Anda di halaman 1dari 15

PARADIGMA EKONOMI ISLAM

Resume
“Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Syariah”
Dosen Pengampu: Dr. Mustakim Muchlis, S.E., M.Si., Ak.

Oleh:
NURFANINGSIH (90400122034)
MARDHATILLAH ARIFIN (90400122035)
MUH. ALWI S (90400122048)
FU’AD SAIFULLAH (90400122049)
IGHFIRLY ANANDA (90400122050)
WANDA AMANDA (90400122062)

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2022/2023
MATERI
1. Cara Pandang Hidup Islam
2. Islam Sebagai Jalan Hidup
3. Paradigma Ekonomi Islam
4. Pendekatan Islam Terhadap Masalah Ekonomi
5. Pendekatan Induktif
6. Pendekatan Deduktif
7. Penarikan Hukum (Istinbathul Ahkam)
8. Muamalah Diatur Dalam Syariah
9. Prinsip Dasar Dari Muamalah
1. Cara Pandang Hidup Islam
Islam sebagai pandangan hidup (way of life) mempunyai ajaran yang menjamin
keselamatan dunia akhirat, bahkan eksistensinya diperadaban manusia sebagai
rahmatan lil ‘alamin. Hal ini termanifestasi dalam berbagai bidang kehidupan baik
sosial, politik, ekonomi, budaya, pendidikan dan sebagainya. Pandangan hidup
(worldview) merupakan suatu hal yang menunjang keberlangsungan hidup seorang
manusia didunia. Pandangan hidup (worldview) merupakan suatu hal yang menunjang
keberlangsungan hidup seorang manusia di dunia. Pandangan hidup ini dapat menjadi
pedoman atau petunjuk hidup seseorang dalam mencapai tujuannya. Secara analogis,
pandangan hidup (worldview) seperti lensa, dan melalui lensa tersebut manusia dunia
dan memahami posisinya dalam hierarki ciptaan Tuhan.
Worldview dapat didefinisikan sebagai cara seseorang dalam melihat kehidupan dan
dunia pada umumnya. Ada tiga poin penting dari definisi di atas, yaitu bahwa
worldview adalah motor bagi perubahan sosial, asas bagi pemahaman realitas dan asas
bagi aktivitas ilmiah. Worldview berperan sebagai fondasi ilmu pengetahuan yang
membentuk peradaban hidup manusia. Namun, hal ini bukan berarti ilmu pengetahuan
dapat menjawab setiap pertanyaan worldview, tetapi itu adalah sumber keyakinan
worldview yang kaya dan kuat.
Secara sederhana worldview adalah persepsi atau paradigma tentang kehidupan di
dunia, dengan worldview ini manusia dapat menjawab pertanyaan tentang hakikat
kehidupan di dunia sehingga menjadi basis atau prinsip dalam menjalani hidup.
Worldview dapat bersumber dari budaya, falsafah hidup, sains, bahkan wahyu Tuhan
yang dianggap mempengaruhi cara pandang seorang manusia. Konsep worldview ini
masuk dalam cara berpikir dan mempengaruhi tingkah laku seseorang baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Terdapat peran para tokoh yang secara tidak langsung membangun eksistensi
worldview dalam kehidupan seseorang. Oleh karena itu, berbeda dengan dunia sekuler
yang berpegang teguh pada prinsip rasionalisme, maka worldview Islam sejatinya
bersifat menyeluruh berupa rasionalitas dan religiusitas dengan bimbingan wahyu
Tuhan yang paling utama. Maka, worldview Islam dapat berarti kerangka kerja hidup
yang dibangun atas dasar wahyu yang diturunkan kepada nabi-Nya dan ditafsirkan oleh
para ulama dan cendekiawan muslim untuk menjadi pedoman hidup manusia di dunia.
Sejalan dengan definisi di atas, Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT
kepada Nabi Muhammad SAW. Yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT
(habluminallah),mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri (hablubinafsih)
dan mengatur hubungan manusia dengan sesamanya (habluminannas). Islam adalah
agama yang komprehensif dan cara yang terintegrasi dalam berkehidupan yang tidak
hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, tetapi juga termasuk tindakan
ibadah, moral individu, hukum sosial, hukum pidana dan lain sebagainya. Islam juga
mengatur dan menyelesaikan permasalahan di seputar hubungan manusia dengan
dirinya sendiri maupun dengan sesamanya. Inilah wujud dari kesempurnaan ajaran
Islam. Allah SWT. berfirman:
‫َاْلَيْو َم َاْك َم ْلُت َلُك ْم ِد ْيَنُك ْم َو َاْتَم ْم ُت َع َلْيُك ْم ِنْع َم ِتْي َو َر ِض ْيُت َلُك ُم اِاْل ْس اَل َم ِد ْيًنۗا َفَمِن‬
“…Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-
cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu”….
(Q.S. al-Maidah [4]: 3).
“…Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (Alquran) untuk menjelaskan segala
sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah
diri.” (Q.S. an-Nahl [16]: 89)
Worldview Islam pertama kali diterima oleh manusia dalam bentuk ketegasan
konsep tauhid, yang mengacu pada kepercayaan fundamental Islam tentang keesaan
Tuhan. Tauhid berasal dari kata kerja Arab (wahhada) yang menegaskan dan
mempertahankan keesaan mutlak Allah SWT. dalam semua tindakan manusia yang
secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan-Nya. Hal ini menegaskan bahwa
worldview Islam berpusat pada akidah atau kepercayaan kepada Tuhan.
Islam berasal dari kata aslama, yuslimu yang berarti menyerah, tunduk, dan damai.
Sementara itu, secara bahasa, Islam mengandung makna yang umum bukan hanya
nama dari suatu agama. Ketundukan, ketaatan, dan kepatuhan merupakan makna dari
Islam. Dengan demikian, bisa kita katakan segala sesuatu yang tunduk dan patuh
terhadap kehendak Allah SWT. di alam ini adalah Islam. Islam bersifat universal dan
mengatur hubungan manusia secara komprehensif, baik dengan Tuhannya,
hubungannya dengan manusia lainnya, ataupun hubungan antara manusia dan alam
secara keseluruhan.
Senada dengan hal tersebut, sejatinya worldview Islam mengingatkan manusia agar
senantiasa hidup sesuai dengan fitrahnya sebagai manusia yang menjadi makhluk
ciptaan Allah SWT. yang paling sempurna Kelebihan manusia dibanding makhluk
ciptaan Allah SWT. lainnya adalah terletak pada akal. Manusia dikaruniai akal oleh
Allah SWT. yang memiliki fungsi untuk membedakan yang salah dan yang benar serta
menganalisis sesuatu yang kemampuannya sangat luas.
Hal yang penting lainnya adalah bahwa worldview Islam menanamkan rasa
tanggung jawab kepada manusia atau adanya kepercayaan ilahi (al-amanah) yang
dilakukan manusia; sejak dahulu manusia dapat melakukan peradilan dengan
kepercayaan yang sebagai Khalifah Allah SWT. di muka bumi ini (khalifatullah fil
Ardh). Worldview Islam yang menjadi dasar ini oleh para ulama dan cendekiawan
muslim disebut dengan berbagai istilah. Maulana al-Maududi mengistilahkan
worldview dengan nazhariyatul Islam (Islamic vision), Sayyid Quttub menggunakan
istilah al-tashawwur al islami (Islamic vision), Samih Athif az-Zein menyebutnya al-
mabda’ al-islami (Islamic principle), sedangkan Syed Naquib al-Attas menamakannya
ru’yatul Islam lil wujud (Islamic worldview).
Meskipun secara istilah terjadi perbedaan penyebutan, tetapi secara esensi terdapat
kesamaan keyakinan para ulama dan cendekiawan tersebut bahwa pandangan hidup
(worldview) seorang muslim haruslah menjadikan Islam sebagai sistem hidup yang
mengatur semua sisi kehidupan manusia, yang menjanjikan kesejahteraan dan
keselamatan dunia dan akhirat. Worldview Islam inilah yang kemudian mendasari
perilaku seorang muslim dalam kehidupan sehari-harinya di berbagai bidang, mulai dari
sosial, ekonomi, politik, pendidikan, dan lainnya. Artinya, segala perbuatan seorang
muslim tersebut bergantung pada kepercayaan agama sebagai sumber pengetahuan dan
bimbingan dalam hidup. Ajaran Islam yang terdapat dalam Alquran maupun sunah ini
menempatkan dunia dalam bentuk wujud yang bisa diindra dan tidak dapat diindra
yang mampu dicapai oleh keimanan seorang manusia. Dengan demikian, worldview
Islam tidak hanya berkisar tentang rasionalisme akal manusia layaknya pandangan
ilmiah dan filosofis Barat, tetapi juga tentang hal gaib yang wajib diyakini oleh
manusia dengan bimbingan wahyu Tuhannya.
2. Islam sebagai jalan hidup
Secara etimologi, Islam adalah kata yang berasal dari bahasa Arab yang memiliki
makna sejahtera, kepatuhan, ketaatan, penyerahan diri, kedamaian dan keselamatan.
Secara teoretis, Islam adalah agama yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui
Muhammad sebagai Rasul. Islam pada hakikatnya membawa ajarannya yang bukan
hanya mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia.
Pengertian “ISLAM” secara menyeluruh yaitu ketundukan seorang hamba kepada
Ilahi yang di turunkan kepada seorang hamba kepada wahyu Ilahi yang di turunkan
kepada para nabi dan rosul khususnya Muhammad SAW guna dijadikan pedoman
hidup dan juga sebagai hokum/aturan Allah SWT yang dapat membimbing umat
manusia kejalan yang lurus menuju jalan ke bahagiaan dunia akhirat. Islam merupakan
agama yang diturunkan untuk manusia satu-satunya agama yang cocok dengan fitrah
manusia, islam juga merupakan agama yang lengkap, tidak hanya mengutamakan satu
aspek ataupun ngebaikkan aspek lainnya.
Islam mempunyai tujuan yaitu mengindarkan kerusakan dan bahaya dan zaman
sekarang atau pun yang akan datang. Sehingga akan mencapai kebahagiaan yang hakiki
dimanapun berada, membentuk pribadi, membentuk masyarakat yang ideal,
membentuk moral dan kerohanian.
Fungsi islam sebagai pembimbing dalam hidup yang membentuk suatu kepribadian
yang harmonis agar segala unsur pokok kehidupan dapat menentramkan jiwa dan
mampu menghadapi masalah dengan tenang, menolong dalam kesukaran yaitu orang
yang beragama dapat menghadapimasalah dengan optimis dan percaya diri bahwa
Allah tidak akan memberikan cobaan melebihi batas kemampuan umatnya,
penentraman batin yaitu orang yang beriman tidak akan merasa gelisah karena dia tahu
semua hal yang dia miliki merupakan titipan Allah, pengendali moral diajarkan untuk
menghormati orang lain tanpa pamrih selain itu pelajaran moral lainnya dari segi
berpakaian bertutur. Petunjuk dan pedoman atau way of life setiap muslim itu diberikan
Allah SWT melalui Alquran sebagaimana firman-Nya dalam surah al-Baqarah (2): 185.
‫َش ْهُر َر َم َض اَن اَّلِذ ْٓي ُاْنِز َل ِفْيِه اْلُقْر ٰا ُن ُهًدى ِّللَّناِس َو َبِّيٰن ٍت ِّم َن اْلُهٰد ى َو اْلُفْر َقاِۚن َفَم ْن َش ِهَد ِم ْنُك ُم الَّش ْهَر َفْلَيُص ْم ُهۗ َو َم ْن‬
‫َك اَن َم ِر ْيًضا َاْو َع ٰل ى َس َفٍر َفِع َّد ٌة ِّم ْن َاَّياٍم ُاَخ َر ۗ ُيِرْي ُد ُهّٰللا ِبُك ُم اْلُيْس َر َو اَل ُيِرْي ُد ِبُك ُم اْلُعْس َر ۖ َو ِلُتْك ِم ُل وا اْلِع َّدَة َو ِلُتَك ِّب ُروا َهّٰللا‬
‫َع ٰل ى َم ا َهٰد ىُك ْم َو َلَع َّلُك ْم َتْشُك ُرْو َن‬

“…Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasanpenjelasan mengenai


petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil).…”
Sebagaimana penjelasan sebelumnya bahwa pandangan hidup Islam (Islamic
worldview) disebut juga dengan istilah al-mabda’al-islami. Mabda’ adalah akidah yang
dari akidah tersebut terpancar sistem, yaitu hukum-hukum syariah yang dapat
memecahkanproblematika kehidupan.Sebagai agama dan mabda’, Islamadalah ajaran
yang meliputi akidah dan syariah yang mana syariah ini berfungsi sebagai solusi atas
berbagai problem kehidupan manusia; baik yang berkaitan dengan hubungan manusia
dengan Allah SWT seperti ibadah mahdhah, dan hubungan manusia dengan sesamanya
seperti ekonomi, politik, sosial, pendidikan, maupun hubungan manusia dengan dirinya
sendiri seperti akhlak, makanan, dan pakaian.
Ada beberapa sumber hukum Islam yang menjadi pedoman setiap muslim, yaitu
sebagai berikut:

1. Alquran
Alquran adalah kitab Suci umat Islam yang diturunkan kepada umat muslim
melalui Nabi Muhammad SAW. Alquran dari segibahasa memiliki arti bacaan atau
apa yang tertulis padanya, sesuai dengan yang terdapat dalam surah al-
Qiyamah:“Sesungguhnya atas tanggungan kami-lah mengumpulkan (didalamnya)
dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami telah selesai membacanya,
maka ikutilah bacaannya.”
2. Sunah
Dari segi bahasa sunah (sunnah) adalah jalan yang biasa dilalui atau suatu cara
yang senantiasa dilakukan, tanpa mempermasalahkan, apakah cara tersebut baik
atau buruk, arti tersebut sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:“Barang siapa yang
membiasakan sesuatu yang baik di dalamIslam, maka ia menerima pahalanya dan
pahala orang-orang sesudahnya yang mengamalkannya.” (H.R Muslim)
Secara terminologi pengertian sunnah (sunah) bisa dilihat dari tiga disiplin ilmu:
a. Ilmu hadis, sunah, yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW, baik perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya.
b. Ilmu ushul fiqh, sunah, yaitu segala yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad
berupa perbuatan, perkataan dan ketetapan berkaitan dengan buku.
c. Ilmu fikih, sunah, yaitu salah satu hukum taklifi, yang berartisesuatu perbuatan
yang akan mendapatkan pahala bila dikerjakan dan tidak berdosa apabila
ditinggalkan.
3. Ijmak
Definisi ijmak menurut bahasa adalah kesepakatan terhadap sesuatu.Dikatakan
telah berijmak pada suatu kaum apabila mereka telah bersepakat pada sesuatu hal.
Terdapat beberapa perbedaan pendapat para ulama dalam mendefinisikan ijmak.
Menurut kitab Tahrir, Al-Kamal bin Hamam berpendapat bahwa ijmak adalah
kesepakatan mujtahid suatu masa dari ijmak Nabi Muhammad SAW terhadap
masalah syara’. Sementara itu, pendapat dari pengarang kitab Fushuhul Bada’i
berpendapat bahwa ijmak adalah kesepakatan dari semua mujtahid dari ijmak umat
Rasullullah SAW dalam suatu masa setelah Rasul wafat terhadap hukum syara’.
4. Qiyas
Qiyas menurut bahasa bermakna pengukuran atau penyamaan antara satu hal
dengan hal yang lain yang sejenis. Terdapat perbedaan definisi antara ulama fikih
tergantung pada bagaimana cara pandang mereka terhadap kedudukan qiyas dalam
istinbat hukum. Terdapat dua golongan di antaranya, golongan pertama yang
mengatakanbahwa qiyas adalah ciptaan manusia karena merupakan pandangan
mujtahid, sedangkan golongan yang kedua menyatakan bahwa qiyasmerupakan
dalil hukum yang berdiri sendiri yang dibuat syar’i sebagai alat untuk mengetahui
hukum atas suatu hal. Pada pandangan tersebut masing-masing ulama memberikan
definisi qiyas sebagai berikut:
a. Shadr Asy-Syari’at menyatakan bahwa qiyas adalah pemindahan hukum yang
terdapat pada ashl kepada furu’ atas dasar illat yang tidak dapat diketahui
dengan logika bahasa.
b. Al-Human menyatakan qiyas adalah persamaan hukum suatu kasus dengan
kasus lainnya karena kesamaan illat hukumnya yang tidak dapat diketahui
melalui pemahaman bahasa secara murni
Adapun syariah islam senantiasa berubah sesuai dengan kebutuhan dan taraf
peradaban umat yang berbeda-beda sesuai dengan masa rasul masing-masing. Syariah
Islam sebagai suatu syariah yang dibawa oleh rasul terakhir, mempunyai keunikan
tersendiri, syariah yang bermakna universal dapat diterapkan dalam setiap waktu dan
tempat sampai hari akhir nanti. Universalitas ini tampak jelas terutama pada bidang
muamalah.
Selain mempunyai cakupan luas dan fleksibel, muamalah tidak membeda-bedakan
antara Muslim dan non Muslim. Kenyataan ini tersirat dalam suatu ungkapan yang
diriwayatkan Sayyidina Ali. “Dalam bidang muamalah kewajiban mereka adalah
kewajiban kita dan hak mereka adalah kita,” Sifat amalah ini dimungkinkan karena
Islam mengenal hal yang diistilahkan sebagai tsawabit wa mutaghayyirat. Dalam sektor
ekonomi, misalnya, yang merupakan prinsip adalah larangan riba, sistem bagi hasil,
pengambilan keuntungan, pengenaan zakat, dan lain-lain.
Dewasa ini masih terdapat anggapan bahwa Islam menghambat kemajuan, beberapa
kalangan mencurigai Islam sebagai faktor penghambat pembangunan. Pandangan ini
berasal dari para pemikiran barat, meskipun demikian tidak sedikit intelektual Muslim
yang juga diyakini. Sehingga adanya kesalahpahaman terhadap Islam, seolah-olah
Islam hanyalah agama yang berkaitan dengan masalah ritual saja. Bukan sebagai suatu
sistem yang komprehensif dan mencakup seluruh aspek kehidupan, termasuk masaah
pembangunan ekonomi serta industrI perbankan sebagai salah satu motor penggerak
roda perekonomian. Padahal itu malah sebaliknya, anggapan yang demikian menjadi
pengaruh bagi umat Islam yang seakan kehilangan jati diri Muslim. Pada sejarahnya
konsep perekonomian bahkan sudah ada sejak jaman Rasulullah SAW.
Namun, yang demikian janganlah menjadikan anggapan itu sebagai kelunturan jati
diri Muslim yang sesungguhnya. Bahkan kita harus menampilkan dan membuktikan
perekonomian Muslimlah yang dapat memerankan dunia dengan didampingi
penyeimbangan aspek dunia dan akhirat.
Dalam ruang lingkup ajaran islam sebagai penyempurna risalah-risalah agama
terdahulu,. Iam memiliki syari’ah yang sangat istimewah, yakni bersifat konprehensif
dan universal. Komprhensif berarti syari’ah Islam merangkum seluruh aspek
kehidupan, baik ritual (ibadah) maupun sosial (muamalah), sedangkan universal berarti
syari’ah Islam dapat di terapkan dalam setiap waaktu dan tempat sampai Yaum Al-
Hisab nanti . firman Allah : “Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk
(menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (Q.S. Al-Anbiya: 107)
Dalam hal itu, Al-Qur’an tidak memuat berbagai aturan yang terperinci tentang
syari’ah yang dalam sistematika hukum Islam terbagi menjadi dua bidang, yakni ibadah
(ritual) dan muamalah (sosial). Hal ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an hanya
mengandung prinsip-prinsip umum bagi berbagai masalah hukum dalam Islam,
terutama sekali yang berkaitan dengan hal-hal yang berkaitan dengan muamalah.
3. Paradigma Ekonomi Islam
Metodologi dan Definisi
Paradigma yang digunakan dalam ekonomi Islam (Islamic Economics) adalah
keadilan sosial dan ekonomi sebagai tujuan utama, sebagaimana tercantum dalam Q.S.
Al-Hadid ayat 25 yang artinya “Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami
dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al-
Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan…” Tujuan
utama ekonomi Islam adalah realisasi kesejahteraan manusia melalui aktualisasi ajaran
Islam. Dalam konteks inilah dapat dipahami adanya beberapa definisi ekonomi Islam
sebagai berikut:
“Ekonomi Islam adalah ilmu dan aplikasi petunjuk dan aturan Syariah yang
mencegah ketidakadilan dalam memperoleh dan menggunakan sumber daya material
agar memenuhi kebutuhan manusia dan agar dapat menjalankan kewajibannya kepada
Allah dan masyarakat” (Hasanuzzaman, 1984).
“Ekonomi Islam adalah ilmu sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi
masyarakat dalam perspektif nilai-nilai Islam” (Mannan, 1986).
“Ekonomi Islam memusatkan perhatian pada studi tentang kesejahteraan manusia
yang dicapai dengan mengorganisasikan sumber daya di bumi atas dasar kerja sama
dan partisipasi.” (Khan, 1994).
Ekonomi Islam didefinisikan sebagai ilmu dan penggunaanperintah dan aturan
syariah untuk melindungi dari ketidakadiladalam pengadaan dan penggunaan sumber
daya alam untuk tujuan memenuhi kebutuhan manusia dan untuk memungkinkan
mereka untuk menjalankan tanggung jawabnya kepada Allah SWT. dan masyarakat
secara keseluruhan.33 Ekonomi Islam sebagai ilmu sosial yang mempelajari masalah
ekonomi sekelompok orang yang memegang nilai-nilai Islam,34 dengan nilai-nilai
Islam inilah manusia bisa mencapai al-falah.
Ketika istilah paradigma digabungkan dengan ungkapan ekonomi Islam ini,
kemudian definisi paradigma ekonomi Islam terbentuk. Karena itu, paradigma ekonomi
Islam yang dimaksud dalam tulisan ini adalah gambaran komprehensif dan esensial
tentang ekonomi Islam yang bertujuan untuk menjelaskan konsep dengan benar dan
teliti sehingga menjadi dasar untuk semua pengadaan, penggunaan atau kegiatan
manajemen sumber. Ini untuk kebaikan diri sendiri, masyarakat dan negara secara
spiritual dan fisik untuk mendapatkan rida Allah SWT. Terdapat berbagai aliran dalam
proses pembentukan pola pemikiran ekonomi Islam, tren pemikiran ini dapat
dikelompokkan menjadi dua pola pikir. Pertama, aliran pemikiran yang
akomodatifmodifikasi dengan sifat eklektisme-metodologis yang dipelopori oleh ahli-
ahli ekonom Islam seperti Muhammad Abdul Mannan dan Muhammad Nejatullah
Siddiqi. Aliran pemikiran yang kedua, yaitu aliran ekonomi Islam yang berpegang
bahwa ekonomi Islam itu harus lahir dari tashawwur Islam itu sendiri, tanpa dicampur-
adukkan dengan sistem ekonomi pada umumnya.
Di antara pendukung tren ekonomi Islam total ini adalah Abdul Hamid
Abusulayman
Seyyed Vali Reza Nasr, Ziaudin Sardar, dan Muhammad Syukri Salleh Pemikiran
Muhammad Abdul Mannan menggunakan pendekatan eklektik dengan mengadopsi
pemikiran ekonomi Barat, sedangkan Muhammad Nejatullah Siddiqi menggabungkan
pendekatan ekonomi neo-klasik36 dengan fikih. Ini mengarah pada pendekatan yang
disebut “neo-klasik yang berbasis fikih” (fikih berbasis neo-klasik) yang merupakan
aliran ekonomi Islam arus utama yang dominan. Karena aliran pemikiran seperti itu
terbuka untuk menerima ekonomi neo-klasik dan memungkinkan ekonomi meningkat
untuk menjadikannya islami, karena itu disebut pendekatan modifikasi akomodatif.
Istilah dari metodologi, di sisi lain, pemikiran seperti itu memungkinkan untuk
pemilihan selektif apa pun yang dianggapterintegrasi ke dalam ekonomi Islam. Oleh
itulah mengapa disebut eklektik-metodologis. Pendekatan akomodatif yang
dimodifikasi mengacu pada pendekatan yang bersedia menerima dan meningkatkan
pemikiran ekonomi non-muslim untuk menjadikannya ekonomi Islam. Eklektik-
metodologis mengacu pendekatan fleksibel, memilih apapun yang terasa nyaman
berbagai sumber daya dan menggunakannya secara kolektif dalam perekonomian
Islam.Pendekatan akomodatif-modifikasi yang bersifat eklektisisme metodologis ini
memberikan argumen bahwa kontribusi dari sumber disiplin ilmu lain seperti teori neo-
klasik harus diterima. Menganggap, norma perilaku, dan tujuannya dapat diubah
menjadi islami.
Paradigma Ekonomi Islam lahir dan dibentuk dari dua sumber utama, yaitu naqli
(wahyu) dan ‘aqli (ijtihad). Sumber naqli adalah Alquran atau al-wahy al-matlu (wahyu
yang dibaca) dan al-sunnah atau al-wahy ghayr al-matlu (wahyu yang tidak dibaca).
Keduanya juga dikenal sebagai al-adillah al-qat’iyyah (bukti bahwa kebenarannya tidak
dapat diperdebatkan). Sementara itu, sumbernya aqli, terutama yang telah disepakati
adalah al-ijma’ dan al-qiyas. Keduanya juga dikenal sebagai al-adillah al-ijtihadiyyah
(pandangan diperoleh melalui kesungguhan pikiran).Paradigma ekonomi Islam
didasarkan pada paradigma Islam. Oleh karena itu, unsur dasar paradigma ilmu
ekonomi Islam sama dengan elemen-elemen asas dalam tashawwur Islam, yaitu Allah
SWT. sebagai pencipta, manusia sebagai makhluk dan sumber daya alam jugasebagai
makhluk. Konstruksi ini menghasilkan enam corak atau pola paradigma ekonomi Islam.
Pertama, berdasarkan al-tawhid (keesaan Allah SWT.). Kedua, menggunakan kaidah
al-’ubudiyyah (berbakti / beribadah kepada Allah SWT.). Ketiga, manusia sebagai
hamba dan khalifah sekaligus pelaku ekonomi Islam. Keempat, mawarid al-tabi’I
(sumber daya alam) sebagai alat atau wasilah pembangunan ekonomi. Kelima, al-
tawaazun (keseimbangan) antara dunia dan akhirat; dan Keenam, mencapai mardat
Allah SWT (rida Allah SWT.). Keenam pola paradigma ekonomi Islam ini dijelaskan
secara rinci sebagai berikut:
1. Berdasarkan “al-Tawhid” (keesaan Allah SWT.)
Tauhid merupakan konsep ketuhanan dalam Islam yang merupakan asas keimanan
dan keyakinan manusia tentang kewujudan dan keesaan Allah SWT.. Tauhid
Uluhiyah: yaitu menauhidkan Allah SWT dalam perbuatan-perbuatan yang
dilakukan hamba, yaitu mengikhlaskan ibadah kepada Allah SWT, yang mencakup
berbagai macam ibadah seperti tawakal, nazar, takut, pengharapan, dll.
2. Memiliki kaidah al-’Ubudiyyah (berbakti / beribadah kepada Allah SWT.)
Ibadah merupakan setiap perbuatan yang disyariatkan Allah SWT. dan mengikuti
setiap perintah yang disampaikan oleh Rasulullah SAW. yang diridai Allah SWT.. Ia
meliputi segala perintah dan larangan serta hal yang dihalalkan maupun diharamkan.
Ibadah memiliki cakupan yang luas tidak hanya terhadap perbuatan ibadah dan ritual
agama, tetapi juga meliputi setiap aspek kehidupan manusia termasuk dalam
melaksanakan ekonomi Islam.
3. Manusia sebagai hamba dan khalifah sebagai pelaku ekonomi Islam
Manusia adalah makhluk yang istimewa diciptakan oleh Allah SWT. dengan
sempurna dilengkapi akal serta memiliki kedudukantertinggi di antara makhluk
ciptaan Allah SWT. lainnya. Manusiamemiliki unsur fisik, roh, akal, nafsu. Manusia
diciptakan sebagai hamba dan sebagai khalifah di muka bumi. Sebagai hamba,
manusia diwajibkan menyembah Allah SWT., sebagai khalifah, manusia bertugas
sebagai makhluk yang bisa membangun, memakmurkan dan menjaga serta
memanfaatkan sumber alam yang disediakan oleh Allah SWT.. Kedua fungsi inilah
yang merupakan hakikat manusia yang berfungsi sebagai pelaku ekonomi Islam.
4. Mawarid al-thabi’i (sumber daya alam)
Sumber alam yang ada di muka bumi ini merupakan ciptaan Allah SWT. dan dalam
hal ini Allah SWT. menyerahkan amanah dan tanggung jawab kepada manusia
untuk memelihara dan memanfaatkan sumber alam karena manusia adalah khalifah
yang ditugaskan memakmurkan muka bumi. Setiap sumber alam yang diciptakan
merupakan alat pembangunan ekonomi untuk memenuhi keperluan hidup manusia
seperti makanan, pakaian, perhiasan, peralatan, tempat tinggal, perhubungan,
pengangkutan dan sebagainya
5. Al-Tawazun (keseimbangan) antara dunia dan akhirat
Pelaksanaan pembangunan ekonomi Islam harus dilakukan sesuai dengan petunjuk
Allah SWT. yang terdapat dalam Alquran dan hadis. Dalam hal ini manusia dituntut
menyeimbangkan antara amalan untuk kebahagiaan di dunia (aspek jasmani) dan
amalan untuk kebahagiaan di akhirat (aspek rohani). Kehidupan dunia ini perlu
dijadikan medan utama untuk mendapatkan sebanyak mungkin bekal menuju
akhirat.
6. Menggapai rida Allah SWT.
Keridaan Allah SWT merupakan tujuan akhir dari ekonomi Islam. Ridha Allah SWT
merupakan nikmat Allah SWT. yang paling besar dan paling utama. Tidak ada
harapan yang lebih tinggi dan tidak ada nikmat yang lebih besar selain dari keridaan
Allah SWT.. Sesuatu pembangunan ekonomi itu menjadi pembangunan ekonomi
Islam apabila ia meletakkan keridaan Allah SWT. sebagai tujuan akhirnya. Untuk
mendapatkan keridaan Allah SWT.
Ekonomi Islam merupakan paradigma ekonomi yang diterima dan
diimplementasikan oleh masyarakat melalui berbagai pembuktian empiris yang
diciptakan, melalui tangan-tangan akademisi, banker, ekonom, praktisi, dan para
profesional lainnya yang tentu saja dikawal oleh para ulama dan fukaha yang
memahami ilmu agama dan muamalah.
Persoalan ekonomi mendasar yang dihadapi umat manusia adalah adanya
pandangan yang menempatkan aspek material yang bebas dari dimensi nilai, dan ini
menempati posisi yang dominan. Di dalam aspek positif, pentingnya peranan
mekanisme pasar dalam pengalokasian sumber daya ekonomi untuk memenuhi
kebutuhan manusia. Prinsip Islam dalam kegiatan ekonomi adalah penggunaan sumber
daya ekonomi yang dianugerahkan oleh Allah SWT harus dimanfaatkan sebaik
mungkin dan seadil mungkin bagi kemaslahatan umat manusia. Karena bumi dan isinya
diciptakan oleh Allah SWT. untuk kepentingan hidup manusia sehingga dapat
membangun kehidupan yang penuh berkah sebagai manifestasi ketundukan dan
ketaatan kepada Allah SWT.
Sementara itu, dalam aspek normatif, Islam memiliki pandangan yang khas, karena
aktivitas ekonomi bagi seorang muslim merupakan bagian dari keseluruhan kehidupan
yang tidak boleh terlepas dari kepatuhan kepada ketentuan-ketentuan Allah SWT. Islam
tidak memperbolehkan bekerjanya sistem ekonomi yang didorong dan dimotivasi
secara materialistis yang berdampak pada hilangnya nilainilai kemanusiaan.

4. Pendekatan Islam terhadap Masalah Ekonomi


Pemikiran manusia selalu menitikberatkan pada masalahmasalah ekonomi seperti
kemiskinan, uang, barter, fluktuasi harga, pajak dan aturan campur tangan.
Permasalahan-permasalahantersebut bukan hanya terjadi di masa sekarang. Namun,
jauh sebelum saat ini. Permasalahan yang dihadapi oleh ilmu ekonomi Islam adalah
kesenjangan antara perilaku ideal dengan perilaku riil. Kesenjangan inilah yang
kemudian dijadikan alasan bahwa teori-teori ekonomi Islam tidak dapat dibuktikan
pada tataran yang empiris oleh para ekonom aliran positivisme. Berikut dua pendekatan
utama yang digunakan untuk mengembangkan ilmu ekonomi Islam.

5. Pendekatan Induktif
Pendekatan induktif diawali dengan mengekstraksi inti ajaran Islam menjadi
elemen-elemen teori ekonomi Islam. Metode berpikir induktif adalah metode berpikir
yang menerapkan hal-hal yang khusus terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan
dalam bagian-bagiannya yang umum.39 Di dalam Islam, istilah induktif disebut juga
dengan istilah istiqra’. Umumnya, induktif bersumber kepada pengalaman dan lebih
berbentuk eksploratif.40 Pendekatan induktif diartikan sebagai metode penarikan
hukum yang berangkat dari problem kontemporer yang kemudian ditarik status hukum
syariatnya. Sebelum membahas lebih lanjut, supaya mempermudah pembelajaran,
berikut merupakan skema penarikan pendekatan induktif.
1. Memahami Fakta (fahmul waqi’)
Untuk dapat mengetahui proses pemahaman fakta dari suatu permasalahan, maka
perhatikanlah bagan berikut.
2. Memahami nas (fahmun nushush)
Proses memahami nas-nas yang berkaitan dengan ak permasalahan pun tidak bisa
secara sembarangan. Ada beberapa langkah yang harus dilewati agar sampai pada
inti dalam memahami nas ini.

6. Pendekatan deduktif
Pendekatan deduktif diawali dengan mengekstraksi inti ajaranIslam menjadi elemen-
elemen teori ekonomi Islam. Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang
menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam
bagian-bagiannya yang khusus. Dengan kata lain, metode ini digunakan untuk
menghasilkan hukum syariat Islam yang diturunkan langsung dari nas-nas Alquran dan
sunah. Di dalam Islam dikenal qiyas dalam ushul fiqh yang dapat dikatakan mirip
dengan metode deduktif ini, atau dalam arti lain, qiyas dihasilkan dari logika deduktif
analogis (perbandingan). Ulama yang banyak melakukan metode ini adalah Imam
Syafi’i. Pendekatan deduktif dalam Islam identik dengan cara untukmenghasilkan
hukum syariat. Hukum syariat diartikan sebagai seruan dari Pembuat Hukum yang
mengikat perbuatan hamba. Dari definisi tersebut, salah satu syarat bahwa nas Alquran
dan sunah dapatmenjadi hukum syariat yakni harus mengandung seruan/tuntutan.
Adapun skema penarikan hukum syariat dengan pendekatan deduktif.
Dari gambar tersebut dapat diambil contoh perintah Allah SWT untukmemerangi orang
yang tidak beriman kepada Allah SWT dan hari akhir. Perintah ini terdapat dalam
Alquran surah at-Taubah [9] : 29. “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada
Allah SWT dan tidak (pula) kepada hari Kemudian…”Ayat di atas secara eksplisit
diawali dengan sebuah perintah.Terbukti dari kata “qaatiluu” yang artinya “perangilah”.
Namun, apakah perintah tersebut termasuk ke dalam jazm atau ghairu jazm? Untuk
menjawabnya, maka kita perlu menemukan qarinah/tanda. Setelah ditelusuri, ternyata
ayat tersebut mempunyai qarinahdalam Alquran surah at-Taubah [9] : 39

“Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah SWT menyiksa kamu
dengan siksa yang pedih....”Dengan memahami tanda-tanda tersebut, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa sifat dari perintah Allah SWT dalam Alquran surah at-
Taubah [9] ayat 29 adalah jazm yang hukumnya adalah wajib. Sebagaimana kita
ketahui, makna wajib, yaitu ketika dilakukan maka akan mendapat pahala sedangkan
ketika tidak dilakukan maka akan mendapat siksa.
7. Penarikan Hukum (Istinbathul Ahkam).
Pada tahap ini, kita akan mengalami proses penarikan hukum syara’ terhadap status
perbuatan manusia yang hendak dihukuminya. Lalu, bagaimana proses dalam penarikan
hukum ini? Proses yang dilakukan adalah sama dengan proses penarikan hukum syariat
dengan pendekatan deduktif. Hal tersebut dikarenakan ketika hendak menarik hukum
suatu perbuatan maka paling tidak akan melewati beberapa langkah sebagai berikut:
a. Menentukan jenis khithob atau seruan. Apakah mengandungperintah atau
larangan.
b. Mencari qarinah/tanda. Apakah bersifat jazm atau ghairu jazm
c. Menentukan status hukum syariatnya. Apakah wajib, sunah, mubah, makruh, atau
haram.
8. Muamalah diatur Syariah
Hidup merupakan realisasi ibadah kepada Allah SWT, yang segala sesuatunya harus
kembali kepada Allah SWT, termasuk di dalamnya aspek muamalah (Q.S. al-An’am
[6]: 162): “Katakanlah (Muhammad): Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah SWT, Tuhan semesta alam.”
Kata muamalah secara lughowi (bahasa) berasal dari kataa’mila-ya’malu
kemudian berubah menjadi ‘aamala-yu’aamilumu’aamalah semakin dengan al-
muf’alah (saling berbuat) dan dalam muamalah secara terminologi memiliki beberapa
pengertian, yaitu: bentuk jamak mu’aamalat. Mua’malah dalam arti umum adalah
hubungan antara manusia baik sebagai sesama untuk memenuhikebutuhan masing-
masing. Beberapa pengertian dari muamalah di antaranya:
1. Muamalah adalah hubungan antara manusia dalam usaha mendapatkan alat-alat
kebutuhan jasmaniah dengan carasebaik-baiknya sesuai dengan ajaran-ajaran dan
tuntutan agama.
2. Muamalah adalah hukum yang mengatur hubungan individudengan individu lain,
atau individu dengan negara Islam, dan atau negara Islam dengan negara lain.
3. Muamalah adalah peraturan-peraturan yang harus diikuti danditaati dalam hidup
bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia.
Ruang lingkup fikih muamalah adalah keseluruhan kegiatanmuamalah manusia
berdasarkan hukum-hukum Islam yang berupa peraturan-peraturan yang berisi perintah
atau larangan seperti wajib, sunah, haram, makruh dan mubah.48 Ada dua hal yang
menjadi ruang lingkup dari muamalah. Pertama, bagaimana transaksi itu dilakukan.
Hal ini menyangkut dengan etika (adabiyah) suatu transaksi, seperti ijab kabul,
saling meridai, tidak ada keterpaksaan dari salah satupihak, adanya hak dan kewajiban
masing-masing, kejujuran, dansegala sesuatu yang bersumber dari indra manusia yang
adakaitannya dengan peredaran harta dalam kehidupan masyarakat. Kedua, apa pun
bentuk transaksi itu. Ini menyangkut materi (madiyah) transaksi yang dilakukan, seperti
jual beli, pegang gadai, jaminan dan tanggungan, pemindahan utang, perseroan harta
dan jasa, sewa menyewa dan lain sebagainya.
Sumber hukum syariat Islam ialah hukum syara’ yang diambil dari empat sumber
utama. Pertama, kitab suci umat Islam, yaitu Alquran, sebagai sumber segala sumber
hukum. Kedua, hadis yang merupakan sekumpulan keterangan yang berasal dari
Rasulullah SAW. Baik berupa tindakan, ucapan, sikap (qawlun, fi‘liyyun, taqrīriyyun
serta perilaku beliau dalam kehidupannya yang sangat terjaga dengan baik. Ketiga,
hukum syariah ialah ijmak para ulama. Ijma’ berartipandangan para mujtahid atau
kesepakatan pendapat dari para ahli hukum Islam terhadap permasalahan atau
pertanyaan yang dihadapi oleh masyarakat pada masa tertentu. Keempat, qiyas atau
analogi merupakan proses yang diambil oleh para mujtahid berhubungan dengan
permasalahan yang meragukan dengan cara membandingkan permasalahan tersebut
dengan kasus-kasus yang hampir serupa dan sudah ditetapkan dengan jelas dalam
Alquran maupun hadis.
Dari sumber hukum di atas, kita wajib melaksanakan ajarannya karena syariah
memiliki hubungan dengan kata dīn yang berarti patuh, taat, atau mengikuti. Syariat
adalah hukum ilahi, yaitu ketentuan-ketentuan Allah SWT. yang wajib ditaati baik oleh
individu maupun masyarakat. Kewajiban mengamalkan syariat Islam merupakan
kewajiban yang tidak dapat dielakkan, dan merupakan keharusan syar’iyyah atas
penguasa (Allah SWT.)
9. Prinsip Dasar dari Muamalah
Klasifikasi prinsip muamalah terbagi menjadi dua, prinsip umum dan prinsip khusus.
Adapun prinsip umumnya, ialah
1. Muamalah pada dasarnya boleh (mubah).
“Pada dasarnya muamalah itu boleh, atau kaidah lain, padadasarnya muamalah itu
halal hingga ada dalil yang tegak untuk melarangnya.”
2. Muamalah yang dilakukan untuk mewujudkan kemasalahatan.
Hakikat kemaslahatan dalam Islam adalah segala bentuk kebaikan dan manfaat
yang berdimensi integral duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual, serta
individual dan kolektif.
3. Muamalah dilaksanakan dengan memelihara nilai keseimbangan (tawaazun).
Konsep ini meliputi berbagai segi antara lain keseimbanganantara pembangunan
material dan spiritual serta pemanfaatan dan pelestarian sumber daya.
4. Muamalah dilaksanakan dengan memelihara nilai keadilan.Segala bentuk
muamalah yang mengandung unsur penindasan tidak dibenarkan.
Sementara itu, prinsip khususnya, yaitu:
1. Objek transaksi harus halal. Artinya dilarang melakukan aktivitas ekonomi terkait
yang haram.
2. Adanya keridaan pihak-pihak yang bermualamah. Dasar asas ini adalah an
taradhin minkum (saling rela di antara kalian, Q.S. an-Nisa: 29). Asas ini
menyatakan bahwa segala transaksi yang dilakukan harus atas dasar kerelaan
antara masing-masing pihak sebagai prasyarat bagi terwujudnya transaksi. Jika
dalam transaksi tidak terpenuhi asas ini, berarti memakan sesuatu dengan cara
batil.
3. Pengurusan dana yang amanah, yaitu menyampaikan hak apa saja kepada
pemiliknya, tidak mengambil sesuatu melebihi haknya dan tidak mengurangi hak
orang lain.
4. Pencatatan proses transaksi. Di antara upaya penjagaan dalam sebuah transaksi
dari terjadinya sengketa, lupa, kehilangan, dan lainnya maka syariah
memerintahkan otentifikasi (tautsiq) melalui pencatatan, kesaksian, dan jamin.
REFERENSI

Azharsyah Ibrahim, Erika Amelia, Nashr Akbar, Nur Kholis, Suci Apriliani Utami,
Nofrianto, 2021, Pengantar Ekonomi Islam, Jakarta, Departemen Ekonomi dan
Keuangan Syariah – Bank Indonesia
digilib.iainkendari.ac.id

Anda mungkin juga menyukai