Anda di halaman 1dari 14

KONSEP KEADILAN DALAM POLIGAMI ( PERSPEKTIF SYARIAT

DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM )

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Poligami merupakan salah satu pembicaraan bahkan menjadi perdebatan


dikalangan masyarakat . Hal ini disebabkan oleh karena konsep keadilan dalam
poligami masih berbeda pendapat dikalangan para pemikir Islam , terutama bagi
kaum perempuan beranggapan bahwa keadilan dalam poligami sangat susah
diterapkan bahkan perempuan yang menolak poligami mengatakan bahwa laki- laki
tidak akan pernah bisa berlaku adil, dan mendiskriminasikan salah satu pihak yakni
pihak perempuan.

Di antara ayat Alquran yang paling popular membicarakan tentang kasus


poligami adalah QS. Al- Nisa ayat 3 yang artinya sebagai berikut :

Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap ( hak- hak )
perempuan yang yatim ( bila kamu mengawininya ) , maka kawinilah wanita-
wanita ( lain ) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat . Kemudian jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil , maka ( kawinilah ) seorang saja,
atau budak- budak yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat kepada
tidak berbuat aniaya1
Surat al- Nisa ayat 3 turun setelah perang uhud, dimana banyak sekali
pejuang Muslim yang gugur , yang mengakibatkan banyak isteri yang menjadi janda
dan anak menjadi anak yatim. Dari persoalan tersebut, maka perkawinan poligami
adalah satu- satunya jalan untuk memecahkan persoalan tersebut. 2 Sebagai akibatnya

1
Departemen Agama RI, Al- Qur an Al- Karim dan Terjemahannya ( Semarang : CV . Toha Putra
Semarang, 1996 ), h.61.
2
Labib MZ, Rahasia Rasulullah Saw ( Gresik : Bintang Pelajar, 1986 ),h. 51

1
banyak perkawinan poligami dengan tujuan melindungi janda- janda dan anak yatim
yang terlantar.

Praktik poligami sebenarnya sudah ada jauh sebelum Islam datang , hal
tersebut memungkinkan terjadinya perkawinan dengan jumlah isteri yang sangat
banyak, bahkan membengkak hingga belasan. Saat Islam datang , turun aturan yang
membatasi maksimal empat orang saja dengan syarat yang sangat ketat yaitu laki-laki
harus berbuat adil.

Dalam tata hukum di Indonesia , persoalan poligami diatur dalam kompilasi


hukum Islam . Di dalamnya memuat berbagai syarat yang harus dipenuhi seorang
suami ketika hendak melakukan poligami, yaitu dalam pasal 55- 59. Dari syarat-
syarat yang ditetapkan dapat dilihat bahwa poligami bukanlah hal yang mudah karena
syaratnya yang sangat ketat. Walau begitu , praktik poligami di Indonesia tetap marak
terjadi, baik yang dilakukan secara terang- terangan maupun secara sembunyi-
sembunyi.

Memahami tentang keadilan secara teks memang tidak begitu sulit karena
terdapat beberapa perumusan sederhana yang dapat menjawab tentang pengertian
keadilan. Namun untuk memahami tentang makna keadilan tidaklah semudah
membaca teks pengertian keadilan yang diberikan oleh pakar, karena ketika berbicara
tentang makna keadilan berarti sudah bergerak dalam tataran filosofis yang perlu
perenungan secara mendalam sampai pada hakekat yang paling dalam, terutama
konsep keadilan dalam poligami.

B. Rumusan Dan Batasan Masalah

Berangkat dari latar belakang masalah di atas, maka dalam tulisan ini
permasalahan pokok yang akan dibahas adalah : Bagaimana Konsep Keadilan itu
dalam poligami ( Perspektif Syariat dan kompilasi hukum Islam ) ? Selanjutnya
pembahasan dirinci dan dibatasi pada beberapa sub masalah , yakni :

1. Apa itu keadilan ?

2
2. Bagaimana konsep keadilan dalam poligami perspektif syariat ?
3. Bagaimana konsep keadilan dalam poligami perspektif KHI ?
4. Mengapa keadilan itu diperlukan ?

BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Keadilan

Keadilan berasal dari kata adil yang berarti tidak berat sebelah , tidak
memihak, berpihak kepada yang benar,sepatutnya, tidak sewenang-wenang,berpihak
pada kebenaran3. Dari defenisi tersebut dapat dikatakan bahwa pengertian keadilan
adalah semua hal yang berkenaan dengan sikap dan tindakan dalam hubungan antar
manusia, keadilan berisi sebuah tuntutan agar orang memperlakukan sesamanya
sesuai dengan hak dan kewajibannya ,perlakuan tersebut tidak pandang bulu atau
pilih kasih , melainkan semua orang diperlakukan sama sesuai dengan hak dan
kewajibannya.

Ada dua rumusan tentang keadilan : pertama, pandangan yang mengatakan


bahwa keadilan adalah keserasian antara penggunaan hak dan pelaksanaan kewajiban
selaras dengan dalil neraca hukum yakni takaran hak dan kewajiban . Kedua ,
pandangan yang mengatakan bahwa keadilan itu adalah keserasian antara kepastian
hukum dan keseimbangan hukum4.

Berdasarkan dari pengertian dan dua pandangan di atas maka penulis


berpendapat bahwa keadilan adalah terjadinya keseimbangan, keserasian antara hak
dan kewajiban yang dapat menciptakan adanya kepastian hukum sehingga tidak ada
pihak yang merasa dirugikan, yang pada akhirnya semua pihak memperoleh
kemanfaatan karena merasa diperlakukan adil.

3
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia ( Jakarta : Balai Pustaka,2002, h.8
4
A.Ridwan Halim,Pengantar Ilmu Hukum Dalam Tanya Jawab (Jakarta:Galia Indonesia, 2005). h.
176.

3
Tidak seorang pun dapat memperoleh haknya tanpa ia melaksanakan
kewajibannya, baik sebelum maupun sesudahnya, demikian pula sebaliknya tidak
seorang pun yang dapat dibebankan kewajibannya tanpa ia memperoleh haknya ,baik
sebelum maupun sesudahnya. Misalnya setiap pemilik benda atau pemegang hak
milik atas suatu benda harus membayar pajak kekayaannya atas benda miliknya itu
dalam jumlah tertentu yang ditentukan menurut harga atau nilai bendanya tersebut.
Semakin mahal harga atau nilai benda tersebut , maka semakin mahal pula pajak yang
harus dibayar oleh pemiliknya dan demikian pula sebaliknya.Demikian pula halnya
upah seorang pegawai tentunya diselaraskan dengan berat ringan pekerjaanya5.

Hal tersebut di atas adalah keadilan dalam arti umum, karena keadilan dalam
arti umum adalah fair atau tidak fair .jika tidak fair itu berarti melanggar hukum,
karena keadilan dalam arti umum adalah terkait erat dengan kepatuhan
hukum.Sehingga ada yang berpandangan bahwa keadilan didasarkan pada ketentuan
hukum

Menurut penulis bahwa keadilan itu bukan hanya tergantung atau didasarkan
pada ketentuan hukum tetapi nilai dari hukum itu sendiri apakah dikategorikan adil
atau tidak adil. Nilai nilai inilah yang menjadi perdebatan tentang keadilan pada
suatu kasus hukum.

Menurut Murtadha Muthahhari mengemukakan bahwa konsep adil


mengandung empat hal yakni : pertama , adil bermakna keseimbangan dalam arti
suatu masyrakat yang ingin tetap bertahan dan mapan, maka masyarakat tersebut
harus berada dalam keadaan seimbang,dimana segala sesuatu yang ada di dalamnya
harus eksis dengan kadar semestinya dan bukan dengan kadar yang sama.Kedua , adil
adalah memelihara persamaan ketika hak memilikinya sama , sebab keadilan
mewajibkan persamaan seperti itu, dan mengharuskannya. Ketiga adil adalah

5
Ibid.,h.177

4
memelihara hak- hak individu dan memberikan hak kepada setiap orang yang berhak
menerimanya. Keempat adil adalah memelihara hak dan berlanjutnya eksistensi. 6

Melihat pendapat Murtadha Muthahhari, maka menurut penulis bahwa


keadilan itu memiliki pengertian dan jangkauan yang sangat luas, tdk hanya terbatas
pada dimensi kepatuhan hukum tetapi mencakup segala dimensi , termasuk dimensi
sosial yang harus dihormati di dalam hukum dan setiap individu diperintahkan untuk
menegakkann

Moral dan etika pada dasarnya berisi nilai- nilai yang baik dan yang tidak
baik. Nilai yang baik adalah pandangan dan cita- cita yang dijunjung tinggi. Di
dalamnya ada nilai kebenaran , keadilan, kesusilaan, dan berbagai nilai lainnya yang
dianggap baik. Pengertian baik, benar, adil, dan susila tersebut menurut takaran yang
dimiliki bangsa yang bersangkutan. Hukum yang baik harus berdasarkan kepada
semua itu. Hukum yang dibentuk tanpa memperhatikan moral bangsa akan sia- sia
untuk diterapkan .

Keadilan itu hendaklah dibarengi dengan nilai- nilai agama, karena agama
inilah yang dipakai manusia dalam menghidupkan hubungannya dengan kekuatan-
kekuatan di atas jangkauan manusia ,yaitu kekuatan yang gaib dan pada kekuatan-
kekuatan tersebutlah kepercayaan manusia menggantungkan harapannya.

Agama merupakan petunjuk bagi manusia untuk membedakan baik dan


buruk, benar dan salah,petunjuk itu berasal dari Tuhan yang dapat dibuktikan
keberadaanya melalui etika, logika dan estetika.

Keadilan menurut Plato adalah adanya keseimbangan antara logika,


perasaan dan nafsu, karena menurut Plato bahwa jiwa manusia itu terdiri dari tiga
unsur tersebut sehingga akal budinya dapat mengetahui yang baik dan yang buruk,
yang kemudian dihubungkannya dalam kehidupan negara.Seperti halnya dengan jiwa
manusia Negara pun harus diatur secara seimbang menurut bagian- bagiannya supaya

6
Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi ; Azan Pandangan Dunia Islam( Bandung :Mizan,1995).,h.53-
58

5
adil, yaitu kelas orang- orang yang mempunyai kebijaksanaan ( kelas filsuf ), kelas
untuk orang- orang yang mempunyai keberanian ( kelas tentara ), dan kelas para
tukang dan petani ( yang memiliki pengendalian diri ). Menurut Plato keadilan
adalah jika setiap kelas atau golongan tersebut berbuat sesuai dengan tempatnya dan
tugas- tugasnya .7 Plato memandang bahwa keadilan itu dapat tercipta manakala
terjadi hubungan yang harmonis dengan berbagai organisme sosial.

Keadilan menurut Aristoteles adalah keadilan distributif dan keadilan


korektif. Keadilan distributif adalah keadilan yang memberikan kepada masing-
masing apa yang menjadi haknya . Di sini ditekankan bukan asas kesamaan/
kesetaraan , melainkan yang ditekankan adalah asas proporsionalitas atau
kesebandingan berdasarkan kecakapan , jasa dan kebutuhan . Keadilan distributif
adalah keadilan menyangkut soal pembagian masing- masing orang sesuai dengan
tempatnya dalam masyarakat. Sedangkan keadilan korektif adalah keadilan yang
memberikan ukuran untuk menjalankan hukum sehari- hari. Dalam menjalankan
hukum sehari- hari harus ada standar yang umum guna memulihkan konsekuensi dari
suatu tindakan yang dilakukan orang dalam hubungannya satu sama lain. Keadilan
korektif berupaya memberikan kompensasi yang memadai bagi pihak yang dirugikan
, jika suatu kejahatan telah dilakukan maka hukuman yang sepantasnya perlu
diberikan kepada si pelaku.8

Aristoteles membuat pembedaan penting antara kesamaan numerik dan


kesamaan proporsional. Kesamaan numerik mempersamakan tiap manusia sebagai
satu unit, sehingga inilah yang biasa di sebut dengan kesamaan tiap manusia di depan
hukum . Sedangkan kesamaan proporsional adalah memberi kepada tiap orang apa
yang menjadi haknya, sesuai dengan kemampuannya , prestasinya dan sebagainya.

Lain halnya dengan Hans Kelsen, menurutnya bahwa keadilan itu adalah
adanya kecocokan dengan hukum positif, terutama kecocokan dengan undang-

7
Muhammad Erwin, Filsafat Hukum, op.cit., h.222
8
Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis, cet. IV ( Bandung: Nusa Media , 2014
),h. 24-25.

6
undang.9Jadi menurut Kelsen bahwa yang bertentangan dengan undang- undang
adalah bukan keadilan.

Pada abad pertengahan ( masa scholastic ) Thomas Aquinas membedakan


keadilan itu dengan keadilan umum dan keadilan khusus, menurut Thomas Aquinas
bahwa keadilan umum adalah keadilan menurut kehendak undang undang
berdasarkan kepentingan umum , sedangkan keadilan khusus dibagi menjadi tiga
bagian yakni :

1. Keadilan distributif : yaitu keadilan yang memberikan kepada setiap orang


didasarkan atas jasa- jasanya atau pembagian menurut haknya masing- masing
, sehingga pengertian keadilan di sini bukan persamaan melainkan
perbandingan
2. Keadilan Komutatif : yakni keadilan yang diterima oleh masing- masing
anggota tanpa memperdulikan jasa masing- masing, jadi keadilan disini
adalah persamaan, bukan perbandingan.
3. Keadilan Vindikatif : yakni keadilan yang menjatuhkan hukuman sesuai
dengan tindak pidana yang dilakukan atau kerugian yang dilakukan.10

Dari ketiga uraian pendapat para filsof di atas, baik Plato, Aristoteles dan
Thomas Aquinas, penulis melihat bahwa keadilan dalam perspektif Filsafat hukum
adalah keadilan yang mengandung nilai- nilai moral ,untuk kepentingan umum, yang
tentu saja di awali dengan etika dan prilaku yang baik terhadap sesama.

Penganut Utilitarianisme juga memberikan pandangan tentang keadilan .


Pengertian keadilan dalam Utilitarianisme adalah keadilan dalam arti luas , bukan
untuk perorangan atau sekedar pendistribusian barang seperti pendapat Aristoteles,
ukuran satu- satunya untuk mengukur sesuatu adil atau tidak adalah seberapa besar
dampaknya bagi kesejahteraan manusia( humam welfare ) . Kesejahteraan individual
dapat saja dikorbankan untuk manfaat lebih besar bagi kelompok yang lebih besar (
9
Hans Kelsen, Pengantar Teori Hukum, ( Bandung: Nusa Media, 2009 ), h. 48.
10
E. Sumaryono, Etika Hukum Relevansi Teori Hukum Kodrat Thomas Aquinas ( Yogyakarta :
Kanisius, 2002 ) ,h. 160

7
general welfare ) . Apa yang dianggap bermanfaat atau tidak bermanfaat adalah
diukur dari kacamata ekonomi.11

John Rawls berpendapat bahwa keadilan itu perlu adanya keseimbangan


antara kepentingan pribadi dan kepentingan bersama. Bagaimana ukuran dari
keseimbangan itu harus diberikan, itulah yang disebut dengan keadilan . Keadilan
merupakan nilai yang tidak bisa ditawar- tawar karena hanya dengan keadilanlah ada
jaminan stabilitas hidup manusia. Agar tidak terjadi benturan antara kepentingan
pribadi dan kepentingan bersama, maka perlu ada aturan- aturan. Di sinilah
diperlukan hukum sebagai wasitnya. Pada masyarakat yang telah maju , hukum baru
akan ditaati apabila ia mampu meletakkan prinsip- prinsip keadilan.12

John Rawls mengatakan bahwa teori keadilan yang memadai harus dibentuk
dengan pendekatan kontrak , di mana prinsip- prinsip keadilan yang dipilih sebagai
pegangan bersama merupakan hasil kesepakatan bersama dari semua person yang
bebas , rasional dan sederajat. Hanya melalui pendekatan kontrak inilah sebuah teori
keadilan mampu menjamin pelaksanaan hak dan sekaligus mendistribusikan
kewajiban secara adil bagi semua orang .Singkatnya menurut Rawls bahwa keadilan
adalah yang mampu mengakomodasi sebuah kerjasama sosial yang pada saatnya
akan mendukung terbentuknya suatu masyarakat yang tertib dan teratur.13

Kelihatannya Rawls melihat bahwa keadilan itu dapat terealisasi apabila


hubungan sosial masyarakat terjalin dengan baik dan tidak ada benturan antara satu
dengan yang lainnya. Keadilan itu dimaknai sebagai tindakan pemenuhan
kebahagiaan diri sendiri dan orang lain .

Penulis berpendapat bahwa keadilan itu sesungguhnya merupakan perpaduan


yang harmonis antara hukum dan moralitas karena hukum itu tidak bertujuan untuk
menghancurkan kebebasan individu, tetapi hanya mengontrol kebebasan individu itu
demi mencari harmonisasi dalam masyarakat . Keadilan dalam filsafat hukum
11
Darji Darmodiharjo, op.cit., h. 160.
12
Ibid.,h. 161-162
13
Muhammad Erwin, Filsafat Hukum, Op.cit. h. 231

8
memiliki peran dalam mendamaikan kepentingan pribadi dan kepentingan kolektif.
Individu diberi hak untuk mengembangkan hak pribadinya dengan syarat tidak
mengganggu kepentingan orang banyak.. Dengan demikian keadilan itu merupakan
prinsip dasar yang wajib dipegang teguh oleh setiap manusia.

Keadilan dalam hukum formal dan hukum materiil tersebut sebenarnya


merupakan suatu keadaan tentang adanya keseimbangan dan keselarasan yang
membawa ketentraman di dalam hati orang, yang apabila diganggu akan
mengakibatkan kegoncangan . Orang- orang tidak akan bertahan lama menghadapi
sebuah tatanan yang menurut mereka tidak adil atau tidak sesuai dan tidak masuk
akal.Pemerintah yang akan mempertahankan aturan semacam itu akan terjerat dalam
kesulitan- kesulitan serius dalam pelaksanaannya. Artinya bahwa sebuah tatanan yang
tidak berakar pada keadilan sama artinya bersandar pada landasan yang tidak aman
dan berbahaya.14

B. Konsep Keadilan Dalam Poligami Perspektif Syariah

Ketika manusia sepakat atas eksistensi keadilan , maka keadilan tersebut


harus mewarnai perilaku dan kehidupan manusia dalam hubungan dengan Tuhannya,
dengan sesama individu, dengan masyarakat, dengan pemerintah, dengan alam dan
dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Keadilan harus terwujud di semua lini
kehidupan, dan setiap produk manusia haruslah mengandung nilai- nilai keadilan,
karena sejatinya perilaku dan produk yang tidak adil akan melahirkan
ketidakseimbangan, ketidakserasian yang menyebabkan kerusakan di muka bumi
ini.15 Demikian pula dalam poligami, sekalipun Islam memberikan kebolehan untuk
berpoligami akan tetapi keadilan merupakan hal yang sangat esensial .

Menurut Quraish Shihab, bahwa surah al- Nisa: 3 menjadi dasar bolehnya
melakukan poligami, namun demikian ayat ini tidak membuat satu peraturan tentang
poligami karena poligami telah dikenal dan dilaksanakan oleh syariat agama dan
14
Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum : Sejarah,Aliran Dan Pemaknaan ( Yogyakarta : Gadja
Mada University Press, 2006, h. 57 ).
15
Sukarno Aburaera, loc. cit.

9
adat istiadat sebelum Islam. Ayat ini juga tidak mewajibkan poligami atau
menganjurkannya. Ia hanya berbicara tentang bolehnya poligami , itu pun merupakan
pintu darurat kecil, yang hanya dilalui saat amat diperlukan dan dengan syarat yang
tidak ringan16.

Sulitnya melakukan keadilan dalam poligami telah digambarkan pula dalam


Surah al- Nisa : 129, yang artinya :

Dan kamu sekali- kali tidak dapat berlaku adil di antara isteri- isteri ( mu ),
walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu
terlalu cenderung ( kepada yang kamu cintai ) , sehingga kamu biarkan yang
lain terkatung- katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan
memelihara diri ( dari kecurangan ) , maka sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.17
Ayat di atas berbicara tentang ketidakmungkinan seorang suami berlaku adil
terhadap isteri- isterinya dalam poligami . Dalam kaitan dengan syarat kebolehan
poligami , yakni dapat berlaku adil, merupakan hal yang sangat subyektif . Seorang
suami boleh saja mengaku mampu berlaku adil, namun kenyataannya tidak berlaku
adil. Sebab mampu berlaku adil adalah sebuah sifat yang sangat sulit diwujudkan,
meskipun ia sangat menghendaki.

Keadilan merupaka ajaran sentral dalam Islam dan bersifat universal. Sifat
universal itu dapat dilihat dari keberadaan manusia di mana pun dan kapan pun yang
selalu mendambakan hadirnya keadilan.

Dalam kehidupan berpoligami , semua isteri menginginkan diperlakukan adil,


baik lahir maupun bathin karena jika ada keadilan maka disitu ada kepuasan,
sebaliknya dimana terjadi ketidakadilan maka disitulah terjadi kegelisahan. Seorang
suami yang dengan sengaja melakukan ketidakadilan atau kesewenangan dalam
memperlakukan isteri , maka dengan sendirinya suami itu akan menimbulkan
kegelisahan dalam dirinya sendiri, walaupun kelihatan tidak gelisah, tetapi kezaliman

16
Lihat M. Quraish Shihab, Wawasan Alquran ( cet . VI ; Bandung : Mizan, 1997), h. 200.
17
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahannya ( Jakarta : PT. Bumi Restu, 1978 ), h. 143.

10
yang dilakukan akan menyiksa dirinya, sebab rasa keadilan itu menurut penulis
melekat pada diri manusia .

Dalam diri manusia , terdapat potensi ruhaniah yang membisikan perasaan


keadilan sebagai sesuatu yang benar dan harus ditegakkan . Penyimpangan terhadap
keadilan menodai esensi kemanusiaan . Karena itu, Islam yang bermisi utama
rahmatan lil al- alamin , pembawa rahmat bagi seluruh alam , menempatkan
keadilan sebagai sesuatu yang yang asasi.

Bangsa Indonesia misalnya dikenal sebagai negara yang merdeka, beradab


dan bermartabat. Merdeka, beradab dan bermartabat di sini berarti dalam penegakan
hukum wajib berpihak pada keadilan untuk semua warga masyarakat tanpa pandang
bulu, sebab apabila penegak hukum dapat mengaplikasikan nilai keadilan maka akan
menghasilkan rasa kepuasan, baik kepuasan untuk dirinya sendiri maupun untuk
orang lain. Oleh karena itu dibutuhkan para penegak hukum yang bertanggung
jawab, baik dengan suara hatinya , masyarakat dan kepada Tuhan. Dengan sikap yang
bertanggung jawab maka tidak sulit bagi hukum untuk memberi keadilan, kepantasan
dan kemanfaatan.

Keadilan bukanlah satu- satunya tujuan hukum, tetapi juga kepastian hukum
dan kemanfaatan bagi seluruh umat manusia, namun keadilan merupakan hal yang
sangat diperlukan dalam hukum.

Perlunya menegakan keadilan merupakan tugas hukum atau merupakan


kegunaan hukum. Keadilan yang menjadi tugas hukum merupakan hasil penyerasian
atau keserasian antara kepastian hukum dengan kesebandingan hukum. Secara ideal
kepastian hukum merupakan pencerminan azas tidak merugikan orang lain,
sedangkan kesebandingan hukum merupakan pencerminan azas bertindak sebanding.
Oleh karena keserasian antara kepastian hukum dengan kesebandingan hukum
merupakan inti penegakan hukum, maka penegakan hukum sesungguhnya
dipengaruhi oleh struktur dan individu- individunya.

11
Untuk menyeimbangkan dan mengatasi konflik kepentingan dalam
masyarakat , maka hukum negara harus berhakekat kepada keadilan dan kekuatan
moral . Sebab tanpa adanya keadilan dan moralitas , maka hukum akan kehilangan
supremasi dan ciri independennya. Sebaliknya ide keadilan dan moralitas akan
penghargaan terhadap kemanusiaan hanya akan memiliki nilai dan manfaat jika
terwujud dalam hukum formal dan hukum materiil serta diterapkan dalam kehidupan
bermasyarakat. 18

Masyarakat yang adil , adalah di mana hukum dijadikan panglima dalam


kehidupan sehari- hari , sehingga keadilan selalu berada di dalamnya, karena sesuatu
yang tidak dapat disangkal adalah adanya hubungan antara hukum dan keadilan.
Untuk menegakkan keadilan perlu adanya hukum yang bebas dari unsur- unsur
negatif ( kekuasaan yang otoriter, dan lain- lain ).

Keadilan dalam filsafat hukum mengajarkan kepada seluruh umat manusia


agar memenuhi janji, tugas dan amanat yang dipikulnya, melindungi yang lemah dan
kekurangan, merasakan solidaritas secara konkrit dengan sesama warga masyarakat,
jujur dalam bersikap dan sebagainya. Hukum senantiasa berupaya keras menjadikan
semua orang dihadapannya memiliki kesamaan dalam hak- hak dan kewajiban secara
umum , karena hukum tidak dapat berdiri dan berjalan tanpa adanya keadilan.

Hukum dibuat untuk menciptakan keadilan, maka dari itu ,apapun yang
dijalani dalam hidup ini sudah sepantasnya harus sesuai dengan aturan hukum , baik
hukum yang dibuat oleh manusia maupun hukum yang dibuat oleh sang pencipta
alam raya ini, karena barang siapa yang berjalan sesuai dengan aturan hukum , maka
niscaya hidupnya akan selalu penuh dengan kedamaian , sebaliknya barang siapa
melanggar ketentuan hukum itu niscaya pasti akan mendapatkan ganjaran yang
setimpal atas perbuatannya itu.

Demikian pula dalam Islam , keadilan merupakan sesuatu yang sangat


penting, oleh karena keadilan merupakan ketetapan dari Allah Swt., oleh karena itu

18
Muhammad Erwin, Filsafat Hukum, op.cit.,h.238

12
melanggar keadilan berarti melanggar hukum- hukum ketetapan Allah dan
mempunyai dampak kehancuran dalam tatanan kehidupan masyarakat.

C. POLIGAMI DALAM PERSPEKTIF KOMPILASI HUKUM ISLAM

BAB III PENUTUP

A. Simpulan

1. Keadilan adalah terjadinya keseimbangan , keserasian antara hak dan


kewajiban yang dapat menciptakan adanya kepastian hukum sehingga
tidak ada pihak yang merasa dirugikan , yang pada akhirnya semua pihak
memperoleh kemanfaatan.
2. Keadilan dalam perspektif filsafat hukum adalah keadilan yang
mengandung nilai- nilai moral untuk kepentingan umum yang melahirkan
suatu peraturan hukum, karena dalam filsafat hukum terkandung asas-
asas kesamaan hak dan kewajiban dalam menegakkan keadilan.
3. Keadilan merupakan salah satu tujuan hukum yang sangat dibutuhkan
oleh semua umat manusia, tanpa adanya keadilan maka hukum akan
kehilangan supremasi dan ciri independennya.

B. Saran

Penulis yakin bahwa apa yang terdapat dalam makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu, bagi yang membaca makalah ini baik Bapak
pengampu mata kuliah Filsafat Ilmu ( DR. M. Syamsuddin, SH., M.Hum. ), maupun
teman- teman agar dapat memberikan masukan maupun kritikan demi perbaikan
penulisan selanjutnya. Trima kasih

13
Wassalam

Penulis

14

Anda mungkin juga menyukai