1. Setelah membahas pengertian kurikulum secara umum dan asal usul bahasa dari kurikum,
saatnya kita mengacu kepada pengertian kurikulum menurut para ahli yang memberikan
gambaran-gambaran berbagai definisi-definisi yang dikemukakan untuk mempermudah dan
memahami pengertian kurikulum yang sebenarnya yang sangatlah fundamental dari fungsi
kurikulum yang sesungguhnya sebagai sebuah proses pendidikan untuk mencapai tujuan,
maka dari itu untuk mempermudah dan memahaminya mari kita lihat pengertian kurikulum
menurut definisi para ahli seperti tema yang diatas yang teman-teman dapat lihat dibawah
ini....
Pengertian Kurikulum Menurut Definisi Para Ahli
Tahun 1994 - dan 1999- Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum memiliki lima komponen utama, yaitu : (1) tujuan; (2) materi; (3)
strategi, pembelajaran; (4) organisasi kurikulum dan (5) evaluasi. Kelima
komponen tersebut memiliki keterkaitan yang erat dan tidak bisa dipisahkan.
A. PENDAHULUAN
B. ASAS-ASAS KURIKULUM
1. Asas Filosofis
2. Asas Psikologi
Asas psikologi berarti kegiatan yang mengacu pada hal-hal yang bersifat psikologi.
Manusia sebagai makhluk yang bersifat unitas multiplex yang terdiri atas sembilan aspek
psikologi yang kompleks tetapi satu. Aspek-aspek tersebut dikembangkan dengan
perantara berbagai mata pelajaran yang tercantum dalam kurikulum sebagai berikut:
a. Aspek ketakwaan : dikembangkan dengan kelompok bidang agama
b. Aspek cipta : dikembangkan dengan kelompok bidang studi ekstra, sosial, bahasa, dan
filsafat.
d.
Aspek karsa : dikembangkan dengan kelompok bidang studi etika, budi pekerti, Agama,
dan PPKN.
4. Asas Teknologi
Ilmu pengetahuan dan teknologi satu sama lain tidak dapat dipisahkan sebab ilmu
pengetahuan yang hanya sebagai ilmu untuk bahan bacaan tanpa praktikan untuk
kepentingan umat manusia hanyalah suatu teori yang mati. Sebaliknya praktik yang tanpa
didasari oleh ilmu pengetahuan hasilnya akan sia-sia.
Kurikulum tidak boleh meninggalkan kemajuan teknologi pendidikan. Peningkatan
penggunaan teknologi pendidikan akan menyebabkan naiknya tingkat efektivitas dan
efisien proses belajar mengajar selalu menonjolkan peranan guru, terutama dalam
memilih bahan dan penyampaiannya. Dengan majunya teknologi informasi, diharapkan
bahwa mengajar adalah membuat yang belajar mengajar diri sendiri, selanjutnya, system
penyampaiannya tidak harus dengan tatap muka antara guru dan siswa. Sekarang peran
guru dapat digantikan dengan media instruksional baik yang berupa media cetak maupun
non cetak terutama media elektronik, misalnya komputer, internet, rekaman video, dan
sebagainya.
KESIMPULAN
Manusia adalah makhluk yang bersifat unitas multiplex yang terdiri atas sembilan aspek
psikologi yang kompleks tetapi satu.
3. Asas Sosial Budaya/Asas Sosiologi
Kurikulum sekolah dalam penyusunan dan pelaksanaan banyak dipengaruhi oleh
kekuatan-kekuatan social yang berkembang dan selalu berubah di dalam masyarakat.
4. Asas Teknologi
Kurikulum tidak boleh meninggalkan kemajuan teknologi pendidikan. Peningkatan
penggunaan teknologi pendidikan akan menyebabkna naiknya tingkat efektivitas dan
efisien proses belajar mengajar selalu menonjolkan peranan guru, terutama dalam
memilih bahan dan penyampaiannya.
1. 6.& 7. A.
Pengembangan kurikulum adalah sebuah proses yang merencanakan, menghasilkan suatu alat
yang lebih baik dengan didasarkan pada hasil penilaian terhadap kurikulum yang telah
berlaku, sehingga dapat memberikan kondisi belajar mengajar yang baik. Dengan kata lain
pengembangan kurikulum adalah kegiatan untuk menghasilkan kurikulum baru melalui
langkah-langkah penyusunan kurikulum atas dasar hasil penilaian yang dilakukan selama
periode waktu tertentu. Prinsip kurikulum dapat juga dikatakan sebagai aturan yang menjiwai
pengembangan kurikulum. Prinsip tersebut mempunyai tujuan agar kurikulum yang didesain
atau dihasilkan sesuai dengan permintaan semua pihak yakni anak didik, orangtua,
masyarakat dan bangsa.
Pada umumnya ahli kurikulum memandang kegiatan pengembnagn kurikulum sebagai suatu
proses yang kontinu, merupakan suatu siklus yang menyangkut beberapa kurikulum yaitu
komponen tujuan, bahan, kegiatan dan evaluasi.
Kurikulum di Indonesia mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan dalam masyarakat. Penerapan prinsip-prinsip
pengembangan kurikulum salah satunya dijelaskan oleh Dr. Wina Sanjaya dalam kurikulum
berbasis kompetensi dimana dalam prinsip pengembangan ini juga memperhatikan beberapa
aspek mendasar tentang karakteristik bangsa.
1. B.
Oemar Hamalik (2001) membagi prinsip pengembangan kurikulum menjadi delapan macam,
antara lain:
1. 1.
Pengembngan kurikulum diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu, yang bertitik tolak dari
tujuan pendidikan Nasional. Tujuan kurikulum merupakan penjabaran dan upaya untuk
mencapai tujuan satuan dan jenjang pendidikan tertentu. Tujuan kurikulum mengadung
aspek-aspek pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai. Yang selanjutnya menumbuhkan
perubahan tingkah laku peserta didik yang mencakup tiga aspek tersebut dan bertalian dengan
aspek-aspek yang terkandung dalam tujuan pendidikan nasional.
1. 2.
Pengembangan kurikulum yang meliputi tujuan, isi dan system penyampaian harus relevan
(sesuai) dengan kebutuhan dan keadaan masyarakat, tingkat perkembangan dan kebutuhan
siswa, serta serasi dengan perkembnagan ilmu pengetahuan dan tegnologi.
1. 3.
Prinsip Fleksibilitas
Kurikulum yang luwes mudah disesuaikan, diubah, dilengkapi atau dikurangi berdasarkan
tuntutan dan keadaan ekosistem dan kemampuan setempat, jadi tidak statis atau kaku.
Misalnya dalam suatu kurikulum disediakan program pendidikan ketrampilan industri dan
pertanian. Pelaksanaaan di kota, karena tidak tersedianya lahan pertanian., maka yang
dialaksanakan program ketrampilan pendidikn industri. Sebaliknya, pelaksanaan di desa
ditekankan pada program ketrampilan pertanian. Dalam hal ini lingkungan sekitar, keadaaan
masyarakat, dan ketersediaan tenaga dan peralatan menjadi faktor pertimbangan dalam
rangka pelaksanaan kurikulum.
1. 5.
Prinsip Kontiunitas
Prinsip Keseimbangan
keseimbangan tersebut diaharapkan terjalin perpaduan yang lengkap dan menyeluruh, yang
satu sama lainnya saling memberikan sumbangan terhadap pengembangan pribadi.
1. 7.
Prinsip Keterpaduan
Prinsip Mutu
Relevansi
Dalam hal ini dapat dibedakan relevansi keluar yang berarti bahwa tujuan, isi, dan proses
belajar harus relevan dengan tuntutan, kebutuhan dan perkembangan masyarakat dan
relevansi ke dalam berarti bahwa terdapat kesesuaian atau konsistensi antara komponenkomponen kurikulum, yaitu antara tujuan, isi, proses penyampaian dan penilaian yang
menunjukkan keterpaduan kurikulum.
1. Fleksibilitas
Kurikulum harus dapat mempersiapkan anak untuk kehidupan sekarang dan yang akan
datang, di sini dan di tempat lain, bagi anak yang memiliki latar belakang dan kemampuan
yang berbeda. Hal ini berarti bahwa kurikulum harus berisi hal-hal yang solid, tetapi dalam
pelaksanaannya memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan kondisi
daerah, waktu maupun kemampuan, dan latar belakang anak.
1. Kontinuitas
Terkait dengan perkembangan dan proses belajar anak yang berlangsung secara
berkesinambungan, maka pengalaman belajar yang disediakan kurikulum juga hendaknya
berkesinambungan antara satu tingkat kelas dengan kelas lainnya, antara satu jenjang
pendidikan dengan jenjang lainnya, serta antara jenjang pendidikan dengan pekerjaan.
1. Praktis/efisiensi
Tujuan pendidikan merupakan pusat dan arah semua kegiatan pendidikan sehingga
perumusan komponen pendidikan harus selalu mengacu pada tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan. Tujuan ini bersifat umum atau jangka panjang, jangka menengah dan jangka
pendek. Perumusan tujuan pendidikan bersumber pada ketentuan dan kebijakan pemerintah,
survey mengenai persepsi orangtua / masyarakat tentang kebutuhan mereka, survey tentang
pandangan para ahli dalam bidang-bidang tertentu, survey tentang manpower, pengalamanpengalaman negara lain dalam masalah yang sama, dan penelitian.
1. Prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan
Dalam perencanaan kurikulum perlu mempertimbangkan beberapa hal, yaitu perlunya
penjabaran tujuan pendidikan ke dalam bentuk perbuatan hasil belajar yang khusus dan
sederhana, isi bahan pelajaran harus meliputi segi pengetahuan, sikap, dan keterampilan, dan
unit-unit kurikulum harus disusun dalam urutan yang logis dan sistematis.
1.
Pemilihan proses belajar mengajar hendaknya mempertimbangkan beberapa hal, yaitu apakah
metode yang digunakan cocok, apakah dengan metode tersebut mampu memberikan kegiatan
yang bervariasi untuk melayani perbedaan individual siswa, apakah metode tersebut juga
memberikan urutan kegiatan yang bertingkat-tingkat, apakah penggunaan metode tersebut
dapat mencapai tujuan kognitif, afektif dan psikomotor, apakah metode tersebut lebih
menaktifkan siswa, apakah metode tersebut mendorong berkembangnya kemampuan baru,
apakah metode tersebut dapat menimbulkan jalinan kegiatan belajar di sekolah dan rumah
sekaligus mendorong penggunaan sumber belajar di rumah dan di masyarakat, serta perlunya
kegiatan belajar yang menekankan learning by doing, bukan hanya learning by seeing and
knowing.
1.
Proses belajar mengajar perlu didukung oleh penggunaan media dan alat-alat bantu
pengajaran yang tepat. Untuk itu perlu diperhatikan beberapa hal berikut, yaitu alat/media apa
yang dibutuhkan, bila belum ada apa penggantinya, bagaimana pembuatannya, siapa yang
membuat, bagaimana pembiayaannya, dan kapan dibuatnya, bagaimana pengorganisasiannya
dalam keseluruhan kegiatan belajar, serta adanya pemahaman bahwa hasil terbaik akan
diperoleh dengan menggunakan multi media
1.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan kegiatan penilaian meliputi kegiatan
penyusunan alat penilaian harus mengikuti beberapa prosedur mulai dari perumusan tujuan
umum, menguraikan dalam bentuk tingkah laku siswa yang dapat diamati, menghubungkan
dengan bahan pelajaran dan menuliskan butir-butir tes. Selain itu, terdapat bebarapa hal yang
perlu juga dicermati dalam perencanaan penilaian yang meliputi bagaimana kelas, usia, dan
tingkat kemampuan siswa yang akan dites, berapa lama waktu pelaksanaan tes, apakah tes
berbentuk uraian atau objective, berapa banyak butir tes yang perlu disusun, dan apakah tes
diadministrasikan guru atau murid. Dalam kegiatan pengolahan haisl penilaian juga perlu
mempertimbangkan beberapa hal yaitu norma apa yang digunakan dalam pengolahan hasil
tes, apakah digunakan formula guessing bagaimana pengubahan skor menjadi skor masak,
skor standar apa yang digunakan, serta untuk apa hasil tersebut digunakan.
Relevansi pendidikan dengan lingkungan kehidupan peserta didik Dalam hal ini,
pengembangan kurikulum harus disesuaikan dengan kehidupan nyata di sekitar
peserta didik, sehingga peserta didik tidak merasa asing dengan kehidupan di
sekitarnya.
Relevansi pendidikan dengan kehidupan sekarang dan kehidupan yang akan datang.
Dalam kegiatan pengembangan kurikulum harus memperhatikan bahwa apa yang
diajarkan kepada peserta didik pada saar ini bermanfaat baginya untuk menghadapi
kehidupannya di masa yang akan datang, atau dengan kata lain kurikulum harus
bersifat anticipatory.
Relevansi pendidikan dengan tuntutan dunia kerja. Hasil pendidikan juga harus sesuai
dengan kebutuhan dunia kerja. Dalam hal ini tidak saja terkait dengan segi bahan atau
isi tetapi juga menyangkut segi belajar dan pengalaman belajar.
Prinsip efektifitas
Efektifitas dalam dunia pendidikan berkenaan dengan sejauh mana apa yang direncanakan
atau diinginkan dapat dilaksanakan atau dicapai. Hal ini terkait dengan efektifitas mengajar
guru dan efektifitas belajar murid. Efektifitas mengajar guru dapat dicapai dengan menguasai
keahlian dan keterampilan dalam mengelola dan melaksanakan proses belajar-mengajar yang
dapat ditingkatkan dengan kegiatan pembinaan baik melalui penataran maupun penyediaan
buku-buku. Efektifitas belajar murid terkait dengan sejauhmana tujuan pelajaran yang
diinginkan telah dicapai melalui kegiatan belajar-mengajar. Hal ini sangat tergantung pada
kemampuan guru dalam menyediakan suasana pembelajaran yang kondusif, yang dapat
dicapai dengan menyesuaikan bahan pengajaran dengan minat, kemampuan dan kebutuhan
peserta didik serta lingkungan, dan adanya dukungan sarana prasarana yang memadai serta
metode yang tepat.
Prinsip efisiensi
Efisiensi dalam proses belajar-mengajar berarti bahwa waktu, tenaga dan biaya yang
digunakan untuk menyelesaikan program pengajaran dapat merealisasikan hasil yang
optimal.
1. Prinsip kesinambungan
Kesinambungan dalam pengembangan kurikulum menyangkut kesaling hubungan antara
berbagai tingkat dan jenis program pendidikan atau bidang studi. Untuk mencapai
kesinambungan, kurikulum harus disusun dengan mempertimbangkan :
Bahan pelajaran yang diperlukan untuk sekolah yang lebih tinggi harus sudah
diajarkan di sekolah sebelumnya
Bahan yang sudah diajarkan di sekolah yang lebih rendah tidak perlu diajarkan lagi di
sekolah yang lebih tinggi
Kesinambungan antar berbagai bidang studi berarti bahwa dalam mengembangkan kurikulum
harus mempertimbangkan keterkaitan antara bidang suti yang satu dengan bidang studi
lainnya.
1. Prinsip fleksibilitas
Kurikulum harus memberikan ruang gerak yang memberikan kebebasan guru dalam
mengembangkan program pengajaran. Guru dalam hal ini memiliki otoritas dalam
pengembangan kurikulum yang sesuai dengan minat, kebutuhan peserta didik dan kebutuhan
daerah lingkungannya. Disamping itu, peserta didik harus diberi kebebasan dalam memilih
program pendidikan yang sesuai dengan minat, bakat, kebutuhan dan lingkungan dengan
Dari beberapa macam-macam prinsip yang dikemukakan oleh para ahli pengembangan
kurikulum diatas, ada lima prinsip yang mendasari pengembangan kurikulum:
1. Prinsip relevansi
2. Prinsip efektifitas
3. Prinsip efisiensi
4. Prinsip kesinambungan dan,
5. Prinsip fleksibilitas
BAB III
KESIMPULAN
dihasilkan sesuai dengan permintaan semua pihak yakni anak didik, orangtua,
masyarakat dan bangsa.
2. Macam macam prinsip kurikulum yang harus ditaati dalam pengembangan
kurikulum adalah sebagai berikut:
1. Prinsip relevansi
2. Prinsip efektifitas
3. Prinsip efisiensi
4. Prinsip kesinambungan dan,
5. Prinsip fleksibilitas
6. Prinsip-prinsip tersebut mempunyai tujuan agar kurikulum yang didesain atau
dihasilkan sesuai dengan permintaan semua pihak yakni anak didik, orangtua,
masyarakat dan bangsa.
8.& 9. Dalam mengembangan kurikulum maka diperlukan pendekatan-pendekatan sehingga
kurikulum itu dapat sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan. Yang dimaksud
dengan pendekatan adalah cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat
dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistematis agar memperoleh
kurikulum yang lebih baik.
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu
proses tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses
yang sifatnya masih sangat umum. Dengan demikian, pendekatan pengembangan kurikulum
menunjuk pada titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan
kurikulum. Pendekatan-pendekatan yang digunakan, yakni:
1. Pendekatan Subjek Akademik
Pada pendekatan subjek akademik menggunakan bidang studi atau mata pelajaran sebagai
dasar organisasi kurikulum, misalnya matematika, sains, sejarah, geografi, atau IPA, IPS, dan
sebagainya seperti yang lazim didapati dalam system pendidikan sekarang ini disemua
sekolah dan perguruan tinggi.[1]
Yang diutamakan dalam pendekatan ini adalah penguasaan bahan dan proses dalam disiplin
ilmu tertentu. Karena setiap ilmu pengetahuan memiliki sistematisasi tertentu dan berbeda
dengan sistematisasi ilmu lainnya. Pengembagan kurikulum subyek akademik dilakukan
dengan cara menetapkan terlebih dahulu mata pelajaran apa yang harus dipelajari peserta
didik, yang diperlukan untuk (persiapan) pengembangan disiplin ilmu.
Dari pendekatan subjek akademik ini diharapkan agar peserta didik dapat menguasai semua
pengetahuan yang ada di kurikulum tersebut. Karena kurikulum sangat mengutamakan
pengetahuan maka pendidikan lebih bersifat intelektual. Kurikulum subjek akademik tidak
berarti hanya menekankan pada materi yang disampaikan, dalam perkembangannya secara
berangsur-angsur memperhatikan proses belajar yang dilakukan siswa. Proses belajar yang
dipilih sangat bergantung pada hal apa yang terpenting dalam materi tersebut.
Sekurang-kurang ada tiga pendekatan dalam perkembangan Kurikulum Subjek Akademis:[2]
Pendekatan pertama, melanjutkan pendekatan struktur pengetahuan. Murid-murid belajar
bagaimana memperoleh dan menguji fakta-fakta dan bukan sekadar mengingat-ingatnya.
Pendekatan kedua, adalah studi yang bersifat integrative. Pendekatan ini merupakan respons
terhadap perkembangan masyarakat yang menuntut model-model pengetahuan yang lebih
komprehensif-terpadu. Pelajaran tersusun atas satuan-satuan pelajaran, dalam satuan-satuan
pelajaran tersebut batas-batas ilmu menjadi hilang. Pengorganisasian tema-tema pengajaran
didasarkan atas fenomena-fenomena alam, proses kerja ilmiah dan problema-problema yang
ada.
Pendekatan ketiga, adalah pendekatan yang dilaksanakan pada sekolah-sekolah
fundamentalis. Mereka tetap mengajar berdasarkan mata-mata pelajaran dengan menekankan
membaca, menulis, dan memecahkan masalah-masalah matematis. Pelajaran-pelajaran lain
seperti ilmu kealaman, ilmu sosial, dan lain-lain dipelajari tanpa dihubungkan dengan
kebutuhan praktis pemecehan masalah dalam kehidupan.
Dalam pendekatan pengembangan kurikulum ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:[3]
1. Tujuan
Tujuan kurikulum subjek akademik adalah pemberian pengetahuan yang solid serta melatih
para siswa menggunakan ide-ide dan proses penelitian. Para siswa harus belajar
mengunakan pemikiran dan dapat mengontrol dorongan-dorongannya, sehingga diharapkan
siswa mempunyai konsep dan cara yang terus dapat dikembangkan di masyarakat yang lebih
luas.
2. Metode
Metode yang banyak digunakan dalam pendekata subjek akademik adalah pendekatan
metode ekspositori dan inkuiri. Ide-ide diberikan guru kemudian dielaborasi (dilaksanakan)
siswa sampai mereka kuasai.Dalam materi disiplin ilmu yang diperoleh, dicari berbagai
masalah penting, kemudian dirumuskan dan dicari cara pemecahannya.
3. Organisasi isi
Ada beberapa pola organisasi isi (materi pelajaran) kurikulum subyek akademik. Pola-pola
organisasi yang terpenting di antaranya:
1. Correlated curriculum, adalah pola organisasi materi atau konsep yang dipelajari
dalam suatu pelajari dalam suatu pelajaran dikorelasikan dengan pelajaran lainnya.
2. Unified atau Concentrated, adalah pola organisasi bahan pelajaran tersusun dalam
tema-tema pelajaran tertentu, yang mencakup materi dari berbagai pelajaran disiplin
ilmu.
3. Intregrated curriculum, kalau dalam unified masih tampak warna displin ilmunya,
maka dalam pola yang integrated warna disiplin ilmu tersebut sudah tidak kelihatan
lagi. Bahan ajar diintegrasikan dalam suatu persoalan, kegiatan atau segi kehidupan
tertentu.
4. Problem Solving curriculum, adalah pola organisasi isi yang beriisi topic pemecahan
masalah social yang dihadapi dalam kehidupan dengan menggunakan pengetahuan
dan ketrampilan yang diperoleh dari berbagai mata pelajaran atau disiplin ilmu.
5. Evaluasi
Kurikulum subjek akademik menggunakan bentuk evaluasi yang bervariasi disesuaikan
dengan tujuan dan sifat mata pelajaran. Dalam bidang studi humaniora lebih banyak
digunakan bentuk uraian (essay test) dari tes objektif. Karena bidang studi ini membutuhkan
jawaban yang merefleksikan logika, koherensi, dan integrasi secara menyeluruh.
1. Pendekatan Humanistik
Pada pendekatan humanistik berpusat pada siswa, jadi student centered, dan mengutamakan
perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai bagian integral dari proses belajar.
Menurut Somantrie dalam Abdullah Idi, bahwa pada pendekatan humanistik prioritasnya
adalah pengalaman belajar yang diarahkan terhadap tanggapan minat, kebutuhan dan
kemampuan anak.[4]
Permasalahan yang perlu disadari adalah bahwa materi bukanlah tujuan. Dengan demikian,
keberhasilan pendidikan tidak semata-mata diukur dengan lancarnya proses transmisi nilainilai (dalam hal ini materi pelajaran yang terformat dalam kurikulum), melainkan lebih dari
sekadar hal itu. Pendidikan humanistik menganggap materi pendidikan lebih merupakan
sarana, yakni sarana untuk membentuk pematangan humanisasi peserta didik, jasmani dan
ruhani secara gradual.[5]
Jadi dari hal tersebut dapatlah kita pahami bahwa pada pendekatan humanistik tujuan dari
pendidikan itu bukan hanya pada nilai-nilai yang dapat dicapai pesera didik tapi lebih kepada
pembentukan perubahan pada peserta didik, baik secara jasmani maupun ruhani. Selanjutnya
siswa hendaknya diturut sertakan dalam penyelenggaraan kelas dan keputusan instruksional.
Dan siswa hendaknya turut serta dalam pembuatan, pelaksanaan, dan pengawasan peraturan
sekolah. Siswa hendaknya diperbolehkan memilih kegiatan belajar, dan siswa boleh
membuktikan hasil belajarnya melalui berbagai macam karya atau kegiatan.
Pendidikan yang humanistik memandang manusia sebagai manusia, yakni makhluk hidup
ciptaan Allah dengan fitrah-fitrah tertentu. Sebagai makhluk hidup, ia harus melangsungkan,
mempertahankan, dan mengembangkan hidupnya. Sebagai pribadi, manusia juga sebagai
makhluk social yang memilki hak-hak sosial dan harus menunaikan kewajiban-kewajiban
sosialnya.
Dalam kurikulum humanistik, guru diharapkan dapat membangun hubungan emosional yang
baik dengan peserta didiknya, untuk perkembangan individu peserta didik itu selanjutnya.
Oleh karena itu, peran guru yang diharapkan adalah sebagai berikut:[6]
1. Mendengar pandangan realitas peserta didik secara komprehensif
Pada kurikulum ini, guru diharapkan mengetahui respon peserta didik terhadap kegiatan
mengajar. Guru juga diharapkan mengamati apa yang sudah dilakukannya, untuk melihat
umpan balik setelah kegiatan belajar dilakukan.
Sebagai suatu hal yang alamiah, kurikulum humanistik memilki beberapa kelemahan, seperti:
[8]
1. Keterlibatan emosional tidak selamanya berdampak positif bagi perkembangan
individual peserta didik
2. Meskipun kurikulum ini sangat menekankan individu peserta didik, pada
kenyataannya di setiap program terdapat keseragaman peserta didik
3. Kurikulum ini kurang memerhatikan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan, dan
4. Dalam kurikulum ini, prinsip-prinsip psikologis yang ada kurang terhubungkan.
5. Pendekatan Teknologis
Salah satu ciri gloalisasi adalah pesatnya arus informasi melalui berbagai alat teknologi
seperti telepon, radio, televisi, teleconference sampai dengan satelit, dan internet. Kehadiran
teknologi perlu di manfaatkan oleh dunia pendidikan dalam upaya pemerataan kesempatan,
peningkatan mutu, relevansi dan efesiensi pendidikan.
Perspektif teknologi sebagai kurikulum ditekankan pada efektifitas program metode dan
material untuk mencapai suatu manfaat dan keberhasilan. Teknologi memengaruhi kurikulum
dalam dua cara, yaitu aplikasi dan teori. Aplikasi teknologi merupakan suatu rencana
penggunaan beragam alat dan media, atau tahapan basis instruksi. Sebagai teori, teknologi
digunakan dalam pengembangan dan evaluasi material kurikulum dan instruksional.[9]
Pandangan pertama menyatakan bahwa pemanfaatan teknologi lebih diarahkan pada
bagaimana mengajarnya, bukan apa yang diajarkan. Sementara pandangan kedua menyatakan
bahwa teknologi diarahkan pada penerapan tahapan instruksional.
Penerapan teknologi dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum adalah dalam dua
bentuk, yaitu bentuk perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware). Penerapan
teknologi perangkat keras dalam pendidikan dikenal sebagai teknologi alat (tools
technology), sedangkan penerapan teknologi perangkat lunak disebut juga teknologi sistem
(system technology).[16]
Teknologi pendidikan dalam arti teknologi alat, lebih menekankan kepada penggunaan alatalat teknologi untuk menunjang efisiensi dan efektifitas pendidikan. Kurikulumnya berisikan
rencana-rencana penggunaan berbagai alat dan media, juga model-model pengajaran yang
banyak melibatkan penggunaan alat. Contoh-contoh model pengajaran tersebut adalah:
pengajaran dengan bantuan film dan video, pengajaran berprogram, mesin pengajaran,
pengajaran modul. Pengajaran dengan bantuan komputer, dan lain-lain.
Kurikulum yang dikembangkan dari konsep teknologi pendidikan memiliki beberapa ciri
khusus, yaitu:[10]
1. Tujuan
Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam bentuk perilaku.
Tujuan-tujuan yang bersifat umum yaitu kompetensi dirinci menjadi tujuan-tujuan khusus,
yang disebut objektif atau tujuan instruksional. Objektif ini menggambarkan perilaku,
perbuatan atau kecakapan-ketrampilan yang dapat diamati.
2. Metode
Metode merupakan kegiatan pembelajaran sering dipandang sebagai proses mereaksi
terhadap perangsang-perangsang yang diberikan dan apabila terjadi respons yang diharapkan
maka respons tersebut diperkuat.
3. Organisasi bahan ajar
Bahan ajar dan isi kurikulum banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu
sedemikian rupa sehingga mendukung penguasaan sesuatu kompetensi. Bahan ajar atau
kompetensi yang luas/besar dirinci menjadi bagian-bagian atau subkompetensi yang lebih
kecil, yang menggambarkan objektif. Urutan dari objektif-objektif ini pada dasarnya menjadi
inti organisasi bahan.
4. Evaluasi
Kegiatan evaluasi dilakukan pada setiap saat, pada akhir suatu pelajaran, suatu unit atau
semester. Fungsi evaluasi ini bermacam-macam, sebagai umpan balik bagi siswa dalam
penyempurnaan penguasaan suatu satuan pelajaran (evaluasi formatif), umpan balik bagi
siswa pada akhir suatu program atau semester (evaluasi sumatif). Juga dapat menjadi umpan
balik bagi guru dan pengembang kurikulum untuk penyempurnaan kurikulum. Tes evaluasi
yang biasa dilakukan adalah tes objektif.
1. Pendekatan Rekonstruksionisme
Pendekatan ini disebut Rekonstuksi sosial. Kurikulum rekonstruksi sosial sangat
memperhatikan hubungan kurikulum dengan sosial masyarakat dan politik perkembangan
ekonomi. Banyak prinsip kelompok ini yang konsisten dengan cita-cita tertinggi, contohnya
masalah hak asasi kaum minoritas, keyakinan dalam intelektual masyarakat umumnya, dan
kemampuan menentukan nasib sendiri sesuai arahan yang mereka inginkan.
Pengajaran kurikulum rekonstruksi sosial banyak dilaksanakan di daerah-daerah yang
tergolong belum maju dan tingkat ekonominya juga belum tinggi. Pelaksanaan pengajaran ini
diarahkan untuk meningkatkan kondisi kehidupan mereka. Sesuai dengan potensi yang ada
dalam masyarakat, sekolah mempelajari potensi-potensi tersebut, dengan bantuan biaya dari
pemerintah sekolah berusaha mengembangna potensi tersebut. Di daerah pertanian misalnya
maka sekolah harus mengembangkan bidang pertanian, sementara kalau daerah industry
maka yang harus dikembangkan oleh sekolah adalah bidang industri. Sehingga kurikulum
tersebut dapat memenuhi kebutuhan masyarakatdaerah tersebut.
Kurikulum rekonstruksi sosial bertujuan untuk menghadapka peserta didik pada berbagai
permasalahan manusia dan kemanusian. Para pendukung kurikulum ini yakin, bahwa
permasalahan yang muncul tidak harus diperhatikan oleh pengetahuan sosial saja, tetapi
oleh setiap disiplin ilmu.
Kegiatan yang dilakukan dalam kurikulum rekonstruksi sosial antara lain melibatkan:[11]
1. Survei kritis terhadap suatu masyarakat
2. Studi yang melibatkan hubungan antara ekonomi lokal dengan ekonomi nasional atau
internasional
3. Studi pengaruh sejarah dan kencenderungan situasi ekonomi lokal
4. Uji coba kaitan praktik politik dengan perekonomian
5. Berbagai pertimbangan perubahan politik, dan
6. Pembatasan kebutuhan masyarakat pada umumnya.
Dari pemikiran diatas, maka penyusunan dan pengembangan kurikulum harus bertitik tolak
dari problem yang dihadapi dalam masyarakat. Pendekatan kurikulum rekonstrksi sosial ini
selain menekan pada isi pembelajaran, sekaligus juga menekankan pada proses pendidikan
dari pengalaman belajar. Ini dikarenakan, pendekatan rekonstruksi sosial berasumsi bahwa,
manusia adalah makhluk sosial yang sepanjang kehidupannya membutuhkan orang lain,
selalu bersama, berinteraksi dan bekerjasama.
Dari pendekatan kurikulum rekonstruksi sosial ini, nantinya diharapkan peserta didik
mempunyai tanggung jawab dalam masyarakatnya guna membantu pemerintah dalam
perbaikan-perbaikan dalam masyarakatnya yang lebih baik lagi kedepannya.
Adapun pendekatan kurikulum rekonstruksi sosial ini mempunyai ciri-ciri berkenaan dengan:
1. Tujuan
Tujuan utama kurikulum rekonstruksi sosial adalah menghadapkan para peserta didik pada
tantangan, ancaman, hambatan-hambatan atau gangguan-gangguan yang dihadapi manusia.
Karena itu, tujuan program pendidikan setiap tahun berubah. Tantangan-tantangan tersebut
merupakan bidang garapan selain bidang studi agama, juga perlu didekati dari bidang-bidang
lain seperti ekonomi, sosiologi, ilmu pengetahuan alam, estetika, matematika dan lain-lain.
2. Metode
Tugas guru dalam kegiatan pembelajaran dalam kurikulum rekonstruksi sosial, yaitu:
berusaha mencari keselarasan antara tujuan-tujuan nasional dengan tujuan peserta didik.
Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran guru harus dapat membantu para peserta didik
untuk menemukan minat dan kebutuhannya.
Kegiatan pembelajaran yang dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan dalam persoalanpersoalan tersebut di atas dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode antara lain:
(1) mengadakan survei kritis kepada masyarakat; (2) mengadakan studi banding ekonomi
lokal dan nasional; (3) mengevaluasi semua rencana dengan criteria, apakah telah memenuhi
kepentingan sebagian besar orang.
3. Organisasi Isi
Pola organisasi isi kurikulum rekonstruksi sosial disusun seperti roda. Ditengah-tengahnya
sebagai poros dipilih sesuatu masalah yang menjadi tema utama dan dibahas secara pleno.
Tema-tema tersebut dijabarkan ke dalam sejumlah topik yang dibahas dalam diskusi
kelompok, latihan-latihan, kunjungan dan lain-lain. Topik-topik dengan berbagai kelompok
ini merupakan jari-jari. Semua kegiatan jari-jari tersebut dirangkum menjadi satu kesatuan
sebagai bingkai atau velk.
4. Evaluasi
Dalam kegiatan evaluasi para peserta didik dilibatkan. Keterlibatan para peserta didik
terutama dalam memilih, menyusun, dan menilai bahan yang akan diujikan. Soal-soal yang
akan diujikan terlebih dahulu diuji untuk menilai ketepatan maupun keluasan isinya. Selain
itu juga untuk menilai keampuhannya dalam menilai pencapaian tujuan-tujuan pembangunan
kehidupan keberagaman masyarakat yang sifatnya kualitatif.
1. Pendekatan Accountability (The Accountability Approach)
Accountability atau pertanggungjawaban lembaga pendidikan tentang pelaksanaan tugasnya
kepada masyarakat, akhir-akhir ini tampil sebagai pengaruh yang penting dalam dunia
pendidikan. Namun, menurut banyak pengamat pendidikan accountability ini telah mendesak
pendidikan dalam arti yang sebenarnya menjadi latihan belaka.[12]
Accountability yang sistimatis yang pertama kalinya diperkenalkan Frederick Taylor dalam
bidang industri pada permulaan abad ini. Pendekatannya, yang kelak dikenal sebagai
scientific management atau manajemen ilmiah, menetapkan tugas-tugas spesifik yang harus
diselesaikan pekerja dalam waktu tertentu.
1. Pendekatan Pembangunan Nasional (National Development Approach)
Pendekatan ini mengandung tiga unsur : [13]
1. Pendidikan kewarganegaraan
Dalam masyarakat demokratis, warganegara dapat dimasukkan dalam tiga kategori:
Tujuan pendidikan ini adalah mempersiapkan tenaga kerja yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan pembangunan. Para pengembang kurikulum bertugas untuk mendisain program
yang sesuai dengan analisis jabatan yang akan diduduki.
3. Pendidikan keterampilan praktis bagi kehidupan sehari-hari
Keterampilan yang diperlukan bagi kehidupan sehari- hari dapat dibagi dalam beberapa
kategori yang tidak hanya bercorak keterampilan akan tetapi juga mengandung aspek
pengetahuan dan sikap, yaitu:
1. Keterampilan untuk mencari nafkah dalam rangka sistim ekonomi suatu negara.
2. Keterampilan untuk mengembangkan masyarakat.
3. Keterampilan untuk menyumbang kepada kesejahteraan umum.
4. Keterampilan sebagai warganegara yang baik
Dari beberapa pendekatan pengembangan kurikulum ini, maka penyusunan kurikulum harus
dapat melihat kepada ilmu pengetahuan itu sendiri yang dapat dikaitkan dengan kepentingan
peserta didik sebagai manusia/individu, dan kurikulum juga harus dapat menyesuaikan
dengan perkemgangan teknologi sekarang ini, dan yang tidak kala pentingnya adalah
kurikulum dibuat dengan memperhatikan kepentingan masyarakat tiap-tiap daerah.
BAB III
PENUTUP
Dari uraian-uraian diatas tentang pendekatan pengembangan kurikulum, maka sebagai
penutup dapatlah diambil kesimpulan, yaitu:
1. Kurikulum adalah seperangkat alat untuk dapat mencapai tujuan pendidikan, oleh
karena itu harus dikembangkan dengan beberapa pendekatan, diantaranya adalah
pendekatan subyek akademik, pendekatan humanistik, pendekatan teknologi dan
pendekatan rekonstruksi sosial.
2. Pendekatan subjek akademik adalah pendekatan yang diharapkan agar peserta didik
dapat menguasai semua pengetahuan yang ada di kurikulum tersebut. Karena
kurikulum sangat mengutamakan pengetahuan, maka pendidikan lebih bersifat
intelektual. Nama-nama mata pelajaran yang menjadi isi kurikulum hampir sama
dengan nama disiplin ilmu lainnya.
3. Pendekatan humanistik adalah Pendidikan humanistik menganggap materi pendidikan
lebih merupakan sarana, yakni sarana untuk membentuk pematangan humanisasi
peserta didik, baik secara jasmani maupun rohani. Dan pendekatan ini memandang
manusia sebagai manusia, yaitu sebagai individu yang ingin mengembangkan dirinya.
4. Pendekatan teknologi adalah pendekatan dimana kurikulum harus dapat
menyesuaikan dengan era globalisasi sekarang ini, yang mana kurikulum yang harus
menggunakan media pembelajaran dengan memanfaat teknologi yang ada sekarang
ini. Dimana pada pendekatan pengembangan kurikulum ini siswa diharapkan tidak
saja belajar dari buku-buku yang ada tetapi juga dapat memanfaatkan
5. Pendekatan rekonstruksi sosial adalah dimana kurikulum harus melihat kebutuhan
yang ada di dalam masyarakat tersebut, kurikulum ini harus memperhatikan
lingkungan sosial masyarakat disekitarnya guna mengetahui hal-hal apa yang dapat
dikembangkan dalam masyarakat tersebut. Sehingga hasil akhir dari ilmu yang
dicapai dapat digunakan dalam masyarakat tersebut.
6. Pendekatan Accountability atau pertanggungjawaban lembaga pendidikan tentang
pelaksanaan tugasnya kepada masyarakat, akhir-akhir ini tampil sebagai pengaruh
yang penting dalam dunia pendidikan.
7. Pendekatan Pembangunan Nasional tujuan pendidikan ini adalah mempersiapkan
tenaga kerja yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Para
pengembang kurikulum bertugas untuk mendisain program yang sesuai dengan
analisis jabatan yang akan diduduki.
10. A. Kurikulum Pada Masa Awal Kemerdekaan atau Masa Orde Lama
1. Kurikulum 1947
Kurikulum pertama yang lahir setelah Indonesia merdeka disebut rencana pelajaran atau
dalam bahasa belanda leer plan. Perubahan orientasi pendidikan lebih bersifat politis dari
orientasi pendidikan Belanda kepada kepentingan nasional.[1]
Kurikulum 1947 dilandasi dengna semangat zaman dan suasana kehidupan berbangsa,
pendidikan pada masa ini lebih menekankan kepada pembentuka karakter manusia indonesia
yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain.
Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian dan kehidupan sehari-hari serta memberikan
perhatian terhadap pendidikan kesenian dan pendidikan jasmani. Kurikulum 1947 baru secara
resmi dilaksanakan di sekolah-sekolah mulai tahun 1950. Bentuk kurikulum ini memuat dua
hal pokok yaitu daftar mata pelajaran dan jam pelajarannya, disertai dengan garis-garis besar
pengajaran.
2. Kurikulum 1952
[2]Setelah Rencana Pelajaran 1947 , pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami
penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini, pemerintah Indonesia melalui Kementrian Pendidikan
Pengajaran dan Kebudayaan menerbitkan buku pedoman kurikulum SD yang lebih merinci
setiap mata pelajaran kemudian diberi nama Rencana Pelajaran Terurai 1952 yang berfungsi
membimbing para guru dalam kegiatan mengejar di SD. Di dalamnya tercantum jenis-jenis
pelajaran yang harus menjadi kegiatan murid dalam belajar di sekolah.
Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol
dan sekaligus ciri kurikulum 1952 ini bahwa setap rencana pelajaran sehari-hari. Silabus mata
pelajarannya jelas sekali. Seorang guru mengajar satu mata pelajaran.
3. Kurikulum 1964
Di penghujung era pemerintahan presiden Soekarno menjelang tahun 1964, pemerintah
kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kurikulum ini diberi nama
Rencana Pendidikan 1964 atau kurikulum 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang
menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerinah mempunyai keinginaan agar rakyat
mendapat penegetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga
pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana.
Fokus kurikulum 1964 ini pada pengemabangan Pancawardhana, yaitu : Daya cipta, Rasa,
Karsa, Karya, dan Moral. Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi
yaitu ; moral, kecerdasan, emosional, keterampilan, dan jasmaniah. Pendidikan Dasar lebih
menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.[3]
B. Kurikulum Pada Masa Orde Baru
1. Kurikulum 1968
[4]Lahirnya kurikulum 1968 sebagai perubahan dari kurikulum 1964 dipengaruhi oleh
perubahan sistem politik dari pemerintahan rezim orde lama ke pemerintahan rezim orde
baru.
Kurikulum 1968 melakukan perubahan struktur kurikulum dari Pancawardhana dan
menekankan pendekatan organisasi mata pelajaran menjadi kelompok pembinaan Jiwa
Pancasila, pengetahuan dasar , dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan
perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen. Jumlah jam pelajarannya 9 mata pelajaran. Titik berat kurikulum ini pada materi
apa saja yang dapat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.
Dari segi tujuan pendidikan, kurikulum 1968 diarahkan pada upaya untuk membentuk
manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan
beragama. Isi pendidikan diarahkan kepada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
2. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 disusun dengan berorientasi kepada tujuan pendidikan [5]. ini berarti bahwa
segala bahan pelajaran dan kegiatan belajar-mengajar dipilih, direncanakan, dan
diorganisasikan sesuai dengan tujuan pendidikan yang hendak dicapai. Dengan pendekatan
ini dimaksudkan agar segala kegiatan belajar-mengajar dapat secara intensif dan efisien
diarahkan bagi tercapainya tujuan pendidikan.
Sebagai konsekuensi dari pendekatan yang berorientasi kepada tujuan, kurikulum 1975
memandang situasi belajar-mengajar sebagai suatu sistem yang meliputi komponenkomponen tujuan pelajaran, bahan ajar , alat pelajaran, alat evaluasi dan metode pengajaran.
Dengan cara memandang demikian setiap pengajar diajak untuk menjadi perencana dari
kegiatan belajar-mengajar di samping sebagai pengelola, dan salah satu dari proses belajar itu
sendiri. Sebagai alat untuk melaksanakan pola pengembangan dan pelaksanaan program
pengajaran ini dianjurkan kepada setiap guru untuk menggunakan Prosedur Pengembangan
Sistem Intruksonal ( PSSI ) dalam menyusun satuan-satuan pelajaran.
Sistem Penyajian dengan pendekatan PPSI ( Prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional)
[6]Sistem PPSI berpandangan bahwa proses belajar-menagajar merupakan suatu sistem yang
senantiasa diarahkan pada pencapaian tujuan. Sistem pembelajaran dengan pendekatan sistem
instruksional inilah yang merupakan pembaharuan dalam sistem pengajaran di Indonesia.
Sistem Penilaian dengan melaksanakan PPSI, penilaian diberikan pada setiap akhir pelajaran
atau pada akhir satuan pelajaran tertentu. Inilah yang membedakan dengan kurikulum
sebelumnya yang memberikan penilaian pada akhir semester atau akhir tahun saja.
3. Kurikulum 1984[7]
Kurikulum 1975 hingga menjelang tahun 1983 dianggap sudah tidak relevan lagi dalam
memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu pengetahuan . Dalam GBHN 1983 hasil
sidang umum MPR 1983 menyiratkan keputusan yang menghendaki perubahan kurikulum
dari kurikulum 1975 kepada kurikulum 1984. Karena itulah pada tahun 1984 pemerintah
menetapkan pergantian kurikulum 1975 menjadi kurikulum 1984.
Secara umum dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 diantaranya sebagai
betrikut:
1. Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang belum tertampung dalam kurikulum
pendidikan dasar dan menengah.
2. Terdapat ketidakserasian terhadap kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampuan
anak didik.
3. Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya dalam sekolah.
4. Terlalu padatnya pada kurikulum yang harus diajarkan hampir disetiap jenjang.
Atas dasar perkembangan itu maka menjelang tahun 1983 antara kebutuhan dan
perkembangan IPTEK terhadap kurilkulum 1975 dianggap sudah tidak relevan karena itu
diperlukan perubahan kurikulum.
Kurikulum 1984 lahir sebagai revisi kurikulum 1975. Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri
sebagai berikut :
1. Berorientasi kepada tujuan pembelajaran, maksudnya sebelum memilih atau menentukann
bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa.
2. Pendekatan pembelajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif.
3. Materi dikemas dengan menggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah pendekatan yang
digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi
pelajaran.
4. Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan.
5. Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan dan kematangan siswa.
6. Menggunakan pendekatan keterampilan proses. Keterampilan proses adalah pendekatan
belajar dan pembelajaran yang memberi tekanan kepada proses pembentukan keterampilan
memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan perolehannya. Pendekatan keterampilan
proses diupayakan dilakukan secara efektif dan efesien dalam mencapai tujuan pelajaran.
4. Kurikulum 1994
[8]Pada tahun sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan pada
pola pembelajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar, kurang memperhatikan
muatan pelajaran. Hal ini terjadi karena sesuai dengan suasana pendidikan diLPTK (Lembaga
Penidikan tenaga Kependidikan) yang lebih mengutamakn teori tentang proses belajar
mengajar. Akibatnya pada saat itu dibentuklah tim Basic Science yang salah satu tugasnya
ikut mengembangkan kurikulum disekolah. Tim ini memandang bahwa materi pelajaran
harus diberikan cukup banyak kepada siswa, sehingga siswa selesai mengikuti materi pelajarn
yang cukup banyak.
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurna kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai
dengan undang-undang No. 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional. Hal ini
berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran yaitu dengan mengubah dari sistem
semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu
tahun menjadi tiga tahap, diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat
menerima materi pelajaran cukup banyak.
Terdapat ciri ciri yang menonjol dari pembentukan kurikulum 1994, antara lain sebagai
berikut :
1. Penbentukan tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem catur wulan.
2. Pembelajaran disekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat.
3. Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang meberlakukan satu sistem kurikulum untuk
semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah
yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan
kebutuhan masyarakat sekitar.
4. Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang
melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik dan sosial. Dalam
mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban
yang konvergen, divergen, dan penyelidikan.
5. Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan
konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat
keserasian antara pengajaran yang menekankan kepada pemahaman konsep dan pengajaran
yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
6. Pengajaran dari hal yang konkret kehal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang
sulit, dari hal yang sederhana kehal yang kompleks.
7. Pengulangan pengulangan materi yang di anggap sulit perlu dilakukan pemantapan
pemahaman siswa.
Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai
akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi diantaranya sebagai berikut
:
1. Belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi setiap
mata pelajaran.
2. Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kuranganya relevan dengan tingkat
perkembangan berpikir siswa. Dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi
kehidupan sehari hari.
Permasalahan diatas terasa saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini
mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu
upaya penyempurnaan itu diberlakukannya suplemen kurikulum 1994. Penyempurnaan
tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu
:
1. Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum
dengan perkembangan IPTEK, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.
2. Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proposi yang tepat antara tujuan
yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana
pendukung.
1. KBK memuat sejumlah kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa
2. Implementasi pembelajaran dalam KBK menekankan kepada proses pengalaman dengan
memerhatikan keberagaman setiap individu.
3. Evaluasi dalam KBK menekankan pada evaluasi hasil dan proses belajar.
Depdiknas (2002) mengemukakan karakteristik KBK secara lebih rinci :
1. Menekankan kepada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun
klasikal. Ini mengandung pengertian bahwa Kurikulum Berbasis Kompetensi menekankan
kepada ketercapaian kompetensi.
2. Berorientasi pada hasil belajar (Learning outcomes) dan keberagaman. Ini artinya,
keberhasilan pencapaian kompetensi dasar diukur oleh indikator hasil belajar. Indikator inilah
yang selanjutnya dijadikan acuan apakah kompetensi yang diharapkan sudah tercapai atau
belum. Proses pencapaian hasil belajar itu tentu saja sangat tergantung pada kemapuan siswa.
Sebab diyakini, siswa memiliki kemampuan dan kecepatan yang berbeda. KBK memberikan
peluang yang sama kepada seluruh siswa untuk dapat mencapai hasil belajar.
3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
Artinya, sesuai dengan keberagaman siswa, maka metode yang digunakan dalam proses
pembelajaran harus bersifat multimetode.
4. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi
unsur edukatif. Artinya, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
khususnya teknologi informasi.
5. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau
pencapaian suatu kompetensi. Artinya, keberhasilan pembelajaran KBK tidak hanya diukur
dari sejauh mana siswa dapat menguasai isi atau materi pelajaran, akan tetapi juga bagaimana
cara mereka menguasai pelajaran tersebut.
[10]Tujuan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah memandirikan atau memberdayakan
sekolah dalam mengembangkan kompetensi yang akan disampaikan kepada peserta didik,
sesuai dengan kondisi lingkungan. KBK memberi peluang bagi kepala sekolah , guru , dan
peserta didik untuk melakukan inovasi dan improvisasi di sekolah, berkaitan dengan masalah
kurikulum ,pembelajaran , manajerial , dan lain sebagainya yang tumbuh dari aktivitas,
kreativitas , dan profesionalisme yang dimiliki.Tujuan Kurikulum Berbasis Kompetensi
adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk menghadapi perannya dimasa datang
dengan mengembangkan sejumlah kecakapan hidup .
B. Kurikulum 2006 (KTSP)
Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan
dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan[11].
a. Konsep Dasar KTSP
Dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP Pasal 1, ayat 15) dikemukakan bahwa Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan
dilaksnakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP diakukan oleh satuan
pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi
dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).[12]
KTSP disusun dan dikembangkan berdasarkan Undang-undang No 20 tahun 2003 tantang
Sistem Pendidikan Nasiional pasal 36 ayat 1), dan 2) sebagai berikut.
1) Pengembangan kurikulum mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk mewujudkan
Tujuan Pendidikan Nasional.
2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip
diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik.
Beberapa hal yang perlu dipahami dalam kaitannya dengan KTSP adalah sebagai berikut:
KTSP dikembangkan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, potensi dan karakteristik
daerah, serta sosial budaya masyarakat setrempat dan peserta didik.
Sekolah dan komite sekolah mengembangkan KTSP dan silabusnya berdasarkan kerangka
dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi dinas pendidikan
kabupaten/kota, dan departemen agama yang bertanggungjawab di bidang pendidikan.
Kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk setiap program studi diperguruan tinggi
dikembangkan dan ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi dengan mengacu pada
Standar Nasional Pendidikan.
KTSP merupakan strategi pengembangan kurikulum untuk mewujudkan sekolah yang efektif,
produktif, dan berprestasi. KTSP merupakan paradigma baru pengembangan kurikulum, yang
memberikan otonomi luas pada setiap satuan pendidikan, dan pelibata masyarakat dalam
rangka mengefektifkan proses belajar mengajar di sekolah. Otonomi diberikan agar satuan
pendidikan dan sekolah memiliki keleluasaan dalam mengelola sumber daya sumber dana,
sumber belajar, dan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih
tanggap terhadap kebutuhan setempat.
Dalam KTSP, pengembangan kurikulum dikembangkan oleh guru, kepala seolah, serta
Komite Sekolah dan Dewan pendidikan. Badan ini merupakan lembaga yang ditetapkan
berdasarkan musyawarah dari pejabat daerah setempat, komisi pendidikan pada dewan
perwakilan rakyat daerah (DPRD), pejabat pendidikan daerah, kepala sekolah, tenaga
kependidikan, perwakilan orang tua peserta didik, dan tokoh masyarakat. Lembaga inilah
yang menetapkan segala kebijakan sekolah berdasarkan ketentuan-ketentuan tentang
pendidikan yang berlaku. Selanjutnya komite sekolah perlu merumuskan dan menetapkan
visi misi dan tujuan sekolah dengan berbagai implikasinya terhadap program-program
kegiatan operasional untuk mencapai tujuan sekolah.
b.Tujuan KTSP
Secara umum tujuan diterpkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan memberdayakan
satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan
mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam
pengembangan kurikulum.[13]
Secara khusus tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk:
1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam
mengembangkan kurikulum.
2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum
melalui pengambilan keputusan bersama.
3. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan yang akan dicapai.
c.Landasan Pengembangan KTSP
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dilandasi oleh undang-undang dan peraturan
pemerintah sebagai berikut.[14]
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Stanadar Isi
Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Stanadar kompetensi Lulusan
Permendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan permendiknas no. 22, dan 33.
d. Karakteristik KTSP
Karakteristik KTSP bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dan satuan pendidikan
dapat mengoptimalkan kinerja, proses pembelajaran, pengelolaan sumber belajar,
profesionalisme tenaga kependidikan, seta sistem penilaian. Berdasarkan uraian diatas, dapat
dikemukakan beberapa karakteristik KTSP sebagai berikut: [15]
1. Pemberian Otonomi Luas Kepada Sekolah dan Satuan Pendidikan
KTSP memberikan otonomi luas kepada sekolah dan satuan pendidikan, disertai seperangkat
tanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kondisi setempat. Sekolah
dan satuan pendidikan juga diberi kewenangan dan kekuasaan yang luas untuk
mengembangkan pembelajaran sesuai dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik serta
tuntutan masyarakat. Melalui otonomi yang luas, seolah dapat meningkatkan kinerja tenaga
kependidikan dengan menawarkan partisipasi aktif mereka dalam pengambilan keputusan
dan tanggungjawab bersama dalam pelaksanaan keputusan yang diambil secara proporsional
dan profesional.
2. Partisipasi Masyarakat dan Orang Tua yang Tinggi
Orang tua peseta didik dan mayarakat tidak hanya mendukung sekolah melalui bantuan
keuangan, tetapi melalui komite sekolah dan dewan pendidikan merumuskan serta
mengembangkan program-program yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.
Masyrakat dan orang tua menjalin kerja sama unntuk membantu sekolah sebagai nara sumber
pada berbagai kegiatan sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
3. Kepemipinan yang Demokratis dan Profesional
Kepala sekolah dan guru-guru sebagai tenaga pelaksana kurikulum, kepala sekolah adalah
manajer pendidikan profesional yang direkrut komite sekolah untuk mengelola segala
kegiatan sekolah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan. Guru-guru yang direkrut sekolah
adalah pendidik profesional dalam bidangnya masing-masing. Dalam proses pengambilan
keputusan, kepala sekolah mengimplementasikan proses bottom-up secara demokratis,
sehingga semua pihak memiliki tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil beserta
pelakanaanya.
4. Tim-Kerja yang Kompak dan Transparan
Dalam dewan pendidikan dan komite sekolah misalnya, pihak-pihak yang terlibat bekerja
sama secara harmonis sesuai dengan posisinya masing-masing untuk mewujudkan suatu
sekolah yang dapat dibanggakan. Mereka tidak saling menunjukan kuasa atau paling berjasa,
tetapi masing-masing berkontribusi terhadap upaya peningkatan mutu dan kinerja sekolah
secara keseluruhan.
D. Perbedaan antara kurikulum lama dengan kurikulum baru :
1. Kurikulum lama berorientasi pada masa lampau, sedangkan kurikulum baru berorientasi
kepada masa sekarang.
2. Kurikulum lama tidak berdasarkan suatu filsafat pendidikan yang jelas, sedangkan
kurikulum baru berdasarkan filsafat pendidikan yang jelas yang dapat diajarkan kedalam
serangkaian tindakan yang nyata.
dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus
memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
3. Kurikulum 1964
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem
kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rencana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran
kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai
keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik, sehingga pembelajaran dipusatkan
pada program Pancawardhana yang meliputi pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya,
dan moral .Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral,
kecerdasan, emosional/artistik, keterampilan, dan jasmani. Pendidikan dasar lebih
menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
4. Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya
perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa
pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan
perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen.
Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada
upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi
pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta
mengembangkan fisik yang sehat dan kuat
5. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. Metode,
materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional
(PPSI). Pada masa ini dikenal istilah satuan pelajaran, yaitu rencana pelajaran setiap satuan
bahasan, setiap satuan pelajaran dirinci lagi.
6. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung proses skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses,
tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut Kurikulum 1975 yang
disempurnakan. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa
Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
Kurikulum 1984 ini berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa
pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di
sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau
menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai
siswa.
7. Kurikulum 1994
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai
dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini
berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem
semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu
tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat
menerima materi pelajaran cukup banyak. Tujuan pengajaran menekankan pada pemahaman
konsep dan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
8. Kurikulum 2004 (KBK)
Kurikukum 2004 ini lebih dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk
melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance yang telah
ditetapkan. pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu yang mampu melakukan
perangkat kompetensi yang telah ditentukan. Implikasinya adalah perlu dikembangkan suatu
kurikulum berbasis kompetensi sebagai pedoman pembelajaran.
Tujuan yang ingin dicapai menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara
individual maupun klasikal.
9. Kurikulum 2006 (KTSP)
Kurikulum 2006 ini dikenal dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan, muncullah KTSP. Tinjauan dari segi isi dan proses
pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak
perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih
diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan
kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar
kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata
pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan
Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian
merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi
pemerintah Kabupaten/Kota. (TIAR)
Tujuan KTSP ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan,
kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum
disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan
dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Tujuan Panduan Penyusunan KTSP ini
untuk menjadi acuan bagi satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB,
SMA/MA/SMALB, dan
SMK/MAK dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum yang akan dilaksanakan pada
tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan.
10. Perbedaan Kurikulum Lama dan kurikulum Baru
Kurikulum lama dan kurikulum baru jelas berbeda, karena dipengaruhi dari berbagai faktor,
selain itu kurikulum bersifat dinamis yang berkembang dari waktu ke waktu sesuai dengan
kebutuhan zaman. Faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan kurikulum lama dan baru
antara lain: berkembangnya teknologi yang semakin pesat, sumber daya manusia dan
perkembangan psikologi anak yang berbeda dari mmasa ke masa.