Anda di halaman 1dari 13

Pengertian Kurikulum

Secara etimologi, kurikulum berasal dari bahasa Yunani yaitu


kata curir dan currere yang merupakan istilah bagi tempat berpacu, berlari, dari sebuah
perlombaan yang telah dibentuk semacam rute pacuan yang harus dilalui oleh para competitor
sebuah perlombaan. Dengan kata lain, rute tersebut harus dipatuhi dan dilalui oleh para
kompetitor sebuah perlombaan. Konsekuensinya adalah, siapapun yang mengikuti kompetisi
harus mematuhi rute currere tersebut.

Secara semantik, kurikulum senantiasa terkait dengan kegiatan pendidikan.


Kurikulum sebagai jembatan untuk mendapatkan ijasah. Secara konseptual, kurikulum adalah
perangkat pendidikan
yang merupakan jawaban terhadap kebutuhan dan tantangan masyarakat (Olivia, 1997
dalam Nuryani, 2010).

Menurut Hafni (2005) kurikulum dapat diartikan sebagai program pendidikan yang
direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan tertentu.Sedangkan
menurut undang-undang sistem pendidikan nasional no. 20 tahun 2003 pasal 1 dijelaskan bahwa
kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Lebih lanjut pada pasal 36 disebutkan bahwa
kurikulum disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

Pasal ini menunjukkan berbagai aspek pengembangan kepribadian peserta didik yang
menyeluruh dan pengembangan pembangunan masyarakat dan bangsa, ilmu, kehidupan agama,
ekonomi, budaya, seni, teknologi dan tantangan kehidupan global.Artinya, kurikulum haruslah
memperhatikan permasalahan ini dengan serius dan menjawab permasalahan ini dengan
menyesuaikan diri pada kualitas manusia yang diharapkan dihasilkan pada setiap jenjang
pendidikan.

Jadi kurikulum adalah suatu program pendidikan yang berisikan berbagai bahan ajar dan
pengalaman belajar yang diprogramkan, direncanakan dan dirancangkan secara sistemik atas
dasar norma-norma yang berlaku yang dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran bagi
tenaga kependidikan dan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan.

Sejarah Perkembangan Kurikulum di Indonesia

Sejarah kurikulum pendidikan di Indonesia kerap berubah setiap ada pergantian Menteri
Pendidikan, sehingga mutu pendidikan Indonesia hingga kini belum memenuhi standar mutu
yang jelas dan mantap.Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan
nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984,
1994, 2004, 2006 dan 2013.Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya
perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan
bernegara.Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara
dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum
nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945,
perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam
merealisasikannya.Adapun perkembangan Kurikulum di Indonesia
a. 1947 : Rencana Pelajaran → Dirinci dalam Rencana Pelajaran Terurai
b. 1964 :Rencana Pendidikan Sekolah Dasar
c. 1968 :Kurikulum Sekolah Dasar
d. 1973 :Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP)
e. 1975 :Kurikulum Sekolah Dasar
f. 1984 :Kurikulum 1984
g. 1994 :Kurikulum 1994
h. 1997 ;Revisi Kurikulum 1994
i. 2004 :Rintisan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
j. 2006 :Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
k. 2013 :Kurikulum 2013 tahap uji publik dan sosialisasi serta uji coba pada sekolah sampel.
(a) Tahun 2014 sekolah sampel melakukan pendampingan pada setiap sekolah,
(b) Pemberlakuan kurikulum 2013 secara umum tiap tingkatan sekolah dan kelas di Tahun 2015
Landasan Pengembangan Kurikulum.

Landasan pengembangan kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki
pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalm
pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara
sembarangan.Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang
didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam (Amri, 2010).

Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (1997), secara umum ada empat landasan yang
digunakan dalam pengembangan kurikulum, yaitu: landasan filosofis, landasan psikologis,
landasan sosial-budaya dan landasan ilmu pengetahuan dan teknologi.

1. Landasan Filosofis
Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti dalam
Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti : perenialisme,
essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan
kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran–aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai
terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada
pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di bawah ini diuraikan tentang isi dari-dari masing-masing
aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.

a. Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari
pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan
kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan
pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran
ini lebih berorientasi ke masa lalu.

b. Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan


keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna.
Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum
yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga
lebih berorientasi pada masa lalu.

c. Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan
makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini
mempertanyakan : bagaimana saya hidup di dunia? Apa pengalaman itu?

d. Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada


peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi
pengembangan belajar peserta didik aktif.

e. Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada


rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan
tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh
menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan
mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu ?
Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses.

Aliran Filsafat Perenialisme, Essensialisme, Eksistensialisme merupakan aliran filsafat


yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat
progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan
Pribadi.Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan Model
Kurikulum Interaksional.

2. Landasan Psikologis

Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang
psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan dan (2)
psikologi belajar.Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku
individu berkenaan dengan perkembangannya.Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang
hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas
perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang
semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan
kurikulum.Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam
konteks belajar.Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta
berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai
bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.

Masih berkenaan dengan landasan psikologis, Ella Yulaelawati memaparkan teori-teori


psikologi yang mendasari Kurikulum Berbasis Kompetensi.Dengan mengutip pemikiran
Spencer, Ella Yulaelawati mengemukakan pengertian kompetensi bahwa kompetensi merupakan
“karakteristik mendasar dari seseorang yang merupakan hubungan kausal dengan referensi
kriteria yang efektif dan atau penampilan yang terbaik dalam pekerjaan pada suatu
situasi“.Selanjutnya, dikemukakan pula tentang 5 tipe kompetensi, yaitu
1. motif; sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir secara konsisten atau keinginan
untuk melakukan suatu aksi.
2. bawaan; yaitu karakteristik fisik yang merespons secara konsisten berbagai situasi atau
informasi.
3. konsep diri; yaitu tingkah laku, nilai atau image seseorang;
4. pengetahuan; yaitu informasi khusus yang dimiliki seseorang; dan
5. keterampilan; yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik maupun mental.

Kelima kompetensi tersebut mempunyai implikasi praktis terhadap perencanaan sumber daya
manusia atau pendidikan.Keterampilan dan pengetahuan cenderung lebih tampak pada
permukaan ciri-ciri seseorang, sedangkan konsep diri, bawaan dan motif lebih tersembunyi dan
lebih mendalam serta merupakan pusat kepribadian seseorang.Kompetensi permukaan
(pengetahuan dan keterampilan) lebih mudah dikembangkan.Pelatihan merupakan hal tepat
untuk menjamin kemampuan ini.Sebaliknya, kompetensi bawaan dan motif jauh lebih sulit untuk
dikenali dan dikembangkan.

Dalam konteks Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (2002) menyoroti tentang aspek
perbedaan dan karakteristik peserta didik, Dikemukakannya, bahwa sedikitnya terdapat lima
perbedaan dan karakteristik peserta didik yang perlu diperhatikan dalam Kurikulum Berbasis
Kompetensi, yaitu : (1) perbedaan tingkat kecerdasan; (2) perbedaan kreativitas; (3) perbedaan
cacat fisik; (4) kebutuhan peserta didik; dan (5) pertumbuhan dan perkembangan kognitif.

3. Landasan Sosial-Budaya

Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun
informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat
pula.Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi
landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan
muncul manusia-manusia yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru
melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan
masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan
kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat.

Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem-sosial budaya tersendiri


yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat. Salah satu aspek
penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan
dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya,
politik atau segi-segi kehidupan lainnya.

Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat
juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan
dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat.Israel
Scheffer (Nana Syaodih Sukmadinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia
mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban
masa yang akan datang.
Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya mempertimbangkan,
merespons dan berlandaskan pada perkembangan sosial – budaya dalam suatu masyarakat, baik
dalam konteks lokal, nasional maupun global.

4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia masih relatif
sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai
penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan
terus semakin berkembang

Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu
yang tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap mustahil kalau
manusia bisa menginjakkan kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam bidang Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi pada pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat di
Bulan dan Neil Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan.

Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa
terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia
sebelumnya.Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang
memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang
berlaku pada konteks global dan lokal.

Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang
berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dengan standar mutu yang tinggi. Sifat
pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih,
sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan metakognisi dan kompetensi
untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan
menilai pengetahuan, serta mengatasi siatuasi yang ambigu dan antisipatif terhadap
ketidakpastian.

Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam bidang
transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia.Oleh karena itu,
kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup
manusia.

D. Komponen- Komponen Pengembangan Kurikulum.

Menurut Anonim (2012), sistem kurikulum terbentuk oleh 4


komponen yaitu, komponen tujuan, isi kurikulum, metode atau strategi, pencapaian tujuan
dan komponen evaluasi. Sebagai suatu sistem,setiap komponen harus saling
berkaitan satu sama lain. Manakala salah satu komponen yang terbentuk sisterm
kurikulum terganggu atau tidak berkaitan dengan komponen lainnya maka sistem
kurikulum juga akan terganggu.

1. Komponen tujuan.

Komponen tujuan berhubungan dengan arah atau hasil yang diharapkan. Dalam
skala makro rumusan tujuan kurikulum erat kaitannya dengan filsafat
atau sistem nilai yang dianut masyarakat. Bahkan, rumusan tujuan menggambarkan suatu
masyarakat yang dicita-citakan.
Tujuan pendidikan memiliki klasifikasi, dari mulai tujuan yang sangat umum sampai tujuan
khusus yang bersifat spesifik dan dapat diukur,yang kemudian dinamakan kompetensi. Tujuan
pendidikan diklasifikasikan menjadi 4, yaitu :

a. Tujuan pendidikan nasional ( TPN).

Tujuan pendidikan nasional adalah tujuan yang bersifat paling umum dan
merupakan sasaran yang harus dijadikan pedoman oleh setiap usaha pendidikan. Tujuan
pendidikan umum biasanya dirumuskan dalam bentuk
perilaku yang ideal sesuai dengan pandangan hidup dan filsafat suatu
bangsa yang dirumuskan oleh pemerintah dalam bentuk undan-undang.

Secara jelas tujuan pendidikan nasional yang bersumber dari sistem nilai
pancasila dirumuskan dalam UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 3, bahwa
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan bentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehudupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

b. Tujuan institusional ( TI ).
Tujuan institusional adalah tujuan yang harus dicapai oleh setip lembaga
pendidikan. Tujuan institusional merupan tujuan antara untuk mencapai
tujuan umum yang dirumuskan dalam bentuk kompetensi lulusan setiap
jenjang pendidikan, misalnya standar kompetensi pendidikan dasar, menengah, kejuruan, dan
jenjang pendidikan tinggi.

c. Tujuan kurikuler ( TK ).
Tujuan kurikuler adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap bidang
studi atau mata pelajaran. Tujuan kurikuler juga pada dasarnya
merupakan tujuan antara untuk mencapai tujuan lembaga pendidikan.
Dengan demikian, setiap tujuan kurikuler harus dpat mendukung dan diarahkan untuk
mencapai tujuan institusional.

d. Tujuan instruksional atau Tujuan pembelajaran (TP).


Tujuan pembelajaran yang merupakn bagian dari tujuan kurikuler,dapat
didefinisikan sebagai kemampuan yang harus dimiliki oleh anak didik setelah mereka
mempelajari bahasan tertentu dalam bidang studi tertentu
dalam satu kali pertemuan. Karena hanya guru yang memahami kondisi lapangan,
termasuk memahami karakteristik siswa yang akan melakukan
pembelajaran disuatu sekolah, maka menjabarkan tujuan pembelajaran adalah tugas guru.

2. Komponen isi/Materi pelajaran.


Isi kurikulum merupakan komponen yang berhubungan
denganpengalaman belajar yang harus dimiliki siswa. Isi kurikulum itu menyangkut
semua aspek baik yang berhubungan dengan pengetahuan atau materi
pelajaran yang biasanya tergambarkan pada isi setiap mata pelajaran yang diberikan
maupun aktivitas dan kegiatan siswa. Baik materi maupun aktivitas itu seluruhnya diarahkan
untuk mencapai tujuan yang ditentukan.

3. Komponen metode/Strategi.
Strategi dan metode merupakan komponen ketiga dalam
pengembangan kurikulum. Komponen ini merupakan komponen yang
memiliki peran yang sangat penting, sebab berhubungan dengan
implementasi kurikulum. Strategi pembelajaran sebagai pola dan urutan umum perbuatan
guru-siswa dalam mewujudkan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan.

4. Komponen evaluasi.
Tujuan evaluasi yang komprehensif dapat ditinjau dari tiga dimensi, yakni diemensi I
(formatif-sumatif), dimensi II (proses-produk) dan dimensi III (operasi keseluruhan
proses kurikulum atau hasil belajar siswa). Dengan adanya tiga dimensi itu, maka dapat
digambarkan sebagai kubus. Selain itu dapat lagi kurikulum ditinjau dari segi historis,
yakni bagaimanakah kurikulum sebelumnya yang dipandang oleh anteseden.
Oleh sebab ketiga dimensi itu masing-masing mempunyai dua komponen, maka
keseluruhan evaluasi terdiri dari enam komponen yang bertkaitan satu sama lainnya.
a. Dimensi I.
1) Formatif : evaluasi dilakukan sepanjang pelaksanaan kurikulum. Data dikumpulkan dan
dianalisis untuk menemukan masalah serta mengadakan perbaikan sedini mungkin.
2) Sumatif: proses evaluasi dilakukan pada akhir jangka waktu tertentu,
misalnya pada akhir semester , tahun pelajaran atau setelah lima tahun untuk mengetahui
evektifitas kurikulum dengan menggunakan semua data
yang dikumpulkan selama pelaksanaan dan akhir proses implementasi kurikulum.
b. Dimensi II.
1) Proses: yang dievaluasi ialah metode dan proses dalam pelaksanaan
kurikulum. Tujuannya ialah untuk mengetahui metode dan proses yang
digunakan dalam implementasi kurikulum. Metode apakah yang
digunakan? Apakah tepat penggunaannya? Apakah berhasil baik atau tidak? Kesulitan apa
yang dihadapi?
2) Produk : yang dievaluasi ialah hasil-hasil yang nyata, yang dapat dilihat dari silabus, satuan
pelajaran dan alat-alat pelajaran yang dihasilkan olehguru dan hasil-
hasil siswaberupa hasil test, karangan, termasuk tesis, makalah, dan sebagainya.
c. Dimensi III.
1) Operasi: disini dievaluasi keseluruhan proses pengembangan kurikulum termasuk
perencanaan, desain, implementasi, administrasi, pengawasan,
pemantauan dan penilaiannya. Juga biaya, staf pengajar, penerimaan siswa,singkatnya
seluruh operasi lembaga pendidikan itu.
2) Hasil belajar siswa: disini yang dievaluasi ialah hasil belajar siswa
berkenaan dengan kurikulum yang harus dicapai, dinilai berdasarkan standar yang telah
ditentukan dengan mempertimbangkan determinan
kurikulum, misi lembaga pendidikan serta tuntutan dari pihak konsumen luar.

E. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum.

Hamalik (2007) membagi prinsip pengembangan kurikulum menjadi delapan


macam, antara lain:

1. Prinsip berorientasi pada tujuan.


Pengembangan kurikulum diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu, yang bertitik
tolak dari tujuan pendidikan nasional. Tujuan kurikulum merupakan penjabaran dan upaya
untuk mencapai tujuan satuan dan jenjang pendidikan tertentu. Tujuan
kurikulum mengandung aspek-
aspek pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai.Yang selanjutnya menumbuhkan perubaha
n tingkah laku peserta didik yang
mencakup tiga aspek tersebut dan bertalian dengan aspek-aspek yang terkandung dalam
tujuan pendidikan nasional.

2. Prinsip relevansi (kesesuaian).


Pengembangan kurikulum yang meliputi tujuan, isi dan sistem penyampaian
harus relevan (sesuai) dengan kebutuhan dan keadaan masyarakat, tingkat
perkembangan dan kebutuhan siswa, serta serasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.

3. Prinsip efisiensidan efektifitas.


Pengembangan kurikulum harus mempertimbangkan segi efisien dan
pendayagunaan dana, waktu, tenaga, dan sumber-sumber yang tersedia agar dapat
mencapai hasil yang optimal. Dana yang terbatas harus digunakan sedemikina rupa
dalam rangka mendukung pelaksanaan pembelajaran. Waktu yang tersedia bagi
siswa belajar disekolah juga terbatas sehingga harus dimanfaatkan secara tepat
sesuai dengan tata ajaran dan bahan pembelajaran yang diperlukan. Tenaga
disekolah juga sangat terbatas, baik dalam jumlah maupun dalam mutunya,
hendaknya didaya gunakan secara efisien untuk melaksanakan proses pembelajaran.
Demikian juga keterbatasan fasilitas ruangan, peralatan, dan sumber kerterbacaan, harus
digunakan secara tepat oleh sswa dalam rangka pembelajaran, yang semuanya demi
meningkatkan efektifitas atau keberhasilan siswa.

4. Prinsip fleksibilitas.
Kurikulum yang luwes mudah disesuaikan, diubah, dilengkapi atau dikurangi
berdasarkan tuntutan dan keadaan ekosistem dan kemampuan setempat, jadi tidak statis atau
kaku. Misalnya dalam suatu kurikulum disediakan program pendidikan ketrampilan industri dan
pertanian. Pelaksanaaan di kota, karena tidak tersedianya
lahan pertanian., maka yang dialaksanakan program ketrampilan pendidikn
industri. Sebaliknya, pelaksanaan di desa ditekankan pada program ketrampilan
pertanian. Dalam hal ini lingkungan sekitar, keadaaan masyarakat, dan
ketersediaan tenaga dan peralatan menjadi faktor pertimbangan dalam rangka pelaksanaan
kurikulum.

5. Prinsip kontiunitas.
Kurikulum disusun secara berkesinambungan, artinya bagian-bagian, aspek-spek,
materi, dan bahan kajian disusun secara berurutan, tidak terlepas-lepas, melainkan
satu sama lain memilik hubungan fungsional yang bermakna, sesuai dengan jenjang
pendidikan, struktur dalam satuan pendidikn, tingkat perkembangan siswa.
Dengan prinsip ini, tampak jelas alur dan keterkaitan didalam kurikulum tersebut
sehingga mempermudah guru dan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran.

6. Prinsip keseimbangan.
Penyusunan kurikulum meperhatikan keseimbangan secara proposional dan
fungsional antara berbagai program dan sub-
program, antara semua mata pelajaran,dan antara aspek-
aspek perilaku yang ingin dikembangkan. Keseimbangan juga perlu diadakan antara teori dan
praktik, antara unsur-unsur keilmuan sains, sosial,
humaniora, dan keilmuan perilaku. Dengan keseimbangan tersebut diaharapkan
terjalin perpaduan yang lengkap dan menyeluruh, yang satu sama lainnya saling
memberikan sumbangan terhadap pengembangan pribadi.

7. Prinsip keterpaduan.
Kurikulum dirancang dan dilaksanakan berdasarkan prinsip keterpaduan,
perencanaan terpadu bertitik tolak dari masalah atau topik dan konsistensi antara unsur-
unsusrnya. Pelaksanaan terpadu dengan melibatkan semua pihak, baik di
lingkungan sekolah maupun pada tingkat inter sektoral. Dengan keterpaduan ini
diharapkan terbentuk pribadi yang bulat dan utuh. Disamping itu juga
dilaksanakan keterpaduan dalam proses pembalajaran, baik dalam interaksi antar siswa dan
guru maupun antara teori dan praktek.

8. Prinsip mutu
Pengembangan kurikulum berorientasi pada pendidikan mutu, yang berarti bahwa
pelaksanaan pembelajaran yang bermutu ditentukan oleh derajat mutu guru, kegiatan belajar
mengajar, peralatan,/media yang bermutu. Hasil pendidikan yang bermutu diukur berdasarkan
kriteria tujuan pendidikan nasional yang diharapkan.

F. Langkah-Langkah Pengembangan Kurikulum

Menurut Taba ada lima langkah pengembangan kurikulum model terbalik dari Taba, yaitu :

1. Membuat unit-unit eksperimen bersama dengan guru-guru :


Dalam kegiatan ini perlu mempersiapkan perencanaan berdasarkan pada teori-teori yang kuat
dan eksperimen harus dilakukan di dalam kelas dengan menghasilkan data yang empiric dan
teruji. Unit –unit eksperimen ini harus dirancang melaui tahapan-tahapan sebagai berikut:
1)Mendiagnosis kebutuhan. Pada langkah ini, pengembangan kurikulum dimulai
dengan menentukan kebuttuhan-kebutuhan siswa melalui diagnosis tentang berbagai
kekurangan (deficiencies), dan perbedaan latar belakang siswa. Tenaga pengajar
mengidentifikasi masalah-masalah, kondisi, kesulitan serta kebutuhan-kebutuhan siswa dalam
suatu proses pengajaran. Lingkup diagnosis tergantung pada latar belakang program yang akan
direvisi, termasuk didalamnya tujuan konteks dimana program tersebut difungsikan.
2) Merumuskan tujuan khusus. Setelah kebuttuhan-kebutuhan siswa didiagnosis, selanjutnya
para pengembang kurikulum merumuskan tujuan. Rumusan tujuan akan meliputi:
a. Konsep atau gagasan yang akan dipelajari
b. Sikap, kepekaan dan perasaan yang akan dikembangkan
c. Cara befikir untuk memperkuat,
d. Kebiasaan dan keterampilan yang akan dikuasai
3) Memilih isi. Pemilihan isi kurikulum sesuai dengan tujuan meerupakan langkah berikutnya.
Pemilihan isi bukan saja didasarkan pada tujuan yang harus dicapai sesuai dengan langkah
kedua, akan tetapi juga harus mempertimbangkan segi validitas dan kebermaknaannya untuk
siswa.
4) Mengorganisasi isi. Melalui penyeleksian, selanjutnya isi kurikulum yang telah ditentukan
itu disusun urutannya, sehingga tampak pada tingkat atau kelas berapa sebaiknya kurikulum itu
diberikan.
5) Memilih pengalaman belajar. Pada tahap ini ditentukan pengalaman-pengalaman belajar
yag harus dimiliki siswa untuk mencapai tujuan kurikulum.
6) Mengorganisasi pengalaman belajar. Guru selanjutnya menentukan bagaimana mengemas
pengalaman-pengalaman belajar yang telah ditentukan itu kedalam paket-paket kegiatan itu,
siswa diajak serta, agar mereka memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan belajar.
7) Menentukan alat evaluasi dan prosedur yang harus dilakukan siswa.Peda penentuan alat
evaluasi guru dapat menyeleksi berbagai teknik yang dapat dilakukan untuk menilai prestasi
siswa, apakah siswa sudah mencapai tujuan atau belum.
8) Menguji keseimbangan isi kurikulum. Pengujian ini perlu dilakukan untuk melihat
kesesuaian antara isi, pengalaman belajar, dan tipe-tipe belajar siswa.

2. Menguji unit eksperimen


Unit yang sudah sudah dihasilkan pada langkah yang pertama harus diujicobakan pada
berbagai situasi dan kondisi belajar.Pengujian dilakukan untuk mengetahui tigkat validitas dan
kepraktisan sehingga dapat menghimpun data sebagai penyempurnaan.

3. Mengadakan revisi dan konsolidasi


Setelah langkah pengujian, maka langkah selanjutnya melakukan revisi dan
konsolidasi.Perbaikan dan penyempurnaan dilakukan pada data yang dihimpun
sebelumnya.Selain dilakukan perbaikan dan penyempurnaan dilakukan juga konsolidasi yaitu
penarikan kesimpulan hal-hal yang umum dan tentang konsistensi teori-teori yang
digunakan.Langkah ini dilakukan secara bersama-sama dengan coordinator kurikulum maupun
ahli kurikulum. Produk dari langkah ini adalah berupa teaching learning unit yang telah diuji
dilapangan. Pada langkah ini dilakukan pula penarikan kesimpulan (konsolidasi) tentang
konsistensi teori yang digunakan. Langkah ini dilakukan bersama oleh koordinator kurikulum
dan ahli kurikulum. Bila hasilnya sudah memadai, maka unit-unit tersebut dapat disebarkan
dalam lingkup yang lebih luas.

4. Pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum (developing a frame work)


Apabila dalam kegiatan penyempurnaan dan konsolidasi telah diperoleh sifatnya yang lebih
menyeluruh atau berlaku lebih luas, hal itu harus dikaji oleh para ahli kurikulum.
Ada beberapa pertanyaan yang harus dijawab dalam langkah ini.
a. Apakah lingkup isi telah memadai
b. Apakah isi telah tersusun secara logis
c. Apakah pemebelajaran telah memberikan peluang terhadap pengembangan
intelektual,keterampilan dan sikap
d. Dan apakah konsep dasar telah terakomodasi
Perkembangan yang dipergunakan untuk melakukan kegiatan yang berdasarkan pada
pertanyaan-pertanyaan apa isi unit-unit yang disusun secara berurutan itu telah berimbang ke
dalamnya dan keluasannya, dan apakah pengalaman belajar telah memungkinkan belajarnya
kemampuan intelektual dan emosional. Pengembangan ini dilakukan oleh ahli kurikulum dan
para professional kurikulum lainnya. Produk dari langkah-langkah ini adalah dokumen
kurikulum yang siap untuk diimplementasikan dan didesiminasikan.

5. Implementasi dan desiminasi


Dalam langkah ini dilakukan penerapan dan penyebarluasan program ke daerah dan sekolah-
sekolah dan dilakukan pendataan tetang kesulitan serta permasalahan yang dihadapi guru-guru di
lapangan. Oleh karena itu perlu diperhatikan tentang persiapan dilapangan yang berkaitan
dengan aspek-aspek penerapan kurikulum. Pengembangan kurikulum realitas dengan
pelaksanaannya, yaitu melalui pengujian terlebih dahulu oleh staf pengajar yang
profesional. Dengan demikian, model ini benar-benar memadukan teori dan praktek.
Tanggung jawab tahap ini dibebankan pada administrator sekolah.Penerapan kurikulum
merupakan tahap yang ditempuh dalam kegiatan pengembangan kurikulum. Pada tahap ini harus
diperhatikan berbagai masalah seperti kesiapan tenaga pengajar untuk melaksanakan kurikulum
di kelasnya, penyediaan fasilitas pendukung yang memadai, alat atau bahan yang diperlukan dan
biaya yang tersedia, semuanya perlu mendapat perhatian dalam penerapan kurikulum agar
tercapai hasil optimal.

G. Latar Belakang Pengembangan Kurikulum 2013

Adapun yang melatar belakangi perubahan dan pengembangan kurikulum 2013 adalah
banyaknya permasalahan dari peserta didikdan tantangan dimasa yang akan datang.
Permasalahannya adalah terkait mutu pendidikan yang ditandai dengan rendahnya kualitas dan
merosotnya akhlak (tingkah laku) peserta didik.Sedangkan tantangan dimasa yang akan datang
salah satunya terkait kemajuandibidang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).

Berdasarkan hasil studi PISA (program for international student assessment) tahun 2012
yang hasilnya baru keluar 4 Desember 2013 lalu menunjukkan bahwa peringkat capaian sains
untuk Indonesia berada pada urutan 64 dari 65 negara yang mengikuti studi PISA tahun 2012,
dengan rincian sebagai berikut: literasi membaca berada pada peringkat 61, literasi matematika
berada pada peringkat 64, dan literasi sains berada pada peringkat 64. Hal ini sangat
memperhatinkan, karena pada tahun 2009, Indonesia dapat menempati urutan 60 dari 65 negara
yang mengikuti PISA.

Selain itu, kita juga dihadapkan pada berbagai permasalahan yang melibatkan pelajar dan
mahasiswa, seperti perkelahian pelajar, perjudian, penyalah gunaan obat terlarang, narkoba,
korupsi kolusi dan nepotisme (KKN), plagiarisme, kebocoran dan berbagai kecurangan dalam
ujian (Mulyasa 2013).

Sedangkan tantangan dimasa depan menurut Mulyasa (2014) antara lain berkaitan dengan
globalisasi dan pasar bebas, masalah lingkungan hidup, pesatnya kemajuan teknologi informasi,
konvergensi ilmu dan teknologi, ekonomi berbasis pengetahuan, kebangkitan industri kreatif dan
budaya, pergesaran kekuatan ekonomi dunia, pengaruh dan imbas teknosains, mutu, investasi
dan transformasi pada sektor pendidikan, serta materi TIMS dan PISA yang harus dimiliki oleh
peserta didik.

Berdasarkan permasalahan diatas maka dilakukan pengembangan kurikulum tingkat


satuan pendidikan (KTSP) menjadi kurikulum 2013. Seperti yang dikemukakan di berbagai
media massa bahwa melalui pengembangan kurikulum 2013 kita akan menghasilkan insan
Indonesia yang: produktif, kreatif, inovatif, afektif; melalui penguatan sikap, ketrampilan dan
pengetahuan yang terintegrasi. Dalam hal ini, pengembangan kurikulum difokuskan pada
pembentukan kompetensi dan karakter peserta didik, berupa paduan pengetahuan, ketrampilan
dan sikap yang dapat didemonstrasikan peserta didik sebagai wujud pemahaman terhadap konsep
yang dipelajarinya secara konseptual (Mulyasa, 2013).

H. Perbedaan Kurikulum 2013 dan KTSP.


Menurut Anonim (2013) bahwa kurikulum 2013 sudah diimplementasikan pada tahun
pelajaran 2013/2014 pada sekolah-sekolah tertentu (terbatas). Kurikulum 2013 diluncurkan
secara resmi pada tanggal 15 Juli 2013.Sesuatu yang baru tentu mempunyai perbedaan dengan
yang lama. Begitu pula kurikulum 2013 mempunyai perbedaan dengan KTSP. Berikut ini adalah
perbedaan kurikulum 2013 dan KTSP.

Anda mungkin juga menyukai