BAB I PENDAHULUAN
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap ( hak- hak )
perempuan yang yatim ( bila kamu mengawininya ) , maka kawinilah wanita-
wanita ( lain ) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat . Kemudian jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil , maka ( kawinilah ) seorang saja,
atau budak- budak yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat kepada
tidak berbuat aniaya1
Surat al- Nisa ayat 3 turun setelah perang uhud, dimana banyak sekali
pejuang Muslim yang gugur , yang mengakibatkan banyak isteri yang menjadi janda
dan anak menjadi anak yatim. Dari persoalan tersebut, maka perkawinan poligami
adalah satu- satunya jalan untuk memecahkan persoalan tersebut. 2 Sebagai akibatnya
1
Departemen Agama RI, Al- Qur an Al- Karim dan Terjemahannya ( Semarang : CV . Toha Putra
Semarang, 1996 ), h.61.
2
Labib MZ, Rahasia Rasulullah Saw ( Gresik : Bintang Pelajar, 1986 ),h. 51
1
banyak perkawinan poligami dengan tujuan melindungi janda- janda dan anak yatim
yang terlantar.
Praktik poligami sebenarnya sudah ada jauh sebelum Islam datang , hal
tersebut memungkinkan terjadinya perkawinan dengan jumlah isteri yang sangat
banyak, bahkan membengkak hingga belasan. Saat Islam datang , turun aturan yang
membatasi maksimal empat orang saja dengan syarat yang sangat ketat yaitu laki-laki
harus berbuat adil.
Memahami tentang keadilan secara teks memang tidak begitu sulit karena
terdapat beberapa perumusan sederhana yang dapat menjawab tentang pengertian
keadilan. Namun untuk memahami tentang makna keadilan tidaklah semudah
membaca teks pengertian keadilan yang diberikan oleh pakar, karena ketika berbicara
tentang makna keadilan berarti sudah bergerak dalam tataran filosofis yang perlu
perenungan secara mendalam sampai pada hakekat yang paling dalam, terutama
konsep keadilan dalam poligami.
Berangkat dari latar belakang masalah di atas, maka dalam tulisan ini
permasalahan pokok yang akan dibahas adalah : Bagaimana Konsep Keadilan itu
dalam poligami ( Perspektif Syariat dan kompilasi hukum Islam ) ? Selanjutnya
pembahasan dirinci dan dibatasi pada beberapa sub masalah , yakni :
2
2. Bagaimana konsep keadilan dalam poligami perspektif syariat ?
3. Bagaimana konsep keadilan dalam poligami perspektif KHI ?
4. Mengapa keadilan itu diperlukan ?
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Keadilan
Keadilan berasal dari kata adil yang berarti tidak berat sebelah , tidak
memihak, berpihak kepada yang benar,sepatutnya, tidak sewenang-wenang,berpihak
pada kebenaran3. Dari defenisi tersebut dapat dikatakan bahwa pengertian keadilan
adalah semua hal yang berkenaan dengan sikap dan tindakan dalam hubungan antar
manusia, keadilan berisi sebuah tuntutan agar orang memperlakukan sesamanya
sesuai dengan hak dan kewajibannya ,perlakuan tersebut tidak pandang bulu atau
pilih kasih , melainkan semua orang diperlakukan sama sesuai dengan hak dan
kewajibannya.
3
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia ( Jakarta : Balai Pustaka,2002, h.8
4
A.Ridwan Halim,Pengantar Ilmu Hukum Dalam Tanya Jawab (Jakarta:Galia Indonesia, 2005). h.
176.
3
Tidak seorang pun dapat memperoleh haknya tanpa ia melaksanakan
kewajibannya, baik sebelum maupun sesudahnya, demikian pula sebaliknya tidak
seorang pun yang dapat dibebankan kewajibannya tanpa ia memperoleh haknya ,baik
sebelum maupun sesudahnya. Misalnya setiap pemilik benda atau pemegang hak
milik atas suatu benda harus membayar pajak kekayaannya atas benda miliknya itu
dalam jumlah tertentu yang ditentukan menurut harga atau nilai bendanya tersebut.
Semakin mahal harga atau nilai benda tersebut , maka semakin mahal pula pajak yang
harus dibayar oleh pemiliknya dan demikian pula sebaliknya.Demikian pula halnya
upah seorang pegawai tentunya diselaraskan dengan berat ringan pekerjaanya5.
Hal tersebut di atas adalah keadilan dalam arti umum, karena keadilan dalam
arti umum adalah fair atau tidak fair .jika tidak fair itu berarti melanggar hukum,
karena keadilan dalam arti umum adalah terkait erat dengan kepatuhan
hukum.Sehingga ada yang berpandangan bahwa keadilan didasarkan pada ketentuan
hukum
Menurut penulis bahwa keadilan itu bukan hanya tergantung atau didasarkan
pada ketentuan hukum tetapi nilai dari hukum itu sendiri apakah dikategorikan adil
atau tidak adil. Nilai nilai inilah yang menjadi perdebatan tentang keadilan pada
suatu kasus hukum.
5
Ibid.,h.177
4
memelihara hak- hak individu dan memberikan hak kepada setiap orang yang berhak
menerimanya. Keempat adil adalah memelihara hak dan berlanjutnya eksistensi. 6
Moral dan etika pada dasarnya berisi nilai- nilai yang baik dan yang tidak
baik. Nilai yang baik adalah pandangan dan cita- cita yang dijunjung tinggi. Di
dalamnya ada nilai kebenaran , keadilan, kesusilaan, dan berbagai nilai lainnya yang
dianggap baik. Pengertian baik, benar, adil, dan susila tersebut menurut takaran yang
dimiliki bangsa yang bersangkutan. Hukum yang baik harus berdasarkan kepada
semua itu. Hukum yang dibentuk tanpa memperhatikan moral bangsa akan sia- sia
untuk diterapkan .
Keadilan itu hendaklah dibarengi dengan nilai- nilai agama, karena agama
inilah yang dipakai manusia dalam menghidupkan hubungannya dengan kekuatan-
kekuatan di atas jangkauan manusia ,yaitu kekuatan yang gaib dan pada kekuatan-
kekuatan tersebutlah kepercayaan manusia menggantungkan harapannya.
6
Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi ; Azan Pandangan Dunia Islam( Bandung :Mizan,1995).,h.53-
58
5
adil, yaitu kelas orang- orang yang mempunyai kebijaksanaan ( kelas filsuf ), kelas
untuk orang- orang yang mempunyai keberanian ( kelas tentara ), dan kelas para
tukang dan petani ( yang memiliki pengendalian diri ). Menurut Plato keadilan
adalah jika setiap kelas atau golongan tersebut berbuat sesuai dengan tempatnya dan
tugas- tugasnya .7 Plato memandang bahwa keadilan itu dapat tercipta manakala
terjadi hubungan yang harmonis dengan berbagai organisme sosial.
Lain halnya dengan Hans Kelsen, menurutnya bahwa keadilan itu adalah
adanya kecocokan dengan hukum positif, terutama kecocokan dengan undang-
7
Muhammad Erwin, Filsafat Hukum, op.cit., h.222
8
Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis, cet. IV ( Bandung: Nusa Media , 2014
),h. 24-25.
6
undang.9Jadi menurut Kelsen bahwa yang bertentangan dengan undang- undang
adalah bukan keadilan.
Dari ketiga uraian pendapat para filsof di atas, baik Plato, Aristoteles dan
Thomas Aquinas, penulis melihat bahwa keadilan dalam perspektif Filsafat hukum
adalah keadilan yang mengandung nilai- nilai moral ,untuk kepentingan umum, yang
tentu saja di awali dengan etika dan prilaku yang baik terhadap sesama.
7
general welfare ) . Apa yang dianggap bermanfaat atau tidak bermanfaat adalah
diukur dari kacamata ekonomi.11
John Rawls mengatakan bahwa teori keadilan yang memadai harus dibentuk
dengan pendekatan kontrak , di mana prinsip- prinsip keadilan yang dipilih sebagai
pegangan bersama merupakan hasil kesepakatan bersama dari semua person yang
bebas , rasional dan sederajat. Hanya melalui pendekatan kontrak inilah sebuah teori
keadilan mampu menjamin pelaksanaan hak dan sekaligus mendistribusikan
kewajiban secara adil bagi semua orang .Singkatnya menurut Rawls bahwa keadilan
adalah yang mampu mengakomodasi sebuah kerjasama sosial yang pada saatnya
akan mendukung terbentuknya suatu masyarakat yang tertib dan teratur.13
8
memiliki peran dalam mendamaikan kepentingan pribadi dan kepentingan kolektif.
Individu diberi hak untuk mengembangkan hak pribadinya dengan syarat tidak
mengganggu kepentingan orang banyak.. Dengan demikian keadilan itu merupakan
prinsip dasar yang wajib dipegang teguh oleh setiap manusia.
Menurut Quraish Shihab, bahwa surah al- Nisa: 3 menjadi dasar bolehnya
melakukan poligami, namun demikian ayat ini tidak membuat satu peraturan tentang
poligami karena poligami telah dikenal dan dilaksanakan oleh syariat agama dan
14
Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum : Sejarah,Aliran Dan Pemaknaan ( Yogyakarta : Gadja
Mada University Press, 2006, h. 57 ).
15
Sukarno Aburaera, loc. cit.
9
adat istiadat sebelum Islam. Ayat ini juga tidak mewajibkan poligami atau
menganjurkannya. Ia hanya berbicara tentang bolehnya poligami , itu pun merupakan
pintu darurat kecil, yang hanya dilalui saat amat diperlukan dan dengan syarat yang
tidak ringan16.
Dan kamu sekali- kali tidak dapat berlaku adil di antara isteri- isteri ( mu ),
walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu
terlalu cenderung ( kepada yang kamu cintai ) , sehingga kamu biarkan yang
lain terkatung- katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan
memelihara diri ( dari kecurangan ) , maka sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.17
Ayat di atas berbicara tentang ketidakmungkinan seorang suami berlaku adil
terhadap isteri- isterinya dalam poligami . Dalam kaitan dengan syarat kebolehan
poligami , yakni dapat berlaku adil, merupakan hal yang sangat subyektif . Seorang
suami boleh saja mengaku mampu berlaku adil, namun kenyataannya tidak berlaku
adil. Sebab mampu berlaku adil adalah sebuah sifat yang sangat sulit diwujudkan,
meskipun ia sangat menghendaki.
Keadilan merupaka ajaran sentral dalam Islam dan bersifat universal. Sifat
universal itu dapat dilihat dari keberadaan manusia di mana pun dan kapan pun yang
selalu mendambakan hadirnya keadilan.
16
Lihat M. Quraish Shihab, Wawasan Alquran ( cet . VI ; Bandung : Mizan, 1997), h. 200.
17
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahannya ( Jakarta : PT. Bumi Restu, 1978 ), h. 143.
10
yang dilakukan akan menyiksa dirinya, sebab rasa keadilan itu menurut penulis
melekat pada diri manusia .
Keadilan bukanlah satu- satunya tujuan hukum, tetapi juga kepastian hukum
dan kemanfaatan bagi seluruh umat manusia, namun keadilan merupakan hal yang
sangat diperlukan dalam hukum.
11
Untuk menyeimbangkan dan mengatasi konflik kepentingan dalam
masyarakat , maka hukum negara harus berhakekat kepada keadilan dan kekuatan
moral . Sebab tanpa adanya keadilan dan moralitas , maka hukum akan kehilangan
supremasi dan ciri independennya. Sebaliknya ide keadilan dan moralitas akan
penghargaan terhadap kemanusiaan hanya akan memiliki nilai dan manfaat jika
terwujud dalam hukum formal dan hukum materiil serta diterapkan dalam kehidupan
bermasyarakat. 18
Hukum dibuat untuk menciptakan keadilan, maka dari itu ,apapun yang
dijalani dalam hidup ini sudah sepantasnya harus sesuai dengan aturan hukum , baik
hukum yang dibuat oleh manusia maupun hukum yang dibuat oleh sang pencipta
alam raya ini, karena barang siapa yang berjalan sesuai dengan aturan hukum , maka
niscaya hidupnya akan selalu penuh dengan kedamaian , sebaliknya barang siapa
melanggar ketentuan hukum itu niscaya pasti akan mendapatkan ganjaran yang
setimpal atas perbuatannya itu.
18
Muhammad Erwin, Filsafat Hukum, op.cit.,h.238
12
melanggar keadilan berarti melanggar hukum- hukum ketetapan Allah dan
mempunyai dampak kehancuran dalam tatanan kehidupan masyarakat.
A. Simpulan
B. Saran
Penulis yakin bahwa apa yang terdapat dalam makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu, bagi yang membaca makalah ini baik Bapak
pengampu mata kuliah Filsafat Ilmu ( DR. M. Syamsuddin, SH., M.Hum. ), maupun
teman- teman agar dapat memberikan masukan maupun kritikan demi perbaikan
penulisan selanjutnya. Trima kasih
13
Wassalam
Penulis
14