DOSEN PENGAMPU:
DISUSUN OLEH:
1. WIJI (A1A119014)
2. MEGA PUTRI AULIA (A1A119015)
3. MEGA YANTI (A1A119065)
4. DENIA BR TARIGAN (A1A119081)
UNIVERSITAS JAMBI
2021
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF” Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan
makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak.
Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan karya tulis ini. Penulis
menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari
materi maupun cara penulisannya.
Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan
yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati
dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran, serta usul guna penyempurnaan karya tulis
ini. Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Penulis
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Berbicara mengenai proses belajar dan pembelajaran tentu tidak akan pernah ada
habisnya. Bagaimana pun proses belajar akan terjadi secara kontinu dari masa ke masa.
Proses belajar mengajar yang tidak bisa dianggap gampang nyatanya memerlukan
komponen-komponen yang saling terkait di dalamnya. seperti interaksi antara guru dan
murid, sarana prasarana, administrasi, dan yang tidak kalah penting adalah model
pembelajaran. Lestari (2012:3) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah bentuk
pembelajaran yang menggambarkan proses pembelajaran dari awal sampai akhir yang
disajikan secara khas oleh guru di kelas. Dalam model pembelajaran terdapat pendekatan dan
metode yang diterapkan. Melalui model pembelajaran guru dapat membantu peserta didik
dalam mendapatkan informasi, ide, ketrampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide.
Model pembelajaran merupakan landasan aspek penting dalam keberhasilan pembelajaran.
Kekurangaktifan siswa yang terlibat dalam proses pembelajaran dapat terjadi karena
model pembelajaran yang digunakan kurang melibatkan siswa secara langsung. Pembelajaran
di kelas masih banyak didominasi oleh guru sehingga kurang membangun persepsi, minat
dan sikap siswa yang lebih baik (Uyun, 2009:10). Model pembelajaran yang digunakan guru
sangat berpengaruh dalam menciptakan situasi belajar yang benar-benar menyenangkan dan
mendukung kelancaran proses belajar mengajar, serta sangat membantu dalam pencapaian
prestasi belajar yang memuaskan. Banyaknya tawaran metode pembelajaran yang beredar
kini membuat guru sulit menentukan metode pembelajaran seperti apakah yang layak
diimplementasikan dalam pembelajarannya. Seperti dalam makalah ini yang akan membahas
tentang strategi pembelajaran kooperatif, di dalam pembelajaran kooperatif ini pun akan ada
macam-macam pembagian metode pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif, salah
satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Cooperative
learning merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil
yang tingkat kemampuannya berbeda.
1.2.Rumusan Masalah
3
1.3.Tujuan
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
pembelajaran kooperatif berbeda dengan struktur tugas, struktur tujuan serta struktur
penghargaan model pembelajaran yang lain.
Menurut Nur (2000), prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
1. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang
dikerjakan dalam kelompoknya.
2. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota.
3. kelompok mempunyai tujuan yang sama.
4. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang
sama diantara anggota kelompoknya.
5. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.
6. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan
keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
7. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan secara
individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
6
1.3.Teori-Teori Pendukung Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif memiliki basis pada teori psikologi kognitif dan teori
pembelajaran sosial (Arends, 1997). Fokus pembelajaran kooperatif tidak saja tertumpu pada
apa yang dilakukan peserta didik tetapi juga pada apa yang dipikirkan peserta didik selama
aktivitas belajar berlangsung. Informasi yang ada pada kurikulum tidak ditransfer begitu saja
oleh guru kepada peserta didik, tetapi peserta didik difasilitasi dan dimotivasi untuk
berinteraksi dengan peserta didik lain dalam kelompok, dengan guru dan dengan bahan ajar
secara optimal agar ia mampu mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Dari uraian di atas
nampak bahwa guru bukanlah sebagai pusat pembelajaran, sumber utama pembelajaran,
serta pentransfer pengetahuan sebagaimana terjadi pada pembelajaran konvensional. Pusat
pembelajaran telah bergeser dari guru ke peserta didik. Dalam model pembelajaran
kooperatif, guru berperan sebagai fasilitator, penyedia sumber belajar bagi peserta didik,
pembimbing peserta didik dalam belajar 4 kelompok, pemberi motivasi peserta didik dalam
memecahkan masalah, dan sebagai pelatih peserta didik agar memiliki ketrampilan
kooperatif.
Teori yang menjadi pendukung model pembelajaran kooperatif ini adalah:
a) Teori Psikologi Kognitif-Konstruktivistik (Piaget dan Vygotsky)
b) Teori Psikologi Sosial (Dewey, Thelan, Allport, dan Lewin).
a. Teori Piaget
Piaget (dalam Slavin, 2000) memandang bahwa setiap anak memiliki rasa
ingin tahu bawaan yang mendorongnya untuk berinteraksi dengan
lingkungannya. Baik lingkungan fisik maupun sosialnya. Piaget meyakini
bahwa pengalaman secara fisik dan pemanipulasian lingkungan akan
7
mengembangkan kemampuannya. Ia juga mempercayai bahwa interaksi sosial
dengan teman sebaya, khususnya dalam mengemukakan ide dan berdiskusi
akan membantunya memperjelas hasil pemikirannya dan menjadikan hasil
pemikirannya lebih logis.(Slavin, 2000). Melalui pertukaran ide dengan teman
lain, seorang anak yang sebelumnya memiliki pemikiran subyektif terhadap
sesuatu yang diamati akan merubah pemikirannya menjadi obyektif Aktivitas
berpikir anak seperti itu terorganisasi dalam suatu struktur kognitif (mental)
yang disebut dengan "scheme" atau pola berpikir (patterns of behavior or
thinking).
Berkaitan dengan pandangan Piaget dalam hal pembelajaran,
Duckworth (Slavin, 1995) mengemukakan bahwa pedagogi yang balk harus
melibatkan anak pada situasi di mana anak mandiri melakukan percobaan,
dalarn arti anak mencoba segala sesuatu untuk melihat apa yang terjadi,
memanipulasi tandatanda, memanipulasi simbol, mengajukan pertanyaan dan
menemukan sendiri jawabannya, mencocokkan apa yang la temukan dan
membandingkan temuannya dengan anak lain.
b. Teori Vygotsky
Lev Semionovich Vygotsky, seorang ahli psikologi Rusia memiliki kesamaan
dengan Piaget (ahli psikologi dan biologi dari Switzerland) dalam memandang
perkembangan kognitif anak Vygotsky memandang bahwa akuisisi "system
isyarat" (sign system) terjadi dalam sekuen tahapan yang invarian untuk setiap
anak sebagaimana disampaikan oleh Piaget. Namun, Vygotsky berbeda dalam
memandang "pemicu" perkembangan kognitif anak. Ia meyakini bahwa
perkembangan kognitif anak terkait sangat kuat dengan masukan dari orang
lain. Vygotsky mendasarkan karyanya pada dua ide utama. Pertama,
perkembangan intelektual dapat dipahami hanya bila ditinjau dari konteks
pengalaman historis dan budaya anak. Kedua, perkembangan bergantung pada
sistem-sistem isyarat (sign system) di mana ia tumbuh. Sistem isyarat
mengacu kepada simbol-simbol yang diciptakan oleh budaya untuk membantu
orang bertikir, berkomunikasi dan memecahkan masalah. Teori Vygotsky di
8
atas mempunyai dua implikasi utama dalam pembelajaran, yaitu, perlunya
pengelola pembelajaran secara kooperatif dengan pengelompokkan peserta
didik secara heterogen dari sisi kemampuan 5 akademik, dan kedua,
pendekatan pembelajaran yang menekankan pentingnya scaffolding, dengan
menekankan pentingnya tanggung jawab peserta didik pada tugas belajarnya.
(Slavin, 2000). Vygotsky menekankan pentingnya peranan lingkungan
kebudayaan dan interaksi sosial dalam perkembangan sifat-sifat dan tipe-tipe
manusia. Menurut Vygotsky (Slavin, 2000), peserta didik belajar melalui
interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu. Interaksi
sosial ini memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan
intelektual peserta didik. Pada setting kooperatif, peserta didik dihadapkan
pada proses berpikir teman sebaya mereka. Tutorial oleh teman yang lebih
kompeten akan sangat efektif dalam mendorong petrtumbuhan daerah
perkembangan proximal (Zone of Proximal Development) anak.
Vygotsky yakin bahwa tujuan belajar akan tercapai jika anak belajar
menyelesaikan tugas-tugas yang belum dipelajari tetapi tugas-tugas tersebut
masih berada dalam daerah perkembangan terdekat mereka. Daerah
perkembangan terdekat adalah tingkat perkembangan sedikit di atas tingkat
perkembangan orang saat ini. Zone of Proximal Development (ZPD) adalah
jarak antara tingkat perkembangan aktual, yang ditentukan melalui
penyelesaian masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial
anak, yang ditentukan melalui pemecahan masalah dengan bimbingan
(scaffolding) orang dewasa atau teman sebaya. Menurut Vygotsky, pada saat
peserta didik bekerja didalam daerah perkembangan terdekat mereka, tugas-
tugas yang tidak dapat mereka selesaikan sendiri akan dapat mereka
selesaikan dengan bimbingan (scaffolding) orang dewasa atau teman sebaya.
9
2. Teori Psikologi Sosial
10
bekerjasama dan berperan aktif dalam kelompok; 3) dalam seting tersebut,
mereka secara resmi menyetujui adanya kerjasama (Arends, 1997).
11
anggotanya berinteraksi dan kemudian saling merefleksikan pengalaman-
pengalamannya. (Johnson & Johnson, 2000).
12
bersama-sama dalam kelompok. Pemahaman dan konsepsi guru terhadap siswa
secara individual sangat menentukan kebersamaan dari kelompok yang dibentuk
oleh guru dalam proses pembelajaran.
3. Dalam melakukan kegiatan observasi terhadap siswa, guru mengarahkan dan
membimbing siswa, baik secara individual maupun kelompok, dalam pemahaman
materi maupun mengenai sikap dan perilaku siswa selama berlangsungnya proses
pembelajaran.
4. Langkah selanjutnya adalah guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mempersentasekan hasil kerjanya. Guru juga memberikan penekanan terhadap
nilai, sikap, dan perilaku sosial yang dikembangkan dan dilatih oleh para siswa
dalam kelas.
Ibrahim (2000: 10) mengemukakan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif
yang terdiri atas 6 langkah, yaitu:
• Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.
• Menyajikan informasi
• Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar.
• Membimbing kelompok bekerja dan belajar.
• Evaluasi
• Memberikan penghargaan
13
maka hal itu dapat mempengaruhi kualitas pelaksanaan pembelajaran kooperatif khususnya
berkaitan dengan rendahnya kerjasama dalam kelompok
14
Suprijono (2015) memaparkan sintak, langkah, atau penerapan model pembelajaran
kooperatif terdiri dari enam fase sebagai berikut.
Present
2. information (Menyajikan Mempresentasikan informasi kepada siswa secara verbal
informasi)
15
No. Fase Kegiatan
Provide
recognition (Memberikan Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi
6.
pengakuan atau individu maupun kelompok
penghargaan)
16
pada masalah sulit terutama jika mempelajari sejarah.Dalam belajar berkelompok,
seringkali dapat memecahkan soal yang sebelumnya tidak bisa diselesaikan
sendiri.Ide teman dapat dicoba dalam menyelesaikan soal latihan. Jika ada lima
orang dalam kelompok itu, tentu ada lima kepala yang mempunyai tingkat
pengetahuan dan kreativitas yang berbeda. Pada saat membahas suatu masalah
bersama akan ada ide yang saling melengkapi.
Kesempatan melakukan resitasi oral
Kerja kekompok, sering anggota kelompok harus berdiskusi dan menjelaskan
suatu teori kepada teman belajar.Inilah saat yang baik untuk resitasi.Akan
dijelaskan suatu teori dengan bahasa sendiri. Belajar mengekspresikan apa yang
diketahui, apa yang ada dalam pikiran ke dalam bentuk kata-kata yang diucapkan.
Melalui kerja kelompok akan dapat membantu timbulnya asosiasi dengan
peristiwa lain yang mudah diingat. Misalnya, jika ketidaksepakatan terjadi di
antara kelompok, maka perdebatan sengit tak terhindarkan. Setelah perdebatan
ini, biasanya akan mudah mengingat apa yang dibicarakan dibandingkan
masalah lain yang lewat begitu saja. Karena dari peristiwa ini, ada telinga yang
mendengar, mulut yang berbicara, emosi yang turut campur dan tangan yang
menulis.Semuanya sama-sama mengingat di kepala.Jika membaca sendirian,
hanya rekaman dari mata yang sampai ke otak, tentu ini dapat kurang kuat.
17
d. Saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang, hal ini mengakibatkan siswa
yang lain menjadi pasif.
Slavin (Miftahul, 2011: 68) mengidentifikasi tiga kendala utama atau apa yang disebutnya
pitfalls (lubang-lubang perangkap) terkait dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut.
a. Free Rider
Jika tidak dirancang dengan baik, pembelajaran kooperatif justru berdampak pada
munculnya free rider atau “pengendara bebas”. Yang dimaksud free rider disini
adalah beberapa siswa yang tidak bertanggungjawab secara personal pada tugas
kelompoknya mereka hanya “mengekor” saja apa yang dilakukan oleh teman-teman
satu kelompoknya yang lain. Free rider ini sering kali muncul ketika kelompok-
kelompok kooperatif ditugaskan untuk menangani atu lembar kerja, satu proyek, atau
satu laporan tertentu. Untuk tugas-tugas seperti ini, sering kali ada satu atau beberapa
anggota yang mengerjakan hampir semua pekerjaan kelompoknya, sementara sebagian
anggota yang lain justru “bebas berkendara”, berkeliaran kemana-mana.
b. Diffusion of responsibility
Yang dimaksud dengan diffusion of responsibility (penyebarantanggung jawab) ini
adalah suatu kondisi di mana beberapa anggota yangdianggap tidak mampu cenderung
diabaikan oleh anggota-anggota lain yang“lebih mampu”. Misalnya, jika siswa
ditugaskan untuk mengerjakan tugasIPA, beberapa anggota yang dipersepsikan tidak
mampu menghafal ataumemahami materi tersebut dengan baik sering kali tidak
dihiraukan olehteman-temannya yang lain. Siswa yang memiliki skill IPA yang baik
punterkadang malas mengajarkan keterampilannya pada teman-temannya yangkurang
mahir di bidang IPA. Hal ini hanya membuang-buang waktu danenergi saja.
c. Learning a Part of Task Specialization
Beberapa model pembelajaran tertentu, seperti Jigsaw, GroupInvestigation, dan
metode-metode lain yang terkait, setiap kelompokditugaskan untuk mempelajari atau
mengerjakan bagian materi yang berbedaantarsatu sama lain. Pembagian semacam ini
sering kali membuat siswahanya fokus pada bagian materi lain yanng dikerjakan oleh
kelompok lainhampir tidak dihiraukan sama sekali, padahal semua materi tersebut
salingberkaitan satu sama lain.
18
Slavin (Miftahul,2011: 69) mengemukakan bahwa ketiga kendala inibisa diatasi jika guru
mampu melakukan beberapa faktor sebagai berikut:
19
Sementara itu, Suprijono (2015, hlm. 108-121) mengemukakan bahwa beberapa metode
pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
• Jigsaw
• Think-Pair-Share
• Numbered Heads Together
• Group Investigation
• Two Stay Two Stray
• Make a Match
• Listening Team
• Inside-Outside Circle
• Bamboo Dancing
• Point-Counter-Point
• The Power of Two
• Listening Team
20
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang
mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai
tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan
anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan
jender.
Fokus pembelajaran kooperatif tidak saja tertumpu pada apa yang dilakukan peserta didik
tetapi juga pada apa yang dipikirkan peserta didik selama aktivitas belajar berlangsung.
Informasi yang ada pada kurikulum tidak ditransfer begitu saja oleh guru kepada peserta didik,
tetapi peserta didik difasilitasi dan dimotivasi untuk berinteraksi dengan peserta didik lain dalam
kelompok, dengan guru dan dengan bahan ajar secara optimal agar ia mampu mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri.
21
DAFTAR PUSTAKA
https://serupa.id/model-pembelajaran-kooperatif-cooperative-learning/
https://www.apologiku.com/2019/03/makalah-model-pembelajaran-kooperatif.html
Huda, Miftahul. (2015). Model-model Pengajaran dan Pembelajaran: Isu-Isu Metodis dan
Paradigmatis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sri Wardhani. (2006). Contoh Silabus dan RPP Matematika SMP. Yogyakarta: PPPG
Matematika.
Tim PPPG Matematika. (2003). Beberapa Teknik, Model dan Strategi Dalam Pembelajaran
Matematika. Bahan Ajar Diklat di PPPG Matematika, Yogyakarta: PPPG Matematika.
22