Disusun Oleh :
Rivaldo Akbar Vernando
2010031802100
Dosen Pembimbing :
Yuspidus, M.Pd
I. Pengertian Agama
Agama menurut etimologi berasal dari kata bahasa sansekerta dalam kitab upadeca tentang
ajaran-ajaran agama hindu disebutkan bahwa perkataan agama berasal dari bahasa sansekerta yang
tersusun dari kata “A” berarti tidak dan “gama” berarti pergi dalam bentuk harfiah yang terpadu
perkataan agama berarti tidak pergi tetap ditempat, langgeng, abadi, diwariskan secara terus
menerus dari generasi ke generasi.
Pada umumnya perkataan agama diartikan tidak kacau yang secara analitis di uraikan
dengan cara memisahkan kata demi kata yaitu “A” berarti tidak dan “gama” berarti kacau
maksudnya orang yang memeluk suatu agama dan mengamalkan ajaran-ajarannya dengan
sungguh-sungguh hidupnya tidak akan kacau.
Agama selalu diterima dan dialami secara subjektif. Oleh karena itu orang sering
mendefinisikan agama sesuai dengan pengalamannya dan penghayatannya pada agama yang di
anutnya. Menurut “Mukti Ali”, mantan menteri agama Indonesia menyatakan bahwa agama adalah
percaya akan adanya tuhan yang maha esa. Dan hukum-hukum yang di wahyukan kepada
kepercayaan utusan-utusannya untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat
Sedangkan menurut “James Martineau” agama adalah kepercayaan kepada tuhan yang
selalu hidup. Yakni kepada jiwa dan kehendak ilahi yang mengatur alam semesta dan mempunyai
hubungan moral dengan umat manusia.
Friedrich Schleiermacer, menegaskan bahwa agama tidak dapat di lacak dari pengetahuan
rasional, juga tidak dari tindakan moral, akan tetapi agama berasal dari perasaan ketergantungan
mutlak kepada yang tak terhingga (feeling of absolute dependence).
Di samping itu, agama merupakan pedoman hidup atau arahan dalam menentukan
kehidupan, sebagaimana dalam hadist “kutinggalkan untuk kamu dua perkara tidaklah kamu akan
tersesat selama-lamanya, selama kamu masih berpegang kepada keduanya yaitu kitabullah dan
sunnah rasul”.
Secara sosiologis menurut Johnstone “Religion can be defined as a system of beliefs and
practices by which a group of people interprets and responds to what they feel is sacred and usually
supernatural swell” lebih lanjut Johnstune menyatakan that by employing this definition weare, for
purposes ofsociological investigation at least, adopting the position, of the hardnosed relativist and
agnostiec (saya kira dengan jujur kita harus mengakui masih sangat sulit mencari orang atau pakar-
pakar yang mengkaji atau bergulat dengan agama tertentu di Indonesia, tetapi sekaligus merupakan
relativis dan agnostik).
Secara terminologi dalam ensiklopedi Nasional Indonesia, agama diartikan aturan atau tata
cara hidup manusia dengan hubungannya dengan tuhan dan sesamanya. Dalam Al-Qur’an agama
sering disebut dengan istilah din. Istilah ini merupakan istilah bawaan dari ajaran Islam sehingga
mempunyai kandungan makna yang bersifat umum dan universal. Artinya konsep yang ada pada
istilah din seharusnya mencakup makna-makna yang ada pada istilah agama dan religi.
Dari segi misi yang dibawa, yaitu kepatuhan dan ketandukan kepada Allah SWT, untuk
memperoleh keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat (human happiness),
Islam adalah agama sepanjang sejarah manusia. Islam adalah agama seluruh para nabi dan rasul
yang pernah diutus oleh Allah SWT kepada bangsa-bangsa dan kelompok manusia. Islam itu
agama yang dibawa Nabi Adam, Nabi Ibrahim, Nabi Ya'kub, Nabi Musa, Nabi Sulaiman, Nabi Isa
as, dan nabi-nabi lainnya. Islam merupakan agama yang dibawa Nabi Ibrahin dinyatakan dalam
Alquran sebagai berikut :
Pengakuan Nabi Yusuf dalam sebuah doanya menunjukan bahwa Islam adalah agamanya :
"Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebagian kerajaan dan
mengajarkan kepadaku sebagian ta'bir mimpi. Tuhanku, pencipta langit dan bumi. Engkau pelindungku di
dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang
shalih". (QS. Yusuf, 12:10)
Islam juga merupakan agama Nabi Isa as. seperti yang dijelaskan dalam ayat berikut :
"Maka ketika Nabi Isa mengetahui keingkaran dari mereka (Bani Israil) berkata dia: Siapakah yang akan
menjadi penolong-penolongku untuk menegakkan agama Allah (Islam)? Para Hawariyin (sahabat-sahabat
setia) menjawab: Kami penolong-penolong agama Allah. Kami beriman kepada Allah, dan saksikanlah
bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang muslim". (QS. Ali Imran, 3:52)
Dengan demikian Islam merupakan agama Allah SWT yang diwahyukan kepada Rasul-
Rasul-Nya untuk di ajarkan kepada manusia, dibawa secara berantai dari satu generasi ke generasi
selanjutnya. Islam adalah rahmat, hidayah, dan petunjuk bagi manusia dan merupakan manifestasi
dari sifat rahman dan rahim Allah SWT.
Meskipun Islam sudah diajarkan kepada masyarakat sebelum Nabi Muhammad SAW,
tetapi Islam tersebut sangat berbeda, Islam pada masa itu masih bersifat nasioanal saja hanya untuk
kepentingan bangsa dan suatu daerah dengan misinya yaitu membawa kedamaian, keselamatan,
dan seterusnya. Pada masa Nabi Muhammad lah Islam dikenal sebagai suatu Agama dan tidak
hanya diartikan sebagai sebagai penyerahan diri melainkan sebagai suatu agama yang sempurna.
M. Quraish Shihab mengumpamakan ajaran atau misi Islam yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW, seperti suatu bangunan. Jika para Nabi sebelumnya membawa bahan-bahan
bangunan seperti batu kali,semen,pasir, dan lain sebagainya atau nabi lain hanya membangun
bagian tertentu dari sebuah bangunan, maka Nabi Muhammad SAW. mencoba untuk
merekontruksi bangunan tersebut dengan membuang hal yang tidak perlu, mempertahankan
bangunan yang masih relevan dan menambahkan bangunan lain agar terlihat kokoh, artinya Nabi
Muhammad SAW membuang ajaran-ajaran yang tidak perlu seperti paham trinitas dan sebagainya,
dan menyempurnakan ajaran Islam yang dijumpai dari sikap manusia secara wajar dan sesuai fitrah
kemanusiaannya.
"Pada hari ini telah Kusempurnakan bagimu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku,
dan telah Kuridai Islam itu menjadi agamamu". (QS. al-maidah 5:3)
"Sesungguhnya agama disisi Allah hanyalah Islam". (QS. Ali Imran, 3:10)
"Barang siapa yang mencari agama selain Islam, tidak akan diterima dari padanya, dan dia di akhirat
termasuk orang-orang yang merugi". (QS. Ali Imran 3:85)
Islam yang dibawa oleh Rasul terakhir, Muhammad SAW., berisi tentang pengakuan
eksistensi syariat-syariat terdahulu, pelurusan syariat yang sudah melenceng jauh, serta
penyempurnaan syariat tersebut untuk seluruh umat hingga akhir zaman.
Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. itulah yang tetap berlaku hingga
saat ini dan masa yang akan datang, yaitu agama yang turun dari Allah SWT., yang terangkum
dalam alquran dan Assunnah berupa perintah-perintah, larangan-larangan dan petunjuk untuk
kesejahteraan dan kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat. Tujuan Islam yang dibawa
oleh Nabi Muhammad SAW. ini adalah untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam. Firman Allah :
"Tidak kamu utuskan engkau melainkan agar menjadi rahmat bagi seluruh alam." (QS.al-anbiya',
21:107)
Tugas Nabi Muhammad SAW. adalah membawa rahmat bagi seluruh alam. Kehadiran
Islam di dunia bukan untuk menghasilkan bencana dan malapetaka, melainkan untuk keselamatan,
kesejahteraan, dan kebahagiaan manusia lahir dan batin. Juga untuk memberi petunjuk kepada
manusia dan membebaskan mereka dari segala bentuk kedzaliman. Tugas Islam adalah
memberikan hari depan yang secerah-cerahnya kepada dunia.
Agama Islam yang dibawa oleh Nabi terdahulu berbeda dari segi syariatnya,
kesempurnaannya, masa berlakunya, dan wilatah penyebarannya. Dan Islam tidak akan lengkap
tanpa adanya masukan dari agama sebelumnya itu. Para rasul yang mengajarkan Islam sebelumnya
ibarat mata rantai yang bersambung dan berada dalam satu kesatuan.
Semua agama yang dibawa oleh para nabi adalah monoteisme atau agama yang tauhid yang
mengesakan Allah SWT. Umatnya harus taat oleh semua peraturan Tuhan dan menjauhi
larangannya, agar mereka mempunyai ruh dan jiwa yang suci dan budi pekerti yang luhur. Umat
yang seperti itulah yang akan memperoleh kesenangan baik di dunia maupun di akhirat nanti.
Nama-nama agama it disandarkan kepada pendiri agama tersebut atau kepada suku bangsa
seperti agama Zoroaster di Parsi, agama ini disandarkan kepada nama pendirinya yaitu Zoroaster
yang meninggal tahun 583 M. Agama Budha berasal dari nama "Sidharta Gautama Budha" lahir di
India tahun 560 SM, Budha adalah gelar bagi Sidharta yang merupakan penerangan agung. Yahudi
merupakan salah satu agama yang dianut oleh orang-orang Yahudi (Jews), asal nama dari negara
Juda (Judea) atau Yahuda. Agama Hindu (Hinduisme) merupakan kumpulan dari macam-macam
agama dan tanggapan tentang hidup dari orang-orang India.
Agama Kristen adalah anma yang berasal dari pengajarnya atau yang dipujanya "Jesus
Christ", dan pengikut Kristus disebut Kristen. Kaum muslimin biasanya menyebut agama Kristen,
seperti yang disebutkan di Alquran adalah agama Nasrani karena disandarkan dari asal daerah
Jesus yaitu Nazareth (Jesus of Nazareth).
Dikalangan masyarakat barat Islam sering diidentifikasikan dengan istilah
Mohammedanism dan Mohammedan. Yang mengandung arti Islam adalah paham Muhammad atau
pemujaan terhadap Muhammad.
Berdasarkan keterangan tersebut, maka Islam menurut istilah adalah mengacu kepada
agama yang bersumber dari Wahyu yang datang dari Allah SWT, bukan berasal dari manusia
bukan pula berasal dari Nabi Muhammad SAW. tetapi Nabi Muhammad diakui sebagai utusan
Allah SWT untuk menyebarkan agama Islam tersebut kepada umat manusia.
Dilihat dari cakupannya yang sarat dengan muatan religious ethic, fikih bisa diartikan
dengan ilmu tentang perilaku manusia yang landasan utamanya adalah nas/wahyu, atau lebih
singkat ilmu Islam tentang perilaku manusia. Di samping uraian di atas, dalam membahas fikih
sering ditemui pengertian hukum dalam pengertiannya menurut ilmu hukum (hukum sekuler),
artinya fikih juga memuat pembahasan beberapa ketentuan sanksi terhadap tindak kriminal
(jarimah), bagian-bagian hukum waris (mawaris), hukum perkawinan (munakahat), hukum
perdagangan, hukum pidana (jinayah) dan lain-lain. Meskipun muatan fikih tersebut dalam
beberapa hal masih tampak sederhana, namun sudah bisa dikatakan cukup maju untuk masanya.
Jadi, kesederhanaan itu bukan lantaran ketinggalan jaman, namun sesuai dengan tuntutan waktu
ketika pemikiran fikih dihasilkan.
IV. Sumber Hukum Islam
Sumber hukum Islam adalah Al-Qur‘ân dan Sunnah serta Ijma’ dan Qiyas merupakan hal
yang sudah umum di masyarkat. Namun itu hanya sekedar slogan tanpa diketahui hakikatnya,
sehingga banyak da’i dan tokoh agama berfatwa menyelisihi sumber-sumber hukum tersebut.
Padahal sangat jelas kedudukan Ijma’ dalam agama ini. Karena Ijma’ adalah salah satu
dasar yang menjadi sumber rujukan, pedoman dan sumber dasar hukum syari’at yang mulia ini
setelah Al-Qur‘ân dan Sunnah. Ijma’ bersumber dari Al-Qur‘ân dan Sunnah, menjadi penguat
kandungan keduanya dan penghapus perselisihan yang ada di antara manusia dalam semua yang
diperselisihkan.
Syaikh Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menyatakan, Ijma’ adalah sumber hukum
ketiga yang dijadikan pedoman dalam ilmu dan agama. Seluruh amalan dan perbuatan manusia,
baik batiniyah maupun lahiriyah yang berhubungan dengan agama, mereka menimbangnya dengan
ketiga sumber hukum ini. (Syarh al-‘Aqidah al-Wasithiyah, Khalid al-Mushlih, hlm. 203). Ijma’
menjadi sesuatu yang ma‘shum dari kesalahan dengan dasar firman Allah dan Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa Sallam . Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan
yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah
dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya
tempat kembali.(Qs. an-Nisâ‘/4:115).
− Mazhab
Sumber-sumber bagi Hukum Islam adalah pendapat-pendapat dan tulisan-tulisan
dari para ulama, cendekiawan muslim, atau para hakim yang dibuat setelah Rasulullah
SAW wafat. Ilmu-ilmu yang dikompilasikan oleh para ulama ini merupakan sumber-
sumber hukum Islam yang sangat bernilai bagi umat muslim sebagai hingga saat ini.
Berdasarkan aliran dalam Islam yang ada saat ini, secara umum terdapat dua aliran besar
yaitu Sunni dan Shiah. Empat aliran besar (madhabs) yang tergolong dalam aliran sunni
adalah Madhad Hanafi, Maliki, Hambali, dan Shafii. Sedangkan satu aliran yang terdapat
dalam Shiah adalah Madhab Shiah itu sendiri.
Madhad Hanafi dikembangkan oleh seorang ulama dan cendekiawan muslim yaitu
Imam Abu Hanifa (80-150 H, atau 702-772M), dan muridnya yang terkenal Abu Yusuf dan
Muhammad. Mereka menekankan pada penggunaan alasan-alasan dan shura atau diskusi
kelompok daripada semata-mata mengikuti aturan atau tradisi yang telah ada secara turun
temurun. Madhab ini paling banyak berkembang dan dikuti di India dan Timur Tengah,
serta pernah menjadi mdhab resmi yang digunakan di Turki (dinasti Utsman).
Madhab Maliki mengikuti ajaran-ajaran yang dikembangkan oleh ulama dan
cendekiawan muslim Imam Malik (lahir 95H atau 717M) yang menitikberatkan pada
praktek-prakte yang diterapkan penduduk di Madinah sebagai suatu bentuk contoh
kehidupan Islam yang paling otentik. Saat ini, ajaran-ajaran Imam Malik atau madhab
Maliki paling banyak ditemui hampir di seluruh bagian wialayah muslim di benua Afrika.
Madhab Hambali dikembangkan oleh ulama dan cendekiawan muslim yang
bernama Imam Ahmad ibnu Hambali (lahir 164H atau 799M) yang menjunjung tinggi nilai-
nilai tradisi dan ketuhanan serta mengadopsi pandangan yang tegas terhadap hukum. Saat
ini madhab Hambali secara dominan diterapkan di saudi Arabia.
Madhab Syafii didirikan oleh seorang ulama dan cendekiawan bernama Imam As-
Shafii (lahir 150H atau 772M) adalah merupakan murid dari Imam Malik dan pernah
belajar dari beberapa tokoh cendekian muslim yang paling terkemuka pada saat itu. Imam
As-Shafii terkenal karena ke-moderat-annya dan penilaiannya yang berimbang, dan
walaupun Beliau menghormati tradisi, Imam As-Shafii mengevalusinya secara lebih kritis
dibandingkan dengan Imam Malik. Para pengikut madhab Shafii secara dominan diikuti
oleh umat muslim yang berada di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Madhab Syiah yang dianut oleh sekitar 10% umat muslim saat ini, menurut sebagian
cendekiawan lebih diakibatkan sebagai akibat dari pergesekan politik dalam dunia muslim
terhadap pendapat bahwa pemimpin umat muslim harus selalu merupakan keturunan dari
keluarga Ali, yaitu keponakan dari Rasulullah sekaligus suami dari puteri nabi Fatimah.
Madhab yang masih memiliki sub-madhab (katakanlah seperti itu) seperti Ithna’ashaaris
dan Isma’ilis saat ini ditemui secara dominan di negara Iran, serta memiliki pengikut yang
juga mayoritas di Iraq, India, dan negara-negara kawasan teluk.
− Fatwa
Fatwa adalah aturan hukum yang dikeluarkan oleh seorang ulama atau cendekiawan
muslim yang terkemuka dalam menjawab pertanyaan atau memberikan aturan terhadap hal-
hal yang sifatnya khusus saja. Fatwa juga harus berasal dari sumber dan merupakan
turunan hukum Islam serta dihasilkan oleh para ulama dan cendekiawan muslim yang
terkemuka (mujtahidin) yang dilakukan melalui proses ijtihad dan diambil hanya jika
sumber hukumnya tidak jelas atau belum ada.
Oreintasi tersebut tidak hanya bermanfaat bagi manusia dalam jangka pendek dalam
kehidupan duniawi tetapi juga harus menjamin kebahagiaan kehidupan di akherat yang kekal abadi,
baik yang berupa hukum- hukum untuk menggapai kebaikan dan kesempurnaan hidup (jalbu al
manafi’), maupun pencegahan kejahatan dan kerusakan dalam kehidupan (dar’u al-mafasid).
Begitu juga yang berkaitan dengan kepentingan hubungan antara Allah dengan makhluknya.
Maupun kepentingan orientasi hukum itu sendiri. Sedangkan fungsi hukum islam dirumuskan
dalam empat fungsi, yaitu :
− Fungsi ibaadah. Dalam adz-Dzariyat: 56, Allah berfirman: “Dan tidak aku ciptakan jin dan
manusia melainkan untuk beribadah kepadaKu’. Maka dengan daalil ini fungsi ibadah
tampak palilng menonjol dibandingkan dengan fungsi lainnya.
− Fungsi amar ma’ruf naahi munkar (perintah kebaikan dan peencegahan kemungkaran).
Maka setiap hukum islam bahkan ritual dan spiritual pun berorientasi membentuk mannusia
yang yang dapat menjadi teladan kebaikan dan pencegah kemungkaran.
− Fungsi zawajir (penjeraan). Aadanya sanksi dalam hukum islam yang bukan hanya sanksi
hukuman dunia, tetapi juga dengan aancaman siksa akhirat dimaksudkaan agar manusia
dapat jera dan takut melakukan kejahatan.
− Fungsi tandzim wa ishlah al-ummah (organisasi dan rehabilitasi masyarakat). Ketentuan
hukum sanksi tersebut bukan sekedar sebagai batas ancaman dan untuk menakut-nakuti
masyarakat saja, akan tetapi juga untuk rehaabilitasi dan pengorganisasian umat mrnjadi
leboh baik. Dalam literatur ilmu hukum hal ini dikenal dengan istilah fungsi enginering
social.
Keempat fungsi hukumtersebut tidak dapat dipilah-pilah begitu saja untuk bidang hukum
tertentu tetapi saatu deengan yang lain juga saling terkait.
Kontribusi umat islam dalam perumusan dan pengakan hukum pada akhir-akhir ini semakin
nampak jelas dengan diudangkannya beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan hukum Islam, seperti misalnya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974
Tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1977 tentang Perwakafan tanah milik,
Undang-undang Republik Indonesia nomor 7 tahun 1989 Tentang peradilan agama, Intruksi
Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam, Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 38 tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat, dan Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 17 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. kekuasaan atau penguasa.
Kehendak Allah yang berupa ketetapan tersebut kini tertulis dalam Al qur’an. Kegendak
Rasulullah sekarang terhimpun dalam kitab-kitab hadits, kehendak penguasa sekarang termaktub
dalam kitab-kitab fikih. Yang dimaksud penguasa dalam hal ini adalah orang-orang yang
memenuhi syarat untuk berijtihad karena “kekuasaan” berupa ilmu pengetahuan untuk mengalirkan
ajaran hukum Islam dari dua sumber ytamanya yaitu al qur;an dan al hadist yang memuat sunnah
Nabi Muhammad. Yang ditetapkan Allah dalam Al qur’an tersebut kemudian dirumuskan dengan
jelas dalam percakapan antara Nabi Muhammad dengan salah seorang sahabatnya yang akan
ditugaskan untuk menjadi Gubernur di Yaman. Sebelum mu’az bin jabal berangkat ke Yaman.
Nabi Muhammad menguji dengan menanyakan sumber hukum yang akan dia pergunakan
untuk menyelesaikan masalah atau sengketa yang dia hadapi di daerah yang baru itu. Perrtanyaan
itu di jawab oleh Mu’az bahwa dia akan menggunakan Al qur’an. Jawaban itu kemudian disusul
oleh Nabi Muhammad dengan pertanyaan berikutnya : ”Jika tidak terdapat petunjuk khusus
(mengenai suatu masalah) dalam Al qur’an bagaimana ? “ Mu’az menjawab ”saya akan
mencarinya dalam Sunnah Nabi Muhammad. Kemudian Nabi bertanya “kalau engkau tidak
menemukan petunjuk pemecahannya dalam sunnah Nabi Muhammad, bagaimana ? “kemudian
Mu’az menjawab : “Jika demikian, saya akan berusaha sendiri mencari sumber pemecahannya
dengan menggunakan akal saya dan akan mengikuti pendapat saya itu. Nabi sangat senang atas
jawaban Mu’az dan berkata :” Aku bersyukur kepada Allah yang telah menuntun utusan Rasul-
nya.” (H.M Rasjidi, 1980:456). Dari hadis yang dikemukakan, para ulama menympulkan bawa
sumber hukum Islam ada tiga yaitu Al qur’an, as Sunnah dan akal pikiran orang yang memenuhi
syarat untuk berijtihad. Akal pikiran ini dalam kepustakaan hukum Islam diistilahkan dengan al
ra’yu, yaitu pendapat konsekuensi politik kekhalifahan manusia. Masalah musyawarah ini dengan
jelas juga disebutkan dalam Al qur’an surat 42:28, yang isinya berupa perintah kepada para
pemimpin dalam kedudukan apapun untuk menyelesaikan urusan mereka yang dipimpinnya
dengan cara bermusyawarah. Dengan demikian, tidak akan terjadi kewenang-wenangan dari
seorang pemimpin terhadap rakyatnya.
Oleh karena itu “perwakilan rakyat dalam sebuah negara Islam tercermin terutama dalam
dokrin musyawarah (syura). Dalam bidang politik, umat Islam mendelegasikan kekuasaan mereka
kepada penguasa dan pendapat mereka harus diperhatikan dalam menangani masalah negera (John
L Esposito, 1991:149).
Di samping musyawarah ada hal lain yang sangat penting dalam masalah demokrasi, yaitu
konsensus atau ijma. Konsensus memainkan peranan yang menentukan dalam perkembangan
hukum Islam dan memberikan sumbangan sangat besar pada korpus hukum atau tafsir hukum.
Namun hampir sepanjang sejarah Islam konsensus sebagai salah satu sumber hukum Islam
cenderung dibatasi pada konsensus para cendikiawan, sedangkan konsensus rakyat kebanyakan
mempunyai makna yang kurang begitu penting dalam kehidupan umat Islam. Namun dalam
pemikiran muslim moderen, potensi fleksibilitas yang terkandung dalam konsep konsensus
akhirnya mendapat saluran yang lebih besar untuk mengembangkan hukum Islam dan
menyesuaikan dengan kondisi yang terus berubah (Hamidullah, 1970:130).
Dalam pengertian yang lebih luas, konsensus dan musyawarah sering dipandang sebagai
landasan yang efektif bagi demokrasi Islam moderen. Konsep consensus memberikan dasar bagi
penerimaan sistem yang mengakui suara mayoriats (John L Esposito & O Vill, 1999:34). Selain
syura dan ijma, ada konsep yang sangat penting dalam proses demokrasi Islam, yaitu ijtihad. Bagi
para pemikir muslim, upaya ini merupakan langkah kunci menuju penerapan perintah Tuhan di
suatu tempat atau waktu. Musyawarah, konsensus dan ijtihad merupakan konsep-konsep yang
sangat penting bagi artikulasi demokrasi Islam dalam kerangka keesaan Tuhan dan kewajiban-
kewajiban manusia sebagai khalifah-Nya. Meskipun istilah-istilah ini banyak diperdebatkan
maknanya, namun lepas dari ramainya perdebatan maknanya di dunia Islam, istilah-istilah ini
memberikan landasan yang efektif untuk memahami hubungan antara Islam dan demokrasi di
dunia kontemporer (John L Esposito & John O Voll, 1999:36)
Dilihat dari sketsa historis, hukumislam masuk ke indonesia bersama masuknya islam ke
Indonesia pada abad ke 1 hijriyah atau 7/8 masehi. Sedangkan hukum barat bary diperkenalkan
VOC awal abad 17 masehi. Sebalum islam masuk indonesia, rakyat indonesia menganut hukum
adat yang bermacam-macam sistemnya dan sangat majemuk sifatnya.
Namun setelah islam datang dan menjadi agama resmi di berbagai kerajaan nusantara, maka
hukum islam pun munjadi hukum resmi kerajaan-kerajaan tersebut dan tersebar manjadi hukum
yang berlaku dalam masyarakat.
Secara yuridis formal, keberadaan negara kesatuan indonesia adalah diawali pada saat
proklamasi 17 Agustus 1945. Pada tanggal 18 Agustus 1945 kemudian diakui berlakunya Undang-
Undang Dasar 1945. Pada saat itulah keinginan para pemimpin islam untuk kembali menjalankan
hukum islam baggi umat islam berkobar, setelah seacra tidak langsung hukum islam dikebiri
melalui teori receptie.
Dalam pembentukan hukum islam di indonesia, kesadarn berhukum islam untuk pertama
kali pada zaman kemeerdekaan adalah di dalam Piagam Jakarta 22 juni 1945 , yang di dalam dasar
ketuhanan diikuti dengan pernyataan “dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-
pemeluknya”. Tetapi dengan pertimbangan untuk persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia
akhirnya mengalami perubahan pada tanggal 18 Agustus 1945 yang rumusan sila pertamanya
menjadi “ketuhanan yang maha esa”.
Meskipun demikian, dalam berbagai macam peraturan perundang-undangan, hukumislam
telah benar-benar memperoleh tempat yang wajar secara kontitusional yuridik.
Dengan demikian kontribusi umat islam dalam perumusan dan penegakan hukum sangat
besar. Ada pun upaya yang harus dilakukan untuk penegakan hukum dalam praktek bermasyarakat
dan bernegara yaitu melalui proses kultural dan dakwah. Apabila islam telah menjadikan suatu
kebijakan sebagai kultur dalam masyarakat, maka sebagai konsekuensinyahukum harus ditegakkan.
Bila perlu “law inforcement” dalam penegakkan hukum islam dengan hukum positif yaitu melalui
perjuangan legislasi. Sehingga dalam perjaalananya suatu ketentuan yang wajib menurut islam
menjadi waajib pula menurut perundangan.
2. Asas Hukum
Pengertian Asas Hukum
Kebenaran yang dipergunakan sebagai tumpuan berfikir dan berpendapat.
Kebenaran itu bertujuan dalam penegakan dan pelaksanaan hukum.
Asas Hukum Secara Umum
− Asas kepastian hukum
Tidak ada satu perbuatan dapat dihukum kecuali atas kekuatan hukum dan
perundang-undangan yang berlaku untuk perbuatan itu.
− Asas keadilan
Berlaku adil terhadap semua orang tanpa memandang status sosial, status
ekonomi, ras, keyakinan, agama dan sebagainya.
− Asas kemanfaatan
Mempertimbangkan asas kemanfaatan bagi pelaku dan bagikepentingan
negara dan kelangsungan umat manusia.
Asas keadilan
Berlaku adil terhadap semua orang tanpa memandang status
sosial, status ekonomi, ras, keyakinan, agama dan sebagainya.
Qs. Shad : 26
“Allah memerintahkan para penguasa, penegak hukum sebagai khalifah di bumi ini
menegakan dan menjalankan hukum sabaik-baiknya tanpa memandang status sosial,
status ekonomi dan atribut lainnya”.
Asas kemanfaatan
Mempertimbangkan asas kemanfaatan bagi pelaku dan bagi kepentingan negara dan
kelangsungan umat manusia.
Intinya :
− Dalam berpolitik, seperti : Enthnocenterisme = Pemerintahan ditangan satu
orang.
− Dalam Materialisme, seperti : Ekonomi kapitalisme.
− Dalam Ekologi, seperti : Materialisme, Sekularisme (pemisahan antara
pendidikan umum dan pendidikan moral, memisahkan pemerintahan negara
dengan Agama). Agama terasing dari persoalan kehidupan manusia.
− Dalam Reduksionisme, seperti : Penurunan nilai, akhlak, kebenaran, kwalitas
ilmu pengetahuan.
− Dalam Kultural atau Budaya, seperti : Hedonisme (hanya memburu dan
mengejar kesenangan dunia)