Anda di halaman 1dari 5

Konsep Keadilan Sosial Dalam Islam

Dan sistem nilai-nilai sosial itu bisa berbeda-beda menurut waktu dan arah perkembangan
masyarakat. Pada waktu masyarakat kita masih menganut sistem sosial yang bersifat feodal,
misalnya, bisa kejadian bahwa keadilan sosial pada waktu itu dianggap sebagai suatu konsep di
mana the best thing of life itu adalah buat raja dan keluarganya. Adapun sisanya, itulah yang buat
orang-orang bukan raja dan bukan keluarga raja. Begitulah sistem sosial dan nilai-nilai yang
berlaku pada waktu itu. Dengan demikian konsep keadilan sosial juga menjadi berbeda dengan
sekarang.

Mungkin, andai kata kita menjadi negara dan bangsa komunis, misalnya, maka sistem
nilai dan konsep keadilan sosial kita juga berbeda. Sebab dalam sistem itu, apa yang diputuskan
oleh pimpinan partai, itulah yang mutlak baik untuk masyarakat dan itulah yang menjadi dasar
buat keadilan sosial . Istilah keadilan sosial dikenal secara luas oleh bangsa Indonesia, karena
istilah ini tercantum dalam sila kelima Pancasila, Dasar Negara Republik Indonesia. Sila tersebut
secara lengkap berbunyi Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Keadilan sosial dalam
sila tersebut - sejalan dengan kutipan ekstensif di atas berarti keadaan yang dibenarkan atau
sesuai dengan sistem nilai-nilai sosial masyarakat Indonesia. Dalam hal ini karena masyarakat
Indonesia dan Dunia mayoritas adalah muslim, maka ukuran keadilan itu logikanya adalah
terutama sistem nilai-nilai sosial masyarakat Islam. 1[7]

Dalam kaitannya dengan hal ini, sistem nilai-nilai sosial masyarakat Islam yang menjadi
dasar bagi konsep keadilan adalah bersumber dari Quran dan Sunnah - Hadits Nabi saw, serta
berbagai situasi tipikal ruang dan waktu masyarakat itu berada. Konsep keadilan sosial dalam
Islam bisa di jelaskan seperti ini. Keadilan Menurut Berbagai Disiplin Studi Keislaman Secara
harfiah, kata adil berasal dari bahasa Arab ‫ عدل و عدالة‬- ‫ يعدل‬- ‫ عدل‬yang berarti - bertindak adil,
imbang, dengan jujur.

Dalam khazanah intelektual Islam, kata adil diberikan arti secara berbeda-beda sesuai
dengan sudut pandang dan kepentingan disiplin pengetahuan masing-masing. Dalam ilmu
dirayah hadits, kata adil dirartikan sebagai berikut:

‫صفة راســــخة فى النفس تحمل صاحبها على مالزمة التقوى والمروءة فتحصل ثقة النفس بصــــــدقه‬

1[7] Hadad, Ismid (Ed.), Kebudayan Politik dan Keadilan Sosial, (Jakarta, LP3ES: 1981), hlm 39
Kualitas kestabilan primer pribadi yang kondusif bagi yang bersangkutan untuk
senantiasa bertaqwa dan memelihara muru’ah sehingga menjadi orang yang terpercaya karena
obyektifitas yang dimilikinya Ilmu kalam mengkaji kata adil berkaitan dengan salah satu dari
lima prinsip paham mu’tazilah, yang salah satunya adalah keadilan Tuhan. 2[8]

Keadilan Allah dibahas dalam hubungannya dengan tanggung jawab manusia kepadaNya.
Jika manusia harus bertanggung jawab, maka manusia mesti memiliki free will dan free act
untuk menentukan perbuatan-perbuatannya sendiri, tidak ditaqdirkan oleh Allah sebelumnya.
Termasuk juga dalam konteks keadilan Tuhan, bahwa Ia hanya memberikan beban yang mampu
ditanggung oleh manusia, Ia hanya berbuat baik dan yang terbaik bagi manusia 3[9]

Para fuqaha mengkaji keadilan dalam berbagai konteks, yaitu persyaratan bagi: hakim,
saksi, kepala negara dan sebagainya. Mereka memberikan arti orang yang adil ialah mereka yang
menghindarkan diri dari dosa-dosa besar, tidak bergelimang dosa-dosa kecil, konsisten dengan
kebenaran, menghindari prilaku-prilaku tercela seperti makan dan kencing di jalanan . Studi
pengantar bidang fiqh juga mengadakan kajian tentang keadilan sebagai salah satu asas hukum
Islam 4[10]

Dalam bidang tafsir, arti keadilan dikaitkan dengan konteks kandungan ayat yang
ditafsirkan. Sekalipun demikian, secara umum kata tersebut oleh Ashfahani diartikan sebagai
menyamakan (‫ ) المســــاواة‬atau secara lengkap ialah moderasi secara tepat (‫) التقســــيط على ســــواء‬.
Selanjutnya ia menyatakan bahwa ada dua keadilan: Pertama, keadilan yang diketahui secara
mutlak oleh akal manusia, yang tidak berubah kapan pun, serta tak terbantahkan dengan cara apa
pun, misalnya berbuat baik kepada orang yang telah berbuat baik kepadamu, tidak mengganggu
orang yang tidak mengganggumu. Kedua, keadilan yang diketahui berdasarkan petunjuk syara’,

2[8] Khathib, Muhammad ‘Ajjaj, Ushûl al-Hadîts ‘Ulûmuh wa Mushthalahuh, Beirut: Dâr al-Fikr:
1975, hlm 231

3[9] Syahrastani, Abu al-Fath Muhammad ‘Abd al-Karim. al-Milal wa al-Nihal, Beirut: Dâr al-Fikr:
1975 Hlm 127

4[10] Maktabah al-Qâhirah. Shiddieqy, Hasbi Ash. Pengantar Ilmu Fiqih, (Jakarta, Bulan Bintang:
1974), hlm 21
yang dalam hal ini mungkin berubah pada suatu masa, seperti qishash, tebusan delik pidana, dan
melenyapkan harta orang murtad. 5[11]

Konsep Keadilan Menurut Sistem Nilai-nilai Islam Bagi seorang muslim, keadilan adalah
konsekuensi logis dari paham tauhid yang dianutnya. Paham tauhid menghendaki diakuinya
Allah sebagai satu-satunya yang berhak dipertuhankan, sebagai the Only Supreme Being. Hal ini
berarti bahwa manusia sama sekali dilarang mempertuhankan selainNya, sekaligus dilarang sama
sekali menjadikan dirinya sendiri sebagai Tuhan. Manusia harus hanya menghambakan diri
kepada Allah, tidak kepada yang lain. Sebab jika demikian berarti ia telah mensubordinasikan
diri kepada selain Allah. Demikian pula manusia dilarang sama sekali menjadikan yang lain
tersubordinasikan kepadanya.

Dengan demikian hubungan antar manusia adalah hubungan kesetaraan, kesepadanan,


bebas dari sikap menghambakan dan terhambakan. Inilah hakikat keadilan itu, sebab keadilan
adalah al-musâwâh - al-taswiyah sama dan mempersamakan. Jelas dalam hal ini tauhid adalah
teologi pembebasan, karena paham ini menjadikan manusia terbebaskan dari sikap
menghambakan dan terhambakan. Inilah yang harus menjadi landasan utama manusia, baik
sebagai individu maupun sebagai anggota sebuah keluarga, etnis, masyarakat, dan juga bangsa.
Keadilan sebagai suatu konsekuensi logis paham tauhid, mengandung makna bahwa
penegakannya harus dilakukan untuk memelihara paham itu sendiri. Ini artinya kegagalan
menegakkan keadilan adalah juga kegagalan memangku paham tauhid itu sendiri.

Dalam bidang sosial, keadilan ditegakkan di atas prinsip keseimbangan antara


kepentingan pribadi dan kepentingan masyarakat; antara kewajiban-kewajiban sosial dan hak-
hak individu; pemberian kesempatan berkembang yang seimbang antara laki-laki dan
perempuan; perlindungan yang seimbangan antara anak-anak dan orang dewasa; antara ibadah
sosial dan ibadah ritual.

Reformasi Menuju Masyarakat Berkeadilan dan Berperadaban Perubahan ke arah yang


baik (disimbolkan dengan min al- dhulumât ila al-nûr) atau lebih baik (dinyatakan dengan al-
âkhirah khair wa abqâ) adalah prinsip dasar Islam, termasuk perubahan ke arah keadilan atau
yang lebih adil. Dalam kaitannya dengan keadilan, paradigma ini bersifat aktif, konstruktif, dan
5[11] Ashfahani, al-Raghib al-, Mu’jam Mufradât Alfâdh al-Qurân, Beirut:Dâr al-Fikr: 1972, hlm
336
dinamis. Bersifat aktif, karena untuk menegakkan keadilan dituntut selalu menjaga posisi
moderat, bersifat konstruktif, karena untuk benar-benar mencapai kemoderatan tersebut, harus
selalu ada koreksi-koreksi ke arah penyempurnaan, baik berasal dari orang yang bersangkutan
maupun dari orang lain, dan bersifat dinamis mengingat aktualisasi keadilan menuntut sikap
akomodatif terhadap perkembangan ruang dan waktu tanpa melepas prinsip-prinsip dasar
universalnya.

Masyarakat berperadaban adalah masyarakat yang mengimplementasikan kebaikan dan


keindahan dalam berbagai aspek kehidupan mereka, atau dengan singkat adalah mayarakat yang
berihsan. Seperti diketahui bahwa negara dan pemerintahan adalah institusi produk peradaban.
Produk peradaban ini hanya akan bertahan jika tidak dirusak oleh kezaliman. Taimiyah
menyatakan bahwa sesungguhnya Allah akan menegakkokohkan suatu negara yang adil
walaupun dipimpin oleh orang kafir, dan Ia akan melakukan sebaliknya terhadap suatu negara
yang zalim, sekalipun dikuasai oleh orang-orang yang beriman.

Dalam hal ini tidak saja keadilan melestarikan peradaban, tetapi juga dilestarikan oleh
peradaban, atau tepatnya ialah keadilan mengontrol dan dikontrol oleh peradaban. Berdasarkan
uraian di atas, reformasi atau bahkan transformasi ditujukan pada segala upaya untuk
menciptakan keadaan yang selalu kondusif bagi terwujudnya masyarakat yang berkeadilan dan
berperadaban secara proaktif, konstruktif, dan dinamis secara terus menerus sejalan dengan
perkembangan ruang dan waktu.

Berdasarkan paparan mengenai konsep keadilan dalam Islam di atas, dapat di simpulkan
bahwa keadilan sosial adalah keadilan yang didasarkan atas sistem nilai-nilai masyarakat.
Mengingat penduduk Indonesia dan Dunia adalah mayoritas muslim, maka logis jika sistem
nilai-nilai tersebut terutama harus berasal dari masyarakat Islam. Sistem nilai-nilai masyarakat
Islam dibangun di atas landasan Quran dan Sunnah - Hadits Nabi saw, dan dengan
memperhatikan tuntutan tipikal kekinian.

Sistem nilai-nilai masyarakat Islam memandang: keadilan sebagai konsekuensi logis


paham tauhid, keadilan merupakan tugas sosial para rasul, keadilan sebagai perlakuan moderat
yang proporsional berdasarkan kualitas obyek, keadilan harus diwujudkan dengan cara
mengkondisikan faktor-faktor penunjang dan menghindari faktor-faktor penghalang dalam
segala aspek kehidupan manusia yang antara lain dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial,
pendidikan; keadilan harus diaktualisasikan dengan tetap berpijak pada nilai-nilai dasar
universalnya serta dengan memperhatikan tuntutan ruang dan waktu, keadilan harus mendahului
dan mendasari kemakmuran, keadilan harus mengontrol dan dikontrol oleh keihsanan demi
terwujudnya masyarakat yang berkeadilan dan berperadaban.

Anda mungkin juga menyukai