Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pembangunan mempunyai pengertian dinamis, maka tidak boleh dilihat dari konsep yang
statis. Pembangunan juga mengandung orientasi dan kegiatan yang tanpa akhir.
Proses pembangunan merupakan suatu perubahan sosial budaya. Pembangunan menunjukkan
terjadinya suatu proses maju berdasarkan kekuatan sendiri, tergantung kepada manusia dan
struktur sosialnya. Pembangunan tidak bersifat top-down, tetapi tergantung dengan
“innerwill”, proses emansipasi diri. Dengan demikian, partisipasi aktif dan kreatif dalam
proses pembangunan hanya mungkin bila terjadi karena proses pendewasaan.
Kecendrungan globalisasi dan regionalisasi membawa sekaligus tantangan dan peluang baru
bagi proses pembangunan di Indonesia. Dalam era seperti ini, kondisi persaingan antar pelaku
ekonomi (badan usaha dan/atau negara) akan semakin tajam. Dalam kondisi persaingan yang
sangat tajam ini, tiap pelaku ekonomi (tanpa kecuali) dituntut menerapkan dan
mengimplementasikan secara efisien dan efektif strategi bersaing yang tepat (Kuncoro,
2004). Dalam konteksi inilah diperlukan ”strategi berperang” modern untuk memenangkan
persaingan dalam lingkungan hiperkompetitif diperlukan tiga hal (D’Aveni, 1995), pertama,
visi terhadap perubahan dan gangguan. Kedua, kapabilitas, dengan mempertahankan dan
mengembangkan kapasitas yang fleksibel dan cepat merespon setiap perubahan. Ketiga,
taktik yang mempengaruhi arah dan gerakan pesaing.

Secara historis, teori Dependensi lahir atas ketidakmampuan teori Modernisasi


membangkitkan ekonomi negara-negara terbelakang, terutama negara di bagian Amerika
Latin. Secara teoritik, teori Modernisasi melihat bahwa kemiskinan dan keterbelakangan yang
terjadi di negara Dunia Ketiga terjadi karena faktor internal di negara tersebut. Karena faktor
internal itulah kemudian negara Dunia Ketiga tidak mampu mencapai kemajuan dan tetap
berada dalam keterbelakangan.
Paradigma inilah yang kemudian dibantah oleh teori Dependensi. Teori ini berpendapat
bahwa kemiskinan dan keterbelakangan yang terjadi di negara-negara Dunia Ketiga bukan
disebabkan oleh faktor internal di negara tersebut, namun lebih banyak ditentukan oleh faktor
eksternal dari luar negara Dunia Ketiga itu.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun beberapa hal yang menjadi rumuasan masalah dalam makalah ini, antara lain:
1. Bagaimana sejarah perkembangan Teori Dependensi?
2. Bagaimana asumsi-asumsi dasar Teori Dependensi?
3. Bagaimana Teori Dependensi tersebut?
4. Bagaimana kritik terhadap Teori Dependensi?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah perkembangan Teori Dependensi.
2. Untuk mengetahui bagaimana asumsi-asumsi dasar tentang Teori Dependensi.
3. Untuk mengetahui bagaimana teori Dependensi itu.
4. Untuk mengetahui bagaimana kritik terhadap Teori Dependensi.
BAB II
PEMBAHASAN
v Pengertian Pembangunan
Pengertian pembangunan mungkin bukan suatu hal yang paling menarik untuk diperdebatkan
hingga panjang lebar. Hal itu mungkin saja tidak ada satupun disiplin ilmu yang paling tepat
dalam mengartikan kata pembangunan itu sendiri. Sejauh ini serangkaian pemikiran tentang
pembangunan telah berkembang, mulai dari perspektif sosiologi klasik (Durkheim, Weber,
dan Marx), pandangan Marxis, modernisasi oleh Rostow, strukturalisme bersama modernisasi
memperkaya ulasan pendahuluan pembangunan sosial, hingga pembangunan berkelanjutan.
Namun, ada saja ide-ide yang telah menjadi pesan di dalamnya.
Berikut merupakan ide tersebut dan penjelasannya:
Ide pertama adalah koordinasi yang berimplikasi pada perlunya suatu kegiatan
perencanaan seperti yang telah dibahas sebelumnya.
Ide kedua adalah terciptanya alternatif yang lebih banyak secara sah. Hal ini dapat
diartikan bahwa pembangunan hendaknya berorientasi kepada keberagaman dalam seluruh
aspek kehidupan.
Dalam hal ini, pembangunan dapat diartikan sebagai `suatu upaya terkoordinasi untuk
menciptakan alternatif yang lebih banyak secara sah kepada setiap warga negara untuk me-
menuhi dan mencapai aspirasinya yang paling manusiawi (Nugroho dan Rochmin Dahuri,
2004).
Beberapa para ahli juga memberikan definisinya yang bermacam-macam terkait dengan
tentang pembangunan itu sendiri seperti halnya dengan perencanaan. Istilah pembangunan
bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan yang orang lain, daerah yang satu dengan
daerah yang lainnya, negara satu dengan negara yang lainnya. Namun secara umum ada suatu
kesepakatan bahwa pembangunan merupakan proses untuk melakukan perubahan. (Riyadi
dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).
Tidak hanya itu, Siagian (1994) juga memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai
“Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan
dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam
rangka pembinaan bangsa (nation building)”. Sedangkan pendapat Ginanjar Kartasasmita
(1994) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses perubahan
ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”.
Sedangkan dalam pemahaman sederhananya sendiri pembangunan dapat diartikan sebagai
proses perubahan kearah yang lebih baik, melalui upaya yang dilakukan secara terencana.
Pembangunan dalam sebuah negara sering dikaitkan dengan pembangunan ekonomi
(economic development). Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan
total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya peningkatan jumlah dan
produktifitas sumber daya, termasuk pertambahan penduduk, disertai dengan perubahan
fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara serta pemerataan pendapatan bagi
penduduk suatu negara. Hal ini sejalan dengan apa yang sudah menjadi pendapat Sumitro
dalam Deliarnov (2006:89), bahwa proses pembangunan ekonomi harus merupakan proses
pembebasan, yaitu pembebasan rakyat banyak dari belenggu kekuatan-kekuatan ekonomi,
dan pembebasan negara-negara berkembang dari belenggu tata kekuatan ekonomi dunia.
Bahkan secara terminologisnya sendiri, di Indonesia pembangunan identik dengan istilah
development, modernization, westernization, empowering, industrialization,
economic growth, europanization, bahkan istilah tersebut juga sering disamakan dengan term
political change. Identifikasi pembangunan dengan beberapa term tersebut lahir karena
pembangunan memiliki makna yang multi-interpretable. Makna dasar dari development itu
sendiri adalah pembangunan. Artinya, serangkaian upaya atau langkah untuk memajukan
kondisi masyarakat sebuah kawasan atau negara dengan konsep pembangunan tertentu.
Tidak hanya yang berpendapat di Indonesia, pada awalnya juga pemikiran tentang
pembangunan sering ditemukan adanya pemikiran yang mengidentikan pembangunan dengan
perkembangan, pembangunan dengan modernisasi dan industrialisasi, bahkan pembangunan
dengan westernisasi. Seluruh pemikiran tersebut didasarkan pada aspek perubahan, di mana
pembangunan, perkembangan, dan modernisasi serta industrialisasi, secara keseluruhan
mengandung unsur perubahan.
v Lahirnya Pembangunan
Dalam perkembangan sejarahnya, terlihat bahwa kapitalisme lahir lebih kurang tiga abad
sebelum teori-teori pembangunan muncul. Sehingga, berbagai perdebatan terhadap teori
maupun praktek pembangunan sudah berada di dalam alam kapitalisme. Karena itu, tidak
mengherankan jika kapitalisme sangat mewarnai teori-teori pembangunan.
Dengan demikian, proses pembangunan terjadi di semua aspek kehidupan masyarakat,
ekonomi, sosial, budaya, politik, yang berlangsung pada level makro (nasional) dan mikro
(commuinity/group). Makna penting dari pembangunan adalah adanya kemajuan/perbaikan
(progress), pertumbuhan dan diversifikasi.
Dengan semakin meningkatnya kompleksitas kehidupan masyarakat yang menyangkut
berbagai aspek, pemikiran tentang modernisasi pun tidak lagi hanya mencakup bidang
ekonomi dan industri, melainkan telah merambah ke seluruh aspek yang dapat
mempengaruhi kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, modernisasi diartikan sebagai proses
trasformasi dan perubahan dalam masyarakat yang meliputi segala aspeknya, baik ekonomi,
industri, sosial, budaya, dan sebagainya.
Motivasi teori modernisasi untuk merubah cara produksi masyarakat berkembang
sesungguhnya adalah usaha merubah cara produksi pra-kapitalis ke kapitalis, sebagaimana
negara-negara maju sudah menerapkannya untuk ditiru. Selanjutnya dalam teori dependensi
yang bertolak dari analisa Marxis, dapat diakatakan hanyalah mengangkat kritik terhadap
kapitalisme dari skala pabrik (majikan dan buruh) ke tingkat antar negara (sentarl dan
pinggiran), dengan analisis utama yang sama yaitu eksploitasi. Demikian halnya dengan teori
sistem dunia yang didasari teori dependensi, menganalisis persoalan kapitalisme dengan
satuan analisis dunia sebagai hanya satu sistem, yaitu sistem ekonomi kapitalis.
Oleh karena dalam proses modernisasi itu terjadi suatu proses perubahan yang mengarah
pada perbaikan, para ahli manajemen pembangunan menganggapnya sebagai suatu proses
pembangunan di mana terjadi proses perubahan dari kehidupan tradisional menjadi modern,
yang pada awal mulanya ditandai dengan adanya penggunaan alat-alat modern,
menggantikan alat-alat yang tradisional.
Selanjutnya seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, termasuk ilmu-ilmu sosial, para
Ahli manajemen pembangunan terus berupaya untuk menggali konsep-konsep pembangunan
secara ilmiah. Secara sederhana pembangunan sering diartikan sebagai suatu upaya untuk
melakukan perubahan menjadi lebih baik. Karena perubahan yang dimaksud adalah menuju
arah peningkatan dari keadaan semula, tidak jarang pula ada yang mengasumsikan bahwa
pembangunan adalah juga pertumbuhan. Seiring dengan perkembangannya hingga saat ini
belum ditemukan adanya suatu kesepakatan yang dapat menolak asumsi tersebut.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada dasarnya pembangunan tidak dapat dipisahkan
dari pertumbuhan, dalam arti bahwa pembangunan dapat menyebabkan terjadinya
pertumbuhan dan pertumbuhan akan terjadi sebagai akibat adanya pembangunan. Dalam hal
ini pertumbuhan dapat berupa pengembangan/perluasan (expansion) atau peningkatan
(improvement) dari aktivitas yang dilakukan oleh suatu komunitas masyarakat.
Dilihat dari arti hakiki pembangunan, pada dasarnya menekankan pada aspek nilai-nilai
kemanusiaan, seperti; menunjang kelangsungan hidup atau kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan hidup, harga diri atau adanya perasaan yang layak menghormati diri sendiri dan
tidak menjadi alat orang lain, kebebasan atau kemerdekaan dari penjajahan dan perbudakan.
Selain itu, arti pembangunan yang paling dalam adalah kemampuan orang untuk
mempengaruhi masa depannya, yang mencakup; kapasitas, keadilan, penumbuhan kuasa dan
wewenang, dan saling ketergantungan.
Proses pembangunan sebagai proses sistemik, pada akhirnya akan menghasilkan keluaran
(output) pembangunan, kualitas dari output pembangunan tergantung pada bahan masukan
(input), kualitas dari proses pembangunan yang dilaksanakan, serta seberapa besar pengaruh
lingkungan dan faktor-faktor alam lainnya. Bahan masukan pembangunan, salah satunya
adalah sumber daya manusia, yang dalam bentuk konkritnya adalah manusia. Manusia dalam
proses pembangunan mengandung beberapa pengertian, yaitu manusia sebagai pelaksana
pembangunan, manusia sebagai perencana pembangunan, dan manusia sebagai sasaran dari
proses Pembangunan.

A. Sejarah Teori Dependensi


Sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, teori-teori pembangunan
dikelompokkan atas tiga, yaitu; kelompok Teori Modernisasi, kelompok Teori
Ketergantungan, dan kelompok Teori Pasca-Ketergantungan.
Untuk pembahasan kali ini, mungkin penulis tidak akan membahas tentang teori modernisasi
dan teori Pasca-ketergantungan (Sistem Dunia). Melainkan penulis akan lebih membahas
pada teori ketergantungan (dependensi).
v Teori Dependensi (Ketergantungan).
Teori Modernisasi mendapat kritikan dari Teori Ketergantungan. Andre Gunder Frank melihat
hubungan dengan negara metropolis selalu berakibat negatif bagi negara satelit. Sejarah dan
Asumsi Dasar Teori Dependensi
Secara historis, teori Dependensi lahir atas ketidakmampuan teori Modernisasi
membangkitkan ekonomi negara-negara terbelakang, terutama negara di bagian Amerika
Latin. Secara teoritik, teori Modernisasi melihat bahwa kemiskinan dan keterbelakangan yang
terjadi di negara Dunia Ketiga terjadi karena faktor internal di negara tersebut. Karena faktor
internal itulah kemudian negara Dunia Ketiga tidak mampu mencapai kemajuan dan tetap
berada dalam keterbelakangan. Paradigma inilah yang kemudian dibantah oleh teori
Dependensi. Teori ini berpendapat bahwa kemiskinan dan keterbelakangan yang terjadi di
negara-negara Dunia Ketiga bukan disebabkan oleh faktor internal di negara tersebut, namun
lebih banyak ditentukan oleh faktor eksternal dari luar negara Dunia Ketiga itu. Faktor luar
yang paling menentukan keterbelakangan negara Dunia Ketiga adalah adanya campur tangan
dan dominasi negara maju pada laju pembangunan di negara Dunia Ketiga. Dengan campur
tangan tersebut, maka pembangunan di negara Dunia Ketiga tidak berjalan dan berguna untuk
menghilangkan keterbelakangan yang sedang terjadi, namun semakin membawa
kesengsaraan dan keterbelakangan. Keterbelakangan jilid dua di negara Dunia Ketiga ini
disebabkan oleh ketergantungan yang diciptakan oleh campur tangan negara maju kepada
negara Dunia Ketiga. Jika pembangunan ingin berhasil, maka ketergantungan ini harus
diputus dan biarkan negara Dunia Ketiga melakukan roda pembangunannya secara mandiri.
Paradigma inilah yang kemudian dibantah oleh teori Dependensi. Teori ini berpendapat
bahwa kemiskinan dan keterbelakangan yang terjadi di negara-negara Dunia Ketiga bukan
disebabkan oleh faktor internal di negara tersebut, namun lebih banyak ditentukan oleh faktor
eksternal dari luar negara Dunia Ketiga itu. Faktor luar yang paling menentukan
keterbelakangan
negara Dunia Ketiga adalah adanya campur tangan dan dominasi negara maju pada laju
pembangunan di negara Dunia Ketiga. Dengan campur tangan tersebut, maka pembangunan
di negara Dunia Ketiga tidak berjalan dan berguna untuk menghilangkan keterbelakangan
yang sedang terjadi, namun semakin membawa kesengsaraan dan keterbelakangan.
Keterbelakangan jilid dua di negara Dunia Ketiga ini disebabkan oleh ketergantungan yang
diciptakan oleh campur tangan negara maju kepada negara Dunia Ketiga. Jika pembangunan
ingin berhasil, maka ketergantungan ini harus diputus dan biarkan negara Dunia Ketiga
melakukan roda pembangunannya secara mandiri.
Ada dua hal utama dalam masalah pembangunan yang menjadi karakter kaum Marxis Klasik:
Ø Pertama, negara pinggiran yang pra-kapitalis adalah kelompok negara yang tidak dinamis
dengan cara produksi Asia, tidak feodal dan dinamis seperti tempat lahirnya kapitalisme,
yaitu Eropa.
Ø Kedua, negara pinggiran akan maju ketika telah disentuh oleh negara pusat yang
membawa kapitalisme ke negara pinggiran tersebut. Ibaratnya, negara pinggiran adalah
seorang putri cantik yang sedang tertidur, ia akan bangun dan mengembangkan potensi
kecantikannya setelah disentuh oleh pangeran tampan.
Bantahan teori Dependensi atas pendapat kaum Marxis Klasik ini juga ada dua hal:
Ø Pertama, negara pinggiran yang pra-kapitalis memiliki dinamika tersendiri yang berbeda
dengan dinamika negara kapitalis. Bila tidak mendapat sentuhan dari negara kapitalis yang
telah maju, mereka akan bergerak dengan sendirinya mencapai kemajuan yang
diinginkannya.
Ø Kedua, justru karena dominasi, sentuhan dan campur tangan negara maju terhadap negara
Dunia Ketiga, maka negara pra-kapitalis menjadi tidak pernah maju karena tergantung
kepada negara maju tersebut. Keteregantungan tersebut ada dalam format “neo-kolonialisme”
yang diterapkan oleh Negara maju kepada Negara Dunia Ketiga tanpa harus menghapuskan
kedaulatan Negara Dunia ketiga (Arief Budiman, 200:62-63)
Teori Dependensi kali pertama muncul di Amerika Latin. Pada awal kelahirannya, teori ini
lebih merupakan jawaban atas kegagalan program yang dijalankan oleh ECLA (United
Nation Economic Commission for Latin Amerika) pada masa awal tahun 1960-an. Serta
dipengaruhi dan merupakan jawaban atas krisis teori Marxis otodoks. Menurut pandangan
Marxis ortodoks, Amerika latin harus mempunyai tahapan revolusi industry “brjuis” sebelum
melampaui revolusi sosiolis proletar. Namun demikian revolusi Republik Rakyat Cina (RRC)
tahun 1949 dan revolusi kuba pada akhir tahun 1950-an mengajarkan pada kaum
cendikiawan, bahwa Negara dunia ketiga tidak harus mengikuti tahapan-tahapan
perkembangan tersebut. Tertarik pada model pembangunan RRC dan Kuba banyak
intelektual radikal di Amerika Latin berpendapat, bahwa Negara-negara Amerika Latin dapat
saja langsung menuju dan berada pada tahapan revolusi sosialis. Lembaga tersebut dibentuk
dengan tujuan untuk mampu menggerakkan perekonomian di negara-negara Amerika Latin
dengan membawa percontohan teori Modernisasi yang telah terbukti berhasil di Eropa.
Teori yang mendasari teori dependensi adalah teori Marx. Marx melihat adanya dua kelas
yang memiliki posisi yang berbeda, yang satu menguasai yang lain. Kelas proletar dikuasai
kelas borjuis yang menyebabkan kelas proletar menjadi tergantung dengan kelas borjuis yang
memiliki modal yang kuat.

B. Asumsi Dasar Teori Dependensi

Keadaan ketergantungan dilihat dari satu gejala yang sangat umum, berlaku bagi seluruh
Negara dunia ketiga. Teori dependensi berusaha mengambarkan watak-watak umum keadaan
ketergantungan di Dunia ketiga sepanjang perkembangan kapitalisme dari Abad ke-16 sampai
sekarang.
Ketergantungan dilihat sebagai kondisi yang diakibatkan oleh “factor luar”, sebab terpenting
yang menghambat pembangunan karenanya tidak terletak pada persoalan kekurangan modal
atau kekurangan tenaga dan semangat wiraswasta, melainkan terletak pada diluar jangkauan
politik ekonomi dalam negeri suatu Negara. Warisan sejarah colonial dan pembagian kerja
internasional yang timpang bertanggung jawab terhadap kemandekan pembangunan Negara
Dunia Ketiga.
Permasalahan ketergantungan lebih dilihatnya sebagai masalah ekonomi, yang terjadi akibat
mengalir suplus ekonomi dari Negara Dunia Ketiga ke Negara maju. Ini diperburuk lagi
karena Negara Dunia Keriga mengalami kemerosotan nilai tukar perdagangan relatifnya.
Situasi ketergantungan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses polarisasi regional
ekonomi global. Disatu pihak, mengalirnya suplus ekonomi dari dunia letiga menyebabkab
keterbelakangannya, satu factor yang mendorong lajunya pembangunan dinegara maju.
Keadaan ketergantungan dilihatnya sebagai suatu hal yang mutlak bertolak belakang dengan
pembangunan. Bagi teori dependensi, pembangunan dinegara pinggiran mustahil terlaksana.
Seklipun sedikit perkembangan dapat saja terjadi dinegara pinggiran ketika misalnya sedang
terjadi depresi ekonomi dunia atau perang dunia. Teori dependensi berkeyakinan bahwa
pembangunan yang otonom daan berkelanjutan hamper dapat dikatakan tidak mungkin dalam
situasi yang terus menerus terjadi pemindahan ssurplus ekonomi kenegara maju.
Teori Dependensi juga lahir atas respon ilmiah terhadap pendapat kaum Marxis Klasik
tentang pembangunan yang dijalankan di negara maju dan berkembang. Aliran neo-marxisme
yang kemudian menopang keberadaan teori Dependensi ini.

Tentang imperialisme, kaum Marxis Klasik melihatnya dari sudut pandang negara maju yang
melakukannya sebagai bagian dari upaya manifestasi Kapitalisme Dewasa, sedangkan
kalangan Neo-Marxis melihatnya dari sudut pandang negara pinggiran yang terkena akibat
penjajahan.

C. Teori Dependensi
Secara garis besar, teori Dependensi adalah suatu keadaan dimana keputusan-keputusan
utama yang mempengaruhi kemajuan ekonomi di Negara berkembang seperti keputusan
mengenai harga komoditi, pola investasi, hubungan moneter, dibuat oleh individu atau
institusi di luar Negara yang bersangkutan.
Pada umumnya memberikan gambaran melalui analisis dialektesis yaitu suatu analisis yang
menganggap bahwa gejala-gejala social yang dapat diamati sehari-hari pasti mempunyai
penyebab tertentu. Teori ini menjadi titik tolak penyusaian ekonomi terbelakang pada system
dunia, sedemikian rupa sehingga menyebabkan terjadinya penyerahan sumber penghasilan
daerah ke pusat, sehingga mengakibatkan perekonomian daerah menjadi terbelakang.
Menurut Servaes (1986), teori-teori Dependensi dan keterbelakangan lahir sebagai hasil
“revolusi intelektual” secara umum pada pertengahan tahun 60-an sebagai tantangan para
ilmuan Amerika Latin terhadap pandangan Barat mengenai pembangunan. Meskipun
paradigma Dependensi dapat dikatakan asli Amerika Latin, namun “bapak pendiri” perspektif
ini adalah Baran, yang bersama Magdoff dan Sweezy merupakan juru bicara kelompok North
American Monthly Review.
Baran merupakan orang pertama dalam mengemukakan bahwa pembangunan dan
keterbelakangan harus dilihat sebagai suatu proses yang: (a) saling berhubungan dan
berkesinambungan (interrelated and continuous process), dan (b) merupakan dua aspek dari
satu proses yang sama, daripada suatu keadaan eksistensi yang orisinil.
Sedangkan tokoh utama dari teori Dependensi adalah Theotonio Dos Santos dan Andre
Gunder Frank. Theotonio Dos Santos sendiri mendefinisikan bahwa ketergantungan adalah
hubungan relasional yang tidak imbang antara negara maju dan negara miskin dalam
pembangunan di kedua kelompok negara tersebut. Pada umumnya mereka itu membahas
secara serius masalah colonial yang secara historis membekas pada pertumbuhan di negara-
negara Amerika Latin, Afrika dan Asia. Menurut mereka, kecuali dengan suatu pengenalan
yang eksplisit akan konsekuensi hubungan tersebut, maka mustahil dapat diperoleh suatu
pengertian yang akurat mengenai situsi yang sekarang di negara-negara tersebut. Dengan kata
lain bahwa keterbelakangan yang ada sekarang ini merupakan konsekuensi masa penjajahan
yang telah dialami oleh negara-negara baru. Dia juga menjelaskan bahwa kemajuan negara
Dunia Ketiga hanyalah akibat dari ekspansi ekonomi negara maju dengan kapitalismenya.
Jika terjadi sesuatu negatif di negara maju, maka negara berkembang akan mendapat dampak
negatifnya pula.
Dalam perkembangannya, teori Dependensi terbagi dua, yaitu Dependensi Klasik yang
diwakili oleh Andre Gunder Frank dan Theotonio Dos Santos, dan Dependensi Baru yang
diwakili oleh F.H. Cardoso.
Teori Ketergantungan yang dikembangkan pada akhir 1950an di bawah bimbingan Direktur
Komisi Ekonomi PBB untuk Amerika Latin, Raul Prebisch. Prebisch dan rekan-rekannya di
picu oleh kenyataan bahwa pertumbuhan ekonomi di negara-negara industri maju tidak harus
menyebabkan pertumbuhan di negara-negara miskin. Memang, studi mereka menyarankan
bahwa kegiatan ekonomi di negara-negara kaya sering menyebabkan masalah ekonomi yang
serius di negara-negara miskin.
Tiga masalah membuat kebijakan ini sulit untuk diikuti. Yang pertama adalah bahwa pasar
internal negara-negara miskin tidak cukup besar untuk mendukung skala ekonomi yang
digunakan oleh negara-negara kaya untuk menjaga harga rendah. Isu kedua menyangkut akan
politik negara-negara miskin untuk apakah transformasi menjadi produsen utama produk itu
mungkin atau diinginkan. Isu terakhir berkisar sejauh mana negara-negara miskin sebenarnya
memiliki kendali produk utama mereka, khususnya di bidang penjualan produk-produk luar
negeri. Hambatan-hambatan dengan kebijakan substitusi impor menyebabkan orang lain
berpikir sedikit lebih kreatif dan historis pada hubungan antara negara-negara kaya dan
miskin.
Pada titik ini teori ketergantungan itu dipandang sebagai sebuah cara yang mungkin untuk
menjelaskan kemiskinan terus-menerus dari negara-negara miskin
Teori ini pada mulanya adalah teori struktural yang menelaah jawaban yang diberikan oleh
teori modernisasi. Teori struktural berpendapat bahwa kemiskinan yang terjadi di negara
dunia ketiga yang mengkhusukan diri pada produksi pertanian adalah akibat dari struktur
pertanian adalah akibat dari struktur perekonomian dunia yang eksploitatif dimana yang kuat
mengeksploitasi yang lemah. Teori ini berpangkal pada filsafat materialisme yang
dikembangkan Karl Marx. Salah satu kelompok teori yang tergolong teori struktiral ini
adalah teori ketergantungan yang lahir dari 2 induk, yakni seorang ahli pemikiran liberal Raul
Prebiesch dan teori-teori Marx tentang imperialisme dan kolonialisme serta seorang pemikir
marxis yang merevisi pandangan marxis tentang cara produksi Asia yaitu, Paul Baran.
1. Raul Prebisch : industri substitusi import. Menurutnya negara-negara terbelakang harus
melakukan industrialisasi yang dimulai dari industri substitusi impor.
Perdebatan tentang imperialisme dan kolonialisme. Hal ini muncul untuk menjawab
pertanyaan tentang alasan apa bangsa-bangsa Eropa melakukan ekspansi dan menguasai
negara-negara lain secara politisi dan ekonomis. Ada tiga teori:
v Teori God : adanya misi menyebarkan agama.
v Teori Glory : kehausan akan kekuasaan dan kebesaran.
v Teori Gospel : motivasi demi keuntungan ekonomi.
3. Paul Baran: sentuhan yang mematikan dan kretinisme. Baginya perkembangan
kapitalisme di negara-negara pinggiran beda dengan kapitalisme di negara-negara pusat. Di
negara pinggiran, system kapitalisme seperti terkena penyakit kretinisme yang membuat
orang tetap kerdil.
Berbeda dengan pandangan Dos Santos, yang melihat ketergantungan negara satelit hanya
merupakan bayangan dari negara metropolis. Artinya, perkembangan negara satelit
tergantung dari perkembangan negara metropolis yang menjadi induknya. Demikian
sebaliknya, krisis negara metropolis, negara satelitnya pun kejangkitan krisis.
Adapun bentuk ketergantungan terdiri atas tiga; ketergantungan kolonial, ketergantungan
finasial-industrial, dan ketergantungan teknologis-industrial.
Proses keterbelakangan yang melanda negara-negara baru, menurut Furtado (1972) meliputi
tiga tahapan historis yang terdiri dari:
1. Tahap keuntungan-keuntungan komparatif. Selama periode seusai revolusi industry,
ketika system divisi tenaga kerja internasional diciptakan dan ekonomi dunia distrukturkan,
negara-negara industri pada umumnya menspesialisasikan diri pada kegiatan-kegiatan yang
ditandai dengan kemajuan teknik yang menyebar.
2. Tahap substitusi impor. Terbentuknya suatu kelompok social kecil dengan keistimewaan
(privilages) dikalangan bangsa-bangsa yang terbelakang menimbulkan suatu keharusan untuk
mengimpor sejumlah barang-barang tertentu guna memenuhi pola konsumsi yang telah
diadopsi kelompok ini dalam meniru bangsa yang kaya.
3. Tahap berkembangnya perusahaan multi-nasional (PMN). Timbulnya PMN telah
menjadi suatu fenomena terpenting dalam tatanan ekonomi internasional, karena transaksi
internal yang dilakukan oleh PMN telah mengambil alih operasi pasar yang ada selama ini.
Cardozo menunjukkan unsur keempat yang menunjang proses keterbelakangan ini, yaitu
semakin mantapnya elit-elit local domestic di negara berkembang oleh elit internasional.
Suatu analisis kelas menunjukkan bahwa kemimpinan di banyak negara berkembang,
khususnya di negara yang paling terintegrasi ke dalam ekonomi pasar dunia adalah didukung
oleh jalinan hubungan-hubungan bisnis, sosial dan politik yang dibina selama bertahun-tahun
dan dipimpin oleh negara-negara maju.
Seterusnya Baran dan Hobsbauw (1961) menegaskan bahwa untuk menanggulangi masalah
keterbelakangan, harus dipahami lebih dulu mengapa negara-negara tersebut menjadi
terbelakang? Dalam teori tahapan pertumbuhan ekonomi dan model-model pembangunan
yang dipengaurhinya tampak seakan-akan negara-negara yang disebut terbelakang itu muncul
begitu saja entah dari mana.
Dalam teori semacam itu, negara-negara yang belum berkembang itu digambarkan seolah-
olah tidak punya riwayat sejarah, dan mereka begitu saja dikelompokkan bersama di bawah
satu label: masayarakat tradisional.
Padahal sekarang ini, bahkan suatu pengenalan yang sederhana mengenai sejarah
menunjukkan bahwa ketrbelakangan bukan sesuatu yang orisinal atau tradisional, dan tidak
pula bahwa masa lalu atau masa kini dari Negara terbelakang mengingatkan pada aspek mana
pun dari negara-negara yang kini telah maju (Frank, 1972).
Hubungan ketrgantungan tersebut bukan semata-mata dibidang ekonimi saja. Para penulis
seperti Freire (1968) dan Rayan (1971) menunjukkan bahwa disebarluaskannya idoelogi-
ideologi, system-sistem keyakinan, konglomerasi nilai-nilai, dan lain-lain dari negara-negara
maju di negara-negara satelit merupakan suatu cara untuk melegitimasikan struktur-struktur
kekuasaan yang ada sekarang, berikut keadaan ketergantungan tadi.
v Kelemahan dan Kekuatan Teori Ketergantungan
Menurut Robert A. Packenham, teori ketergantungan itu memiliki kelemahan dan kekuatan.
Packenham menyebutkan ada 6 kelemahan dari teori ketergantungan, antara lain:
1. Menyalahkan hanya kapitalisme sebagai penyebab dari ketergantungan.
2. Konsep-konsep inti, termasuk konsep ketergantungan itu sendiri àkurang didefinisikan
secara jelas.
3. Hanya didefinisikan sebagai konsep dikotomi.
4. Sedikit sekali dibicarakan tentang proses yang memungkinkan sebuah negara dapat lepas
dari teori tersebut.
5. Selalu dianggap sebagai sesuatu yang negatif.
6. Kurang membahas dengan teori lain (otonomi).
Packenham juga mengatakan disamping kelemahan terdapat juga kekuatan dari teori
ketergantungan, kekuatannya antara lain:
1. Menekankan aspek internasional
2. Mempersoalkan akibat dari politik luar negeri.
3. Membahas proses internal dari perubahan di negara-negara pinggiran.
4. Menekankan pada kegiatan sektor swasta dalam hubungannya dengan kegiatan
perusahaan-perusahaan multinasional.
5. Membahas hubungan antar klas yang ada di dalam negeri.
6. Mempersoalkan bagaimana kekayaan nasional ini dibagikan antar klas-klas sosial, antar
daerah, dan antar negara.

D. Kritik Terhadap Teori Dependensi

Setelah menghadapi sekian banyak tudingan dari teorsi Dependensi, banyak juga para analis
pembangunan yang berpegangan pada teori awal tadi yang merasa bahwa hal-hal yang
dikemukakan dalam teori Dependensi itu sesuatu yang dilebih-lebihkan. Adapun yang
menuduh kaum dependista telah mendistorsikan sejarah dalam kupasan mereka, terutama
yang menyangkut hubungan antara negara-negara maju dengan negara-negara terbelakang.
Namun, nyatanya teori Dependensi dan keterbelakangan tersebut memang mendapat
pengaruh yang besar di tengah negara-negara sedang berkembang.
Menurut Servaes (1986), hal-hal yang dikritik pada teori Dependensi dan keterbelakangan itu
pada pokoknya adalah]:
1. Bahwa pandangan kaum dependensia tentang kontradiksi yang fundamental di dunia
antara Pusat dan Periferi ternyata tidak berhasil memperhitungkan struktur-struktur kelas
yang bersifat internal dan kelas produksi di Periferi yang menghambat terbentukya tenaga
produktif.
2. Bahwa teori Dependensi cenderung untuk berfokus kepada masalah pusat dan modal
internasional karena kedua ha itu “dipersalahkan” sebagai penyebab kemiskinan dan
keterbelakangan, ketimbang masalah pembentukan kelas-kelas lokal.
3. Teori Dependensi telah gagal dalam memperbedakan kapitalis dengan feodalis; atau
bentuk-bentuk pengendalian produser masa prakapitalis lainnya dan apropriasi surplus.
4. Teori Dependensi mengabaikan produktifitas tenaga kerja sebagai titik sentral dalam
pembangunan ekonomi nasional, dan meletakkan tenaga penggerak (motor force) dari
pembangunan kapitalis dan masalah keterbelakangan pada transfer surplus ekonomi Pusat ke
Periferi.
5. Teori Dependendi juga dinilai menggalakan suatu ideology berorientasi ke Dunia
Ketiga yang meruntuhkan potensi solodaritas kelas internasional dengan menyatukan
semuanya sebagai “musuh”, yakni baik elit maupun massa yang berada di bangsa-bangsa
Pusat.
6. Teori Dependensi dinilai statis karena ia tidak mampu menjelaskan dan memperhitungkan
perubahan-perubahan ekonomi di negara-negara terbelakang menurut waktunya.
Kritikan lainnya adalah Andre Gunder Frunk menyatakan bahwa kapitalisme global akan
membuat ketergantungan masa lalu dan sekarang oleh karena itu negara yang tidak maju dan
berkembang harus memutuskan hubungan dengan negara maju supaya negara berkembang
bisa maju. Sepertinya teori ketergantungan akan sulit untuk diterapkan Indonesia, mengingat
Indonesia memiliki ketergantungan terhadap dengan negara lainnya.
Saat ini, Indonesia masuk dalam beberapa organisasi internasional, seperti PBB, ASEAN,
APEC dan lainnya. Inilah faktor yang menyebabkan Indonesia akan sulit keluar dari
pengaruh dunia internasional. Dan melirik pada system pembangunan yang diterapkan oleh
Indonesia maka secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa teori ketergantungan sangat
sulit dan bisa dikatakan tidak bisa diterapkan
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Teori Dependensi adalah suatu keadaan dimana keoutusan-keputusan utama yang
mempengaruhi kemajuan ekonomi di Negara berkembang seperti keputusan mengenai harga
komoditi, pola investasi, hubungan moneter, dibuat oleh individu atau institusi di luar Negara
yang bersangkutan.
Secara historis, teori Dependensi lahir atas ketidakmampuan teori Modernisasi
membangkitkan ekonomi negara-negara terbelakang, terutama negara di bagian Amerika
Latin. Secara teoritik, teori Modernisasi melihat bahwa kemiskinan dan keterbelakangan yang
terjadi di negara Dunia Ketiga terjadi karena faktor internal di negara tersebut. Karena faktor
internal itulah kemudian negara Dunia Ketiga tidak mampu mencapai kemajuan dan tetap
berada dalam keterbelakangan.
Setelah menghadapi sekian banyak tudingan dari teorisi Dependensi, banyak juga para analis
pembangunan yang berpegangan pada teori awal tadi yang merasa bahwa hal-hal yang
dikemukakan dalam teori Dependensi itu sesuatu yang dilebih-lebihkan. Adapun yang
menuduh :kaum dependista” telah mendistorsikan sejarah dalam kupasan mereka, terutama
yang menyangkut hubunagan antara negara-negara maju dengan negara-negara terbelakang.
Namun, nyatanya teori Dependensi dan keterbelakangan tersebut memang mendapat
pengaruh yang besar di tengah negara-negara sedang berkembang.
Saat ini, Indonesia masuk dalam beberapa organisasi internasional, seperti PBB, ASEAN,
APEC dan lainnya. Inilah faktor yang menyebabkan Indonesia akan sulit keluar dari
pengaruh dunia internasional. Jadi, teori ketergantungan sangat sulit dan bisa dikatakan tidak
bisa diterapkan di Indonesia.

B. Saran
Indonesia sebagai negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah harus bisa untuk
tidak terlalu bergantung dengan negara lain. Kalau bisa Indonesia harus menerapkan teori
Cardoso, yaitu dalam melakukan hubungan internasional harus melihat histori. Jadi Indonesia
tidak serta merta masuk dalam suatu organisasi dunia.
Indonesia akan semakin terpuruk apabila terus menerus bergantung dengan negara lain.
Indonesia katanya Soekarno harus mampu berdikari dalam segala bidang. Itulah yang perlu
dipahami oleh seluaruh masyarakat Indonesia supaya alam Indonesia ini tidak selalu dikeruk
oleh investor asing.

Anda mungkin juga menyukai