Anda di halaman 1dari 12

Al Islam 1

Disusun Untuk memenuhi tugas mata kuliah : Al Islam

Di susun oleh:
ADAM NUR WICAKSONO : 230402071
AISYAH BUNGA RAMADHANA : 230402141
ANNISA SUCI SALSABILA : 230402156
BIMA DARMA AJI : 230402136

PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI


FAKULTAS ILMU KOMPUTER
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU
2023/202
KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Al- Islam 1”

Makalah ini dibuat untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Al-Islam, Ibu Tika Elmida S.Pd.,
seorang dosen Universitas Muhammadiyah Riau. Kami juga mengucapkan terima kasih atas
segala bimbingannya untuk menyelesaikannya.

Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis menghadapi banyak kendala, namun dengan
bantuan banyak pihak, semua permasalahan tersebut dapat teratasi.

Walaupun makalah ini memiliki banyak kekurangan dalam penyusunan dan penjelasannya,
penulis berharap dapat dijadikan sebagai acuan bagi pembaca untuk memahami materi “Al-
Islam 1” ini dengan mudah.
Riau , 1 Oktober 2023

Penulis

Adam Nur Wicaksono


PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam, sebagai agama yang mencakup seluruh aspek kehidupan, bukan hanya sekadar
keyakinan spiritual, tetapi juga sebuah cara hidup yang komprehensif. Pilar-pilar utama
dalam memandang Islam sebagai "way of life" mencakup pemahaman yang mendalam
terhadap Al-Quran sebagai sumber utama hukum, serta konsep ijtihad yang menjadi jembatan
antara petunjuk ilahi dan realitas kehidupan sehari-hari umat Islam.

Islam bukan hanya sekedar serangkaian ritual keagamaan, melainkan suatu pandangan
hidup yang mencakup etika, moralitas, sosial, dan politik. Dalam Islam, setiap aspek
kehidupan diatur oleh prinsip-prinsip yang terdapat dalam ajaran agama ini. Sebagai contoh,
tata cara ibadah, norma-norma sosial, dan etika bisnis, semuanya diatur oleh ajaran Islam.
Umat Islam dipandang sebagai mukmin yang bertanggung jawab untuk menerapkan nilai-
nilai agama dalam setiap tindakan mereka.

Al-Quran diakui sebagai wahyu ilahi yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW melalui
perantara Malaikat Jibril. Sebagai sumber hukum utama dalam Islam, Al-Quran memberikan
pedoman tentang kehidupan individu dan masyarakat. Ayat-ayat Al-Quran tidak hanya
memberikan petunjuk spiritual, tetapi juga norma-norma hukum yang mengatur berbagai
aspek kehidupan. Penerapan hukum Islam dari Al-Quran dikenal sebagai syariah, yang
mencakup hukum pidana, hukum keluarga, dan lain-lain.

Ijtihad adalah proses interpretasi dan analogi yang dilakukan oleh para ulama untuk
mengaplikasikan hukum Islam dalam konteks zaman mereka. Meskipun Al-Quran dan hadis
menyediakan pedoman dasar, perubahan dalam masyarakat dan teknologi memerlukan
interpretasi baru untuk menjawab tantangan kontemporer. Ijtihad memungkinkan umat Islam
untuk mengembangkan pemahaman mereka tentang hukum Islam sesuai dengan kebutuhan
zaman, tetapi tetap sesuai dengan prinsip-prinsip dasar agama.

Dengan memahami Islam sebagai way of life, mengakui Al-Quran sebagai sumber
hukum, dan menerima konsep ijtihad sebagai metode pengembangan hukum, umat Islam
dihadapkan pada tugas untuk menjalani kehidupan sehari-hari mereka dengan kesadaran
terhadap nilai-nilai agama dan dinamika zaman yang terus berubah. Pendekatan ini
menciptakan landasan bagi masyarakat yang harmonis dan berkeadilan, yang mencerminkan
esensi dari ajaran Islam.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka dalam penelitian ini penulis
merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Definisi Islam sebagai “Way Of Life”
2. Fungsi al-quran sebagai sumber hukum
3. IJTIHAD SEBAGAI METODOLOGI PERUMUSAN HUKUM ISLAM
C. Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran mengenai Islam sebagai way of life, Al-Quran sebagai sumber hukum,
dan konsep ijtihad adalah menciptakan pemahaman mendalam dan pengaplikasian praktis
bagi individu Muslim. Beberapa tujuan pembelajaran yang mungkin diinginkan mencakup:

1. Memahami Nilai-Nilai Islam:


Pembelajaran ini bertujuan untuk membantu individu memahami nilai-nilai yang terkandung
dalam ajaran Islam. Ini mencakup etika, moralitas, keadilan, dan kasih sayang yang menjadi
dasar bagi kehidupan seorang Muslim.
2. Menerapkan Ajaran Islam dalam Kehidupan Sehari-hari:
Tujuan utama adalah agar individu mampu mengintegrasikan ajaran Islam dalam setiap aspek
kehidupan mereka, termasuk dalam hubungan pribadi, pekerjaan, dan keterlibatan dalam
masyarakat.
3. Mengenal dan Menghormati Hukum Islam:
Pembelajaran ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang kuat tentang hukum Islam
yang terkandung dalam Al-Quran. Ini melibatkan pemahaman terhadap syariah dan
implementasinya dalam konteks sehari-hari.
4. Mengembangkan Keterampilan Ijtihad:
Pembelajaran harus memungkinkan individu untuk mengembangkan kemampuan ijtihad,
yaitu kemampuan untuk merumuskan solusi dan interpretasi hukum Islam yang relevan
dengan konteks zaman mereka.
5. Membentuk Karakter Islami:
Tujuan ini adalah membentuk karakter yang sesuai dengan ajaran Islam, termasuk sifat-sifat
seperti kesabaran, keteguhan, keadilan, dan kasih sayang. Pembelajaran ini harus
menciptakan individu yang dapat menjadi panutan positif dalam masyarakat.
6. Berpartisipasi dalam Pembangunan Masyarakat yang Berkeadilan:
Pembelajaran ini harus merangsang kesadaran sosial dan tanggung jawab terhadap
masyarakat. Individu yang memahami Islam sebagai way of life diharapkan berkontribusi
pada pembangunan masyarakat yang berlandaskan nilai-nilai keadilan dan kesejahteraan
bersama.
7. Menciptakan Sikap Toleransi dan Dialog Antarumat Beragama:
Pembelajaran juga harus menciptakan pemahaman dan sikap toleransi terhadap perbedaan
keyakinan. Hal ini mencakup kemampuan untuk berdialog dan berinteraksi secara positif
dengan individu dari berbagai latar belakang agama dan budaya.

Melalui pencapaian tujuan-tujuan ini, pembelajaran mengenai Islam sebagai way of life, Al-
Quran sebagai sumber hukum, dan ijtihad diharapkan dapat membentuk individu yang
berkomitmen pada prinsip-prinsip Islam, serta mampu membawa manfaat positif bagi diri
mereka sendiri dan masyarakat secara luas.
PEMBAHASAN

Islam Sebagai Way Of Life


1. Pengertian
Islam berasal dari kata “aslama”, “yuslimu”, “islaaman” yang berarti tunduk, patuh, dan
selamat. Islam berarti ketundukan seorang hamba kepada wahyu ilahi yang diturunkan
kepada para nabi dan rasul khususnya nabi Muhammda SAW guna dijadikan pedoman hidup
dan juga sebagai hukum/aturan allah SWT yang dapat membimbing umat manusia ke jalan
yang lurus, menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.

Islam sebagai "way of life" atau cara hidup bukan hanya sekadar sekumpulan aturan
keagamaan, melainkan suatu pandangan terhadap kehidupan yang mencakup aspek spiritual,
moral, sosial, dan hukum. Ini berarti bahwa prinsip-prinsip Islam membimbing setiap aspek
kehidupan sehari-hari seseorang.

A. Aspek spiritual
Aspek spiritual dalam Islam sangat penting dan mencakup berbagai dimensi kehidupan
seorang Muslim. Beberapa aspek penting dari dimensi spiritual dalam Islam melibatkan
hubungan individu dengan Allah, refleksi, dan peningkatan kesadaran akan makna hidup.
Secara spiritual, Islam mengajarkan ketaatan kepada Allah, melakukan ibadah, dan
memelihara hubungan yang baik dengan sesama makhluk.
B. Aspek Moral/Etika
Islam mengajarkan prinsip-prinsip moral dan etika yang tinggi. Muslim diajarkan untuk
berlaku jujur, adil, dan berbelas kasih dalam segala aspek kehidupan mereka.
C. Aspek Sosial
Dalam aspek sosial, Islam mendorong solidaritas, keadilan, dan perhatian terhadap
masyarakat. Konsep zakat (sumbangan amal) adalah contoh nyata dari kewajiban sosial
dalam Islam.
D. Aspek Hukum
hukum Islam atau syariah memberikan pedoman tentang bagaimana berperilaku dalam
kehidupan sehari-hari. Ini mencakup aturan-aturan terkait dengan makanan, pakaian,
pernikahan, dan banyak lagi.

2. Fungsi
Islam sebagai way of life memiliki beberapa fungsi penting dalam membimbing dan
membentuk kehidupan individu dan masyarakat Muslim. Beberapa fungsi kunci termasuk:

1. Pedoman Moral dan Etika: Islam memberikan pedoman moral dan etika yang jelas,
membimbing individu dalam berperilaku baik, jujur, adil, dan memiliki sikap kasih sayang
terhadap sesama.

2. Keseimbangan Spiritual dan Dunia: Islam membimbing individu untuk menjaga


keseimbangan antara kehidupan spiritual dan dunia material. Praktik ibadah, seperti salat dan
puasa, membantu memelihara hubungan spiritual, sementara prinsip-prinsip bisnis dan
keuangan yang sesuai dengan syariah mengajarkan keadilan dalam urusan dunia.

3. Pemberdayaan Pribadi: Islam memandang setiap individu sebagai makhluk yang


memiliki tanggung jawab pribadi terhadap Allah dan sesama manusia. Praktik ibadah,
pembelajaran, dan peneguhan nilai-nilai positif membantu dalam pengembangan diri.

4. Kesejahteraan Sosial: Islam mendorong kepedulian sosial dan pemberdayaan masyarakat.


Konsep zakat dan sadaqah adalah contoh konkrit dari kewajiban sosial dalam membantu
orang-orang yang kurang beruntung.

5. Keadilan dan Kesetaraan: Islam memegang prinsip keadilan dan kesetaraan di hadapan
hukum. Semua individu, tanpa memandang latar belakang atau status sosial, dianggap sama
di hadapan hukum Allah.

Melalui fungsi-fungsi ini, Islam sebagai way of life memberikan landasan yang kuat untuk
membentuk individu dan masyarakat yang berdaya, adil, dan berakhlak baik.

3. Sumber Ajaran Islam


Sumber hukum Islam merupakan rujukan, landasan, atau dasar yang utama dalam
pengambilan hukum Islam. Oleh karena itu, segala ketentuan dalam kehidupan harus
bersumber atau berpedoman pada hukum tersebut. Sumber hukum dalam Islam digolongkan
menjadi tiga, yaitu Al-Qur’an, hadis, dan ijtihad.

Al-Qur’an merupakan sumber pertama hukum Islam yang memuat panduan kehidupan
manusia. Adapun hadis merupakan sumber hukum Islam setelah Al-Qur’an yang berisi
perkataan, perbuatan, dan ketetapan Nabi Muhammad saw. Sementara itu, ijtihad memiliki
kedudukan sebagai sumber hukum Islam ketiga setelah Al-Qur’an dan hadis. Ijtihad
digunakan untuk menetapkan suatu hukum Islam yang belum disebutkan secara tegas dalam
Al-Qur’an dan hadis. Akan tetapi, harus memenuhi kaidah berijtihad dan tidak boleh
bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadis. Setiap muslim seharusnya berpegang teguh pada
ketiga sumber hukum tersebut agar memiliki pedoman dalam menjalani kehidupan.
Al – Qur’an Sebagai Sumber Hukum
A. Pengertian sumber hukum dan al-quran
Pada hakikatnya, sumber hukum adalah segala sesuatu yang dapat melahirkan
atau menimbulkan aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat mengikat yang
apabila dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata. Untuk itu, yang
disebut sumber hukum Islam adalah segala sesuatu yang dijadikan dasar, pedoman, atau
acuan dalam syariat islam.
Al-Quran adalah kitab suci yang berisi pekataan allah yang diturunkan kepada nabi
Muhammad SAW untuk disampaikan kepada umatnya sebagai petunjuk dan pedoman hidup.

al-Qur’an terdiri dari 30 juz, 114 surat, 6.326 ayat, dan 324.345 huruf.
Kandungan isi dalam al-Qur’an yang utama yaitu;
a. Tauhid, adalah tentang kepercayaan yang benar, yaitu pentauhidan
terhadap keesaan Allah swt.
b. Ibadat, berisi amalan-amalan yang memperkokoh keimanan seseorang.
c. Janji dan ancaman, yaitu janji dengan pahala/balasan terhadap amalan
yang baik yang dilakukan oleh seorang mukallaf, dan ancaman yang
berupa peringatan bagi seseorang yang berbuat maksiat, berupa balasan
dengan siksa/adzab.
d. Riwayat, yaitu kisah-kisah umat terdahulu yang berisi hikmah.
e. Akhlaq, adalah perilaku yang harus dijadikan perhiasan oleh seorang
mukallaf.
f. Muamalah, hukum-hukum yang termasuk di dalamnya hukum perdata,
pidana, dan sebagainya.

B. Fungsi Al –Qur’an

Berikut fungsi dan tujuan turunnya Al-Qur’an :

a. Sebangai hudan atau petunjuk bagi kehidupan umat.


b. Sebagai rahmat atau keberuntungan yang diberikan Allah dalam bentuk
kasih sayang.
c. Sebagai furqan yaitu pembeda antara baik dangan yang buruk, yang
halal,dengan yang haram. Yang salah dengan yang benar, yang indah
dengan yang jelek, yang dapat dilakukan dan yang terlarang umtuk
dilakukan.
d. Sebagai mau’izhah atau pengajaran yang akan mengajar dan membimbing
umat dalam kehidupan untuk mendapatkan kebahagian dunia dan akhirat.
e. Sebagai busyara’ yaitu berita gembira bagi orang yang telah berbut baik
kepada Allah dan sesama manusia.
f. Sebagi tibyan atau mubinyang berati penjelasan atau menjelaskan
terhadap segala sesuai yang disampaikan Allah.
g. Sebagai mushaddiq atau pembenar terhadap kiatab yang datang
sebelumnya.
h. Sebagai nur atau cahaya yang akan menerangi kehidupan manusia dalam
menempuh jalan menuju keselamtan.
i. Sebagai tafsil yaitu memberikan penjelasan secara rinci sehingga dapat
dilaksanakan sesuai dengan dikehendaki Allah.
j. Sebagai syifau al-shudur atau obat bagi rohani yang sakit.
C. Penjelasan Al-Qur’an Terhadap Hukum

Dari segi penjelsanya terhadap hukum, ada beberapa cara yang digunakan Al-Quran
yaitu :
a. Secara juz’i(terperinci).maksudnya, Al-Quran menjelaskan secara terperinci. Allah dalam
al-Quran memberikan penjelasan secara lengkap ,sehingga dapat dilaksanakan menurut apa
adanya, mesikpun tidak dijelaskan Nabi dengan sunahnya. Contohnya ayat-ayat tetangg
kewarisan yang terdapat dalam surat an-Nisa (4):4.tentang sanksi terhadap kejahata zina
dalam surat al-Nur(24):4.
b. Secara kulli (global). Maksudnya, penjelasan Al-Quran terhadap hukum berlaku secara
garis besar, sehingga masih memerlukan penjelasan dalam pelaksanannya. Yang paling
berwenang memberi pennjelasan terhadap maksud ayat yang berbentuk garis besar itu adalah
Nabi Muhammad dengan sunnah-nya.
c. Secara Isyarah Al-Quran memberikan penjelasan terhapad apa yang secara lahir disebutkan
dalam bentuk penjelasan secara ibarat.

D. Hukum yang terkandung dalam al-quran


Hukum yang terkandung dalam Al-Quran
1. hukum I’tiqadiyah, yang berkaitan dengan hal-hal yang harus dipercaya oleh setiap
mukallaf, yaitu mempercayai Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, dan hari
akhir.

2. Hukum moralitas, yang berhubungan dengan sesuatu yang harus dijadikan perhiasan oleh
setiap mukallaf, berupa hal-hal keutamaan dan menghindarkan diri dari hal yang hina.

3. Hukum amaliyyah yang bersangkut paut dengan sesuatu yang timbul dari mukallaf,
baikberupa perbuatan, perkataan, perjanjian hukum, dan pembelanjaan. Macam yang ketiga
ini adalah fiqh al-Qur’an. Dan inilah yang dimaksud dengan sampai kepadanya dengan ilmu
ushul fiqh. Hukum-hukum amaliyyah di dalam al-Qur’an terdiri dari dua macam, yaitu;

a. Hukum-hukum ibadah, seperti shalat, puasa, zakat, haji, nadzar, sumpah, dan ibadah
ibadah lainnya yang dimaksudkan untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya
(habluminallah).
b. Hukum muamalat, seperti akad, pembelanjaan, hukuman, pidana,dan lainnya yang bukan
ibadah dan dimaksudkan untuk mengatur hubungan antar sesama mukallaf, baik sebagai
individu, bangsa, atau kelompok (habluminannas).

E. Tiga prinsip yang melandasi hukum al-Qur’an

Tidak memberatkan: hukum-hukum dalam al-Qur’an bersifat memudahkan, pelaksanaannya


disesuaikan dengan kemampuan seseorang.

b. Menyedikitkan beban: dalam al-Qur’an, hukum-hukumnya memperhatikan objek dan


tidak melakukan penambahan dan pengurangan.
c. Berangsur-angsur: cara penetapan hukum-hukum dalam Islam tidak sekaligus, tapi
berangsur-angsur dan bertahap
SUNNAH SEBAGAI SUMBER HUKUM

A. Pengertian
Sunnah merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab yang bermakna "kebiasaan" atau
"biasa dilakukan". Sunnah juga di artikan sebagai jalan yang ditempuh, baik itu sifatnya
mulia atau jelek.

Hal ini berdasarkan hadis Nabi, yang menyatakan:

“Barang siapa mengadakan sesuatu sunnah (jalan) yang


baik, maka baginya pahala sunnah itu dan pahala orang lain
yang mengerjakannya hingga hari kiamat. Dan barang siapa
mengerjakan sesuatu sunnah yang buruk, maka atasnya dosa”

Sunnah merupakan keterangan Nabi Muhammad SAW baik berupa ucapan (sunnah
qauliyah), perbuatan (sunnah filiyah), maupun ketetapan Nabi (sunnah taqririyah).

-Contoh sunnah qauliyah: "Sebaik-baik kamu ialah orang yang belajar Al Quran dan
mengajarkannya kepada orang lain," (HR Bukhari).

-Contoh sunnah filiyah; Dari Jabir bin ‘Abdullah berkata, “Rasulullah saw. shalat di
atas tunggangannya menghadap ke mana arah tunggangannya menghadap. Jika Beliau
hendak melaksanakan shalat yang fardhu, maka beliau turun lalu shalat menghadap kiblat

-Contoh dari sunnah taqririyah sendiri, misalnya seperti diamnya Rasulullah ketika
beliau mengetahui Khalid bin Walid memakan daging dhab (binatang sejenis biawak, ia lebih
kecil namun tidak buas), atau ketika beliau diam saat mengetahui para sahabat duduk sambil
tertidur di masjid dalam keadaan wudhu saat menunggu iqamah, kemudian mereka shalat
tanpa berwudhu lagi.

B. Fungsi Sunnah

Sunnah berfungsi sebagai penjelas atau tambahan terhadap al- Qur'an, al-Qur'an
sebagai pokok asal, sedangkan sunnah sebagai penjelas (tafsir) yang dibangun karenanya.
Ada beberapa fungsi dari sunnah yang pertama adalah Sunnah berfungsi sebagai penguat
(Taqid) atas apa yang dibawa al Quran, yang kedua sunnah sebagai penjelas (tabyin) atas apa
yang terdapat dalam al Quran, dan yang ketiga Sebagai mustaqillah atau menetapkan hukum
yang belum ada hukumnya dalam al-quran.

Contoh dari sunnah sebagai penguat (Taqid) adalah perintah mentauhidkan Allah,
berbuat baik kepada kedua orang tua, mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan
Ramadhan, ibadah haji ke Baitullah, dan disamping itu dilarang menyekutukan Allah,
menyakiti kedua orang tua.

Contoh sunnah sebagai penjelas (Tabyin), dalam surah al maidah ayat 38 yang artinya
"Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari
Allah. Dan Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana."
Ayat ini tidak menjelaskan sampai di manakah batas tangan yang akan dipotong. Maka
dari as-Sunnah lah didapat penjelasannya, yakni sampai pergelangan tangan.

Contoh sunnah sebagai mustaqillah adalah tentang haramnya memakan daging binatang
buas yang mempunyai taring, burung yang mempunyai kuku tajam, juga tentang haramnya
mengenakan kain sutera dan cincin emas bagi kaum laki-laki.

Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Apa-apa yang telah disunnahkan Rasulullah


Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak terdapat pada Kitabullah, maka hal itu merupakan
hukum Allah juga. Sebagaimana Allah mengabarkan kepada kita dalam firman-Nya:

“…Sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.


(Yaitu) jalan Allah yang kepunyaan-Nya segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di
bumi. Ingatlah, bahwa kepada Allah-lah kembali semua urusan.” [Asy-Syura/42: 52-53]

PROFIL NABI MUHAMMAD SAW

Nabi Muhammad SAW, yang juga dikenal sebagai Rasulullah, adalah pendiri agama Islam
dan dianggap sebagai nabi terakhir dalam tradisi Islam. Profilnya mencakup banyak aspek,
termasuk:
* Kelahiran: Nabi Muhammad lahir pada tahun 570 Masehi di Mekah, Arab.
* Kehidupan Awal: Dia tumbuh menjadi seorang pedagang yang jujur dan
dikenal dengan julukan "Al-Amin" yang berarti "Orang Terpercaya."
* Kenabian: Pada usia 40 tahun, dia menerima wahyu pertamanya dari Allah
melalui Malaikat Jibril di Gua Hira, yang menandai awal misinya sebagai nabi.
* Penyebaran Islam: Nabi Muhammad memimpin umat Islam dalam
menyebarkan ajaran agama Islam di seluruh Arab dan kemudian di seluruh dunia.
* Al-Quran: Wahyu yang dia terima dari Allah disusun menjadi Al-Quran, kitab
suci dalam Islam.
* Hijrah: Nabi Muhammad melakukan hijrah (migrasi) dari Mekah ke Madinah
pada tahun 622 Masehi, yang menjadi titik awal penanggalan dalam kalender Islam.
* Kepemimpinan: Dia memimpin komunitas Muslim di Madinah dan menjadi
pemimpin politik dan spiritual.
* Wafat: Nabi Muhammad wafat pada tahun 632 Masehi di Madinah.
* Warisan: Ajaran-ajaran dan tindakan Nabi Muhammad tercatat dalam Hadis,
yang menjadi panduan bagi umat Islam dalam beribadah dan hidup sehari-hari.
* Pengaruh: Nabi Muhammad dianggap sebagai teladan bagi umat Islam dalam
hal akhlak, kepatuhan kepada Allah, dan kasih sayang terhadap sesama.
Itu hanya sekilas profil Nabi Muhammad SAW. Sejarah hidupnya dan ajarannya memiliki
kedalaman dan kompleksitas yang penting dalam sejarah agama Islam dan budaya dunia.
IJTIHAD SEBAGAI METODOLOGI PERUMUSAN HUKUM
ISLAM

1. Pengertian
Ijtihad adalah usaha dengan bersungguh - sungguh guna mendapatkan ketentuan hukum
agama dengan menggunakan metodologi yang benar, dari sumber hukum islam yaitu al -
qur’an dan hadis. Tujuan Ijtihad adalah menentukan hukum agama pada permasalahan yang
ada disetiap perkembangan zaman yang tidak dijelaskan didalam al- quran dan hadist.
Orang yang melakukan ijtihad disebut mujtahid.

2. Rukun Ijtihad

Saat hendak berijtihad, terdapat beberapa hal yang mesti diperhatikan sebelumnya. Yang
mana perkara-perkara ini mesti terpenuhi terlebih dahulu sebelum melakukan ijtihad.
Mengutip buku Fikih Kontemporer, ada empat rukunnya:

1. Al-Waqi' adalah kasus yang menimpa dan belum dijelaskan dalam nash Al-Qur'an dan
sunnah, atau persoalan yang diyakini akan terjadi nantinya.

2. Mujtahid, yakni seorang yang melakukan ijtihad dan punya kemampuan untuk berijtihad
dengan syarat-syarat tertentu. Menukil buku Pengantar Ilmu Ushul Fiqh, berikut syarat
seorang mujtahid:

 Paham dan menguasai pengetahuan mengenai ayat-ayat hukum dalam Al-Qur'an.


 Tidak harus menghafal seluruh isi Al-Qur'an, cukup punya keahlian untuk
merujuknya ketika diperlukan. Tetapi bila hafal Al-Qur'an lebih bagus.
 Mengetahui hadits-hadits tentang berkaitan dengan hukum.
 Tahu objek ijma' mujtahid terdahulu agar tidak menentukan hukum yang menyalahi
sebelumnya.
 Mengerti tata cara qiyas, syarat-syarat penerapannya, illat-illat hukum, serta
metodenya.
 Paham berbahasa Arab.
 Mengetahui dan paham mengenai nasakh mansukh.

3. Mujtahid fih, yaitu hukum-hukum syariat yang bersifat amali atau taklifi.

4. Dalil syara, yang menjadi dasar menetapkan suatu hukum bagi mujtahid.

3. Macam – Macam Ijtihad


Ada beberapa metode atau cara untuk melakukan ijtihad, baik ijtihad dilakukan sendiri-
sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain. Metode atau cara berijtihad adalah :

A. Ijma, adalah persetujuan atau kessuaian pendapat para ahlu mengenai suatu masalah
pada suatu tempat disuatu masa.
B. Qiyas adalah menyamakan hukum suatu hal yang tidak terdapat ketentuannya di
dalam Al-Quran dan As Sunnah dengan hal (lain) yang hukumnya disebut dalam Al
Quran dan sunnah Rasul karena persamaan illatnya.
C. Istidlal, menetapkan dalil suatu peristiwa.
D. Mashlahah Mursalah, adalah cara menemukan hukum sesuatu hal yang tidak terdapat
ketentuannya baik di dalam Al Quran maupun dalam kitab-kitab hadits, berdasarkan
pertimbangan kemaslahatan masyarakat atau kepentingan umum.
E. Istihsan, adalah cara menemukan hukum dengan cara menyimpang dari ketentuan
yang sudah ada demi keadilan dan kepentingan sosial. Istihsan adalah suatu cara
untuk mengambil keputusan yang tepat menurut suatu keadaan.
F. Istihsab, adalah menetapkan hukum suatu hal menurut keadaan yang terjadi
sebelumnya, sampai ada dalil yang mengubahnya.
G. Urf, adalah yang tidak bertentangan hukum islam dapat dikukuhkan tetap terus
berlaku bagi masyarakat yang bersangkutan.

Contoh Ijtihad
1. Masalah Teknologi: Dalam era modern, muncul banyak teknologi baru yang tidak
diatur secara langsung oleh sumber-sumber hukum utama Islam. Sebagai contoh, ijtihad
dapat diterapkan untuk menentukan hukum terkait dengan penggunaan internet, teknologi
reproduksi, atau kehidupan digital secara umum.
2. Keuangan Islam: Seiring dengan perkembangan sistem keuangan, ijtihad diterapkan
untuk mengatasi isu-isu baru seperti produk-produk keuangan, investasi, dan transaksi
keuangan yang mungkin tidak diatur secara spesifik oleh hukum Islam klasik.
3. Bioetika: Dalam bidang medis dan kesehatan, ijtihad dapat digunakan untuk
mengatasi masalah bioetika, seperti hukum terkait dengan donor organ, perawatan hidup, dan
teknologi medis canggih.
4. Hukum Keluarga: Dalam hal perubahan sosial dan perubahan norma-norma keluarga,
ijtihad dapat diterapkan untuk memahami dan menanggapi isu-isu seperti peran gender, hak-
hak perempuan, atau hukum terkait dengan perkawinan dan perceraian.
5. Lingkungan: Ijtihad dapat diterapkan dalam konteks pelestarian lingkungan.
Misalnya, bagaimana Islam dapat memberikan pedoman tentang perlindungan lingkungan,
pengelolaan sumber daya alam, dan tanggung jawab manusia terhadap bumi.
6. Kewarganegaraan dan Hak Asasi Manusia: Dalam masyarakat multikultural dan
multinasional, ijtihad dapat diterapkan untuk memahami hak-hak asasi manusia,
kewarganegaraan, dan perlindungan hak minoritas dalam konteks Islam.
7. Pendidikan dan Etika: Ijtihad dapat diterapkan dalam memahami hukum dan etika
pendidikan, terutama dengan munculnya tantangan baru seperti teknologi pembelajaran
online, dan isu-isu etika dalam pendidikan.

Dalam setiap contoh ini, ijtihad memungkinkan mujtahid untuk menyelidiki,


merumuskan, dan mengadaptasi hukum Islam dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan
hukum yang relevan dengan situasi kontemporer. Proses ijtihad membantu menjaga relevansi
hukum Islam dan memberikan panduan moral dalam menghadapi tantangan zaman.

Anda mungkin juga menyukai