan budaya serta kebutuhan daerah. Yang dimaksud
isi adalah materi pelajaran atau bahan ajar yang dipilih dari lingkungan dan dijadikan program untuk
dipelajari siswa di bawah bimbingan guru. Media penyampaian adalah metode dan berbagai alat
bantu pembelajaran yang digunakan dalam menyajikan isi muatan lokal yang diambil dari
menggunakan sumber lingkungan yang dekat dengan kehidupan peserta didik.

Contoh kurikulum muatan lokal yang saat ini sudah dilaksanakan di sebagian besar sekolah
adalah mata pelajaran keterampilan, kesenian, dan bahasa daerah.

Tujuan pengembangan kurikulum muatan lokal dapat dilihat dari kepentingan nasional dan
kepentingan peserta didik. Dalam hubungannya dengan kepentingan nasional muatan lokal
bertujuan :

a. Melestarikan dan mengembangkan kebudayaan yang khas daerah.


b. Mengubah nilai dan sikap masyarakat terhadap lingkungan ke arah yang positif.
Jika dillihat dari sudut kepentingan peserta didik pengembangan kurikulum uatan lokal
bertujuan :

a. Meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap lingkungannya (lingkungan alam, sosial, dan
budaya).
b. Mengakrabkan peserta didik dengan lingkungannya sehingga mereka tidak asing dengan
lingkungannya.
c. Menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari untuk memecahkan masalah yang
ditemukan di lingkungan sekitarnya.
(Umar Tirtarahardja dan La Sula, 2000:276)
D. LANDASAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGIS DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia masih relatif sederhana,
namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-
teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus semakin
berkembang. Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu
yang tidak mungkin.

Dari para ahli, kita sering mendengar pernyataan bahwa ilmu bukan hanya untuk ilmu. Hal ini
berarti, perkembangan ilmu pengetahuan diharapkan dapat memberikan sumbangan kepada
bidang-bidang kehidupan atau ilmu ynag lainnya. Sumbangan yang berupa penggunaan tau
penerapan suatu bidang ilmu pengetahuan terhadap bidang-bidang lain disebut teknologi seperti
yang Menurut Iskandar Alisyahbana “Teknologi ialah cara melakukan sesuatu untuk memenuhi
kehidupan manusia dengan bantuan alat dan akal (hardware dan software), sehingga sekan-akan
memperpanjang, memperkuat, atau membuat lebih ampuh anggota tubuh.

Perkembangan yang begitu cepat pada beberapa dekade terakhir adalah perkembangan teknologi
transportasi, komunikasi, dan informatika, serta media cetak. Perkembangan teknologi terbesar
dalam pertengahan abad ke-20 berkenaan dengan penjelajahan luar angkasa. Temuan-temuan
dibidang fisika, kimia, dan matematika mengembangkan teknologi ruang angkasa dan kemiliteran.

Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir telah
berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya.
Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan
keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks
global dan lokal. Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang
berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dengan standar mutu yang tinggi. Sifat
pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih,
sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi
untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan
menilai pengetahuan, serta mengatasi siatuasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian.
Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam bidang transportasi
dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia.

Pendidikan juga mendapat pengaruh yang cukup besar dari ilmu dan technology. Pendidikan
sangat erat hubungannya dengan kehidupan sosial, sebab pendidikan merupakan salah satu aspek
sosial. Pendidikan tiadak terbatas pada pendidikan formal saja, melainkan juga pendidikan
nonformal. Sebab pendidikan meliputi segala usaha sendiri atau usaha pihak luar untuk
meningkatkan pengetahuan dan kecakapan, memperoleh keterampilan, dan membentuk sikap-sikap
tertentu.
Perkembangan IPTEK, baik secara langsung maupun tidak langsung menuntut perkembangan
pendidikan. Pengaruh langsung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah memberikan
isi atau materi atau bahan yang akan disampaikan dalam pendidikan. Pengaruh tak langsung adalah
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknolgi menyebabkan perkembangan masyarakat, dan
perkembangan masyarakat menimbulkan problem baru yang menuntut pemecahan dengan
pengetahuan, kemampuan, keterampilan baru yang dikembangkan dalam pendidikan. Oleh karena
itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup
manusia.

Ilmu pengetahuan adalah seperangkat pengetahuan yang disusun secara sistematis yang dihasilkan
melalui riset atau penelitian. Sedangkan teknologi adalah aplikasi dari ilmu pengetahuan untuk
memecahkan masalah-masalah praktis dalam kehidupan. Ilmu dan teknologi tidak bisa dipisahkan.
Sejak abad pertengahan ilmu pengetahuan telah berkembang dengan pesat. Perkembangan ilmu
pengetahuan pada masa kini banyak didasari oleh penemuan dan hasil pemikiran para filsuf purba
seperti Plato, Socrates, Aristoteles, John Dewey, Archimides, dan lain-lain.

Seiring dengan perkembangan pemikiran manusia, dewasa ini banyak dihasilkan temuan -temuan
baru dalam berbagai bidang kehidupan manusia seperti kehidupan sosial, ekonomi, budaya, politik,
dan kehidupan lainnya. Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) bukan menjadi monopoli suatu
bangsa atau kelompok tertentu. Baik secara langsung maupun tidak langsung perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi tersebut berpengaruh pula terhadap pendidikan. Perkembangan
teknologi industri mempunyai hubungan timbal -balik dengan pendidikan. Industri dengan teknologi
maju memproduksi berbagai macam alat -alat dan bahan yang secara langsung atau tidak langsung
dibutuhkan dalam pendidikan dan sekaligus menuntut sumber daya manusia yang handal untuk
mengaplikasikannya.

Kegiatan pendidikan membutuhkan dukungan dari penggunaan alat-alat hasil industri seperti
televisi, radio, video, komputer, dan peralatan lainnya. Penggunaan alat-alat yang dibutuhkan untuk
menunjang pelaksanaan program pendidikan, apalagi disaat perkembangan produk teknologi
komunikasi yang semakin canggih, menuntut pengetahuan dan keterampilan serta kecakapan yang
memadai dari para guru dan pelaksana program pendidikan lainnya. Mengingat pendidikan
merupakan upaya menyiapkan siswa menghadapi masa depan dan perubahan masyarakat yang
semakin pesat termasuk di dalamnya perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka penge
mbangan kurikulum haruslah berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung berimplikasi terhadap


pengembangan kurikulum yang di dalamnya mencakup pengembangan isi/materi pendidikan,
penggunaan strategi dan media pembelajaran, serta penggunaan sistem evaluasi. Secara tidak
langsung menuntut dunia pendidikan untuk dapat membekali peserta didik agar memiliki
kemampuan memecahkan masalah yang dihadapi sebagai pengaruh perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Selain itu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga
dimanfaatkan untuk memecahkan masalah pendidikan.
BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN
Kurikulum sebagai suatu rancangan dalam pendidikan memiliki posisi yang strategis, karena
seluruh kegiatan pendidikan bermuara kepada kurikulum. Begitu pentingnya kurikulum sebagaimana
sentra kegiatan pendidikan, maka didalam penyusunannya memerlukan landasan atau fondasi yang
kuat, melalui pemikiran dan penelitian secara mendalam
Dari setiap landasan pengembangan kurikulum yang telah dibahas dalam makalah ini, maka
dapat disimpulkan bahwa begitu pentingnya suatu landasan dalam sebuah kurikulum, karena
kurikulum adalah sebuah rencana pendidikan, diperlukan landasan yang sangat akurat. Agar
nantinya bisa membantu dalam pengembangan dan kemajuan proses pendidikan serta tujuan
pendidikan yang sebenarnya.
Oleh karena itu landasan yang digunakan untuk mengembangkankan kurikulum harus dicari
dengan seleksi yang ketat agar menghasilkan landasan yang kuat dan tepat. Pemahaman dan cara
implementasi yang tepat adalah awal yang baik untuk menajalankan kurikulum. Karena kerugian
pendidikan sangat besar jika kurikulum tersebut tidak dilakukan dengan baik. Peran kurikulum ini
sangat berpengaruh, jadi dibutuhkan landasan yang kokoh dan kuat serta implementasinya yang
tepat.

B. SARAN PENULIS
Sejalan dengan kesimpulan di atas, penulis merumuskan saran sebagai berikut:
1. Pembaca harus benar-benar bisa menjalankan dan memahami kurikulum serta landasan dalam
pengembangan kurikulum.
2. Dalam penulisan makalah ini, penulis yakin masih banyak kekurangan yang belum dapat
disempurnakan oleh penulis, oleh karena itu semoga teman-teman yang membaca dapat
menyempurnakan kekurangan-kekurangan itu.
DAFTAR PUSTAKA

usafa, Nanang. (2012). Peran Landasan Pengembangan Kurikulum Terhadap Komponen Materi Kurikulum. [Online].
Tersedia: http://kampus215.blogspot.com/2012/11/peran-landasan-pengembangan-kurikulum.html
(7 Pebruari 2013)

ukrima, Syifa. (2012). Landasan Pengembangan Kurikulum. [Online]. Tersedia:


http://www.slideshare.net/SyifaMukrimaa/landasan-pengembangan-kurikulum-15129959 (7
Pebruari 2013)

uhtar, Zulkifli. (2011). Makalah Landasan Pengembangan Kurikulum. [Online].


Tersedia:http://blogzulkifli.wordpress.com/2011/06/06/makalah-landasan-pengembangan-
kurikulum/ (7 Pebruari 2013)

liawati, Lilis. (2010). Pentingnya Landasan Psikologis dalam Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
[Online]. Tersedia: http://hipkin.or.id/pentingnya-landasan-psikologis-dalam-pengembangan-
kurikulum-tingkat-satuan-pendidikan/ (7 Pebruari 2013)

di, Fedelis. (2013). Landasan Sosiologi, Ilmu Pengetahuan Dan teknologi Dalam Pengembangan Kurikulum. [Online].
Tersedia: http://fedelisrudi.blogspot.com/2013/01/landasan-sosiologis-ilmu-pengetahuan.html (7
Pebruari 2013)

rdin, Ahmat. (2012). Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam Pengembangan Kurikulum. [Online]. Tersedia:
http://www.ahmatnurdin.com/landasan-ilmu-pengetahuan-dan-teknologi-dalam-pengembangan-
kurikulum.html (7 Pebruari 2013)

sep, Carli. (2012). Kebudayaan Dan kurikulum.[Online]. Tersedia:


http://id.scribd.com/doc/97550350/19/Kebudayaan-dan-Kurikulum (7 Pebruari 2013)

asitoh. (2012). Landasan Kurikulum. [Online]. Tersedia:


http://file.upi.edu/browse.php?dir=Direktori/FIP/JUR._KURIKULUM_DAN_TEK._PENDIDIKAN/194806
261980112-MASITOH/ (7 Pebruari 2013)

m pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran.2009. Kurikulum dan Pembelajaran.Bandung: Jurusan Kurtekpen
FIP UPI

m Dosen MKDP Landasan Pendidikan. 2011. Landasan Pendidikan .UPI: Bandung


Diposkan oleh erzan safari di 11.10

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Mengenai Saya

erzan safari

Lihat profil lengkapku

Arsip Blog
 ▼ 2013 (11)
o ▼ Desember (11)
 TOKSIKOLOGI
 SKENARIO PEMBELAJARAN MOLEKUL
 SKENARIO PEMBELAJARAN ION
 Mengapa ketika berada didaerah panas lebih nyaman ...
 PERCOBAAN MEMBUAT PLASTISIN MELAYANG DIDALAM AIR
 MAKALAH LANDASAN-LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
 PENGOLAHAN BESI DAN BAJA
 AL-KINIDI
 JABIR IBNU HAYYAN
 UNSUR-UNSUR GAS MULIA
 REAKSI REDOKS DAN ELEKTROKIMIA

Template Simple. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai