: Dyah Palupi R :A : 130321810974 FILOSOFI PENELITIAN PENDIDIKAN
A. Kualitatif inkuiri dalam filsafat dan pendidikan
1. Dari pengetahuan modern yang terus berkembang diketahui bahwa semua pengetahuan, pendekatan ilmiah, dsb melibatkan interpretasi. 2. Untuk mengukur menggunakan sistem simbolik tertentu dengan tujuan menginterpretasikan dan mengekspresikan fenomena yang diamati. 3. Jika semua inkuiri interpretatif maka pada poin tertentu kita harus menghadapi pertanyaan bagaimana untuk memilih/menilai diantara interpretasi yang bersaing. 4. Penganut pragmatis menjadi relativis dalam memandang teori-teori filsafat atau pandangan spekulatif dari hakekat suatu benda. Bagi orang pragmatis tidak terdapat cara yang rasional untuk memilih diantara spekulasi filosofis lain yang bertentangan. Bagaimanapun orang pragmatis bukan orang yang relativis tentang teori-teori yang nyata yaitu tentang usulan konkret untuk tindakan alternatif. 5. Pertanyaan pendidikan pada intinya tidak hanya tentang filosofis tetapi semua inkuiri rasional yang kompleks. Kita membuat pendidikan fokus pada upaya untuk melestarikan, mengkritik, dan menciptakan budaya atau lebih tepatnya studi manusia dalam semua keberagamannya. B. Filosofi pendidikan sebagai inkuiri kualitatif 1. Aktivitas filosofi dan ilmiah Awal abad ke 20 terdapat 3 konsep filosofi pendidikan, yaitu o Pendidikan bisa menjadi ilmu seperti ilmu alam yang diperlakukan sebagai ilmu induktif, o Akal manusia bertujuan untuk menyelesaikan pekerjaan ketika ilmu alam tidak mampu. Pekerjaan filsafat adalah untuk menyatakan yang tak tampak secara keseluruhan dari pengalaman fragmentaris dari ilmu. o Tempat alami untuk ide pendidikan muncul dalam konteks pendidikan dan peran ilmu pengetahuan adalah untuk menguji makna dari ide-ide tersebut. Pada tahun 1920-an dan 1930-an usaha dibuat untuk menyamakan dibuat untuk menyamakan penelitian dalam filsafat dengan metode ilmiah dalam
arti luas (Giarelli dan Zimpfer, 1980). Penelitian filosofis dianggap
memerlukan prosedur yang sama yang digunakan oleh ilmuwan: identifikasi masalah, generasi hipotesis, pengumpulan bukti, dan generalisasi temuan. Hal itu dipahami, bagaimanapun, bahwa data para filsuf berbeda, bahwa tidak ada instrumen yang dapat diandalkan dari pengukuran yang bersifat filosofis yang tersedia dengan jelas, dan bahwa masalah-masalah filosofis tidak selalu terbuka untuk penyelidikan empiris. Bagi Aristoteles, tidak ada perbedaan yang keras dan cepat antara filsuf yang memiliki kebijaksanaan dan ilmuwan yang memiliki pengetahuan. 2. Filosofi sebagai pemikiran kualitatif Dua poin penting dalam anekdot Stein, yaitu sebelum penyelidika selalu ada permintaan/pertanyaan dan sebelum permintaan ada aktivitas estetika/persaan dan penghargaan yang disebut pemikiran kualitatif. Penelitian adalah yang terjadi di sekitar, menjelajahi, melihat ke dalam situasi, konteks, atau lapangan. Inkuiri bukanlah hanya sekedar mempertanyakan atau mencari, akan tetapi mempertanyakan dan mencari dengan maksud, dengan beberapa batasan, atau dengan obyek dalam pikiran. Dewey mengatakan bahwa untuk guru, aktifitas kualitatif dan konsekuensinya adalah lebih penting daripada elemen kuantitatif yang banyak. 3. Tujuan pemikiran kualitatif Salah satu tujuan dari filsafat adalah kejelasan, yang berarti akurasi dan presisi linguistik dan logis, dan juga fokus, yang merupakan kualitas yang memungkinkan pendalaman pemikiran. Fokus tanpa persepsi keseluruhan menyebabkan kesia-siaan, sementara perasaan belaka bagi keseluruhan tanpa fokus tidak menghasilkan permintaan dan dengan demikian tidak ada penyelidikan dan pengetahuan. Konteks adalah membangun, memperkaya, dan mensintesis dari situasi yang dirasakan atau keseluruhan itu sendiri. Rasa konteks merupakan penentu utama dari rasa pertanyaan, yaitu, seseorang dapat memahami dan mampu merumuskan pertanyaan atau masalah dalam satu konteks atau situasi, tetapi tidak di konteks atau situasi yang lain. Dimana kejelasan menunjukkan fokus dalam bidang atau situasi, dan konteks menunjukkan memperkaya dan menafsirkan situasi itu sendiri, kesadaran menunjukkan menggenggam dan kesadaran akan ketegangan yang diciptakan oleh situasi problematis dan kebutuhan untuk pilihan. Tujuannya adalah untuk mengamankan konteks di mana apa yang sugestif
dan pasti bisa menjadi diklarifikasi dan terfokus.