DOSEN PENGAMPU:
Dr. K.a. Rahman, M.Pd.I.
DISUSUN OLEH :
Nadya Agustin Dwi Putri
NIM. A1A119047
Soerjono Soekanto berpendapat bahwa pranata sosial adalah lembaga sosial atau
lembaga kemasyarakatan yang merupakan himpunan norma dari segala tindakan yang
meliputi kebutuhan pokok bagi kehidupan masyarakat. Menurutnya terbentuknya lembaga
sosial bermula dari kebutuhan masyarakat akan keteraturan kehidupan bersama. Lembaga
sosial tumbuh karena manusia dalam hidupnya memerlukan keteraturan. Keteraturan hidup
bersama itu mereka dapatkan melalui perumusan norma-norma dalam masyarakat sebagai
paduan bertingkah laku. Norma-norma tersebut, pada mulanya, terbentuk secara tidak
disengaja. Namun, lama-kelamaan norma tersebut dibuat secara sadar.
Hukum Islam mencakup berbagai dimensi bervariasi, yaitu dimensi abstrak dalam
wujud perintah dan larangan Allah dan Rasul-Nya, dimensi konkret dalam wujud perilaku
mempola yang bersifat ajeg di kalangan orang Islam sebagai upaya untuk melaksanakan
perintah Allah dan Rasul-Nya. Dan lebih konkret lagi dalam bentuk perilaku manusia secara
individu ataupun kolektif. Hukum Islam juga mencakup substansi yang terinternalisasikan ke
dalam berbagai pranata sosial sehingga menjadi ladasan dan memberi makna serta arah
dalam kehidupan manusia. Hasil dari proses tersebut berkembang berbagai pranata sosial
yang bercorak keislaman dalam waktu berabad-abad. Dimensi dan substansi hukum Islam itu
dapat disilang yang disebut kemudian dengan Hukum Islam dan Pranata Sosial.
Hukum Islam dan Pranata Sosial menurut Cik Hasan Bisri dipandang sebagai sebagai
satu kesatuan yang terdiri dari dua unsur yakni unsur hukum Islam dan unsur pranata sosial.
Hukum Islam dan Pranata Sosial Islam juga dapat dipandang sebagai dua unsur yang berbeda
namun keduanya berhubungan secara searah maupun timbal balik. Hukum Islam dapat
dipandang sebagai sesuatu yang otonom namun ia juga berinteraksi dengan unsur lain dalam
kehidupan manusia sehingga saling tergantung. Ia merupakan bagian dari satu sistem
masyarakat yang memiliki posisi dan fungsi sendiri. Proses pengembangan hukum Islam
melalui berbagai saluran, pertama internalisasi hukum Islam ke dalam pranata sosial, kedua
melaui organisasi sosial dan kemasyarakatan, dan ketiga melalui transformasi hukum Islam
melalui badan penyelenggara (kekuasan) legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Sumber hukum Islam adalah Wahyu Allah SWT yang dituangkan di dalam al-Qur’an
dan sunnah Rasulullah SAW. Ayat-ayat al-Qur’an yang berhubungan dengan hukum tidak
banyak bila dibandingkan dengan jumlah keseluruhan ayat. Demikian pula bila dibandingkan
dengan masalah yang harus diberi ketetapan hukum yang selalu muncul dalam kehidupan di
dunia ini. Ayat-ayat al-Qur’an yang agak terinci hanya hukum ibadah dan hukum keluarga.
Namun demikian secara umum Allah menerangkan bahwa semua masalah (pokok-pokoknya)
terdapat dalam al-Qur’an. AllahSWT berfirman:“Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di
dalam al-Kitab ”(Q.S.Al-An’am/6:38).
Prinsip-prinsip hukum Islam yang dijadikan landasan ideal dalam hukum Islam di
antaranya:
1. Asas Ilahiyah/tauhidullah. Semua paradigma berpikir yang digunakan untuk menggali
kandungan ajaran Islam yang termuat dalam Al-Qur’an dan hadis dalam konteks ritual
maupun sosial harus bertitik tolak dari nilai-nilai ketauhidan, bahwa segala yang ada dan
yang mungkin ada bahkan msutahil ada adalah ciptaan Allah SWT.
2. Asas Insaniyah. Prinsip kemanusiaan bahwa produk akal manusia yang dijadikan rujukan
dalam perilakuk sosial ataupun sistem budaya harus bertitik tolak dari nilai-nilai
kemanusiaan, memulaiakan manusia dan memberikan manfaat serta menghilangkan
kemudaratan.
3. Asas Tasamuh. Prinsip toleransi sebagai titik tolak pengamalan hukum Islam karena cara
berpikir manusia yang berbeda-beda satu sama lain harus saling menghargai dan
mengakui bahwa kebenaran hasil pemikiran manusia bersifat relatif.
4. Asas Ta’awun (saling tolong-menolong) sebagai titik tolak kehidupan manusia sebagai
makhluk sosial yang saling membutuhkan.
5. Silaturahmi baina an-nas sebagai bahwa setiap manusia akan saling berinteraksi karena
manusia adalah human relation yang secara fitrahnya silaturahmi sebagai embrio
terciptanya masyarakat. Prinsip ini disebut pula prinsip taaruf (QS. Al-Hujurat [49]: 13).
6. Keadilan atau al-Mizan (keseimbangan) antara hak dan kewajiban. Dasar kesadaran
manusia terhadap hak-hak orang lain dan kewajiban dirinya.Keduanya harus berjalan
seimbang dan dirasakan adil untuk dirinya dan orang lain.
7. Kemashlahatan umum (al-masalih al-‘amah).
Sumber :
Moh. Fauzan Januri.2013, Pengantar Hukum Islam dan Pranata Sosial, (Bandung: Pustaka
Setia)