Anda di halaman 1dari 12

PAHAM ISLAM DALAM MUHAMMADIYAH

Dosen Pengampu :

Moh. Nurhakim, M.Ag., Ph.D

Oleh

MUHAMAD FAHRUDIN ARBAI

202210560211027

MEGISTER PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2023
PAHAM ISLAM DALAM MUHAMMADIYAH
A. Latar Belakang
Ajaran Islam pada hakekatnya mencakup berbagai dimensi, baik dimensi teologi,
spiritual, moral, sejarah, kebudayaan, politik, hukum, maupun ilmu pengetahuan. Tegasnya,
bahwa Islam tidak hanya mengatur masalah ibadah ritual dalam hubungan vertikal dengan
Tuhan saja, tetapi ia juga mengatur hubungan manusia dalam interaksi sosial
kemasyarakatan. Keberadaan hukum Islam adalah untuk mengatur interaksi manusia dalam
kehidupan sosial kemasyarakatan. Hukum Islam mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai
pengatur kehidupan masyarakat, dan sebagai pembentuk masyarakat. Di samping itu, hukum
Islam mempunyai dua dimensi. Pertama, hukum Islam berdimensi iliyah, karena ia diyakini
sebagai sumber ajaran yang bersumber dari Tuhan yang Mahasuci, Maha Sempurna, dan
Maha Benar. Dalam dimensi ini hukum Islam diyakini oleh umat Islam sebagai ajaran suri
karena bersumber dari Yang Mahasuci dan sakralitasnya senantiasa dijaga. Dalam pengertian
seperti ini, hukum Islam dipahami sebagai syariat yang cakupannya begitu luas, tidak hanya
terbatas pada. Ia mencakup bidang keyakinan, amaliah dan akhlak. Kedua, hukum Islam
berdimensi insaniyah.
Bukan hanya itu integrasi islam dalam kehidupan pun sangat penting sebagai etos dan
standar hidup sebagai insan yang taat beribadah kepada Tuhannya. Dalam berislam pula tidak
luput dari suber atau hujjah pedoman mutlak beragama sebagai panduan langsung dari Tuhan
sebagai agama samawi.
Di negara Indonesia sendiri, memiliki banyak afiliasi pemaham beragama yang perlu
digali agar tidak menimbulkan ketidak toleransian antar satu agama, sehingga perpecahan
dalam tubuh umat manusia bisa dikatakan fragile (lemah), sehingga efek kepada negara
terasa. Dalam moderasi beragama, Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi yang
membawa perubahan terhadap perspektif modern terhdap perkembangan zaman dan
pemurnian terhadap faham agama islam yang alergi terhadap morenisasi dan berhasil
mengintegrasikan pemahaman sosial sebagai bentuk kesatuan dalam beragama. Oleh sebab
itu, untuk memahami secara holistik dan mendalam tata cara beragama dalam tubuh
organisasi kemasyarakatan Muhammadiyah, maka makalah ini menyuguhkan rumusan
pembahasan sebagai berikut:
B. Rekonstruksi Islam (keyakinan dasar keagamaan dan filsafat keterbukaan)
Menurut Husaini (2013) Islam adalah agama wahyu, seluruh anasir inti agama
“ajarannya, keyakinan, ritual, amalan dan kode etik yang diberikan dalam wahyu
dimanifestasikan oleh Nabi Muhammad SAW. Iman, Islam Dan Ihsan Sebagai satu
kesatuan landasan beragama.
Islam berasal dari bahasa arab dari kata kerja “aslama-yaslamu-islaman” yang
bermakna “Sejahtera, tidak cacat, selamat”. Seterusnya kata salm dan silm, mengandung
arti: Kedamaian, kepatuhan, dan penyerahan diri. Kata Iman berasal dari Bahasa Arab
yaitu “amana-yu’minu-imanan” yang mengandung beberapa arti yaitu percaya, tunduk,
tentram dan tenang. Dimaknai juga dengan kata tashdiq yang berarti “pembenaran”.
Pengertian Iman adalah membenarkan dalam hati, diikrarkan dengan lisan dan dilakukan
dengan perbuatan(Liana et al., 2019).
Sedangkan ihsan, adalah sebuah penyeimbang antara keimanan/keyakinan seorang
muslim yang bersinergi dengan aktivitas keislaman. Konsep ihsan telah lama disampaikan
nabi Muhammad SAW dalam potongan hadits yang diriwayatkan oleh abu Hurairah yang
artinya: Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya,
jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau (HR.  Muslim).
Dikethui bahwa keyakinan adalah cerminan dari iman, sementara prilaku raga dan
anggota tubuh adalah bentuk nyata dari keilslaman. sehingga media yang mengantarkan
keyakinan menjadi engine utama mendorong prilaku islam dalam kehidupan pribadi dan
lingkungan social adalah ihsan itu sendiri (Said, 2003).
C. Ibadah dalam Konteks Makna Sosial yang Sangat Luas

Ibadah yang diritualkan setiap waktu, hari, ataupun tahunan seperti yang dirangkum
dalam rukun islam dari; sholat, dzikir, puasa dan membayar zakat seharusnya
mengantarkan manusia pada pemahaman terhadap kesempurnaan akan hakikat menjadi
muslim yang kaffah, namun ada sisi sosial berperadaban umat muslim yang harus
dilaksanakan.

Dalam kajian Faliyandra et al., (2019) memaparkan bahwa perwujudan dari


penghambaan terhadap Allah SWT dikatagorikan dalam; 1) hablum minan nas, dan 2)
hablum minallah. Jika hablum minallah dikenal sebagai kesalehan individu atau ibadah
mahdhah yang berhubungan erat dengan ritual keagamaan yang khusus diperuntukkan
kepada Allah SWT, maka hablum minannas merupakan kesalehan sosial atau ibadah
ghair mahdhah, yang mana muslim sendiri saat melakukan interaksi sebagai mahluk
sosial dan berbudaya
Mengutip ptongan ayat Al-Quran surat Ali Imran ayat 103, artinya: “Dan berpegang
teguhlah kamu sekalian dengan tali Allah dan janganlah kamu sekalian berpecah belah”,
dan surat Al-Hujurat ayat 10 yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah
bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada
Allah supaya kamu mendapat nikmat”. Dari dua ayat di atas sangat jelas sekali bahwa
antar umat muslim atau non-muslim (dalam konteks satu negara) semestinya menjaga
persatuan dan menghindari perpecahan, dalam hal ini inreaksi sosial dalam bidang
keagamaan, ekonomi, politik, dan Pendidikan termasukklah dalam intraksi sosial yang di
lakukan oleh Muhammadiyah yakni “amar makruf nahi munkar”.

D. Filsafat praktis
Memlanjutkan penjelasan di atas, meri menela’ah secara mendalam namun bukan
sekedar dengan kacamata teori filsafat, namun sisi lainnya yakni praktisi.
Dalam rangka mengintegrasikan ajaran fundamental islam ke dalam terapan
kehidupan bermsyarakat, sosial, dan budaya, Muhammadiyah sendiri mempraktikkannya
dalam frame guna meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari
tampak secara konkrit, usaha dakwah dalam lingkup penyelenggaraan Pendidikan,
pelayanan kesehatan, penyantunan sosial, pemberdayaan masyarakat, peningkatan peran
perempuan, mitigasi kebencanaan, advokasi hukum dan HAM, meningkatkan harkat dan
martabat sumber daya manusia, pemajuan ilmu dan teknologi, pembinaan ekonomi dan
kewira usahaan, pengembangan ukhwah dan kerja sama, memelihara keutuhan bangsa,
banyak lainnya (Majlis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2014).
Maka nampaklah yang di sebut manifestasi dari tuntunan yang ada dari Al-qur’an dan
hadits dalam keduniaan kehidupan sehari-hari. Namun setelah terwujudnya tujuan dari
usaha yang dikejar, munir (1990) mengatan “maka setelah tujuan usaha tercapai maka aka
nada kata terwujud, itu menunjjukkan bahwa manusia boleh mencapai tujuannya dengan
amal usaha sendiri namun pada ahirnya disana tidak terlepas dari campur tangan taqdir
dan kua Allah.
E. Karakteristik Ajaran Islam
a. Al-Qur’an dan Hadis sebagai sumber hukum
Latif (2017) mereangkan dalam jurnalnya bahwa Al-Qur’an adalah sumber
hukum yang pertama, dari firman Allah SWT yang terjaga keasliannya dari intervensi
tangan manusia. sifat dinamis, benar, dan mutlak merupakan karakter dari Al-Qur’an.
Dinamis dalam arti dapat diterapkan di manapun, dan kapanpun, serta kepada
siapapun. Kebenarannya dapat dibuktikan dengan realita atau fakta yang terjadi
sebenarnya atau dibuktikan dengan kebahasaannya. Terakhir, ia tidak diragukan
kebenarannya serta tidak akan terbantahkan.
Karna Al-Qur’an adalah kalamullah dan menggunakan tingkat kesusastraan
Bahasa yang sangat tinggi, dan makna yang tersimpan ada yang implicit (tersirat dan
perlu penggalian makna) dan explicit (sudah jelas) maka dalam mempelajari dan
memahami nya tentu membutuhkan penafsiran. Terkait dengan hal itu, Basri &
Amroeni (2000) menerangkan dalam kajian kritis, objectif, dan komprehensif bahwa
penafsiran itu banyak jenisnya namun selalu mengikuti etika dan kode etik
penafsiran; 1) penafsiran Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, 2) dengan al-sunnah/al-hadis,
3) perkataan sahabat, 4) dengan lugawi/kesusastraan Bahasa arab.
Selain Al-Qur’an, hadirnya al-hadis/al-sunah juga sebagai pelengkap Herdi
(2014) menerangkan Al-hadis adalah hal yang diidhofahkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang berisi petunjuk untuk kemaslahatan umat manusia. Dijelaskan lagi bahwa
hadits menurut ahli adalah perkataan (qaul), perbuata (fi’li), segala keadaan nabi
(ahwali), dan sebagian ulama berpendapat termasuk juga semua sejarah nabi yang
rangkum dalam sirah nabawiyah serta termasuk taqrir nabi (pembenaran atau tidak
direspon) terhadap perbuatan dan perkataan sahabat.
b. aspek-aspek ajaran dalam Islam
Dalam perjalan Al-qur’an dan Al-hadis melintasi waktu hingga sekarang, di
ekstrack menjadi disiplin-disiplin dan cabang-cabang Ilmu dari Al-Qur’an dan Al-
hadis/al-sunah agar mempermudah untuk difahami;
i. Akidah : konsrtuksi keimanan sesorang secara total terhadap wujud sang
pencipta, aspek ini bertujuan untuk menstimulasi spiritualisme dalam
wujud penghambaan dan pengabdian kepada Allah SWT (Sabila, 2020)
ii. Syari’ah : secara terminology, syari’ah diartikan sebagai (al-din), sebagai
agama islam itu sendiri yakni; panduan terkai hubungan hamba terhadap
hamba, ataupun tata cara interaksi social terhadap manusia lainnya
(Rahman, 2010).
iii. Muamalah: hukum yanag berkaitan tentang manusia dengan sesamanya
yang menyangkut harta benda dan hak penyelesaian kasus di antara
mereka(Badruzaman, 2018)
iv. Akhlak : prilaku, tindakan dan etika manusia terhadap sesame manusia,
diri sendiri, terhadap Tuhan, semesta alam, hewan. Tentu juga etika
kepada keluarga, masyarakat, etika berpolitik berbisnis, berdagang dan
hubungan antar ras dan suku (Sabila, 2020).

c. Tsawabit dan Mutaghayyirat (Hukum yang tetap dan bisa berubah)


Kedua sumber Al-Qur’an dan al-hadis adalah sumber hukum yang fundamental
dan mutlak dalam agama islam. Kemudian karna perubahan zaman, kebutuhan dan
etika manusia sejak wafatnya Rasulullah, muncullah beberapa permasalahan yang
menuntut para cendikia muslim untuk menentukan beberapa hukum yang tetap
adanya dan boleh dirubah. Dalam moderasi islam yang moderat, Johari (2021) dalam
penelitiannya memaparkan al-tsawabit adalah hal- hal yang bersifat qath’i yang tidak
ada ruang padanya untuk pemikiran setelah pada penetapannya, dan tidak pula ada
ruang untuk berijtihad karna masalah-masalah prinsip yang berdalil qath’i (mutlak
dan pasti). Adapun Mutaghayyirat adalah masalah-masalah furu’ hukum-hukum
jabang yang berdalil dzanni (tidak mutlak dan pasti, serta multi interpretasi. Ini
merupakan wilayahnya ijdihadiyah para ulama dajib akan adanya
perbedaan/Khilafiyah, tentang perkara-perkara yang tidak ada penjelasan dari
AlQur’an dan al-Hadis/al-sunah.
Masalah tsawabit dan mutaghayyirat mencakup dan meliputi berbagai aspek
ajaran Islam, seperti: aqidah, ibadah, syari’ah, akhlaq, mu’amalah, siyasah syar’iyah,
ilmu dan tsaqafah, amal dan tindakan, dakwah dan jihad, dan seterusnya.
perbandingan antara yang tsawabit dan yang muta-ghayyirat dalam semua aspek dan
bidang tersebut memiliki prosentase yang berbeda dan sangatlah beragam.
Dimana ada yang lebih dominan aspek tsawabit-nya seperti masalahmasalah
aqidah, tauhid dan keimanan, sehingga masalah-masalah ini biasa dikenal dengan
istilah masalah-masalah ushul. Ada yang lebih dominan aspek mutaghayyirat-nya
seperti masalah-masalah mu’ama-lah dalam berbagai bidang kehidupan, semisal
bidang-bidang sosial kemasyarakatan, ekonomi, budaya, pendidikan, politik, dan lain-
lain.
F. Ragam Pemahaman Islam di Indonesia
Perkembangan Islam negara kita ini merasakan berbagai klasifikasi, lantaran adanya
keberagaman budaya dan tradisi pada setiap pulau tersebut. Sehingga akulturasi antara
agama dan budaya tidak terelakkan lagi. ini menjadi faktor utama islam di Indonesia ini
memiliki banyak ekspresi (Qomar, 2015). Pada dewasa ini, banyak afiliasi yang mengklaim
dirinya benar dalam memberikan pandangan terhadap agama islam. Sisi negative yang
timbul, perbedaan yang mencolok, bukan hanya dari dua, namu banyak sekali corak
pemahaman islam. Sisi positifnya; semua afiliasi berpartisipasi untuk mesumbangsihkan
jiwa, pemikiran, dan hidup kepada Islam. Oleh sebab, mari kita uraikan afilisasi islam di
Indonesia dewasa ini:
Al-Irsyad Al-Islamiyyah, Al Ittihadiyah, Alkhairaat, Al Washliyah, Darud Da'wah wal
Irsyad (DDI), Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Hidayatullah, Jamiat Kheir,
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), Mathla'ul Anwar, Muhammadiyah (MU),
Nahdlatul Ulama (NU), Nahdlatul Wathan (NW), Persatuan Islam (Persis), Persatuan
Tarbiyah Islamiyah (PERTI), Persatuan Umat Islam (PUI), Rabithah Alawiyah, dan Wahdah
Islamiyah.
source:https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Daftar_organisasi_massa_Islam_di_Indonesia.
Dalam landasan beragama, afiliasi ormas-ormas islam di Indonesia dapat dikatagorikan
dalam beberapa cluster; 1) sebagian besar ormas seperti; NW, PERTI, PERSIS dan beberapa,
menganut pemahaman madzhab imam syafi’i dikarenakan mazhab Syafi`i adalah salah satu
mazhab dari empat mazhab Imam lainnya, telah berpengaruh besar terhadap perkembangan
hukum di Indonesia (Rohmah & Zafi, 2020). Namu pengambilan hukum dengan
menggabungkan empat madzhab sealigus dianut oleh salah satu ormas yakni NU (Umam et
al., 2022)). Lain halnya dengan ormas Muhammadiyah, ia sendiri landasan pemahamannya
kembali ke Al-Qur’an dan Al-Hadis/Al-sunah. Kendati demikian, dalam rangka
modernisasi/tajdid Muhammadiyah mempunyai metode dalam pengkajian-pengkajian hukum
atau fatawa sesui dengan metode yang sudah ditinggalkan ulama’-ulama’ salaf sebelumnya,
dan menjadi sekumpulan fatawa dengan setelah melalui evalluasi kajian Manhaj Tarjih
(Majlis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2014).
G. Dasar-dasar Pemahaman Islam Muhammadiyah
Dalam memahami retorika dan fraktisi dalam beragama yang disuguhkan oleh
Muhammadiyah adalah Islam yang moderat yang kembali mengikuti pemahaman beragama
salafu-shaleh yakni pandangan islam yang kembali kepada Al-Qur’an dan al-hadis/al-sunah.
Sebagai warga Muhammadiyah, maka harus mengikuti panduan-panduan yang diterbitkan
oleh muktamar hasil musyawarah tarjih. Dalam pandangan Backtiar (2017), corak
karakteristik hukum pada Muhammadiyah di antaranya;
a. Berorientasi kepada pemurnian dan peningkatan pengembangan serta
modernisasi, furifukasi adalah usaha dalam mengembalikan mata ajaran islam
kepada landasan utama Al-Qur’an dan al-hadis (tajdid).
b. Toleran terhadap pihak lain yang berpendapat berbeda dengan tarjih.
c. Terbuka terhadap terhadap siapa saja yang ada di luar organisasi untuk mengikuti
manhaj tarjik Muhammadiyah
d. Tidak ber-mazhab kepada 4 imam mashab yang masyhur melainkan berpegang
penuh kepada Al-Qur’an dan al-hadis. Nmaun kemandirian dalam berijtihad tidak
berarti terlepas dari metode manhaj yang di lakukan oleh para ahli sebelumnya.
e. Tidak mencampuri keyainan dengan kepercayaan di luar agama islam, sehingga
umat tidak dibebani dengan takhayul, bid’ah dan khurafat.
H. Manhaj Tarjih Muhammadiyah

Manhaj tarjih Muhammadiyah sejak tahun 1927 adalah sebuah Lembaga yang
berwenang untuk mengkaji dan memberikan fatwa-fatwa tentang keagamaan dan hukum-
hukum islam. Mulai dari wacana hukum islam, hukum-hukum islam dalam tatanan teoritis
maupun apkilkatif terkait dengan ibadah yang bersifat public atauvprivat (backtiar, 2017).

Dalam memahami Al-qur’an dan Al-hadis Muhammadiyah memiliki Metode tarjih:

- Bayani/ Semnatik kebahasaan: hukum yang terlahir dari dalil/hujjah yang sudah
ada dalam Al-Qur’an dan al-hadis.
- Ta’lili (rasionalistik/penalaran) : ini adalah penyelesaian masalah hukum yang
tidak ada dalam Al-qur’an dan Al-sunnah dengan menganalogikan hujjah atau
dalil di permasalahaan yang berbeda namun tapi konteks sama.
- Istishlahi (filosofis-saintifik): menentukan hukum untuk kemaslahatan bersama
yang hujjahnya sama sekali tidak ada dan tidak ada kemiripan konteks dengan
konteks hujjah yang lain.

Kemudian ada metode ijtihad (pengkajian medalam untuk menemukan hukum-


hukum syari’at) dalam tarjih yakni:

- Ijma’ adalah kesepakatan seluruh Mujtahid setelah wafatnya Nabi Muhammad


SAW tentang sebuah perkara perkara syara’ dengan ketetapan hati (haroen, 1997),
namun jika sebagian ulama’ mujtahid tidak merespon atau diam saja terhadap
sebuah perkara maka ijam’ tinyatakan tidak terwujud (Rahman, 2010).
- Qiyas: membandingkan atau menyamakan satu hal dengan yang lain, tujuannya
adalah menemukan hukum yang furu’ yang disebabkan oleh illat (conteks
masalah) yang tidak dapat dicapai dengan pendekatan Bahasa saja (Haeron, 1997).
Jadi untuk memecahkan kasus yang dihadapi mujtahid sekarang yang tidak ada
hujjah dari Al-Qur’an dan al-hadis, maka akanmengambil jalan mencari konteks
masalah yang sama dan menghukuminya dengan hukum yang sama.
- Istihsan; termasuk hukum yang tidak disepakati. Ia berarti memberi penilaian
terhadap sesuatu dengan tingkatan baik (Rahman, 2010). Biasanya digunakan saat
ada 2 lebih nash atau hujjah yang konteks nya sama, sehingga dituntut memilih
salah satu amalan yang lebih baik dan lebih sesuai dengan kemaslahatan dari
sekian banyaka pilihan (Haeron, 1997)
- Maslahah Mursalah: penetapan hukum didasarkan atas hikmah yang akan dicapai
dari sebuah perkara (Rahman, 2010). Namun dalam buku (Haeron), dalam
menetapkan hukum berdasarkan metode ini mujtahid haruslah meninjau dulu dari
segi syara’ sekalipunu bertentangan dengan tujuan manusia tidak selamanya
berdasarkan oleh syara’.
- ‘Urf: sebuah kebiasaan yang baik dan berulang-ulang tanpa ada hubungan rasional
(Haeron, 1997), contohnya adalah melakukan jual beli tanpa mengucapkan ijab
qabul (Rahman, 2010)
- Saddu al-Dzarai’: sebuah perkarang yang baik namun mengarahkan pengamal
pada sebuah kemudaratan (Haeron, 1997). Sehingga walaupun pengamalan itu
baik, namun sekiranya dapat menjerumuskan manusia ke dalam kemudaratan,
sayogiyanya dihindari (Rahman, 2010).

Dalam melaksananakn perubahan hukum oleh dewan tarjih, dapat dilakukan


jka memenuhi syarat sebagai berikut: ada tuntutan mendesak, tidak mengenai
masalah ibadah mahdah, tidak merupakan ketentuan hukum qat’I dan hukum baru
harus berhujjah (Majlis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2014).
Sebagai warga Muhammadiyah, sayogyanya dalam menjalani
kehidupanmemegang teguh norma-norma agama yang bersumber dari Al-Qur’an
dan al-hadis sebagai partisipasi terwujudnya masyarakat islam yang kaffah. Ruang
lingkup yang dicover oleh pedoman hidup Muhammadiyah adalah lingkup
pribadi, keluarga, bermasyarakat, berorganisasi, mengelola amal usaha, berbisnis,
mengembangkan profesi, berbangsa dan bernegara, melestarikan lingkungan,
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan mengembangkan seni dan
budaya yang menunjukkan perilaku uswah hasanah (teladan yang baik).
Ketauhidan adalah prinsip hidup dan kesederhanaan Imani kepada Allah SWT.
Sehingga keparipurnaan menjadi mukmin, muhsin, muslim dan muttaqin
terwujud.

I. Kesimpulan
Nabi Muhammad merupakan contoh dan teladan terbaik bagi umat Islam dan seluruh
manusia. Beliau memiliki akhlak yang sangat baik, sehingga menjadi panutan bagi setiap
orang. Oleh karena itu, setiap anggota Muhammadiyah diharapkan meniru perilaku Nabi
Muhammad dalam mengamalkan akhlak yang mulia. Sehingga menjadi contoh yang baik,
yang dicontohi oleh orang lain dengan sifat-sifat seperti kejujuran, kepercayaan, dakwah, dan
keberanian. Selain itu, setiap anggota Muhammadiyah harus selalu membersihkan hatinya
agar menjadi orang yang taqwa dengan beribadah secara konsisten dan menjauhi nafsu yang
buruk. Hal ini akan menghasilkan kepribadian yang baik, yang akan membawa kedamaian
dan manfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Ketika kita meningkatkan ibadah kita kepada
Allah, maka Allah akan memberikan ketenangan dan kedamaian di hati kita. Seluruh aspek
kehidupan akan dijamin dan dibimbing oleh-Nya, hati kita akan terhindar dari melakukan
hal-hal yang dilarang dan selalu dibimbing untuk melakukan kebaikan.

Agama Islam mengajarkan agar setiap orang muslim harus membangun hubungan
persaudaraan yang erat dengan sesama muslim dan juga dengan saudara-saudara yang tidak
seiman ataupun berbeda dengan dirinya. Setiap anggota komunitas Muhammadiyah harus
selalu berpikir secara burhani (mengacu pada teks dan konteks), bayani (berdasarkan fakta
dan rasio), dan irfani (berdasarkan nurani) yang merepresentasikan cara berpikir Islam yang
dapat menghasilkan gagasan dan tindakan yang mencerminkan kesatuan antara orientasi
hubungan dengan Allah dan hubungan dengan manusia untuk kemaslahatan umat manusia.
Dengan demikian, hubungan dengan Allah menjadi lebih baik, tercermin dari iman dan
ketakwaannya. Selain itu, hubungan antar-manusia juga menjadi harmonis sebagaimana yang
diwujudkan oleh Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.
REFERENSI

Badruzaman Prodi Hukum Ekonomi Syari, D., & Sekolah Tinggi Agama Islam Sabili Bandung,
ah. (2018). Prinsip-Prinsip Muamalah Dan Inplementasinya Dalam Hukum Perbankan
Indonesia Muamalah Principles and their Implementation in Indonesian Banking Law. Jurnal
Ekonomi Syariah Dan Bisnis, 1(2), 109. http://jurnal.unma.ac.id/index.php/Mr/index.

Basri, H & Amroeni (2000). Metodology Tafsir Al-Qur’an Kjian Kritis, Objectif dan
komprehensif. Penerbit Riora Cipta, Jakarta.

Faliyandra, F., Nurul, S., & Kapongan, H. (2019). KONSEP KECERDASAN SOSIAL
GOLEMAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM (Sebuah Kajian Analisis Psikologi Islam). In
Jurnal Inteligensia (Vol. 7, Issue 2).

Herdi, A. (2014). Memahami Ilmu Hadis. Tafakur, 189.

https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Daftar_organisasi_massa_Islam_di_Indonesia.
Johari, J. (2021). Moderasi Agama dalam Perspektif Fiqih (Analisis Konsep Al-Tsawabit dan Al-
Mutaghayyirat dalam Fiqih serta Penerapannya pada Masa Pandemi Covid-19). An-Nida’,
44(2), 120. https://doi.org/10.24014/an-nida.v44i2.12927

Latif, A. (2017). AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER HUKUM UTAMA (Vol. 4).

Liana, A., Asrin, A., Musa, F., & Tanjung, A. (2019). ISLAM, IMANDAN IHSANDALAM
KITABMATAN ARBA‘INAN-NAWAWI(STUDI MATERI PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERSPEKTIF HADIS NABI SAW). Tarbiyah: Jurnal
Ilmiah Pendidikan Agama Islam, no 9(2), 26–44.

Munir, Abdul. (1990). Warisan Intelektual K.H. Ahmad Dakhlan dan amal Muhammadiyah. PT.
Percetakan Persatuan, Yogyakarta.

Qomar, M. (2015). RAGAM IDENTITAS ISLAM DI INDONESIA DARI PERSPEKTIF


KAWASAN.

Rohmah, A. N., & Zafi, A. A. (2020). Jejak Eksistensi Mazhab Syafi`i di Indonesia. Jurnal
Tamaddun : Jurnal Sejarah Dan Kebudayaan Islam, 8(1).
https://doi.org/10.24235/tamaddun.v8i1.6325

Rahman, Abdul. (2016). Usull Fiqih. Sinar Grafita Ofset. Jl. Jawa Rowo No. 18 Jakarta 13320,
Jakarta Pusat.

Sabila, N. A. (2020). Integrasi Aqidah Dan Akhlak (Telaah Atas Pemikiran Al-Ghazali). NALAR:
Jurnal Peradaban Dan Pemikiran Islam, 3(2), 74–83.
https://doi.org/10.23971/njppi.v3i2.1211.

Said, R. (2003). Al Hikam Al- Athoiyah Syarah Alhikam Ibn AThaillah Assakandari. Dar-Alfikr,
Damaskus, Syiria.
Umam, K., Faturahman, A., & Saifuddin Zuhri Purwokerto, U. K. (2022). REKONSTRUKSI
BERMAZHAB MASYARAKAT DESA GINTUNGREJA KECAMATAN
GANDRUNGMANGU KABUPATEN CILACAP BERBASIS PESANTREN (Kajian
Terhadap Organisasi Islam Nahdlatul Ulama). Jurnal Pengabdian−, 2(1), 87–95.
https://doi.org/10.24090/sjp.v1i2.6588

Anda mungkin juga menyukai