Anda di halaman 1dari 8

Foramadiahi: Jurnal Pendidikan dan Keislaman

Volume: XX Nomor: XX
ISSN: 1907-2740, E-ISSN: 2613-9367
DOI: xxx xxxx xxxx

PENDEKATAN NORMATIF DALAM STUDI HUKUM ISLAM


Siti Mudia Haruna
(Institut Agama Islam Negeri,Ternate,Indonesia)

Abstrak
Sebagaimana agama yang lain Islam memiliki dua dimensi yang tidak dapat dipisahkan, yaitu dimensi
esoterik yang pada dimensi ini agama islam melampaui ruang dan waktu, melampaui rasionalitas, bersifat
transinden dan mutlak. Dan kedua memiliki dimensi eksoterik, hal ini agama berwujud dalam bentuk yang
terstruktur, ada dalam ruang dan waktu, rasionalitas, terbatas dan relatif. Dengan dua dimensi inilah Agama
islam mampu memberikan ruang yang luas kepada pemeluknya untuk selalu melakukan penelitian dan
pemantapan melalui pemahaman yang baik dengan salah satu tujuan merestorasi segala tradisi islam yang tetap
terjaga walaupun dinamisasi masa sangat laju.
Kata Kunci: Pendekatan Normatif, Studi Hukum Islam

A. Pendahuluan
Produk hukum yang handal dan fix memberikan segala kesalehan para penganutnya
dengan memandang segala aspek kehidupan manusia berlandaskan keadilan dan tidak
memihak terhadap kepentingan personal yang dianggap kuat dengan mengucilkan pihak yang
lain, dan itupun harus berlandaskan hukum yang ada. Sebagaimana disebutkan diberbagai
leteratur hukum bahwa suatu undang-undang hukum akan menjadi suatu pradigma yang baik
dalam menata kehidupan manusia apabila produk hukum tersebut yang dianutnya sangat
solid dan memihak kepada kemanusiaan dan berpradigma moral, karena kondisi hukum yang
carut marut tidak terlepas dari kehidupan hukum yang masih cendrung berkiblat pada
pradigma kekuasaan. Dengan pola yang mengedapankan moral akan tercipta suatu hukum
yang demokratis disuatu negara. Tercapainya suatu kometmen diatas diperlukan adanya
penelitian dengan berbagai pendekatan, karena sebagaimana agama yang lain, islam datang
dengan dua dimensi yagn tidak dapat dipisahkan, yaitu pertama esoterik dengan artian dapat
melampaui ruang dan waktu, melampaui rasionalitas, bersifat transindental, dan mutlak.
Kedua islam memiliki dimensi eksoterik yang mana agama islam terwujud dalam bentuk
yang terstruktur, ada dalam ruang dan waktu, rasionalitas, terbatatas dan relatif. Sehingga
dengan bentuk relatif dan kemutlakannya islam akan selalu hadir memberikan kesimpulan
hukum atas tuntutan zaman yang dihadapinya, oleh karenanya maka setiap pendekatan studi
hukum islam tidak hanya terfokus pada satu titik pendekatan, melainkan harus
mengedepankan berbagai metode pendekatan yang solutif.
Kekaffahan agama islam dalam sektor hukum tidak menjamin adanya sikap lapang
dada dari para umat Islam didalam menerimanya, sebagaimana dinamisasi problem hidup
yang semakin kompleks, menuntut adanya sikap hukum yang baru pula dan mampu
memberikan rasionalisasi kepada masyarakat islam, agar supaya Islam dalam sisi
kekaffahannya sangat diterima. Disamping itu sebagian umat islam senantiasa melahirkan
sikap kriticle rasional terhadap suatu undangundang hukum yang sifatnya masih taukifi dan
ittibai. Apalagi Sepanjang sejarah,Islam lahir dinobatkan sebagai agama yang dianut oleh
manusia memberikan corak yang fundamental dan exelent, dan menampakkan jati dirinya
pada pemeluknya bahwa didalam Islam merupakan suatu agama yang sangat saleh dan
mengandung solusi yang hebat, sebagaimana firman Allah dalam surah al maidah ayat 3 yang
berbunyi:

‫ْلَي ْو َم َاْك َم ْلُت َلُك ْم ِد ْيَنُك ْم َو َاْتَم ْم ُت َع َلْيُك ْم ِنْع َم ِتْي َو َرِض ْيُت‬
‫َلُك ُم اِاْل ْس اَل َم ِد ْيًنۗا َفَمِن اْض ُطَّر ِفْي َم ْخ َم َصٍة َغْي َر ُم َتَج اِنٍف ِاِّل ْثٍۙم‬
‫َفِاَّن َهّٰللا َغ ُفْو ٌر َّر ِح ْيٌم‬
Artinya : Pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa
terpaksaKarena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang
Redaksi ayat di atas adalah bagian bukti terhadap kesempurnaan agama Islam dan
segala hal yang menjadi bagian dari agama tersebut, namun atas kesempurnaan agama islam
yang selalu bertambah problema hidup manusia akan meneghadapi tantangan dan persoalan
baru yang semakin kompleks dan menuntut adanya sikap yang solid dan bijaksana dalam
memberikan putusan dan konsekuensi hukum terhadap persoalan hidup manusia.
Hukum merupakan salah satu pilar dari pilar kedaulatan suatu negara, dan bagian
terpenting dalam rangka terwujudnya suatu kemayarakatandan untuk menyikapi persoalan
hidup manusia demi melindungi jiwa, ruh, harta, dan hak-hak kemanusiaan, dan
melaksanakan undang-undang dan supremasi hukum untuk menciptakan keamanan yang
istiqomah, keselamatan, dan menciptakan keadilan dalam hidup bermasyarakat. Oleh
karenanya komposisi hukum yang ditawarkan oleh penyelenggara negara atau hakim harus
betul-betul memihak kepada kepentingan rakyat dan menjungjung tinggi keadilan. Sebagai
produk hukum yang handal dan mampu memberikan keadilan yang merata kepada
penganutnya. Maka, dituntut adanya suatu formulasi hukum yang mengedepankan berbagai
pola atau paradigma hukum yang sejatinya sangat dibutuhkan agar hukum yang dijalankan
sangat nampak nilai-nilai yang dikandungnya, dan tidak hanya memiliki satu nilai saja. Salah
satu pradigma yang harus dikedepankan oleh produk hukum adalah pendekatan normatif,
atau pendekatan hukum yang bersifat norma atau aturan-aturan yang disusun melalui krangka
teks atau low in the book sebagai kaidah hukum. Indonesia merupakan negara yang penduduk
muslimnya masuk bagian terbesar di dunia, oleh karenanya pijakan hukum yang diterapkan
menuai nilai-nilai yang berhaluan dengan agama islam, sedangkan hukum islam merupakan
suatu produk yang didalamnya memuat berbagai kesimpulan hukum dengan pendekatan yang
heterogen dan tidak monogen. Dengan begini, Maka. Makalah ini akan membahas tentang
Pendekata hukum islam dengan Paradigma Normatif.
B. Pembahasan
Apakah yang dimaksud dengan islam normatif?
Sebagai makhluk tuhan (Allah) pasti membutuhkan agama (Islam)dalam
menyandarkan segala kehidupannya serta menjadikan pijakan dalam kehidupan sehari-hari.
Selain dari pada itu Agama Islam merupakan agama samawi yang dinobatkan oleh Allah
sebagai agama penyempurna terhadap agama-agama sebelumnya, dan menvonis agama
samawi lainnya seperti yahudi dan nasroni sudah tidak berlaku kembali setelah islam menjadi
agama satu-satunya yang dianut oleh umat islam. Sehingga dinamisasi berbagai persoalan
hidup yang dihadapi manusia saat ini dan yang akan dating Islam harus memberikan
penawaran suatu keputusan dan susunan undang-undang yang sangat aplikatif.
Dalam mendivinisikan agama sangat dibutuhkan adanya pengkajian yang sangat
simultan dan kompleks, karena memberikan suatu nama pada hal yang dimaksud harus
memandang aspek faidah dan manfaaat yang ditimbulkan, serta madlulnya nampak. selain itu
agama juga merupakan suatu nama yang tunggal yang sifatnya masih universal yang keaneka
ragaman maksudnya masih membutuhkan obyek pelengkap sebagai wujud maksudnya. Oleh
karena kesulitan tersebut maka membuka adanya kemungkinan yang sangat besar kepada
para peneliti untuk terus melakukan kajian yang mendalam untuk mendevinisikan agama
tersebut, kesulitan tersebut juga diungkapkan oleh Mukti Ali, dengan ungkapan bahwa “tidak
ada kata yang paling sulit diberikan pengertian dan devinisi selain dari kata agama”oleh
karenanya devinisi agama sampai saat ini masih beragam belum memberikan kesimpulan
mutlak dan paten.
Ada beberapa devinisi Agama yang ditawarkan oleh peneliti diantaranya adalah
agama diartiakan sebagai jaminan keamanan dan ketenangan dari rasa takut. Agama memiliki
makna prinsip-prinsip yang menjadi dasar integrasi sosial. Sedangkan harun nasution
memberikan ajaran yang diwahyukan tuhan kepada manusia melalui seorang rosul. Sehingga
secara mutlak agama sebagai kepercayaan terhadap tuhan (religion is belief in god). Namun
yang paling penting dalam menumukan titik temu yang pas dan ideal, maka paling tidak ada
dua aspek yang menjadi dasar suatu agama. Pertama; faith (keyakinan): hal ini sebagai aspek
internal, tak terkatakan, orientasi transinden, dan dimensi kehidupan beragama. Kedua;
tradition(tradisi): aspek eksternal keagamaan yang titik tumpunya adalah aspek sosial dan
historis agama yang dapat di observasi dalam masyarakat. Dua aspek ini adalah kompsisi
ideal yang dikedepankan dalam menentukan agama, sehingga dapat ditemukan maksud yang
dituju termasuk juga agama islam.
Agama islam merupakan kepercayaan yang berasal dari tuhan melalui wahyu yang
mutlak benar dan absolut. Yang didalamnya memiliki nilai-nilai transidental yang melampui
batas ruang dan waktu. Sedangkan Pendekatan normatif merupakan pendekatan yang dijiwai
motivasi dan tujuan keagamaan yang palekaunya memahami agama dengan tujuan mengajak
orang lain agar mengakui apa yang menjadi keyakinannya. Pendekatan ini sudah biasa
dilakukan oleh para pembesar agama untuk mengajak para pengikutnya agar mempercayai
apa yang menjadi pemahamannya dan memberikan pemantapan kepada pengikutnya dengan
menyuguhkan berbagai bukti yang dianggap cocok dengan keyakinanya. Dalam memahami
agama islam maka tindakan pertama adalah menggunakan pendekatan normatif, dengan arti
mengedepankan aturan-aturan pokok dari suatu ajaran yang tertata rapi melalui kitab-kitab
yang sudah terkonsep, namun upaya menghasilkan pemahaman dari sektor normatif ini maka
ada tiga hal yang perlu di jelaskan sebagai bagian dari pendekatan normatif ini
pertama: pendekatan misionaris tradisional. pendekatan ini muncul saat maraknya
aktivitas misionaris dikalangna greja dan sekte kristen dalam merespons perkembangan
politik, ekonomi, dan meliter negara eropa diasia dan afrika. Pendekatan ini menggunakan
metode komparasi antara keyakinan islam dengan keyakinan kristen yang senantiasa
merugikan islam. Hal ini terjadi pada abad ke 19. kedua: pendekatan apologetis.respon
ummat islam atas situasi moderen, dengan menampilkan islam suesuai dengan moderenitas,
bahkan peradaban islam pun harus sesuai dengan peradaban barat.pendekatan ini diupayakan
mempertemukan kebutuhan masyarakat islam terhadap dunia modern, dengan tujuan
pendekatan ini membawa umat islam kearah yang lebih cerah dan modern. ketiga:
pendekatan simpatik (ironi). Pendekatan ini lahir sebagaia respons berkembangnya gerakan
yang berbeda di dunia barat yang diwakili kelompok agam dan universitas, yang tujuannya
adalah memberikan apresiasi terhadap agama islam dan membawa sikap baru terhadap islam.
Upaya ini dilakukan untuk membanah dan menghilangkan sikap negatif kalangan barat krisen
yang meremehkan, dan berperasangka buruk terhadap tradisi islam.
Bagaimana studi hukum Islam dengan pendekatan normatif?
Norma hukum Islam adalah perangkat aturan yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh
umat islam. Sebagai wujud dari ketaatan terhadap tuhannya (Allah) dan tunduk terhadap
peraturan yang dibebankannya. Agama islam memuat aturan-aturan manusia baik dari sisi
inward experience dan outward behavior, hubungan manusia dengan tuhannya ataupun
hubungan manusia dengan sesama manusianya. Baik yang sifatnya Inward experinc ataupun
outward behavior akan dibahas dalam makalah ini, namun titik tekannya prihal hubungan
manusia yang sifatnya outward behavior yaitu perbuatan manusia yang nampak dan responsif
hukum islam melalui karangka yang ditawarkan oleh ulama’ sebagai acuan dari segala
perbuatan manusia yang sifatnya personal, sosial dan ekonomi. Para pemerhati agama Islam
masa dahulu memberikan tawaran empat norma hukum Islam yang sampai sekarang masih
diberlakukan dalam ranah hukum islam untuk menjadi rujukan para umatnya ketika
dihadapkan pada masalah yang bersifat perdata, pidana, ataupun lingkup yang lain mengenai
manusia dengan manusia. Empat norma tersebut adalah Alqur`an, Al-Hadits, Ijma`, dan
Qiyas. Pertama: Al-qur`an. sebagaimana dikemukakan diberbagai leteratur arab bahwa Al-
Qur`an adalah firman Allah yang diturunkan kepada nabi muhammad yang dapat
melemahkan walaupun dengan satu surat dari pada al-Qur`an. arti i`jaz dalam konteks lebih
luas tidak hanya terfokus kepada pelemahan atau penentangan atas redaksi-redaksi jahiliyah,
melainkan al-Qur`an berupaya untuk melemahkan persoalan hidup manusia yang masih
debatebel sehingga salah satu tujuannya adalah untuk meluruskan dan memutuskan perkara
yang terjadi pada manusia baik saat terdahulu, sekarang dan seterusnya. Karena Al-Qur`an
akan selalu merespons dan memberikan kesimpulan yang solutif terhadap permasalahan
manusia yang dihadapinya, karena kemukjizatan Al-Quran akan terus terpelihara sampai
masa yang tidak ditentukan.
Sebagai bukti akan kesentralan al-Quran, Allah menyebutkannya didalam berbagai
surah dalam al-Quran, diantaaranya adalah:

‫ِإَّنٓا َأنَز ْلَنٓا ِإَلْيَك ٱْلِكَٰت َب ِبٱْلَح ِّق ِلَتْح ُك َم َبْيَن ٱلَّناِس ِبَم ٓا َأَر ٰى َك ٱُهَّلل ۚ َو اَل َتُك ن ِّلْلَخٓاِئِنيَن َخ ِص يًم ا‬
Artinya: Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa
kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan
kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena
(membela) orang-orang yang khianat,
Kedua: Al-Hadits.dalam kamus bahasa arab Hadits adalah lawan dari pada Qodim,
sedangkan arti termenologi adalah sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad, baik
berbentuk perkataan, pekerjaan, ataupun pengakuan atau ssesuatu itu disandarkan kepada
Sahabat Nabi atau para Tabi`in. Ada juga yang menyebutkan hal itu adalah sunnah sebagai
kata sinonim dari kata hadits, sampai pada masa saat ini Hadits berada pada posisi nomer dua
dalam menjadi pijakan hukum islam, selain dari pada itu Al-Quran sebagai pentafsir atau
penjelas kandunagan Al-Qur`an
Dalam al-Quran sering disebutkan berbagai indikasi atas peran pentingnya rosul
dalam memutuskan segala hal yang dihadapkan kepadanya, diantaranya ayat memiliki arti
Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu
kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah
memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang kafir.
Dalam al-Quran sering disebutkan berbagai indikasi atas peran pentingnya rosul
dalam memutuskan segala hal yang dihadapkan kepadanya, diantaranya ayat memiliki arti
Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu
kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah
memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang kafir.
Sebagaimana tugas nabi muhammad adalah menyampaikan segala apa yang
diperintahkan Allah melalui berbagai cara, salah satunya melalui hadits, menunjukkan
manusia sebagai ummat rosul, tidak mempunyai kemampuan untuk mengambil suatu putusan
terhadap persoalan hidup yang dihadapinya. Sehingga lahirnya rosul atas agama Islam
diharapkan adanya sandaran umat islam ketika dihadapkan pada permasalahan baik perdata
ataupun pidana, oleh karenanya terbentuklah Hadits yang bertujuan sebagai penjelas dan
pentakwil terhadap Al-Qran yang redaksinya masih mujmal dan mutasyabih. Ibn Qoyyim
berkata. Allah mengutus rosul dan menrunkan Al-Quran, untuk menegakkan keadilan dimuka
bumi. Ketika keadilan telah jelas dan proporsional dan berjalan di rellnya, maka syariah islam
telah ditegakkan. Selain dari pada itu hadirnya sosok nabi muhammad adalah juga sebagai
moderator atau penengah, pentasheh, dan dan Qodi atas persoalan yang diahadapi Ummat
islam melalui hadits yang dimilikunya.
Ketiga: Ijma`. adalah sepakatnya Ulama` ahli masa terhadap hukum yang baru datang,
kalangan elit sering menyebutnya dengan sebutan konsensus. Difinisi lain adalah sepakatnya
mujtahidnya umat setelah wafatnya nabi muhammad pada masa mujtahid tersebut walaupun
dilakukan oleh imam yang tidak maksum, tidak sampai pada derajat mutawatir, tidak ada
sifat adil, ataupun bukan golongan sohabat. Devinisi ini sebagai pernyataan terhadap
keabsahannya metode konsensus yang dilakukan oleh para pemuka agama islam pada
masanya, sebagai respon terhadap persoalan masa kini yang tidak ditemukan secara
gamblang dalam Al-Quran dan hadits, karena dinamisasi problema hidup manusia menuntut
adanya metode pengambilan hukum yang solid sehingga dapat mewakili dan pelengkap atas
putusan undang-undang yang ada dikedua produk hukum diatas. Oleh karenanya maka
ulama` sepakat terhadap ijmak sebagai patoakan hukum ketiga dalam islam setelah Al-gur`an
dan hadits.
Ijma` adalah suatu metode pengambilan kesimpulan hukum yang berafiliasi dalam
kehidupan umat islam, sehingga pelaku ijma` semuanya dari kalangan ummat islam, hal itu
disebabkan agama islam adalah syarat dari pada mujtahid, oleh karennaya maka kumpulan
orang kafir dan kesepakatannya tidak bisa dikategorikan sebagai ijma`, selain dari pada itu
ijma` hanya bisa dilakukan oleh kalangan mujtahid yang mampu menggali hukum dan
menjadikan undang-undang, maka setiap kesepakatan yang dilakukan oleh bukan mujtahidin
tidak dapat disebut sebagai ijma` sama sekali. Ijma` dapat dilakukan dan dianggap sah secara
syar`iy apabila memenuhi empat rukun sebagaimana berikut:
1. Adanya jumlah mujtahid dimasa terjadinya masalah
2. Kesepakatnya harus dinyatakan oleh setiap mujtahid, baik berupa perkataan atau
pekerjaan.
3. Para mujtahid dimasa itu harus sepakat atas hukumnya maslah yang terjadi pada
waktu itu.
4. Kesepakatannya para mujtahid atas hukum tersebut harus nyata.
Jumlah ijma` ditinjau dari cara mennghasilkannya suatu hukum itu ada dua, yaitu:
1. Ijma` soreh, atau ijma` hakiki;
2. Ijma` suskuti
Keempat: Qiyas. adalah, menanggungkan maklum terhadap maklum karena ada
kesamaan didalam illat hukum, qiyas adalah hujjah didalam masalah keduniaan dan masalah
syariah. untuk dapat dijadikan bagian sumber hukum islam. Jumhur ulama` berpendapat
bahwa Qiyas merupakan hujjah syariyah atas hukum-hukum amaliyah manusia. Dalam
urutannya ada pada posisi keempart setelah Ijma`. Qiyas ini dilakukan dalam rangka mencari
dan memutuskan maslah yang tidak ditemukan hukumnya dalam Nash ataupun dalam Ijma`.
Dalam rangka membuktikan bahwa kedudukan Qiyas adalah bagian yang diperbolehkan
dalam islam adalah penulis kemuakan ayat diabawah ini.
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri
di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih
baik akibatnya
Dalam ayat di Atas menunjukan bahwa Allah memerintahkan para pemeluk agama
Islam jika berselisih tentang sesuatu dan tidak ada nashnya, maka dilakukanlah penyamaan
kasus tersebut yang tidak ada dalam nash dengan kasus yang sudah ada nashnya, dengan
catatan ada kesamaan dari sisi illatnya.Petunjuk yang sama atas disahkanya Qiyas, berada
Dalam hadits nabi yaitu hibn hadits yang diceritakan oleh muadz ibn Jabal ketika ia diutus
oleh rosul untuk pergi ke yaman. Rosul bertanya kepada muadz: apakah hukum yang akan
kamu jadikan pijakan? Saya berpedoman pada kitabullah, jika tidak ditemukan, maka
denagan sunnah rosulullah, jika tidak ditemukan maka dengan pendapat sendiri. Hadits diatas
menunjukan bahwa rosulullah memngakui dan membolehkan muadz untuk melakukan ijtihad
sendiri jika tidak ditemukan dalam dalam nash sunah rosul.
Tidak serta merta Qiyas itu dilakukan, akan tetapi harus memneuhi syarat-syarat
sebagaimana berikut:
1. Asal, dalam menganalogikan suatu permasalahan harus ada suatu pijakan masalah
dasar atau ada kejadian utama, yang dianggap cocok dengan kasus yang akan
diqiyaskan. Ada juga yang berpendapat asal tidak menjadi syarat terhadapa
bolehnya melakukan analogi hukum, bahkan juga tidak disyaratkannya harus ada
kesamaan dalam illatnya.
2. Hukum asal. Ketika ada permasalahan dasar atau kejadian asal, maka seacara
otomatis ada hukum asal yang menjadi titik tumpu dalam mengqiyaskan perkara,
dalam hukum asal ini tidak diperbolehkan kesimpulannya berasal dari qiyas juga,
walaupun hasil dari konsensus.
3. Furu` atau cabang yang akan diqiyaskan. Setiap yang ingin di analogikan harus
betul-betul ada, atau tempat keserupaan antara cabang dan furu` dalam sisi
hukumnya.
4. Illat atau muarrof. Adalah suatu sifat terhadap asal yang dapat dijadikan landasnan
hukum. Oleh karenanya Hukum asal yang dijadikan pijakan harus mengandung
illat atau alasan dimana hukum itu disimpulkan, dan diantara asal dan furu` yang
dianalogiakan dituntut adanya alasan yang sama.
Berbagai pijakan hukum normatif lain, yang biasa dilakukan dan dijadikan pijakan
oleh para ulama` namun dikalangan sebagian ulama` saja dan masih menuai kontroversi atau
debateble. Diantaranya adalah istihsan, maslahah mursalah, dan adat istiadat. Studi islam
nirmatif adalah pendekatan atau pradigma yang bertitik tumpu kepada leteratur-leteratur yang
sudah paten dan disepakati oleh para ulama’ terdahulu yaitu pendekatan hokum kepada Al-
Quran, Al-Hadits, Ijma’ Dan qiyas. Keempat dari komponen ini telah diformulasikan dan
diabadikan melalui kitab-kitab turots para ulama’ terdahulu. Dan salah satu hasil ijma’ dan
analogi para ulama’ telah dikumpulkan pula dan sampai saat ini tetap menjadi rujukan utama
didalam menggali dan menyimpulkan sebuah kasus hokum yang sifatnya dinamis.
Sebagaimana telah dibuktikan oleh berbagai leteratur arab bahwa dinamisasi kasus
hokum tidak menjadikan fakumnya produk hokum yang sudah berabad-abad telah berbentuk
karya besar sebagai rujukan yang hebat oleh para uama’ masa kini, dan dijadikannya kiblat
didalam segala kasus kehidupan manusia, karena maksud dari pada sebuah karya bukanlah
pada bentuk lafal yang dituangkan dalam kitab tersebut, melainkan semangat yang
terkandung dalam karya tersebut dan selalu jaya dari masa kemasa yang tidak dapat dibatasi
oleh keadaan dan waktu. Sebagai sarana didalam memahami teks yang ditawarkan maka
dibutuhkan berbagai potensi yang hebat dan mampu menginterpretasikan kata yang sifatnya
masih kompleks, sehingga ilmu tentang kebahasaan sangatlah dibutuhkan sebagai pondasi
agar fanatisme tidak mengangkangi kehidupan berfikir.
C. Simpulan
Sebagaimana agama yang lain Islam memiliki dua dimensi yang tidak dapat dipisahkan,
yaitu dimensi esoterik yang pada dimensi ini agama islam melampaui ruang dan waktu,
melampaui rasionalitas, bersifat transinden dan mutlak. Dan kedua memiliki dimensi
eksoterik, hal ini agama berwujud dalam bentuk yang terstruktur, ada dalam ruang dan waktu,
rasionalitas, terbatas dan relatif. Dengan dua dimensi inilah Agama islam mampu
memberikan ruang yang luas kepada pemeluknya untuk selalu melakukan penelitian dan
pemantapan melalui pemahaman yang baik dengan salah satu tujuan merestorasi segala
tradisi islam yang tetap terjaga walaupun dinamisasi masa sangat laju.
Hukum islam adalah suatu produk yang senantiasa merespons kasus-kasus yang terjadi
dimasa dahulu sampai masa yang tidak ditentukan, dengan berpijak kepada al-Qur`an pijakan
tumpuan utama, Hadits adalah pentafsir pertama terhadap Al-Qur`an, ijma`(konsensus)
adalah metode kesepakatan para ulama` atas persoalan kekinian, dan Qiyas (analogi) adalah
pijakan hukum keempat. Hal ini menunjukakkan bahwa undang-undang agama islam akan
selalu berupaya memberikan respon terhadap persoalan ummat walaupun pergantian masa
mengakibatkan kompleksitas persoalan manusia dimasanya. Sebagaimana sabda rosul bahwa
islam itu tinggi dan tidak akan ada yang mengungguli terhadap ketinggian Islam. Ungkapan
ini menunjukan bahwa kemutlakan undang-undang islam baik yang sifatnya normatif
alQuran atau hasil ijma` merupakan pijakan yang semestinya dijadikan dalil oleh semua umat
islam dalam segala hal yang ia hadapi. Upaya memahami dan menelaah hukum islam dengan
pendekatan normatif ini, sangat bervareasi, diantaranya adalah dilakukan dengan metode
deduksi, induksi, verifikasi, komparasi dan kontemplasi. Usaha ini dapat dilakukan oleh siapa
saja yang mempunyai kompetensi yang hebat dalam memahami persoalan dan mampu
mengambil kesimpulan hukum jitu dan hebat.
Referensi
A Mughni, Syafiq. 2013. Pengantar Berpikir Holistik Dalam Studi Islam. dalam
Muammar dan Abd Wahid Hasan (Ed.), studi Islam perspektif Insider/outsider (hlm.5).
Jogjakarta: IRCiSoD
Addusuqi, Mohammad. T.t. Hȃsyiah Al-Dusuqỉ Alȃ Ummỉ al-Barỏhin. Indonesia: Al-
Haromain
Al-Zuhaili, Mohammad. 1998. Tȃrikhul Qodȃ` Fil Islȃm. Lebanon: Darul fikr.
Ibn Alawỉ, Mohammad. T.t. al-Qowȃidul Asȃsiyah fỉ Ulủmil Qur’ȃn. Malang.
Ibn Alawi, Mohammad. T.t. Qowaidul Asasiyah Fi Ilmi Mustolahul Hadits. Malang.
Musyarrofah, 2013. Approaches to Islam in Religious Studies: Kontribusi Charles J. Adams
dalam Studi Islam. dalam Muammar dan Abd Wahid Hasan (Ed.), studi Islam perspektif
Insider/outsider (hlm.81-85). Jogjakarta: IRCiSoD.
Sirajuddin. 2013. Membangun Paradigma Hukum Yang Berbasis Pancasila Sebagai Cita
Hukum Bangsa Indonesia. Dalam Membangun negara hukum yang bermartabat Malang:
Setara Press.
Subandi, Bambang. Dkk. 2011. Studi Hukum Islam. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press.
Wahab, Kholaf Abdu. 2004. Ilmu Usủlil Figh. Indonesia: Alharomain Linnasyri Wat
Tauzik.
Yahyȃ, Zakȃriya. T.t. Syarhu Ghȃyatul Wusủl. Indonesia: Daru Ihyail Kutub.

Anda mungkin juga menyukai