Anda di halaman 1dari 13

TUGAS

PARADIGMA MODERNISASI

NAMA : MAFRIZAL
NIM : P023211019

STUDI PEMBANGUNAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2021
BAB I
A. LATARBELAKANG
Modernisasi tidak bisa lepas dari kehidupan manusia, karena modernisasi
merupakan salah satu perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat.
Masyarakat tidak bisa menghindarinya karena setiap masyarakat manusia
selalu mengalami perubahan dan selalu ingin berubah. Perubahan-perubahan
pada kehidupan masyarakat tersebut merupakan fenomena sosial yang wajar,
oleh karena setiap manusia mempunya kepentingan yang tak terbatas.
Perubahan sosial itu adalah suatu proses yang melahirkan perubahan-
perubahan di dalam struktur dan fungsi dari suatu sistem kemasyarakatan. Ada
tiga tahap utama proses perubahan yaitu berawal dari diciptakannya atau
lahirnya sesuatu, mungkin sesuatu yang diidamkan atau sesuatu kebutuhan,
yang kemudian berkembang menjadi suatu gagasan (idea, concept) yang baru.
Bila gagasan itu sudah menggelinding seperti roda yang berputar
pada sumbunya, sudah tersebar di kalangan anggota masyarakat, proses
perubahan tersebut sudah memasuki tahapan yang kedua. Tahapan berikutnya
sebagai tahapan ketiga yang disebut sebagai hasil (result, concequences) yang
merupakan perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem sosial yang
bersangkutan sebagai akibat dari diterimanya atau ditolaknya suatu inovasi.
Proses perubahan dunia terjadi secara terus-menerus serta mengikuti
hukum-hukum tertentu, yang dimana proses pemahaman hukum tersebut
semakin mendalam secara perlahan. Modernisasi juga merupakan jenis
perubahan, yang dimana dalam proses perubahan tersebut terdapat proses
memahami hukum modernisasi yang juga semakin mendalam dari waktu ke
waktu. Saat ini, terdapat kelompok teori modernisasi berbeda, yang memiliki
pemahaman dan penjelasan yang berbeda mengenai hukum modernisasi.
Bagian ini berkaitan dengan teori inti modernisasi.
Kata pembangunan telah menjadi bahasa dunia. Keinginan bangsa-bangsa
untuk mengejar bahkan memburu masa depan yang lebih baik menurut kondisi
dan metode masing-masing, telah melahirkan berbagai konsep pembangunan.
Konsep itu antara lain pertumbuhan (growth), rekonstruksi (reconstruction),
modernisasi (modernisation), westernisasi (westernisation), perubahan sosial
(social change), pembebasan (liberation), pembaharuan (innovation),
pembangunan bangsa (nation building), pembangunan nasional (national
development), pengembangan dan pembinaan. Pembangunan Ekonomi
menyatakan adanya pertumbuhan ekonomi hal ini berarti kenaikan pendapatan
nasional secara nyata dalam kurun waktu tertentu.
Dalam tahapan ini Rostow menjelaskan bahwa tahap pertumbuhan
masyarakat dimulai dari: (1) masyarakat tradisional, tahap ini ditandai dengan
keterikatan pada lingkungan dan sistem masyarakat feodal; (2) tahap
transisional, pada tahap ini lahir masyarakat kelas menengah yang menguasai
bisnis perdagangan. Di samping itu muncul aktivitas baru dibidang transportasi
dan modernisasi pertanian. Dalam fase ini tahap tinggal landas didisiapkan ; (3)
tahap tinggal landas, tahap ini ditandai dengan peningkatan investasi dan
pendapatan masyarakat secara nyata, dan pada tahap ini tejadi perubahan
mendasar dibiang industri, antara lain meluasnya peranan sektor industri
unggul; (4) tahap pemantapan (pendewasaan), ditahap ini telah menggunakan
teknologi tinggi, sektor industri mempengaruhi sektor lainnya dan tumbuh
manajemen profesional ; (5) tahap konsumsi masa tinggi, tahap ini ditandai
dengan kemampuan masyarakat yang berkembang secara mandiri.
Beberapa faktor pendukung pertumbuhan ekonomi di suatu negara
biasanya dikuti dengan:
1. Akumulasi modal termasuk semua investasi baru dalam bentuk tanah,
peralatan fisik dan sumberdaya manusia.
2. Perkembangan penduduk dalam arti peningkatan kualitas dan kuantitas
tenaga kerja.
3. Kemajuan teknologi, yaitu metode baru yang telah diperbaiki dalam
melakukan pekerjaan-pekerjaan tradisional.
Ketiga konsep diatas adalah pola pembangunan yang pernah, paling tidak
mempengaruhi proses dan perkembangaan pembangunan di Indonesia.
Namun demikian, persoalan pembangunan yang ada adalah didominasi
ekoonomi tanpa memperdulikan secara mendalam persoalan lain yang
berhubungan dengan ekonomi. Salah satu persoalan berat dalam konsep
pembangunan dalam arti pertumbuhan ekonomi ialah kemungkinan terjadinya
pertumbuhan saja tanpa didukung dan diiringi oleh perubahan sosial
dimasyarakat. Persoalan itu bisa berupa dehumanisasi, penganguran,
kerusuhan, kemiskinan, kesenjangan sosial, kesenjangan pendapatan dan
sebagainya. Pertumbuhan ekonomi jika tidak diikuti oleh kemampuan dan
ketahanan sosial adalah ibarat bayi, walaupun subur dan bobotnya bertambah
terus, atau meningkat cepat seoarang bayi tetaplah bayi, tidak berkemampuan.
BAB II
A. Defenisi Operasional modernisasi.
Dalam ilmu modernisasi, tidak ada definisi universal modernisasi, tapi ada
banyak variasi dari definisi operasional. Definisi operasional masing-masing
memiliki fitur khas dan mencerminkan beberapa konotasi tertentu dan
karakteristik modernisasi dan memenuhi kebutuhan penelitian modernisasi.
Modernisasi melibatkan perubahan dalam semua aspek peradaban manusia,
sementara penelitian modernisasi dilakukan secara bertahap .

Ilmu Modernisasi

Teori Umum Modernisasi khusus terapan Kebijaka Khusus Sektor


Sejarah Modernisasi Teori Khusus Tingkatan Teori Modernisasi
Teori Khusus Bidang

Fig.2.1 Posisi dan struktur dari teori umum. Catatan: Modernisasi umum mengacu
pada modernisasi dalam arti umum dan bukan arti khusus.

Model

Defenisi Proses Hasil

Dinamika

Fgr. 2.2 Teori inti modernisasi umum (diagram struktural). Sumber: RGCMS
(2009, 2010).

(1) Defenisi Operasional Modernisasi


Modernisasi mungkin memiliki berbagai definisi operasional yang saling
berkorelasi. Kita mungkin memiliki pemahaman akan struktur dan interaksi
mereka melalui model umum modernisasi (model struktural, model
konseptual, dan model logis).Ada lebih banyak definisi untuk diperkenalkan
berdasarkan tiga definisi tersebut. Sebagai contoh, berdasarkan 3 definisi di
atas, kita dapat mengatakan bahwa dari perspektif tingkat nasional,
modernisasi mengacu pada tingkat kemajuan dunia saat ini dan proses untuk
mencapai atau mempertahankan tingkat kemajuan ini.

(2) Model Umum Modernisasi


Pertama, model struktural modernisasi. Pada dasarnya, modernisasi adalah
jenis perubahan peradaban yang terjadi pada beberapa tingkat seperti isi
danbentuk peradaban, dan kompetisi internasional juga merupakan isi
utamanya. Perubahan dalam isi peradaban termasuk inovasi, seleksi, difusi,
dan penarikan unsur-unsur peradaban yang meliputi perilaku, struktur,
institusi, dan ide dari peradaban. Perubahan dalam bentuk peradaban
termasuk pembentukan, pembangunan dan transisi, dan interaksi
internasional peradaban modern. Perubahan isi terjadi di level mikro dan dari
bentuk di level makro, yang mana level mikro menjadi dasar dari yang level
makro.
Kedua, model konseptual modernisasi. Makna teoritis artinya modernisasi
melibatkan banyak konsep dasar, seperti pembangunan peradaban, kemajuan,
adaptasi dan transisi, dan interaksi internasional. Tidak ada definisi standarnya.
Model hubungan mereka dapat dibentuk sesuai dengan definisi operasional
mereka.
Ketiga, model logis modernisasi. Modernisasi mencakup perubahan peradaban
dan kompetisi internasional; batas terdepan dunia peradaban manusia dan
proses dan tindakan mencapai batasan terdepan; pembangunan peradaban,
transisi peradaban, dan interaksi internasional; serta inovasi, seleksi, difusi dan
penarikan elemen peradaban

Tabel 2.1 Model konseptual modernisasi


Item Isi utama
Hipotesis 1 Kemajuan peradaban berarti perubahan peradaban kondusif bagi
emansipasi dan peningkatan produktivitas, ekuitas sosial dan keadilan,
dan
pembebasan manusia dan pembangunan
Adaptasi positif dari peradaban berarti penyesuaian peradaban yang tidak
Hipotesis 2 memiliki
efek merugikan pada peningkatan produktivitas, kemajuan sosial, dan
seluruh
pembangunan manusia
Hipotesis 3 Transisi peradaban berarti transformasi dari pertanian ke industri
industri, dari peradaban industri ke pengetahuan, dan dari peradaban
materi ke
peradaban ekologi
Hipotesis 4 Interaksi internasional termasuk kerja sama internasional, pertukaran,
kompetisi, dan konflik, di luar dari perang internasional
Inferensi 1 Pembangunan peradaban kemajuan peradaban + adaptasi positif dari
peradaban (peningkatan kualitas dan tingkat + skala dan lingkup meluas)
Inferensi 2 Modernisasi pembangunan peradaban transisi peradaban
interaksi internasional (perubahan sistem internasional dan status
nasional)
Sumber: RGCMS (2010)

(3) Generalitas modernisasi


Dalam abad ke-delapan belas sampai abad ke dua puluh satu,
modernisasi melibatkan banyak aspek. Umumnya, modernisasi
memiliki titik awal, lebih cepat atau lambat; memiliki batasan terdepan
yang dinamis dan beragam; memiliki proses yang nonlinear dan
melibatkan banyak jalur; dan memiliki hasil yang memiliki generalitas
dan juga keanekaragaman. Selama dunia diversifikasi, modernisasi
akan terus berlanjut untuk waktu yang lama. Sekarang, tidak mungkin
untuk mencari tahu kapan itu akan berakhir.
B. Dimensi Modernisasi.
Modernisasi merupakan istilah populer. Reihard Bendix dalam Willard A.
Beling dan George O. Totten, Pembangunan Masyarakat (1990) menjelaskan
bahwa modernisasi adalah salah satu bentuk perubahan sosial yang berasal
dari revolusi Industri di Inggris (1760-1830) dan revolusi politik di Prancis (1789-
1794). Aspek yang paling menonjol dalam proses modernisasi adalah
perubahan teknik industri dari cara-cara tradisional ke cara-cara modern yang
dihasilkan oleh revolusi Industri. J. W. Schoorl memberikan difinisi modernisasi
sebagai penerapan pengetahuan ilmiah yang ada pada semua aktivitas
masyarakat, semua bidang kehidupan atau semua aspek. (Ndaha, n.d.)
Pendapat Schoorl ini tidak jauh berbeda dengan pendapat Syed Hussein
Alatas jauh sebelumnya yaitu: modernization is the process by which modern
scientific knowledge covering all aspects of human life is introduced at varying
degree, first in western civilization, and latter diffused to the non Western world
by different methods and groups with the ultimate purpose of achieving a better
and more satisfactory life in the broadest sense of the term, as accepted by
society concerned. (Evers & Institute of Southeast Asian Studies., 1973). Dari
uraian ini dapat kita tarik kesimpulan bahwa proses modernisasi terdapat
dimana-mana, baik dinegara maju maupun negara dunia ketiga. Modernitas
diukur dengan sejauh mana bangsa yang bersangkutan menerapkan ilmu
pengetahuan dan teknologi secara bertanggung jawab .
Modernisasi adalah: (1) teori ini didasarkan pada dikotomi modern
tradisional. Yang modern merupakan simbol kemajuan, pemikiran rasional,
metode kerja efisien, dan seterusnya. Masyarakat modern dianggap sebbagai
ciri masyarakat dinegara-negara industri maju. Sebaliknya masyarakat
tradisional merupakan kebalikannya. (2) Teori modernisasi juga didasarkan
pada faktor-faktor nonmaterial sebagai penyebab kemiskinan, khususnya dunia
ide atau alam pikiran. Faktor-faktor ini kemudian menjelma kealam psikologi
individu atau nilai-nilai kemasyarakatan yang menjadi orientasi penduduk dalam
memberikan arah tingkah laku. (3) Teori modernisasi biasanya ahistoris.
Hukum-hukumnya sering dianggap berlaku secara universal tanpa
memperhatikan faktor waktu dan tempat. Contoh dari kasus ini adalah masalah
rasionalitas, atau masalah efisensi. Ada kecenderungan bahwa konsep ini dpat
belaku kapan saja dan dimana saja. Akhirnya teori ini menjadikan faktor yang
mendorong dan yang mengahmbat pembangunan harus dicari didalam negara-
negara yang bersangkutan. Bukan faktor eksternal negara yang bersangkutan.
Misalnya jika pendidikannya yang dianggap sebagai faktor penghambat, maka
faktor ini harus diselesaikan oleh negara setempat, demikian pula faktor
penghambat lainnya. (Budiman, Assyaukanie, & Stanley, 2006).
Jika modernisasi didefinisikan seperti diatas dan berlaku pada seluruh
aspek kehidupan manusia, khususnya manusia Indonesia, proses modernisasi
akan menjadi suatu kekuatan pembangunan yang besar. Tetapi yang terjadi
sesungguhnya adalah diluar kemampuan bangsa Indonesia, atau barangkali
ada suatu proses yang keliru, sehingga modernisasi di Indonesia didefinisikan
sebagai Industrialisasi. Kalau asumsi ini benar maka proses demoralisasi dan
dehumanisasi yang terjadi saat ini dapat dikatakan sebagai ‘biang kerok’
keberhasilan pembangunan.

C. Kapitalisme tahap I dan II.


Menurut Wolf, Kapitalisme merupakan suatu sistem ekonomi dengan
sejumlah besar pekerja yang menghasilkan sedikit komoditas demi keuntungan
sejumlah kecil kapitalis yang memiliki modal, alat produksi komoditi dan waktu
kerja kaum pekerja yang dibeli melalui upah (Ritzer, 2012: 92-93). Namun Karl
Marx menilai bahwa kapitalisme bukan hanya sebuah sistem ekonomi namun
juga suatu suatu sistem kekuasaan yang menggunakan relasi-relasi ekonomi.
Penelitian dan pandangan Marx selama ini bertujuan untuk menyingkap relasi-
relasi ekonomi dari sistem kapitalis tersebut (Ollmann, 1976: 168) (Ritzer, 2012:
93). Marx menilai bahwasannya terdapat ketidakadilan yang terjadi di
kapitalisme melalui pemahamannya tentang mode of production. Ia mencoba
menjelaskan ketidakadilan struktural dan eksploitasi yang ada di dalam
kapitalisme melalui penelitian dan tulisannya (Fakih, 200: 100).
Karl Marx melakukan pendekatan melalui Komoditas untuk melihat relasi
ketidakadilan yang terjadi di dalam sistem kapitalisme. Komoditas sendiri
memiliki dua nilai yang terkandung di dalamnya yaitu nila guna (Use Value) dan
nilai tukar (Exchange Value). Nilai guna merupakan relasi antara kebutuhan-
kebutuhan manusia dengan suatu barang untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan itu (Ritzer, 2012: 94). Adapun nilai tukar yaitu sifat untuk dapat dijual
belikan merupakan dasar nilai dari suatu komoditas secara kuantitatif (Fakih,
2001: 101). Sementara itu Giddens (2007: 57) mengungkapkan bahwa Nilai
tukar merupakan nilai yang dimiliki suatu produk bila ditawarkan untuk
ditukarkan dengan produk lain dalam hal ini alat tukar berupa uang.
Dalam perkembangan sejarahnya, terlihat bahwa kapitalisme lahir lebih
kurang tiga abad sebelum teori-teori pembangunan muncul. Sehingga, berbagai
perdebatan terhadap teori maupun praktek pembangunan sudah berada di
dalam alam kapitalisme. Karena itu, tidak mengherankan jika kapitalisme
sangat mewarnai teori-teori pembangunan Motivasi teori modernisasi untuk
merubah cara produksi masyarakat berkembang sesungguhnya adalah usaha
merubah cara produksi pra-kapitalis ke kapitalis, sebagaimana negaranegara
maju sudah menerapkannya untuk ditiru. Selanjutnya dalam teori dependensi
yang bertolak dari analisa Marxis, dapat diakatakan hanyalah mengangkat kritik
terhadap kapitalisme dari skala pabrik (majikan dan buruh) ke tingkat antar
negara (sentarl dan pinggiran), dengan analisis utama yang sama yaitu
eksploitasi. Demikian halnya dengan teori sistem dunia yang didasari teori
dependensi, menganalisis persoalan kapitalisme dengan satuan analisis dunia
sebagai hanya satu sistem, yaitu sistem ekonomi kapitalis.
Tokoh-tokoh di Amerika Serikat berpendapat bahwa lahirnya teori
modernisasi dilatarbelakangi adanya 3 peristiwa penting di dunia setelah usai
masa Perang Dunia II, yakni: 1. Munculnya Amerika Serikat sebagai kekuatan
dominan di dunia (Pemimpin Dunia); 2. Terjadinya perluasan gerakan komunis;
3. Lahirnya negara-negara merdeka baru. Teori modernisasi banyak menerima
warisan dari teori evolusi dan teori struktur fungsionalisme. Teori evolusi
mampu membantu proses masa peralihan dari masyarakat tradisional ke
masyarakat modern di Negara-negara Eropa Barat, sedangkan pendukung dari
teori modernisasi banyak di didik dalam alam pemikiran teori struktur
fungsionalisme. Teori tersebut membuktikan bahwa keduanya merupakan
warisan pemikiran dari para ahli sebelumnya. Lahirnya Kedua Teori:
1. Teori Evolusi Lahir pada awal abad ke 19 yang dapat menghapuskan
tatanan lama dan membentuk acuan dasar baru dengan menerapkan teknologi
baru dan ilmu pengetahuan untuk menciptakan tata cara baru dengan
menghasilkan produksi yang lebih efisien.
2. Teori Struktur Fungsionalisme Pemikiran seorang ahli biologi “Talcott
Parsons” banyak memberi pengaruh dengan rumusan teori fungsionalismenya.
Parson berpikir bahwa manusia tak ubahnya seperti organ tubuh yang dapat
dipelajari, adapun penjelasannya adalah: pertama, bagian tubuh manusia saling
berhubungan satu dengan yang lain. Kedua; setiap bagian tubuh manusia
mempunyai fungsi yang jelas dan khas (spesifik). Perumpamaan ini
menggambarkan dengan sebuah bentuk kelembagaan dalam masyarakat yang
harus mampu melaksanakan tugas tertentu untuk stabilitas dan partumbuhan
masyarakat bersangkutan. Agar kelembagaan masyarakat tidak mati, Parsons
menggambarkan 4 macam tugas utama:
a) Adaptation to the environment (fungsi lembaga ekonomi adalah adaptasi
terhadap lingkungan);
b) Goal attainment (fungsi pemerintahan adalah pencapaian tujuan);
c) Integration (fungsi lembaga hokum dan agama adalah menjalankan integrasi)
(penggabungan/penyatuan);
d) Latency (fungsi keluarga dan lembaga pendidikan adalah uaha
pemeliharaan).
Penjelasan terhadap tugas utama menurut Parsons dapat dijelaskan ke
dalam empat fungsi pokok, yaitu:
a) Fungsi lembaga ekonomi adalah adaptasi lingkungan;
b) Fungsi pemerintahan adalah mencapai tujuan;
c) Fungsi lembaga hokum dan agama adalah menjalankan integrase;
d) Fungsi keluarga dan lembagapendidikan adalah usaha pemeliharaan.
Rumusan Konsep “Talcott Parsons” Konsep teori yang diajukan oleh
Parsons adalah keseimbangan dinamis stasioner (Homeostatic Aquilibrium),
artinya jika bagian tubuh manusia berubah maka bagian lain akan
mengikutinya. Teori struktur fungsionalisme Parsons sering di sebut konservatif,
dalam artian menganggap bahwa masyarakat akan selalu berada pada situasi
harmoni, stabil, sembang dan mapan.
Ada beberapa pemikiran klasik teori modernisasi yang telah dikemukakan
oleh para ahli, yakni:
1. Smelsen, tentang differensiensi struktural bahwa teori modernisasi akan
selalu melibatkan diferensiensi structural
2. Rostow, mengatakan bahwa pembangunan ekonomi ada lima tahapan, dan
yang dianggap sebagai tahapan paling kritis adalah tahap tinggal landas.
3. Coleman, tentang pembangunan politik yang berkeadilan, bahwa ketiga teori
pembangunan mirip dengan pendekatan sosiologis.
4. Asumsi, tentang teoritis dan metodologi bahwa teori modernisasi juga
memberikan rumusan kebijaksanaan pembangunan.
5. Implikasi, tentang kebijaksanaan pembangunan bahwa teori modernisasi
mampu menawarkan berbagai implikasi kebijaksanaan pembangunan.
D. Modernisasi Negara terbelakang.
Teori ketergantungan adalah sebagai antitesis teori modernisasi yakni
menekankan pada aspek keterbelakangan sebagai produk dari pola hubungan
ketergantungan. Kedua kubu tersebut mendominasi ‘proyek besar’
pembangunan hingga akhir tahun 1980-an, ketika studi pembangunan
mencapai ‘jalan buntu’. Kedua kubu teoritis tersebut dianggap gagal. Di satu
sisi, realitas yang ada di negara-negara dunia ketiga sebagai obyek
pembangunan tetap ditandai oleh berbagai indikator keterbelakangan, di sisi
lain muncul fenomena negara-negara industri baru sebagai kisah sukses. Awal
mula Teori Ketergantungan (Dependency Theory) dikembangkan pada akhir
tahun 1950-an oleh Raul Presibich (Direktur Economic Commission for Latin
America, ECLA). Dalam hal ini Raul Presbich dan rekannya bimbang terhadap
pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju yang tumbuh pesat, namun tidak
serta merta memberikan perkembangan yang sama kepada pertumbuhan
ekonomi di negara-negara miskin. Bahkan dalam kajiannya mereka mendapati
aktivitas ekonomi di negara-negara yang lebih kaya sering kali membawa
kepada masalah-masalah ekonomi di negara-negara miskin. Hal Ini oleh para
teori neo-klasik tidak dapat diprediksi sebelumnya dan dianggap bertentangan,
oleh karena teori neo-klasik mengandaikan pertumbuhan ekonomi akan
memberi manfaat kepada semua negara walaupun manfaatnya tidak selalui
dibagi secara sama rata.
Kajian Prebisch mengenai fenomena ketergantungan ialah negara-
negara miskin mengekspor komoditi ke negara-negara kaya yang kemudian
menjadikan barang komiditi tersebut menjadi barang siap (manufactured) dan
kemudian menjual kembali barang tersebut kepada negara-negara miskin. Nilai
tambah yang ada oleh karena barang tersebut menjadi barang yang siap
tentunya menimbulkan biaya yang lebih tinggi dibandingkan barang yang belum
siap. Oleh karena itulah, mengapa negara-negara miskin senantiasa tidak
memperoleh pendapatan yang cukup dengan ekspor mereka karena terpaksa
membayar lebih besar untuk mengimpor barang yang lebih siap dari negara-
negara maju. Presbich kemudian mengeluarkan suatu solusi terhadap
kenyataan yang ada, yaitu negara-negara miskin sepatutnya melakukan
program dengan menggantikan atau mencari pengganti barang yang selama ini
mereka impor sehingga mereka tidak perlu lagi membeli barang siap dari
negara-negara kaya. Negara-negara miskin juga perlu menjual produk-produk
utama mereka ke pasaran dunia, akan tetapi cadangan devisa (mata uang
asing) yang mereka peroleh dari penjualan produk utama tersebut jangan
digunakan untuk membeli barang manufaktur dari luar.
Namun demikian, paling tidak ada tiga hal pokok yang membuat
kebijakan seperti tersebut di atas sulit untuk dilakukan yaitu:
1) Pasar domestik negara-negara miskin tidak cukup besar guna mendukung
skala ekonomi yang digunakan negara-negara kaya untuk terus membuat
harga yang lebih rendah.
2) Kemauan politik (political will) negara-negara miskin terhadap transformasi
(perubahan) dari sekadar menjadi produser komodoti barang primer sesuatu
yang mungkin atau diinginkan.
3) Sejauh mana negara-negara miskin sebenarnya memiliki kontrol terhadap
produk utama mereka, khususnya bagi penjualan barang tersebut di luar negeri
Pada tahap ini dikatakan bahwa teori ketergantungan dapat di lihat untuk
menjelaskan penyebab mengapa negara-negara miskin terus menjadi miskin.
Adapun pendekatan tradisional neo-klasik tidak pernah melihat isu
kemiskinan ini, sebaliknya mengatakan negara-negara miskin terlalu lambat
untuk mengubah perekonomian mereka dengan mempelajari teknik-teknik
ekonomi modern yang dapat membuat kemiskinan mereka menjadi berkurang
(terhapus). Sedangkan penganut faham teori Marxis melihat kemiskinan yang
berlanjut ini sebagai eksploitasi dari kapitalis.
Secara umum ketergantungan didefinisikan sebagai suatu penjelasan
mengenai pembangunan ekonomi negara dari pengaruh luar -politik, ekonomi
dan kebudayaan- terhadap kebijakan pembangunan nasional.(Osvaldo Sunkel,
“National Development Policy and External Dependence in Latin America,” The
Journal of Development Studies, Vol. 6, no. 1, October 1969, p. 23). Sedangkan
Theotonio Dos Santos menekankan pada dimensi sejarah untuk menjelaskan
adanya hubungan ketergantungan, yaitu:
[Dependency is]…an historical condition which shapes a certain
structure of the world economy such that it favors some countries to the
detriment of others and limits the development possibilities of the subordinate
economics…a situation in which the economy of a certain group of countries is
conditioned by the development and expansion of another economy, to which
their own is subjected. (Theotonio Dos Santos, “The Structure of Dependence,”
in K.T. Fann and Donald C. Hodges, eds., Readings in U.S. Imperialism.
Boston: Porter Sargent, 1971, p. 226)
Makna yang dapat ditangkap dari pernyataan Dos Santos ialah bahwa
keterbelakangan atau ketergantungan ekonomi Negara Dunia Ketiga bukan
disebabkan oleh tidak terintegrasinya ke dalam tata ekonomi kapitalisme, tetapi
monopoli modal asing, pembiayaan pembangunan dengan modal asing, serta
penggunaan teknologi maju pada tingkat internasional dan nasional mampu
mencapai posisi menguntungkan dalam interaksinya dengan negara maju, yang
pada gilirannya menjadikan Negara Dunia Ketiga mereproduksi
keterbelakangan, kesengsaraan, dan marginalisasi sosial di dalam batas
kewilayahannya.
E.Modernisasi yang dilakukan oleh Negara China.
Secara historis, program-program modernisasi pada tahun 1960- an di
negara-negara Dunia Ketiga banyak mengalami kegagalan, sehingga
mendorong munculnya teori Dependensi dengan aliran madzhab neo-Marxis
yang mendasarinya. Teori Dependensi ini kemudian melakukan kritikan
terhadap teori Modernisasi dan menuduhnya sebagai bentuk rasionalisasi
dari imperialisme. Perdebatan antara dua kelompok teori ini menghangat
pada tahun l97O-an. Pada saat inilah Immanuel Wallerstein menilai bahwa
tata ekonomi kapitalis dunia tidak dapat dijelaskan hanya oleh dua perspektif
teori yang telah mapan tersebut. Dalam hal ini Wallerstein mengajukan
beberapa fakta yaitu:
1. Negara-negara Asia Timur seperti lepartg, Thiwan, Korea Selatan,
Hongkong, Malaysia dan Singapura telah mampu mencapai pertumbuhan
ekonomi tinggi tanpa melakukan teori Modernisasi sebagaimana yang
dipropagandakan oleh AS. Mereka juga tidak mengalami ketergantungan
sebagaimana diusulkan oleh teori Dependensi. Ini merupakan tantangan
serius bagi kekuatan ekonomi AS.
2. Adanyakrisis di berbagai negara sosialis yang diawali dengan
perpecahan di Republik Rakyat Cina dan runtuhnya Uni Soviet.
3. Fenomena krisis di Amerika Serikat akibat keterlibatannya dalam
perang-perang di beberapa negara Dunia Ketiga, krisis Watergate, embargo
minyak tahun 1975, inflasi dan stagnasi ekonomi Amerika Serikat akhir tahun
1970-an, adalah merupakan tanda mulai robohnya hegemoni ekonomi
Amerika Serikat atas negara Dunia Ketiga.
Tiga hal pokok tersebut menjadi latarbelakang historis kemunculan teori
world empire yang diusulkan oleh Immanuel Wallerstein. Dengan menggunakan
kerangka pemikiran neo-Marxis, ia dan beberapa sosiologi lainnya melakukan
kajian terhadap pembangunan di negara Dunia Ketiga dengan perpektif yang
berbeda dengan teori Modernisasi dan Dependensi. Asumsi dasar dari teori ini
menyatakan bahwa dunia awalnya dikuasai oleh kekuatan lokal dengan
sistemnya masing-masing, lalu kekuatan ini saling menjalin hubungan
walaupun terpisahkan lokalitasnya.
Kemudian terjadi penggabungan sistem baik oleh penaklukan. Sebuah
Kerajaan Dunia (World Empire) kemudian muncul dan mengendalikan sistem
ekonomi-politik dari sistem-sistem negara dibawahnya, walaupun tidak secara
yuridis' World Empire inilah yang sekarang mengendalikan negara-negara di
dunia. Dengan tinjauan teoritik tersebut, muncul tiga klasifikasi negara dan
fungsi ekonominya antara satu dengan lainnya, tiga klasifikasi tersebut adalah:
(1) Negara Pusat,mengambil keuntungan datt: (2) Negara Pusat-Pinggiran,
mengambil keuntungan dari: (3) Negara Pinggiran, pihak yang paling
dieksploitir.
KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang terjadi di Indonesia sejak
awal Orde Baru sampai sekarang barulah sebatas modernisasi ekonomi dan
politik dan belum merupakan pembangunan ekonomi dan politik dalam
pengertian peningkatan kesejahteraan rakyat yang merata serta partisipasinya
dalam penyelenggaraan kekuasaan. Bahkan setelah Indonesia masuk dalam
era reformasi sekalipun pertumbuhan ekonomi tetap dilihat sebagai solusi untuk
mengatasi berbagai krisis seperti kemiskinan yang meluas, kerusakan
lingkungan hidup dan konflik-konflik komunal. Fokus pada pertumbuhan
ekonomi telah mengantar bangsa Indonesia pada suatu keadaan di mana
rakyat dibebani dengan pembayaran utang luar negeri. Yang dimana
seharusnya tujuan-tujuan dilakukannya pembangunan tersebut dimaksudkan
untuk mencakup peningkatan kesejahteraan hidup, keadilan sosial dan rasa
aman bagi setiap anggota masyarakat (human security). Pencapaian tujuan-
tujuan ini dapat dilakukan melalui berbagai macam cara termasuk
pembangunan, modernisasi, demokratisasi dan pembaharuan ekonomi
(economic reform) sehingga berdasarkan kajian yang dilakukan, teori
modernisasi merupakan teori yang paling banyak digunakan dalam
pembangunan yang seharusnya mampu mewujudkan negara kesatuan
republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, dan bersatu, dalam suasana
perikehidupan bangsa yang damai, tentram, tertib, dan dinamis, serta
dalam lingkungan pergaulan hidup dunia yang merdeka, bersahabat, tertib,
dan damai.
DAFTAR PUSTAKA

Blakely, E.D. dan Ted K. Bradshaw. 2000. Planning Local Economic


Development: Theory and Practice. Thousand Oaks, CA: Sage.
Delacroix, Jacques. 1977. “The Export of Raw Materials and Economic Growth:
A Cross National Study.” American Sociological Review 42, 5: 795-808.
Fakih, Mansour. 2001. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi.
INSISTPress.
Fakih, Mansour. 2004. Neoliberalisme dan Globalisasi. Ekonomi Politik Digital
Journal Al Manar Edisi I.
Giddens, Anthony. 1986. Kapitalisme dan Teori Sosial Modern: Suatu Analisis
Karya Tulis Marx, Durkheim, dan Max Weber. Penerbit Universitas
Indonesia (UI Press). Jakarta. Indonesia.
Pasaribu, Rowland B. F. tanpa tahun. Teori-teori Pembangunan.
https://rowlandpasaribu.wordpress.com/perkuliahan/ ekonomi-
pembangunan/
Portes, Alejandro. 1976. “On the Sociology of National Development: Theories
and Issues.” American Journal of Sociology 82: 68-74
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi dari Sosiologi Klasik Sampai
Perkembangan Terakhir Postmodern. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Indonesia
Rostow, W. . (1960). The Stage Of Economic Growth: A Non Communist
Manifesto. Cambridge University Press, London.
Titko, J., Stankevičienė, J., & Lāce, N. (2014). MEASURING BANK
EFFICIENCY: DEA APPLICATION. Technological and Economic
Development of Economy, 20(4), 739–757.
https://doi.org/10.3846/20294913.2014.984255.

Todaro, M. P. (2015). Economic Development (12th ed.). The George


washington University.

Anda mungkin juga menyukai