Anda di halaman 1dari 333

DAFTAR ISI

ISLAM THE WAY OF LIFE................................................................................3


FILOSOFI ILMU EKONOMI ISLAM ............................................................. 10
PENGANTAR ILMU SYARIAH .......................................................................25
MAQASHID SYARIAH ...................................................................................... 35
SEJARAH PERADABAN DAN PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM ............44
PENGANTAR ILMU EKONOMI .....................................................................76
FIQH MUAMALAH ............................................................................................ 88
MIKRO EKONOMI ISLAM ............................................................................129
MAKRO EKONOMI ISLAM...........................................................................146
LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH ............................................................. 167
PENGANTAR AKUNTANSI SYARIAH ........................................................ 180
FILANTROPI ZISWAF DAN MAWARIS ..................................................... 184
ETIKA BISNIS ISLAM..................................................................................... 196
PERBANDINGAN ILMU EKONOMI ............................................................ 200
FIQIH MUAMALAH KONTEMPORER ....................................................... 207
RISET DAN METODOLOGI EKONOMI ISLAM .......................................212
DASAR AKUNTANSI SYARIAH ...................................................................220
PSAK 59,100-112 (AKUNTANSI) ....................................................................224
MANAJEMEN SYARIAH ................................................................................300
KEBIJAKAN FISKAL ISLAM ........................................................................319
ISLAM DAN PEMBANGUNAN EKONOMI .................................................326
BAB 1
ISLAM THE WAY OF LIFE

A. PENDAHULUAN

Agama Islam merupakan agama yang mengatur seluruh sistem kehidupan


(way of life). Aturan agama Islam diberikan oleh Allah SWT kepada manusia
melalui petunjuk rasul-Nya berupa akidah, akhlak dan Syariah. Petunjuk ini
diberikan supaya manusia dapat menjalankan tugas kekhalifahan dengan sebaik
baiknya, tugas kekhalifahan dalam menjaga segala ciptaan-Nya termasuk di
dalamnya menjaga bumi beserta isinya.
Akidah dan akhlak sebagai sesuatu yang konstan, tidak mengalami
perubahan walaupun adanya perubahan waktu dan tempat. Sedangkan syariah
senantiasa mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi umat
pada Rasul masing-masing. Syariah Islam sebagai syariah yang terakhir, yang
disampaikan Rasulullah Muhammad SAW memiliki dua keistimewaan yaitu
sebagai syariah yang komprehensif (menyeluruh) dan universal (umum).

B. WORLDVIEW ISLAM

Secara umum, worldview atau pandangan hidup sering diartikan filsafat


hidup atau prinsip hidup. Setiap kepercayaan, bangsa, kebudayaan, peradaban,
bahkan setiap orang mempunyai worldview masing-masing. Jika worldview
dikaitkan dengan suatu kebudayaan, maka spektrum maknanya dan juga
temanya akan mengikuti kebudayaan tersebut. Esensi perbedaannya terletak
pada faktor-faktor dominan dalam pandangan hidup masing-masing yang
boleh jadi berasal dari kebudayaan, filsafat, agama, kepercayaan, tata nilai
sosial, atau lainnya. Faktor-faktor itulah yang menentukan cara pandang dan
sikap manusia yang bersangkutan terhadap apa yang terdapat dalam alam
semesta dan juga luas atau sempitnya spektrum maknanya. Ada yang terbatas
pada dunia fisik, ada pula yang menjangkau dunia metafisika atau alam di luar
kehidupan dunia.
Definisi worldview Islam dapat kita peroleh dari beberapa tokoh ulama
kontemporer. Sebab dalam tradisi Islam klasik terma khusus untuk pengertian
worldview belum diketahui, meski tidak berarti Islam tidak memiliki
worldview. Para ulama abad 20 menggunakan term khusus untuk pengertian
worldview ini yang berbeda antara satu dengan yang lain. Menurut al-
Maududi, worldview adalah Islâmî Nazariyat (Islamic Vision) yang berarti
pandangan hidup yang dimulai dari konsep keesaan Tuhan (syahâdah) yang
berimplikasi pada keseluruhan kegiatan kehidupan manusia di dunia. Sebab
syahadah adalah pernyataan moral yang mendorong manusia untuk
melaksanakannya dalam kehidupannya secara menyeluruh.
Hampir sama dengan al-Mawdudi, Sheykh Atif al-Zayn mengartikan
worldview sebagai al- Mabda’ al-Islâmî (Islamic Principle) yang berarti
aqîdah fikriyyah (kepercayaan yang rasional) yang berdasarkan pada akal.
Sebab. Setiap muslim wajib beriman kepada hakikat wujud Allah, kenabian
Nabi Muhammad SAW, dan kepada Al-Qur’an dengan akal. Iman kepada hal-
hal yang gaib berdasarkan cara penginderaan yang diteguhkan oleh akal
sehingga tidak dapat dipungkiri lagi. Iman kepada Islam sebagai agama yang
diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW untuk mengatur hubungan
manusia dengan Tuhan, dirinya dan lainnya. Masih bertumpu pada akidah,
Sayyid Qutb mengartikan worldview Islam dengan istilah al-Tasawur al-
Islâmî (Islamic Vision), yang berarti akumulasi dari keyakinan asasi yang
terbentuk dalam pikiran dan hati setiap muslim, yang memberi gambaran
khusus tentang wujud dan apa- apa yang terdapat di balik itu hampir sejalan
dengan Sayyid Qutb, Naquib al-Attas mengganti istilah worldview Islam
dengan Ru’yah al-Islâm li al-wujûd yang berarti pandangan Islam tentang
realitas dan kebenaran yang nampak oleh mata hati kita dan yang menjelaskan
hakikat wujud; oleh karena apa yang dipancarkan Islam adalah wujud yang
total, maka worldview Islam berarti pandangan Islam tentang wujud.
Dari definisi worldview Islam menurut ulama di atas, dapat disimpulkan
bahwa meski istilah yang dipakai berbeda-beda pada umumnya para ulama
tersebut sepakat bahwa Islam mempunyai cara pandangnya sendiri terhadap
segala sesuatu. Selain itu pandangan-pandangan di atas telah cukup baik
menggambarkan karakter Islam sebagai suatu pandangan hidup yang
membedakannya dengan pandangan hidup lain. Namun, jika kita kaji
keseluruhan pemikiran di balik definisi para ulama tersebut, kita dapati
beberapa orientasi yang berbeda. Maududi lebih mengarahkan kepada
kekuasaan Tuhan yang mewarnai segala aktivitas kehidupan manusia, yang
berimplikasi politik. Syaikh Atif al-Zayn dan Sayyid Qutb lebih cenderung
mamahaminya sebagai seperangkat doktrin kepercayaan yang rasional yang
implikasinya adalah ideologi. Sayyid Qutb agak filosofis mengarahkan pada
makna worldview sebagai gambaran tentang wujud. Sedangkan Naquib al-
Attas lebih tegas lagi memaknai worldview secara metafisis dan epistemologis
sehingga menjadi cara pandang.

C. MORALITAS DALAM ILMU EKONOMI

Nilai dasar ekonomi Islam adalah seperangkat nilai yang telah diyakini
dengan segenap keimanan, dimana ia akan menjadi landasan paradigma
ekonomi Islam. Nilai-nilai dasar tersebut berdasarkan al-Qur`an dan as-
Sunnah. Kemudian sebagai ekonomi yang bersifat Rabbani maka Ekonomi
Islam mempunyai sumber “nilai-nilai normatif-imperatif” (meminjam istilah
dari Ismail Al Faruqi), sebagai panduan serta pedoman yang mengikat.
Dengan mengakses kepada aturan Ilahiyah(ketuhanan), setiap perbuatan
manusia mempunyai unsur moral, etika, dan ibadah. Setiap tindakan manusia
tidak boleh lepas dari nilai, yang secara vertikal merefleksikan moralitas yang
baik, dan secara horizontal memberi manfaat bagi manusia dan makhluk
lainnya. Nilai moral samahah (lapang dada, lebar tangan, dan murah hati)
ditegaskan sebagai prasyarat bagi pelaku ekonomi untuk mendapatkan rahmat
atau kasih dari Tuhan, baik selaku pedagang/pebisnis, produsen, konsumen,
debitor maupun kreditor.
Prinsip atau nilai sebagai landasan dan dasar pengembangan ekonomi
Islam terdiri dari 5 (lima) nilai universal, yaitu: tauhid (keimanan), ‘adl
(keadilan), nubuwwah (kenabian), khilafah (pemerintahan), dan ma’ad (hasil).
Kelima nilai ini menjadi dasar inspirasi untuk menyusun proposisi-proposisi
dan teori-teori ekonomi Islam.
Kegiatan ekonomi dalam Islam bersifat muamalah. Kegiatan muamalah
merupakan kegiatan-kegiatan yang menyangkut hubungan antar manusia.
Kegiatan ini sama halnya dengan transaksi, sebagaimana muamalah transaksi
juga banyak macamnya salah satunya yaitu sewa-menyewa. Kajian hukum
Islam tentang muamalah secara garis besar terkait dengan dua hal. Pertama
muamalah yang berkaitan dengan kebutuhan hidup yang bertalian dengan
materi dan inilah yang dinamakan dengan ekonomi. Sedangkan yang kedua,
muamalah yang terkait dengan pergaulan hidup yang dipertalikan oleh
kepentingan moral rasa kemanusiaan dan inilah yang dinamakan sosial.

D. MORALITAS DALAM EKONOMI ISLAM

Moralitas merupakan dimensi nyata yang ada pada kehidupan manusia.


Dalam arti moralitas tidak terdapat dalam kehidupan binatang. Moralitas
merupakan salah satu ciri yang membedakan antara manusia dan binatang. Hal
ini dapat dilihat pada tahap kesadaran yang ada, manusia memiliki kesadaran
bertindak sedangkan hewan bertindak sesuai dengan hukum alam atau insting.
Kesadaran bertindak sangat erat kaitannya dengan hati nurani. Hati nurani
adalah “instansi” dalam diri kita yang menilai moralitas perbuatan-perbuatan
kita, secara langsung, kini dan disini. Dengan hati nurani dimaksudkan sebuah
bentuk penghayatan tentang baik dan buruk suatu perbuatan konkret. Hati
nurani memerintahkan untuk melakukan atau melarang melakukan suatu
perbuatan kini dan disini. Tidak mengikuti hati nurani berarti mengkhianati
dan menghancurkan integritas pribadi dan martabat terdalam diri kita sendiri.
Dengan kata lain, hati nurani adalah kesadaran moral. Hati nurani merupakan
pembimbing perbuatan-perbuatan di bidang moral.
Setiap agama mengandung suatu ajaran moral yang menjadi pegangan
bagi perilaku para penganutnya. Ada dua macam ajaran moral dalam agama.
Pertama, ajaran moral yang berbicara secara mendetail dan hanya mengikat
suatu agama, suatu misal ajaran tentang makanan haram, puasa dan
sebagainya. Kedua, ajaran yang lebih bersifat umum dan berlaku lintas agama.
Suatu misal ajaran tentang larangan membunuh, jangan berbohong, jangan
berzina dan sebagainya.
Moralitas Islam sebagaimana yang telah bicarakan pada pembahasan
sebelumnya, dapat membawa pada terealisasinya apa yang seharusnya
menjadi pandangan hidup atau obsesi seorang muslim, yaitu falah. Falah akan
tercapai jika terdapat basis ketentuan atau aturan yang mendukung. Yang
dimaksud dengan basis ketentuan di sini adalah segala sesuatu yang menjadi
persyaratan bagi implementasi dan pendukung optimalisasi pencapaian falah
dimaksud.

E. IMAN DAN KEHIDUPAN EKONOMI

Aktivitas ekonomi dalam bingkai akidah maksudnya adalah usaha yang


dilakukan oleh seorang muslim harus dimaknai dalam rangka ibadah dan
sarana mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah swt. Kesadaran dan
kemampuan memaknai segala aktivitas ekonomi sebagai taqarrub ilallah akan
melahirkan sikap tawakal, ikhlas, sabar, qana’ah dan isti’anah (memohon
pertolongan Allah) baik dengan sholat maupun berdoa, sehingga segala usaha
yang dilakukannya tidak pernah terputus dengan Allah.
Sedangkan aktivitas ekonomi dalam bingkai syariah (menurut aturan
Allah) maksudnya adalah dalam melakukan aktivitas ekonomi (Amal al-
Iqtisadi) seseorang harus menyesuaikan diri dengan aturan Al-Qur’an dan
hadis. Memang harus diakui, bahwa Al-Qur’an tidak menyajikan aturan yang
rinci tentang norma-norma dalam melakukan aktivitas ekonomi. Tetapi hanya
mengamanatkan nilai-nilai (prinsip- prinsip)-nya saja. Sedangkan hadis Nabi
SAW. Pun hanya menjelaskan sebagian rincian operasionalisasinya,
sementara aktivitas ekonomi dengan segala bentuknya senantiasa berkembang
mengikuti perkembangan zaman dan tingkat kemajuan kebudayaan manusia.
Sehingga, semakin berkembang kebudayaan manusia semakin banyak jenis
muamalah yang muncul. Meskipun demikian, tentu tidak berarti bahwa nilai-
nilai atau norma Islam luput dari persoalan ekonomi yang berkembang di
zaman kontemporer, sekarang dan yang akan datang.

F. ISLAM DAN AKAL MANUSIA

Dalam Islam, akal memiliki posisi yang sangat mulia. Meski demikian,
bukan berarti akal diberi kebebasan tanpa batas dalam memahami agama.
Islam memiliki aturan untuk menempatkan akal sebagaimana mestinya.
Bagaimanapun, akal yang sehat akan selalu cocok dengan syariat Allah SWT,
dalam permasalahan apa pun. Akal adalah nikmat besar yang Allah swt
titipkan dalam jasmani manusia. Akal merupakan salah satu kekayaan yang
sangat berharga bagi diri manusia. Keberadaannya membuat manusia berbeda
dengan makhluk-makhluk lain ciptaan Allah. Bahkan tanpa akal manusia
tidak ubahnya seperti binatang yang hidup di muka bumi ini. Dengan bahasa
yang singkat, akal menjadikan manusia sebagai makhluk yang berperadaban.
Tetapi meskipun demikian, akal yang selalu diagung-agungkan oleh golongan
pemikir sebut saja golongan ra’yu atau mu’tazilah juga memiliki keterbatasan
dalam fungsinya.
Akal itu adalah sebuah timbangan yang cermat, yang hasilnya adalah
pasti dan dapat dipercaya. Khaldun menjelaskan mempergunakan akal itu
menimbang soal-soal yang berhubungan dengan keesaan Allah SWT, atau
hidup di akhirat kelak, atau hakikat kenabian (nubuwah), atau hakikat sifat-
sifat ketuhanan atau hal-hal lain di luar kesanggupan akal, adalah sama dengan
mencoba mempergunakan timbangan tukang emas untuk menimbang gunung.
Ini tidaklah berarti bahwa timbangan itu sendiri tidak boleh dipercaya. Soal
yang sebenarnya ialah bahwa akal itu mempunyai batas-batas yang dengan
keras membatasinya.
Akal akan mempertimbangkan hal-hal yang dilihat atau didengar lewat
indera penglihatan atau pendengaran. Ini berarti bahwa akal dapat berfungsi
setelah ada informasi yang bersifat empirik dari indera yang lain. Lalu
bagaimana dengan fungsi akal untuk memikirkan hal-hal yang bersifat
abstrak? Hal-hal yang bersifat gaib? Mempertimbangkan bahwa akal dapat
berfungsi ketika ada informasi yang bersifat empirik dari panca indera yang
lain, ini berarti akal akan berfungsi sebagaimana mestinya untuk hal-hal yang
bersifat dapat diraba dan didengar. Adapun untuk hal-hal yang bersifat gaib
atau abstrak diperlukan petunjuk khusus, yakni wahyu (agama). Dengan
begitu, meskipun di dalam al-Qur’an sangat ditekankan pada penggunaan akal
dalam setiap persoalan, namun di sisi lain akal sangat membutuhkan wahyu
(agama) atau lebih tepatnya religiusitas dalam menimbang hal-hal yang
bersifat abstrak (gaib).
Islam adalah agama yang sangat memperhatikan peran dan fungsi akal
secara optimal, sehingga akal dijadikan sebagai standar seseorang diberikan
beban taklif atau sebuah hukum. Jika seseorang kehilangan akal maka hukum
tidak berlaku baginya. Saat itu dia dianggap sebagai orang yang tidak terkena
beban apapun. Di dalam Islam, dalam menggunakan akal mestilah mengikuti
kaidah-kaidah yang ditentukan oleh wahyu supaya akal tidak terbabas, tidak
digiring oleh kepentingan, tidak menghalalkan yang haram dan
mengharamkan yang halal, tidak menjadikan musuh sebagai kawan dan
kawan sebagai musuh.
Meskipun demikian, akal bukanlah penentu segalanya. Ia tetap memiliki
kemampuan dan kapasitas yang terbatas. Oleh karena itu, Allah SWT
menurunkan wahyu-Nya untuk membimbing manusia agar tidak tersesat. Di
dalam keterbatasannya, akal manusia menjadi mulia. Sebaliknya, ketika ia
melampaui batasnya dan menolak mengikuti bimbingan wahyu, maka ia akan
tersesat.

Referensi

Amin, Muhammad, “Kedudukan Akal dalam Islam”, Jurnal Tarbawi Jurnal


Pendidikan Agama Islam, (Vol. 3 No. 1, Januari-Juni 2018).
Zarkasyi, Hamid Fahmy, “Worldview Islam dan Kapitalisme Barat”, Jurnal
Tsaqafah, (Vol. 9, No. 1, April 2013).
Mursal dan Suhadi, “Implementasi Prinsip Islam dalam Aktivitas Ekonomi
(Alternatif Mewujudkan Keseimbangan Hidup)”, Jurnal Penelitian, (Vol. 9, No. 1,
Februari 2015).
Adinugraha, Hendri Hermawan, “Norma dan Nilai dalam Ilmu Ekonomi Islam”,
Jurnal Media Ekonomi & Teknologi Informasi, (Vol.21 No. 1 Maret 2013).
BAB 2
FILOSOFI ILMU EKONOMI ISLAM

A. EKONOMI ISLAM SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN

Ekonom Islam modern seperti Khurshid telah mengembangkan


pendekatan multidisiplin dan multidimensi yang membentuk landasan
konseptual ekonomi Islam di mana standar etika dan moral Islam terintegrasi
dengan kuat dengan motif ekonomi. Berlawanan dengan ekonomi konvensional,
pendekatan Islam modern ini menghadirkan visi sosio-etis ekonomi untuk
memecahkan masalah ekonomi manusia (Bhat, 2016). Ekonomi Islam modern
bertujuan untuk mengembangkan sistem baru berdasarkan fitur- fitur berikut:
a) Ekonomi Islam adalah sub-sistem dari domain agama Islam yang
lebih besar, karena sumbernya berasal dari sumber fundamental Islam.
b) Ekonomi Islam mengatur segala aspek ekonomi dan kegiatan seperti pada
sistem ekonomi yang berlaku.
c) Mewajibkan individu untuk membatasi pilihan mereka dalam batasan
etika Islam.
Khurshid mendefinisikan bahwa ekonomi Islam berkaitan dengan
masalah ekonomi manusia dari perspektif baru, menguraikan pendekatan
untuk memecahkan masalah masyarakat yang memanfaatkan sumber-sumber
agama, budaya dan tradisi Islam, meskipun juga terdapat pembelajaran dari
seluruh pengalaman yang terjadi masa lalu dan saat ini. Keunikan pendekatan
Islam terletak pada integrasi aspek moral dan material, spiritual dan duniawi,
etis dan sosial-fisik kehidupan. Islam menekankan pengembangan
kemanusiaan dengan nilai-nilai sosial, bukan hanya perkembangan
materialistis (Bhat, 2016).
Pernyataan Khurshid tentang ekonomi Islam didasarkan pada aksioma
konseptual yang sepenuhnya berbeda dari kapitalisme dan sosialisme, yaitu:
a) Tauhid (persatuan dan kedaulatan Allah).
b) Rububiyyah (bahwa Allah adalah penyedia dan penopang ciptaan).
c) Khilafah (manusia sebagai wakil Allah dan bertanggung jawab di depan
Allah).
d) Tazkiyah (pemurnian, pengorbanan, amal, yaitu infak).
Pandangan dunia Islam didasarkan pada aksioma tauhid, yaitu monoteisme
absolut adalah inti dari Islam; keyakinan bahwa Allah adalah Mahakuasa, Tuhan
yang Maha Segalanya, pencipta dan penopang dunia. Aksioma ini berkorelasi
dengan aksioma kesetaraan selanjutnya; semua manusia adalah ciptaan-Nya dan
setara secara inheren. Aksioma selanjutnya dari Rububiyyah yang mengacu pada
pengaturan Ilahi untuk makanan, rezeki dan mengarahkan hal-hal menuju
kesempurnaan mereka.
Khilafah menjelaskan bahwa manusia adalah khalifah dan wali dari karunia-
karunia Allah dalam penciptaan, dan memegang posisi sentral di bumi ini. Semua
manusia sama dalam esensi mereka dan manusia bertanggung jawab untuk
membangun perdamaian, keadilan, kemakmuran dan ketenangan di bumi, ia
bertanggung jawab atas perbuatannya di hadapan Tuhan. Khilafah termasuk
konsepsi solidaritas universal, penerapan sumber daya sebaik mungkin dan
memiliki kebebasan untuk menjalankan kehidupan pribadinya. Aksioma
tazkiyah berkaitan dengan dan pertumbuhan menuju kesempurnaan melalui
pemurnian, pengorbanan, amal yaitu infak. Aksioma ini mengarahkan individu
ke arah pengembangan diri, yang mengarah pada kemakmuran dalam dimensi
ekonomi dan sosial secara harmonis. Hasil tazkiyah adalah falah, kemakmuran
di dunia dan akhirat.

B. METODE PEMBENTUKAN EKONOMI ISLAM

Metodologi ekonomi merupakan sesuatu yang menjadi perhatian luas di


antara para ekonom pada tahun 1970-an dan mengalami perkembangan pada
tahun 1980-an, yang mana ia telah menjadi sub disiplin yang dikenal dalam
ekonomi (Backhouse, 1994: 4). Ini membawa perdebatan baru tentang
bagaimana ekonomi akan didekati dan bagaimana teorinya dan kemudian pada
tubuh pengetahuan akan dibangun (Furqani & Haneef, 2015).
Metodologi tidak dapat diartikan sebagai metode, prosedur teknis
atau pendekatan untuk pemodelan, melainkan metodologi adalah studi
tentang alasan di balik prinsip-prinsip di mana berbagai jenis proposisi
diterima atau ditolak sebagai bagian dari tubuh pengetahuan yang tertata
secara umum ataupun khusus (Machlup, 1978). Studi metodologis akan
memberikan argumen serta alasan yang rasional untuk mendukung
berbagai preferensi yang diberikan oleh para ilmuan untuk membentuk
konsep, membangun model, merumuskan hipotesis dan menguji teori
(Machlup, 1978).
Oleh karenanya, pembentukan metodologi akan menjadi (1)
serangkaian kriteria, aturan, prinsip, standar, rasionalisasi, argumen dan
justifikasi untuk penilaian teori, juga menguji dan membuktikan
keandalan teori itu, sehingga dapat dibedakan antara teori yang valid dan
yang tidak valid (Fox 1997); dan (2) metode, teknik atau langkah-langkah
prosedur yang diperlukan untuk menilai dan membenarkan teori yang
muncul jauh setelah kriteria dan argumen ditetapkan dengan jelas.
Ekonomi Islam merupakan disiplin baru, oleh karenanya studi
metodologi memainkan peran dalam pengembangan disiplin itu sendiri.
Selain itu, jika sebagian besar ekonom Islam mengklaim bahwa teori
ekonomi konvensional diimplementasikan tidak sesuai dengan nilai dan
prinsip Islam, maka tugas kita adalah mengembangkan teori ekonomi
Islam yang sesuai dengan nilai dan prinsip Islam (Furqani & Haneef,
2015). Tanpa adanya metodologi yang tepat, ekonomi Islam tidak dapat
dijalankan dengan tepat.
Berdasarkan Furqani & Haneef (2015), terdapat tiga jenis
pendekatan metodologi dalam pembentukan ekonomi Islam, yaitu:
a) Penggunaan metodologi ushul al-fiqh yang diterapkan dalam ekonomi.
b) Penggunaan pluralitas metodologi dengan memanfaatkan berbagai
metodologi yang dikembangkan dalam tradisi barat dan Islam.
c) Metodologi arus utama ekonomi positif konvensional yang diterapkan
dalam kasus-kasus Islam.
1. Tipe I: Ushul al-Fiqh sebagai Metodologi Ekonomi Islam
Ushul al-fiqh atau metodologi menurunkan aturan (ahkam) yang
digunakan dalam diskusi ekonomi Islam untuk mengembangkan ekonomi
Islam. Hal ini datang dari pemahaman bahwa sifat ekonomi Islam sama
dengan fiqh al-muamalah. Addas (2008) mengungkapkan bahwa
ekonomi Islam tidak lebih dari hasil penerapan aturan dan perintah Islam,
yaitu memasukkan fiqh ke dalam struktur ekonomi sekuler yang lazim
untuk memisahkan hal-hal yang sesuai dan tidak sesuai dengan prinsip
Islam seperti yang terjadi pada praktik ekonomi dan bisnis saat ini.
Ekonom Islam dapat menggunakan ushul al-fiqh sebagai
metodologi mereka dan juga sebagai upaya untuk mengidentifikasi dan
membangun tatanan ekonomi yang sesuai dengan Al-Qur’an dan tradisi
Islam dengan menemukan teori dalam teks (nusus) dan memperoleh
aturan umum serta prinsip-prinsip dalam membangun teori dan sistem
ekonomi Islam yang konsisten (Yalcintas, 1987).
Pendekatan yang dapat dilakukan bisa seperti para fuqaha’ (ahli
hukum) mempraktikkan upaya untuk membangun al-qawa’id al-
fiqhiyyah (prinsip hukum) yang menjadi sumber derivasi teori ekonomi
(Hasanuzzaman, 2007). Gagasan metodologi ekonomi Islam
mencerminkan bahwa teori ekonomi Islam kontemporer masih
didominasi oleh fiqh. Namun, sangat disayangkan hampir semua gagasan
metodologi tersebut didefinisikan secara sempit sebagai hukum (Furqani
& Haneef, 2015). Oleh karena itu, penggunaan metodologi tidak dapat
berfokus pada ekonomi Islam sebagai ilmu sosial. Ekonomi Islam secara
longgar dipandang sebagai fiqh-nomics yang disamakan dengan fiqh atau
cabang ilmu fiqh. Hal tersebut tentunya tidak tepat, mengingat kedua
subjek memiliki subjek yang berbeda. Fiqh (seperti yang umum
dipahami) mempelajari aturan praktis dan hukum yang melekat pada
tindakan manusia (ahkam al- syari'ah) seperti kewajiban (wujub),
larangan (hazr), pengabaian (ibaha), rekomendasi (nadb), atau celaan
(karaha) dan sejenisnya (Moad, 2007). Di sisi lain, ekonomi Islam
membahas perilaku manusia yang jauh lebih luas. Hal ini digunakan
sebagai upaya untuk menemukan cara dan alat yang cocok untuk
menganalisis masalah ekonomi dan untuk mengetahui penyebab,
konsekuensi, dan solusi dalam kehidupan praktis. Ekonomi Islam
mencakup dimensi normatif dan positif dari analisis dan kebijakan
ekonomi.
Selanjutnya, berbicara tentang metodologi, ushul fiqh tidak benar-
benar sesuai untuk menjadi metodologi ekonomi Islam. Ushul al-fiqh
sebagai metodologi bertujuan untuk memberikan standar dan kriteria
pengurangan aturan fiqh dari sumber-sumber syariah (Kamali, 1989).
Objek studi ushul al-fiqh adalah tata cara Ilahi atau bukti syariah yang
merujuk pada Al-Qur’an dan Sunnah serta dari ‘aql (alasan) dalam
menyelesaikan kasus yang secara eksplisit tidak ditunjukkan oleh
sumber-sumber utama. Sementara pengalaman, adat istiadat, dan
kepentingan publik juga diambil melalui perumusan yuristik, analisis
yang mendalam dan tidak diuraikan dengan baik dalam ushul al-fiqh
seperti yang dilakukan dalam ilmu sosial. Metodologi ekonomi Islam,
akan berkaitan dengan ketiga sumber pengetahuan tersebut, yaitu:
doktrinal-wahyu, penalaran intelektual dan observasi faktual secara
menyeluruh. Objek penelitiannya akan mencakup spektrum luas (wahyu)
dan perilaku aktual manusia dalam membuat pilihan dan keputusan dalam
memecahkan masalah ekonomi. Metodologi ini tidak hanya mencoba
untuk menyelidiki kerangka kerja ideal tentang bagaimana masalah
ekonomi harus dipecahkan, tetapi juga menyelidiki cara terbaik untuk
menyelesaikannya. Sementara, dimensi studi empiris ini, tidak benar-
benar dijabarkan dalam ushul fiqh (Furqani & Haneef, 2015).
Dengan keterbatasan dalam lingkup penyelidikan metodologis,
maka metodologi ushul al-fiqh bukanlah metodologi yang tepat dalam
memahami realitas praktis dari fenomena ekonomi. Oleh karena itu,
metodologi ini tidak siap disubstitusi untuk mengatasi kekurangan
metodologi BaraT. Al-Faruqi (1987) melihat ketidakcukupan ini berasal
dari dua kecenderungan yang bertentangan secara diametris pada
metodologi ushul al-fiqh, yaitu; (1) kecenderungan untuk membatasi
bidang ijtihad ke penalaran legalistik, yaitu memasukkan masalah-
masalah modern di bawah kategori-kategori hukum, sehingga
mengurangi mujtahid (yang juga harus mencakup ekonom) menjadi
seorang faqih (ahli hukum), dan mereduksi ilmu pengetahuan menjadi
ilmu hukum, dan (2) kecenderungan untuk menghilangkan semua kriteria
dan standar rasional dengan mengadopsi metodologi yang murni intuitif
dan esoterik, atau membatasi metodologi untuk studi teks bahasa, tradisi
dan yurisprudensi ortodoks.
Dalam mengembangkan ekonomi Islam, kita harus fokus pada
implikasi dari aturan dan regulasi terhadap sistem ekonomi secara
keseluruhan. Hal ini perlu ditekankan dan mendapat perhatian yang
cukup, seperti halnya pada praktik perbankan dan keuangan Islam
kontemporer.
2. Tipe II: Pluralisme Metodologi dalam Ekonomi Islam
Bagi para ekonom Islam, seruan untuk pluralitas metodologi
datang dari fakta bahwa epistemologi Islam mengakui berbagai sumber
pengetahuan dari mana teori dapat dinilai. Siddiqi (2001) menyatakan
bahwa tradisi Islam dalam ekonomi selalu bebas dari formalisme,
berfokus pada makna dan tujuan dengan metodologi yang fleksibel dan
harus membuka kontribusi untuk mewujudkan visi Islam tentang
kehidupan yang baik. Selain itu, ekonomi Islam memiliki tugas yang lebih
besar dan lebih sulit daripada ekonomi konvensional, yaitu tujuan untuk
memajukan kesejahteraan manusia, bukan hanya menjelaskan,
memprediksi atau membujuk (Chapra, 1996).
Sebelum menerima tesis pluralisme metodologi, terdapat
beberapa hal yang perlu dijawab, yaitu apakah epistemologi Islam benar-
benar mengakui pluralisme metodologi atau hanya mengakui
kemungkinan metodologi plural? Metodologi Islam didasarkan pada
epistemologi yang secara fundamental berbeda dengan epistemologi
ekonomi dominan. Metodologi ekonomi konvensional dikembangkan
dari pandangan sekuler yang memisahkan agama dari ilmu pengetahuan.
Dalam metodologi Islam, agama tidak hanya berkaitan dengan ilmu
pengetahuan, tetapi juga menjadi dasar dan pondasi epistemologinya.
Pemisahan agama dalam landasan epistemologi menyiratkan perbedaan
perkembangan metodologi. Berkenaan dengan pluralisme metodologi
dalam ekonomi, tidak ada posisi yang jelas apakah dimasukkannya
sumber-sumber agama dalam metodologi ilmiah dapat diterima sebagai
bagian dari pluralisme metodologi. Pluralisme tampaknya masih dicari di
dalam ranah epistemologis manusia tanpa campur tangan Ilahi.
Sejauh menyangkut metodologi Islam, ada beberapa kelemahan
dan keterbatasan metode tersebut, yang entah bagaimana tidak dapat
diterima dalam metodologi Islam. Masalah-masalah seperti (1) Pengikut
ketat ilmuwanisme, empirisme, dan materialisme berpendapat bahwa
tidak ada yang nyata di luar materi dan fenomena yang diamati; (2)
Mereka percaya bahwa hanya fenomena yang teramati (eksternal) yang
benar, terlepas dari moral atau etika benar atau salah, baik atau buruk; (3)
Ini karena sains tidak dapat memberikan jawaban (atau pada tingkat yang
lebih rendah tidak peduli) terhadap masalah moral dan etika yang berada
di luar ranah ilmiah; dan (4) Sains tidak sepenuhnya objektif, netral, dan
bebas nilai seperti anggapan sebagian besar orang (Ahmad dan Ahmad,
2004).
Pluralisme metodologi mungkin mengakui keterbatasan itu, tetapi
tidak ada posisi konklusif yang harus diambil karena mungkin
mencerminkan absolutisme metodologi. Mereka benar dalam kriteria
masing-masing, dan mereka salah dalam kriteria masing-masing, Oleh
karenanya, hal tersebut harus diterima sebagai bagian dari pluralisme
metodologis. Furqani & Haneef (2015), menyatakan bahwa argumen
pluralisme metodologi tidaklah masuk akal. Metodologi Islam mengakui
dan mempromosikan multiplisitas (pluralitas) metode dalam
penyelidikan ilmiah, yang mana hal itu tidak benar-benar
mempromosikan pluralisme metodologi. Sebaliknya, ia mempromosikan
penyatuan metodologi (metodologi tauhid).
Epistemologi Islam memberikan kesetaraan pada semua metode
penyelidikan, dan tauhid menetapkan kerangka etika dan nilai-nilai serta
arah dan tujuan yang memastikan berbagai metode yang saling
melengkapi dan akan diintegrasikan menjadi satu. Berbagai metode
tersebut digunakan untuk memperoleh pemahaman dan interpretasi yang
koheren dari kenyataan, daripada hanya melihatnya sebagai teori yang
bertentangan dengan kebenaran. Hal tersebut disebabkan karena mereka
terikat dalam tujuan dan arah terpadu untuk mencapai kebenaran tertinggi
(al-haqq), yang merupakan penyatuan beberapa kebenaran, yaitu
kebenaran obyektif, kebenaran logis, dan kebenaran wahyu (Bakar,
1984).
2. Tipe III: Metodologi Islamisasi Ekonomi (Islamization of Economics)
Pendekatan ketiga adalah metodologi dalam proyek Islamisasi
ekonomi ketika para ekonom mencoba untuk berinteraksi dan
mengintegrasikan ekonomi dengan prinsip-prinsip Islam. Program ini
adalah bagian dari proyek Islamisasi pengetahuan yang berupaya menyusun
kembali seluruh warisan pengetahuan dari perspektif Islam dengan
mengadopsi konsep terbaik yang ditawarkan konvensional, kemudian
mengilhami hal-hal ini dengan prinsip Islam, dan mengembangkannya
dengan nilai-nilai Islam (Bennet, 2005).

Perkembangan ekonomi Islam sebagai suatu disiplin tidak akan


dimulai dari awal. Sebaliknya, ia akan memanfaatkan perkembangan
ekonomi (teori dan metodologi) yang relatif lebih maju dan berupaya
membuatnya kompatibel dengan kerangka atau prinsip-prinsip Islam.
Selain itu, terdapat beberapa kesamaan antara ekonomi konvensional dan
ekonomi Islam. Terdapat beberapa teori konvensional yang dapat
diterima, selama teori tersebut tidak bertentangan dengan struktur logis
dari pandangan dunia Islam (Chapra, 1984), atau teori yang tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam, dan harus dievaluasi
dalam kerangka Islam menggunakan kriteria Islam (Haneef, 1997).
Secara konseptual, IOE tampaknya dipahami dengan cara yang
sangat dangkal, menjaga sebagian besar asumsi ekonomi konvensional
dan nilai-nilai yang mendasarinya. Kemudian menggunakan penambahan
awalan Islam pada setiap konsep atau teori dilakukan untuk
mencerminkan internalisasi nilai-nilai Islam. Terdapat beberapa respon
dari ekonom Islam, diantaranya menyesalkan sikap tidak kritis yang
banyak menggunakan asumsi dasar dari teori konvensional.
Pendekatan sederhana dalam program Islamisasi ekonomi
menempatkan ekonomi Islam dalam jangkauan wacana modernitas Barat
dalam hal kepedulian dan metodologi teoretis. Oleh karenanya, hal
tersebut tidak dapat dikembangkan sebagai alternatif baru yang lebih
baik. Saat ini, pengembangan ekonomi Islam lebih banyak memasukkan
batas-batas teori neoklasik dengan beberapa penyesuaian untuk
memasukkan ajaran atau norma dan nilai yang mencerminkan persyaratan
tertentu dari Islam (Haneef: 1997).
Ekonomi Islam yang diharapkan mampu menjadi disiplin ilmu
yang berbeda, yang dapat menganalisis ekonomi menggunakan filosofi,
konsep, kerangka kerja dan metode analisis yang berbeda seperti yang
dimaksudkan oleh proyek Islamisasi pengetahuan, malah hampir menjadi
sub-disiplin neoklasik konvensional. Alih-alih menentang paradigma
yang ada, ia berusaha untuk membenarkan praktik ilmiah dan
melegitimasi apa yang telah terjadi atas nama Islam (studi kasus). Lawson
(2003) mengatakan bahwa praktik metodologi ekonomi Islam saat ini
menerima keilmuan ekonomi yang ada dengan praktik yang
membenarkan dan memperjelas rasionalitas atas apa yang terjadi,
bukannya berusaha menerapkan konsep ekonomi Islam yang tepat.

C. KONSEP HADD DAN FASL HUQUQ VS SELF INTEREST

Ekonomi mainstream mengasumsikan bahwa umumnya manusia


mengejar kepentingannya sendiri (self-interest). Fungsi dan tujuan manusia
tidak lain adalah untuk menjaga keberlangsungan hidupnya (Fromm, 1990).
Kepentingan diri sendiri memiliki makna bahwa manusia adalah makhluk
otonom yang mengukur nilai pada tingkat dorongan, keinginan, dan preferensi
pribadi (Ryan, 2003). Sen (1990) menggambarkan struktur perilaku
mementingkan diri sendiri menjadi tiga karakteristik yang berbeda dan pada
dasarnya bersifat independen, yaitu:

a) Self-centered welfare: kesejahteraan seseorang hanya bergantung pada


konsumsinya sendiri (dan khususnya tidak melibatkan simpati atau
antipati terhadap orang lain).

b) Self-welfare goals: tujuan seseorang adalah memaksimalkan


kesejahteraannya sendiri (tidak melibatkan dan mengaitkan kepentingan
dengan kesejahteraan orang lain).

c) Self-goal choice: setiap pilihan seseorang diikuti oleh tujuan tertentu (dan
khususnya, tidak dibatasi oleh adanya ketergantungan atau hubungan
timbal balik, karena masing-masing mengejar tujuan mereka).

Ekonomi Islam mengakui adanya kepentingan individu sebagai bagian


dari sifat manusia, tetapi tidak menganggapnya sebagai konsep absolut untuk
menjelaskan motif perilaku manusia. Hal ini karena kepentingan pribadi
individu tidak eksklusif dan tentunya semua makhluk (masyarakat, hewan,
tumbuhan, dan makhluk lain) memiliki kepentingan dan haknya masing-
masing. Konsep huquq dapat menjelaskan hubungan manusia dan alam
dengan lebih baik dan secara tepat meletakkan landasan etis dalam hubungan
ini dalam kerangka Islam (Furqani, 2015).

Huquq atau dalam bentuk tunggal haqq berarti kebenaran, nyata,


kepastian (al-tsubut), benar, klaim (al-nasib wa al-haz), kewajiban dan
tanggung jawab (al-wujub, al-mas'uliyyah) (Sharbasi, 1981). Makna-makna
tersebut menandakan dua dimensi huquq. Pertama, huquq berarti hak dan
tanggung jawab atau kewajiban (sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur'an 6:
141; 51:19; 70:24-25). Hal ini menyiratkan bahwa manusia memiliki hak
(ikhtisas hajiz) yang berbentuk kekuasaan, namun ia juga memiliki tanggung
jawab atau kewajiban (al-wujub). Kedua, huquq juga menyiratkan bahwa hak
harus diarahkan kepada nilai atau tujuan yang lebih tinggi, seperti keadilan
(‘adl), kebenaran (ihsan) dan maslahah (menguntungkan).

Beberapa perbedaan konseptual dan implikasinya dalam


mengembangkan dua konsep tersebut adalah sebagai berikut: Pertama,
konsep kepentingan pribadi didasarkan pada unitary self-view, sedangkan
konsep huquq didasarkan pada holistik dan integrated self-view. Manusia
dianggap sebagai makhluk otonom yang mengukur nilai pada tingkat impuls
pribadi, keinginan dan preferensi untuk semua aktivitasnya (Ryan, 2003).
Manusia adalah pusat dari semua makhluk yang terisolasi, bercerai dan
terputus dari sumber Ilahi dan tidak bertanggung jawab kepada siapa pun
kecuali dirinya sendiri, terlepas dari unsur eksternal (masyarakat, lingkungan,
dan bahkan Tuhan). Manusia dalam unitary self-view memiliki satu identitas
tunggal, baik identitas individu (seperti dalam kapitalisme) maupun identitas
sosial (seperti dalam sosialisme).

Konsep huquq menjunjung tinggi pandangan individu yang holistik atau


terintegrasi (Furqani, 2015). Karena dirinya terdiri dari tubuh fisik (jism), roh
(ruh), jiwa (nafs), hati (qalb), dan kecerdasan ('aql), serta memiliki kehendak
bebas untuk memilih perilaku positif atau negatif. Seseorang juga memiliki
identitas ganda, yakni sebagai individu dan makhluk sosial. Hal ini
menunjukkan bahwa seorang individu, walaupun memiliki kapasitas dan
kecenderungan untuk memenuhi minatnya sendiri, pada saat yang sama juga
memiliki kecenderungan dan kapasitas untuk mengejar kepentingan
masyarakat karena ia adalah makhluk sosial. Dengan kata lain, naluri yang
melayani kebajikan manusia, pengorbanan, kedermawanan, dan berbagi
adalah sesuai dengan perasaan agresivitas manusia, akuisisi material,
keegoisan, dan egoisme (Azzam, 1993).

Kedua, perilaku manusia dalam konsep self-interest adalah kesatuan dan


statis, sedangkan konsep huquq bermakna timbal balik dan dinamis. Perilaku
individu dalam konsep self-interest memiliki motif satu arah. Artinya,
individu yang dimotivasi oleh kepentingannya sendiri akan memaksimalkan
utilitasnya sendiri demi mencapai kepuasannya sendiri, bahkan dengan
mengorbankan kepentingan orang lain. Hal seperti ini tersirat dalam prinsip
Optimalitas Pareto, yang dipandang sebagai sesuatu yang dieksploitasi untuk
keinginan atau kepuasan individu.

Dalam konsep huquq, perilaku individu dipandang dalam perspektif


terintegrasi yang memiliki hubungan dua arah (timbal balik). Semua makhluk
dalam pandangan dunia Islam memiliki huquq tertentu. Huquq ini adalah hak
diri (alami) bawaan yang harus dihormati oleh makhluk lain dan merupakan
tanggung jawab inheren. Konsep huquq memandang perilaku individu tidak
hanya termotivasi oleh kepentingan pribadi (menuntut dan mendapatkan
lebih banyak hak seseorang), tetapi juga oleh kewajiban diri dan pengorbanan
diri kepada masyarakat dan alam dengan memberi, merawat,
mempertahankan dan mengembangkannya. Hak dan kewajiban ini
merupakan hal mendasar dalam Islam yang berkaitan dengan urusan ekonomi
dalam alokasi sumber daya, serta dalam membuat pilihan dan keputusan di
tingkat mikro dan makro (Furqani, 2015).

a. Pentingnya Worldview Dalam Pengetahuan


Untuk pengembangan ekonomi Islam, pergeseran terminologi juga
merupakan bagian dari pergeseran paradigma dari ekonomi konvensional. Hal
ini disebabkan oleh banyaknya konsep dalam pengetahuan yang merupakan
refleksi dari worldview yang tidak mudah diterjemahkan ke dalam konsep
worldview lain (Acikgenc, 1996). Mirakhor (2007) juga mencatat bahwa
paradigma ekonomi Islam akan berhasil dibangun, dan mampu menjadi solusi
masalah masyarakat, ketika analisis bahasa yang jelas dan ketat dikembangkan.
Hal ini berangkat dari keyakinan bahwa bahasa pada dasarnya dibatasi oleh
budaya dan sistem nilai. Bahasa adalah ekspresi eksternal yang mewakili
pandangan orang.
Istilah-istilah ekonomi konvensional dari rasionalitas, kepentingan pribadi,
maksimisasi utilitas, kebebasan, kelangkaan, dan persaingan tidak hanya bebas
dari nilai. Mereka muncul dalam lingkungan budaya tertentu, tradisi intelektual
dan konteks atau zaman historis dan telah dikembangkan untuk mempromosikan
worldview tertentu yang mencerminkan konsep kapitalis tertentu dari realitas
ekonomi. Oleh karena itu, mereka unik untuk sistem pemikiran tertentu, sarat
nilai, memiliki implikasi moral dan etika dan mungkin tidak relevan dengan nilai
atau tradisi Islam. Hal ini dikembangkan dalam tradisi ekonomi konvensional,
yang menurut Hodgson (1988), memberikan reduksi mekanistik atas realitas
atau sistem penjelasan teleologis--suatu upaya yang telah banyak dikritik karena
ketidakmampuan dan ambiguitasnya untuk menjelaskan kenyataan. Meskipun
sekarang diakui bahwa kenyataan jauh lebih kompleks, heterogen, beragam, dan
canggih, bahasa ekonomi dikembangkan dengan cara yang sederhana, sempit,
dan reduksionis yang akan mencegah interpretasi realitas yang komprehensif
(Lawson, 2003).
Oleh karena itu, dalam kasus ekonomi Islam, kita melihat bahwa dalam
beberapa aspek signifikan, tidak memadainya bahasa asing (Inggris) dalam
menjelaskan sifat perilaku manusia. Jika komunitas intelektual tidak mampu
memodifikasi atau mengganti istilah-istilah Barat dengan istilah- istilah Islam,
kerangka analisis ekonomi Islam mungkin saja disebut menyesatkan. Dalam
jangka panjang, perlu upaya yang dilakukan dalam mengembangkan bahasa
yang lebih komprehensif (yang menggambarkan sifat, kecenderungan dan
kebutuhan manusia) dan universal (dapat diterapkan untuk semua manusia) dan
pada saat yang sama juga dapat membimbing umat manusia ke arah yang benar
sesuai dengan perspektif Islam. Dalam perspektif ini, para sarjana, seperti Al-
Faruqi (1986) dan Al-Attas (1995) merekomendasikan untuk memperkenalkan
kembali istilah-istilah dan konsep kunci Arab-Islam dalam wacana tentang Islam
dalam bahasa Inggris. Istilah-istilah ini dapat dengan tepat mencerminkan
pandangan dunia Islam (pandangan filosofis), karakter pengetahuan Islam dan
menjelaskan tujuan-tujuan Islam. Secara umum, ini akan menjadi upaya
minimum, untuk mengislamkan ulang dan melawan gelombang pasang
sekularisasi pikiran Muslim.
Ini dapat dilakukan dengan melihat kembali terminologi Al-Qur'an dan
dengan menyelidiki warisan intelektual Islam (turath) untuk melihat istilah-
istilah kunci yang digunakan, dan pada saat yang sama, menampilkan kembali
seluruh kearifan Islam saat ini agar bahasanya dapat dipahami (Nasr, 1967).
Istilah Al-Qur’an berpotensi menjadi istilah atau konsep utama ekonomi Islam,
tidak hanya karena dapat dijelaskan secara komprehensif, tetapi juga mewakili
identitas berbeda dari ekonomi Islam. Menurut Izutsu (2002), Al-Qur’an
memiliki sistem kemandirian kata-kata di mana semua kata, apa pun asal
usulnya, telah diintegrasikan dengan interpretasi sistematis. Pendekatan
semantik terhadap Al-Qur'an dapat digunakan untuk mengembangkan istilah-
istilah kunci Islam tentang ekonomi. Analisis semantik Al-Qur’an harus
dipahami secara terstruktur agar dapat dipahami bagaimana konsep dalam Al-
Qur’an saling berkaitan.

Referensi

Bhat, N. N. (2016). The Economic Thought of Khurshid Ahmad. Turkish


Journal of Islamic Economics, 3(2), 1–11.
Furqani, H. (2015). Individual and Society in An Islamic Ethical Framework:
Exploring Key Terminologies and The Micro-Foundations of Islamic
Economics. Humanomics, 31(1), 74–87. https://doi.org/10.1108/H-04-2014-
0037

Furqani H, Haneef M A (2015). Methodology of Islamic economics:


Typology of current practices, evaluation and way forward. In H A El-
Karanshawy et al. (Eds.), Islamic economic: Theory, policy and social justice.
Doha, Qatar: Bloomsbury Qatar Foundation Developing
Hossein Askari, Zamir Iqbal, Noureddine Kricchene, A. M. (2014).
Understanding Development in an Islamic Framework. Journal of Islamic
Economic Studies, 22(1), 1–36.
Mohamed, B., Haneef, A., & Furqani, H. (2008). Contemporary Islamic
Economics: The Missing Dimension of Genuine Islamization. Journal of
Thoughts on Economics, 19(4).

Zaman, A. (2008). Islamic Economics: A Survey of the Literature.

Zarqa, M. A. (2003). Islamization of Economics: The Concept and


Methodology. JKAU, 16(1), 3–42.
BAB 3
PENGANTAR ILMU SYARIAH

A. Pengertian Syariah

Secara etimologis (lughawi) kata “syariah” berasal dari kata berbahasa Arab
al syarī’at (‫ )الشريعة‬yang berarti “jalan ke sumber air” atau jalan yang harus
diikuti, yakni jalan ke arah sumber pokok bagi kehidupan. Secara harfiah kata
kerja syara’a berarti menandai atau menggambar jalan yang jelas menuju
sumber air. Dalam pemakaiannya yang bersifat religius, kata syariah mempunyai
arti jalan kehidupan yang baik, yaitu nilai-nilai agama yang diungkapkan secara
fungsional dan dalam makna yang konkret, yang ditujukan untuk mengarahkan
kehidupan manusia.
Pengertian Syariah menurut Ash-shiddieqy adalah sebagai nama bagi
hukum yang ditetapkan Allah untuk para hamba-Nya dengan perantara
Rasulullah, supaya para hamba melaksanakannya dengan dasar iman dan takwa,
baik hukum mengenai amaliyah lahiriyah maupun yang mengenai akhlak dan
akidah, kepercayaan yang bersifat batiniah. Menurut Agnides, pengertian
Syariah ialah sesuatu yang tidak akan diketahui adanya, seandainya saja tidak
ada wahyu ilahi. Fyzee mengemukakan pengertian Syariah yaitu sebagai
berikut, syariat dalam bahasa Inggris disebut Common of Law yakni keseluruhan
perintah Tuhan. Dimana tiap-tiap perintah itu dinamakan hukum. Hukum Allah
tidak mudah dipahami dan syariah itu meliputi semua tingkah laku manusia.
Pengertian Syariah menurut Hanafi adalah apa (hukum-hukum) yang diadakan
oleh Tuhan untuk hamba-hamba-Nya yang dibawa oleh salah seorang Nabi-Nya,
baik hukum-hukum itu berhubungan dengan cara mengadakan perbuatan, yaitu
yang disebut sebagai "hukum-hukum cabang dan amalan". Oleh karenanya,
maka dihimpunlah ilmu fiqih, ataupun mengenai hal-hal yang berhubungan
dengan kepercayaan yang disebut sebagai "hukum-hukum pokok" atau
keimanan, yang terhimpun dalam kajian ilmu kalam. Menurut Rosyada,
pengertian syariah ialah menetapkan norma-norma hukum untuk menata
kehidupan manusia baik hubungannya dengan Tuhan maupun dengan umat
manusia lainnya. Zuhdi mengatakan, pengertian syariah yaitu sebagai hukum
yang ditetapkan Allah melalui Rasul-Nya untuk Hamba-Nya agar mereka
menaati hukum itu atas dasar iman dan takwa, baik yang berkaitan dengan
akidah, amaliyah (ibadah dan muamalah) dan yang berkaitan dengan akhlak.
Berdasarkan pengertian syariah diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian
syariah adalah segala apa yang disyariatkan oleh Allah. Baik dengan Al-qur'an
maupun dengan Sunnah Nabi ataupun yang dapat melengkapi semua dasar-dasar
agama, akhlak, hubungan manusia dengan manusia, bahkan meliputi juga apa
yang menjadi tujuan hidup dan kehidupan manusia untuk keselamatan dunia dan
akhirat.

B. Ruang Lingkup Syariah

1. Hubungan Manusia Dengan Allah SWT Secara Vertikal Melalui


Ibadah,
Seperti:
a) Thaharah (Bersuci diri dari kotoran dan najis)
Thaharah bertujuan untuk membiasakan manusia hidup bersih agar
manusia lain merasa nyaman di tengah-tengah kehadirannya.
b) Shalat
Shalat memiliki tujuan yaitu menanamkan kesadaran diri manusia
tentang identitas asal-usulnya dari tanah serta pengulangan janji
akan tunduk dan patuh secara sukarela kepada Allah dalam kurun
waktu 24 jam kehidupannya yang dibuktikan dengan tidak
melakukan perbuatan merugikan orang banyak (fahisyah) dan
lisannya tidak melukai perasaan orang lain (munkar).
c) Zakat
Zakat bertujuan untuk membiasakan manusia dalam berbagi dengan
manusia lain yang tidak bekerja secara produktif (petani, pedagang
musiman, tukang becak, dll) yang ada di lingkungan sekitar tempat
tinggalnya.

d) Puasa
Puasa memiliki tujuan dalam membiasakan manusia untuk jujur
pada diri sendiri dan berempati atas penderitaan orang lain dengan
cara meniru sifat-sifat Allah SWT, seperti sifat Allah SWT yang
tidak pernah makan, minum, dan berkeluarga.
e) Haji
Terakhir haji. Hal tersebut bertujuan dalam mempersiapkan manusia
untuk sanggup datang kepada Allah SWT sendiri-sendiri dengan
menanggalkan seluruh kekayaan, ikatan kekerabatan, jabatan
kekuasaan, kecuali amal perbuatan yang telah dilakukannya.
2. Hubungan Manusia Dengan Manusia Secara Horizontal (Muamalat),
Seperti :
a) Ikatan Pertukaran Barang dan Jasa
Ikatan ini bertujuan agar kehidupan dasar manusia yang satu dengan
yang lain dapat tercukupi dengan sportif.
b) Ikatan Pernikahan
Pernikahan memiliki tujuan untuk melestarikan generasi manusia
berdasarkan aturan yang berlaku.
c) Ikatan Pewarisan
Tujuan dari ikatan waris adalah menjamin kebutuhan dasar hidup
bagi anggota keluarga sebagai tanggungan orang yang meninggal
dunia.
d) Ikatan Kemasyarakatan
Ikatan ini memiliki tujuan agar terjadi pembagian peran dan fungsi
sosial yang seadil-adilnya atas dasar musyawarah di bawah hukum
kemasyarakatan yang dibuat bersama.
e) Ikatan Kemanusiaan
Ikatan kemanusiaan bertujuan agar terjadi saling tenggang rasa,
karya, dan cipta di antara manusia yang berkaitan.

C. Tujuan Syariah
Menurut buku “Syariah dan Ibadah” (Pamator 1999) yang disusun oleh Tim
Dirasah Islamiyah dari Universitas Islam Jakarta, ada 5 (lima) hal pokok yang
merupakan tujuan utama dari Syariat Islam, yaitu:
1. Memelihara Kemaslahatan Agama (Hifzh Ad-din)
Agama Islam harus dibela dari ancaman orang-orang yang tidak
bertanggung-jawab yang hendak merusak akidah, ibadah dan akhlak umat.
Ajaran Islam memberikan kebebasan untuk memilih agama, seperti ayat Al-
Qur’an:
ِ‫سكا بِ ْالعُ ْر اوة‬ ِ ٰ ِ‫ت اويُؤْ مِ ْۢ ْن ب‬
‫اّلل فاقا ِد ا ْست ْام ا‬ ِ ‫غ ْو‬ َّ ‫الر ْشدُ مِ نا ْالغاي ِ ۚ فا ام ْن يَّ ْكفُ ْر بِال‬
ُ ‫طا‬ ُّ ‫الدي ِۗ ِْن قادْ تَّبايَّنا‬
ِ ‫َل اِ ْك اراها فِى‬
ٓ‫ا‬
٢٥٦ - ‫ع ِل ْي ٌم‬ ‫سمِ ْي ٌع ا‬ ٰ ‫ام ال اها اِۗو‬
‫ّٰللاُ ا‬ ‫ص ا‬ ‫ْال ُوثْ ٰقى اَل ا ْن ِف ا‬
Artinya,
“Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah
jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang
siapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia
telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus.
Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 256).
Akan tetapi, untuk terpeliharanya ajaran Islam dan terciptanya rahmatan
lil’alamin, maka Allah SWT telah membuat peraturan-peraturan, termasuk
larangan berbuat musyrik dan murtad seperti ayat dalam Al-Qur’an
– ‫عظِ ْي ًما‬ ِ ٰ ِ‫ّٰللا اَل يا ْغف ُِر ا ا ْن يُّ ْش اركا بِ ٖه اويا ْغف ُِر اما د ُْونا ٰذلِكا ِل ام ْن يَّش ۤاا ُء ۚ او ام ْن يُّ ْش ِر ْك ب‬
‫اّلل فاقا ِد ا ْفت ٰ ٓارى اِثْ ًما ا‬ ‫ا َِّن ٰ ا‬
٤٨
Artinya,
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka
sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (Q.S. An-Nisaa [4]: 48).
Dengan adanya Syariat Islam, maka dosa syirik maupun murtad akan
ditumpas.
2. Memelihara jiwa (Hifzh al-nafsi)
Agama Islam sangat menghargai jiwa seseorang. Oleh sebab itu,
diberlakukannya hukum qishash yang merupakan suatu bentuk hukum
pembalasan. Seseorang yang telah membunuh orang lain akan dibunuh,
seseorang yang telah mencederai orang lain, akan dicederai, seseorang yang
telah menyakiti orang lain, akan disakiti secara setimpal. Dengan demikian
seseorang akan takut melakukan kejahatan. Ayat Al-Qur’an menegaskan:
‫ِي‬
‫عف ا‬ ُ ‫اص فِى ْالقاتْ ٰل ِۗى ا ا ْل ُح ُّر ِب ْال ُح ِر او ْال اع ْبدُ ِب ْال اع ْب ِد او ْاَلُ ْن ٰثى ِب ْاَلُ ْن ٰث ِۗى فا ام ْن‬ ُ ‫ص‬ ‫علا ْي ُك ُم ْال ِق ا‬ ‫ِب ا‬‫ٰ ٓياايُّ اها الَّ ِذيْنا ٰا امنُ ْوا ُكت ا‬
‫ْف مِ ْن َّر ِب ُك ْم او ارحْ امةٌ ِۗفا ام ِن ا ْعت ا ٰدى اب ْعدا‬ ٌ ‫ان ِۗ ٰذلِكا ت ا ْخ ِفي‬ ٍ ‫س‬ ‫ش ْي ٌء فااتِ اباعٌ ْۢ ِب ْال ام ْع ُر ْوفِ اواادا ۤا ٌء اِلا ْي ِه ِب ِا ْح ا‬
‫لاهٗ مِ ْن ااخِ ْي ِه ا‬
١٧٨ - ‫عذاابٌ اا ِل ْي ٌم‬ ‫ٰذلِكا فالاهٗ ا‬
Artinya,
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan)
qisas berkenaan dengan orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan
orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, perempuan dengan
perempuan. Tetapi barangsiapa memperoleh maaf dari saudaranya,
hendaklah dia mengikutinya dengan baik, dan membayar diat (tebusan)
kepadanya dengan baik (pula). Yang demikian itu adalah keringanan dan
rahmat dari Tuhanmu. Barangsiapa melampaui batas setelah itu, maka ia
akan mendapat azab yang sangat pedih.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 178).
Namun, qishash tidak diberlakukan jika si pelaku dimaafkan oleh yang
bersangkutan, atau diyat (ganti rugi) telah dibayarkan secara wajar. Ayat
Al-Qur’an menerangkan hal ini:
Dengan adanya Syariat Islam, maka pembunuhan akan tertanggulangi
karena para calon pembunuh akan berpikir ulang untuk membunuh karena
nyawanya sebagai taruhannya. Dengan begitu, jiwa orang beriman akan
terpelihara.
3. Memelihara Akal (Hifzh al-‘aqli)
Kedudukan akal manusia dalam pandangan Islam amatlah penting. Akal
manusia dibutuhkan untuk memikirkan ayat-ayat qauliyah (Al-Qur’an) dan
kauniah (sunnatullah) menuju manusia kamil. Salah satu cara yang paling
utama dalam memelihara akal adalah dengan menghindari khamar
(minuman keras) dan judi. Ayat-ayat Al-Qur’an menjelaskan sebagai
berikut:
‫اس اواِثْ ُم ُه اما ٓ ا ا ْكبا ُر مِ ْن نَّ ْف ِع ِه ام ِۗا اوياسْـَٔلُ ْوناكا اماذاا‬
ِۖ ِ َّ‫ع ِن ْالخ ْام ِر او ْال ام ْيس ِۗ ِِر قُ ْل فِ ْي ِه اما ٓ اِثْ ٌم اكبِي ٌْر َّو امناافِ ُع لِلن‬
‫ياسْـَٔلُ ْوناكا ا‬
٢١٩ - ‫ت لاعالَّ ُك ْم تاتافا َّك ُر ْو َۙنا‬ ٰ ْ ‫ّٰللاُ لا ُك ُم‬
ِ ‫اَل ٰي‬ ٰ ‫يُ ْن ِفقُ ْونا ەِۗ قُ ِل ْالعا ْف ِۗ او ك ٰاذلِكا يُبايِ ُن‬
Artinya,
“Mereka bertanya kepadamu (wahai Muhammad) mengenai khamar
(minuman keras) dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya itu terdapat dosa
besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa kedua-duanya lebih
besar dari manfaatnya.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 219).
Syariat Islam akan memelihara umat manusia dari dosa bermabuk-
mabukan dan dosa perjudian.
4. Memelihara Keturunan dan Kehormatan (Hifzh al-nashli)
Islam secara jelas mengatur pernikahan, dan mengharamkan zina. Di
dalam Syariat Islam telah jelas ditentukan siapa saja yang boleh dinikahi,
dan siapa saja yang tidak boleh dinikahi. Al-Qur’an telah mengatur hal-hal
ini dalam surat Al-Qur’an:
‫َل امةٌ ُّمؤْ مِ ناةٌ اخي ٌْر ِم ْن ُّم ْش ِر اك ٍة َّولا ْو ا ا ْع اج ابتْ ُك ْم ۚ او اَل ت ُ ْن ِك ُحوا ْال ُم ْش ِر ِكيْنا‬ ِ ‫او اَل ت ا ْن ِك ُحوا ْال ُم ْش ِر ٰك‬
‫ت احتٰى يُؤْ مِ َّن ِۗ او ا ا‬
ٰۤ ُ ُ
‫ّٰللاُ يادْع ُْٓوا اِلاى ْال اجنَّ ِة‬
ٰ ‫ار ِۖ او‬ِ َّ‫ولىِٕكا يادْع ُْونا اِلاى الن‬ ‫احتٰى يُؤْ مِ نُ ْوا ِۗ اولاعا ْبدٌ ُّمؤْ مِ ٌن اخي ٌْر مِ ْن ُّم ْش ِركٍ َّولا ْو ا ا ْع اجباك ْم ِۗ ا‬
ِ َّ‫او ْال ام ْغف اِرةِ بِ ِاذْن ٖ ِۚه اويُبايِ ُن ٰا ٰيت ِٖه لِلن‬
٢٢١ - ࣖ ‫اس لاعالَّ ُه ْم ياتاذا َّك ُر ْونا‬
Artinya,
“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita
musyrik, walaupun dia menarik hatimu.” (Q.S. Al Baqarah [2]: 221).
ِ ٰ ‫الزانِ ْي فاا ْج ِلد ُْوا ُك َّل اواحِ ٍد مِ ْن ُه اما مِ ائاةا اج ْلداةٍ َِّۖو اَل تاأ ْ ُخذْ ُك ْم بِ ِه اما ارأْفاةٌ فِ ْي ِدي ِْن‬
‫ّٰللا ا ِْن ُك ْنت ُ ْم تُؤْ مِ نُ ْونا‬ َّ ‫لزانِياةُ او‬
َّ ‫ا ا‬
٢ – ‫ط ۤا ِٕىفاةٌ ِمنا ْال ُمؤْ مِ نِيْنا‬ ٰ ْ ‫اّلل او ْاليا ْو ِم‬
‫اَلخِ ۚ ِر او ْليا ْش اهدْ ا‬
‫عذاابا ُه اما ا‬ ِ ٰ ِ‫ب‬
Artinya,
“Perempuan dan lak-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari
keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya
mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman
kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman
mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.” (Q.S.
An-Nur [24]: 2).
Syariat Islam akan menghukum dengan tegas secara fisik (dengan cambuk)
dan emosional (dengan disaksikan banyak orang) agar para pezina
bertaubat.
5. Memelihara Harta Benda (Hifzh al-mal)
Dengan adanya Syariat Islam, maka para pemilik harta benda akan
merasa lebih aman, karena Islam mengenal hukuman Had, yaitu potong
tangan dan/atau kaki. Seperti yang tertulis di dalam Al-Qur’an:
٣٨ – ‫ع ِزي ٌْز اح ِك ْي ٌم‬
‫ّٰللاُ ا‬
ٰ ‫ّٰللا اِۗو‬ ‫طعُ ْٓوا ا ا ْي ِديا ُه اما اجزا ۤا ْۢ ًء ِب اما اك ا‬
ِ ٰ ‫سباا ناك ًااَل ِمنا‬ ‫َّارقاةُ فاا ْق ا‬
ِ ‫َّار ُق اوالس‬
ِ ‫اوالس‬
Artinya,
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagaimana) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan
sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”
(Q.S. Al-Maidah [5]: 38).
Hukuman ini bukan diberlakukan dengan semena-mena. Ada
batasan tertentu dan alasan yang sangat kuat sebelum diputuskan. Jadi
bukan berarti orang mencuri dengan serta merta dihukum potong tangan.
Dilihat dulu akar masalahnya dan apa yang dicurinya serta kadarnya. Jika
ia mencuri karena lapar dan hanya mengambil beberapa butir buah untuk
mengganjal laparnya, tentunya tidak akan dipotong tangan. Berbeda dengan
para koruptor yang sengaja memperkaya diri dengan menyalahgunakan
jabatannya, tentunya hukuman berat sudah pasti buatnya. Dengan demikian,
Syariat Islam akan menjadi andalan dalam menjaga suasana tertib
masyarakat terhadap berbagai tindak pencurian.

6. Sumber-sumber Syariah
a) Al-Qur’an
Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam adalah firman Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada
seluruh umat manusia hingga akhir zaman. Selain sebagai sumber ajaran
Islam, Al-Qur’an disebut juga sebagai sumber pertama atau asas pertama
syarak.
Al-Qur’an merupakan kitab suci terakhir yang turun dari
serangkaian kitab suci lainnya yang pernah diturunkan ke dunia. Dalam
upaya memahami isi Al-Qur’an dari waktu ke waktu telah berkembang
tafsiran tentang isi-isi Al-Qur’an namun tidak ada yang saling
bertentangan.
b) Al-Hadist
Hadits terbagi dalam beberapa derajat keasliannya, di antaranya adalah:
• Sahih
• Hasan
• Daif (lemah)
• Maudu' (palsu)
Hadis yang dijadikan acuan hukum hanya hadis dengan derajat sahih
dan hasan, kemudian hadis daif menurut kesepakatan ulama salaf
(generasi terdahulu) selama digunakan untuk memacu gairah beramal
(fadilah amal) masih diperbolehkan untuk digunakan oleh umat Islam.
Adapun hadis dengan derajat maudhu dan derajat hadis yang di
bawahnya wajib ditinggalkan, namun tetap perlu dipelajari dalam ranah
ilmu pengetahuan.
Perbedaan Al-Qur’an dan al-hadis adalah Al-Qur’an, merupakan
kitab suci yang berisikan kebenaran, hukum hukum dan firman Allah,
yang kemudian dibukukan menjadi satu bundel untuk seluruh umat
manusia. Sedangkan al-hadis, merupakan kumpulan yang khusus
memuat sumber hukum Islam setelah Al-Qur’an berisikan aturan
pelaksanaan, tata cara ibadah, akhlak, ucapan yang dinisbatkan kepada
Nabi Muhammad SAW. Walaupun ada beberapa perbedaan ulama ahli
fiqih dan ahli hadis dalam memahami makna di dalam kedua sumber
hukum tersebut tetapi semua merupakan upaya dalam mencari kebenaran
demi kemaslahatan umat, namun hanya para ulama mazhab (ahli fiqih)
dengan derajat keilmuan tinggi dan dipercaya umat yang bisa
memahaminya dan semua ini atas kehendak Allah.
c) Ijtihad
Ijtihad adalah sebuah usaha para ulama, untuk menetapkan sesuatu
putusan hukum Islam, berdasarkan Al-Qur’an dan al-Hadis. Ijtihad
dilakukan setelah Nabi Muhammad wafat sehingga tidak bisa langsung
menanyakan pada beliau tentang sesuatu hukum maupun perihal
peribadatan. Namun, ada pula hal-hal ibadah tidak bisa di ijtihadkan.
Beberapa macam ijtihad, antara lain :
• Ijma’
Ijma’ adalah kesepakatan seluruh ulama mujtahid dari umat Nabi
SAW. di suatu masa atas hukum syariat. Oleh karena itu,
kesepakatan mereka baik di masa sahabat atau setelahnya tentang
suatu hukum dari hukum-hukum syariat, maka hal itu dinamakan
ijma’, dan umat Muslim wajib melaksanakannya. Hal ini
berdasarkan hadis riwayat Abu Basrah Al-Ghifari bahwa Rasulullah
SAW. bersabda:
‫ضاللا ٍة فاأ ا ْع ا‬
‫طانيها‬ ‫ع َّز او اج َّل أ ا ْن َلا يا ْج ام اع أ ُ َّمتي ا‬
‫على ا‬ ‫سأ ا ْلتُ َّ ا‬
‫ّٰللا ا‬ ‫ا‬
Artinya,
“Aku minta kepada Allah azza wajalla agar umatku tidak bersepakat
tentang kesesatan, lalu Allah memberikannya kepadaku tentang hal
itu.” (H.R. Ahmad).
• Qiyas
Qiyas adalah menyamakan suatu hal yang belum ditemukan hukum
syariatnya dengan hal lain yang telah ada penjelasan hukumnya
karena adanya suatu alasan yang sama antara keduanya. Qiyas
merupakan alternatif setelah kita tidak menemukan hukum atas
suatu masalah di dalam Al-Qur’an, sunah, maupun ijma’.
• Maslahah Mursalah
Maslahah Mursalah adalah sesuatu kejadian yang syara’ atau ijma’
tidak menetapkan hukumnya dan tidak pula nyata ada illat yang
menjadi dasar syarat menetapkan satu hukum, tetapi ada pula
sesuatu yang munasabah untuk kemaslahatan dan kebaikan umum.
• Urf
Urf merupakan segala sesuatu yang sudah dikenal masyarakat dan
telah dilakukan secara terus menerus baik berupa perkataan maupun
perbuatan.
Terkait dengan susunan tertib syariat, Al-Qur’an dalam Surah Al-
Ahzab ayat 36 yang berbunyi
‫س ْولُ ٗ ٓه ا ا ْم ًرا ا ا ْن يَّ ُك ْونا لا ُه ُم ْالخِ يا ارة ُ مِ ْن ا ا ْم ِر ِه ْم اِۗو ام ْن‬
ُ ‫ّٰللاُ او ار‬
ٰ ‫ضى‬‫او اما اكانا ِل ُمؤْ مِ ٍن َّو اَل ُمؤْ مِ نا ٍة اِذاا قا ا‬
٣٦ – ‫ض ٰل ًال ُّمبِ ْينً ِۗا‬ ‫ض َّل ا‬ ‫س ْولاهٗ فاقادْ ا‬ ُ ‫ّٰللا او ار‬
‫ص ٰا‬ ِ ‫يَّ ْع‬
Artinya,
“Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan
yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu
ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan
mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka
sungguh, dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata.”
Dalam ayat tersebut mengajarkan bahwa sekiranya Allah
dan Rasul-Nya sudah memutuskan suatu perkara, maka umat Islam
tidak diperkenankan mengambil ketentuan lain. Oleh sebab itu,
secara implisit dapat dipahami bahwa jika terdapat suatu perkara
yang Allah dan rasul-Nya belum menetapkan ketentuannya, maka
umat Islam dapat menentukan sendiri ketetapannya itu. Pemahaman
makna ini didukung oleh ayat Al-Qur’an dalam Surah Al-Mai'dah
ayat kelima yang berbunyi,
‫ع ْن اها حِ يْنا يُن َّاز ُل ْالقُ ْر ٰا ُن‬ ُ ‫ع ْن ا ا ْشيا ۤا اء ا ِْن ت ُ ْبدا لا ُك ْم ت ا‬
‫سؤْ ُك ْم اۚوا ِْن تاسْـَٔلُ ْوا ا‬ ‫ٰيٓاايُّ اها الَّ ِذيْنا ٰا امنُ ْوا اَل تاسْـَٔلُ ْوا ا‬
١٠١ – ‫غفُ ْو ٌر اح ِل ْي ٌم‬ ٰ ‫ع ْن اها اِۗو‬
‫ّٰللاُ ا‬ ‫ّٰللاُ ا‬ ‫ت ُ ْبدا لا ُك ْم ِۗ ا‬
ٰ ‫عفاا‬
Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu
menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan
kepadamu (justru) menyusahkan kamu. Jika kamu menanyakannya
ketika Al-Qur'an sedang diturunkan, (niscaya) akan diterangkan
kepadamu. Allah telah memaafkan (kamu) tentang hal itu. Dan
Allah Maha Pengampun, Maha Penyantun.”
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa hal-hal yang tidak
dijelaskan ketentuannya sudah dimaafkan Allah. Dengan demikian,
perkara yang dihadapi umat Islam dalam menjalani hidup
beribadahnya kepada Allah itu dapat disederhanakan dalam dua
kategori, yaitu apa yang disebut sebagai perkara yang termasuk
dalam kategori Asas Syarak (ibadah Mahdah) dan perkara yang
masuk dalam kategori Furuk Syarak (Gairu Mahdah).

Referensi
TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM ISLAM Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag.
(http://staffnew.uny.ac.id/upload/132001803/lainlain/Dr.+Marzuki,+M.Ag_.+Tinj
auan+Umum+te ntang+Hukum+Islam.pdf)
MENGENAL SYARI’AH ISLAM
(http://file.upi.edu/Direktori/FPEB/PRODI._MANAJEMEN_FPEB/BUDHI_PA
MUNGKAS_GA UTAMA/1-MENGENAL_SYARIAH_ISLAM.pdf)

BAB 4
MAQASHID SYARIAH

A. Definisi Maqashid Syariah

Menurut Imam al-Ghazali, kajian maqashid syariah memiliki cakupan yang


lebih luas lagi, beliau membagi-bagi maqashid syariah menjadi tiga, yaitu
dharuriyyah (kebutuhan primer), hajiyah ( kebutuhan sekunder), dan
tashiniyyah (kebutuhan tersier). Di mana dari ketiga hal tersebut beliau
menjabarkannya kembali kepada lima hal yang merupakan pemeliharaan lima
tujuan dasar agar manusia dapat mencapai maslahah (kesejahteraan). Pendapat
lain tentang definisi maqashid syariah adalah tujuan Allah dan Rasul-Nya dalam
merumuskan hukum- hukum Islam. Tujuan itu dapat ditelusuri dalam ayat-ayat
al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah sebagai alasan logis bagi rumusan suatu
hukum yang berorientasi kepada kemaslahatan umat manusia.
Berdasarkan pada definisi dari berbagai sumber di atas dapat disimpulkan
bahwa “maqashid syariah adalah hal- hal dasar yang harus dipenuhi manusia
demi mencapai falah, yaitu kebutuhan di dunia dan di akhirat. Tanpa memenuhi
seluruh hal tersebut, maka manusia tidak akan mendapatkan kebahagiaan yang
sempurna”. Menurut Djamil (1995) dijelaskan tentang kelima pokok
kemaslahatan dengan peringkatnya masing-masing. Kelima pokok tersebut
dijelaskan sesuai dengan urutannya yaitu agama, jiwa, akal, keturunan dan harta
yang kemudian digolongkan lagi menjadi tiga kelompok kebutuhan, yaitu
dharuriyyah, hajiyah, dan tashiniyyah yang akan dijelaskan berdasarkan tingkat
kepentingan atau kebutuhannya.

B. Urgensi Maqashid Syariah Menurut Para Ulama

i. Imam al-Ghazali
Imam al-Ghazali mengatakan bahwa maslahat adalah menarik
manfaat atau menolak bahaya, yang merupakan esensi syariat. Esensi
syariat ini terbagi menjadi lima, yaitu menjaga agama, jiwa, akal, nasab, dan
harta manusia.
Secara implisit, al-Ghazali ingin mengungkapkan bahwa setiap
hukum syari’at pasti memiliki esensi pembentukannya yakni mewujudkan
kebaikan universal bagi manusia dan tidak mungkin menjerumuskan
manusia ke dalam lubang kehancuran. Menurutnya, maslahat adalah
maslahat menurut syariat, bukan menurut persepsi manusia. Oleh karena itu,
al-Ghazali melontarkan kritik pedas terhadap produk ijtihad ulama terhadap
raja yang menggauli isterinya pada siang hari Ramadan dengan berpuasa
dua bulan berturut-turut. Karena ini kontradiksi dengan ketentuan syariat
secara tekstual yakni membebaskan budak.
Lebih lanjut, al-Ghazali menyatakan bahwa syariat tidak mungkin
hampa dari esensi pembentukannya yang berkisar pada lima term, yaitu
menjaga agama, jiwa, akal, nasab dan harta. Bahkan seluruh agama dan
ajarannya pasti memiliki esensi yang sama dalam menyikapi fenomena
kekafiran, pembunuhan, seks bebas, pencurian dan minuman keras. Di
sinilah titik temu semua agama. Kebaikan universal, kebenaran hakiki dan
sebuah keniscayaan dalam setiap agama.
ii. Imam Haramain al-Juwaini
Imam Haramain al-Juwaini (wafat tahun 478 H/ 1185 M)
mengatakan, “Siapapun yang tidak memahami adanya maksud dan tujuan
perintah dan larangan syariat, ia tidak akan mengetahui hakikat penetapan
hukum syariat.” Selain itu, al-Juwaini juga menyatakan bahwa
ketidaktahuan terhadap tujuan dasar syariat dalam perintah dan larangan
menyebabkan terjadinya benturan keras di kalangan ulama. Al-Juwaini
berargumentasi bahwa para sahabat telah melakukan transformasi makna
dan esensi syariat dari teks kemudian menerapkannya pada masalah yang
secara tektual tidak ditemukan dalam teks.
iii. Al Izz bin Abdus Salam
Al Izz bin Abdus Salam (wafat tahun 660 H/1261 M) berkata,
“Siapapun yang memperhatikan esensi syariat, dalam upaya mendatangkan
maslahat dan menolak mafsadat, ia akan memperoleh keyakinan dan
pengetahuan yang mendalam bahwa maslahat tidak boleh diabaikan dan
mafsadat tidak boleh didekati, kendatipun tidak ada ijma, teks maupun qiyas
yang khusus membahasnya. Karena pemahaman inti syariat meniscayakan
hal tersebut.”
Jumlah teks syariat sangat terbatas dan respon teks terhadap
permasalahan yang muncul dengan wajah baru pun, tidak serta merta dapat
digali secara cepat. Namun, dengan mengembalikan teks kepada dasar
falsafah pembentukannya akan dapat diketahui mana yang dikehendaki teks
dan mana yang tidak. Sehingga, parameternya adalah maslahah dan
mafsadah. Bila maslahah adalah yang dikehendaki oleh syariat, maka
mafsadah adalah yang ditentang oleh syariat.
iv. Ibnu al-Qayyim al-Jauziyyah
Ibnu al-Qayyim al-Jauziyyah (w. 751 H/1350 M), di dalam kitabnya
“I’lam al-Muwaqqi’in ‘an Rabb al- ‘Alamin” menyatakan bahwa seorang
tidak akan mengetahui mana qiyas yang benar dan mana qiyas yang salah
tanpa mengetahui rahasia-rahasia dan tujuan-tujuan syari’at.92 Kajian
maqâshid di tangan Ibnu al-Qayyim al-Jauziyyah sangat tampak
signifikansinya dalam mengetahui kebenaran qiyas, yaitu dengan
melakukan penyesuaian terhadap semangat syariah.
Meskipun secara eksplisit, penulis belum menemukan tata kerja
maqâshid sebagai barometer benar dan salah dalam proses operasional qiyas
sebagaimana yang diklaim Ibnu al-Qayyim, namun dapat ditarik benang
merah bahwa maqâshîd asy syari'ah memberi rambu-rambu praktek qiyas
bagi para mujtahid agar tepat pada sasarannya.
v. Nuruddin al-Khadimi
Nuruddin al-Khadimi merangkum beberapa urgensi ilmu terhadap
maqâshîd asy-syari’ah, di antaranya, yaitu:
a) Pertama, menampakkan illah, hikmah dan tujuan dari syariat, baik
secara parsial ataupun komunal, baik secara umum ataupun khusus,
dalam segala sendi kehidupan dalam berbagai tema dalam hukum
Islam.
b) Kedua, memberikan kemampuan bagi seorang ahli hukum (faqih)
dalam menggali hukum (istinbath) berdasarkan tujuan tersebut, yang
akan membantunya dalam memahami hukumnya serta penerapannya.
c) Ketiga, meminimalisir perbedaan dan perdebatan dalam ranah fiqih (al-
ahkam al-furu’iyyah) dan fanatisme bermadzhab. Yaitu dengan
menjadikan ilmu maqâshîd sebagai patokan dalam proses pembentukan
hukum dan mengorganisir berbagai macam pendapat dan mencegah
terjadinya kontradiksi.
d) Keempat, memadukan antara dua sikap ekstrim, yaitu ekstrim kanan
yang cenderung tekstualis-skripturalis dan yang ekstrim kiri yang
cenderung pada esensi dan ruh teks, namun mengesampingkan yang
tampak pada teks itu sendiri.
e) Kelima, membantu seorang mukallaf dalam melaksanakan taklif secara
maksimal dan sempurna.
f) Keenam, membantu seorang penceramah, juru dakwah, guru, hakim,
mufti, dan lain sebagainya untuk melaksanakan tugas-tugas mereka
agar sesuai dengan yang dikehendaki oleh syariat, bukan sekedar
berdasarkan teks secara letterlijk.

C. Pembagian Maqashid Syariah

1. Berdasarkan Pengaruhnya Terhadap Urusan Umat


a) Dharuriyyat
Dharuriyyat adalah kemaslahatan yang sifatnya harus dipenuhi dan
apabila tidak terpenuhi, akan berakibat kepada rusaknya tatanan
kehidupan manusia dimana keadaan umat tidak jauh berbeda dengan
keadaan hewan. Al-kulliyyat al-khamsah (‫ )الكلية الخمسة‬merupakan contoh
dari tingkatan ini, yaitu memelihara agama, nyawa, akal, nasab, harta dan
kehormatan.
b) Hajiyyat
Hajiyyat adalah kebutuhan umat untuk memenuhi kemaslahatannya dan
menjaga tatanan hidupnya, hanya saja manakala tidak terpenuhi tidak
sampai mengakibatkan rusaknya tatanan yang ada. Sebagian besar hal ini
banyak terdapat pada bab mubah dalam mu‘amalah termasuk dalam
tingkatan ini.
c) Tahsiniyyat
Tahsiniyyat adalah maslahat pelengkap bagi tatanan kehidupan umat
agar hidup aman dan tentram. Pada umumnya banyak terdapat dalam hal-
hal yang berkaitan dengan akhlak (makarim al akhlaq) dan etika (suluk).
Contohnya adalah kebiasaan-kebiasaan baik yang bersifat umum
maupun khusus. Selain itu, terdapat pula al-mashalih al-mursalah yaitu
jenis maslahat yang tidak dihukumi secara jelas oleh syariat. Bagi Imam
ibnu ‘Asyur, maslahat ini tidak perlu diragukan lagi hujjiyah-nya, karena
cara penetapannya mempunyai kesamaan dengan penetapan qiyas.
2. Berdasarkan Kolektif dan Personal
a) Kulliyah
Kulliyyah yaitu kemaslahatan yang berpulang kepada semua manusia
atau sebagian besar dari mereka. Menjaga persatuan umat Islam,
memelihara dua kota suci; Mekah dan Madinah, menjaga hadis-hadis
Nabi SAW jangan sampai bercampur dengan hadis-hadis palsu
(maudhu’) adalah diantara contoh yang dikemukakan oleh Imam ibnu
‘Asyur.
b) Juz’iyyah
Juz’iyyah adalah kebalikan dari itu. Maslahah juz'iyyah ini banyak
terdapat dalam muamalah.
3. Berdasarkan Kebutuhan
a) Qath’iyyah
Qath‘iyyah yaitu maslahat yang ditunjukkan oleh nash-nash yang jelas
dan tidak membutuhkan takwil.
b) Zhanniyyah
Zhanniyyah adalah kemaslahatan yang dihasilkan oleh penilaian akal.
c) Wahmiyyah
Wahmiyyah adalah kemaslahatan yang menurut perkiraan tampak
bermanfaat namun setelah diteliti lebih jauh mengandung
kemudharatan.
d) Ad-Dharuriyat Al-Khamsah
Dharuriyat menurut Al-Ghazali adalah beragam maslahat yang menjamin
terjaganya tujuan dari tujuan yang lima, yaitu memelihara agama, nyawa,
akal, harta dan nasab.
• Memelihara Agama
Syariat Islam pada dasarnya diturunkan untuk menjaga eksistensi
semua agama, baik agama itu masih berlaku yaitu agama yang dibawa
oleh Nabi Muhammad SAW, atau pun agama-agama sebelumnya.
Beberapa ayat Al-Qur’an yang menjamin hal itu antara lain :
ِ ٰ ‫ت اويُؤْ مِ ْۢ ْن ِب‬
‫اّلل فاقا ِد ا ْست ا ْم ا‬
‫سكا‬ َّ ‫الر ْشدُ مِ نا ْالغاي ِ ۚ فا ام ْن يَّ ْكفُ ْر ِبال‬
ُ ‫طا‬
ِ ‫غ ْو‬ ُّ ‫الدي ِۗ ِْن قادْ تَّبايَّنا‬
ِ ‫َل اِ ْك ارا اه فِى‬
ٓ‫ا‬
٢٥٦ – ‫ع ِل ْي ٌم‬
‫سمِ ْي ٌع ا‬ ٰ ‫ام لا اها اِۗو‬
‫ّٰللاُ ا‬ ‫ص ا‬‫ِب ْالعُ ْر او ِة ْال ُوثْ ٰقى اَل ا ْن ِف ا‬
Artinya“Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam),
sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar
dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Tagut dan
beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh)
pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha
Mendengar, Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah : 256)

‫ض‬ ٍ ‫ض ُه ْم ِببا ْع‬ ‫اس با ْع ا‬ ‫ّٰللا النَّ ا‬ ٰ ‫َِل ا ا ْن يَّقُ ْولُ ْوا اربُّناا‬
ِ ٰ ‫ّٰللاُ اِۗولا ْو اَل دا ْف ُع‬ ٓ َّ ‫ق ا‬ ِ ‫الَّ ِذيْنا ا ُ ْخ ِر ُج ْوا مِ ْن ِديا‬
ٍ ‫ار ِه ْم ِبغاي ِْر اح‬
‫ص ُر ِٗۗه ا َِّن‬
ُ ‫ّٰللاُ ام ْن يَّ ْن‬
ٰ ‫ص ار َّن‬ُ ‫ّٰللا اكثِي ًْر ِۗا اولا اي ْن‬
ِ ٰ ‫صلا ٰوتٌ َّو امسٰ ِجدُ يُذْك ُار فِ ْي اها ا ْس ُم‬ ‫ص اوامِ ُع او ِب اي ٌع َّو ا‬
‫ت ا‬ ْ ‫لَّ ُه ِد ام‬
٤٠ – ‫ع ِزي ٌْز‬ ٌّ ‫ّٰللا لاقا ِو‬
‫ي ا‬ ‫ٰا‬
Artinya“(yaitu) orang-orang yang diusir dari kampung halamannya
tanpa alasan yang benar, hanya karena mereka berkata, “Tuhan kami
ialah Allah.” Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian
manusia dengan sebagian yang lain, tentu telah dirobohkan biara-
biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi dan
masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Allah
pasti akan menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sungguh,
Allah Mahakuat, Mahaperkasa.” (Q.S. Al-Hajj : 40)

• Memelihara Nyawa
Syariat Islam sangat menghargai nyawa seseorang, bukan hanya
nyawa pemeluk Islam, bahkan meski nyawa orang kafir atau orang
jahat sekali pun. Adanya ancaman hukum qishash menjadi jaminan
bahwa tidak boleh menghilangkan nyawa.
‫ض فا اكاانَّ اما‬ ِ ‫اَل ْر‬ ‫سا ٍد فِى ْ ا‬ ‫س ْۢا ِبغاي ِْر نا ْف ٍس اا ْو فا ا‬ً ‫ع ٰلى ابن ِْٓي ِاس اْر ۤاءِ ْي ال ا ا َّنهٗ ام ْن قات ا ال نا ْف‬ ‫مِ ْن ا ا ْج ِل ٰذلِكا ۛ اكت ا ْبناا ا‬
‫ت ث ُ َّم ا َِّن اك ِثي ًْرا‬ ُ ‫اس اجمِ ْي ًعا اِۗولاقادْ اج ۤا اءتْ ُه ْم ُر‬
ِ ‫سلُناا ِب ْال اب ِي ٰن‬ ‫اس اجمِ ْي ًع ِۗا او ام ْن ا ا ْح اياهاا فا اكاانَّ اما ٓ ا ا ْح ايا النَّ ا‬
‫قات ا ال النَّ ا‬
٣٢ – ‫ض لا ُمس ِْرفُ ْونا‬ ِ ‫ِم ْن ُه ْم با ْعدا ٰذلِكا فِى ْاَلا ْر‬
Artinya,“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani
Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan
karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena
membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah
membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara
kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara
kehidupan manusia semuanya.” (Q.S. Al-Maidah : 32)
• Memelihara Akal
Syariat Islam sangat menghargai akal manusia, sehingga diharamkan
manusia minum khamar biar tidak mabuk lantaran menjaga agar
akalnya tetap waras.
‫اس اواِثْ ُم ُه اما ٓ ا ا ْكبا ُر مِ ْن نَّ ْف ِع ِه ام ِۗا‬ ِۖ ِ َّ‫ع ِن ْالخ ْام ِر او ْال ام ْيس ِۗ ِِر قُ ْل فِ ْي ِه اما ٓ اِثْ ٌم اك ِبي ٌْر َّو امناافِ ُع لِلن‬ ‫ياسْـَٔلُ ْوناكا ا‬
٢١٩ – ‫ت ال اع َّل ُك ْم تاتافا َّك ُر ْو َۙنا‬ ٰ ‫او ايسْـَٔلُ ْوناكا اماذاا يُ ْن ِفقُ ْونا ەِۗ قُ ِل ْال اع ْف ِۗ او ك ٰاذلِكا يُ اب ِي ُن‬
ٰ ْ ‫ّٰللاُ ال ُك ُم‬
ِ ‫اَل ٰي‬
Artinya,
“Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan
judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa
manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada
manfaatnya.” Dan mereka menanyakan kepadamu (tentang) apa
yang (harus) mereka infakkan. Katakanlah, “Kelebihan (dari apa
yang diperlukan).” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu agar kamu memikirkan,” (Q.S. Al-Baqarah : 219)

• Memelihara Nasab
Syariat Islam menjaga urusan nasab lewat diharamkannya perzinaan,
dimana pelakunya diancam dengan hukum cambuk dan rajam.
ِ ٰ ‫الزانِ ْي فااجْ ِلد ُْوا ُك َّل اواحِ ٍد مِ ْن ُه اما مِ ائاةا اج ْلداةٍ َِّۖو اَل ت اأ ْ ُخذْ ُك ْم بِ ِه اما ارأْفاةٌ فِ ْي ِدي ِْن‬
‫ّٰللا ا ِْن‬ َّ ‫لزانِياةُ او‬
َّ ‫ا ا‬
٢ – ‫ط ۤا ِٕىفاةٌ ِمنا ْال ُمؤْ مِ نِ ْينا‬ ٰ ْ ‫اّلل او ْاليا ْو ِم‬
‫اَلخِ ۚ ِر او ْليا ْش اهدْ ا‬
‫عذاابا ُه اما ا‬ ِ ٰ ِ‫ُك ْنت ُ ْم تُؤْ مِ نُ ْونا ب‬
Artinya,
“Wanita dan laki-laki yang berzina maka jilidlah masing-masing
mereka 100 kali. Dan janganlah belas kasihan kepada mereka
mencegah kamu dari menjalankan agama Allah, jika kamu beriman
kepada Allah dan hari Akhir. Dan hendaklah pelaksanaan hukuman
mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang beriman.”
(Q.S. An-Nur : 2)
Dan secara praktik, selama masa hidup Rasulullah SAW paling
tidak tercatat 3 kali beliau merajam pezina yaitu Asif, Maiz dan
seorang wanita Ghamidiyah. Asif berzina dengan seorang wanita dan
Rasulullah SAW memerintahkan kepada Unais untuk menyidangkan
perkaranya dan beliau bersabda :
“Wahai Unais, datangi wanita itu dan bila dia mengaku zina maka
rajamlah.”
(HR. Bukhari)
• Memelihara Harta
Syariat Islam sangat menghargai harta milik seseorang,
sehingga mengancam siapa mencuri harta hukumannya adalah
dipotong tangannya.
- ‫ع ِزي ٌْز اح ِك ْي ٌم‬
‫ّٰللاُ ا‬
ٰ ‫ّٰللا اِۗو‬ ‫طعُ ْٓوا ا ا ْي ِديا ُه اما اجزا ۤا ْۢ ًء بِ اما اك ا‬
ِ ٰ ‫سباا ناك ًااَل ِمنا‬ ‫َّارقاةُ فاا ْق ا‬
ِ ‫َّار ُق اوالس‬
ِ ‫اوالس‬
٣٨

Artinya,
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah
tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka
kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. Al-Maidah: 38)

Referensi

A.Karim, Adiwarman. 2007. Ekonomi Mikro Islam edisi ketiga. Jakarta: PT


Raja Grafindo Persada.

Sarwat, Ahmad. 2019. Maqahid Syariah. Jakarta: Rumah Fiqih Publishing.


BAB 5
SEJARAH PERADABAN DAN PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM

A. Islam Di Berbagai Masa

1. Sistem Ekonomi Negara Islam Pada Masa Rasulullah SAW


Rasulullah SAW. tidak hanya bertindak sebagai pemimpin spiritual
bagi umat Islam, namun juga seorang pemimpin negara. Sebagai pemimpin
suatu negara, beliau SAW. juga telah menerapkan suatu sistem ekonomi
yang digunakan untuk mengatur aktivitas perekonomian masyarakat Islam
waktu itu. Sistem ekonomi yang digunakan oleh Rasulullah SAW. berakar
dari prinsip-prinsip ajaran Al-Qur’an yang telah diturunkan oleh Allah Swt.
Dengan bermodalkan sistem ekonomi yang berprinsip dari ajaran Rabb Yang
Maha Mengetahui, Rasulullah SAW. dapat membentuk akar ekonomi
masyarakat muslimin Madinah yang kuat, sehingga menjadi pondasi bagi
para Khalifah untuk menorehkan tinta emas kejayaan umat Islam.
Sebelum rasulullah SAW. hijrah, terdapat konflik dengan kaum
Quraisy di Mekkah yang menyebabkan ada embargo ekonomi, di mana
seluruh umat muslim yang melakukan penjualan tidak akan dibeli oleh kaum
Quraisy, sehingga munculnya bencana kelaparan yang hebat. Embargo ini
dilakukan agar umat muslim segera pindah ke agama lamanya. Hal ini juga
yang menyebabkan peristiwa hijrah muncul.
Setelah Rasulullah SAW. hijrah ke madinah, beliau SAW. beserta
kaum muslimin membentuk sebuah negara baru. Sebagai sebuah negara
baru, Daulah Islam di Madinah tidak memiliki sedikit pun kas negara.
Setelah berhasil menyelesaikan masalah politik dan konstitusional, beliau
SAW. sebagai kepala negara, kemudian merumuskan sistem ekonomi negara
dengan berdasarkan ajaran Islam yaitu berlandaskan prinsip-prinsip dari Al-
Qur’an dan as-Sunnah.
Dengan bermodalkan prinsip-prinsip tersebut Rasulullah SAW.
berhasil membangun suatu sistem ekonomi yang adil dan makmur, sehingga
kaum muslimin dapat menjadi lebih sejahtera. Pada masa awal
pemerintahannya, beliau SAW. menghadapi berbagai permasalahan
ekonomi yang sulit, seperti tidak tersedianya kas negara dan juga fakta
bahwa kaum Muhajirin yang baru berhijrah dari Mekah kebanyakan tidak
membawa harta, sehingga mereka tergolong kedalam kaum yang fakir.
Namun, permasalahan-permasalahan tersebut perlahan dapat dipecahkan
oleh Nabi SAW. menggunakan kebijakan-kebijakan jitu yang beliau SAW.
terapkan.
a) Bentuk Kebijakan Fiskal Masa Rasulullah SAW.
Kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil oleh Rasulullah SAW.
dapat dibedakan menjadi kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Pada
masa pemerintahannya, Rasulullah SAW. mendirikan Baitul Maal
sebagai lembaga fiskal.
Baitul Maal merupakan konsep keuangan publik pertama yang telah
diperkenalkan oleh Rasulullah SAW. sejak abad ke 7 Masehi. Konsep
penghimpunan dan pendistribusian dari Baitul Maal adalah semua
kekayaan negara harus dikumpulkan terlebih dahulu, lalu didistribusikan
kembali sesuai kebutuhan negara.
Dana yang terkumpul di Baitul Maal digunakan untuk berbagai
kegiatan, seperti penyebaran ajaran Islam, pengembangan ilmu
pengetahuan, pembangunan infrastruktur, pembangunan armada perang
dan bidang keamanan, serta penyediaan layanan kesejahteraan sosial.
Rasulullah SAW. dalam pembangunan Negara Islam di Madinah
menitikberatkan perhatian pada berbagai aspek yang dapat
meningkatkan kesejahteraan mulai dari aspek sumber daya manusia,
penciptaan stabilitas dalam negeri, hingga pada pembangunan
infrastruktur untuk menunjang kegiatan perekonomian.
Beberapa fokus pembangunan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.
adalah:
• Membangun masjid sebagai pusat kegiatan umat.
• Melakukan rehabilitasi terhadap kaum Muhajirin yang baru saja
berhijrah.
• Menciptakan stabilitas dan kedamaian dalam negeri.
• Menyusun konstitusi negara.
• Meletakkan dasar-dasar keuangan negara.
Dengan kebijakan-kebijakan tersebut, Rasulullah SAW. mampu
meningkatkan partisipasi kerja serta pendapatan masyarakat muslim
Madinah, sehingga taraf kesejahteraanpun secara umum dapat
meningkat.
Pada masa pemerintahan Rasulullah SAW. terdapat beberapa ciri
pengelolaan fiskal, seperti berikut :
• Sistem pajak umumnya adalah proporsional.
• Besarnya kharaj, ditentukan oleh produktivitas lahan.
• Berlakunya sistem regressive rate untuk zakat peternakan.
• Perhitungan pajak dengan berdasarkan atas profit, bukan atas harga
jual.
b) Sumber Penerimaan Baitul Maal Pada Masa Rasulullah SAW.
Sumber penerimaan Baitul Maal pada masa Rasulullah SAW.
terbagi menjadi dua, yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Sumber
pendapatan primer adalah pendapatan utama yang didapatkan oleh
negara Islam waktu itu. Berikut ini adalah sumber pendapatan primer
Negara Islam pada masa Rasulullah SAW.:
• Zakat : menurut bahasa adalah jumlah harta tertentu yang wajib
dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam. Zakat diberikan
kepada golongan yang berhak menerima menurut ketentuan yang
telah ditetapkan oleh syariat Islam.
• Ushr : memiliki dua pengertian, pertama adalah semacam pajak
perdagangan yang telah dikenal sejak masa jahiliyah. Tarif untuk
ushr perdagangan ini adalah 2,5% untuk kaum muslimin, dan 5%
untuk orang kafir yang dilindungi. Pengertian ushr yang kedua
adalah pembayaran atas hasil pertanian yang harus dibayarkan oleh
umat muslim yang memiliki tarif 10% apabila sumber air didapat
dari hujan, dan 5% apabila sumber air dengan irigasi.
• Jizyah : pembayaran yang dibayarkan oleh orang kafir yang tinggal
di negara Islam untuk jaminan perlindungan untuk jiwa, harta, dan
kebebasan untuk beribadah.
• Kharaj : pembayaran warga Negara Islam atas tanah taklukan yang
awalnya dimiliki oleh orang kafir. Berbeda dengan jizyah yang
apabila pembayar jizyah masuk Islam maka akan hilang
kewajibannya dalam membayar jizyah, untuk kharaj maka
kewajiban tersebut akan tetap ada walaupun pemilik tanah tersebut
masuk Islam.
• Ghanimah dan fa’i : ghanimah adalah harta rampasan perang
yang ditinggalkan oleh musuh. Sesuai dengan ketentuan syara’ 1/5
dari ghanimah adalah untuk Allah dan Rasulnya, sedangkan 4/5
adalah milik tentara yang ikut berperang. 1/5 dari ghanimah lebih
dikenal dengan istilah khums. Khums pada masa Rasulullah SAW.
umumnya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian pertama untuk
Rasulullah SAW. dan keluarganya, bagian kedua untuk
kerabatnya, dan bagian ketiga untuk Baitul Mal. Sedangkan Fa’i
adalah harta rampasan yang didapatkan tanpa melalui peperangan
(musuh melarikan diri).
Adapun pendapatan sekunder Baitul Maal pada Masa Rasulullah SAW.
adalah sebagai berikut.Uang tebusan untuk para tawanan perang.
• Khusmus atau Rikaz harta karun temuan pada periode sebelum
Islam.
• Amwal fadhla, adalah penerimaan yang berasal dari harta benda
kaum muslimin yang meninggal tanpa ahli waris atau berasal dari
barang-barang orang muslim yang meninggalkan negerinya.
• Wakaf, harta benda yang diberikan oleh seorang muslim kepada
umat Islam untuk kepentingan agama Allah dan pendapatannya akan
disimpan ke Baitul Maal.
• Nawaib, pajak yang jumlahnya cukup besar yang dibebankan pada
kaum muslimin yang kaya dalam rangka menutupi pengeluaran
negara selama masa darurat dan ini pernah terjadi pada masa Perang
Tabuk.
• Zakat fitrah, zakat yang ditarik di bulan suci Ramadan, dan dibagi
sebelum Salat Id.
• Bentuk dan sedekah lainnya, seperti kurban dan kuffarat (denda atas
kesalahan yang dilakukan seorang muslim pada acara keagamaan,
seperti berburu pada musim haji).
c) Pengeluaran Fiskal Pada Masa Rasulullah SAW.
Sumber pengeluaran Baitul Maal pada masa Rasulullah SAW.
terbagi menjadi dua juga, yaitu pengeluaran primer dan sekunder.
Pengeluaran primer merupakan pengeluaran yang meliputi
papembayaran upah, pembayaran gaji pegawai, biaya pertahanan, biaya
distribusi zakat, ushr dan pembayaran utang. Adapun pengeluaran
sekunder merupakan pengeluaran yang meliputi bantuan untuk orang
yang belajar agama di Madinah, hiburan dan hadiah untuk tamu negara,
pembebasan budak muslim, pembayaran denda (diyat) orang yang tidak
sengaja terbunuh pasukan muslim, pembayaran utang orang miskin,
tunjangan untuk Rasulullah SAW., tunjangan untuk kerabat Rasulullah
SAW., tunjangan untuk orang miskin, serta cadangan darurat.
d) Kebijakan dan Sistem Moneter Negara Islam Pada Masa Rasulullah
SAW
Kebijakan moneter yang ditempuh pada masa Rasulullah SAW.
adalah menciptakan sistem keuangan yang bebas dari riba. Riba pada
masa pra-Islam telah menjadi budaya yang mengakar pada masyarakat.
Dengan diturunkannya ayat-ayat yang membahas tentang pelarangan
riba dalam Al-Qur’an maka Rasulullah SAW. mulai menciptakan suatu
sistem keuangan yang bebas riba.
Selain melarang riba dalam sistem moneter yang diciptakan oleh
Rasulullah SAW. juga melarang keras adanya penimbunan terhadap
uang emas dan perak, sehingga uang hanya berputar pada kalangan
tertentu saja. Pelarangan tersebut juga dilakukan dalam rangka
menciptakan stimulus dalam perekonomian untuk percepatan
pembangunan. Kebijakan moneter yang ditempuh oleh Rasulullah SAW.
bukan dengan melonggarkan atau mengetatkan kredit berbasis bunga,
seperti yang banyak bank sentral pada saat ini. Namun, kebijakan
moneter yang ditempuh oleh Rasulullah SAW. adalah dengan
mempercepat perputaran uang dengan cara peningkatan sektor riil.
Walaupun tanpa menggunakan sistem riba, pembiayaan untuk sektor riil
tetap dapat dilakukan dengan cara yang telah dianjurkan oleh Islam,
seperti qardh (pinjaman tanpa kompensasi), sedekah, kerja sama bisnis
dalam bentuk syirkah, maupun berbagai bentuk pembiayaan lainnya.
Pada masa Rasulullah SAW. juga digunakan uang dari emas dan perak
asli, sehingga nilainya cenderung lebih stabil dibandingkan dengan
sistem uang kertas saat ini.
e) Kebijakan Ekonomi Dalam Pasar
Dalam perekonomian yang ada di era Rasulullah SAW., sistem
ekonomi yang berlaku adalah sistem ekonomi persaingan sempurna di
mana informasi yang ada di pasar diketahui secara jelas baik oleh
pembeli maupun penjual. Harga produk di dalam pasar ditentukan oleh
mekanisme pasar (permintaan dan penawaran barang), dan larangan
kontrak pembelian produk di masa mendatang jika kuantitas objeknya
tidak diketahui (larangan gharar).
Peran pemerintah dalam pasar adalah sebagai pengawas pasar untuk
merencanakan dan mengatur sehingga menyediakan lingkungan yang
kondusif agar ekonomi berbasis pasar ini dapat bebas beroperasi
(adanya lembaga al-hisbah selaku pengawas pasar). Intervensi yang
boleh dilakukan dalam kondisi tertentu, hanya intervensi supply dan
demand barang, pemerintah tidak boleh melakukan intervensi harga
pada kondisi normal.

2. Sistem dan Kebijakan Ekonomi Masa Al-Khulafaur Rasyidin


a) Abu Bakar As-Shiddiq ra.
Nama asli dari Abu Bakar adalah Abdullah bin Abu Quhafah at-
Tamimi. Masa pemerintahannya berlangsung 2 tahun menghadapi
kemurtadan, nabi palsu, dan pembangkang zakat yang ditumpas dengan
perang riddah. Pada masa ini wilayah Islam berkembang hingga ke
daerah Romawi dan Persia.
Baitul Maal tidak pernah menumpuk, langsung didistribusikan
dengan cepat. Sistem pada masa itu: pendapatan baitul maal naik,
didistribusikan cepat dan merata , AD dan AS naik, pendapatan
nasional naik. Cara yang dilakukan Abu Bakar:
• Keakuratan menghitung zakat dan tanah taklukan.
• Tanah orang murtad dimanfaatkan untuk orang Islam.
• Kesamarataan. Prinsip: keutamaan iman urusan dengan Allah,
urusan hidup menganut prinsip kesamarataan.
Kebijakan Fiskal: masih melanjutkan Rasulullah SAW.
Pendapatan negara: zakat, khums al-ghonaim, kharaj, jizyah, ushr,
warisan kalalah, wakaf, shodaqoh. Semua pendapatan negara tersebut
disimpan dalam Baitul Maal.
b) Umar bin Khattab ra.
Memerintah selama 10 tahun telah berhasil memerluas wilayah
hingga ke Jazirah Arab, Palestina, Mesir, Syiria, Persia (Irak). Luasnya
wilayah ini membuat Umar bin Khattab melakukan penataan
administrasi dengan membagi 8 provinsi: Makkah, Madinah, Syiria,
Jazirah, Basrah, Kuffah, Palestina, Mesir.
• Baitul Maal
Baitul Maal dibuka cabangnya pada setiap provinsi. Pada sebuah
riwayat, pada tahun 16 H, Abu Huraira, Gubernur Bahrain,
membawa kharaj 500.000 dirham. Oleh Umar, kharaj tersebut
dikelola dengan cara disimpan untuk keperluan darurat, gaji, dll.,
dan didistribusikan. Untuk mengalokasikan pendapatan Baitul Maal,
dibentuklah departemen-departemen:
- Pelayanan Militer untuk orang yang terlibat perang
- Kehakiman dan eksekutif gaji hakim dan eksekutif
- Pendidikan dan pengembangan Islam bantuan dana untuk
guru dan dai beserta keluarganya
- Jaminan sosial untuk fakir miskin
• Pengelolaan Tanah
- Di wilayah Iraq tanah taklukan adalah untuk umat muslim
dan bila penduduk menyerah secara damai menjadi milik
pemilik sebelumnya.
- Tanah bekas pemilik diberi hak kepemilikan selama
membayar kharaj dan jizyah.
- Tanah mati bisa diolah oleh kaum muslim dan diperlakukan
sebagai tanah ushr.
• Zakat
Diberlakukan zakat kuda: 1 dirham untuk 40 dirham harga kuda. Ini
dilakukan karena pada waktu itu tak sedikit sahabat yang
mempunyai kuda lebih dari 200 ekor. Pada saat itu kuda mempunyai
nilai jual yang tinggi. Diberlakukan pula denda 50% dari kekayaan
bagi pembangkang zakat.
• Ushr (Bea perdagangan)
Sebelum Islam datang, ushr telah dibayarkan 10% dari nilai barang
atau 1 dirham per transaksi. Setelah Islam datang, ditetapkan
ditiadakan bea masuk antar provinsi dalam wilayah kekuasaan, di
pasar Madinah diturunkan menjadi 5% untuk minyak, gandum.
Redaksi lain mengatakan bahwa ushr yang berlaku pada waktu itu
adalah 2,5% untuk pedagang muslim dan 5% untuk non-muslim
yang kemudian dinaikkan menjadi 10%.
• Sedekah non-Muslim
Pada suatu riwayat dikisahkan, Bani Taghrib merupakan suku
Kristen yang mempunyai hewan ternak banyak. Mereka sangat
semangat dalam berperang. Mereka menolak membayar jizyah
namun bersedia membayar sedekah lebih banyak. Diriwayatkan
pula, Bani Taghrib membayar sedekah 2 kali lipat dari umat
muslim.
• Mata Uang
Digunakan dinar (mata uang emas) dan dirham (mata uang perak)
untuk transaksi dalam dan luar negeri.
• APBN
Pemasukan Pengeluaran
Zakat dan Ushr Prioritas 1 : dana pensiun

Untuk level lokal. Jika surplus


akan disimpan di Baitu Maal pusat untuk
didistribusikan kepada 8 asnaf.

Khums dan Sedekah Prioritas 2 : pertahanan

Untuk fakir miskin, baik muslim


maupun nonmuslim.
Kharaj, Jizyah, dan Ushr Prioritas 3 : pembangunan

Untuk dana pensiun, operasional,


militer.
Lain-lain Membayar kewajiban negara :

melunasi hutang

Untuk dana sosial orang yang pailit, bayar diyat dan

tebusan, akomodasi delegasi, serta hadiah untuk negara sahabat.

Umar menunjuk petugas pengawas pasar (hisbah): Sayyidah as-


Syifa dan Samra’ binti Nuhaik. Selain itu juga mendirikan lembaga
survey Nassab untuk sensus penduduk Madinah.

c) Utsman bin Affan ra.


Pemerintahan berlangsung selama 12 tahun. Pada masa ini terjadi
perluasan wilayah hingga ke Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dll.
Pada masa Utsman, kebijakan ekonomi yang ada cenderung mengikuti
kebijakan yang dilakukan oleh Umar bin Khattab.pendapatan berasal
dari zakat, ushr, kharaj, fai, dan ghanimah. Zakat ditetapkan 2,5% dari
modal aset. Ushr ditetapkan 10% iuran tanah-tanah pertanian. Kharaj
merupakan pembayaran pada daerah taklukan. Persentase kharaj lebih
tinggi dari ushr. Ghanimah yang didapatkan 4/5 untuk prajurit dan 1/5
untuk kas negara.
Salah satu kebijakan Utsman yang dapat meningkatkan pendapatan
negara adalah reformasi kepemilikan tanah dan perpajakan tanah. Saat
masa Utsman bin Affan, ada terdapat banyak tanah rampasan perang
(swafi land) yang kemudian administrasinya diurus langsung di bawah
negara. Namun biaya operasional negara untuk memproduktifkan swafi
land ini tinggi, sehingga Utsman menerapkan kebijakan swastanisasi
dimana masyarakat sipil dapat mengelola tanah tersebut untuk
diproduktifkan, namun dengan syarat harus membayar pajak tanah
sesuai yang telah ditentukan. Dengan adanya kebijakan ini, pendapatan
negara yang awalnya hanya 4-9 juta dirham meningkat hingga
mencapai 50 juta dirham. Selain itu, tanah menjadi produktif , dan
beban negara untuk mengelola tanah tersebut berkurang drastis. Pada
masa Utsman bin Affan juga mulai adanya standardisasi dan kompilasi
Al-Qur’an (mushaf Utsmani).
d) Ali bin Abi Thalib
Pada era Ali bin Abi Thalib, terdapat banyak ketidakstabilan politik
mengingat beliau menggantikan kepemimpinan Utsman bin Affan yang
meninggal karena terbunuh. Kebijakan Ali adalah sebagai berikut.

• Kebijakan swastanisasi tanah yang dilakukan oleh Utsman, tanah


tersebut kembali lagi menjadi milik negara.
• Melakukan distribusi pajak dan harta rampasan perang dengan
bagian yang sama kepada umat muslim.
• Menangani banyak konflik di era ini, antara lain konflik antara
Sunni dan Syiah, Perang Jamal (antara Ali dan Aisyah), Perang
Shiffin (antara Ali dan Muawiyah).
• Ali bin Abi Thalib menerapkan kebijakan balanced budget atau
anggaran berimbang.
• Pada Era Ali bin Abi Thalib, kebijakan pertanian sangat
ditekankan. Kebijakan dilakukan untuk meningkatkan
kepercayaan petani, dan meningkatkan hasil pertanian dengan
cara mengawasi budidaya lahan dengan baik.
• Dalam bidang perdagangan, terdapat kebijakan untuk mencegah
penimbunan aset (ikhtikar) dan penetapan harga oleh pedagang.
Pasar diatur dengan sendirinya dan pemerintah sebagai pengawas
dimana penjualan harus lancar dengan bobot dan harga yang
sesuai dan tidak merugikan baik penjual maupun pembeli.

3. Sistem dan Kebijakan Ekonomi Masa Bani Umayyah


a) Gambaran Singkat
Bani Umayyah adalah dinasti pertama setelah khulafaur rasyidin.
Berdiri dari tahun 661-756 M di Jazirah Arab dengan ibukotanya
Damaskus) . Khalifah pertama adalah Muawiyah bin Abu Sufyan.
Nama Umayyah dari kakek Muawiyah.
b) Sejarah
Setelah Ali terbunuh, orang-orang Madinah membaiat Hasan bin
Ali. Namun, Hasan bin Ali menyerahkan jabatan ke-khalifah-an ini
kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan dalam rangka mendamaikan kaum
muslimin yang pada masa itu sedang dilanda bermacam fitnah.
c) Ekspansi wilayah
Di bawah Muawiyah, wilayah diperluas lagi mulai dengan
menaklukan Tunisia, kemudian ekspansi ke sebelah timur, dengan
menguasai daerah Khurasan sampai ke Sungai Oxus dan Afganistan
sampai ke Kabul. Sedangkan, angkatan lautnya telah mulai melakukan
serangan-serangan ke Ibu Kota Bizantium, Konstantinopel.
Sedangkan ekspansi ke timur ini kemudian terus dilanjutkan
kembali pada masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Abdul Malik
bin Marwan mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan berhasil
menundukkan Balkanabad, Bukhara, Khwarezmia, Ferghana dan
Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan menguasai
Balochistan, Sind, dan daerah Punjab sampai ke Multan.
Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan pada zaman Al-
Walid bin Abdul-Malik. Masa pemerintahan al-Walid adalah masa
ketenteraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup
bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih
sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara
menuju wilayah barat daya, benua Eropa.
Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di timur
maupun barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-
betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara,
Syria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia,
Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Turkmenistan,
Uzbekistan, dan Kirgistan di Asia Tengah.
d) Permasalahan
Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan inilah suksesi kekuasaan
bersifat monarchiheridetis (kepemimpinan secara turun temurun) mulai
diperkenalkan, di mana ketika dia mewajibkan seluruh rakyatnya untuk
menyatakan setia terhadap anaknya, yaitu Yazid bin Muawiyah.
Muawiyah bin Abu Sufyan dipengaruhi oleh sistem monarki yang ada
di Persia dan Bizantium.
Ketika Yazid bin Muawiyah naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka
di Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Yazid bin
Muawiyah, kemudian mengirim surat kepada Gubernur Madinah,
memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia
kepadanya. Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk, kecuali
Husain bin Ali yang merupakan khalifah di Madinah.
Setelah itu terjadi perang karbala antara Yazid dan Hausain. Husain
pun meninggal dan digantikan Abdullah bin Zubair. Perang terus
terjadi antara Yazid dan Abdullah bin Zubair sampai akhirnya Yazid
wafat dan Abdullah bin Zubair berhasir ditaklukan pada masa Abdul
Malik bin Marwan.
e) Penurunan
Setelah Umar bin Abdul Aziz, kekuasaan Bani Umayyah dilanjutkan
oleh Yazid bin Abdul Malik (720- 724 M) yang cenderung mewah dan
kurang memperhatikan rakyat.

• Masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap pemerintahan dan


terjadi kerusuhan

• Kerusuhan terus berlanjut hingga masa pemerintahan khalifah


berikutnya, Hisyam bin Abdul Malik (724-743 M). Bahkan, pada
masa ini muncul satu kekuatan baru di kemudian hari menjadi
tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu
berasal dari kalangan Bani Hasyim
• Setelah Hisyam bin Abdul-Malik wafat, khalifah-khalifah Bani
Umayyah yang tampil berikutnya bukan hanya lemah tetapi juga
bermoral buruk.
• Dan akhirnya, pada tahun 750 M, Daulah Umayyah digulingkan
oleh Bani Abbasiyah yang merupakan bagian dari Bani Hasyim
itu sendiri, di mana Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir
Bani Umayyah di Damaskus.
• Namun, salah satu penerus Bani Umayyah yang bernama
Abdurrahman ad-Dakhil dapat meloloskan diri pada tahun 755
M. Ia melarikan diri ke Andaluasia ternyata banyak muslim yang
setia terhadap Umayyah dan mendirikan Umayyah baru di
Andalus.
f) Catatan di Masa Umayyah

• Secara umum, khilafah Umayyah bisa mengontrol dengan baik


wilayah islam, sehingga nyaris tidak ada gangguan di perbatasan
yang signifikan
• Transisi periode yang ditandai dengan perubahan sistem
kekhalifahan Islam kedalam bentuk sistem dinasti.
• Periode ini mengalami perluasan lebih lanjut dari perbatasan
politik Negara Islam yang menyebabkan peningkatan substansial
dalam ukuran perdagangan
• Selama waktu itu negara Islam merubah kebijakan moneter dan
menyesuaikan sistem administrasi dan hal ini telah membuka
jalan bagi kemajuan pembangunan di kekhalifahan Abbasiyah
yang berlangsung setelahnya.
g) Kebijakan Ekonomi Muawiyah bin Abu Sufyan
• Orang yang membangun kantor catatan negara dan layanan pos
(albarid)
• Membangun pasukan Suriah untuk menjadi anggota militer yang
kuat
• Mencetak mata uang dan mengembangkan birokrasi seperti
fungsi pengumpulan pajak dan administrasi politik
• Gaji untuk tentara dan mengembangkan hakim/qadhi sebagai
jabatan profesional
h) Kebijakan Ekonomi Abdul Malik bin Marwan
• Memikirkan lebih matang tentang penerbitan mata uang islam
(karena romawi meminta untuk penghapusan lafal basmallah
yang ada pada koin)
• Mencetak mata uang yang sangat resmi dengan basmallah dan
melarang mata uang lain
• Pembenahan administrasi dan penetapan bahasa arab sebagai
bahasa resmi
• Hukuman ta’zir untuk yang mencetak diluar percetakan negara
i) Kebijakan Ekonomi Umar bin Abdul Aziz
• Melindungi dan meningkatkan taraf hidup masyarakat secara
keseluruhan. Hal ini dilakukan dengan instrumen wakaf produktif
untuk usaha, serta perlindungan agar harga barang senantiasa
mahal di dalam negeri. Hal ini dilakukan dengan cara melakukan
ekspor kelebihan supply dalam jumlah besar ke luar negeri
(membuka jalur perdagangan seluas-luasnya)
• Memprioritaskan pembangunan dalam negeri dibandingkan
perluasan wilayah
• Memperbaiki tanah pertanian, menggali sumur, pembangunan
jalan-jalan, pembuatan tempat-tempat penginapan musafir, dan
menyantuni fakir miskin
• Menghapus pajak dari kaum muslimin, mengurangi beban pajak
dari kaum Nasrani, membuat aturan takaran timbangan,
membasmi cukai dan kerja paksa
• Pajak yang dikenakan pada non muslim hanya berlaku kepada
tiga profesi yaitu pedagang, petani, dan tuan tanah
• Menetapkan gaji pejabat sebesar 300 dinar dan pejabat tersebut
dilarang melakukan kerja sampingan
• Pemberlakuan adanya otonomi daerah, namun ketika ada yang
wilayahnya kekurang zakat dan pajak akan dilakukan transfer
dari pemerintah pusat
• Merang penjualan garapan tani agar tidak ada monopoli
• Lembaga al hisbah sangat ditekankan dimana tidak boleh ada
harta haram di dalam pasar dan syariat islam juga sangat
mewarnai kehidupan masyarakat di saat itu
• Sumber pendapatan negara dari pajak, zakat, wakaf, ghanimah
(harta rampasan perang), dan hasil pembelian lapangan kerja
yang produktif.
4. Sistem dan Kebijakan Ekonomi Masa Dinasti Abbasiyyah
a) Kelahiran dan Awal Berdirinya Dinasti Abbasiyah
• Muhammad bin Ali pada masa Umayyah, mendirikan gerakan
rahasia bawah tanah untuk mengembalikan kekuasaan Bani
Hasyim.
• Setelah beliau wafat, propaganda dilanjutkan oleh Ibrahim Al-
Imam dan Abu Muslim Al-Krurasani untuk menyebarkan
propaganda untuk menguatkan kekuatan berdirinya Bani
Abasiyyah terutama di wilayah Khuras.
• Pada abad 7 M terjadi pemberontakan di seluruh negeri 🡪 perang
antara pasukan Abdul Abbas dengan Marwan bin Muhammad
dari Bani Umayyah.
• Sampai pada 750 M, Khalifah Marwan runtuh yang juga
bersamaan dengan runtuhnya Bani Umayyah dan dilantiknya
Abu Al-Abbas sebagai Khalifah Bani Abbasiyah 🡪 Kelahiran
Bani Abbasiyyah.
b) Sistem Pemerintahan, Politik, dan Bentuk Negara
• Para Khalifah tetap dari keturunan Arab, sedangkan para menteri,
panglima, Gubernur dan para pegawai lainnya dipilih dari
keturunan Persia dan Mawali.
• Kota Baghdad dijadikan ibukota negara.
• Ilmu pengetahuan 🡪 sangat penting dan mulia.
• Hak Asasi Manusia diakui sepenuhnya.
• Para menteri keturunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk
menjalankan tugasnya dalam pemerintah.
c) Periode I (750-847 M) 🡪 Masa Kejayaan
• Abu Al-Abbas: Perpindahan ibukota ke Baghdad
• Al-Mansur: Ekspansi wilayah ke Armenia, Mesisah, Andalusia
dan Afrika
• Al-Mahdi (775-785): Ilmu pertanian dan pertambangan
berkembang baik, sehingga perekonomian berjalan baik.
• Harun al-Rasyid: Pendirian rumah sakit, lembaga pendidikan
dokter dan farmasi. Jumlah dokter mencapai 800 dokter.
• Ilmu pengetahuan: pendirian perpustakaan terbesar di Baghdad
• Al-Ma’mun: Translasi teks-teks asing (Yunani dan Persia);
• Al-Mu’tashim: Kekuatan militer Bani Abbasiyah sangat
berkembang dan mencapai puncak yang tidak terkalahkan,
mengirim pasukan militer dari Turki dan mendidik tentara-
tentara Abbasiyah menjadi profesional.
d) Periode II (847-945 M)
• Pada masa Khalifah Mutawakkil (847-861 M) orang-orang Turki
merebut kekuasaan dengan cepat.
• Faktor-faktor kemunduran Bani Abbas pada periode ini:
• Luasnya wilayah kekuasaan Daulah Abbasiyah yang harus
dikendalikan, sementara komunikasi lambat.
• Ketergantungan terhadap tentara
• Kesulitan keuangan karena beban pembiayaan tentara sangat
besar
e) Periode III (945-1045 M)
• Dinasti Abbasiyah meminta bantuan dari orang Bani Buwaih
untuk membantu di bidang pemerintahan.
• Sehingga beberapa orang Buwaih mengambil posisi strategis di
pemerintahan dan berkuasa.
• Buwaih menjadikan tiga kerabatnya; Ali (Selatan Persia), Hasan
(Utara Persia), dan Ahmad (al-Ahwaz, Wasit dan Baghdad) turut
serta dalam pemerintahan.
• Baghdad dalam periode ini tidak sebagai pusat pemerintahan
Islam, karena telah pindah ke Syiraz dimana berkuasa Ali bin
Buwaihi.
• Kekuasaan Bani Abbasiyah perlahan luntur dan direnggut oleh
Bani Buwaih.
• Ilmuwan pada masa itu: Al Farabi, Ibnu Sina, Al Farghani,
Abdurrahman al Shufi.
• Membangun infrastruktur: kanal, irigasi, dan jalan.
• Kemunduran dikarenakan pertikaian internal dan dinasti lain
memerdekakan diri.
f) Periode IV (1055-1199 M)
• Abbasiyah meminta bantuan orang-orang seljuk dalam bidang
militer.
• Pada masa Thugrul Bek, Dinasti Seljuk berhasil memasuki
Baghdad dan menggantikan Dinasti Buwaih.
• Membangun Madrasah Nizamiyah(1067 M) di tiap kota di Irak
dan Khurasan oleh perintah Nizam al-Mulk.
• Cendekiawan pada masa itu: Al Zamakhshari (penulis tafsir), Al
Ghazali (taSAWuf), dan Umar Khayyam (perbintangan).
• Kekuasaan ada di Baghdad, namun daerah dibagi menjadi
provinsi dan memiliki gubernur dan otonomi.
• Banyak wilayah yang memerdekakan diri dan membuat Daulah
Abbasiyah menjadi terpecah.
g) Golden Ages
• Ibukota Spanyol Muslim, Cordoba adalah kota paling berbudaya
di Eropa dan bersama-sama Konstantinopel dan Baghdad,
menjadi pusat peradaban dunia saat itu. Dengan 130 ribu rumah,
21 daerah sub-urban, 73 perpustakaan, dan sejumlah besar toko
buku, masjid dan istana, Cordoba memperoleh popularitas
internasional. Cordoba memiliki bermil-mil jalan yang mulus-
rata dan di malam hari disinari lampu-lampu dari rumah-rumah
di pinggirnya.
• Kaum Arab Spanyol memperkenalkan metode pertanian yang
dipraktekkan di Asia Barat.
h) Kemajuan Bidang Agama Islam
• Pemerintah memberi dukungan moral, fisik, dan finansial kepada
para ulama
• Ulama banyak melakukan ijtihad dan kajian guna memperkaya
ilmu agama seperti ilmu fiqih, ilmu hadits, dan taSAWuf
• Terbentuknya 4 Mazhab utama: Syafii, Hambali, Hanafi, dan
Maliki.
i) Kemajuan Bidang Sosial Budaya
• Asimilasi kebudayaan baru dan kebudayaan lama→ segi
arsitektur: istana, masjid, dan bangunan lainnya
• Sastra → Abu Nawas, Abu Atahiya, Al Muthanabby, dan
Abdullah bin Muqaffa.
• Seni musik → Yunus bin Sulaiman, Khalil bin Ahmad, dan Al
Farabi yang menciptakan teori musik.
j) Kemajuan Bidang Intelektual
• Pemerintah menyediakan fasilitas, dukungan moral, dan
finansial
• Dibangun banyak madrasah, perpustakaan, dan universitas
• Gerakan terjemahan.
k) Kemajuan Bidang Politik dan Militer
• Abbasiyah berfokus pada pengembangan ilmu pengetahuan
• Membentuk Diwanul Jundi (lembaga pertahanan dan keamanan
negara)
l) Kemajuan Bidang Fisik
• Darul Hikmah, Adalah perpustakaan yang didirikan oleh Harun
ArRasyid.
• Madrasah.
• Majlis Muhadharah, yaitu tempat pertemuan untuk membahas
masalah ilmiah.
• Kuttab, yaitu tempat belajar dalam tingkatan pendidikan rendah
dan menengah.
m) Faktor Kemajuan Dinasti Abbasiyah
Faktor Internal
• Pemahaman utuh terhadap semangat keilmuan yang disyaratkan
Al-Qur’an
• Perhatian tinggi terhadap pentingnya Ilmu Pengetahuan

• Lahirnya berbagai pusat kajian dan pusat penerjemahan


Faktor Eksternal

• Tradisi keilmuan yang lebih dulu berkembang di Persia

• Adaptasi terhadap budaya asing terutama filsafat Yunani

• Gerakan translasi karya-karya asing

• Kecenderungan baru dalam tradisi berpikir

• Transformasi keilmuan Islam terhadap keilmuan luar

n) Faktor Keruntuhan Dinasti Abbasiyah


Faktor Internal

• Persaingan antara bangsa Persia dan Abbasiyah.

• Kemerosotan Perekonomian.

• Faktor Keagamaan, perpecahan dalam pemahaman fiqh.

Faktor Eksternal

• Hilangnya kendali atas daerah dan munculnya dinasti2 kecil yang


tidak dapat ditangani.

• Invasi Mongol.

o) Dampak Positif dan Negatif dari Jatuhnya Abbasiyah


Dampak Negatif :
• Kehancuran akibat serangan dari wilayah timur hingga ke barat.

• Pembunuhan terhadap umat Islam yang tidak berdosa.

• Sistem perbudakan dan pajak yang tinggi.

• Hancurnya sumber – sumber ilmu pengetahuan.


Dampak Positif :
• Berasimilasi dan bergaul dengan umat muslim dengan jangka
waktu yang panjang

• Beberapa pemimpin Mongol masuk Islam dan menjadikan Islam


sebagai agama kerajaannya

B. Great Gap dalam Sejarah Pemikiran Ekonomi Barat

Kontribusi Kaum Muslimin yang sangat besar terhadap perkembangan


pemikiran ekonomi pada khususnya dan peradaban dunia pada umumnya, telah
diabaikan oleh para Ilmuwan Barat. Buku teks ekonomi Barat, hampir tidak pernah
menyebutkan kontribusi muslim ini. Meskipun Chapra mengatakan bahwa, hal ini
disebabkan oleh muslim sendiri yang tidak mengartikulasikan secara jelas, namun
Barat memiliki andil besar dalam hal ini, karena tidak memberikan penghargaan
yang layak terhadap kontribusi peradaban lain atas kemajuan manusia.
Para Sejarawan Barat menulis sejarah pemikiran ekonomi dengan asumsi
bahwa periode antara Yunani dan Skolastik adalah periode yang kosong dari
pemikiran (tidak produktif). Joseph Schumpeter dalam bukunya A History of
Economic Analysis menulis sejarah ekonomi dari para filosof Yunani dan langsung
melakukan loncatan jauh selama 500 tahun (great gap), ke zaman St. Thomas
Aquinas (1225-1274 M). Schumpeter sama sekali mengabaikan peranan kaum
muslimin terhadap pemikiran ekonomi.

Hal yang sulit dipahami, jika ilmuwan Barat tidak menyadari bahwa sejarah
pengetahuan adalah suatu proses yang berkesinambungan, yang dibangun di atas
fondasi yang diletakan ilmuwan sebelumnya. Menurut Chapra, jika proses ini
disadari sepenuhnya, maka Schumpeter mungkin tidak mengasumsikan adanya
loncatan selama 500 tahun, tetapi akan mencari pondasi pengetahuan yang
digunakan oleh para ilmuwan Skolastik.

C. Tokoh-Tokoh Pemikir Ekonomi Islam

1. Periode Pertama (Abad 1-5 H/ 7 -11 M)


a) Zaid bin Ali (80-120 H/ 699-738 M
Pemikiran dan pandangan Zaid seperti yang dikemukakan Abu Zahra
adalah membolehkan penjualan suatu komoditi secara kredit dengan
harga yang lebih tinggi dari harga tunai dengan alasan sebagai
berikut.
• Penjualan secara kredit dengan harga lebih tinggi daripada harga
tunai merupakan salah satu bentuk transaksi yang sah dan dapat
dibenarkan selama transaksi tersebut dilandasi oleh prinsip
saling ridha antar kedua belah pihak.
• Keuntungan yang diperoleh para pedagang dari penjualan secara
kredit merupakan murni bagian dari sebuah perniagaan dan tidak
termasuk riba.

• Penjualan secara kredit merupakan salah satu bentuk promosi


sekaligus respon terhadap permintaan.

• Keuntungan yang diperoleh dari penjualan kredit merupakan


suatu bentuk kompensasi atas kemudahan yang diperoleh
seseorang dalam membeli suatu barang tanpa harus membayar
secara tunai.
• Harga penjualan kredit, tidak serta-merta mengindikasikan
bahwa harga yang lebih tinggi selalu berkaitan dengan waktu.
Harga jual kredit dapat pula ditetapkan lebih rendah dari harga
beli, dengan tujuan untuk menghabiskan persediaan barang dan
memperoleh uang tunai karena khawatir harga pasar akan jatuh
di masa datang.
b) Abu Hanifah (80-150 H/ 699- 774 M)
Abu Hanifah merupakan murid dari Zaid bin Ali. Abu Hanifah juga
dikenal sebagai pendiri Mazhab fiqih Hanafiah. Beliau menulis banyak
kitab, dua diantaranya yang terkait dengan ekonomi Islam adalah Al
Musnad dan Fiqh Al-Akbar. Diantara pemikiran beliau adalah sebagai
berikut.

• Dalam jual beli salam, Abu Hanifah merinci apa yang harus
diketahui dan dinyatakan secara jelas di dalam kontrak, seperti
jenis komoditasnya, kuantitas dan kualitasnya, serta tanggal dan
tempat penyerahannya.
• Pembelaan hak-hak ekonomi kaum lemah.

• Menjelaskan tentang murabahah.

• Menolak Muzara’ah bila tanah tidak menghasilkan apapun.

c) Abu Yusuf (112-182 H/ 731-798 M)

Abu Yusuf adalah salah satu murid dari Abu Hanifah. Salah
satu karya beliau yang paling terkenal adalah kitab Al-kharaj.
Kitab tersebut disusun atas permintaan dari Khalifah Harun Al-
Rasyid yang banyak membahas tentang keuangan publik,
perpajakan dan pertanian. Beberapa bentuk pemikiran ekonomi
Abu Yusuf diantaranya sebagai berikut.
• Pembangunan infrastruktur adalah tanggung jawab pemerintah.

• Pembayar pajak harus diperlakukan adil dan jujur.

• Tanah menganggur (iqta) harus diberikan kepada orang yang


mampu mengolahnya.

• Sumber daya publik tidak boleh dimonopoli.

• Menyarankan sistem muqasamah sebagai pengganti misahah


dalam pemungutan kharaj.

• Menyarankan penghapusan qabalah.

• Dalam pemungutan kharaj, harus dibedakan tanah tandus dan


tanah subur.

• Melarang tas’ir, yaitu penetapan harga yang dilakukan secara


sepihak oleh pemerintah.

d) Hasan As-Syaibani (132-189 H/ 750-804 M)

Abdillah Muhammad bin al-Hasan bin Zufar as-Syaibani atau


lebih dikenal dengan nama Hasan As-Syaibani adalah ulama
Mazhab Hanafi. Selain berguru dengan Abu Hanifah, beliau juga
pernah menjadi salah satu murid dari Abu Yusuf. Kitab karangan
beliau yang paling terkenal adalah Al Iktisab fi Rizqi Al Musthatab
dan Al Kasb.
Pemikiran beliau di bidang ekonomi diantaranya sebagai berikut.
• Kerja adalah menghasilkan barang dan jasa yang halal saja.
• Kemaslahatan hanya bisa dicapai dengan memelihara lima
maqashid syariah (agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta).
• Bekerja adalah wajib.
• Kerja merupakan usaha untuk mengaktifkan roda perekonomian,
pemerintah harus mendukung aktivitas produksi.
• Usaha perekonomian adalah ijarah (sewa), tijarah
(perdagangan), zira’ah (pertanian), dan sina’ah (industri).
• Usaha perekonomian dibagi menjadi fardhu kifayah dan fardhu
ain.
• Muqasamah yaitu sistem pungutan dengan tarif proportional
sesuai dengan jumlah hasil panen, sedangkan misahah sistem
pungutan dengan tarif tetap.
• Sistem pengumpulan pajak pertanian dengan cara ada pihak yang
menjadi penjamin serta membayar secara lump-sum kepada
negara dan sebagai imbalannya, penjamin tersebut memperoleh
hak untuk mengumpulkan kharaj dari para petani yang menyewa
tanah tersebut, tentu dengan pembayaran sewa yang lebih tinggi
daripada sewa yang diberikan kepada negara.
e) Abu Ubaid (150 H /767 M-224 H/ 828 M)

Abu Ubaid bernama lengkap Al-Qasim bin Sallam bin Miskin


bin Zaid Al-Harawi Al- Azadi Al-Baghdadi, lahir di kota Harrah,
Khurasan, pada 150 H/767 M. Beliau adalah ulama yang sangat
produktif dalam menuliskan berbagai karya pemikirannya. Salah
satu karya beliau yang paling terkenal adalah Al-Amwal yang banyak
membahas mengenai keuangan publik. Pemikiran dari Abu Ubaid
yang lain diantaranya:
• Penguasa boleh menerapkan pajak baru.
• Uang negara tidak boleh disalahgunakan.
• Kaum muslimin tidak boleh menarik pajak kepada non-muslim
lebih tinggi dari yang diperjanjikan dan jika mungkin lebih
rendah.
• Kaum Badui tidak mendapatkan manfaat pajak lebih besar dari
orang kota karena kaum

Badui hanya memberikan sedikit kontribusi.

• Tanah yang menganggur selama 3 tahun menjadi milik negara


dan pemiliknya didenda.

• Sumber daya publik tidak boleh dimonopoli.

• Fungsi uang adalah sebagai pengukur harga dan alat tukar.

f) Yahya bin Umar (825-901 M)

Yahya bin Umar merupakan salah satu fuqaha mazhab


Maliki. Ulama yang bernama lengkap Abu Bakar Yahya bin Umar
bin Yusuf Al Kannani Al Andalusi ini lahir pada tahun 213 H. dan
dibesarkan di Cordoba, Andalusia. Pemikiran ekonomi beliau
banyak terfokus seputar pengawasan pasar yang banyak dibahas
dalam kitab Al Ahkam As Suq. Beberapa pemikiran dari Yahya bin
Umar diantaranya:
• Pemerintah bertugas melakukan inspeksi pasar, mengontrol
timbangan dan takaran, serta menjelaskan tentang mata uang.
• Melarang tas’ir (penetapan harga).
• Intervensi harga hanya dilakukan jika pedagang tidak menjual
barang dagangan yang diperlukan masyarakat atau jika
pedagang melakukan siyasah al ighraq (dumping).
• Pelaku ikhtikar (penimbunan/monopoly rent seeking) dijual
barang dagangannya dan keuntungannya disedekahkan.
g) Al Mawardi (386-450 H/ 975-1058 M)

Abu al Hasan Ali bin Habib al Mawardi adalah seorang


ulama bermazhab syafi’i yang lahir di Basrah pada 386 H/975 M.
Pemikiran ekonomi Al Mawardi banyak tertuang pada tiga kitab
karanganganya yaitu kitab Adab Ad-Dunya wa Ad-Din, Al Hawi
dan Al- Ahkam as Sultaniyyah. Dalam Kitab Adab Ad-Dunya wa
Ad-Din beliau memaparkan tentang perilaku ekonomi seorang
Muslim serta empat jenis mata pencaharian utama, yaitu
pertanian, peternakan, perdagangan dan industri. Dalam kitab Al-
Hawi , pada salah satu bagiannya dikhususkan untuk membahas
mengenai mudharabah dalam pandangan berbagai mazhab fiqih.
Dan dalam kitab Al-Ahkam as-Sulthaniyah banyak dibahas
mengenai sistem pemerintahan dan administrasi negara, seperti
hak dan kewajiban penguasa terhadap rakyat, berbagai lembaga
negara, pengeluaran dan penerimaan (keuangan publik), serta
lembaga hisbah. Bila diringkas, beberapa buah pemikiran dari Al-
Mawardi diantaranya:
• Pembangunan infrastruktur adalah tanggung jawab pemerintah.
• Kekayaan yang terlihat (hewan dan hasil pertanian) zakatnya
dikumpulkan negara sedangkan kekayaan yang tidak terlihat
(perhiasan) zakatnya disalurkan sendiri.
• Negara boleh menerapkan pajak baru atau meminjam jika
terjadi defisit anggaran.
• Pinjaman hanya untuk membiayai barang dan jasa yang disewa
untuk menjalankan fungsi negara.
• Besar kharaj ditentukan oleh kesuburan tanah, jenis tanaman,
irigasi, dan jarak dari pasar.
• Tarif kharaj berdasarkan ukuran tanah (misahah), ukuran tanah
yang ditanami saja, atau hasil panen (muqasamah).
• Harta baitul mal terdiri dari harta yang harus didistribusikan dan
harta yang menjadi aset baitul mal.
• Harta yang harus didistribusikan harus didistribusikan sesuai
ajaran Islam.
• Harta yang menjadi aset baitul mal digunakan untuk gaji pegawai
dan kepentingan umum.
• Jika aset baitul mal yang digunakan untuk kepentingan umum
kurang kurang maka kekurangannya ditanggung publik (fardhu
kifayah).
• Hisbah (dewan pengawas) dan muhtasib (pengawas) harus
diutamakan negara.

2. Periode Kedua (Abad ke 5-9 H/ 11-15 M)


a) Al Ghazali (451-505 H/ 1055-1111 M)

Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Tusi Al-Ghazali


lahir di Tus sebuah kota kecil di Khurasan Iran pada tahun 450H
(1058M). Pemikiran ekonomi Al Ghazali banyak tertuang pada
kitab Mizan Al Amal, Ihya Ulumuddin dan Al Tibr Al Masbuk fi
Nasihat Al Muluk. Beberapa pemikirannya diantaranya:
• Kesejahteraan tergantung kepada pemeliharaan lima maqashid
syariah.

• Kebutuhan terdiri dari kebutuhan primer (dharuriyat), kebutuhan


sekunder (hajiyat), dan tersier (tahsiniyat).
• Distribusi kekayaan harus dilakukan secara sukarela.

• Evolusi pasar: sistem barter berubah menjadi sistem pasar.

• Problema barter adalah kurangnya angka penyebut yang sama,


barang tidak dapat dibagi, dan harus ada dua keinginan yang
sama.
• Membahas kurva penawaran (petani menjual barangnya lebih
murah jika tidak laku).

• Membahas elastisitas permintaan (mengurangi margin


keuntungan akan meningkatkan penjualan dan menaikkan laba).
• Laba adalah kompensasi dari resiko dan ketidakpastian.

• Laba tidak boleh terlalu tinggi (hanya sekitar 5-10%).

• Melarang ihtikar dan tadlis.

• Produksi barang-barang kebutuhan pokok adalah fardhu kifayah


dan negara harus menjaminnya.
• Industri dibagi menjadi tiga, yaitu: (1) Industri dasar: Produksi
kebutuhan dasar dan infrastruktur. (2) Aktivitas penyokong:
Tambahan bagi industri dasar. (3) Aktivitas komplementer:
Berkaitan dengan industri dasar.
• Emas dan perak hanya digunakan sebagai uang dan uang tidak
boleh dipalsukan.

• Uang selain emas dan perak diperbolehkan.

• Bunga membelokkan fungsi uang, karena uang seperti cermin


(dapat memantulkan warna lain namun tidak dapat memantulkan
warnanya sendiri). Uang dapat menghasilkan barang namun tidak
dapat menghasilkan dirinya sendiri.
• Lembaga hisbah sangat penting.

• Utang publik diizinkan jika dijamin dengan pendapatan masa


depan (diadopsi di Amerika Serikat dalam konsep revenue
bond).
• Untuk menghilangkan kemiskinan dapat dilakukan pembagian
harta secara paksa.

• Pembangunan infrastruktur adalah tanggung jawab pemerintah.

b) Ibnu Taimiyah (661-728 H/ 1263-1328 M)

Taqiyuddin Ahmad bin Abdul Halim atau Ibnu Taimiyah lahir


di kota Harran pada tahun 1263 Masehi atau 661 Hijriyah. Buah
pemikiran ekonomi Ibnu Taimiyah banyak tertuang pada beberapa
kitab seperti Majmu Fatwa Syaikh Al Islam, Al Hisbah fi Al Islam,
dan Al Siyasah Asy Syar'iyyah fi Ishlah Ar Rai wa Ar
Raiyah. Beberapa pemikiran ekonomi beliau diantaranya:
• Terdapat dua jenis harga, yaitu harga yang adil dan harga yang
zalim.
• Upah yang adil mengacu pada tingkat di pasar tenaga kerja.
• Laba yang adil adalah laba yang normal (tidak terlalu besar).
• Kenaikan harga karena penurunan supply dan kenaikan demand
adalah kehendak Allah SWT.
• Faktor yang mempengaruhi permintaan: (1) keinginan
masyarakat (raghbah) terhadap barang, (2) jumlah peminat
(tullab) suatu barang, (3) lemah kuatnya kebutuhan terhadap
barang, (4) kualitas pembeli, (5) jenis uang yang digunakan, (6)
besar kecilnya biaya produsen/ penjual, (7) kepemilikan
resiprokal antara penjual dan pembeli.
• Harga hanya boleh diintervensi jika terjadi keadaan darurat atau
distorsi (ketidaksempurnaan) pasar.
• Penetapan harga dilakukan dengan musyawarah dengan warga.
• Fungsi uang adalah sebagai pengukur harga dan alat tukar.

• Uang tidak boleh diperdagangkan.

• Uang tidak boleh menurun nilainya dan tidak boleh dicetak


terlalu banyak.

• Tidak boleh ada seignorage (pengambilan keuntungan dari


selisih nilai nominal dengan nilai intrinsik uang).
• Mata uang berkualitas buruk akan menyingkirkan mata uang
berkualitas baik (Gresham Law).
c) Ibnu Khaldun (732-808 H/ 1332-1404 M)

Ibnu Khaldun adalah seorang pemikir terkemuka terutama


dalam bidang ilmu sosial. Ibnu Khaldun memiliki nama lengkap
Abdurrahman Abu Zaid Waliuddin Ibnu Khaldun lahir di Tunisia
pada awal Ramadhan 732 H atau bertepatan dengan 27 Mei 1332
M. Beliau adalah seorang pemikirannya banyak dijadikan rujukan
tidak hanya dari kalangan Muslim namun juga para pemikir barat.
Karya beliau yang paling terkenal adalah Al Ibar yang membahas
mengenai sejarah. Volume pertama dari kitab beliau tersebut
dikenal dengan nama Al-Muqaddimah, yang didalamnya terdapat
banyak sekali pemikiran mengenai ilmu ekonomi. Secara ringkas,
pemikiran beliau tersebut diantaranya:
• Faktor produksi utama adalah tenaga kerja manusia.
• Spesialisasi kerja akan melipatgandakan hasil usaha.
• Spesialisasi wilayah tidak didasarkan pada sumber daya alam
tetapi keterampilan penduduknya.
• Nilai suatu barang sama dengan nilai tenaga kerjanya.
• Kekayaan suatu bangsa tidak ditentukan dari jumlah uang yang
dimiliki melainkan dari tingkat produksi dan neraca pembayaran
yang sehat.
• Emas dan perak secara alamiah sehingga tidak boleh naik atau
turun nilainya.
• Fungsi uang sebagai ukuran nilai dan cadangan nilai.
• Jika barang melimpah harganya murah dan jika barang sedikit
harganya mahal.
• Teori distribusi optimum :
- Jika gaji terlalu rendah maka pasar akan lesu namun jika
gaji terlalu tinggi maka akan terjadi inflasi.
- Jika laba terlalu rendah penjual tidak memiliki cukup modal
untuk berdagang dan jika laba terlalu tinggi penjual akan
bangkrut karena inflasi.
- Jika pajak terlalu rendah pemerintah tidak dapat berjalan
namun jika pajak terlalu tinggi terjadi tekanan fiskal.
• Teori siklus populasi :

- Populasi mengalami pertumbuhan sehingga permintaan


dan penawaran naik.

- Datang imigran baru sehingga daya dukung lingkungan


menurun.

- Populasi mengalami penurunan.

• Teori siklus perpajakan :

- Pajak rendah sehingga laba besar dan pelaku usaha lebih


semangat.

- Kebutuhan pemerintah naik sehingga pajak naik dan laba


lebih kecil sehingga semangat pelaku usaha menurun dan
produksi turun.
- Pemerintah tidak dapat menurunkan pajak sehingga harus
mengambil alih (nasionalisasi) usaha para pelaku usaha
yang kehilangan semangat karena laba kecil.

- Pemerintah terlalu dominan di pasar sehingga pelaku usaha


lain kalah dan keluar dari pasar.
- Pendapatan pajak menurun dan pemerintah lebih miskin.

- Banyak orang meninggalkan negara dan peradaban runtuh.

• Suatu negara pasti mengalami masa pertumbuhan ekonomi dan


masa depresi ekonomi.

d) Al Maqhrizi (767-846 H /1364-1442 M)

Nama lengkap Al-Maqrizi adalah Taqiyuddin Abu Al-Abbas


Ahmad bin Ali bin Abdul Qadir Al-Husaini. Ia lahir di desa
Barjuan, Kairo, pada tahun 766 H (1364-1365 M). Beliau adalah
ekonom Muslim klasik yang fokus dalam mengamati fenomena
inflasi. Salah satu karangan beliau adalah Ighatsah Al Ummah bi
Kasyf Al Ghummah yang banyak membahas mengenai konsep
uang dan kaitannya dengan inflasi. Ringkasan pemikiran dari Al
Maqrizi diantaranya:
• Uang yang dapat diterima hanya dinar dan dirham.

• Penggunaan dinar dan dirham tidak menghilangkan inflasi.

• Mata uang berkualitas buruk akan menghilangkan mata uang


berkualitas baik.

• Inflasi terjadi karena sebab alamiah (natural inflation) dan karena


kesalahan manusia (human error inflation).
- Sebab natural inflation: kenaikan aggregate demand dan
turunnya aggregate supply.

- Sebab human error inflation: korupsi dan administrasi yang


buruk, pajak yang terlalu tinggi, dan peningkatan jumlah
uang fulus.
3. Periode Ketiga (Abad ke 9 -14/15-20)
a) Shah Waliullah (1114-1176 M/ 1703-1762 M)

Shah Waliullah memiliki nama asli Qutb al-Din Ahmad bin Abd
al-Rahim bin Wajih al-Din al-Syahid bin Mu’azam bin Mansur bin
Ahmad bin Mahmud bin Qiwam al-Din al- Dihlawi. Ia dilahirkan pada
hari Rabu, tanggal 21 Februari 1703 M atau 4 Syawal 1114 H di Phulat,
sebuah kota kecil di dekat Delhi dan wafat pada tahun 1762 M atau
1176 H. Beliau adalah salah satu ekonom muslim yang berada pada fase
ketiga atau fase stagnasi. Beberapa buah pemikirannya yang tertuang
dalam kitab Hujjatullah al Balagha diantaranya:

• Kerjasama penting di dalam kegiatan ekonomi.


• Faktor ekonomi seperti tanah perlu dibagikan secara merata.
• Pertumbuhan ekonomi turun karena banyak pengeluaran negara
yang tidak produktif dan pajak terlalu tinggi sehingga
menurunkan semangat pelaku usaha.

Referensi

Karim, A. A. (2017) Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Empat. Depok: Rajawali


Pers.
Muhammad, Banu. 2018. Sejarah Peradaban dan Pemikiran Ekonomi Islam:
Periode Klasik.
Dipresentasikan pada mata kuliah Sejarah Peradaban dan Pemikiran Ekonomi
Islam semester genap 2017-2018. Universitas Indonesia.
BAB 6
PENGANTAR ILMU EKONOMI
Ilmu Ekonomi adalah ilmu sosial yang mempelajari perilaku individu dan
organisasi yang terlibat dalam produksi, distribusi, dan konsumsi barang dan jasa.
Tujuan ilmu ekonomi adalah untuk meramalkan berbagai peristiwa ekonomi dan
untuk membuat berbagai kebijakan yang akan mencegah atau mengoreksi
berbagai masalah seperti pengangguran, inflasi, atau pemborosan dalam
perekonomian.

Ilmu ekonomi terbagi menjadi ilmu makroekonomi dan ilmu


mikroekonomi. Ilmu makroekonomi mempelajari output agregat, kesempatan
kerja, dan tingkat harga umum. Makroekonomi merupakan studi tentang
perekonomian secara keseluruhan (aggregat) meliputi pendapatan nasional,
investasi nasional, produksi nasional, dan sebagainya yang bersifat makro.

Mikroekonomi mempelajari perilaku ekonomi para pengambil keputusan


individual seperti konsumen, pemilik sumber daya, dan perusahaan bisnis.
Mikroekonomi merupakan teori yang mempelajari bagaimana sebuah rumah
tangga atau perusahaan secara individu membuat berbagai keputusan ekonomi;
merupakan pemecahan dari variabel-variabel ekonomi makro yang mempelajari
sumberdaya yang terbatas jumlahnya sehingga diperlukan adanya suatu alternatif
solusi.

A. Masalah kelangkaan

Masalah kelangkaan atau kekurangan terjadi sebagai akibat dari


ketidakseimbangan antara kebutuhan masyarakat dan faktor-faktor produksi yang
tersedia dalam masyarakat. Faktor-faktor produksi yang dapat digunakan untuk
menghasilkan barang-barang tersebut relatif terbatas sehingga masyarakat tidak
dapat memperoleh dan menikmati semua barang yang mereka butuhkan atau
inginkan sehingga perlu membuat dan menentukan pilihan.
B. Masalah Pokok dalam Perekonomian

1. Barang apa yang akan diproduksi dan berapa banyak (what). Masalah ini
menyangkut persoalan jenis dan jumlah barang dan jasa yang perlu
diproduksi agar sesuai dengan yang dibutuhkan masyarakat.
2. Bagaimana cara memproduksi barang tersebut (how). Masalah ini
menyangkut cara berproduksi, yaitu penggunaan teknologi dan pemilihan
sumber daya yang dipakai dalam proses produksi.
3. Untuk siapa barang-barang tersebut diproduksi (for whom). Masalah ini
menyangkut distribusi hasil produksi di masyarakat dan siapa saja yang
akan ikut menikmati hasilnya.

C. Konsep Rasionalitas

Dalam teori ekonomi tradisional, manusia sering digambarkan sebagai orang yang
sepenuhnya rasional. Beberapa ekonom neo klasik berasumsi bahwa individu akan
membentuk pilihan dan penilaian sendiri yang pada dasarnya mereka anggap benar.
Rasionalitas dalam ekonomi mendorong individu dalam mengurutkan alternatif
kepuasan yang tersedia atau disebut individu memiliki sejumlah himpunan
preferensi rasional yang dibentuk oleh transitivity, completeness, dan continuity.

Transitivitas (transitivity) berarti, jika individu dihadapkan tiga pilihan X, Y, dan


Z. Dimana ia lebih menyukai X dibanding Y dan lebih menyukai Y dibanding Z,
maka ia akan lebih menyukai X dibanding Z. Kelengkapan (completeness) berarti
individu dapat membandingkan seluruh opsi yang ia pilih. Sedangkan, kontinuitas
(continuity) berarti di suatu titik, nilai marjinal dua alternatif barang yang
dikonsumsi adalah sama. Transitivity, completeness, dan continuity memunculkan
ordinal utility function yang merepresentasikan urutan preferensi individu.
Kemudian konsep ini memunculkan indifference curve yakni kurva yang
menunjukkan berbagai kombinasi konsumsi dua macam barang yang memberikan
tingkat kepuasan yang sama. Sekumpulan kurva indiferensi disebut sebagai
indifference map.
Dalam mengonsumsi suatu barang, konsumen menghadapi kendala pendapatan
yang terbatas. Hal ini digambarkan dalam kurva budget line atau garis anggaran
yakni kurva yang menunjukkan kombinasi konsumsi dua macam barang yang
membutuhkan biaya (anggaran) yang sama besar.

Kondisi keseimbangan adalah kondisi di mana konsumen telah mengalokasikan


seluruh pendapatannya untuk konsumsi. Pendapatan yang ada digunakan untuk
mencapai tingkat kepuasan tertinggi (maksimalisasi kegunaan) atau tingkat
kepuasan tertentu dapat dicapai dengan anggaran paling minim (minimalisasi
biaya). Secara grafis, kondisi keseimbangan tercapai pada saat kurva garis anggaran
(menggambarkan tingkat kemampuan) bersinggungan dengan kurva indiferensi
(menggambarkan tingkat kepuasan).

Produsen juga bertindak rasional ketika dihadapkan dalam pengalokasian faktor


produksi untuk memproduksi suatu barang. Dimana rasionalitas seorang produsen
adalah mendapatkan keuntungan yang maksimal. Seperti konsumen, preferensi
produsen untuk menggunakan faktor produksi digambarkan pada kurva Isoquant
yaitu kurva yang menggambarkan berbagai kombinasi penggunaan dua macam
faktor produksi variabel secara efisien dengan tingkat teknologi tertentu yang
menghasilkan tingkat produksi yang sama. Sedangkan, kendala dari produsen sama
seperti konsumen yakni terkait anggaran. Isocost atau kurva anggaran produksi
adalah kurva yang menggambarkan berbagai kombinasi penggunaan dua macam
faktor produksi yang memerlukan biaya yang sama. Keseimbangan produsen
terjadi ketika kurva Isoquant bersinggungan dengan isocost.
1. Pasar, Permintaan, dan Penawaran
Pasar dalam pengertian ilmu ekonomi adalah pertemuan permintaan dan
penawaran. Dalam pengertian ekonomi, pasar bersifat interaktif, bukan fisik.
Mekanisme pasar adalah proses penentuan tingkat harga berdasarkan kekuatan
permintaan dan penawaran.
Permintaan adalah jumlah keseluruhan barang dan jasa yang ingin dibeli oleh
konsumen pada berbagai tingkat harga selama periode waktu tertentu. Hukum
permintaan menjelaskan bahwa jumlah barang yang selalu diminta akan selalu
berbanding terbalik dengan harganya. Jika harga barang naik, maka jumlah barang
yang diminta akan berkurang, dan sebaliknya, ceteris paribus. Oleh karenanya,
slope atau kemiringan kurva permintaan menurun dari kiri atas ke kanan bawah.
Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi permintaan suatu barang. Faktor ini
akan menyebabkan kurva permintaan bergerak sepanjang kurva (moving) dan
bergeser (shifting).

Perubahan harga barang itu sendiri akan membuat kurva permintaan moving along
the curve. Jika harga suatu barang semakin murah maka permintaan barang itu
bertambah, dan sebaliknya.
Perubahan harga barang lain akan membuat kurva permintaan shifting. Harga
barang lain memengaruhi permintaan ketika kedua barang memiliki keterkaitan.
Keterkaitan barang bisa bersifat pengganti (substitusi) dan pelengkap
(komplementer). Barang yang bersifat substitusi memiliki hubungan positif
sedangkan barang komplementer bersifat negatif.
Tingkat pendapatan seseorang memengaruhi permintaan. Jika pendapatan
seseorang meningkat maka permintaan akan naik yang ditunjukkan kurva
permintaan bergeser ke kanan, dan sebaliknya.
Selera konsumen memengaruhi permintaan secara positif.
Jumlah penduduk memengaruhi permintaan secara positif. Semakin banyak jumlah
penduduk, maka permintaan suatu barang semakin besar.
Perkiraan harga dimasa yang akan datang akan memengaruhi keputusan konsumen
membeli suatu barang di masa kini. Jika harga suatu barang diekspektasikan akan
naik di masa depan, maka permintaan barang tersebut di masa sekarang akan
meningkat.

Penawaran adalah jumlah keseluruhan barang atau jasa yang akan


dijual atau ditawarkan oleh produsen pada berbagai tingkat harga selama periode
waktu tertentu. Hukum penawaran menjelaskan bahwa jumlah barang yang
ditawarkan akan selalu berbanding lurus dengan harganya. Jika harga barang naik,
maka jumlah barang yang ditawarkan akan bertambah, dan sebaliknya, ceteris
paribus. Oleh karenanya, slope atau kemiringan kurva penawaran bersifat positif
atau naik dari kiri bawah ke kanan atas.

Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi penawaran suatu barang. Faktor ini
akan menyebabkan kurva permintaan bergerak sepanjang kurva (moving) dan
bergeser (shifting).
Perubahan harga barang itu sendiri akan membuat kurva penawaran moving along
the curve. Jika harga suatu barang meningkat maka penawaran barang itu
bertambah, dan sebaliknya.
Perubahan harga barang lain akan membuat kurva penawaran shifting. Harga
barang lain memengaruhi penawaran ketika kedua barang memiliki keterkaitan.
Keterkaitan barang bisa bersifat pengganti (substitusi) dan pelengkap
(komplementer). Barang yang bersifat substitusi memiliki hubungan positif
sedangkan barang komplementer bersifat negatif.
Kenaikan harga faktor produksi, seperti tingkat upah yang lebih tinggi, harga bahan
baku yang meningkat, atau kenaikan tingkat bunga modal, akan menyebabkan
perusahaan memproduksi outputnya lebih sedikit dengan jumlah anggaran yang
tetap. Sehingga kenaikan harga faktor produksi akan membuat penawaran
berkurang.
Kemajuan teknologi menyebabkan penurunan biaya produksi dan menciptakan
barang-barang baru. Sehingga kemajuan teknologi menyebabkan kenaikan dalam
penawaran barang.
Apabila jumlah penjual suatu produk tertentu semakin banyak, maka penawaran
barang tersebut akan bertambah.

Keseimbangan pasar terjadi ketika permintaan dan penawaran berpotongan. Harga


keseimbangan (equilibrium) adalah harga di mana baik konsumen maupun
produsen sama-sama tidak ingin menambah atau mengurangi jumlah yang
dikonsumsi atau dijual. Jika harga di bawah harga keseimbangan, terjadi kelebihan
permintaan (excess demand). Sebaliknya jika harga melebihi harga keseimbangan,
terjadi kelebihan penawaran (excess supply).

Bentuk-bentuk pasar
Secara teoritis ada dua kondisi ekstrim perusahaan dalam pasar. Ekstrim pertama
adalah pasar persaingan sempurna dan yang kedua adalah pasar monopoli. Adapun
secara umum struktur pasar dibagi menjadi dua yakni pasar persaingan sempurna
dan pasar persaingan tidak sempurna. Dimana dalam pasar persaingan tidak
sempurna terdiri dari 3 yaitu, monopoli, oligopoly, dan persaingan monopolistik.
Pasar persaingan sempurna
Pasar persaingan sempurna adalah pasar dimana terdapat banyak penjual dan
banyak pembeli untuk memperdagangkan barang yang homogen. Ciri-ciri pasar
persaingan sempurna:
Jumlah penjual dan pembeli sangat banyak
Barang yang dijual bersifat homogen (homogeneous product)
Terdapat kebebasan keluar masuk pasar, baik bagi pembeli maupun penjual (free
entry and exit)
Ada mobilitas barang, sehingga pembeli dapat memperoleh barang dalam jumlah
berapapun
Penjual dan pembeli memahami keadaan pasar yang sebenarnya (perfect
knowledge)
Penjual menerima harga yang ditentukan pasar (price taker)
Dalam jangka pendek, perusahaan atau penjual bisa memperoleh laba normal, laba
supernormal, maupun rugi. Tetapi dalam jangka panjang, perusahaan memperoleh
laba normal.
Pasar diasumsikan sangat efisien

Pasar Monopoli
Suatu industri dikatakan berstruktur monopoli bila hanya ada satu produsen atau
penjual (single firm) tanpa pesaing langsung atau tidak langsung. Produk yang
dihasilkan tidak mempunyai substitusi (closed substitution)
Jumlah penjual hanya satu dan pembeli sangat banyak
Barang yang dijual bersifat closed substitution
Ada hambatan besar untuk masuk pasar (karena satu-satunya perusahaan)
Penjual menentukan harga pasar (price maker)
Kurva permintaan pasar sama dengan perusahaan (downward sloping)
Perusahaan mengontrol penuh supply
Dalam jangka pendek, perusahaan atau penjual bisa memperoleh laba normal, laba
supernormal, maupun rugi. Tetapi dalam jangka panjang, perusahaan memperoleh
laba super normal.
Muncul ketidakefisienan pasar

Pasar Oligopoli
Struktur pasar atau industri oligopoli adalah pasar (industri) yang terdiri dari hanya
sedikit perusahaan (produsen). Setiap perusahaan memiliki kekuatan (cukup) besar
untuk memengaruhi harga pasar. Produk dapat bersifat homogen atau diferensiasi.
Perilaku setiap perusahaan akan memengaruhi perilaku perusahaan lainnya dalam
industri. Dari definisi di atas, kondisi pasar oligopoli mendekati kondisi pasar
monopoli.
Jumlah penjual sedikit (few number of firms)
Barang yang dijual bersifat homogen atau terdiferensiasi
Ada hambatan besar untuk masuk pasar
Pengambilan keputusan yang saling memengaruhi (interdependence decisions)
Kompetisi non harga (non pricing competition)
Kurva permintaan berbentuk patah (kinked demand curve) menunjukkan keputusan
yang saling memengaruhi antar perusahaan.
Dalam jangka pendek, perusahaan atau penjual bisa memperoleh laba normal, laba
supernormal, maupun rugi. Tetapi dalam jangka panjang, perusahaan memperoleh
laba super normal.
Muncul ketidakefisienan pasar

Keputusan yang saling memengaruhi antar perusahaan ditunjukkan oleh kurva


permintaan oligopoli yang patah. Ketika perusahaan menaikan harga di atas P1,
maka perusahaan menghadapi kurva yang elastis. Peningkatan harga ini tidak
diikuti oleh perusahaan lain, sehingga keuntungan yang diperoleh perusahaan lebih
sedikit, yakni kenaikan harga tidak sebanding dengan penurunan permintaan yang
dihadapi perusahaan (kuantitas di bawah Q1). Adapun, ketika perusahaan
menurunkan harga di bawah P1, maka kurva permintaan yang dihadapi bersifat
inelastis. Penurunan harga akan diikuti oleh perusahaan lain, sehingga keuntungan
perusahaan juga tidak maksimal. Penurunan harga hanya memengaruhi kenaikan
kuantitas yang sangat sedikit (di atas Q1). Oleh karena itu, perusahaan menghadapi
kurva yang patah dimana keseimbangan terletak pada P1 dan Q1.
Pasar Persaingan Monopolistik
Struktur persaingan pasar monopolistik hampir sama dengan persaingan sempurna.
Di dalam industri terdapat banyak perusahaan yang bebas keluar-masuk. Namun
produk yang dihasilkan tidak homogen, melainkan terdiferensiasi
(differentiated product). Namun perbedaan barang antara satu produk (merek)
dengan produk (merek) yang lain tidak terlalu besar. Diferensiasi ini mendorong
perusahaan untuk melakukan persaingan non harga.
Jumlah penjual dan pembeli banyak
Barang yang dijual bersifat differentiated product
Terdapat kebebasan keluar masuk pasar, baik bagi pembeli maupun penjual (free
entry and exit)
Penjual dapat menentukan harga (price maker) atas diferensiasi produk tetapi
memiliki daya monopoli atau pengaruh ke pasar sangat kecil.
Kurva permintaan perusahaan downward sloping tetapi cenderung elastis (karena
banyak perusahan)
Ada persaingan non-harga akibat diferensiasi produk (misal: iklan)
Dalam jangka pendek, perusahaan atau penjual bisa memperoleh laba normal, laba
supernormal, maupun rugi. Tetapi dalam jangka panjang, perusahaan memperoleh
laba normal.
Muncul ketidakefisienan pasar

Sistem Ekonomi
Ada tiga jenis sistem yang memungkinkan masyarakat dapat menyelesaikan
tantangan ekonominya, yakni sistem ekonomi tradisional, komando, dan pasar.
Sistem Ekonomi Pasar: Keputusan untuk menetapkan produk yang dibuat, berapa
banyak, dan bagaimana mendistribusikannya ditetapkan oleh pasar itu sendiri. Jadi
mekanisme pasar, penawaran, dan permintaan terhadap setiap hal yang
diperdagangkan tergantung pada kebutuhan masing-masing pihak yang melakukan
transaksi.
Sistem Ekonomi Terpimpin/Terpusat: Segala sesuatu yang diproduksi, baik jumlah
maupun kualitasnya, serta distribusinya diatur oleh pemerintah pusat.
Sistem Ekonomi Campuran: Pemerintah ikut campur dalam pengaturan beberapa
hal- berfungsi sebagai regulator, memastikan para pelaku ekonomi berperilaku
sehat, bersaing dengan baik, sehingga faktor produksi dimanfaatkan secara optimal
dan efisien.

Referensi:
Manurung, M., & Prathama, R. (2008). Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikro Ekonomi
dan Makro Ekonomi). Edisi Ketiga. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia. Mankiw, N. G. (2014). Principles of Economics. Cengage
Learning.
Parkin, M. (2006). Economics. Pearson Education.
Graafland, J. J. (2006). Economics, Ethics and The Market: Introduction and
Application, Routledge.
Heilbroner, R.L., & Milberg, W. (2012). The Making of Economic Society. Pearson
Education Company.
BAB 7
FIQH MUAMALAH

A. Muamalah

1. Pengertian Fiqih Muamalah

a) Fiqih secara etimologis bermakna sama dengan al-fahmu yang artinya


paham. Sedangkan secara terminologis berarti Ilmu tentang hukum-
hukum syar’i yang bersifat amaliah yang digali dan ditemukan dari dalil-
dalil yang tafsili.

b) Muamalah secara etimologis bermakna sama dengan mufa’alah yang


artinya saling berbuat. Sedangkan secara terminologis berarti suatu
aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dengan seseorang atau beberapa
orang dalam memenuhi kebutuhan masing-masing.

c) Fiqih Muamalah dapat dimaknai sebagai hukum-hukum syara’ yang


bersifat praktis (amaliah) yang diperoleh dari dalil-dalil yang terperinci
yang mengatur hubungan seseorang dengan orang lain dalam hal
persoalan ekonomi.

2. Ruang Lingkup Fiqih Muamalah

a) Muamalah Adabiyah : Mengkaji dari segi subyeknya atau yang


bersifat perilaku. Contohnya : Hak dan Kewajiban, Ijab dan Qabul,
saling meridhai.
b) Muamalah Madiyah : Mengkaji dari segi objeknya atau yang bersifat
kebendaan. Contohnya : Jual Beli, Utang-Piutang, Kemitraan,
Penjaminan, Perwakilan.

3. Muamalah dan Perubahan Sosial

a) Kaidah dasar muamalah : “Al-ashlu fi-l-muamalah al-ibahah illa hatta


yadulla ad-dalil ‘ala tahrimiha”. Artinya adalah “Hukum asal dalam
muamalah adalah boleh sampai ada dalil yang melarangnya”.

b) Dalam persoalan muamalah, syariat Islam lebih banyak memberikan


pola-pola, prinsip-prinsip, dan kaidah umum. Atas dasar ini, jenis dan
bentuk muamalah yang lebih rinci disertai kreasi dan
pengembangannya diserahkan sepenuhnya kepada ahli di bidangnya
selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

c) Jika dikaitkan dengan perubahan sosial, maka Ibnu Qayyim al-


Jauziyah mengungkapkan sebuah kaidah yang berbunyi : “Taghayur
al-fatwa wa ikhtilafuha bihasbi taghayuri az-azman wa-l-amkinah
wa-l-ahwal wa-n-niat wa-l-awa’id”. Artinya adalah “Berubah dan
berbedanya fatwa sesuai dengan perubahan tempat, zaman, kondisi
sosial, niat, dan adat kebiasaan”.

4. Prinsip-Prinsip Muamalah

a) Tauhid : Setiap gerak Langkah manusia harus mencerminkan nilai


ketuhanan.

b) Halal : Melaksanakan hal-hal yang halal, baik dari cara memperoleh,


mengonsumsi, dan memanfaatkannya.

c) Maslahah : Aktivitas manusia harus sesuai dengan dalil hukum tertentu


yang membenarkan atau membatalkannya dalam rangka mencapai
tujuan syara’, yaitu memelihara agama, jiwa, akal, harta benda, dan
keturunan.

• Ibahah (Boleh) : Berbagai jenis muamalah hukum dasarnya


adalah boleh sampai ditemukan dalil yang melarangnya.

• Kebebasan Bertransaksi : Didasari atas sikap “an taradhin


minkum” (suka sama suka) dan tidak ada pihak yang dizhalimi
dengan didasari oleh akad yang sah.

• Kerjasama : Saling menguntungkan dan mengutamakan


solidaritas (persaudaraan dan saling membantu).

• Membayar Zakat : Mengimplementasikan zakat sebagai wujud


kepedulian sosial.

• Keadilan : Upaya dalam menempatkan hak dan kewajiban secara


adil antara para pihak yang melakukan muamalah.

• Amanah : Mengedepankan kepercayaan, kejujuran, dan


tanggung jawab.

• Akhlaqul Karimah : Komitmen yang kuat untuk mengamalkan


akhlak mulia.

• Terhindar dari jual beli dan investasi yang dilarang :


Menghindari riba, gharar, maysir, tadlis, dzalim, dll.

B. Mu’amalah Yang Terlarang

1. Riba

a) Riba secara etimologis bermakna sama dengan ziyadah yang artinya


tambahan. Sedangkan secara terminologis berarti pengambilan tambahan
dari pokok atau modal secara tidak baik atau bertentangan dengan prinsip
syariah.

b) Landasan hukum pelarangan riba terdapat dalam Surat Al-Baqarah ayat


275.

c) Pelarangan riba dalam Al-Qur’an disampaikan dalam 4 tahap :


• Ar-Ruum ayat 39 : Menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang
pada zahir-nya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan
sebagai suatu perbuatan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

• An-Nisa’ ayat 160-161 : Riba digambarkan sebagai sesuatu yang


buruk. Allah mengancam memberi balasan yang keras kepada
orang yahudi yang memakan riba.

• Ali Imran ayat 130 : Riba diharamkan dengan kaitannya kepada


suatu tambahan yang berlipat ganda.

• Al-Baqarah ayat 278-279 : Allah dengan jelas dan tegas


menyatakan apapun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman
adalah riba dan mengancam pelakunya akan diperangi.

d) Secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi 2 jenis yaitu riba utang
piutang dan riba jual beli. Riba utang-piutang terbagi menjadi riba
qardh dan riba jahiliyah. Sedangkan riba jual-beli terbagi menjadi riba
fadhl dan riba nasi’ah.

e) Riba Qardh adalah riba yang terjadi karena pihak yang memberi utang
menuntut pengembalian lebih kepada pihak yang berutang dengan
mejadikannya syarat dalam akad. Contoh : Sebuah bank konvensional
memberi pinjaman kepada nasabah dengan syarat bunga 5% yang wajib
dibayar beserta bunganya saat pelunasan.

f) Riba Jahilyah adalah riba yang terjadi dari adanya utang yang dibayar
lebih dari pokoknya karena peminjam tidak mampu melunasi utangnya
pada saat jatuh tempo. Contoh :Denda keterlambatan yang dibebankan
kepada nasabah karena sudah melewati batas tempo pelunasan.

g) Riba Fadhl adalah riba yang terjadi akibat pertukaran barang ribawi
sejenis yang tidak seimbang secara kualitas dan kuantitas. Contoh :
Pertukaran uang baru senilai Rp 1.000.000 dengan uang lama senilai Rp
1.050.000.
h) Riba Nasi’ah adalah riba yang terjadi akibat pertukaran barang ribawi
yang tidak dilaksanakan secara tunai atau terdapat perbedaan waktu
antara serah dan terima. Contoh : Pertukaran dollar dengan rupiah di
mana USD 100 diterima hari ini sedangkan Rp 1.400.000 diserahkan
pada esok hari.

2. Gharar

a) Gharar atau taghrir adalah suatu kondisi di mana terdapat informasi


yang tidak lengkap sehingga menimbulkan ketidakpastian (uncertainty)
pada kedua belah pihak yang melakukan transaksi.

b) Gharar timbul akibat adanya sesuatu yang seharusnya bersifat pasti,


tetapi dilakukan secara tidak pasti. Hal ini dapat terjadi dalam 4 hal, yaitu
kuantitas, kualitas, harga, dan waktu serah-terima.

c) Bai’ Hashah, jual beli berdasarkan jarak lemparan. Contoh : seseorang


menjual tanahnya seukuran jauh lemparan batu yang dia lakukan.

d) Bai’ Mulamasah, jual beli berdasarkan sentuhan. Contoh : seseorang


menyentuh sebuah barang dengan tangannya maka orang tersebut harus
membelinya.

e) Bai’ Munabazah, jual beli dengan cara melempar. Contoh : seseorang


membeli barang berdasarkan apa yang dikenai oleh lemparannya.

f) Bai’ Hablul Hablah, jual beli secara tidak tunai yang batas waktu
pembayarannya ditentukan berdasarkan kelahiran sebuah janin.

g) Bai’ Mukhadarah, jual beli buah-buahan yang belum matang.

h) Bai’ Madhamin wa Malaqih, jual beli janin yang masih berada dalam
perut induknya.

i) Bai’ Muhaqalah, jual beli biji-bijian yang masih berada di sawah dan
belum dilepas dari tangkainya.
j) Bai’ Muzabanah, jual beli buah-buahan secara barter antara yang mentah
dan sudah matang.

k) Bai’ataini fil bai’ah, jual beli dimana dalam satu akad ada dua harga yang
dalam praktiknya tidak ada kejelasan harga mana yang akan diputuskan.

l) Akad Mu’allaq, transaksi dimana jadi tidaknya transaksi tergantung pada


transaksi lainnya.

m) Dharbah al Ghawash, jual beli barang temuan yang ada di kedalaman


laut, sedangkan barang belum diketahui dapat atau tidaknya barang
diserahkan kepada pembeli.

3. Dzalim

a) Dzalim terjadi ketika suatu transaksi menyebabkan kerugian bagi orang


lain atau orang tersebut tidak mendapatkan haknya sebagaimana
mestinya. Bentuk perilaku dzalim antara lain adalah tadlis, tas’ir, ihtikar,
ihtinaz, dan upaya melambungkan harga.

b) Tadlis adalah penipuan di mana dalam suatu transaksi terdapat


penyampaian informasi yang tidak sesuai dengan fakta yang ada. Hal ini
dapat terjadi dalam 4 hal, yaitu kuantitas, kualitas, harga, dan waktu
serah-terima.

c) Tas’ir adalah penetapan standar harga pasar yang tidak wajar dan harus
dipatuhi secara paksa oleh masyarakat.

d) Ihtikar adalah upaya seseorang untuk menimbun barang kebutuhan


pokok sehingga terjadi kelangkaan, lalu menjualnya saat harga barang
tersebut naik sehingga ia mendapatkan untung yang berlipat ganda.

e) Ihtinaz adalah upaya menimbun harta seperti uang, emas, perak, dan
sejenisnya sehingga perputaran ekonomi menjadi terhambat.

f) Bai’ Najasy adalah upaya mempermainkan harga dengan membuat


permintaan palsu sehingga harga barang tersebut menjadi naik. Hal ini
terjadi ketika seseorang dengan sengaja menawat suatu barang dengan
harga yang lebih tinggi dari nilai wajarnya tanpa adanya niat untuk
membeli, sehingga orang lain terkelabui untuk menawar dengan harga
yang tinggi pula.

g) Bai’ Ba’adh ‘ala Ba’adh adalah jual beli di atas jual beli orang lain
sehingga membatalkan transaksi yang hampir terjadi sebelumnya.
Gambarannya yaitu ada dua orang yang melakukan jual beli pada barang
tertentu dengan harga yang sudah jelas, lalu sebelum jual beli itu
terlaksana secara sempurna dan hak untuk menentukan pilihan (jadi atau
tidak transaksi jual beli) di tempat transaksi belum berakhir, tiba-tiba ada
orang lain (pihak ketiga) yang datang kepada si pembeli, lalu ia berkata
kepadanya, “Saya bisa menjual barang yang sama kepadamu dengan
harga yang lebih murah dari harga yang akan engkau beli dari penjual
pertama.”

h) Talaqqi Rukban adalah upaya mencegat orang-orang yang membawa


barang dari desa dan membeli barang itu dengan harga yang murah
sebelum tiba di pasar.

i) Ahlul Hadhar adalah praktik di mana seseorang menjadi makelar dari


orang- orang desa atau perkampungan dengan konsumen yang ada di
kota, kemudian ia mengambil keuntungan yang besar, dan keuntungan
yang diperoleh dari harga yang naik itu ia ambil untuk dirinya sendiri.

4. Lain-lain

a) Maysir adalah suatu kegiatan yang mengandung unsur perjudian


sebagaimana sebuah permainan yang menempatkan salah satu pihak
sebagai pemenang yang mendapatkan keuntungan dari kerugian pihak
lain yang kalah (zero sum game).

b) Risywah adalah suatu kegiatan yang mengandung unsur suap-menyuap


antara dua belah pihak secara sukarela yang bertujuan agar salah satu
pihak dapat memperoleh sesuatu yang bukan menjadi haknya.

c) Bathil adalah suatu kegiatan yang mengandung lebih banyak unsur


mudharat atau tidak mengandung maslahat sehingga menjadi perbuatan
yang sia-sia.

d) Bai’ Ma’dum adalah jual beli barang yang belum sepenuhnya dimiliki.

e) Bai’ Al-Ikrah adalah jual beli dengan paksaan sehingga tidak memenuhi
prinsip saling ridha.

f) Bai’ Kali bil Kali adalah jual beli utang dengan utang di mana uang dan
barang sama-sama tidak diserahkan secara tunai saat akad. Praktek ini
berupa seseorang (si A) menjual barang miliknya yang masih terutang
kepada pembeli (si B) dengan pembayaran yang masih terutang di tempat
orang lain (si C).

C. Harta

1. Pengertian Harta

a) Harta atau mal secara etimologis bermakna condong atau cenderung.


Sedangkan secara terminologis berarti sesuatu yang diinginkan manusia
berdasarkan tabiatnya, baik manusia itu memberikannya atau
menyimpannya.

b) Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, harta dapat diartikan


sebagai benda yang dapat dimiliki, dikuasai, diusahakan, dan dialihkan,
baik yang berwujud maupun tidak berwujud, baik yang bergerak maupun
tidak bergerak, yang memiliki nilai ekonomis.

c) Harta memiliki 2 unsur : Pertama adalah ‘aniyah, yaitu ada wujudnya


secara nyata. Kedua adalah ‘urf, yaitu segala sesuatu yang dipandang
harta oleh manusia dipelihara untuk diambil manfaatnya.

2. Pandangan Islam Terhadap Harta


a) Harta adalah milik Allah yang dititipkan kepada manusia untuk dikelola
dan dimanfaatkan sesuai ketentuan-Nya (Thaha : 124- 125).

b) Harta sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan manusia


menikmatinya dengan baik dan tidak berlebihan. (Ali Imran : 14).

c) Harta sebagai ujian keimanan. (Al-Anfaal : 28).

d) Harta sebagai bekal ibadah (Ali Imran :134).

3. Macam-Macam Harta
a) Dilihat dari segi kebolehan memanfaatkannya oleh syara’ :
• Mutaqawwim : sesuatu yang boleh dimanfaatkan menurut
syara’.
• Ghairu Mutaqawwim : sesuatu yang tidak boleh dimanfaatkan
menurut syara’, baik jenisnya, cara memperolehnya, maupun
penggunaannya.
b) Dilihat dari segi jenisnya :
• Manqul : harta yang dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat
lain.
• Ghairu Manqul : harta yang tidak dapat dipindahkan dari satu
tempat ke tempat lain.
c) Dilihat dari segi pemanfaatannya :
• Isti’mali : harta yang apabila dimanfaatkan atau digunakan,
maka fisiknya tetap utuh, sekalipun manfaatnya sudah banyak
digunakan.
• Istihlaki : harta yang apabila dimanfaatkan atau digunakan, maka
akan menghabiskan harta itu secara fisik.
d) Dilihat dari segi ada atau tidak adanya harta sejenis di pasaran :
• Mitsli : harta yang ada jenisnya di pasaran, yaitu harta yang
ditimbang atau ditakar seperti gandum, beras dsb.
• Qimi : harta yang tidak ada jenis yang sama dalam satuannya
di pasaran, atau ada jenisnya tetapi pada setiap unitnya
berbeda-beda dalam kualitasnya.
e) Dilihat dari status harta :
• Mamluk : harta yang telah dimiliki, baik milik perorangan atau
milik badan hukum atau milik negara.
• Mubah : harta yang asalnya bukan milik seseorang, seperti : mata
air, laut.
• Mahjur : harta yang ada larangan syara’ untuk memiliknya,
baik karena harta itu dijadikan harta wakaf maupun
diperuntukkan untuk kepentingan umum.
f) Dilihat dari segi boleh dibagi atau tidak :
• Mal qabil li al-qismah (harta yang dapat dibagi) : harta yang
tidak menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan apabila
harta itu dibagi-bagi dan manfaatnya tidak hilang.
• Mal ghair qabil li al-qismah (harta yang tidak dapat dibagi) :
harta yang dapat menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan
atau hilang , bila harta itu dibagi- bagi. Misal : gelas.
g) Dilihat dari segi berkembang atau tidaknya harta :
• Ashl : harta yang menghasilkan, misalnya : rumah, pohon.
• Ats-samar : buah hasil dari suatu harta, misalnya : sewa rumah,
buah, susu kambing.
h) Dilihat dari segi pemiliknya :
• Khas : harta pribadi, tidak bersekutu dengan yang lain, tidak
boleh diambil manfaatnya tanpa persetujuan pemiliknya.
• ‘Am : harta milik umum (bersama) yang boleh diambil
manfaatnya.
i) Dilihat dari segi harta berbentuk benda dan tanggungan :
• ‘Ain : harta yang berbentuk benda dan telah dimiliki
seutuhnya.
• Dayn : harta yang masih berupa tanggungan.
4. Asas Kepemilikan Harta

a) Amanah, bahwa pemilikan harta pada dasarnya menupakan titipan dari


Allah SWT yang digunakan untuk kepentingan hidup.
b) Infiradiyah, bahwa pemilikan harta pada dasarnya bersifat individual
dan penyatuan benda dapat dilakukan dalam bentuk badan usaha atau
korporasi.

c) Ijtima’iyah, bahwa pemilikan harta tidak hanya memiliki fungsi


pemenuhan kebutuhan hidup pemiliknya, tetapi pada saat yang sama di
dalamnya terdapat hak masyarakat.

d) Manfaat, bahwa pemilikan harta pada dasarnya diarahkan untuk


memperbesar manfaat dan mempersempit mudarat.

D. Hak Milik

1. Pengertian Hak Milik

a) Hak secara etimologis bermakna ketetapan dan kepastian. Sedangkan


secara terminologis berarti suatu hukum yang telah ditetapkan oleh
Syara’.

b) Kepemilikan secara etimologis bermakna penguasaan terhadap sesuatu.


Sedangkan secara terminologis berarti kekhususan terhadap pemilik
suatu barang menurut syara’ untuk bertindak bebas dalam mengambil
manfaat selama tidak menentang syara’.

2. Sumber Hak

a) Aqad (kehendak bersama), hak yang timbul dari kesepakatan kedua belah
pihak untuk menjalin ikatan. Contoh : akad jual beli, sewa-menyewa, dan
lainnya.

b) Iradah al-munfaridah (kehendak individu), hak yang timbul dari


keinginan pribadi yang muncul dengan penuh kesadaran. Contoh : ketika
seseorang mengucapkan sebuah janji atau nadzar.

c) Al-fi'lun nafi' (perbuatan yang bermanfaat), hak yang timbul dari


tanggung jawab sosial untuk melakukan perbuatan baik. Contoh : ketika
seseorang melihat orang lain dalam kondisi yang sangat membutuhkan
bantuan atau pertolongan, maka ia wajib berbuat sesuatu sebatas
kemampuannya.

d) Al-fi'lu al-dhar (perbuatan yang merugikan), hak yang timbul dari


kesalahan seseorang yang merugikan orang lain. Contoh : ketika
seseorang merusak barang milik orang lain, maka ia wajib menggantinya
dengan hal yang setimpal.

3. Sumber Kepemilikan

a) Ikhrajul Mubahat : Menguasai harta yang belum dimiliki seseorang atau


lembaga hukum dengan niat baik untuk mengelolanya.

b) Khalafiyah Syakhsi ‘an Syakhsi : Melalui peninggalan seseorang yang


mewariskan hartanya kepada ahli waris.

c) Khalafiyah Syai’in ‘an Syai’in : Melalui transaksi yang sah antara


sejumlah pihak untuk mengalihkan kepemilikan hartanya.

d) Tawallud min Mamluk : Melalui perkembangan harta yang dimiliki


yang dapat menghasilkan sesuatu bernilai ekonomis.

4. Macam-Macam Hak
a) Berdasarkan subjeknya :
• Hak Allah, yaitu suatu tanggung jawab yang dimaksudkan untuk
mendekatkan diri kepada Allah dan melaksanakan perintah-Nya.
• Hak Manusia, yaitu suatu tanggung jawab yang dimaksudkan
untuk melindungi kemaslahatan seseorang.
• Hak Musytarak, suatu tanggung jawab yang di dalamnya
bercampua hak Allah dan hak manusia.
b) Berdasarkan objeknya :
• Hak ‘Aini, yaitu hak yang ditetapkan oleh syara’ bagi seseorang
atas sesuatu yang sudah jelas zatnya.
• Hak ‘Syakhsi, yaitu hak yang ditetapkan oleh syara’ kepada
seseorang atas keberadaan orang lain.
c) Berdasarkan kaitannya dengan harta :
• Hak Maaliyah, yaitu hak yang berkaitan dengan harta dan
manfaatnya.
• Hak Ghair Maaliyah, yaitu hak yang tidak berkaitan dengan harta
dan manfaatnya.
d) Berdasarkan prosesnya :
• Hak Mujarrad, yaitu hak yang tidak hilang akibat tanazul
(pelepasan) dari pihak yang bersangkutan. Contoh : Utang orang
meninggal yang tetap harus dilunasi oleh ahli waris.
• Hak Ghair Mujarrad, yaitu hak yang dapat hilang akibat tanazul
(pelepasan) dari pihak yang bersangkutan. Contoh : Hukuman
qisash yang dapat gugur apabila dimaafkan.
5. Macam-Macam Kepemilikan
a) Berdasarkan cakupannya :
• Milk At-Tam, kepemilikan yang mencakup penguasaan
sepenuhnya terhadap materi dan manfaat dari suatu harta.
• Milk An-Naqish, kepemilikan yang tidak mencakup sepenuhnya
penguasaan terhadap suatu harta, baik hanya manfaatnya atau
materinya saja.
b) Berdasarkan objeknya :
• Milk Al-‘Ain, kepemilikan terhadap suatu harta yang terbatas pada
penguasaan materinya saja.
• Milk Al-Manfa’ah, kepemilikan terhadap suatu harta yang
terbatas pada penguasaan manfaatnya saja.
• Milk Ad-Dayn, kepemilikan terhadap suatu harta yang diperoleh
dengan cara berutang.
c) Berdasarkan subjeknya :
• Milk Al-Fardi, suatu harta yang dimiliki oleh seseorang atau
sekelompok orang tertentu yang tidak dapat dimanfaatkan secara
umum kecuali atas izin pemiliknya.
• Milk Al-‘Aam, suatu harta yang dimiliki bersama oleh masyarakat
dan dapat dimanfaatkan secara umum oleh siapapun.
• Milk Ad-Daulah, suatu harta yang dimiliki oleh negara dan
pemanfaatannya diatur berdasarkan ketentuan negara.
d) Berdasarkan batasannya :
• Milk Al-Mutamayyiz, kepemilikan terhadap sesuatu yang
memiliki batasan-batasan yang jelas yang dapat memisahkannya
dengan hal lainnya.
• Milk As-Syai’, kepemilikan terhadap sesuatu yang berpautan
dengan sekumpulan harta baik dalam jumlah besar atau sedikit.

E. Akad

1. Pengertian Akad

a) Akad secara etimologis berasal dari Bahasa Arab Al-‘Aqdu yang berarti
ikatan. Sedangkan menurut ulama fiqih, secara terminologis berarti
hubungan antara ijab dan kabul sesuai dengan kehendak syariat yang
menetapkan adanya pengaruh (akibat) hukum dalam objek perikatan.

b) Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, akad berarti kesepakatan


dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk melakukan dan
atau tidak melakukan perbuatan hukum tertentu.

2. Rukun Akad

a) Al-‘Aqid : Pihak-pihak yang berakad yang memiliki kecakapan dalam


melakukan perbuatan hukum.

b) Shighat : Perbuatan yang menunjukkan terjadinya akad berupa ijab


(ucapan yang diucapkan oleh penjual) dan qabul (ucapan setuju dan rela
yang berasal dari pembeli).

c) Ma’qud Alaihi : Objek akad berupa barang atau jasa yang halal dan
dibutuhkan oleh masing-masing pihak.

d) Tujuan pokok akad : Tujuan yang jelas dan diakui syara’ yang terkait
erat dengan bentuk akad yang dilakukan.
3. Syarat Akad
a) Syarat umum adanya sebuah akad terdiri dari :
• Memenuhi semua rukun akad beserta syaratnya masing-masing.
• Akad yang dilakukan bukanlah akad yang terlarang atau
mengandung unsur pertentangan.
• Akad yang dilakukan harus bermanfaat bagi setiap pihak yang
terlibat.

c) Syarat khusus adanya sebuah akad : Syarat tambahan yang harus


dipenuhi dalam suatu akad tertentu agar dapat berjalan dengan baik
seperti kehadiran saksi dalam akad.

d) Syarat sah akad, yaitu tidak terdapatnya lima hal yang dapat merusak
akad :

• Ketidakjelasan jenis yang memicu perselisihan (Jilalah).


• Terdapat paksaan dalam melakukan akad (Ikrah).
• Membatasi kepemilikan terhadap suatu barang (Tauqif).
• Mengandung unsur penipuan (Gharar).
• Menimbulkan bahaya (Dharar).
e) Syarat berlakunya akad :
• Adanya kepemilikan terhadap barang.
• Adanya otoritas untuk melakukan akad.
• Tidak ada hak orang lain dalam objek akad.
f) Syarat adanya kekuatan hukum dari akad : Terbebas dari segalam macam
hak khiyar yang berpotensi membatalkan terjadinya sebuah akad.
4. Macam-Macam Akad
a) Ditinjau dari tujuannya :
• Tabarru’ : Akad yang dimaksudkan untuk menolong dan murni
semata-mata kaena mengharapkan ridha dan pahala dari Allah
tanpa mengharap imbalan keuntungan.
• Tijari : Akad yang dimaksudkan untuk mencari dan mendapatkan
keuntungan.
b) Ditinjau dari keabsahannya :
• Shahih : Akad yang memenuhi semua rukun dan syaratnya.
• Fasid : Akad yang memenuhi semua rukun, tetapi syarat tidak
terpenuhi.
• Bathil : Akad yang rukunnya tidak terpenuhi, sehingga syarat
juga tidak terpenuhi.
c) Ditinjau dari penamaannya :
• Al-Musamma : Akad yang sudah ditentukan namanya dalam
syari’at atau peraturan hukum dan ketentuannya tidak berlaku
terhadap akad lain.
• Ghair Al-Musamma : Akad yang tidak diatur secara khusus dalam
kitab-kitab Fiqih di bawah satu nama tertentu.
d) Ditinjau dari kedudukannya :
• Al-Ashli : Akad yang berdiri sendiri dan keberadaannya tidak
tergantung kepada hal lain.
• At-Tabi’i : Akad yang keberadaannya tidak berdiri sendiri,
melainkan bergantung pada suatu hal yang menjadi dasar ada atau
tidaknya akad tersebut.
e) Ditinjau dari tempo waktunya :
• Zamani : Akad yang dalam isi perjanjiannya terdapat unsur waktu
yang menjadi batasan.
• Fauri : Akad yang dalam isi perjanjiannya tidak terdapat unsur
waktu yang menjadi batasan.
f) Ditinjau dari formalitasnya :
• Ar-Radha’i (Konsensual) : Akad yang tercipta cukup berdasarkan
pada kesepakatan para pihak tanpa ada peraturan formal tertentu.
• Asy-Syakli (Formalistik) : Akad yang tunduk pada aturan-aturan
formal yang telah ditetapkan oleh pembuat hukum.
• Al-‘Aini (Riil) : Akad yang dapat terjadi dengan syarat harus ada
penyerahan tunai objek akad.

g) Ditinjau dari kebolehannya :


• Masyru’ : Akad yang dibenarkan oleh syara’ untuk dilaksanakan.
• Mamnu’ : Akad yang dilarang oleh syara’ untuk dilaksanakan.

h) Ditinjau dari kekuatan ikatannya :

• Mengikat kedua pihak : Akad yang mengikat secara penuh dan


masing-masing pihak tidak dapat membatalkannya tanpa
persetujuan pihak lain.
• Mengikat satu pihak : Akad yang mana salah satu pihak dapat
membatalkannya tanpa persetujuan pihak lain.

i) Ditinjau dari pelaksanaannya :

• Nafidz : Akad yang secara langsung menimbulkan akibat hukum


sejak saat terjadinya.
• Mauquf : Akad yang akibat hukumnya tidak dapat dilaksanakan
secara langsung karena masih tergantung pada syarat tambahan.

j) Ditinjau dari tanggungannya :

• Adh-Dhaman : Akad yang mengalihkan tanggungan risiko atas


kerusakan barang kepada pihak penerima pengalihan.
• Al-Amanah : Akad yang hanya mengalihkan penguasaan barang
sebagai amanah tanpa adanya kewajiban menanggung risiko bagi
penerima pengalihan.
5. Asas Berakad Dalam Islam

a) Asas Ilahiah : Tidak terlepas dari nilai-nilai ketuhanan (Ketauhidan).

b) Asas Kebebasan (Al-Hurriyah) : Adanya kebebasan untuk membuat


perjanjian.

c) Asas Pesamaan (Al-Musawah) : Setiap manusia memiliki kesempatan


yang sama untuk melakukan suatu perikatan.

d) Asas Keadilan (Al-‘Adalah) : Para pihak yang melakukan akad dituntut


untuk sama-sama berlaku adil dalam memenuhi kewajibannya.

e) Asas Kerelaan (Ar-Ridha) : Transaksi yang dilakukan harus atas dasar


suka sama suka atau kerelaan antara masing-masing pihak, tidak boleh
ada paksaan atau penipuan.

f) Asas Kejujuran dan Kebenaran (Ash-Shidiq) : Setiap pihak dituntut untuk


berlaku jujur dalam mengungkapkan kehendak dan keadaan yang terjadi.

g) Asas Tertulis (Al-Kitabah) : Suatu akad dilakukan secara tertulis dengan


dihadiri oleh saksi yang bertanggung jawab. Apabila akad tidak
dilakukan secara tunai, maka dapat diadakan suatu benda untuk menjadi
jaminan.

6. Bentuk-Bentuk Akad Finansial

F. Akad-Akad Dalam Muamalah

1. AKAD JUAL BELI


a) Pengertian Jual Beli

• Jual beli dalam ilmu Fiqih dikenal dengan istilah al-bai’ yang
berarti mengganti atau menukar.

• Menurut Hanafiyah, al-bai’ berarti tukar-menukar harta benda


atau sesuatu yang diinginkan dengan sesuatu yang sepadan
melalui cara tertentu yang bermanfaat.
• Menurut Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah, al-bai’ berarti
tukar-menukar harta dengan harta lainnya dalam bentuk
pemindahan kepemilikan.

• Menurut pasal 20 ayat 2 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, al-


bai’ adalah jual beli antara benda dan benda, atau pertukaran
antara benda dengan uang.

b) Landasan Hukum Jual Beli

• QS. Al-Baqarah ayat 275 : “Allah telah menghalalkan jual-beli


dan mengharamkan riba”.

• QS. An-Nisa’ ayat 29 : “Hai orang-orang yang beriman,


janganlah kamu sekarang memakan harta sesamamu dengan jalan
yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan
suka sama suka di antara kamu”.

• Hadits riwayat Al-Bazzar : Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi


wasallam ditanya: “Apakah pekerjaan yang paling baik/afdhol?”
Beliau menjawab: “Pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya
sendiri dan setiap jual beli yang mabrur.”

c) Rukun Jual Beli

• Pelaku transaksi (‘aqidain), yaitu penjual dan pembeli

• Objek transaksi, yaitu harga dan barang

• Ijab-Kabul (sighat), yaitu segala tindakan yang dilakukan kedua


belah pihak yang menunjukkan mereka sedang melakukan
transaksi, baik Tindakan itu berupa perkataan atau perbuatan.

d) Syarat Sah Jual Beli

• Saling rela antara kedua belah pihak (QS. An-Nisaa : 29).


• Pelaku akad harus orang yang telah balig, berakal dan mengerti
(QS. An-Nisaa : 5-6).

• Harta yang menjadi objek transaksi telah dimiliki sebelumnya


oleh kedua belah pihak.

• Objek transaksi adalah barang yang dibolehkan agama.

• Objek transaksi harus bisa diserahterimakan.

• Objek jual beli diketahui oleh kedua belah pihak saat akad.

• Harga harus jelas saat transaksi.

e) Saksi dan Khiyar Dalam Jual Beli

• Jual beli dianjurkan untuk dilaksanakan di hadapan saksi


berdasarkan firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 282 :
“Dan persaksikanlah apabila kalian berjual beli”.

• Menurut Ibnu Qudamah, mendatangkan saksi dalam jual beli


adalah kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan berdasarkan
pendapat yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas.

• Dalam jual beli juga berlaku khiyar. Menurut pasal 20 ayat 8


Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, khiyar berarti hak pilih bagi
penjual dan pembeli untuk melanjutkan atau membatalkan akad
jual beli yang dilakukan.

f) Khiyar terbagi menjadi 3 macam, yaitu :


• Khiyar majlis : Hak pelaku transaksi untuk meneruskan atau
membatalkan akad selagi mereka berada dalam tempat transaksi
dan belum berpisah.
• Khiyar syarat : Hak pelaku transaksi untuk meneruskan atau
membatalkan akad berdasarkan persyaratan yang disepakati
untuk ditunaikan dalam waktu tertentu.
• Khiyar ‘aib : Hak pilih untuk meneruskan atau membatalkan akad
dikarenakan terdapat cacat pada barang yang mengurangi harga
atau nilai barangnya.
g) Menurut Prof. Dr. Muhammad Tahir Mansoori, terdapat satu macam
khiyar lainnya yaitu khiyar ghabn yang berarti hak pelaku transaksi untuk
meneruskan atau membatalkan akad karena adanya penipuan. Khiyar
Ghabn dapat terjadi dalam situasi berikut ini :
• Tasriyah : mengikat kantong susu unta betina atau kambing
supaya air susu binatang itu terkumpul di kantong susunya untuk
memberikan kesan kepada yang berniat membeli bahwa air
susunya sudah banyak.
• Tanajusy : menawar harga yang tinggi untuk suatu barang tanpa
niat untuk membelinya, dengan tujuan semata-mata untuk
menipu orang lain yang ingin benar- benar membeli barang
tersebut.
• Ghaban Fahisy : kerugian besar yang diderita oleh suatu pihak
dari kontrak sebagai hasil dari penggelapan atau penggambaran
yang salah, atau penipuan yang dilakukan oleh pihak lain.
• Talaqqi rukban : transaksi dimana orang kota mengambil
keuntungan dari ketidaktahuan orang desa yang membawa barang
dagang untuk dijual di pasar dan orang kota mencegatnya di
tengah perjalanan serta membeli barang dagang itu tanpa
memberi kesempatan kepada orang desa untuk melakukan survei
harga di pasar

h) Bentuk-Bentuk Jual Beli

• Ditinjau dari objek akad :


- Tukar menukar uang dengan barang, ini adalah bentuk dasar
jual beli.
- Tukar menukar barang dengan barang (muqayadhah/barter).
- Tukar menukar uang dengan uang yang berbeda jenis mata
uang (sharf).
• Ditinjau dari waktu serah terima :
- Barang dan uang diserah terimakan secara tunai (Naqdan).
- Uang dibayar di muka secara tunai dan barang diserahkan
menyusul (Salam).
- Barang diterima di muka dan uang dibayar menyusul baik
secara tunai maupun dicicil (Bai’ Bi-Tsamanil Ajil).
- Barang dan uang sama-sama tidak tunai atau jual beli utang
dengan utang (Kali bil Kali/Bai’ Dayn bi-Dayn).
• Ditinjau dari cara menetapkan harga :
- Bai’ Musawamah : Jual beli dengan cara tawar-menawar di mana
penjual tidak menyebutkan harga pokok barang, akan tetapi hanya
mematok harga tertentu dan membuka peluang untuk ditawar.
- Bai’ Amanah : Jual beli di mana penjual menyebutkan harga pokok
barang lalu menyebutkan harga jual barang tersebut. Jual beli ini
terbagi menjadi 3 macam :
- Bai’ Murabahah : Barang dijual di atas harga pokok.
- Bai’ Wadh’iyyah : Barang dijual di bawah harga pokok.
- Bai’ Tauliyah : Barang dijual sesuai harga pokok.

i) Salam (In-Front Payment Sale)

Pengertian Salam adalah transaksi terhadap sesuatu yang dijelaskan


sifatnya dalam tanggungan yang diserahkan dalam tempo tertentu
dengan harga yang dibayar tunai di tempat transaksi. Menurut Kompilasi
Hukum Ekonomi Syari’ah, Salam adalah jasa pembiayaan yang
berkaitan dengan jual beli yang pembiayaannya dilakukan bersamaan
dengan pemesanan barang. Dasar hukum Salam adalah QS. Al-Baqarah
ayat 282 dan hadits Rasulullah dari Ibnu Abbas yang berbunyi “Barang
siapa yang melakukan Salam, hendaklah ia melakukannya dengan
takaran yang jelas, timbangan yang jelas, untuk jangka waktu yang
ditentukan”.

Rukun Salam terdiri dari :


• Pihak pembeli yang memesan barang (muslim)
• Pihak penjual yang menyediakan barang (muslam)
• Barang yang dipesan (muslam fih)
• Harga barang (ra’sul mal)
• Ijab Kabul (shigat)

Syarat sah Salam terdiri dari :

• Uang dibayar tunai di tempat akad


• Barang menjadi utang bagi penjual
• Barang dapat diberikan sesuai waktu yang dijanjikan
• Barang harus jelas ukuran, takaran, maupun bilangannya
• Sifat-sifat barang harus diketahuai dengan jelas dan spesifik
• Disebutkan tempat menerimanya

Salam berbeda dengan ijon karena dalam Salam disyaratkan bahwa


spesifikasi barang harus diketahui dengan jelas serta harga barang
ditentukan atas ridha kedua belah pihak. Praktek Salam dalam perbankan
dapat ditemukan pada pembiayaan komoditas pertanian di mana bank
membeli dari petani untuk kemudian dijual kepada konsumen yang
membutuhkan baik secara tunai atau kredit.

j) Istishna’ (Purchase by Order)

• Istishna’ secara etimologis berarti permintaan membuat sesuatu.


Sedangkan secara terminologis berarti transaksi terhadap barang
dagangan dalam tanggungan yang disyaratkan untuk
mengerjakannya sampai jadi.

• Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah, istishna’ berarti


jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan
kriteria tertentu yang disepakati oleh penjual dan pembeli.

• Dasar hukum istishna’ adalah hadits riwayat Imam Bukhari dari


Ibnu Umar bahwa Rasulullah minta dibuatkan cincin dari emas.
Rukun istishna’ terdiri dari :

• Produsen atau pembuat barang (shani’)


• Pemesan atau pembeli barang (mustashni’)
• Barang yang dipesan (mashnu’)
• Harga barang
• Ijab Kabul (shigat)

Syarat istishna’ terdiri dari :

• Akad ini mengikat setelah masing-masing pihak sepakat atas


barang yang dipesan.
• Dilakukan pada barang yang bisa dipesan untuk diproduksi.
• Identifikasi dan deskripsi barang yang dibuat harus sesuai
permintaan pesanan.
• Pembayaran dilakukan pada waktu dan tempat yang disepakati.
• Tawar menawar tidak berlaku setelah akad disepakati dan bersifat
mengikat.
• Jika barang pesanan dibuat tidak sesuai dengan spesifikasi
permintaan, maka pembeli dapat menggunakan hak khiyar.

Istishna’ berbeda dengan Salam karena barang yang menjadi objek akad
dalam istishna’ adalah barang yang harus melalui proses produksi
sebelum diserahkan kepada pembeli. Perbedaan antara keduanya juga
terletak pada cara pembayaran di mana akad Salam mewajibkan
pembayaran dilakukan secara tunai di muka, sedangkan istishna’ tidak
mewajibkan syarat demikian. Praktek istishna’ dalam perbankan dapat
ditemukan pada pembiayaan perumahan di mana nasabah meminta
kepada bank untuk membangun sebuah rumah yang akan
diserahterimakan setelah rumah tersebut selesai dibangun.

k) Murabahah (Deferred Payment Sale)

• Murabahah secara etimologis berasal dari kata ribhu yang berarti


keuntungan. Sedangkan secara terminologis berarti pembiayaan
saling menguntungkan yang dilakukan oleh shahib al-mal dengan
pihak yang membutuhkan melalui transaksi jual beli denga
penjelasan bahwa harga pengadaan baragn dan harga jual terdapat
nilai lebih yang merupakan keuntungan atau laba bagi shahib al-
mal dan pengembaliannya dilakukan secara tunai (naqdan) atau
angsur (muajjal).

• Dasar hukum murabahah adalah sama dengan dasar hukum jual


beli yaitu QS. Al-Baqarah ayat 275.

• Rukun murabahah terdiri dari :

- Penjual dan pembeli


- Harga pokok dan harga jual yang disertai tingkat keuntungan
- Barang dengan jenis dan ukuran yang jelas
- Ijab Kabul

• Syarat murabahah terdiri dari :

- Dilakukan atas barang yang telah dimiliki.


- Adanya kejelasan mengenai besarnya modal dan biaya-biaya
lain yang lazim dikeluarkan dalam transaksi.
- Adanya informasi yang jelas perihal keuntungan baik
nominal maupun persentase.
- Diperbolehkan adanya syarat untuk menjamin kerusakan
yang tidak tampak pada barang.

• Murabahah berbeda dengan salam dan istishna’ karena


murabahah mengharuskan barangnya sudah ada dan dimiliki saat
akad berlangsung, sedangkan barang dalam salam dan istishna’
baru ada setelah melalui proses pemesanan.

• Murabahah berbeda dengan pinjaman berbunga karena objek


dalam murabahah adalah barang dan objek dalam pinjaman
berbunga adalah uang. Cicilan dalam pembiayaan murabahah
bersifat tetap atau flat karena margin sudah ditetapkan sejak awal,
sedangkan bunga dalam pinjaman dapat berubah sesuai suku bunga
acuan yang ditetapkan bank sentral.

• Praktek murabahah dalam perbankan dapat ditemukan pada


pembiayaan modal kerja bagi pelaku usaha di mana bank
membelikan barang yang dibutuhkan oleh nasabah dari supplier
lalu menjualnya kepada nasabah untuk keperluan modal usaha
yang dijalani.

2. AKAD KEMITRAAN
a) Mudharabah

• Mudharabah secara etimologis berarti berjalan di atas bumi.


Sedangkan secara terminologis berarti kontrak (perjanjian) antara
pemilik modal (shahib al-mal) dan pengguna dana (mudharib)
untuk digunakan dalam aktivitas yang produktif dimana
keuntungan dibagi dua antara pemodal dan pengelola modal. Jika
mengalami kerugian akan ditanggung oleh pemilik modal.
Namun jika kerugian itu terjadi dalam keadaan normal, pemodal
tidak boleh intervensi kepada pengguna dana (mudharib) dalam
menjalankan usahanya.

• Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah, murabahah


berarti kerjasama antara pemilik dana dengan pengelola modal
untuk melakukan usaha tertentu dengan pembagian keuntungan
berdasarkan nisbah.

• Dasar hukum mudharabah adalah QS. Al-Baqarah ayat 198 dan


hadits riwayat Ibnu Majah yang berbunyi “Ada 3 perkara yang
mengandung berkah : juali beli yang ditangguhkan, memberi
modal, dan mencampur gandum dengan kurma untuk keluarga
bukan untuk dijual”.
• Rukun mudharabah terdiri dari :

- Pemilik modal (shahibul mal)


- Pengelola modal (mudharib)
- Akad (shigat)

• Syarat mudharabah terdiri dari :

- Modal yang diserahkan berbentuk uang tunai.


- Dilakukan oleh orang yang memiliki kecakapan bertransaksi
(tasharruf).
- Modal harus diketahui dengan nominal yang jelas.
- Pembagian keuntungan antara pemilik dan pengelola modal
harus jelas persentasenya.
- Ijab dari pemilik modal dan Kabul dari pengelola modal
harus menyebutkan ketentuan bagi hasil.
- Menurut Syafi’i dan Maliki, pemilik modal tidak boleh
mengikat pengelola modal dengan syarat-syarat tertentu.
Sedangkan menurut Hanafi dan Hanbali, hal tersebut
diperbolehkan.

• Mudharabah terbagi menjadi 2 jenis :

- Mudharabah Muthlaqah : Bentuk kerjasama antara shahibul


mal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak
dibatasi pada spesifikasi jenis usahanya, waktu, dan daerah
bisnis.
- Mudharabah Muqayyadah : Shahibul mal memberi syarat
kepada mudharib berupa batasan pada jenis usaha, waktu,
atau daerah bisnis.

• Praktek mudharabah dalam perbankan dapat ditemukan pada


produk tabungan dan deposito yang memberikan bagi hasil untuk
nasabah yang menyimpan dananya di bank.
2) Musyarakah

• Musyarakah secara etimologis berarti percampuran. Sedangkan


secara terminologis berarti kerja sama antara dua orang atau lebih
dalam hal permodalan, keterampilan, atau kepercayaan dalam
usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan
nisbah.

• Dasar hukum musyarakah adalah QS. An-Nisa’ ayat 12 dan


hadits Rasulullah dari Abu Hurairah yang berbunyi “Aku adalah
yang ketiga pada dua orang yang bersekutu, selama salah seorang
dari keduanya tidak mengkhianati temannya”.

• Rukun musyarakah terdiri dari :

- Orang yang melakukan transaksi


- Objek yang ditransaksikan
- Akad (shigat)

• Syarat musyarakah terdiri dari :

- Dua pihak yang melakukan transaksi mempunyai kecakapan di


bidangnya.
- Modal syirkah diketahui.
- Modal syirkah ada pada saat transaksi.
- Besarnya bagi hasil diketahui dengan ukuran yang jelas.

• Musyarakah terbagi menjadi beberapa macam :

Berdasarkan proses akadnya :

- Syirkah Amlak : Perserikatan yang terjadi tanpa melalui akad,


tetapi melalui proses lain yang menyebabkan terjadinya
kepemilikan bersama. Contoh: warisan.
- Syirkah Uqud : Perserikatan yang terjadi melalui akad antara
dua belah pihak atau lebih yang bersepakat untuk
mengadakan kerjasama dalam usaha tertentu.

Berdasarkan objek akadnya :

- Syirkah Amwal : Perserikatan antara dua belah pihak atau


lebih untuk mengadakan kerjasama dengan mengandalkan
harta yang dimiliki.
- Syirkah Abdan : Perserikatan antara dua belah pihak atau
lebih untuk mengadakan kerjasama dengan mengandalkan
keterampilan (skill) masing-masing.
- Syirkah Wujuh : Perserikatan antara dua belah pihak atau
lebih untuk mengadakan kerjasama dengan mengandalkan
nama baik dan kepercayaan.

Berdasarkan porsi hartanya :

- Syirkah Inan : Modal yang disetorkan oleh masing-masing


pihak memiliki jumlah yang berbeda.
- Syirkah Mufawadhah : Modal yang disetorkan oleh masing-
masing pihak memiliki jumlah yang sama.

• Musyarakah berbeda dengan mudharabah karena modal dalam


musyarakah berasal dari setiap pihak yang terlibat dalam
perserikatan, sedangkan modal dalam mudharabah hanya berasal
dari satu pihak yang berperan sebagai (shahibul mal) dan pihak
lain berperan sebagai pengelola modal (mudharib).

• Praktek musyarakah dalam industri keuangan dapat ditemukan


pada produk pasar modal berupa saham di mana perserikatan
terjadi antara investor yang menanamkan modalnya pada suatu
perusahaan.

3) Muzara’ah dan Musaqah


• Muzara’ah adalah kerjasama pengelolaan pertanian antara pemilik lahan dan
penggarap, di mana pemilik lahan menyediakan lahan pertanian untuk ditanami
dan dipelihara oleh penggarap dengan imbalan berupa sejumlah persentase dari
hasil panen.

• Musaqah adalah kerjasama pengelolaan pertanian antara pemilik lahan dan


penggarap, di mana pemilik lahan menyediakan lahan pertanian serta
tanamannya untuk disirami dan dipelihara oleh penggarap dengan imbalan
tertentu dari hasil panen.

• Dasar hukum muzara’ah dan musaqah adalah hadits yang diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar yang berbunyi “Bahwa Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam menyuruh penduduk Khaibar untuk menggarap tanah di
Khaibar dan mereka mendapat setengah dari hasil buminya berupa buah atau
hasil pertanian”.

• Rukun muzara’ah dan musaqah terdiri dari :

1. Pemilik lahan/tanaman

2. Penggarap lahan/tanaman

3. Lahan/tanaman yang digarap

4. Akad (shigat)

• Perbedaan muzara’ah dan musaqah terletak pada peran penggarap. Dalam


muzara’ah, penggarap bertugas untuk menanami dan memelihara lahan.
Sedangkan dalam musaqah, penggarap hanya bertugas menyiram tanaman yang
sudah ada di lahan serta memeliharanya.

• Muzara’ah juga identik dengan mukhabarah, tetapi keduanya berbeda dari segi
penyedia benih. Dalam muzara’ah, benih disediakan oleh pemilik lahan.
Sedangkan dalam mukhabarah, benih disediakan oleh penggarap lahan.

3. AKAD SEWA
a) Ijarah

• Ijarah secara etimologis berasal dari kata ujrah yang berarti upah
atau imbalan. Sedangkan secara terminologis berarti transaksi
sewa menyewa atas suatu barang dan atau upah mengupah atas
suatu jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran imbalan
yang ditentukan dan disepakati Bersama.

• Menurut Dr. Muhammad Syafi’i Antonio, ijarah adalah akad


pemindahan hak guna atas barang dan jasa melalui pembayaran
upah sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas
barang tersebut.

• Dasar hukum ijarah adalah QS. Al-Baqarah ayat 233 dan hadits
yang diriwayatkan Ibnu Majah dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah
bersabda “Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering”.

• Rukun ijarah terdiri dari :

- Pihak yang menyewa (mu’jir)


- Pihak yang menyewakan (musta’jir)
- Manfaat yang disewakan (ma’jur)
- Upah sewa (ujrah)
- Ijab Kabul (shigat)

• Objek ijarah dibagi menjadi 2 jenis :

- Al-Ijarah ‘ala Al-Manfa’ah : Objek sewa berupa manfaat dari


suatu barang.
- Al-Ijarah ‘ala Al-A’mal : Objek sewa berupa jasa seseorang
yang terampil.

• Akad ijarah hanya berlaku pada barang yang termasuk dalam


kategori harta isti’mali, dan tidak berlaku pada harta istihlaki.

• Perbedaan ijarah dengan leasing terletak pada objek yang


disewakan. Dalam ijarah, objek yang disewakan dapat berupa
manfaat dari barang atau jasa. Sedangkan dalam leasing, objek
yang disewakan hanya berupa manfaat dari barang. Dalam ijarah,
keputusan penyewa untuk membeli barang di akhir periode sewa
harus ditentukan sejak awal akad agar tidak terjadi gharar.
Sedangkan dalam leasing, opsi pembelian baru muncul pada
akhir periode sewa.

• Akad sewa yang diakhiri dengan pemindahan kepemilikan barang


disebut dengan ijarah muntahiyah bit-tamlik (IMBT). Dalam
akad ini, penyewa memberikan komitmen (wa’d) sejak awal
kontrak bahwa ia akan membeli barang yang disewa dari
pemiliknya.

• Praktek IMBT pada perbankan dapat ditemui pada produk


pembiayaan perumahan di mana nasabah memohon kepada bank
untuk dibelikan rumah yang sudah jadi. Nasabah kemudian
menyewa rumah tersebut untuk bisa ditempati sembari membayar
cicilan untuk melunasi pembelian rumah tersebut di akhir periode
sewa.

4. AKAD JASA
a) Hawalah (Pengalihan Utang/Piutang)

• Hawalah secara etimologis berarti perpindahan. Sedangkan


secara terminologis berarti memindahkan utang dari tanggungan
muhil (orang yang memindahkan utang) kepada tanggungan
muhal alaihi (orang yang menerima pemindahan utang).

• Dasar hukum hawalah adalah hadits yang diriwayatkan oleh


Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah
bersabda “Jika salah seorang dari kamu dipindahkan utangnya
kepada orang kaya, maka ikutilah”.

• Rukun hawalah terdiri dari :


- Orang yang memberi utang (muhal)
- Orang yang memindahkan utang (muhil)
- Orang yang menerima perpindahan utang (muhal alaihi)
- Utang (muhal bihi)
- Akad (shigat)

• Syarat hawalah terdiri dari :

- Para pihak yang terlibat harus memiliki kecakapan hukum.


- Muhil harus memberitahu muhal bahwa ia akan
memindahkan utangnya kepada pihak lain.
- Muhil harus mendapat persetujuan dari muhal dan muhal
alaihi untuk pemindahan penagihan utang.
- Akad hawalah tidak mengharuskan adanya utang dari muhal
alaihi kepada muhil.
- Akad hawalah tidak mengharuskan adanya imbalan yang
diberikan oleh muhil kepada muhal alaihi.

• Ditinjau dari objek akadnya, hawalah terbagi menjadi :

- Hawalah Haq : Yang dipindahkan adalah hak menagih


utang.
- Hawalah Dayn : Yang dipindahkan adalah kewajiban
membayar utang.

• Ditinjau dari tujuan akadnya, hawalah terbagi menjadi :

- Hawalah Muqayyadah : Bertujuan sebagai ganti pembayaran


utang muhal alaihi kepada muhil.
- Hawalah Muthlaqah : Tidak bertujuan sebagai ganti
pembayaran utang.

• Praktek hawalah pada perbankan dapat ditemukan pada produk


anjak piutang di mana para nasabah yang memiliki piutang pada
pihak ketiga memindahkan piutang tersebut kepada pihak bank
sebagai ganti pembayaran utang nasabah terhadap bank.

b) Wadi’ah (Penitipan)

• Wadi’ah secara etimologis berarti meninggalkan. Sedangkan


secara terminologis berarti pemberian kuasa oleh penitip kepada
orang yang menjaga hartanya tanpa kompensasi atau imbalan.

• Dasar hukum wadi’ah adalah QS. An-Nisa’ ayat 58.

• Rukun wadi’ah terdiri dari :

- Penitip (Muwaddi’)
- Penerima titipan (Mustauda’)
- Harta titipan (Wadi’ah bihi)
- Akad (shigat)

• Wadi’ah terbagi menjadi dua kategori :

- Wadi’ah Yad Amanah : Pihak penerima titipan tidak berhak


memanfaatkan barang yang dititipkan dan tidak bertanggung
jawab atas kerusakan atau kehilangan barang yang bukan
diakibatkan oleh kelalaian dirinya.
- Wadi’ah Yad Dhamanah : Pihak penerima titipan berhak
memanfaatkan barang yang dititipkan dan bertanggung
jawab atas kerusakan atau kehilangan barang tersebut.

• Praktek wadi’ah pada perbankan dapat ditemukan pada produk


tabungan yang tidak memberikan imbal hasil kepada nasabah.

c) Rahn (Gadai)

• Rahn secara etimologis berarti tetap atau terus menerus. Sedangkan


secara terminologis berarti menjadikan harta benda sebagai
jaminan utang agar utang itu dapat dibayar sesuai nilainya jika
pihak yang berutang tidak mampu melunasinya.
• Dasar hukum rahn adalah QS. Al-Baqarah ayat 283.

• Rukun rahn terdiri dari :

- Barang yang digadaikan (marhun)


- Utang (marhun bihi)
- Penggadai barang/orang yang berutang (rahin)
- Penerima gadai (murtahin)
- Akad (shigat)

• Praktek rahn dapat ditemukan pada kegiatan bisnis yang dilakukan


oleh PT. Pegadaian

d) Wakalah (Perwakilan)

• Wakalah secara etimologis berarti menyerahkan atau


mewakilkan. Sedangkan secara terminologis berarti pelimpahan
kekuasaan oleh seseorang sebagai pihak pertama kepada orang
lain sebagai pihak kedua dalam hal-hal yang perlu diwakilkan di
mana pihak kedua hanya melaksanakan sesuatu sebatas kuasa
atau wewenang yang diberikan oleh pihak pertama.

• Dasar hukum wakalah adalah QS. Al-Kahfi ayat 19.

• Rukun wakalah terdiri dari :

- Orang yang memberi kuasa (muwakkil)


- Orang yang menjadi perwakilan (wakil)
- Perkara yang diwakilkan (muwakkal fihi)
- Akad (shigat)

• Praktek wakalah pada perbankan dapat ditemui pada produk


setoran kliring di mana nasabah memohon kepada untuk menjadi
perantara dalam pembayaran tagihan listrik.

e) Kafalah (Penjaminan)
• Kafalah secara etimologis memiliki makna serupa dengan
dhaman atau za’amah yang berarti jaminan. Sedangkan secara
terminologis berarti menjamin tanggungan orang yang dijamin
dalam melaksanakan hak dan kewajiban yang menjadi tanggung
jawabnya terhadap pihak lain.

• Dasar hukum kafalah adalah QS. Yusuf ayat 72.

• Rukun kafalah terdiri dari :

- Orang yang menjamin (kafil)


- Orang yang dijamin (makful ‘anhu)
- Orang yang menerima jaminan (makful lahu)
- Tanggungan yang dijamin (makful bihi)
- Akad (shigat)

• Berdasarkan bahan jaminan, kafalah terbagi menjadi :

- Kafalah jiwa (kafalah bin-nafsi) : Penjamin menjadikan


nama baiknya sebagai jaminan atas orang lain.
- Kafalah harta : Penjamin menjadikan hartanya sebagai
jaminan atas orang lain.

• Berdasarkan tanggungan yang dijamin, kafalah terbagi menjadi :

- Kafalah bil-mal : Jaminan atas pembayaran barang atau


pelunasan utang.
- Kafalah bit-taslim : Jaminan atas pengembalian barang yang
disewa atau dipinjam.

• Berdasarkan batasannya, kafalah terbagi menjadi :

- Kafalah Munjazah : Jaminan yang diberikan secara mutlak


tanpa adanya pembatasan waktu tertentu.
- Kafalah Mu’allaqah : Jaminan yang diberikan dalam batas
waktu tertentu.
- Praktek kafalah pada perbankan dapat ditemui pada produk
bank guarantee di mana bank memberikan jaminan atas
nasabahnya dalam melunasi pinjaman.
f) Ju’alah (Sayembara)

• Ju’alah secara etimologis berarti upah. Sedangkan secara


terminologis berarti memberikan upah yang telah dijanjikan
kepada orang yang telah melakukan pekerjaan untuknya.

• Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, ju’alah berarti


suatu kontrak di mana pihak pertama menjanjikan imbalan
tertentu kepada pihak kedua atas pelaksanaan suatu tugas/
pelayanan yang dilakukan oleh pihak kedua untuk kepentingan
pihak pertama.

• Dasar hukum ju’alah adalah QS. Yusuf ayat 72.

• Rukun ju’alah terdiri dari :

1. Orang yang memberi pekerjaan (ja’il)

2. Orang yang melakukan pekerjaan (maj’ul lahu)

3. Pekerjaan yang ditugaskan (maj’ul alaihi)

4. Upah (al-ju’l)

5. Akad (shigat)

• Syarat jua’lah terdiri dari :

1. Pekerjaan yang ditugaskan bersifat mubah dan bukan sesuatu


yang dilarang.

2. Upah yang diberikan berupa harta yang diketahui jenis dan


ukurannya.
3. Upah yang diberikan harus dimiliki oleh pemberi pekerjaan dan
dapat diserahkan kepada pelaksana pekerjaan.

4. Pekerja menyelesaikan pekerjaan yang ditugaskan sesuai dengan


ketentuan yang diminta pemberi pekerjaan.

5. AKAD
a) Ariyah (Pinjaman)

• ‘Ariyah secara etimologis berarti pergi atau beredar. Sedangkan


secara terminologis mengandung dua definisi yang berbeda.
Menurut ulama Maliki dan Hanafi, ‘ariyah didefinisikan sebagai
pemilikan manfaat sesuatu tanpa ganti rugi. Sedangkan menurut
ulama Syafi’i dan Hanbali, ‘ariyah didefinisikan dengan
kebolehan memanfaatkan barang orang lain tanpa ganti rugi.
Kedua definisi ini membawa akibat hukum yang berbeda.
Definisi pertama memperbolehkan peminjam meminjamkan
barang yang ia pinjam kepada pihak ketiga, sedangkan definisi
kedua tidak memperbolehkannya.

• Dasar hukum ‘ariyah adalah QS. Al-Maidah ayat 2 dan hadits


riwayat Muslim dari Shafwan Ibnu Umayyah bahwa Rasulullah
meminjam kuda Abi Thalhah dan mengendarainya.

• Rukun ‘ariyah terdiri dari :

- Pihak yang meminjamkan (mu’ir)


- Pihak yang meminjam (musta’ir)
- Barang yang dipinjamkan (musta’ar)
- Akad (shigat)

• Syarat ‘ariyah terdiri dari :

- Peminjam dan yang meminjamkan merupakan orang yang


berakal sehat serta memahami perbuatan yang dilakukan.
- Barang yang dipinjamkan merupakan milik pihak yang yang
meminjamkan atau berada di bawah kuasanya.
- Barang yang dipinjamkan harus bisa dimanfaatkan.

• Setiap orang yang meminjam sesuatu kepada orang lain berarti ia


memiliki utang kepada orang yang memberi pinjaman sampai ia
mengembalikan barang yang dipinjam

• Menurut Syafi’i, peminjam bertanggung jawab atas segala bentuk


kerusakan yang terjadi pada barang yang dipinjam dan ia wajib
menjaminnya. Sedangkan menurut Hanafi dan Maliki, peminjam
tidak bertanggung jawab atas kerusakan barang yang dipinjam
kecuali karena kelalaian dari tindakannya.

b) Qardh (Utang)

• Qardh secara etimologis berarti memutuskan. Sedangkan secara


terminologis berarti memberikan harta kepada orang yang akan
memanfaatkannya dan mengembalikan gantinya di kemudian
hari.

• Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, qardh adalah


penyediaan dana antar pihak di mana pihak pemberi pinjaman
mewajibkan pihak peminjam untuk melakukan pelunasan secara
tunai atau cicilan dalam jangka waktu tertentu.

• Dasar hukum qardh adalah QS. Al-Baqarah ayat 245 dan hadits
riwayat Ibnu Majah dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah bersabda
“Tidaklah seorang muslim memberi pinjaman kepada muslim
lainnya melainkan pinjaman itu berkedudukan seperti sedekah
satu kali”

• Rukun qardh terdiri dari :

- Orang yang berutang (muqtaridh)


- Orang yang memberi utang (muqridh)
- Harta yang diutangkan
- Akad (shigat)

• Syarat harta yang diutangkan terdiri dari :

- Harta berupa harta yang ada padanya, yaitu harta yang satu
sama lain tidak banyak berbeda dalam jenis yang sama.
- Harus berupa benda, oleh karena itu tidak sah mengutangkan
jasa.
- Diketahui kadar dan sifatnya secara jelas.

• Diperbolehkan melebihkan bayaran saat melunasi utang, asal


kelebihan itu merupakan kemauan dari yang berutang semata. Hal
ini berdasarkan hadits Rasululah yang diriwayatkan oleh Ahmad
“Orang yang paling baik di antara kalian ialah orang yang dapat
membayar utangnya dengan yang lebih baik”. Jika kelebihan itu
dikehendaki oleh orang yang memberi utang dan telah menjadi
perjanjian dalam akad, maka tambahan itu haram bagi yang
memberi utang untuk mengambilnya karena termasuk dari riba.

c) Hibah (Pemberian)

• Hibah secara etimologis berarti lewat dari satu tangan ke tangan


yang lain. Sedangkan secara terminologis berarti pemberian hak
milik atas suatu harta secara langsung dan mutlak ketika masih
hidup tanpa imbalan walaupun dari orang yang lebih tinggi.

• Dasar hukum hibah adalah QS. An-Nisa’ ayat 4 dan hadits


Rasulullah dari Abu Hurairah yang berbunyi “Hendaklah kamu
saling memberi hadiah, maka kamu akan saling mencintai”

• Rukun hibah terdiri dari :

- Orang yang memberi hibah.


- Orang yang menerima hibah.
- Harta yang dihibahkan.
- Akad.

Sumber:
Mardani. 2012. Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah. Jakarta : Kencana
Tarmidzi, Erwandi. 2013. Harta Haram Muamalat Kontemporer . Yogyakarta :
Berkat Mulia Insani
Publishing.
BAB 8
MIKRO EKONOMI ISLAM

A. Gambaran Umum Pasar

1. Mekanisme pasar → terjadinya interaksi antara permintaan dan penawaran


yang akan menentukan tingkat harga tertentu. Transaksi pertukaran
(perdagangan) menjadi syarat utama berjalannya mekanisme pasar.
2. Ekonomi Pasar → sistem alokasi produksi, distribusi, dan konsumsi yang
menggunakan mekanisme pasar dalam menentukan tingkat harga.
3. Permintaan dan Penawaran (al Kharaj - Abu Yusuf; catatan
permintaan penawaran paling awal ditemukan).
Abu Yusuf mengkritik pemahaman pada zaman beliau yang mengatakan
bahwa “jika barang langka maka harga naik, jika barang melimpah maka harga
turun”. Hal ini karena pada kenyataannya tidak selalu terjadi bahwa bila
persediaan barang sedikit, harga akan mahal, dan bila persediaan barang
melimpah, harga akan murah.

“Tidak ada batasan tertentu tentang murah dan mahal yang dapat dipastikan.
Hal tersebut ada yang mengatur. Prinsipnya tak diketahui. Murah bukan karena
melimpahnya makanan, demikian juga mahal bukan disebabkan karena
kelangkaan makanan. Murah dan mahal merupakan ketentuan Allah” (Abu
Yusuf)

Kurva penawaran : naik dari kiri bawah ke kanan atas.


“jika petani tidak mendapatkan pembeli dan barangnya, ia akan menjualnya
pada harga yang lebih murah”

Kurva permintaan : turun dari kiri atas ke kanan bawah.


“harga dapat diturunkan dengan mengurangi permintaan”

Elastisitas permintaan :
“mengurangi margin keuntungan dengan menjual pada harga yang lebih
murah akan meningkatkan volume penjualan dan ini pada gilirannya akan
meningkatkan keuntungan”

Produk makanan bersifat inelastis :


“keuntungan untuk menghindari eksploitasi melalui penetapan harga yang
tinggi dan keuntungan besar seyogyanya dicari dari barang-barang yang
bukan merupakan kebutuhan pokok”

Keuntungan :
“kompensasi dari kepayahan perjalan, risiko bisnis dan ancaman keselamatan
diri si pedagang”

B. Dasar-Dasar Mikroekonomi Islam

1. Asumsi Rasionalitas
a) Asumsi Rasionalitas → anggapan bahwa manusia berperilaku secara
rasional (masuk akal).
b) Perilaku Rasional memiliki dua makna :
• Metode : Tindakan rasional adalah tindakan yang dipilih
berdasarkan pikiran yang beralasan, bukan berdasarkan
kebiasan/prasangka/emosi.
• Hasil : Tindakan rasional adalah tindakan yang benar-benar dapat
mencapai tujuan yang ingin dicapai.
c) Self interest rationality (Rasionalitas kepentingan pribadi) : Manusia
memilih alternatif berdasarkan kepentingan pribadinya.
d) Present-aim rationality : Manusia memilih alternatif berdasarkan
aksioma.
e) Kelengkapan (Completeness) : Dalam situasi apa pun seorang individu
selalu dapat menentukan secara pasti apa yang diinginkannya → “Ku
Tahu Yang Ku Mau” . Dalam bahasa fiqihnya : yakin, keyakinan, iman,
amantu.
f) Transitivitas (Transitivity) : Pilihan individu bersifat konsisten →
“Tidak Mencla- Mencle”. Dalam bahasa fiqihnya : istiqamah.
g) Kontinuitas (Continuity) : Alternatif yang mendekati alternatif yang
disukai cenderung dipilih → “Tak ada rotan, akar pun jadi”. Dalam
bahasa fiqihnya : Maa la yudrakukulluhu, la yutrakukulluhu (Jika tidak
dapat melakukan yang baik sepenuhnya, jangan meninggalkan yang baik
seluruhnya).
h) Kemonotonan yang kuat (Strong Monotonicity) : lebih banyak lebih baik.
i) Local Nonsatiation : seseorang dapat selalu berbuat lebih baik sekecil apa
pun.
j) Konveksitas Ketat (Strict Convexity) : Seseorang lebih menyukai yang
rata-rata daripada yang ekstrim.
2. Perspektif Islam tentang Asumsi Rasionalitas
a) Perluasan Konsep Rasionalitas (untuk transitivitas) : Prasyarat
transitivitas, utilitas dan infak (sedekah).
b) Perluasan Spektrum Utilitas (untuk Strong Monotonicity dan Local
Nonsatiation)
• Dalam Islam lebih banyak tidak selalu berarti lebih baik, asumsi
lebih banyak lebih baik hanya benar jika kita harus memilih
antara kedua barang halal (Kurva Indiferen : X halal, Y halal).
• Melonggarkan persyaratan kontinuitas (untuk permintaan barang
haram, karena bukan permintaan yang kontinu, permintaannya
berupa permintaan titik/point demand. Misal : permintaan untuk
daging babi jika tidak ada makanan yang tersedia, berapapun
harga daging babi saat itu, permintaanya yakni sejumlah tertentu
daging babi untuk memenuhi kebutuhan kelangsungan hidup)
• Economic value of time
• Diskon tidak disamaratakan semua barang
3. Rasionalitas Konsumsi Islami – Kurva IM (Iso-Maslahah)
Kaidah fiqih : “adh dharuratu tubihul mahzhuraat” (sesuatu yang darurat
membolehkan yang dilarang)
“...Barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia
1. Halal – Sesuai Perluasan spektrum utilitas (untuk strong
Halal budget line monotonicity dan local nonsatiation): lebih
banyak lebih baik
2. Halal – Y=0 Ambil yang halal, tinggalkan yang haram
Haram
3. Haram – X=0 Ambil yang halal, tinggalkan yang haram
Halal
4. Haram – Titik origin Ambil yang halal, tinggalkan yang haram
Haram (tidak
darurat)
5. Haram – Tidak Melonggarkan persyaratan kontinuitas
Haram optimal (untuk kontinuitas): menghitung permintaan
komoditi haram dalam keadaan darurat*
tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak
ada dosa baginya...” (al Baqarah : 173).

4. Utilitas (Imam Ghazali)


5. Fungsi Utility
Tingkat kepuasan (utility function) dalam ilmu ekonomi digambarkan
dengan kurva indiferen (indifference curve). Dalam membangun teori
utility function, digunakan tiga aksioma pilihan rasional, yaitu:
a) Completeness : setiap individu selalu dapat menentukan keadaan mana
yang lebih disukainya di antara dua keadaan. Contoh: A lebih disukai
daripada B atau B lebih disukai daripada A.
b) Transitivity : untuk memastikan adanya konsistensi internal dalam diri
individu dalam mengambil keputusan. Contoh: A lebih disukai
daripada B, B lebih disukai daripada C, maka seharusnya A lebih
disukai daripada C.
c) Continuity : bila A lebih disukai daripada B, maka keadaan yang
mendekati A pasti juga lebih disukai daripada B.
Ketiga aksioma inilah yang kemudian diterjemahkan ke dalam kurva
indiferen.

A. Teori Konsumsi, Permintaan, dan Pendapatan Islami


1. Teori Konsumsi Islami (Monzer Kahf)
Asumsi-asumsi:
a) Islam dilaksanakan masyarakat
b) Zakat hukumnya wajib
c) Tidak ada riba dalam perekonomian
d) Mudharabah wujud dalam perekonomian
e) Pelaku ekonomi bersikap rasional dan memaksimalkan maslahat

2. Teori Permintaan Islami : permintaan untuk basic needs masyarakat


miskin meningkat karena:
a) Kewajiban zakat.
b) Anjuran infaq dan shadaqah.
c) Kewajiban penyediaan kebutuhan dasar oleh negara.
3. Teori Pendapatan Islami: Y=FS+S
FS = Final Spending di jalan Allah, yang dimaksud seperti dalam hadits :
“Yang kamu miliki adalah apa yang telah kamu makan dan apa yang telah
kamu infakkan” (al Hadits)
Sehingga, persamaan dapat diubah menjadi: Y = (C + Infak) + S

4. Teori Penawaran dan Produksi Islami


a) Teori Penawaran Islami
• Hanya barang-barang halal dan thayyib yang diproduksi. (al
Baqarah : 168)
• Produksi diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan dasar
masyarakat.
• Keputusan ekonomi tidak hanya mempertimbangkan cost-
benefit di dunia saja, tapi juga di akhirat (falah)
• Perlindungan terhadap manusia, sumber daya alam, dan
lingkungan. (dar-ul fasad aula min janbil mashalih)

5. Sistem Bunga
Karakteristiknya adalah adanya biaya yang harus selalu dibayarkan oleh
produsen. Biaya bunga tersebut bagian dari fixed cost sehingga adanya
bunga akan meningkatkan total cost. Sementara, biaya bunga tidak
mempengaruhi kurva penerimaan (total revenue).
6. Sistem Bagi Hasil
Pada sistem bagi hasil, fixed cost tidak terpengaruh. Sementara, penerapan
sistem ini akan berpengaruh pada kurva total revenue (TR).
a) Revenue Sharing: bila yang disepakati adalah biaya ditanggung oleh
pelaksana, berarti yang dilakukan adalah bagi penerimaan. Dalam
sistem revenue sharing, kurva TR akan berputar sampai mendekati
garis horizontal sumbu X.
b) Profit Sharing: bila yang disepakati adalah biaya ditanggung oleh si
pemodal, berarti yang dilakukan adalah bagi untung. Dalam sistem
profit sharing, kurva TR hanya akan berputar di dalam “mulut buaya”
TR dan TC, yaitu area yang menggambarkan besarnya keuntungan. TR
tidak dapat berputar melewati TC, karena pada area itu sudah tidak ada
lagi keuntungan yang akan dibagihasilkan.
Revenue/profit sharing akan menghasilkan efisiensi produksi,
baik melalui minimalisasi biaya untuk memproduksi jumlah yang sama
maupun maksimalisasi produksi dengan jumlah biaya yang sama.
7. Penentu Kekayaan Suatu Negara (Muqaddimah – Ibnu Khaldun)
a) Tingkat produksi domestik
b) Neraca pembayaran yang positif

8. Pengaruh Zakat Perniagaan


a) Harta perniagaan adalah semua yang diperuntukkan untuk diperjual-
belikan dalam berbagai jenisnya, baik berupa barang seperti alat-alat,
pakaian, makanan, perhiasan, dll. Perniagaan tersebut diusahakan secara
perorangan atau perserikatan seperti CV, PT, Koperasi, dsb.
b) Nisabnya adalah 20 dinar (setara dengan 85 gram emas murni).
c) Haul (batas minimal waktu harta tersebut dimiliki, 1 tahun)
d) Besarnya zakat 2,5%
e) Dalam pengenaan zakat perniagaan, perilaku memaksimalkan laba
sejalan dengan memaksimalkan zakat. Hal ini tidak menghambat
usaha memaksimalkan laba seperti pajak.

B. Mekanisme Pasar
1. Mekanisme Pasar Menurut Ibnu Taimiyah
a) Ibnu Taimiyah dalam kitabnya “Hisbah fi al-Islami”
• Harga pasar: harga pasar haruslah terjadi dalam pasar yang
kompetitif dan tidak boleh ada penipuan. Penetapan pagu harga
pada waktu terjadi perbedaan pengenaan harga dari harga pasar
dengan mempertimbangkan nilai subjektif objek dari sisi penjual
dan pembeli. Selain itu, adanya konsep tentang keuntungan yang
adil (just profit), upah yang adil (just wage) dan kompensasi yang
adil (just compensation).
• Dalam kasus harga bahan pokok naik akibat manipulasi: harga
harus ditetapkan oleh pemerintah, penyediaan industri-industri
tertentu oleh pemerintah, dan pemerintah memperbaiki tingkat
pengupahan. Sebab industri-industri dan jasa-jasa yang berbeda
itu fardhu kifayah (merujuk pada pemikiran Al Ghazali)
• Pemerintah tidak perlu ikut campur dalam menentukan harga
selama pasar berjalan normal.
• Bila seluruh transaksi sudah sesuai aturan, kenaikan harga yang
terjadi merupakan kehendak Allah (5 abad kemudian Adam
Smith menyebutnya dengan invisible hand).
• Mengemukakan relevansi antara kredit dan penjualan. Ketika
menetapkan harga, para penjual harus memperhatikan
ketidakpastian pembayaran pada masa yang akan datang. Selain
itu, ia juga mengakui adanya kemungkinan penjual menawarkan
diskon untuk transaksi tunai.
• Mendukung kebebasan keluar-masuk pasar. Memaksa menjual
barang yang dilarang, dan melarang menjual barang yang
diperbolehkan, termasuk melanggar hukum.
• Mengkritik adanya kolusi antara penjual dan pembeli.
• Mendukung homogenitas, standarisasi produk, melarang
pemalsuan produk, melarang penipuan pengemasan produk.
• Bila ada monopoli barang kebutuhan pokok, pemerintah harus
melarangnya.
b) Ibnu Taimiyah dalam kitabnya “Majmu’ Fatawa”
Kritik atas anggapan masyarakat bahwa peningkatan harga semata-mata
akibat tindakan penjual yang tidak adil, dan manipulasi pasar:
• Harga ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan.
• Indikator penawaran adalah jumlah barang yang ditawarkan.
Kelangkaan dan melimpahnya barang bisa disebabkan oleh
tindakan yang adil (tekanan pasar otomatis, normal) maupun
tidak adil (penimbunan). Penawaran bisa datang dari domestik
(inefisiensi produksi) atau dari luar (penurunan jumlah impor).
• Indikator permintaan adalah jumlah banyaknya permintaan.
Permintaan sangat ditentukan oleh raghbah fi al-syai-in (selera) ,
al mu’awid (kualitas pembeli/ pendapatan), Tullab (jumlah
peminat), kondisi kepercayaan, serta cara, besaran, dan diskonto
dari pembayaran juga turut mempengaruhi.

c) Ibnu Khaldun dalam kitabnya “Muqaddimah – Bab Harga-Harga


Kota”
• Membagi jenis barang menjadi dua jenis, yaitu barang kebutuhan
pokok dan barang pelengkap.
• Di kota besar (populasinya bertambah banyak) maka pengadaan
barang-barang kebutuhan pokok akan mendapatkan prioritas
sehingga harga makanan sering kali menjadi murah.
“...penduduk kota itu memiliki makanan lebih fari kebutuhan
mereka. Akibatnya harga makanan seringkali menjadi murah…”
• Di kota kecil harga makanan sangat tinggi:
“Di kota-kota kecil dan sedikit penduduknya, bahan makanan
sedikit, ... orang-orang khawatir kehabisan makanan.
Karenanya, mereka mempertahankan dan menyimpan makanan
yang telah mereka miliki. Persediaan itu sangat berharga bagi
mereka, dan orang yang mau membelinya haruslah membayar
dengan harga tinggi”
• Di kota besar harga barang pelengkap tinggi:
“.. bila suatu tempat telah makmur, padat penduduknya, den
penuh dengan kemewahan, disitu akan timbul kebutuhan yang
besar akan barang-barang diluar kebutuhan sehari-hari... dan
ini, .. akan menyebabkan naiknya harga...”
• Barang dari luar bisa jadi mahal:
“.. bea cukai dipungut atas bahan makanan di pasar-pasar dan
di pintu-pintu kota... karenanya harga di kota lebih tinggi ...”
• Tetapi barang dari luar juga bisa jadi murah:
“.. namun, bila jarak antar kota dekat dan aman untuk melakukan
perjalanan, akan banyak barang yang diimpor sehingga ...
harga-harga akan turun ...”
- Menyinggung masalah laba, Ibnu Khaldun mengatakan bahwa
keuntungan yang wajar akan mendorong tumbuhnya
perdagangan. Keuntungan yang sangat rendah akan membuat
lesu perdagangan karena pedangan kehilangan motivasi,
sementara keuntungan yang sangat tinggi, akan melakukan
perdagangan karena permintaan konsumen akan melemah.

c) Mekanisme dan Intervensi Pasar Dalam Islam


• Dalam konsep ekonomi islam penentuan harga dilakukan oleh
kekuatan-kekuatan pasar, yaitu kekuatan permintaan dan
penawaran. Pertemuan permintaan dengan penawaran tersebut
haruslah terjadi secara rela sama rela (`an taraddim minkum),
tidak ada pihak yang merasa terpaksa untuk melakukan transaksi
pada harga tersebut (the price of the equivalent) atau istilah
fiqihnya thaman al mithl.
• Dalam konsep Islam, monopoli, duopoli, oligopoli, dan lainnya
tidak dilarang keberadaannya selama mereka tidak mengambil
keuntungan diatas keuntungan normal. Yang dilarang adalah
segala bentuk yang dapat menimbulkan ketidakadilan antara lain
:
- Transaksi riba
- Talaqqi rukban : mencegah pedagang desa masuk ke kota
agar mendapatkan keuntungan karena ketidaktahuan
pedagang desa akan harga yang berlaku di kota
- Mengurangi timbangan : harga sama, jumlah lebih sedikit
- Menyembunyikan kecacatan barang : harga baik, kualitas
buruk
- Menukar kurma kering dengan kurma basah:takaran kurma
basah saat kering berbeda
- Menukar satu takar kurma kualitas bagus dengan dua takar
kurma kualitas sedang – setiap kualitas kurma memiliki
harga pasarnya
- Ba’i Najasy : rekayasa permintaan, misal menyuruh orang
untuk memuji barang dagangannya dan menawar dengan
harga tinggi agar orang lain tertarik
- Ikhtikar : dengan menjual lebih sedikit barang untuk harga
yang lebih tinggi
- Ghaban faa-hisy (Ghaban besar) : menjual jauh diatas harga
pasar

d) Intervensi Pasar
• Usaha pemerintah menambah jumlah ketersediaan barang, dan
menjamin kelancaran perdagangan antar kota.
• Pada masa khalifah Umar r.a, harga gandum di Madinah naik,
maka pemerintah melakukan impor gandum dari Mesir. Karena
daya beli kaum Muslimin saat itu melemah, memaksa Umar r.a.
mengeluarkan sejenis cek yang dibagikan kepada mereka yang
berhak.
• Pemerintah bisa memaksa pedagang yang menahan barangnya
untuk menjual barangnya ke pasar.
• Pemerintah bisa membeli barang kebutuhan pokok tersebut
dengan uang Baitul Maal. Kemudian menjualnya dengan tangguh
bayar. Ini dilaksanakan jika daya beli masyarakat masih rendah.
Pemerintah bisa meminta si kaya untuk menambah kontribusinya.
Bila harta yang ada di Baitul = Mal tidak mencukupi

e) Intervensi Harga
• Ceiling Price : penetapan harga maksimum, ceiling price a
kan menyebabkan konsumen mendapatkan tambahan consumer
surplus dan bagi produsen akan menurunkan producer surplus.
• Floor price : penetapan harga terendah, floor price akan
menyebabkan produsen mendapat tambahan producer surplus
dan bagi konsumen akan menurunkan consumer surplus.
• Islam menentang intervensi harga, akan tetapi bila kenaikan
harga akibat adanya distorsi terhadap permintaan dan penawaran,
maka pemerintah boleh melakukannya (al Ghazali) bahkan wajib
(Ibnu Taimiyyah), dengan syarat keadaannya :
- Penjual tidak mau menjual barangnya kecuali pada harga
yang lebih tinggi daripada harga pasar, padahal masyarakat
membutuhkannya.
- Penjual menawarkan harga terlalu tinggi menurut
masyarakat, dan masyarakat meminta pada harga yang
terlalu rendah menurut penjual.
- Pemilik jasa menolak bekerja kecuali pada harga yang lebih
tinggi daripada harga pasar, padahal masyarakat
membutuhkannya.
• Hatib bin Abi Balta’ah menjual anggur kering pada harga
dibawah harga pasar. Umar r.a. langsung menegurnya: “Naikkan
hargamu pada harga pasar atau tinggalkan pasar kami”. Price
Intervention dibolehkan, sebab : melindungi penjual (dalam hal
profit margin) dan melindungi pembeli (dalam hal purchasing
power), mencegah penjual menaikkan harga dengan cara ikhtikar
atau ghaban faa hisy, dan melindungi kepentingan masyarakat
luas. (Ibnu Qudamah al Maqdisi).
• Islamic price intervention yang diusulkan oleh Ibn Taimiyah
malah melindungi kepentingan penjual dan pembeli. Islamic
market intervention tidak akan menimbulkan excess supply atau
excess demand serta dead weight loss seperti pada market
intervention konvensional.
• Fungsi (Mannan) :
- Fungsi ekonomi: berhubungan dengan peningkatan
produktivitas dan peningkatan pendapatan masyarakat
miskin melalui alokasi dan relokasi sumber daya ekonomi.
- Fungsi sosial: mempersempit kesenjangan antara
masyarakat kaya dan masyarakat miskin.
- Fungsi moral : upaya menegakkan nilai-nilai islami dalam
aktivitas perekonomian.
f) Hisbah dan Pengawasan Pasar
• Definisi
Hisbah merupakan sistem untuk memerintahkan yang baik dan
adil jika kebaikan dan keadilan secara nyata dilanggar atau tidak
dihormati, selain itu lembaga ini juga melarang kemungkaran dan
ketidakadilan ketika hal tersebut secara nyata sedang dilakukan
terkait dengan mencegah terjadinya kemungkaran ini salah satu
wewenang lembaga hisbah adalah pencegahan penipuan di pasar,
seperti masalah kecurangan dalam timbangan, ukuran maupun
pencegahan penjualan barang yang rusak serta tindakan-tindakan
yang merusak moral (Imam Mawardi dan Abu Ya’la).

• Landasan Hisbah
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan
mencegah dari yang mungkar, ...” (Ali Imron : 104)

• Pembentukan Hisbah
Cikal Bakal Hisbah telah ada sejak zaman Rasulullah SAW.,
ditandai dengan ditunjuknya muhtasib, di berbagai tempat. Mulai
dilembagakan secara resmi pada masa pemerintahan Umar r.a.
dengan cara “menunjuk seorang perempuan untuk mengawasi
pasar dari tindakan-tindakan penipuan”

C. Distorsi Pasar

1. Perbandingan Konsep Adil


a) Kapitalisme : you get what you deserved (anda dapat apa yang anda
upayakan)
b) Sosialisme : no one has a privilege to get more than others (tidak ada
seorangpun memiliki keistimewaan untuk mendapat lebih dari pada
yang lainnya)
c) Islam : laa tazhlimuuna wa laa tuzhlamuun (tidak menzalimi tidak pula
dizalimi)
d) Distorsi Pasar Dalam Islam
• Distorsi pasar adalah hal yang menyebabkan kondisi pasar
menjadi tidak efisien serta mengganggu para agen ekonomi
dalam memaksimalkan kesejahteraan sosial, ataupun pengertian
lain yang menyebutkan distorsi pasar adalah fakta lapangan yang
menyimpang dari teori-teori mekanisme pasar yang seharusnya
dilakukan. Segala gangguan pada mekanisme pasar, sehingga
pasar tidak memenuhi konsep keadilan dalam Islam.
• Bai’ Najasy => tindakan menciptakan false demand (permintaan
palsu), dengan membuat seakan-akan ada banyak permintaan
terhadap suatu produk miliknya, sehingga harga jual barang yang
diinginkan akan naik harganya. Upaya ini diantaranya:
- Menyebar isu yang dapat menarik orang lain untuk membeli
barang.
- Melakukan order pembelian semu untuk memunculkan efek
psikologis orang lain untuk membeli dan bersaing dalam
harga.
- Melakukan pembelian pancingan sehingga tercipta sentimen
pasar, bila harga sudah naik sampai level yang diinginkan,
maka yang bersangkutan akan melakukan aksi ambil untung
dengan melepas kembali barang yang sudah dibeli.
• Ihtikar => monopoli serta menimbun barang dengan maksud
untuk mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan
cara menjual lebih sedikit barang untuk harga yang lebih tinggi ,
atau istilah ekonominya monopoly’s rent-seeking.
• Tallaqi Rukban => tindakan yang dilakukan oleh pihak yang
mengetahui informasi lengkap tentang harga pasar yang membeli
barang dari produsen yang tidak mengetahui informasi lengkap
tentang pasar dengan tujuan mendapatkan harga yang lebih
murah (mencegat barang dagangan sebelum memasuki pasar).
• Tadlis => Ketidaklengkapan informasi yang diterima oleh salah
satu pihak.
• Taghrir => adanya ketidakpastian bagi kedua pihak, jika A
untung maka B rugi, atau sebaliknya (zero sum game).
• Ghaban faa hisy (menjual diatas harga pasar).
• kali bi kali (transaksi jual beli, dimana objek barang atau jasa
yang diperjualbelikan belum berpindah kepemilikan, namun
sudah diperjualbelikan kepada pihak lain).
• Terdapat dua harga dalam satu akad, misal: bila barang ini
dapat dilunasi dalam satu tahun maka marginnya adalah 20 %,
tapi seandainya lunas antara satu hingga dua tahun, maka
marginnya otomatis menjadi 40 %

D. Strategi Bersaing: Hambatan Masuk Keluar Industri

1. Hambatan Masuk
Hambatan masuk merupakan faktor-faktor yang menyebabkan pemain
lama mendapatkan keuntungan yang positif, dan pada saat yang sama
menyebabkan pemain baru tidak mendapatkan keuntungan untuk masuk ke
pasar.
a) Hambatan Masuk Struktural
• Kontrol atas Sumber Daya Pokok : Produsen yang menguasai
sumber daya pokok berpotensi untuk menjadi monopoli. Pemain
baru yang akan masuk pasar akan membatalkan niatnya ketika
memahami mereka akan kesulitan mendapatkan bahan baku
utama untuk produksi.
• Skala Ekonomi dan Cakupannya : Pemain lama yang telah
berhasil mencapai skala ekonomi yang besar, dapat menekan
biaya per unit menjadi lebih kecil dibandingkan pemain baru yang
skala ekonominya masih kecil.
• Keunggulan Marketing Pemain Lama : Paling tidak ada tiga
aspek pemasaran yang dapat menjadi hambatan masuk yaitu
merek (brand) pemain lama telah dikenal luas, jaringan
pemasaran dan agen penjualan pemain lama yang telah dibangun
serta kepercayaan yang telah terjalin antara pemain lama dan
jaringan pemasaran.
b) Hambatan Masuk Strategi
• Limit Pricing : Strategi pemain lama yang menetapkan harga
yang rendah sebelum masuknya pemain baru ke dalam pasar
karena dengan rendahnya harga tersebut pemain baru tidak
mendapatkan keuntungan. Sehingga strategi ini bertujun untuk
mencegah pesaing baru masuk ke pasar
• Predatory Pricing : Strategi yang menetapkan harga rendah
untuk mengeluarkan pesaing dari pasar. Dilaksanakan
dilaksanakan dengan cara menetapkan harga yang rendah setelah
pemain baru masuk, bertujuan agar pemain baru turur bereaksi
banting harga, akibatnya pemain baru rugi, sebab modalnya yang
belum kuat, hingga akhirnya pemain baru keluar dari pasar.
• Excess Capacity (Kapasitas berlebihan) : Komitmen nyata yang
kredibel dari pemain lama, sehingga pemain baru akan
melihatnya sebagai suatu kekuatan nyata untuk menghambatnya
masuk ke pasar. Hal ini dikarenakan pemain lama mampu
menetapkan harga yang rendah, sebab biaya rata-rata pemain
lama yang telah rendah, akibat telah tercapainya skala ekonomi
tertentu.

2. Hambatan Keluar
a) Dalam hal hambatan untuk keluar dari pasar , ada dua kategori yaitu :
• Internal => adanya biaya-biaya tetap
• Eksternal => adanya aturan dari pemerintah
b) Ketentuan:
• Jika harga pasar > ATC, maka ia akan masuk pasar (entry price)
• Jika harga pasar < AVC, maka ia akan keluar pasar (exit price)
• Jika AVC < harga pasar < ATC, maka ia akan tetap beroperasi,
sebab ini adalah hambatannya (exit barriers), jika memaksakan
keluar akan menimbulkan kerugian yang lebih banyak.
Referensi :
Karim, Adiwarman. 2012. Ekonomi Mikro Islami Edisi Keempat. Cet ke-4.
Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Arif, M. L. F. 2015. Distorsi Pasar Menurut Analisis Teori Pasar Islami.
Semarang : Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Walisongo. Dipetik 10 Juli
2015, dari academia.edu.

BAB 9
MAKRO EKONOMI ISLAM

A. Kepemilikan Dalam Islam


1. Macam-macam kepemilikan dalam Islam
a) Kepemilikan umum yang meliputi semua sumber daya alam (padat,
cair, gas) seperti minyak, besi, tembaga, emas, gas, dll. Termasuk
semua yang tersimpan di perut bumi dan semua bentuk energi, juga
industri berat yang menjadikan energi sebagai komponen utamanya.
Maka negara harus mengeksplorasi dan mendistribusikannya kepada
rakyat, baik dalam bentuk barang maupun jasa.
b) Kepemilikan negara yaitu semua kekayaan yang diambil negara,
termasuk bidang perdagangan, industri dan pertanian yang diupayakan
oleh negara, diluar kepemilikan umum. Semuanya ini dibiayai oleh
Negara sesuai dengan kepentingan negara.
c) Kepemilikan pribadi yang merupakan bentuk selain kepemilikan umum
dan negara. Kepemilikan ini bisa dikelola oleh individu sesuai dengan
hukum syara.

2. Pengelolaan kepemilikan (at-tasharruf fi al milkiyah)


a) Pembelanjaan harta (infaqul mal). Dalam pembelanjaan harta milik
individu yang ada, Islam memberikan tuntunan bahwa harta tersebut
pertama-tama haruslah dimanfaatkan untuk nafkah wajib seperti nafkah
keluarga, infak fi sabilillah, membayar zakat, dan lain-lain. Kemudian
nafkah sunnah seperti sedekah, hadiah dan lain-lain. Baru kemudian
dimanfaatkan untuk hal-hal yang mubah.
b) Pengembangan harta (tanmiyatul mal). Secara umum Islam telah
memberikan tuntunan pengembangan harta melalui cara-cara yang sah
seperti jual-beli, kerja sama syirkah yang Islami dalam bidang
pertanian, perindustrian, maupun perdagangan. Selain itu, Islam juga
melarang pengembangan harta yang terlarang seperti dengan jalan
aktivitas riba, judi, serta aktivitas terlarang lainnya.

3. Mekanisme pendistribusian kekayaan dalam Islam


a) Mekanisme ekonomi adalah mekanisme melalui aktivitas ekonomi
yang bersifat produktif, berupa berbagai kegiatan pengembangan harta
(tanmiyatul mal) dalam akad-akad muamalah dan sebab-sebab
kepemilikan (asbab at-tamalluk).
b) Mekanisme non-ekonomi adalah mekanisme yang tidak melalui
aktivitas ekonomi yang produktif, melainkan melalui aktivitas non-
produktif, misalnya pemberian (hibah, shadaqah, zakat, dll) atau
warisan.

B. Dasar Dasar Makro Ekonomi Islam

1. Variabel Utama Makro Ekonomi


a) Ekonomi makro atau makroekonomi adalah studi tentang ekonomi secara
keseluruhan. Makro-ekonomi menjelaskan perubahan ekonomi yang
mempengaruhi banyak masyarakat, perusahaan, dan pasar. Meskipun
ekonomi makro merupakan bidang pembelajaran yang luas, ada dua area
penelitian yang menjadi ciri khas disiplin ini: kegiatan untuk mempelajari
sebab dan akibat dari fluktuasi penerimaan negara jangka pendek (siklus
bisnis), dan kegiatan untuk mempelajari faktor penentu dari pertumbuhan
ekonomi jangka panjang (peningkatan pendapatan nasional). Model
makro-ekonomi yang ada dan prediksi-prediksi yang ada digunakan oleh
pemerintah dan korporasi besar untuk membantu pengembangan dan
evaluasi kebijakan ekonomi dan strategi bisnis.
2. Tiga Variabel Utama dalam makroekonomi :
a) Pertumbuhan ekonomi ← pendapatan nasional
b) Stabilitas perekonomian ← tingkat inflasi
c) Distribusi pendapatan ← tingkat pengangguran, tingkat konsumsi

3. Pendapatan Nasional
a) Pendapatan nasional : jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh
rumah tangga keluarga (RTK) di suatu negara dari penyerahan faktor-
faktor produksi dalam satu periode,biasanya selama satu tahun.
Pada gambar tersebut terlihat peran pemerintah yaitu
melakukan konsumsi dan juga mendapatkan pendapatan. Konsumsi
pemerintah dilakukan kepada perusahaan untuk membeli barang atau
jasa sementara kepada rumah tangga untuk membayar gaji, bunga,
ataupun transfer payment. Pendapatan pemerintah diperoleh dari pajak
yang dibayarkan oleh Perusahaan dan juga rumah tangga.
b) Pendapatan nasional dapat dihitung dengan tiga pendekatan, yaitu:
• Pendekatan pendapatan, dengan cara menjumlahkan seluruh
pendapatan (upah, sewa, bunga, dan laba) yang diterima rumah
tangga konsumsi dalam suatu negara selama satu periode tertentu
.Y=r+w+i+p
• Pendekatan produksi, dengan cara menjumlahkan nilai seluruh
produk jadi yang dihasilkan suatu negara.
• Pendekatan pengeluaran, dengan cara menghitung jumlah seluruh
pengeluaran untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi
dalam suatu negara selama satu periode tertentu. Y = C + I + G +
(X – M).

c) Kelemahan Pendapatan Nasional (menurut kritik ekonomi islam


Mustafa Edwin Nasution adalah kurang dapat menggambarkan
kesejahteraan suatu bangsa karena:
• Hanya produk yang masuk pasar yang dihitung sedangkan produk
yang dihasilkan dan dikonsumsi sendiri tidak tercakup dalam
GNP.
• GNP tidak menghitung nilai waktu istirahat (leisure time).
• Kejadian buruk seperti bencana alam tidak dihitung dlm GNP.
• Masalah polusi tidak dihitung dalam GNP.
d) Pendapatan Nasional menurut konsep Islam: Hal yang membedakan
adalah sistem ekonomi Islam menggunakan parameter falah
(kesejahteraan yang hakiki, yang memasukkan komponen rohaniah)
kesejahteraan ekonomi dan kesejahteraan sosial :
• Pendapatan Nasional harus dapat mengukur penyebaran
pendapatan individu rumah tangga.
• Pendapatan nasional harus dapat mengukur produksi di sektor
pedesaan.
• Pendapatan nasional harus dapat mengukur kesejahteraan
ekonomi yang islami.
• Perhitungan pendapatan nasional sebagai ukuran dari
kesejahteraan sosial islami melalui pendugaan nilai santunan
antar saudara dan sedekah.
“Perhitungan Pendapatan Nasional dalam Islam juga harus
mampu mengenali bagaimana interaksi instrument zakat, wakaf,
sedekah, dll dalam meningkatkan kesejahteraan. Ekonomi Islam
harus mampu menyediakan suatu cara untuk mengukur
kesejahteraan ekonomi dan kesejahteraan sosial berdasarkan
sistem moral dan sosial Islam”. (Mannan, 1984)

4. Inflasi
a) Inflasi : Meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus.
Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi
kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga)
pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi. Mengukur
tingkat inflasi: Indeks Harga Konsumen (IHK/CPI) atau dengan GDP
Deflator.
b) Jenis Inflasi berdasarkan penyebabnya:
• Demand Pull Inflation → karena tarikan permintaan
(permintaan naik, harga naik)
• Cost Push Inflation → karena dorongan penawaran (penawaran
turun, harga naik)
• Spiralling inflation → karena inflasi yang terjadi sebelumnya
• Imported inflation dan domestic inflation

c) Akibat inflasi dalam perspektif syariah:


• Menimbulkan gangguan pada fungsi uang, suatu fenomena
inflasi akan mengakibatkan inflasi berikutnya secara
simultan (self feeding inflation).
• Turunnya marginal propensity to save (MPS) .
• Meningkatkan konsumsi non-primer (marginal propensity
to consume).
• Mengarahkan investasi non-produktif, yaitu penumpukan
kekayaan (hoarding) dengan mengorbankan investasi
produktif, seperti pertanian, manufaktur, perdagangan, dll.

d) Dua sebab inflasi menurut Taqiyuddin Ahmad ibn al-Maqrizi


(1364-1441 M)
• Natural Inflation : Inflasi ini disebabkan oleh sebab-sebab
alamiah yang tiada seorangpun memiliki kendali atasnya untuk
mencegah. Dalam hal ini, disebabkan turunnya penawaran
agregatif (AS) atau naiknya permintaan agregatif (AD).
• Human Error Inflation, inflasi yang disebabkan hal-hal berikut:
Korupsi dan Administrasi yang buruk (corruption and red tape),
pajak yang berlebihan (excessive tax), Pencetakan uang dengan
maksud menarik keuntungan yang berlebihan (excessive
seigniorage).

5. Pengangguran
a) Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak
bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari
selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan
pekerjaan yang layak.
b) Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau
para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang
ada. Pengangguran menjadi masalah dalam perekonomian karena
dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan
masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya
kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.
c) Jumlah pengangguran dalam perekonomian diukur dengan angka
pengangguran, yaitu persentase pekerja-pekerja tanpa pekerjaan yang
ada di dalam angkatan kerja. Angkatan kerja hanya memasukan pekerja
yang aktif mencari kerja. Orang-orang pensiunan, mengejar pendidikan
atau yang tidak mendapat dukungan mencari kerja karena ketiadaan
prospek kerja, tidaklah termasuk didalam angkatan kerja.
d) Pengangguran sendiri bisa dibagi menjadi beberapa jenis:
• Pengangguran klasikal terjadi ketika gaji karyawan terlalu
tinggi sehingga pengusaha tidak berani memperkerjakan
karyawan lebih dari yang sudah ada. Gaji bisa menjadi terlalu
tinggi karena peraturan upah minimum atau adanya aktivitas
serikat pekerja.
• Pengangguran friksional terjadi apabila ada lowongan
pekerjaan untuk pekerja tetapi waktu untuk mencarinya
menyebabkan adanya periode dimana si pekerja tersebut menjadi
pengangguran.
• Pengangguran struktural meliputi beberapa jenis penyebab
pengangguran termasuk ketidakcocokan antara kemampuan
pekerja dan kemampuan yang dicari oleh pekerjaan yang ada.
Pengangguran besar-besaran bisa terjadi ketika sebuah ekonomi
mengalami masa transisi industri dan kemampuan para pekerja
menjadi tak terpakai. Pengangguran struktural itu juga cukup
mirip dengan pengangguran friksional karena dua-duanya
berkutat pada permasalahan ketidakcocokan kemampuan pekerja
dengan lowongan pekerjaan, tetapi pengangguran struktural
berbeda karena meliputi juga kebutuhan untuk menambah
kemampuan diri, tidak hanya proses pencarian jangka pendek.
• Pengangguran siklikal terjadi ketika pertumbuhan ekonomi
menjadi stagnan. Hukum Okun menunjukan hubungan empiris
antara pengangguran dan pertumbuhan ekonomi. Versi asli dari
Hukum Okun menyatakan bahwa 3% kenaikan keluaran
ekonomi akan mengakibatkan 1% penurunan angka
pengangguran.

6. Kebijakan Makro Ekonomi Umum


a) Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dibuat pemerintah untuk
mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan
pendapatan (berupa pajak) pemerintah. Dalam Konvensional : Sistem
pajak dan government expenditure. Pemerintah memiliki wewenang
dalam menetapkan tarif pajak.
b) Kebijakan Moneter
• Kebijakan moneter adalah kebijakan dari otoritas moneter (bank
sentral) dalam bentuk pengendalian agregat moneter (seperti uang
beredar, uang primer, atau kredit perbankan) untuk mencapai
perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan.
Perkembangan perekonomian yang diinginkan dicerminkan oleh
stabilitas harga, pertumbuhan ekonomi, dan kesempatan kerja
yang tersedia.
• Jenis Kebijakan Moneter:
- Kebijakan Moneter Ekspansif (Monetary expansive
policy/easy money policy) merupakan suatu kebijakan dalam
rangka menambah jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini
dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan
daya beli masyarakat (permintaan masyarakat) pada saat
perekonomian mengalami resesi atau depresi.
- Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary contractive
policy/tight money policy) merupakan suatu kebijakan dalam
rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini
dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi.
• Instrumen Kebijakan Moneter :
- Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation) : cara
mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau
membeli surat berharga pemerintah (government securities).
Apabila ingin meningkatkan jumlah uang yang beredar,
maka Bank sentral akan membeli surat berharga di
masyarakat. Begitu pula, sebaliknya.
- Kebijakan Diskonto (Discount Rate) : pengaturan jumlah
uang yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank
sentral pada bank umum.
- Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio) :
pengaturan jumlah uang beredar dengan memainkan jumlah
dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada
pemerintah.
- Imbauan Moral (Moral Persuasion) : imbauan pemerintah
kepada masyarakat dalam mengambil sikap terhadap suatu
kebijakan moneter.

7. Kebijakan Makro Ekonomi dalam Islam


a) Kebijakan Fiskal
• Kebijakan fiskal memegang peranan lebih penting dalam sistem
ekonomi islam dibandingkan kebijakan moneter. Hal ini disebakan
karena adanya larangan riba dan kewajiban zakat. Otoritas berada
di tangan baitul maal (national treasury). Baitul Al Maal
merupakan institusi kewenangan milik pemerintah yang
bertanggung jawab dalam menangani bea cukai dan berfungsi
dalam mengurus perbelanjaan pemerintah serta pengagihan zakat
untuk rakyat awam.

• Pada masa Rasulullah SAW terdapat qiradh. Qiradh berarti harta


yang diberikan pemiliknya kepada seseorang sebagai modal usaha
dan supaya dikembalikan kepadanya pada saat dia telah mampu
mengembalikannya. Institusi negara tersebut bertujuan
mewujudkan misi negara dalam mensejahterakan warga melalui
kebijakan sektor riil dan keuangan dengan menggunakan
instrumen-instrumen publik yang menjadi wewenangnya, seperti
zakat, kharaj-jizyah (pajak), investasi negara (al mustaglat), uang
beredar, infak-shadaqah, wakaf, dll.
• Dalam siklus ini, posisi Qirodh diperankan oleh Baitul Qirodh
ataupun BMT sebagai lembaga keuangan berbadan hukum
koperasi yang berfungsi sebagai sarana untuk memudahkan dan
memperlancar aktivitas kehidupan perekonomian dengan
mengumpulkan dana masyarakat yang tidak produktif dan
menyalurkannya ke dalam kegiatan produktif yang sistem
operasinya dilaksanakan menurut syariat Islam.
• Mekanisme selanjutnya adalah zakat, infaq, sodaqoh, wakaf, dan
pajak akan disalurkan kepada Baitul Al Maal. Kemudian Baitul Al
Maal melakukan pengeluaran dalam bentuk zakat, infaq, sodaqoh,
dan wakaf kepada golongan yang membutuhkan dari pihak rumah
tangga. Kemudian Rumah tangga akan menanamkan investasinya
pada Baitul Qiradh. Selanjutnya giliran baitul qiradh yang
menginvestasikan modalnya kepada Perusahaan.
Penerimaan Pengeluaran
Jenis Regulasi
Zakat Kebutuhan Dasar
Kharaj Kesejahteraan Sosial
Jizyah Pendidikan dan Penelitian
Ushur Infrastruktur (Fasilitas Publik)
Jenis Sukarela
Infaq-Shadaqah Kegiatan Keagamaan
Wakaf Administrasi Negara
Hibah-Hadiah Pertahanan dan Keamanan
Jenis Kondisional
Khums (Barang Temuan)
Pajak (Nawaib)
Keuntungan BUMN (Fay’)
Lain-lain
• Baitul maal menurut Ibnu Taimiyah memiliki peran sebagai:
- Diwan al Rawatib : mengadministrasikan gaji dan honor bagi
pegawai negeri dan tentara.
- Diwan al Jawali wal Mawarits al Hasyriyah : mengelola poll
taxes (jizyah) dan harta tanpa ahli waris.
- Diwan al Kharaj : memungut kharaj (pajak dalam
agrikultur).
- Diwan al Hilali : mengoleksi pajak bulanan
• Menurut Konsep ekonomi islam, kebijakan fiskal bertujuan untuk
mengembangkan suatu masyarakat yang didasarkan atas
distribusi kekayaan berimbang dengan menempatkan nilai-nilai
material dan spiritual pada tingkat yang sama. (Mannan, 1993)
• Penerimaan dan pengeluaran fiskal (APBN) zaman Rasulullah
SAW:
• Kebijakan dan Instrumen Fiskal pemerintahan islam:
- Sangat jarang terjadi anggaran defisit
- Sistem pajak proporsional (proportional tax)
- Besarnya kharaj rate ditentukan oleh produktivitas lahan,
bukan luasnya.
- Berlakunya regressive tax untuk zakat peternakan
- Perhitungan zakat perdagangan berdasarkan besarnya
keuntungan, bukan harga jual

- Porsi besar untuk pembangunan infrastruktur


- Manajemen yang baik untuk hasil yang baik
- Jaringan kerja antara baitul mal pusat dengan daerah

b) Kebijakan Moneter
• Kebijakan moneter dalam Islam memiliki fokus utama dalam
pemeliharaan perputaran sumber daya ekonomi, dengan hukum-
hukum syariah seperti ketiadaan suku bunga dalam ekonomi,
sehingga tidak ada lagi alasan bagi para pemegang dana untuk
menahan uangnya di pasar keuangan. Semakin berkembang pasar
keuangan berdampak pada peningkatan jumlah uang di pasar
keuangan yang menjadikan gap antara sektor moneter dan riil
semakin meningkat.
• Kebijakan moneter Islam mengantarkan pada pola regulator
untuk mengurangi gap jumlah uang antara sektor riil dan sektor
moneter dengan menghilangkan transaksi dan produk di pasar
keuangan yang tidak dilandasi oleh usaha produktif di sektor riil.
• Menurut (Solikin M. Juhro, 2020), kebijakan moneter dalam
Islam memiliki tujuan sebagai berikut:
- kesejahteraan ekonomi dengan kesempatan kerja penuh
- Keadilan sosio-ekonomi dan distribusi pendapatan dan
kekayaan, dan stabilitas nilai uang
• Dalam mencapai tujuan tersebut, instrumen moneter Islam
memiliki fungsi sebagai berikut:
- Menjaga keseimbangan antara sektor riil dengan sektor
keuangan dalam perekonomian
- Mencegah penumpukan jumlah uang di sektor keuangan
secara berlebihan
- Mencegah pelipatgandaan uang tanpa dilandasi kegiatan
produktif di sektor riil
- Meningkatkan daya tahan perekonomian pada masa krisis
- Menjadi channel untuk menyalurkan kelebihan dana di
perekonomian
- Mengoptimalkan alokasi sumber daya perekonomian.
• Dalam sistem ekonomi Islam, perumusan dan penentuan
instrumen moneter tentu harus mempertimbangkan strategi yang
sesuai dengan prinsip dan aturan Islam. Hal ini dapat dijelaskan
sebagai berikut (Uddin & Halim, 2015).
- Tidak ada interest bearing assets dalam perekonomian
- Peluang long term sama seperti peluang short term financing
- Tidak ada penimbunan uang (hoarding)
- Pembagian rate of profit (keuntungan) berdasarkan atas
profit sharing ratio
• Menurut (Karim, 2006), instrumen moneter Islam dapat
dibedakan berdasarkan tiga mazhab berikut:
- Mazhab Iqtiṣᾱduna
Pada masa awal Islam dapat dikatakan bahwa tidak
diperlukan suatu kebijakan moneter dikarenakan hampir
tidak adanya sistem perbankan dan minimnya penggunaan
uang. Jadi hampir tidak ada alasan untuk mengubah
penawaran dan permintaan uang karena kredit pada waktu itu
hanya berlaku di antara pedagang saja. Instrumen moneter
yang digunakan adalah Promissory Notes atau Bill Of
Exchange, surat ini dapat dijadikan sebagai pinjaman untuk
mendapatkan dana segar, namun surat tersebut tidak dapat
dimanfaatkan untuk tujuan kredit.

- Mazhab Mainstream

Tujuan dari kebijakan moneter adalah maksimalisasi sumber


daya (resources) yang ada agar dapat dialokasikan pada
kegiatan perekonomian yang produktif. Oleh sebab itu
mazhab ini merancang instrumen kebijakan yang ditujukan
untuk mempengaruhi besar kecilnya permintaan uang (Md)
agar dapat dialokasikan pada peningkatan produktivitas
perekonomian.

- Mazhab Alternatif

Sistem moneter yang dianjurkan oleh mazhab ketiga ini


adalah Syuratiq Process yaitu di mana suatu kebijakan yang
diambil oleh otoritas moneter adalah berdasarkan
musyawarah sebelumnya dengan sektor riil. Jadi kebijakan
yang ditempuh yang dituangkan dalam instrumen moneter
merupakan integrasi dan penyesuaian antara sektor moneter
dengan sektor riil. Dalam ekonomi Islam, tidak ada sistem
bunga sehingga bank sentral tidak dapat menerapkan
kebijakan discount rate.
• Muhammad Anwar melihat bank sentral sebagai konsep yang
tidak islami karena pengeluaran fiat money secara langsung
menimbulkan seigniorage (pendapatan yang diterima karena
mencetak uang). Dalam konteks pemerintahan islam yang ideal,
peran bank sentral digantikan oleh baitul maal (national treasury)
dan hisbah (market regulator). Dengan tidak diperkenankannya
penggunaan suku bunga dalam sistem perbankan Islam
berdampak pada kebijakan moneter yang ditujukan untuk sistem
ekonomi dan keuangan Islam yang lebih fokus pada pencapaian
besaran kuantitas produksi barang dan jasa di sektor riil. Berikut
instrumen moneter yang lebih diutamakan menurut beberapa
pakar dan studi literatur (Chapra, 2000; Sakti, 2007) yaitu:
1. Target Pertumbuhan Jumlah Uang Beredar,
2. Giro Wajib Minimum
3. Rasio Saham Publik Terhadap Giro
4. Batas Pemberian Pembiayaan
5. Alokasi Kredit Berdasarkan Nilai
6. Sukuk
7. Moral Suasion

c) Antara Zakat dan Pajak

• Zakat: Ketentuan wajib dalam sistem ekonomi (obligatory zakat


system), sehingga pelaksanaannya melalui institusi resmi negara
yang memiliki ketentuan hukum. Zakat dan wakaf memiliki peran
yang penting dalam kebijakan fiskal menurut konsep islam.
• Pengaruh zakat dalam perekonomian: Dengan asumsi bahwa
para muzakki adalah golongan yang umumnya bekerja sebagai
produsen, maka manfaat zakat oleh produsen akan dirasakan
melalui tingkat konsumsi yang terus terjaga, akibat zakat yang
mereka bayarkan dibelanjakan oleh para mustahik untuk
mengkonsumsi barang dan jasa dari produsen. Jadi, semakin
tinggi jumlah zakat semakin tinggi pula konsumsi yang dapat
mendorong perekonomian.

ZAKAT PAJAK
Arti Nama Bersih, bertambah, dan Utang, pajak, dan upeti
berkembanga
Dasar Hukum Alquran dan As-Sunnah UU suatu negara
Nisab dan Ditentukan Allah dan Ditentukan oleh negara lain
Tarif bersifat mutlak (nisab zakat yang bersifat relatif (pajak
memiliki ukuran tetap) berubah-ubah sesuai dengan
neraca anggaran negara)
Sifat Kewajiban yang bersifat Kewajiban yang sesuai
tetap dan terus-menerus dengan kebutuhan dan dapat
dihapuskan
Subjek Muslim Semua warga negara
Objek Alokasi 8 Golongan Untuk dana pembangunan dan
Penerima anggaran rutin
Harta yang Harta produktif Semua harta
Dikenakan
Syarat Ijab Disyaratkan Tidak disyaratkan
Kabul
Imbalan Pahala dari Allah dan Tersedianya barang dan jasa
keberkahan harta publik
Sanksi Dari Allah dan negara Dari negara
Motivasi Keimanan dan ketakwaan Ada pembayaran pajak
Pembayaran kepada Allah serta ketaatan dimungkinkan adanya
dan ketakutan pada negara manipulasi besarnya jumlah
beserta sanksinya harta wajib pajak
Perhitungan Dipercayakan pada Muzaki Selalu menggunakan jasa
dan dapat juga dibantu oleh akuntan pajak
Amil

C. Uang

1. Definisi Uang
Uang diartikan sebagai segala sesuatu yang diterima secara umum sebagai
alat pembayaran yang sah.
2. Jenis Uang
a) Uang Barang (Commodity Money), yaitu alat tukar yang memiliki nilai
komoditas atau bisa diperjualbelikan. Ada 3 syarat utama barang bisa
dijadikan uang: kelangkaan yaitu persediaan barang itu harus terbatas,
daya tahan yaitu barang tersebut harus tahan lama, nilai tinggi yaitu
barang yg dijadikan uang harus bernilai tinggi, sehingga tidak
memerlukan jumlah yang banyak dalam melakukan transaksi.
b) Uang kertas (Token Money) – fiat money
c) Uang Giral adalah uang yg dikeluarkan oleh bank-bank komersial
melalui pengeluaran Cek dan alat pembayaran giro lainnya.

3. Uang dalam Pandangan Islam


a) Uang dinar adalah mata uang emas yang diambil dari zaman romawi
dan uang dirham adalah mata uang perak warisan peradaban Persia.
b) Dinar dan dirham diperoleh bangsa arab dari hasil perdagangan yang
mereka lakukan dengan bangsa-bangsa di seputar jazirah arab.
c) Dinar dan dirham bukan diterapkan dengan berdasarkan nilai nominal,
melainkan berdasarkan beratnya. Cenderung stabil jangka panjang,
kurs dinar dirham (1:10).
d) Perkembangan emas sebagai standar peredaran uang mengalami tiga
kali evolusi, yaitu: the gold coin standard, the gold bullion standard, dan
the gold exchange standard.
4. Perbedaan Fungsi Uang antara sistem ekonomi konvensional dan Islam
a) Dalam ekonomi konvensional, dikenal 3 fungsi uang, yaitu sebagai alat
pertukaran (medium of exchange), satuan nilai (unit of account), dan
penyimpan nilai (store of value).
b) Dalam ekonomi Islam hanya mengenal uang dalam fungsinya sebagai
alat pertukaran (medium of exchange), yaitu media untuk mengubah
barang dari satu bentuk kepada bentuk lain. Fungsi lainnya adalah
sebagai satuan nilai (unit of account).
c) Teori konvensional memasukkan alat penyimpan nilai (store of value)
sebagai salah satu fungsi uang, termasuk motif money demand for
speculation. Akan tetapi, hal ini tidak diperbolehkan dalam Islam,
karena Islam hanya memperbolehkan uang untuk bertransaksi dan
berjaga-jaga. Sama sekali menolak untuk spekulasi. Konsep uang
dalam ekonomi Islam berbeda dengan konsep ekonomi konvensional.
d) Menurut ekonomi Islam, uang adalah uang, bukan capital. Sementara
itu, dalam konsep ekonomi konvensional, konsep uang tidak jelas.
Misalnya, dalam buku Money, Interest, and Capital (1989) oleh Colin
Rogers, uang diartikan bertukaran (interchangeability), sebagai uang
atau sebagai capital. Ketidakjelasan dalam konsep ini bisa
menimbulkan kekacauan. Perbedaan lainnya, menurut konsep ekonomi
Islam, uang adalah sesuatu yang bersifat flow concept, sedangkan
kapital bersifat stock concept.
e) Menurut konsep ekonomi Islam, capital is private goods, sedangkan
money is public goods. Uang yang mengalir adalah public goods (flow
concept), sedangkan yang mengendap sebagai milik seseorang (stock
concept) adalah milik pribadi (private goods). Dengan demikian, jika
dan hanya jika uang diinvestasikan dalam proses produksi, kita akan
memperoleh keuntungan. Sedangkan dalam konsep ekonomi
konvensional, mereka tetap menginginkan keuntungan tanpa
mempedulikan apakah uang itu diinvestasikan pada proses produksi
atau tidak.
f) Uang kertas ketika telah menjadi alat pembayaran yang sah, meskipun
tidak dilatarbelakangi lagi oleh emas, maka kedudukannya dalam
hukum sama dengan emas dan perak, maka riba pun berlaku pada uang
kertas.
g) Thomas Gresham (1519-1579) menyatakan teori “bad money drives
out good money”, yang mana telah disampaikan oleh Ibnu Taimiyah
300an tahun sebelumnya, bahwa: uang dengan kualitas buruk (fulus/
uang dari tembaga) akan menendang keluar uang kualitas baik (dinar
dirham). Fulus digunakan secara luas sehingga dirham hilang dari
peredaran dan inflasi membumbung.
5. Teori permintaan uang (Keynes)
a) Money demand for transactions
b) Money demand for precautionary
c) Money demand for speculations
Pada dasarnya Islam tidak memperbolehkan adanya praktik sistem suku
bunga. Selain itu, tindakan spekulasi termasuk ke dalam praktik maysir
yang tidak diperbolehkan dalam Islam. Jika dikaitkan dengan motif
memegang uang, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam Islam hanya
terdapat dua motif yang diakui untuk menjadi bahan pertimbangan dalam
memegang uang, yaitu motif transaksi dan kewaspadaan, tidak ada motif
spekulasi.
6. Konsep Uang Beredar dalam ketiga mazhab ekonomi islam:
a) Mazhab Iqtishaduna/ Baqir As Sadr: Jumlah uang beredar (JUB)
merupakan elastis sempurna karena pemerintah sebagai pemegang
otoritas moneter tidak mampu mempengaruhi JUB.
b) Mazhab Mainstream: Penawaran uang bersifat inelastik sempurna
karena secara penuh dipengaruhi oleh otoritas moneter (negara).
c) Mazhab Alternatif: Nilai dan JUB bukanlah sebuah variabel yang
berdiri sendiri. (upward sloping).

7. Time Value of Money dan Money Value of Time


a) Teori keuangan konvensional mendasarkan argumen interest (bunga)
dengan konsep time value of money. Validitas teori ini akan dibantah
dengan konsep yang lebih tepat dalam ekonomi islam, yaitu economic
value of time.
b) Dalam ekonomi konvensional time value of money didefinisikan
sebagai berikut: “a dollar today is worth more than a dollar in the future
because a dollar today can be invested to get a return”. Definisi ini
tidak akurat karena setiap investasi selalu mempunyai kemungkinan
untuk mendapat positif, negatif, atau no return. Itu sebabnya dalam teori
keuangan, selalu disebut risk-return relationship.
c) Menurut ekonom konvensional, ada dua hal yang mendasari konsep
time value of money, yakni: presence of inflation dan preference present
consumption to future consumption. Ekonomi syariah menolak keadaan
yang disebut al ghunmu bi la ghurmi (gaining return without
responsible for any risk) dan al-kharaj bi la dhaman (gaining income
without responsible for any expenses). Keadaan yang juga ditolak oleh
teori ilmu keuangan berdasarkan prinsip return goes along with risk.

8. Uang dan Stabilitas Ekonomi


a) Pandangan Aliran Monetarist
Teori mereka yang pokok adalah adanya hubungan antara kuantitas
uang dan harga- harga, di mana money supply merupakan faktor
penentu utama tingkat harga. Dalam jangka pendek, money supply
merupakan determinan penting yang dapat mempengaruhi aktivitas
perekonomian. Antara money supply dengan GNP terdapat hubungan
langsung dan meyakinkan. Asumsi Utama aliran monetaris: velocity of
money stabil dan predictable. Tokoh : John Locke, David Hume, David
Ricardo, John Stuart Mill, Irving fisher, Milton Friedman.
b) Pandangan Aliran Keynesian
Kaum Keynesian berpendapat bahwa money supply mempengaruhi
GNP dengan cara yang tidak langsung dan tidak meyakinkan, terutama
karena anggapan bahwa velocity tidak stabil dan unpredictable.
Keynesian sangat menekankan motif spekulasi dalam memegang uang,
sedangkan Monetarist menekankan motif transaksi.
c) Pandangan Ekonom Austria
Ekonom Austria menyalahkan penggunaan fiat money sebagai
penyebab utama terjadinya berbagai macam krisis.
d) Pemikiran Masudul Alam Choudury
Islam menghendaki currency value of spending, yaitu representasi dari
real value of spending, dan harga sebagai biaya moneter yang
berfungsi untuk menyeimbangkan antara volume sektor riil dengan
sektor keuangan.
e) Pemikiran Umer Chapra
• Target pertumbuhan dalam M dan M0, M adalah pertumbuhan
peredaran uang yg diinginkan sedangkan M0 adalah uang yang
berdaya tinggi angyg didefinisikan sebagai mata uang dalam
sirkulasi ditambah deposito pada Bank Sentral.
• Saham publik terhadap deposito uang giral, sebagian uang giral
bank komersial harus dialihkan kepada pemerintah untuk
membiayai proyek-proyek yang bermanfaat secara sosial.
• Cadangan Wajib Resmi, bank-bank komersial diwajibkan
menahan suatu proporsi tertentu misal 10-20% dari deposito uang
giral mereka dan disimpan di Bank sentral sbg Cadangan Wajib.
• Pembatasan Kredit

f) Upaya Stabilisasi Mata Uang Emas dalam Konsep Ekonomi


• Kestabilan Mata Uang Emas menurut Quantity Theory of Money
(Milton Friedman) → Fiduciary money standard yang
didasarkan atas pertumbuhan moneter yang terprediksi dan
teratur dapat menghasilkan stabilitas tingkat harga dan output
yang lebih baik daripada kembali kepada standar emas.
• Kestabilan Standar Emas dalam perspektif Monetarist → Nilai
tukar dalam standar emas relatif lebih stabil dibandingkan fiat
money dan akan membawa keseimbangan antara sektor keuangan
(moneter) dengan sektor riil.
• Kestabilan standar emas menurut Umar Vadillo → akan
terhindar dari inflasi. Harus dilakukan monetisasi emas.

Sumber:
Karim, Adiwarman. 2012. Ekonomi Makro Islami Edisi Keempat. Cet ke-5.
Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Madya, Salman. Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional. Kementerian
Agama Provinsi Sumatera Selatan.

BAB 10
LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

A. Definisi Lembaga Keuangan Syariah

1. Lembaga Keuangan Syariah (LKS) menurut Dewan Syariah Nasional (DSN)


adalah lembaga keuangan yang mengeluarkan produk keuangan syariah dan
yang mendapat izin operasional sebagai Lembaga Keuangan Syariah. Definisi
ini menegaskan bahwa sesuatu LKS harus memenuhi dua unsur, yaitu unsur
kesesuaian dengan syariah islam dan unsur legalitas operasi sebagai lembaga
keuangan.
2. Unsur kesesuaian suatu LKS dengan syariah islam secara tersentralisasi diatur
oleh DSN, yang diwujudkan dalam berbagai fatwa yang dikeluarkan oleh
lembaga tersebut.

B. Sejarah Lembaga Keuangan Syariah

1. Diskusi mengenai sejarah LKS tidak bisa dilepaskan dari pembahasan


mengenai kemunculan perbankan syariah di seluruh dunia pada era 1940-
an. Ide-ide tentang LKS atau bank yang bebas bunga sudah mulai
bermunculan.
2. Ide-ide tentang LKS atau bank bebas bunga dilontarkan oleh beberapa
pemikir Islam dalam beberpa tulisan mereka tentang perbankan syariah,
seperti Muhammad Hamidullah (1944-1962), Anwar Qureshi (1946),
Naiem Siddiq (1948) dan Mahmud Ahmad (1962) serta al-Mahdudi (1962)
yang menulis kembali pemikiran tersebut secara lebih rinci.

C. Karakter Dan Prinsip Lembaga Keuangan Syariah

1. Keadilan, yakni berbagi keuntungan atas dasar penjualan riil sesuai


kontribusi dan risiko masing-masing pihak.
2. Kemitraan, yang berarti posisi nasabah investor (penyimpan dana) dan
pengguna dana serta lembaga keuangan itu sendiri sejajar sebagai mitra
usaha yang saling bersinergi untuk memperoleh keuntungan.
3. Transparansi, lembaga keuangan syariah akan memberikan laporan
keuangan secara terbuka dan berkesinambungan agar nasabah investor
dapat mengetahui kondisi dananya.
4. Universal, yang artinya tidak membedakan suku, agama, ras, dan golongan
dalam masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin.

D. Ciri-Ciri Lembaga Keuangan Syariah


1. Dalam menerima titipan dan investasi, LKS harus sesuai dengan fatwa
Dewan Pengawas Syariah.
2. Hubungan antara investor (penyimpan dana), pengguna dana, dan LKS
sebagai intermediary institution, berdasarkan kemitraan, bukan hubungan
debitur-kreditur.
3. Bisnis LKS bukan hanya berdasarkan profit oriented, tetapi juga falah
oriented, yakni kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat.
4. Konsep yang digunakan dalam transaksi LKS berdasarkan prinsip
kemitraan bagi hasil, jual beli atau sewa menyewa guna transaksi komersial,
dan pinjam-meminjam (qardh/ kredit) guna transaksi sosial.
5. LKS hanya melakukan investasi yang halal dan tidak menimbulkan
kemudharatan serta tidak merugikan syiar Islam.

E. Prinsip-Prinsip Lembaga Keuangan Syariah

1. Larangan menerapkan bunga pada semua bentuk dan jenis transaksi.


2. Menjalankan aktivitas bisnis dan perdagangan berdasarkan pada kewajaran
dan keuntungan yang halal.
3. Mengeluarkan zakat dari hasil kegiatannya.
4. Larangan menjalankan monopoli.
5. Bekerja sama dalam membangun masyarakat, melalui aktivitas bisnis dan
perdagangan yang tidak dilarang oleh Islam.

F. Jenis-Jenis Lembaga Keuangan Syariah

1. Lembaga Keuangan Syariah Berbentuk Bank


a) Bank Umum Syariah/ Perbankan Syariah
Perbankan Syariah adalah Badan Usaha yang menjalankan fungsi
menghimpun dana dari pihak yang surplus dana kemudian menyalurkan
kepada pihak yang defisit dana dan menyediakan jasa keuangan lainnya
berdasarkan prinsip syariah Islam. Secara garis besar produk perbankan
syariah dapat dibagi menjadi tiga yaitu Produk penyaluran dana
(Murabahah, As-salam, Istishna, Ijarah, Musyarakah, dan Mudharabah)
produk penghimpunan dana (Prinsip Wadiah dan Prinsip Mudharabah),
dan produk jasa yang diberikan bank kepada nasabahnya seperti Sharf
(Jual Beli Valuta Asing).
b) Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS)
Menurut undang-undang (UU) Perbankan No. 7 tahun 1992, BPR
adalah lembaga keuangan yang menerima simpanan uang hanya dalam
bentuk deposito berjangka tabungan, dan atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dalam bentuk itu dan menyalurkan dana sebagai usaha
BPR. Pada UU Perbankan No. 10 tahun 1998, disebutkan bahwa BPR
adalah lembaga keuangan bank yang melaksanakan kegiatan usahanya
secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah.
Pengaturan pelaksanaan BPR yang menggunakan prinsip syariah
tertuang pada surat Direksi Bank Indonesia No.
32/36/KEP/DIR/tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip
Syariah tanggal 12 Mei 1999. Dalam hal ini pada teknisnya BPR
syariah beroperasi layaknya BPR konvensional namun menggunakan
prinsip syariah. UU BPR Syariah kemudian dipertegas dalam kegiatan
operasional BPR Syariah dalam pasal 27 SIK DIR. BI 32/36/1999,
sebagai berikut:
• Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang
meliputi:
- Tabungan berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah;
- Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah;
- Bentuk lain yang menggunakan prinsip wadiah atau
mudharabah.
• Melakukan penyaluran dana melalui:
- Transaksi jual beli melalui prinsip murabahah, istishna,
salam, ijarah, dan jual beli lainnya;
- Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah,
musyarakah, dan bagi hasil lainnya;
- Pembiayaan lain berdasarkan prinsip rahn dan qardh.
• Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan BPR Syariah
sepanjang disetujui oleh Dewan Syariah Nasional.
c) Lembaga Keuangan Syariah Non Bank
• BMT (Baitul Mal Wa Tamwil)
BMT terdiri dari dua istilah, yaitu baitul mal dan baitut
tamwil. Baitul maal lebih mengarah pada usaha-usaha
pengumpulan dan penyaluran dana yang non profit, seperti zakat,
infak dan shodaqoh. Sedangkan baitut tamwil sebagai usaha
pengumpulan dan dan penyaluran dana komersial.
Baitul Maal wat Tamwil (BMT) atau Balai Usaha Mandiri
Terpadu, adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan
dengan prinsip bagi hasil, menumbuh kembangkan derajat dan
martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin,
ditumbuhkan atas prakarsa dan modal awal dari tokohtokoh
masyarakat setempat dengan berlandaskan pada sistem ekonomi
yang salam. BMT mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut:
- Penghimpun dan penyalur dana, dengan menyimpan uang di
BMT, uang tersebut dapat ditingkatkan utilitasnya, sehingga
timbul unit surplus (pihak yang memiliki dana berlebih) dan
unit defisit (pihak yang kekurangan dana).
- Pencipta dan pemberi likuiditas, dapat menciptakan alat
pembayaran yang sah yang mampu memberikan kemampuan
untuk memenuhi kewajiban suatu lembaga/perorangan.
- Sumber pendapatan, BMT dapat menciptakan lapangan kerja
dan memberi pendapatan kepada para pegawainya.
- Pemberi informasi, memberi informasi kepada masyarakat
mengenai risiko keuntungan dan peluang yang ada pada
lembaga tersebut.
- Menjadi perantara keuangan (Financial Intermediary) antara
aghniya sebagai shahibul maal dengan dua’afa sebagai
mudharib, terutama untuk dana-dana sosial seperti zakat,
infak, sedekah, wakaf dan hibah. (Unggul Priyadi, 2017: 17).
• Asuransi Syariah
Kata asuransi berasal dari bahasa inggris, “insurance”.
Dalam bahasa arab istilah asuransi biasa diungkapkan dengan
kata at-tamin yang secara bahasa berarti tuma’ ninatun nafsi wa
zawalul khauf, tenangnya jiwa dan hilangnya rasa takut. Asuransi
menurut UU RI No.2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian,
yang dimaksud dengan asuransi yaitu perjanjian antara dua belah
pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan
diri dengan pihak tertanggung, dengan menerima premi asuransi
untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena
kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga
yang mungkin diderita tertanggung, yang timbul dari suatu
peristiwa yang tak pasti atau untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seeseorang yang dipertanggungkan.
Sedangkan pengertian asuransi syariah menurut fatwa DSN-
MUI adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong
diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam
bentuk aset dan atau tabarru’ memberikan pola pengembalian
untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai
dengan syariah. Adapun prinsip-prinsip asuransi adalah sebagai
berikut:
- Saling Membantu dan Bekerjasama “Dan tolong-
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran…” (Q.S. Al-Maidah: 2) “Allah senantiasa
menolong hamba-Nya selama ia menolong sesamanya.”
(HR. Abu Daud) “Barangsiapa yang memenuhi kebutuhan
saudaranya, Allah akan memenuhi kebutuhannya.” (HR.
Bukhari, Muslim dan Abu Daud).
- Saling melindungi dari berbagai macam kesusahan dan
kesulitan Seperti membiarkan uang menganggur dan tidak
berputar dalam transaksi yang bermanfaat bagi masyarakat
umum. ‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama suka di antara kamu…’ (Q.S. An-Nisa’ :29).
- Saling bertanggung jawab.
- Menghindari unsur gharar, maysir dan riba Islam
menekankan aspek keadilan, suka sama suka dan
kebersamaan menghadapi resiko dalam setiap usaha dan
investasi yang dirintis. Aspek inilah yang menjadi tawaran
konsep untuk menggantikan gharar, maysir dan riba yang
selama ini terjadi di lembaga konvensional.

• Pegadaian Syariah
Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1150,
gadai adalah suatu hak yang diperoleh pihak yang mempunyai
piutang atas suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut
diserahkan oleh pihak yang berutang kepada pihak yang
berpiutang. Pihak yang berutang memberikan kekuasaan kepada
pihak yang mempunyai piutang untuk memiliki barang yang
bergerak tersebut apabila pihak yang berutang tidak dapat
melunasi kewajibannya pada saat berakhirnya waktu pinjaman.
Sesuai dengan landasan konsep di atas, pada dasarnya Pegadaian
Syariah berjalan di atas dua akad transaksi syariah:
- Akad Rahn. Rahn yang dimaksud adalah menahan harta
milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang
diterimanya, pihak yang menahan memperoleh jaminan
untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya.
Dengan akad ini Pegadaian menahan barang bergerak
sebagai jaminan atas utang nasabah.
- Akad Ijarah. Yaitu akad pemindahan hak guna atas barang
dan atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya sendiri.
Melalui akad ini dimungkinkan bagi Pegadaian untuk
menarik sewa atas penyimpanan barang bergerak milik
nasabah yang telah melakukan akad. Rukun dari akad
transaksi tersebut meliputi (a) Orang yang berakad: Yang
berhutang (rahin) dan Yang berpiutang (murtahin); (b) Sighat
(ijab qabul).; (c) Harta yang di-rahn-kan (marhun) (d)
Pinjaman (marhun bih).
Dari landasan Syariah tersebut maka mekanisme operasional
Pegadaian Syariah dapat digambarkan sebagai berikut: Melalui
akad rahn, nasabah menyerahkan barang bergerak dan kemudian
Pegadaian menyimpan dan merawatnya di tempat yang telah
disediakan oleh Pegadaian.
Akibat yang timbul dari proses penyimpanan adalah
timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat
penyimpanan, biaya perawatan dan keseluruhan proses
kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan bagi Pegadaian
mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang
disepakati oleh kedua belah pihak. Pegadaian Syariah akan
memperoleh keuntungan hanya dari bea sewa tempat yang
dipungut bukan tambahan berupa bunga atau sewa modal yang
diperhitungkan dari uang pinjaman.

• Reksadana Syariah
Reksadana adalah sebuah wadah dimana masyarakat dapat
menginvestasikan dananya dan oleh pengurusnya (manajer
investasi) dana itu diinvestasikan ke portofolio efek. Reksadana
merupakan jalan keluar bagi para pemodal kecil yang ingin ikut
serta dalam pasar modal dengan modal minimal yang relatif kecil
dan kemampuan menanggung risiko yang sedikit. Pada reksadana
syariah dana akan disalurkan kepada saham syariah dan surat
berharga syariah seperti sukuk.
• Saham Syariah
Saham syariah adalah kepemilikan atas usaha tertentu dimana usaha
tersebut harus sesuai dengan prinsip syariah Islam. Sedangkan
kegiatan transaksi saham syariah tidak berbeda jauh dengan saham
konvensional. Oleh sebab itu, sudah menjadi kewajiban pejuang
ekonomi syariah untuk terus mengkaji saham syariah lebih syar’i
dalam transaksinya. Akad antara investor dengan lembaga hendaknya
dilakukan dengan sistem mudharabah/qiradh.
• Sukuk
Sukuk adalah surat berharga yang diterbitkan berdasarkan prinsip
syariah sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset surat
berharga syariah, yang dijual kepada individu atau perseorangan
melalui agen penjual dengan volume minimum yang telah ditentukan.
Tujuan penerbitan sukuk adalah membiayai anggaran perusahaan,
diversifikasi sumber pembiayaan, memperluas basis investor,
mengelola portofolio pembiayaan. Dalam melakukan transaksi
Reksadana Syariah tidak diperbolehkan melakukan tindakan
spekulasi, yang didalamnya mengandung gharar seperti najsy
(penawaran palsu). Ada beberapa hal yang juga harus diperhatikan
dalam investasi syariah ini.

• Kelembagaan
Dalam syariah Islam belum dikenal lembaga badan hukum
seperti sekarang. Tapi lembaga badan hukum ini sebenarnya
mencerminkan kepemilikan saham dari perusahaan yang secara
syariah diakui. Namun demikian, dalam hal reksa dana syariah,
keputusan tertinggi dalam hal keabsahan produk adalah Dewan
Pengawas syariah yang beranggotakan beberapa alim ulama dan
ahli ekonomi syariah yang direkomendasikan oleh Dewan
Pengawas Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. Dengan
begitu proses di dalam akan terus diikuti perkembangannya agar
tidak keluar dari jalur syariah yang menjadi prinsip investasinya.
• Hubungan investor dan perusahaan
Akad antara investor dengan lembaga hendaknya dilakukan
dengan sistem mudharabah. Secara teknis, al-mudharabah adalah
akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama
menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya
menjadi pengelola. Keuntungan secara mudharabah dibagi
menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan
apabila rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian
tersebut bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian
tersebut karena kecurangan atau kelalaian pengelola maka
pengelola harus bertanggungjawab atas kerugian tersebut. Dalam
hal ini transaksi jual beli, saham-saham dalam reksa dana syariah
dapat diperjual belikan.
Saham-saham dalam reksa dana syariah merupakan yang
harta (mal) yang dibolehkan untuk diperjual belikan dalam
syariah. Tidak adanya unsur penipuan (gharar) dalam transaksi
saham karena nilai saham jelas. Harga saham terbentuk dengan
adanya hukum supply and demand. Semua saham yang
dikeluarkan reksa dana tercatat dalam administrasi yang rapih dan
penyebutan harga harus dilakukan dengan jelas.
• Kegiatan investasi reksa dana
Dalam melakukan kegiatan investasi reksa dana syariah
dapat melakukan apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan
syariah, diantara investasi tidak halal yang tidak boleh dilakukan
adalah investasi dalam bidang perjudian, pelacuran, pornografi,
makanan dan minuman yang diharamkan, lembaga keuangan
ribawi dan lain-lain yang ditentukan oleh Dewan Pengawas
Syariah. Dalam kaitannya dengan saham-saham yang
diperjualbelikan di bursa saham, BEJ sudah mengeluarkan daftar
perusahaan yang tercantum dalam bursa yang sesuai dengan
syariah Islam atau saham-saham yang tercatat di Jakarta Islamic
Index (JII). Dimana saham-saham yang tercantum didalam indeks
ini sudah ditentukan oleh Dewan Syariah. Dalam melakukan
transaksi reksa dana syariah tidak diperbolehkan melakukan
tindakan spekulasi, yang didalamnya mengandung gharar seperti
penawaran palsu dan tindakan spekulasi lainnya.
• Obligasi Syariah
Obligasi syariah di dunia internasional dikenal dengan
sukuk. Sukuk berasal dari bahasa Arab “sak” (tunggal) dan
“sukuk” (jamak) yang memiliki arti mirip dengan sertifikat atau
note. Dalam pemahaman praktisnya, sukuk merupakan bukti
(claim) kepemilikan. Sebuah sukuk mewakili kepentingan, baik
penuh maupun proporsional dalam sebuah atau seumpulan aset.
Jika ditinjau dari aspek akad, obligasi dapat dimodifikasi ke
pelbagai jenis seperti obligasi saham, istisna, murabahah,
musyarakah, mudharabah ataupun ijarah, namun yang lebih
populer dalam perkembangan obligasi syariah di Indonesia
hingga saat ini adalah obligasi mudharabah dan ijarah. Obligasi
syariah di Indonesia mulai diterbitkan pada paruh akhir tahun
2002, yakni dengan disahkannya Obligasi Indosat obligasi yang
diterbitkan ini berdasarkan prinsip mudharabah.
Obligasi mudharabah mulai diterbitkan setelah fatwa tentang
obligasi syariah (Fatwa DSN-MUI No.32/DSN-MUI/ /2002)dan
obligasi syariah mudharabah (Fatwa DSN-MUI No.33/DSN-
MUI/ /2002). Sedangkan obligasi syariah ijarah pertama kali
diterbitkan pada tahun 2004 setelah dikeluarkannya fatwa tentang
obligasi syariah ijarah (Fatwa DSN-MUI No.41/DSN-MUI/
/2003). Penerapan mudharabah dalam obligasi cukup sederhana.
Emiten bertindak selaku mudharib, pengelola dana dan investor
bertindak sebagai shahibul maal, alias pemilik modal.
Keuntungan yang diperoleh investor merupakan bagian
proporsional keuntungan dari pengelolaan dana oleh investor.
• Modal Ventura Syariah
Modal Ventura Syariah adalah suatu pembiayaan dalam
penyertaan modal dalam suatu perusahaan pasangan usaha yang
ingin mengembangkan usahanya untuk jangka waktu tertentu
(bersifat sementara). Modal ventura merupakan bentuk
penyertaan modal dari perusahaan pembiayaan kepada
perusahaan yang membutuhkan dana untuk jangka waktu
tertentu. Perusahaan yang diberi modal sering disebut sebagai
investee, sedangkan perusahaan pembiayaan yang memberi dana
disebut sebagai venture capitalist atau pihak investor.
Penghasilan modal ventura sama seperti penghasilan saham
biasa, yaitu dari dividen (kalau dibagikan) dan dari apresiasi nilai
saham dipegang (capital gain). Dari pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa Modal Ventura Syariah yakni penanaman
modal dilakukan oleh lembaga keuangan Syariah untuk jangka
waktu tertentu, dan setelah itu lembaga keuangan tersebut
melakukan divestasi atau menjual bagian sahamnya kepada
pemegang saham perusahaan.
Lahirnya perusahaan Modal Ventura telah memberi bantuan
nyata kepada usaha kecil menengah dan koperasi. Adapun konsep
perusahaan Modal Ventura Syariah adalah sebagai berikut:
- Mekanisme pembiayaan dalam Modal Ventura dilakukan
dalam bentuk penyertaan modal.
- Metode pengambilan keuntungan dalam Modal Ventura
dilakukan melalui bagi hasil atas keuntungan yang diperoleh
kegiatan usaha yang dibiayai.
- Produk pembiayaan Modal Ventura dikeluarkan oleh
lembaga keuangan bukan bank, yaitu perusahaan
pembiayaan Modal Ventura.
- Jaminan dalam pembiayaan Modal Ventura tidak diperlukan,
karena sifat pembiayaannya lebih condong ke sebuah bentuk
investasi.
- Sumber dana untuk pembiayaan Modal Ventura bisa berasal
dari perusahaan Modal Ventura sendiri dan juga berasal dari
pihak lain.
- Upaya penyelesaian apabila terjadi wanprestasi dalam
pembiayaan Modal Ventura, baik yang dilakukan oleh
perusahaan Modal Ventura maupun perusahaan pasangan
usaha, maka upaya penyelesaiannya dapat dilakukan melalui
upaya damai, pengadilan negeri, dan lembaga arbitrase.

Referensi:
Perpustakaan Digital Universitas Terbuka. Gambaran Umum Lembaga Keuangan
Syariah – Modul 1. Available at: https://pustaka.ut.ac.id/lib/wp-
content/uploads/pdfmk/EKSA4206-M1.pdf
ER. PERMANA.
https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/2087/05.2%20bab%202.pdf?s
equence=8&isAllo
wed=y
BAB 11
PENGANTAR AKUNTANSI SYARIAH

A. Definisi Akuntansi

▪ Akuntansi adalah pengidentifikasian, pencatatan, penglasifikasian,


penginterpretasian, serta pengomunikasian kegiatan-kegiatan ekonomi
sehingga penggunanya dapat membuat keputusan berdasarkan informasi
yang diterima (AAA - American Accounting Association, 1966).
▪ Akuntansi konvensional membiarkan penggunanya untuk mengambil
keputusan berdasarkan informasi yang diterima secara efisien sesuai
dengan tujuan untuk mengalokasikan sumber daya yang langka demi
kegunaan yang sangat menguntungkan (FASB - Financial Accounting
Standard Board, 1978).
▪ Ikatan Akuntan Indonesia menerbitkan PSAK (Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan), Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK)
dibantu oleh Komite Akuntansi Syariah (KAS)
▪ Akuntansi Syariah merupakan proses akuntansi yang memaparkan
informasi bukan hanya sebatas finansial melainkan berbagai informasi
yang dibutuhkan para pemangku kepentingan sehingga mereka
teryakinkan bahwa yang bersangkutan masih beroperasi dalam kerangka
syariah Islam.
▪ Landasan Pencatatan Akuntansi Syariah di Indonesia termuat dalam
PSAK 101 (penyajian dan pengungkapan laporan keuangan entitas
syariah), PSAK 102 (murabahah), PSAK 103 (salam), PSAK 104
(istishna’), PSAK 105 (mudharabah), dan PSAK 106 (musyarakah)

B. Sejarah Akuntansi Syariah

1. Dalam berbagai literatur akuntansi Lucas Pacioli dikenal sebagai 'Bapak


Akuntansi' dengan bukunya yang berjudul "Summa de Arithmetica
Geometria et Propolita" .
2. Manuskrip Abdullah bin Muhammad bin Kayah al Mazindarani
"Risalah Falakiyah Kitab as Siyaqat" dipercaya telah ditulis 131 tahun
sebelumnya.
3. Beberapa pengakuan datang bahwa pencatatan keuangan telah dilakukan
sejak 3000 SM di Timur Tengah dan Timur Jauh.
4. Peradaban Caldea-Babilonia, Asiria, dan Samaria pada pembentukan
sistem pemerintahan pertama,
5. Peradaban Yunani di mana manajer estate Appolonius memperkenalkan
sistem akuntansi pada tahun 256 SM.
6. Peradaban Roma ketika membuat laporan posisi keuangan dan hak sipil.

7. Perintah pencatatan suatu transaksi diturunkan oleh Allah melalui wahyu


yang diturunkan kepada Rasulullah SAW tertera dalam Al-Qur’an surat
al-Baqarah (2) ayat 282.

8. Kebutuhan akan pencatatan atas transaksi yang dilakukan sesuai dengan


rujukan bahwa setiap manusia akan diminta pertanggungjawabannya atas
apa yang dilakukan selama hidup di dunia. Seperti yang terdapat dalam
Al-Qur’an

"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai


pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan
hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya"
(Al-Qur’an surat al-Isra (17) ayat 36)
"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik
membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu."
(Al-Qur’an surat al-Hujurat (49) ayat 6)

9. Akuntansi syariah didasarkan pada prinsip-prinsip yang terkandung dalam


Al-Qur’an, sabda dan perbuatan Rasulullah SAW (hadis) serta pemikiran
para ulama yang dapat dijadikan dasar hukum bermuamalah sehingga
tercapai falah melalui cara yang maslahah

C. Asas Transaksi Syariah

1. Persaudaraan (ukhuwah);

Ukhuwah dalam transaksi syariah berdasarkan prinsip saling mengenal


(ta’aruf), saling memahami (tafahum), saling menolong (ta’awun), saling
menjamin (takaful), saling bersinergi dan beraliansi (tahaluf).

2. Keadilan (‘adalah);

Adil diartikan dengan menempatkan sesuatu pada tempatnya dan


memberikan sesuatu hanya pada yang berhak.Adapun implementasi
keadilan dalam kegiatan muamalah aturan prinsip muamalah yang
melarang adanya unsur:
a) Riba
b) Kezaliman
c) Maysir (unsur judi dan sikap spekulatif);
d) Gharar (unsur ketidakjelasan); dan
e) Haram (unsur haram baik dalam barang maupun jasa serta aktivitas
operasional yang terkait).

3. Kemaslahatan (mashlahah);

Kemaslahatan yang diakui harus memenuhi kepatuhan syariah (halal) serta


bermanfaat dan membawa kebaikan (thayib) dalam semua aspek secara
keseluruhan termasuk pemeliharaan terhadap 5 maqashid syariah.

a) Keseimbangan (tawazun);
Prinsip keseimbangan (tawazun) esensinya meliputi keseimbangan
aspek material dan spiritual, aspek privat dan publik, sektor keuangan
dan sektor riil, bisnis dan sosial, dan keseimbangan aspek pemanfaatan
dan pelestarian
b) Universalisme (syumuliyah);
Prinsip universalisme (syumuliyah) esensinya dapat dilakukan oleh,
dengan, dan untuk semua pihak yang berkepentingan (stakeholder)
tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan, sesuai dengan
semangat rahmatan lil alamin.

D. Pihak-Pihak Yang Menggunakan Informasi Akuntansi Syariah

1. Investor sekarang dan investor potensial


2. Pemilik dana qardh
3. Pemilik dana investasi mudharabah
4. Pemilik dana titipan
5. Pembayar dan penerima zakat, infak, sedekah dan wakaf
6. Pengawas syariah
7. Karyawan
8. Pemasok dan mitra usaha lainnya
9. Pelanggan
10. Pemerintah serta lembaga-lembaganya
11. Masyarakat

Referensi:
Akuntansi Syariah di Indonesia, Sri Nurhayati dan Wasilah, 2008
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia. Slamet Wiyono dan Taufan
Maulamin. 2012.
Fundamentals of Corporate Finance. Ross, Westerfield, dan
Jordan. 2003. Akuntansi Transaksi Syariah, Wiroso IAI, 2011
BAB 12
FILANTROPI ZISWAF DAN MAWARIS

A. Konsep Dasar Zakat, Infak, Dan Shadaqah

1. Pengertian Zakat, Infaq, dan Shadaqah


Secara etimologis, zakat berarti berkembang (an- namaa), mensucikan (at-
thaharatu), dan berkah (al-barakatu). Sedangkan secara terminologis,
zakat mempunyai arti mengeluarkan sebagian harta dengan persyaratan
tertentu untuk diberikan kepada kelompok tertentu (mustahik) dengan
persyaratan tertentu pula (Hafidhuddin, 2002).
a) Di dalam al-Quran, Allah SWT telah menyebutkan secara jelas
berbagai ayat tentang zakat dan shalat berjumlah 82 ayat. Salah satu
ayat Al- Quran yang menjelaskan tentang zakat di antaranya Q.S al-
Bayyinah ayat 5: Artinya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali
supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya
dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka
mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah
agama yang lurus”
b) Sebagai rukun Islam ketiga, zakat wajib dibayarkan oleh setiap
Muslim yang memenuhi syarat (muzakki) untuk menyucikan hartanya
dengan cara menyalurkan zakatnya kepada mustahik (penerima zakat).
Zakat ini tidak hanya berfungsi untuk menolong perekonomian
mustahik, tetapi juga dapat menjadi instrumen penyeimbang dalam
sektor ekonomi nasional (BAZNAS, 2017). Dalam jangka panjang,
tujuan utama zakat adalah mentransformasi para mustahik menjadi
muzakki. Hal ini menunjukkan bahwa zakat sangat berpotensi untuk
mengatasi kesenjangan ekonomi dan kemiskinan di suatu negara.
c) Sedangkan shadaqh adalah harta atau non hart’a yang dikeluarkan oleh
seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum.
Kata shadaqah itu berasal dari kata al-shidq, yang berarti benar atau
kebenaran. Kata shadaqah menunjukkan atas kebenaran dan/atau
pembenaran keimanan seseorang, baik dari sudut pandang
lahiriah(pengakuan keimanan) maupun ekspresi batiniah (wujud
pengorbanannya) melalui harta-benda.
d) Menurut terminologi syariat, pengertian shadaqah sama dengan
pengertian infak, termasuk juga hukum dan ketentuan- ketentuannya.
Hanya saja, jika infak berkaitan dengan materi, shadaqah memiliki arti
lebih luas, menyangkut hal yang bersifat non materiil. Adapun anjuran
tentang ber- shadaqah seperti dalam Al- Quran Surah Al- Baqarah:254:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan
Allah) sebagian dari rezeki yang telah
e) Infak berasal dari kata “anfaqa” yang artinya keluar, yang berarti
mengeluarkan sesuatu harta untuk kepentingan sesuatu yang tujuannya
untuk mendapatkan ridho Allah. Sedangkan menurut terminologi
syariat, infak berarti mengeluarkan sebagian harta atau pendapatan
atau penghasilan untuk sesuatu yang diperintahkan ajaran Islam. Jika
zakat ada nishab-nya, infak tidak mengenal nishab. Infak juga
sebahagian kecil dari harta yang digunakan untuk kebutuhan orang
banyak sebagai kewajiban yang dikeluarkan karena atas dasar
keputusan diri sendiri (Khairina, 2019). Sedangkan menurut Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat, infak adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang
atau badan diluar zakat untuk kemaslahatan umum. Hal ini tercantum
dalam ayat Al-Quran Surah Ali Imran:134 yang Artinya: “(Yaitu)
orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang
maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang- orang yang
berbuat kebajikan”.
2. Pengelolaan Zakat di Indonesia
a) Pengelolaan zakat di Indonesia dilakukan oleh Badan Amil Zakat
(BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) dengan cara menerima atau
mengambil harta zakat dari muzakki atas dasar pemberitahuan
muzakki. Badan Amil Zakat (BAZ) juga dapat bekerja sama dengan
bank dalam pengumpulan zakat harta muzakki yang berada di Bank
atas permintaan muzakki (BAZNAS, 2018a). Di Indonesia,
pengelolaan zakat diatur berdasarkan Undang-undang No. 38 Tahun
1999 tentang Pengelolaan Zakat.
b) Pada umumnya, Muzakki menyerahkan zakatnya kepada amil (BAZ,
LAZ, atau Bank Syariah). Amilin melakukan studi kelayakan
mustahiq tentang kelayakan mendapatkan zakat, pengembangan usaha
yang sudah ada atau yang mau mengembangkannya, dan permasalahan
yang dihadapi mustahiq. Jika data tentang mustahiq didapatkan oleh
amil, maka selanjutnya disusunlah program pelatihan kepada
mustahiq. Mustahiq yang menerima dana zakat diharapkan dapat
mengembangkan dana zakat sebagai modal usaha, bukan untuk
konsumsi. Setelah realisasi penyerahan dana zakat dan aktivitas telah
berjalan, maka pada periode waktu yang ditetapkan misalnya setiap
bulan, tiga bulan atau semester, dilakukan evaluasi, pengawasan dan
pembinaan. Pada akhirnya, Amil bertugas memberikan informasi atau
laporan yang utuh, benar, transparan kepada masyarakat pada
umumnya. Isi laporan minimal memuat tentang sumber dana zakat dan
pengalokasian dana zakat kepada yang berhak menerima.
3. Indikator Keberhasilan Tata Kelola ZIS di Indonesia
a) Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) melalui Pusat Kajian Strategis
(PUSKAS) membuat sebuah alat ukur untuk melihat dampak zakat
terhadap para mustahik. Alat ukur yang diberi nama Indeks
Kesejahteraan BAZNAS (IKB) ini memiliki tiga indeks di dalamnya
yaitu Indeks Kesejahteraan CIBEST, Modifikasi Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) dan Indeks Kemandirian. Hasil tersebut akan dianalisis
untuk agar dapat meningkatkan dampak zakat yang lebih baik di tahun
mendatang. Jika angka IKB semakin mendekat 1, maka semakin baik
dampak dari zakat produktif yang disalurkan. Penjelasan dari masing-
masing Indeks tersebut adalah sebagai berikut:
Score Range Keterangan

0.00 – 0.20 Tidak baik

0.21 – 0.40 Kurang baik

0.41 – 0.60 Cukup baik

0.61 – 0.80 Baik

0.81 – 1.00 Sangat Baik

Tabel 1. Kategori Penilaian Indeks Kesejahteraan BAZNAS


b) Melalui IKB, dampak distribusi zakat kepada mustahik dapat dilihat
dan diukur secara ilmiah. Adanya alat ukur ini diharapkan mampu
meningkatkan kualitas pendistribusian dan pemanfaatan zakat bagi
mustahik agar dapat meningkatkan kesejahteraan mustahik. Selain itu,
adanya IKB dapat meningkatkan kepercayaan muzakki dalam
membayarkan zakatnya. Jika hasil IKB meningkat, berarti zakat telah
memberikan manfaat bagi kehidupan mustahiq, sehingga muzakki
akan termotivasi untuk membayar zakatnya secara rutin.

B. Ilmu Faraidh
1. Pengertian Faraidh
a) Faraidh adalah bentuk jamak dari al-faridhah: kewajiban, atau
pembagian yang telah ditentukan sesuai kadarnya masing-masing.
Jadi, ilmu faraidh adalah ilmu yang mempelajari perhitungan dan tata
cara pembagian harta warisan untuk setiap ahli waris berdasarkan
syariat Islam, yang terdapat dalam QS. An-Nisa:11-12 dan 176 dan
QS. Al-Anfal:75.
b) Sebelum harta warisan dibagikan, ahli waris harus memenuhi
kewajiban sebagai berikut:
• Membiayai penyelenggaraan jenazah dari harta yang
ditinggalkan oleh jenazahnya
• Membayar utang si jenazah (jika punya utang).
• Melaksanakan wasiat si jenazah (jika berwasiat) dengan
ketentuan wasiat tidak boleh dari 1/3 total harta yang
ditinggalkan nya. Jika lebih dari 1/3, maka harus dikurangi
menjadi 1/3.
• Membayar zakat (jika memenuhi syarat).
2. Macam-Macam Ahli Waris
a) Ahli waris dengan bagian tertentu (ashabul furudh): Ahli waris yang
sudah ditentukan bagiannya, tercantum dalam nash Al Quran dan
Hadits. Mereka mendapat bagian secara pasti yaitu 2/3, 1/3, dan
seterusnya.
b) Ahli waris dengan bagian yang tidak ditentukan (‘ashabah): Ahli waris
yang tidak ditentukan bagiannya. Mereka mendapat sisa bagian setelah
harta waris dibagikan kepada ashabul furudh atau mendapat seluruh
harta karena tidak ada ashabul furudh.
c) Ahli waris karena pertalian rahim/ darah (dzawul arham)
d) Mereka yang tidak termasuk golongan ashabul furudh dan asabah.
3. Rukun Waris
a) Orang yang mewariskan (al-muwarrits), yakni mayit yang diwarisi
oleh orang lain yang berhak mewarisinya.
b) Orang yang mewarisi (al-wârits), yaitu orang yang bertalian dengan
mayit dengan salah satu dari beberapa sebab yang menjadikan ia bisa
mewarisi.
c) Harta warisan (al-maurûts), yakni harta warisan yang ditinggalkan
mayit setelah kematiannya.
4. Syarat-Syarat Waris
a) Telah meninggalkan pewaris.
b) Adanya ahli waris yang masih hidup.
c) Seluruh ahli waris telah diketahui secara pasti.
5. Sebab-Sebab Mendapatkan Hak Waris
a) Telah meninggalkan pewaris.
b) Adanya ahli waris yang masih hidup.
c) Seluruh ahli waris telah diketahui secara pasti.
6. Penggugur Hak Waris

a) Hamba sahaya (budak)


Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Saya mendengar
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Dan
barangsiapa membeli budak sedangkan budak itu memiliki harta,
maka hartanya milik si penjual, kecuali bila pembeli membuat syarat”
[Hadits Riwayat Bukhari 2/838 dan Muslim 3/1173]. Selanjutnya
beliau berkata: “Jika dia tidak berhak memiliki, maka tidak berhak
mewarisi, sebab bila dia mewarisi, maka akan beralih kepemilikannya
kepada pemiliknya.”
b) Orang yang membunuh orang yang akan mewariskan (pembunuh)
Bila ada orang yang berhak menerima waris, tetapi orang itu
membunuh orang yang akan mewariskan, misalnya ada anak yang
tidak sabar menanti warisan ayahnya, sehingga ia membunuh ayahnya,
maka anak tersebut tidak berhak mengambil pusaka ayahnya.
c) Ikhtilaffuddin atau berlainan agama dan murtad
Ahli waris yang berbeda agama, misalnya yang meninggal dunia orang
Yahudi, sedangkan ahli warisnya Muslim, maka ahli waris yang
Muslim tersebut tidak boleh mewarisi hartanya. Dan demikian juga
sebaliknya.
7. Masalah-Masalah Pembagian Waris
a) Masalah ‘aul dan radd
‘Aul dan radd adalah dua kasus kewarisan hasil produk ijtihad fuqaha
dalam kaitannya dengan operasional metode perhitungan sebagai upaya
penyelesaian kasus kewarisan yang kekurangan atau sebaliknya
kelebihan harta warisan, jika diselesaikan secara furudhul muqaddarah.
Dua di antara tiga kemungkinan (selain faridhah al ‘adilah) yang pasti
ditemui dalam penyelesaian pembagian harta warisan ini, tampaknya
menjadi perbincangan yang cukup menarik di sepanjang perkembangan
hukum waris Islam.
• ‘Aul
Kata ‘Aul berasal dari bahasa Arab, yang artinya lebih atau
banyak ‘aul adalah jumlah bilangan bagian lebih dari asal
masalah yang dibagi kepadanya kadar harta peninggalan. Contoh
kasus ‘Aul yaitu: Seorang meninggal dan mempunyai harta
warisan sebesar Rp21.000.000,00. Ahli waris yang ada yaitu
Suami dan 2 orang saudara perempuan kandung. Hitunglah
bagian masing-masing ahli waris!
Perhitungan langsung:

Fardh
KPK=6
(bagian)
No. Ahli Waris
Asal Masalah Bagian/
=6 Perolehan

1 Suami ½ 3/6 3

2 2 orang saudara perempuan 2/3 4/6 4


kandung

Jumlah 7/6
Bagian masing-masing yaitu:
Suami: 3/6 x 21.000.000 = 10.500.000
2 orang saudara perempuan kandung: 4/6 x 21.000.000 =
14.000.000
Jumlah: = 24.500.000

Terlihat dari perhitungan di atas bahwa seharusnya harta


waris yang harus dibagikan sebesar 21 juta, tetapi setelah
dihitung sesuai hak masing-masing ahli waris muncul
ketimpangan yaitu hartanya kurang jika dibagi sesuai dengan
ketentuan hak waris yang telah ditentukan oleh nash Al-qur’an
yaitu kurang sebesar 3.500.000,00 kekurangan harta waris ini
tidak bisa diambilkan dari tempat lain karena harta yang
diwariskan sebesar 21 juta. Untuk menyelesaikan masalah ini
diperlukan perhitungan khusus yaitu:

KPK=6 Total
Bagian =
7
No Ahli Waris Fardh
.
(bagian) Bagian
Asal
Masalah = 6 (Individu)

1 Suami ½ 3/6 3
2 2 orang saudara perempuan 2/3 4/6 4
kandung

Jumlah 7/6 7

Asal masalah dari bagian waris diatas dari 6 diganti


menjadi 7 agar harta yang dibagi habis. Total bilangan 7/6 akan
menyisakan hak ahli waris yang belum terpenuhi yaitu sebesar
1/6, agar adil pembagian harus diganti menjadi
7/7(menggunakan total bagian yaitu 7 sebagai pengganti asal
masalah, sehingga pembagian waris akan utuh yaitu 7/7=1). Efek
dari penggantian bilangan ini akan memperkecil bagian harta
yang dibagikan. Perhitungannya yaitu:

Suami: 3/7 x 21.000.000 = 9.000.000


2 orang saudara perempuan kandung: 4/7 x 21.000.00 0=
12.000.000
Jumlah: = 21.000.000

Perhitungan khusus di atas akan menjadikan pembagian


waris menjadi pas dan tidak timbul kurangnya harta yang harus
dibagikan. Tetapi efek dari perhitungan ini akan mengurangi
jumlah bagian tiap ahli waris dikarenakan untuk memenuhi
kemaslahatan dalam pembagian waris.

• Radd
Secara bahasa, kata al-radd berarti mengembalikan. Sedangkan
menurut pengertian syara', al-radd adalah membagi sisa harta
warisan kepada ahli waris menurut pembagian masing- masing,
setelah menerima bagiannya. Radd dilakukan karena setelah harta
diperhitungkan untuk ahli waris, ternyata masih ada sisa harta.
Sedangkan ahli waris tidak ada 'ashabah. Maka sisa harta tersebut
dibagikan kepada ahli waris yang ada, kecuali suami/ istri.
Contoh penyelesaian kasus Radd yaitu:

Ahli waris terdiri seorang anak perempuan dan ibu, dan


harta yang ditinggalkan sebesar Rp60.000.000. Hitunglah bagian
masing-masing ahli waris!

KPK=6 Total
Fardh Bagian=
(Bagian) 4

No. Ahli Waris Asal Masalah Bagian (Tiap


=6
Individu)

1 Seorang anak ½ 3/6 3


perempuan

2 Ibu 2/3 1/6 1


Jumlah 4/6 4

Bagian masing-masing, yaitu:


Seorang anak perempuan: 3/6 x 60.000.000 = 30.000.000
Ibu: 1/6 x 60.000.000 = 10.000.000
Jumlah: = 40.000.000

Terlihat dari perhitungan di atas bahwa akan ada sisa


harta warisan yaitu sebesar 20 juta sedangkan keluarga tersebut
tidak memiliki ashabah sehingga sisa tersebut tidak dapat
dibagikan langsung agar habis. Untuk mengatasi masalah ini
diperlukan perhitungan khusus yaitu:

KPK=6 Total
Fardh Bagian=4
(Bagian)
No. Ahli Waris Asal Masalah Bagian (Tiap
=6 Individu)

1 Seorang anak perempuan ½ 3/6 3

2 Ibu 2/3 1/6 1

Jumlah 4/6 4

Asal masalah dari bagian waris diatas dari 6 diganti menjadi 4 agar harta
yang dibagi habis. Total bilangan 4/6 akan menyisakan harta warisan yaitu sebesar
2/6. Agar pembagian warisan menjadi habis maka harus diganti menjadi 4/4
(menggunakan total bagian yaitu 4 sebagai pengganti asal masalah, sehingga
pembagian waris akan utuh yaitu 4/4=1). Efek dari penggantian bilangan ini akan
memperbesar bagian harta yang dibagikan. Perhitungannya yaitu:

Seorang anak perempuan: 3/4 x 60.000.000 =


45.000.000
Ibu: 1/4 x 60.000.000 =
15.000.000
Jumlah: =
60.000.000.
Perhitungan khusus di atas akan menjadikan pembagian waris menjadi
pas dan tidak timbul sisa harta yang harus dibagikan.

Referensi

BAZNAS. (2017). Outlook Zakat Indonesia 2017.

BAZNAS. (2018a). Outlook Zakat Indonesia 2018.

Hafidhuddin, D. (2002). Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema


Insani Press.

Khairina, N. (2019). Analisis Pengelolaan Zakat, Infak, dan Sedekah (ZIS) untuk
Meningkatkan Ekonomi Duafa (Studi Kasus di Lembaga Amil Zakat Nurul
Hayat Cabang Medan). At Tawassuth, IV(1), 160–184.
BAB 13
ETIKA BISNIS ISLAM

A. Konsep Etika Bisnis Islam

1. Etika bisnis merupakan pemikiran atau refleksi kritis tentang moralitas


dalam kegiatan ekonomi dan bisnis. Begitupun dalam dunia Islam, bahwa
etika bisnis adalah akhlak baik yang sesuai dengan tuntutan syariat yang
dihadirkan pada kegiatan ekonomi dan bisnis.
2. Akhlak atau etika dalam Islam merupakan representasi dari seperangkat
aksioma yang mencangkup empat (4) elemen, yaitu:
• Ketuhanan/Tauhid Tauhid adalah prinsip umum hukum Islam.
Prinsip ini menyatakan bahwa semua manusia ada dibawah satu
ketetapan yang sama, yaitu ketetapan tauhid yang dinyatakan
dalam kalimat La‟ilaha Illa Allah (Tidak ada tuhan selain Allah).
• Keseimbangan Keadilan dalam bahasa Salaf adalah sinonim al-
mi’zan (keseimbangan/ moderasi). Kata keadilan dalam al-Qu’an
kadang diekuifalensikan dengan al-qist.Al-mizan yang berarti
keadilan di dalam Al-Qur‟an terdapat dalam Q.S. Al-Syura: 17
dan Q.S. Al-Hadid: 25.
• Kebebasan Prinsip kebebasan dalam hukum Islam menghendaki
agar agama/hukum Islam disiarkan tidak berdasarkan paksaan,
tetapi berdasarkan penjelasan, demonstrasi, argumentasi.
Kebebasan yang menjadi prinsip hukum Islam adalah kebebasan
dl arti luasyg mencakup berbagai macamnya, baik kebebasan
individu maupun kebebasan komunal. Keberagaman dalam
Islam dijamin berdasarkan prinsip tidak ada paksaan dalam
beragama (Q.S. Al-Baqarah: 256 dan Q.S. Al-Kafirun: 5).
• Tanggungjawab Banyak ayat terdapat dalam al-Quran yang
menerangkan tentang sebuah pertanggungjawaban. Diantaranya
ialah yang tercantum dalam surah an-Nisa’ ayat 85, yang
menyatakan bahwa setiap manusia pasti bertanggungjawab atas
apa yang ia lakukan.
• Gagasan imam Al-Ghazâlî tentang etika yang harus disertakan
dalam aktivitas bisnis:
3. Al-Dunya’ Mazrâtul Akhirah Salah satu gagasan Al-Ghazâlî yang paling
penting mengenai urusan ekonomi dan bisnis ialah bahwasannya segala
kerja keras yang dilakukan di dunia ini bukan hanya untuk kehidupan
sesaat, namun lebih dari itu, yaitu kehidupan hakiki di akhirat kelak.
Kegiatan ekonomi seorang muslim meliputi waktu yang lebih luas, dunya
dan akhirat.
4. Kemashlahatan (Kesejahteraan Sosial) Pandangan Al-Ghazâlî tentang
sosial-ekonominya didasarkan pada konsep yang disebut dengan fungsi
kesejahteraan sosial (Mashlahah). Nilai-nilai Kebaikan Dalam praktek
ekonomi dan bisnis Al-Ghazâlî memberikan rekomendasi agar para
ekonom atau pebisnis Islam memperhatikan masalah moral dalam
berbisnis.
5. Jauh dari perbuatan riba. Riba secara etimologi artinya berkembang atau
bertambah secara mutlak. Sedangkan secara terminologis syar'iyyah, riba
berarti tambahan yang diambil oleh pihak yang meminjamkan dari si
peminjam sebagai ganti pembayaran yang ditangguhkan.
a) Etika Bisnis Rasulullah SAW:
• Kejujuran. Kejujuran merupakan syarat fundamental dalam
kegiatan bisnis. Rasulullah sangat intens menganjurkan
kejujuran dalam aktivitas bisnis. Dalam tataran ini, beliau
bersabda "Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu
jualan yang mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan aibnya,"
(H.R. Al- Quzwani).
• Menolong atau memberi manfaat kepada orang lain, kesadaran
tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis. Pelaku bisnis
menurut Islam, tidak hanya sekedar mengejar keuntungan
sebanyak-banyaknya, sebagaimana yang diajarkan Bapak
Ekonomi Kapitalis, Adam Smith, tetapi juga berorientasi
kepada sikap ta’awun (menolong orang lain) sebagai implikasi
sosial kegiatan bisnis
• Ketiga, tidak boleh menipu, takaran, ukuran, dan timbangan
yang benar. Dalam perdagangan, timbangan yang benar dan
tepat harus benar-benar diutamakan. Firman Allah: "Celakalah
bagi orang yang curang, yaitu orang yang apabila menerima
takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila
mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka
mengurangi" (QS 83:112).
• Tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli
kepadanya. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Janganlah
seseorang di antara kalian menjual dengan maksud untuk
menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain," (H.R. Muttafaq
‘alaih).
• Tidak menimbun barang. Ihtikar ialah menimbun barang
(menumpuk dan menyimpan barang dalam masa tertentu,
dengan tujuan agar harganya suatu saat menjadi naik dan
keuntungan besar pun diperoleh). Rasulullah melarang keras
perilaku bisnis semacam itu.
• Tidak melakukan monopoli. Salah satu keburukan sistem
ekonomi kapitalis ialah melegitimasi monopoli dan oligopoli.
Contoh yang sederhana adalah eksploitasi.
• Komoditi bisnis yang dijual adalah barang yang suci dan halal,
bukan barang yang haram, seperti babi, anjing, minuman keras,
ekstasi, dan sebagainya. Nabi Muhammad saw. bersabda,
"Sesungguhnya Allah mengharamkan bisnis miras, bangkai,
babi dan patung-patung," (H.R. Jabir).
• Bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman Allah,
"Hai orang-orang yang beriman, tinggalkanlah sisa-sisa riba
jika kamu beriman," (Q.S. Al-Baqarah: 278). Pelaku dan
pemakan riba dinilai Allah sebagai orang yang kesetanan (Q.S.
Al-Baqarah: 275).
• Bisnis dilakukan dengan sukarela, tanpa paksaan. Firman
Allah, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan cara yang batil, kecuali
dengan jalan bisnis yang berlaku dengan suka-sama suka di
antara kamu," (QS. An-Nisa’: 29).
• Membayar upah sebelum kering keringat karyawan. Nabi
Muhammad saw. bersabda, "Berikanlah upah kepada
karyawan, sebelum kering keringatnya." Hadis ini
mengindikasikan bahwa pembayaran upah tidak boleh ditunda-
tunda. Pembayaran upah harus sesuai dengan kerja yang
dilakukan.

Referensi

ETIKA BISNIS AL-GHAZALÎ, Fahadil Amin Al Hasan, Jurnal E-Sya Vol. 1, No.
1, April 2014
ETIKA BISNIS PERSPEKTIF ISLAM Oleh : Drs. H. Aris Baidowi, M.Ag JHI,
Volume 9, Nomor 2, Desember 2011
Etika Bisnis Dalam Islam Penulis : Faisal Badroen Drs. M.BA dan Suhendra. S.Ag.
MM Penerbit : UIN Jakarta Press Terbit : 2006 Cetakan : Pertama, Juli 2006
Globethics.net Focus 16, Yahya Wijaya/Nina Mariani Noor (eds.): Etika Ekonomi
dan Bisnis. Perspektif Agama-Agama di Indonesia, Economic and Business
Ethics. Religious Perspectives in Indonesia Geneva: Globethics.net, 2014
ISBN 978-2-940428-66-3 (online version), penulis : Hamam Burhanuddin.
BAB 14
PERBANDINGAN ILMU EKONOMI

A. Masalah Ekonomi Menurut Berbagai Perspektif

Dalam Ilmu Ekonomi konvensional, terdapat masalah ekonomi yaitu kelangkaan.


Terjadinya kelangkaan disebabkan jumlah resources yang terbatas, sedangkan
keinginan manusia bersifat tidak terbatas. Maka, dibutuhkan pengambilan
keputusan yang tepat untuk mewujudkan efisiensi. Hal ini sejalan dengan prinsip
ekonomi yaitu dengan biaya (pengorbanan) tertentu diharapkan menghasilkan
dampak semaksimal mungkin atau dengan (pengorbanan) seminimal mungkin
diharapkan menghasilkan dampak pada tingkat tertentu.

Dalam memandang masalah ekonomi, terdapat 3 mazhab ekonomi Islam, yaitu


Iqtishaduna, Mainstream, dan Alternatif-kritis.

Mazhab Iqtishaduna

Mazhab pertama adalah al Iqtishaduna, dipelopori oleh Baqir al-Sadr beserta para
pendukung lainya, Baqir Al-Hasani, Qadim al-Sadr, Iraj Toutoununchin, Abas
Mirakhor, Hedayati dan lain-lain. Mazhab ini berpandangan bahwa ilmu ekonomi
(economics) tidak pernah sama dengan Islam, ekonomi tetap ekonomi dan Islam
tetap Islam. Keduanya tidak akan dapat disatukan, karena keduanya dari filosofi
yang kontradiktif. Berkaitan dengan kemunculan masalah ekonomi, mazhab ini
berpendapat disebabkan karena adanya distribusi yang tidak adil sebagai akibat
sistem ekonomi yang membolehkan eksploitasi pihak yang kuat pada pihak yang
lemah. Yang kuat lebih mengakses sumber daya sehingga kaya, yang lemah tidak
memiliki akses sumber daya, sehingga menjadi sangat miskin. Karena itulah
menurut pandangan mazhab ini, ekonomi muncul tidak karena sumber daya yang
terbatas, tetapi karena keserakahan manusia yang tidak terbatas.

Mazhab Mainstream

Tokoh pemikir mazhab mainstream meliputi Umer Chapra, M. A. Mannan, M.


Nejatullah Siddiqi, mayoritas ekonom Muslim yang aktif di IDB, AAOIFI, dll.
Perspektif ekonomi Islam menjelaskan masalah ekonomi Islam dengan serupa,
yaitu terdapat sumber daya terbatas (Q.S.. Al-Baqarah: 155) dan keinginan manusia
tidak terbatas (“Manusia tidak akan pernah puas, bila diberikan emas satu lembah,
ia akan meminta emas dua lembah, bila diberikan dua lembah, ia akan meminta
tiga lembah, dan seterusnya sampai ia masuk kubur” (al Hadits)).

Alternatif-kritis

Tokoh pemikir alternatif kritis meliputi Timur Kuran, Jomo, dan M. Arif. Mazhab
Baqr As Sadr dikritik sebab dianggap berusaha menghancurkan teori lama dengan
menemukan sesuatu yang baru, padahal sebenarnya sudah pernah ditemukan.
Adapun Mazhab Mainstream dikritik sebab serupa dengan ekonomi klasik/
perbedaannya hanya terletak pada penambahan variabel zakat dan niat serta
pengurangan variabel riba. Kritik tidak hanya ditujukan pada sosialisme dan
kapitalisme, tetapi juga ekonomi Islam. Meskipun Islam secara konseptual
merupakan agama yang sempurna, ekonomi Islam masih perlu dikritisi dalam
proses pengembangannya. Oleh karena itu, dalam menyelesaikan permasalahan
ekonomi berupa kelangkaan tersebut, dibentuklah sistem ekonomi. Terdapat
beberapa jenis sistem ekonomi yang ada di dunia, yaitu terpusat atau komando,
pasar, campuran, dan Islam.

B. Sistem Ekonomi

Terdapat berbagai macam sistem ekonomi di dunia. Namun, dalam menyampaikan


materi ini penulis akan membahas tentang tiga sistem ekonomi yaitu Sistem
Ekonomi Sosialis, Sistem Ekonomi Kapitalis, dan Sistem Ekonomi Islam.
Konsep Kapitalis Sosialis Islam

Sumber Sumber kekayaan Sumber kekayaan sangat Sumber


kekayaan sangat langka langka (scarcity of Kekayaan alam
(scarcity of semesta dari
resources)
resources) ALLAH SWT

Kepemilikan Setiap pribadi Sumber kekayaan di Sumber


dibebaskan untuk dapat dari pemberdayaan kekayaan yang
memiliki semua tenaga kerja (buruh) kita miliki
kekayaan yang adalah titipan
diperoleh nya dari ALLAH
SWT

Tujuan Kepuasan pribadi Kesetaraan penghasilan Untuk mencapai


Gaya hidup di antara kaum buruh kemakmuran/
perorangan kesuksesan (Al-
Falah) di

dunia dan
akhirat

Tabel 1 : Perbandingan Sistem Ekonomi

Sistem Ekonomi Islam

Ekonomi Islam adalah usaha-usaha yang bertujuan menciptakan kesejahteraan


manusia melalui alokasi dan distribusi sumber-sumber daya yang langka sesuai
dengan maqhasid, tanpa mengekang kebebasan individu secara berlebihan,
menimbulkan ketidakseimbangan makro ekonomi dan ekologi, atau melemahkan
keluarga dan solidaritas sosial dan jalinan moral dari masyarakat. Sistem ekonomi
Islam adalah sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang disimpulkan dari Al-
Qur’an dan sunnah, dan merupakan bangunan perekonomian yang didirikan atas
landasan dasar- dasar tersebut yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan masa.
Adapun prinsip-prinsip ekonomi Islam adalah sebagai berikut:
Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah SWT
kepada manusia.

Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu.

Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama.

Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh


segelintir orang saja.

Ekonomi Islam menjamin kepemilikan masyarakat dan penggunaannya


direncanakan untuk kepentingan banyak orang.

Seorang muslim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat nanti.

Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab).

Islam melarang riba dalam segala bentuk.

Ciri-ciri Ekonomi Islam:

Aqidah sebagai substansi (inti) yang menggerakkan dan mengarahkan kegiatan


ekonomi.

Syari’ah sebagai batasan untuk memformulasi keputusan ekonomi.Akhlak


berfungsi sebagai parameter dalam proses optimalisasi kegiatan ekonomi.

Sistem Ekonomi Konvensional

Sistem ekonomi konvensional merupakan sistem ekonomi yang bukan


berlandaskan pada prinsip atau ajaran Islam. Namun, berdasarkan pendapat para
ahli ekonomi yang mayoritas menganut paham sosialis maupun kapitalis. Jadi,
pembahasan sistem ekonomi konvensional adalah Sistem Ekonomi Sosialis dan
Sistem Ekonomi Kapitalis.

Sistem Ekonomi Sosialis

Sosialis adalah suatu sistem perekonomian yang memberikan kebebasan yang


cukup besar kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan ekonomi tetapi
dengan campur tangan pemerintah. Pemerintah masuk ke dalam perekonomian
untuk mengatur tata kehidupan perekonomian negara serta jenis-jenis
perekonomian yang menguasai kebutuhan hidup orang banyak yang dikuasai oleh
negara. Seperti air, listrik, telekomunikasi, gas LNG, dan lain sebagainya. Sistem
Sosialis berpandangan bahwa kemakmuran individu hanya mungkin tercapai bila
berpondasikan kemakmuran bersama. Sebagai konsekuensinya, penguasaan
individu atas aset-aset ekonomi atau faktor-faktor produksi sebagian besar
merupakan kepemilikan sosial. Adapun prinsip dasar Ekonomi Sosialis adalah
sebagai berikut:

Pemilikan harta oleh negara.

Kesamaan ekonomi.

Disiplin Politik.

Ciri-ciri Ekonomi Sosialis

Lebih mengutamakan kebersamaan (kolektivisme).

Peran pemerintah sangat kuat.

Sifat manusia ditentukan oleh pola produksi.

Sistem Ekonomi Kapitalis

Kapitalisme adalah sistem perekonomian yang memberikan kebebasan secara


penuh kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan perekonomian seperti
memproduksi barang, menjual barang, menyalurkan barang, dan lain sebagainya.
Dalam perekonomian kapitalis, setiap warga dapat mengatur nasibnya sendiri
sesuai dengan kemampuannya. Semua orang bebas bersaing dalam bisnis untuk
memperoleh laba sebesar-besarnya. Semua orang bebas melakukan kompetisi
untuk memenangkan persaingan bebas dengan berbagai cara.

Ciri-ciri sistem ekonomi Kapitalis

Pengakuan yang luas atas hak-hak pribadi.

Perekonomian diatur oleh mekanisme pasar.


Manusia dipandang sebagai mahluk homo-economicus, yang selalu mengejar
kepentingan (keuntungan) sendiri.

Paham individualisme didasarkan materialisme, warisan zaman Yunani


Kuno (disebut hedonisme).

Perbandingan Sistem Ekonomi Islam dan Konvensional

Umar Chapra menjelaskan terdapat 5 prinsip dalam paradigma ekonomi Islam,


yaitu

Rational Economic Man

Mainstream pemikiran ekonomi Islam sangat konkret dan gamblang dalam


mencirikan tingkah laku rasional dengan tujuan agar dapat memberdayakan karunia
Allah, dengan cara yang dapat menjamin kesejahteraan duniawi individu. Menurut
Islam, kekayaan yang dimiliki oleh seseorang akan berpotensi melakukan
kesalahan atau membuka peluang pemborosan, keangkuhan dan ketidakadilan.
Sedangkan kemiskinan telah dianggap sebagai hal yang tidak disukai karena
menimbulkan kekafiran, keputusasaan, dan kenestapaan.

Positivisme

Dalam konvensional positivisme adalah kenetralan mutlak antar seluruh tujuan atau
bebas dari posisi etika tertentu atau pertimbangan-pertimbangan normatif. Sejak
seluruh sumber daya yang dapat dikonsumsi disadari adalah milik Tuhan,
sedangkan manusia hanyalah pemegang amanah saja. Manusia akan bertanggung
jawab kepada-Nya atas penggunaan yang sesuai dengan syarat-syarat dan kondisi
pemberian amanah.

Keadilan

Sumber daya alam yang merupakan amanah dari Allah kepada manusia, yang akan
dimintai pertanggungjawabannya kelak, hendaklah digunakan dengan sebaik-
baiknya dan seadil- adilnya. Persaudaraan (Brotherhood) sebagai tujuan utama dari
syariah hanyalah akan menjadi sebuah jargon yang tidak berarti jika saja tidak
didukung oleh keadilan dalam pengalokasian dan distribusi sumberdaya yang
diberikan oleh Allah.
Pareto Optimum

Dalam Islam, penggunaan sumberdaya yang paling efisien diartikan dengan


maqashid. Setiap perekonomian dianggap telah mencapai efisiensi yang optimum
bila telah menggunakan seluruh potensi sumberdaya manusia dan materi yang
terbatas untuk mencapai kesejahteraan

Peranan Negara

Pentingnya peranan negara ternyata didukung oleh pernyataan para ulama,


misalnya Al-Mawardi, ia telah menyatakan bahwa keberadaan sebuah
pemerintahan yang efektif, sangat dibutuhkan untuk mencegah kezaliman dan
pelanggaran. Ibnu Taimiyah juga menganggap bahwa Islam dan negara mempunyai
hubungan yang tidak dapat dipisahkan, satu pihak menjalankan perannya tanpa
dukungan yang lain. Proses implementasi syariah tidak akan mungkin tanpa adanya
negara yang memerankan peran penting, dan negara mungkin akan terpuruk ke
dalam pemerintahan yang tidak adil tanpa pengaruh syariah. Karenanya, ia
menganggap bahwa negara merupakan sebuah amanah kepentingan publik dan
sebagai instrumen pokok untuk menciptakan keadilan.

Referensi

An-Nabhani, Taqiyuddin (2002), Membangun Sistem Ekonomi Alternatif


Perspektif Islam.
Chapra, Muhammad Umar (2001), What Is Islamic Economics?.
BAB 15
FIQIH MUAMALAH KONTEMPORER

A. Pendahuluan

1. Pengertian Fiqih Muamalah


Secara bahasa (etimologi) Fiqih (‫ )هقف‬berasal dari kata
faqiha (‫ )هقف‬yang berarti Paham dan muamalah berasal dari kata
‟Amila‟ yang berarti berbuat atau bertindak atau ‟Al-Amaliyah‟
maksudnya yang berhubungan dengan amaliyah (aktivitas), baik
aktivitas hati seperti niat, atau aktivitas lainnya. Secara istilah,
(terminologi) fiqh muamalah dapat diartikan sebagai aturan-aturan
Allah yang wajib ditaati yang mengatur hubungan manusia dengan
manusia dalam kaitannya dengan cara memperoleh dan
mengembangkan harta benda.

Fiqh muamalah adalah aturan hukum Islam yang mengatur


transaksi antara manusia yang dipengaruhi oleh harta. Adapun fiqh
muamalah kontemporer adalah serangkaian aturan hukum Islam yang
mengatur tentang akad atau transaksi antara manusia yang berkaitan
dengan harta yang terjadi pada zaman modern.

2. Asas-asas Fiqh Muamalah


‘Adalah (Adil)

Dalam suatu perjanjian, para pihak dituntut untuk menjalankan


keadilan dalam mengungkapkan kehendak dan keadaan memenuhi
semua kewajiban. Perjanjian harus senantiasa mendatangkan
keuntungan yang setara atau seimbang serta tidak boleh mendatangkan
kerugian bagi salah satu pihak.

Muawanah

Muawanah memiliki arti kemitraan, yaitu suatu strategi bisnis yang


dilakukan oleh dua belah pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu
untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling
membutuhkan.
Musyarakah

Dewan Syariah Nasional MUI dan PSAK No. 106 mendefinisikan


musyarakah sebagai akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk
suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak diberikan kontribusi
dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi dengan kesepakatan
sedangkan kerugian berdasarkan porsi dana.

Manfa’ah

Manfa’ah dalam bermuamalah diartikan sebagai suatu kegiatan yang


memiliki nilai guna kepada pelaku muamalah sendiri.

An-Tarodhim

Setiap bentuk muamalah antara individu atau kelompok harus


berdasarkan pada suka sama suka atau sering kita sebut sukarela.

Adamul Gharar

Adamul artinya tidak ada, sementara Gharar artinya ketidaktentuan


atau tidak jelas, sehingga dapat simpulkan bahwa Adamul Gharar
diartikan menghilangkan sesuatu yang belum tentu jelas.

Kebebasan Membuat Akad

Hukum Islam mengakui kebebasan berakad, yaitu satu prinsip hukum


yang menyatakan bahwa setiap orang dapat membuat akad jenis apapun
tanpa terikat kepada nama-nama yang telah ditentukan dalam undang-
undang syariah memberikan usul apa saja ke dalam akad, dan yang
dibuatnya itu sesuai kepentingannya dan tidak berakibat memakan
harta sesama dengan jalan bathil.

Al Musawah

Asas ini memiliki makna kesetaraan atau kesamaan, artinya bahwa


setiap pelaku muamalah berkedudukan sama di depan hukum.

Ash Shiddiq
Dalam Islam, manusia diperintahkan untuk menjunjung kejujuran dan
kebenaran. Adapun hukum dasar muamalah adalah halal. Karena
adanya prinsip halal ini maka Islam memberikan peluang sangat besar
kepada umatnya untuk berinovasi dalam bermuamalah untuk
mengembangkan aktivitas ekonomi selama masih dalam koridor
syariah.

3. Contoh Fiqih Kontemporer


Ba’i Al-Wafa’

Ba’i al-wafa’ adalah jual beli dengan hak membeli kembali adalah
jual beli yang dilangsungkan dengan syarat bahwa barang dijual
tersebut dapat dibeli kembali oleh penjual apabila tenggang waktu yang
disepakati telah tiba. Misalnya, Ruslan sangat memerlukan uang saat
ini, lalu ia menjual sawahnya seluas dua hektar kepada Riadi seharga
Rp 10.000,- selama dua tahun. Mereka sepakat menyatakan bahwa
apabila tenggang waktu dua tahun itu telah habis, maka Ruslan akan
membeli sawah itu kembali seharga penjualan semula, yaitu Rp
10.000,- kepada Riadi. Disebabkan akad yang digunakan adalah akad
jual beli, maka tanah sawah boleh dieksploitasi Riadi selama dua tahun
itu dan dapat ia manfaatkan sesuai dengan kehendaknya, sehingga tanah
sawah itu menghasilkan keuntungan baginya. Akan tetapi, tanah sawah
itu tidak boleh dijual kepada orang lain. Mustafa Ahmad al-Zarqa’
mengatakan, bahwa barang yang diperjualbelikan dalam ba’i al-wafa’
adalah barang tidak bergerak, seperti tanah perkebunan, rumah, tanah,
perumahan dan Sawah.

Jual beli ini muncul dalam rangka menghindari terjadinya riba


dalam pinjam-meminjam. Banyak di antara orang kaya ketika ia tidak
mau meminjamkan uangnya tanpa ada imbalan yang mereka terima.
Sementara, banyak pula peminjam uang yang tidak mampu melunasi
uangnya akibat imbalan yang harus mereka bayarkan bersamaan
dengan sejumlah uang yang mereka pinjam. Di sisi lain, imbalan yang
diberikan atas dasar pinjam-meminjam uang ini menurut ulama
termasuk riba. Dalam menghindarkan diri dari riba, masyarakat
Bukhara dan Balkh ketika itu merekayasa sebuah bentuk jual beli yang
dikenal kemudian dengan ba’i al-wafa’.

Syirkah Kontemporer

Syirkah adalah kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu
usaha tertentu dimana setiap pihak memberi kontribusi dana/modal
usaha (ra’s al-mal) dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi sesuai
nisbah yang disepakati atau secara proporsional, sedangkan kerugian
ditanggung oleh pihak secara proporsional.

Para era kontemporer saat ini, syirkah dikembangkan dengan


bentuk-bentuk yang menyesuaikan dengan transaksi masa kini.
Transaksi yang sederhana pada masa ulama mutaqaddimin
dimodifikasi sehingga ada bentuk syirkah yang berpadu antara satu
dengan yang lain. Hal ini dirumuskan agar pelaksanaan perserikatan
berjalan sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat ini namun tetap
selalu berjalan pada ketentuan syariat. Adapun Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama’ Indonesia (DSN- MUI) mengklasifikasikan
syirkah kontemporer sebagai berikut.

Syirkah Mu’aqqadah

Syirkah mu’aqqadah adalah syirkah yang dilakukan dengan didasarkan


pada perjanjian yang disepakati antara orang-orang yang berserikat
dengan menyertakan harta dan usahanya dalam waktu yang dibatasi.
Syirkah ini adalah salah satu syirkah amwal atau disebut sebagai
syirkah ‘inan.

Syirkah Da’imah

Syirkah da’imah atau syirkah tsabitah adalh syirkah yang kepemilikan


porsi ra’s almal setiap syarik tidak mengalami perubahan sejak akad
syirkah dimulai sampai dengan berakhirnya akad syirkah, baik jangka
waktunya dibatasi atau tidak dibatasi. Jadi modal utama antara syarik
tetap tidak berkurang atau bertambah.
Musyarakah Mutanaqishah

Musyarakah mutanaqishah adalah syirkah yang kepemilikan porsi


modal salah satu syarik berkurang disebabkan pembelian secara
bertahap oleh syarik yang lain. Biasanya dilakukan untuk pembelian
tempat usaha.

Syirkah Amwal

Syirkah amwal adalah syirkah yang modalnya berupa harta kekayaan


dalam bentuk uang atau barang.

Referensi

Imam Mustofa, Fiqh Muamalah Kontemporer, Jakarta: Rajawali Pers, 2016.


Ananda Harrio Aulia, Prinsip-Prinsip Muamalah dalam Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Jurnal Hukum Islam, Vol. XIV No. 1
Nopember 2014. Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah Fiqh Muamalah (Jakarta:
Kencana, 2012).
BAB 16
RISET DAN METODOLOGI EKONOMI ISLAM

A. Pengantar Riset

Riset menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti penyelidikan


(penelitian) suatu masalah secara bersistem, kritis, dan ilmiah untuk meningkatkan
pengetahuan dan pengertian, mendapatkan fakta yang baru, atau melakukan
penafsiran yang lebih baik.
Dalam menjalankan riset, tahap pertama yang perlu dilakukan adalah menemukan
ide. Kemampuan untuk mengembangkan topik penelitian yang baik merupakan
keterampilan yang penting. Saat memutuskan suatu topik, ada beberapa hal yang
perlu dilakukan:
1. bertukar pikiran melalui diskusi;
2. memilih topik yang tersedia literatur yang dapat kita pahami;
3. memastikan bahwa topik tersebut dapat dikelola dan materi tersedia;
4. membuat daftar kata kunci;
5. bersikap fleksibel;
6. menentukan topik sebagai pertanyaan penelitian yang fokus
7. membaca lebih lanjut tentang topik penelitian; dan
8. merumuskan pernyataan penelitian.

B. Pengantar Riset Ekonomi Islam

Ruang Lingkup Ekonomi Islam

Seperti halnya disiplin ilmu lain, ekonomi Islam juga memerlukan riset untuk terus
mengembangkan bidang ilmunya. Dalam menjalankan riset ekonomi Islam, kita
perlu terlebih dahulu mengetahui lingkup dari ekonomi Islam. Susamto (2018)
menjelaskan bahwa ekonomi Islam melingkupi beberapa tahap pekerjaan .

Tahap pekerjaan pertama berarti proposisi perilaku ideal individu, perusahaan,


pasar dan pemerintah dan dampak yang mungkin ditimbulkannya terhadap
perekonomian.

Tahap pekerjaan kedua berarti evaluasi perilaku aktual individu, perusahaan, pasar
dan pemerintah dan dampaknya terhadap ekonomi.
Tahap pekerjaan ketiga adalah perbandingan antara kondisi ideal dan perilaku
aktual individu, perusahaan, pasar, dan pemerintah, serta penjelasan mengapa bisa
ada kesenjangan jika terjadi perbedaan di antara dua kondisi tersebut.

Tahap pekerjaan keempat dalam ekonomi Islam adalah perumusan strategi yang
dapat membantu membawa perilaku aktual individu, perusahaan, pasar dan
pemerintah sedekat mungkin ke ideal.

Tahapan Pengerjaan Riset. Sumber: Susamto, 2020

Data: Jenis dan Metode Pengumpulan

Berdasarkan cara memperolehnya, terdapat dua jenis data yang dapat digunakan,
yaitu primer dan sekunder. Data primer berarti data yang telah dikumpulkan dari
tangan pertama dikenal sebagai data primer. Data primer belum dipublikasikan dan
lebih dapat diandalkan, otentik dan objektif. Pengumpulan data primer dapat
dilakukan dengan berbagai metode, antara lain kuesioner, wawancara, Focus Group
Discussion (FGD), Participatory Rural Appraisal (PRA), Rapid Rural Appraisal
(RRA), observasi, survei, studi kasus, dan eksperimen (Kabir, 2016)

Data sekunder berarti data yang dikumpulkan dari sumber yang telah
dipublikasikan. Tinjauan literatur dalam penelitian apapun didasarkan pada data
sekunder. Data tersebut dikumpulkan oleh orang lain untuk tujuan lain, tetapi
digunakan oleh simpatisan untuk tujuan lain. Sebagai contoh, data Sensus
digunakan untuk menganalisis dampak pendidikan terhadap pilihan dan
penghasilan karier (Kabir, 2016). Data sekunder dapat berupa data kualitatif atau
kuantitatif. Data sekunder kualitatif dapat diperoleh dari buku, jurnal, atau artikel
dari internet. Data sekunder kuantitatif disediakan oleh beberapa lembaga survei
atau statistik. Contoh data sekunder kuantitatif seperti data World Bank, Badan
Pusat Statistik, International Monetary Fund, Susenas, dan Indonesian Family Life
Survey (IFLS).

Metode Analisis Data

Metode analisis data juga dibagi menjadi dua, yaitu metode analisis data kualitatif
dan kuantitatif. Metode kuantitatif berkaitan dengan upaya untuk mengukur
sesuatu, seperti menanyakan pertanyaan 'berapa lama', 'berapa banyak' atau 'sejauh
mana'. Metode kuantitatif digunakan untuk mengukur data dan menggeneralisasi
hasil dari sampel populasi yang diminati. Hal ini dapat mengukur timbulnya
berbagai pandangan dan pendapat dalam sampel yang dipilih untuk contoh atau
hasil agregat (The Centre for Local Economic Strategies, 2011).

Metode kualitatif berkaitan dengan kualitas informasi, metode kualitatif berusaha


untuk mendapatkan pemahaman tentang alasan yang mendasari dan motivasi untuk
tindakan dan menetapkan bagaimana orang menafsirkan pengalaman mereka dan
dunia di sekitar mereka. Metode kualitatif memberikan wawasan ke dalam
pengaturan masalah, menghasilkan ide dan/atau hipotesis (The Centre for Local
Economic Strategies, 2011).

Analisis Data Kuantitatif

Analisis kuantitatif yang biasa digunakan adalah analisis statistik. Analisis statistik
dibagi menjadi 2, yaitu statistik deskriptif dan statistik inferensial. Analisis statistik
deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara
mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana
adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau
generalisasi. Analisis ini hanya berupa akumulasi data dasar dalam bentuk deskripsi
semata dalam arti tidak mencari atau menerangkan hubungan, menguji hipotesis,
membuat ramalan, atau melakukan penarikan kesimpulan (Muhson, 2006).

Teknik analisis statistik deskriptif yang dapat digunakan menurut Muhson (2006)
antara lain:

penyajian data dalam bentuk tabel atau distribusi frekuensi dan tabulasi silang
(crosstab). Melalui analisis ini akan diketahui kecenderungan hasil temuan
penelitian, apakah masuk dalam kategori rendah, sedang atau tinggi,

penyajian data dalam bentuk visual seperti histogram, poligon, ogive, diagram
batang, diagram lingkaran, diagram pastel (pie chart), dan diagram lambang,

penghitungan ukuran tendensi sentral (mean, median modus),

penghitungan ukuran letak (kuartil, desil, dan persentil),

penghitungan ukuran penyebaran (standar deviasi, varians, range, deviasi kuartil,


mean deviasi, dan sebagainya),

Statistik inferensial merupakan upaya untuk mengadakan penarikan kesimpulan


dan membuat keputusan berdasarkan analisis yang telah dilakukan. Biasanya
analisis ini mengambil sampel tertentu dari sebuah populasi yang jumlahnya
banyak dan dari hasil analisis terhadap sampel tersebut digeneralisasikan terhadap
populasi. Oleh karena itu, statistik inferensial juga disebut dengan istilah statistik
induktif (Muhson, 2006).

Menurut Muhson (2006), analisis statistik inferensial secara umum dapat dibagi
menjadi dua jenis.

Analisis Korelasional

Analisis statistik yang berusaha untuk mencari hubungan atau pengaruh antara dua
buah variabel atau lebih. Dalam analisis korelasional ini, variabel dibagi ke dalam
dua bagian, yaitu variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen).
Banyak sekali teknik analisis statistik yang dapat digunakan untuk analisis
korelasional ini, baik statistik parametrik maupun nonparametrik. Penggunaan
masing-masing teknik analisis tersebut sangat tergantung pada jenis skala datanya.
Terdapat tiga jenis skala data. (a) Data nominal, yaitu data kualitatif yang tidak
memiliki jenjang. Contoh jenis kelamin, asal daerah, pekerjaan orang tua, hobby,
dan sebagainya. (b) Data ordinal, yaitu data kualitatif yang memiliki jenjang, seperti
tingkat pendidikan, jabatan, pangkat, ranking kelas, dan sebagainya. (c) Data
interval/rasio, yaitu data kuantitatif atau data yang berupa angka atau dapat
diangkakan. Contoh penghasilan, prestasi belajar, tinggi badan, tingkat kecerdasan,
volume penjualan, dan sebagainya. Adapun jenis analisis korelasional jika dilihat
dari skala data dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Gambar 1. Variabel dan Skala Data

Analisis Komparasi

Analisis komparasi adalah teknik analisis statistik yang bertujuan untuk


membandingkan antara kondisi dua buah kelompok atau lebih. Adapun jenis
analisis komparasi jika dilihat dari jumlah kelompok dapat dijelaskan melalui tabel
di bawah:
Tabel Variabel yang diuji

Selain dibagi menjadi dua, yaitu deskriptif dan inferensial, analisis statistik juga
dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis menurut parameternya, yaitu satistik
parametrik dan nonparametrik. Statistik parametrik adalah analisis statistik yang
pengujiannya menetapkan syarat-syarat tertentu tentang bentuk distribusi
parameter atau populasinya, seperti data berskala interval dan berdistribusi normal,
sedangkan statistik nonparametrik adalah analisis statistik yang tidak menetapkan
syarat-syarat tersebut (Muhson, 2006).

Analisis Data Kualitatif

Menurut Komariah dan Satori (2011) dalam melakukan analisis data kualitatif,
terdapat beberapa alternatif metode yang dapat digunakan oleh peneliti. Berikut
adalah beberapa alternatif metode yang dapat digunakan oleh peneliti.

Biografi

Penulisan model biografi dipilih untuk meneliti satu individu jika materi
tersedia,mudah didapat, dan individu yang diteliti bersedia berbagi informasi (jika
individu masih hidup).

Fenomenologi
Penelitian ini menggambarkan pendekatan psikologi terhadap penelitian
fenomenologis. Model ini dipilih untuk meneliti sebuah fenomena dan makna yang
dikandung untuk suatu individu.

Grounded Theory

Pendekatan ini dilakukan untuk menghasilkan dan mengembangkan teori.


Pendekatan ini dilakukan dengan mengumpulkan informasi, terutama dari
interview dan menggunakan prosedur pengumpulan data yang sistematik. Lalu,
analisis di kembangkan dari prosedur.

Etnografi

Pendekatan ini digunakan untuk meneliti perilaku grup pertukaran kebudayaan atau
individual. Dalam melakukan pendekatan ini, peneliti harus melakukan interview
serta penyelidikan tema-tema yang muncul dari penelitian perilaku manusia.

Studi Kasus

Model pendekatan ini digunakan untuk meneliti kasus yang terjadi pada tempat dan
waktu tertentu. Untuk mendapatkan gambaran kasus yang ideal, perlu adanya
pengumpulan informasi kontekstual sebanyak mungkin.

Referensi

Kabir, S. M. (2016). Basic Guidelines for Research: An Introductory Approach for


AllDisciplines. Bangladesh: Book Zone Publication.

Komariah, A., & Satori, D. (2011). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:


Alfabeta.

Muhson, A. (2006). Teknik Analisis Kuantitatif. Diambil kembali dari Staff Site
Universitas Negeri Yogyakarta:
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132232818/lainlain/Ali+Muhson+(2006)+Analisi
s+Kuantitatif.pdf
Sekaran, U., & Bougie, R. (2016). Research Methods for Business. Chichester:
John Wiley & Sons. Susamto, A. A. (t.t.). Toward a New Framework of Islamic
Economic Analysis. 29.

The Centre for Local Economic Strategies. (2011). Research Methods Handbook.
Manchester: CLES.

Univesity of Michigan Flint. (t.thn.). How to Select A Research Topic. Diambil


kembali dari University of Michigan Flint: https://www.umflint.edu/library/how-
select-research-topic.
BAB 17
DASAR AKUNTANSI SYARIAH

A. Definisi Akuntansi

• Akuntansi adalah pengidentifikasian, pencatatan, penglasifikasian,


penginterpretasian, serta pengomunikasian kegiatan-kegiatan ekonomi
sehingga penggunanya dapat membuat keputusan berdasarkan informasi
yang diterima (AAA - American Accounting Association, 1966).

• Akuntansi konvensional membiarkan penggunanya untuk mengambil


keputusan berdasarkan informasi yang diterima secara efisien sesuai dengan
tujuan untuk mengalokasikan sumber daya yang langka demi kegunaan
yang sangat menguntungkan (FASB - Financial Accounting Standard
Board, 1978).

• Ikatan Akuntan Indonesia menerbitkan PSAK (Pernyataan Standar


Akuntansi Keuangan), Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK)
dibantu oleh Komite Akuntansi Syariah (KAS)

• Akuntansi Syariah merupakan proses akuntansi yang memaparkan


informasi bukan hanya sebatas finansial melainkan berbagai informasi yang
dibutuhkan para pemangku kepentingan sehingga mereka teryakinkan
bahwa yang bersangkutan masih beroperasi dalam kerangka syariah Islam.

• Landasan Pencatatan Akuntansi Syariah di Indonesia termuat dalam PSAK


101 (penyajian dan pengungkapan laporan keuangan entitas syariah), PSAK
102 (murabahah), PSAK 103 (salam), PSAK 104 (istishna’), PSAK 105
(mudharabah), dan PSAK 106 (musyarakah)

B. Sejarah Akuntansi Syariah

• Dalam berbagai literatur akuntansi Lucas Pacioli dikenal sebagai 'Bapak


Akuntansi' dengan bukunya yang berjudul "Summa de Arithmatica
Geometria et Propolita" .
• Manuskrip Abdullah bin Muhammad bin Kayah al Mazindarani
"Risalah Falakiyah Kitab as Siyaqat" dipercaya telah ditulis 131 tahun
sebelumnya.

• Beberapa pengakuan datang bahwa pencatatan keuangan telah


dilakukan sejak 3000 SM di Timur Tengah dan Timur Jauh.

• Peradaban Kaldea-Babilonia, Asiria, dan Samaria pada pembentukan


sistem pemerintahan pertama,

• peradaban Yunani di mana manajer estate Appolonius


memperkenalkan sistem akuntansi pada tahun 256 SM.

• Peradaban Roma ketika membuat laporan posisi keuangan dan hak


sipil.

• Perintah pencatatan suatu transaksi diturunkan oleh Allah melalui


wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah SAW tertera dalam al-
Quran surat al-Baqarah (2) ayat 282

• Kebutuhan akan pencatatan atas transaksi yang dilakukan sesuai


dengan rujukan bahwa setiap manusia akan diminta
pertanggungjawabannya atas apa yang dilakukan selama hidup di
dunia.

• Seperti yang terdapat dalam al-Quran surat al-Isra (17) ayat 36

"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai


pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan
hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya"

• "Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik


membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu."
(al-Quran surat al-Hujurat (49) ayat 6.
Akuntansi syariah didasarkan pada prinsip-prinsip yang terkandung
dalam al-Quran, sabda dan perbuatan Rasulullah saw (hadis) serta
pemikiran para ulama yang dapat dijadikan dasar hukum bermuamalah
sehingga tercapai falah melalui cara yang maslahah

C. Asas Transaksi Syariah

• Persaudaraan (ukhuwah);
Ukhuwah dalam transaksi syariah berdasarkan prinsip saling mengenal
(ta’aruf), saling memahami (tafahum), saling menolong (ta’awun), saling
menjamin (takaful), saling bersinergi dan beraliansi (tahaluf).
• Keadilan (‘adalah);
Adil diartikan dengan menempatkan sesuatu pada tempatnya dan
memberikan sesuatu hanya pada yang berhak.Adapun implementasi
keadilan dalam kegiatan muamalah aturan prinsip muamalah yang melarang
adanya unsur:
a) Riba
b) Kezaliman
c) Maysir (unsur judi dan sikap spekulatif);
d) Gharar (unsur ketidakjelasan); dan
e) Haram (unsur haram baik dalam barang maupun jasa serta aktivitas
operasional yang terkait).
• Kemaslahatan (mashlahah);
Kemaslahatan yang diakui harus memenuhikepatuhan syariah (halal) serta
bermanfaat dan membawa kebaikan (thayib) dalam semua aspek secara
keseluruhan termasuk pemeliharaan terhadap 5 maqashid syariah.
• Keseimbangan (tawazun); dan
Prinsip keseimbangan (tawazun) esensinya meliputi keseimbangan aspek
material dan spiritual, aspek privat dan publik, sektor keuangan dan sektor
riil, bisnis dan sosial, dan keseimbangan aspek pemanfaatan dan pelestarian
• Universalisme (syumuliyah)
Prinsip universalisme (syumuliyah) esensinya dapat dilakukan oleh,
dengan, dan untuk semua pihak yang berkepentingan (stakeholder) tanpa
membedakan suku, agama, ras dan golongan, sesuai dengan semangat
rahmatan lil alamin.

D. Pihak-pihak yang Menggunakan Informasi Akuntansi Syariah

• Investor sekarang dan investor potensial

• Pemilik dana qardh

• Pemilik dana investasi mudharabah

• Pemilik dana titipan

• Pembayar dan penerima zakat, infak, sedekah dan wakaf

• Pengawas syariah

• Karyawan

• Pemasok dan mitra usaha lainnya

• Pelanggan

• Pemerintah serta lembaga-lembaganya

• Masyarakat.

Referensi

Akuntansi Syariah di Indonesia, Sri Nurhayati dan Wasilah, 2008.

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia. Slamet Wiyono dan Taufan Maulamin.


2012.

Fundamentals of Corporate Finance. Ross, Westerfield, dan Jordan. 2003.


Akuntansi Transaksi Syariah, Wiroso IAI, 201.
BAB 18
PSAK 59,100-112 (AKUNTANSI)
A. Murabahah
Akad jual beli barang dengan harga jual sebesar biaya perolehan ditambah
keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan biaya perolehan
barang tersebut kepada pembeli (PSAK 102).

Jenis Murabahah

Gambar 1. Skema Murabahah

Unsur Murabahah

Harga Perolehan Rp xxx → Persediaan

Keuntungan Rp xxx → Margin Murabahah Tangguhan

Harga Jual Rp xxx → Piutang Murabahah

Akuntansi Penjual

Akun pada Laporan Keuangan


Neraca/Posisi Keuangan Laporan L/R
1. Pendapatan Margin Murabahah
Persediaan/Aset Murabahah
2. Potongan Pelunasan (muqasa)
Piutang Murabahah Murabahah

Margin Murabahah Tangguhan (Cr) 3. Potongan Pelunasan Murabahah -


Prestasi
Piutang Murabahah Jatuh Tempo
4. Potongan Angsuran Murabahah -
Margin Murabahah Tangguhan Jatuh Beban Operasi
Tempo (Cr) 5. Diskon Murabahah
6. Pendapatan non operasi lainnya
Hutang Diskon Murabahah (Kewajiban
7. Beban Kerugian Murabahah
kepada Pembeli)
8. Kerugian penururan asset
Piutang Uang Muka Murabahah murabahah
Hutang Uang Muka Murabahah

Cadangan Kerugian Murabahah

Piutang pada Nasabah (Calon Pembeli)


Penerimaan Diskon Murabahah

Kategori Diskon
Piutang Murabahah

Saat akad murabahah -> diakui sebesar biaya perolehan aset murabahah ditambah keuntunganyang disepakati.

->
Akhir periode laporan keuangan dinilai sebesar nilai bersih yang dapat direalisasi, yaitu saldopiutang dikurangi
penyisihan kerugian piutang.

Keuntungan yang Disepakati

Saat penyerahan barang Proporsional Seluruh PiutangTertagih

(dimuka)

Tunai atau Kurang dari

Setahun

Lebih dari setahun dan Lebih dari satu tahun,

resiko kecil resiko dan beban relatif

Besar

Tangguh -> resiko besar

dan beban besar

(diragukan dan macet)


Pada saat terjadinya penyerahan barang jika dilakukan secara tunai atau secara
tangguh yang tidakmelebihi satu tahun; atau selama periode akad sesuai dengan
tingkat risiko dan upaya untuk merealisasikan keuntungan tsb untuk transaksi
tangguh lebih dari satu tahun.

Keuntungan diakui saat penyerahan aset murabahah. Jika risiko penagihan kas dari
piutang murabahah dan beban pengelolaan piutang serta penagihannya relatif kecil.

Diakui proporsional dengan besaran kas yang berhasil ditagih dari piutang
murabahah. untuk transaksi murabahah tangguh dimana risiko piutang tidak
tertagih relatif besar dan/atau beban untuk mengelola dan menagih piutang tersebut
relatif besar juga.

Pengakuan keuntungan -> dilakukan secara proporsional atas jumlah piutang yang
jatuh tempo dalam setiap periode dengan mengalikan persentase keuntungan
terhadap jumlah piutang yang jatuh tempo pada periode yang bersangkutan.
Persentase keuntungan dihitung dengan perbandingan antara margin dan biaya
perolehan aset murabahah.

Diakui saat seluruh piutang murabahah berhasil ditagih. untuk transaksi murabahah
tangguh dimana risiko piutang tidak tertagih dan beban pengelolaan piutang serta
penagihannya cukup besar.

Dalam praktek, metode ini jarang dipakai, karena transaksi murabahah tangguh
mungkin tidak terjadi bila tidak ada kepastian yang memadai akan penagihan
kasnya. Hal ini terjadi bila tidak ada kepastian yang memadai akan penagihan
kasnya misalnya untuk piutang murabahah dalam kualitas macet. (penjelasan
PAPSI, draft revisi).

Potongan Murabahah

Potongan pelunasan piutang murabahah:

Melunasi tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang disepakati = diakui sebagai
pengurang keuntungan murabahah dapat dilakukan dengan menggunakan salah
satu metode berikut:
Diberikan pada saat pelunasan, yaitu penjual mengurangi piutang murabahah dan
keuntungan murabahah

Diberikan setelah pelunasan, yaitu penjual menerima pelunasan piutang dari


pembeli dan kemudian membayarkan potongan pelunasannya kepada pembeli.

Dalam catatan bank syariah sisa pokok Rp 60 juta, sisa margin Rp 12,6 juta, margin
2 bulan Rp 4,2 juta maka potongan pelunasannya 12,6 juta – 4, 2 juta = 8,4 juta atau
60 juta + 4,2 juta = 64,2 juta (dibayarkan nasabah).

Potongan angsuran murabahah:

Membayar secara tepat waktu = diakui sebagai pengurang keuntungan murabahah

Penurunan kemampuan pembayaran pembeli = diakui sebagai beban.


Denda

Nasabah yang tidak mampu disebabkan force major tidak boleh dikenakan sanksi

Nasabah mampu = tidak mempunyai kemauan dan itikad baik = boleh dikenakan sanksi

Tujuan sanksi = agar nasabah lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya

Sanksi = besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akad ditandatangani. Danaberasal dari denda
diperuntukkan sbg dana

Denda dikenakan jika pembeli lalai dalam melakukan kewajibannya sesuai dengan akad = diakuisebagai bagian
dana kebajikan

Akuntansi Pembeli

Akun pada Laporan Keuangan

Neraca/Posisi Keuangan Laporan L/R

o Utang Murabahah 1. Beban Murabahah Ditangguhkan

o Utang Murabahah Jatuh Tempo 2. Diskon Murabahah

3. Potongan Pelunasan Utang

o Piutang Uang Muka Murabahah Murabahah

o Aktiva Tetap 4. Potongan Angsuran

o Utang kepada LKS Murabahah

Kerugian Pesanan Murabahah

Beban Denda Murabahah

Penyajian dan Pengungkapan

Penyajian

Piutang murabahah disajikan sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan, yaitu saldo piutang murabahah
dikurangi penyisihan kerugian piutang.
Margin murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra account) piutang murabahah.

Beban murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra account) hutang murabahah

Pengungkapan

Penjual mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi murabahah, tetapi tidak terbataspada:

Harga perolehan aset murabahah

Janji pemesanan dalam murabahah berdasarkan pesanan sebagai kewajiban atau bukan

Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
Pembeli mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi murabahah, tetapi tidak terbataspada:

Nilai tunai aset yang diperoleh dari transaksi murabahah Jangka waktu murabahah tangguh. Pengungkapan yang
diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan keuangan Syariah

Pengertian

PSAK 103 (Akuntansi Salam)

Akad jual beli barang pesanan (muslam fiih) dengan pengiriman dikemudian hari oleh penjual (muslam illaihi) dan
pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu (PSAK 103,
paragraf 4). Transaksi jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga lebih dahulu dengan syarat-
syarat tertentu (Fatwa DSN No. 05/DSN-MUI/IV/2000).

Akun Pada Laporan Keuangan Pembeli

Neraca/Posisi Keuangan Laporan L/R

1. Piutang Salam 1. Keuntungan Penyerahan Aset Salam

2. Persediaan (Aset Salam) 2. Kerugian Penyerahan Salam

3. Piutang kepada Petani

JURNAL :

PEMBELI PENJUAL

Penyerahan modal salam dalam bentuk Penyerahan modal salam dalam bentuk

uang tunai (kas) uang tunai (kas)

Dr. Piutang Salam Dr. Kas/Rekening Produsen

Cr. Kas/rekening petani Cr. Hutang Salam

Penyerahan modal salam dalam bentuk Penyerahan modal salam

non-kas (barang) dalam bentuk non-kas (barang)


1. Nilai wajar saat penyerahan lebih Dr. Persediaan/Aset Salam

tinggi dari nilai tercatatnya (keuntungan) Dr. Kas

a. Pembeli membeli barang keperluan modal Cr. Kewajiban Salam

Dr. Persediaan/Aset Salam

Cr. Kas/rekening petani

b. Pembeli menyerahkan modal kas dan modal

barang kepada produsen

Dr. Piutang Salam


Cr. Kas/rekening petani

Cr. Persediaan/Aset Salam

Cr. Keuntungan penyerahan aset

salam

2. Nilai wajar saat penyerahan lebih Dr. Persediaan/Aset Salam

rendah dari Nilai tercatatnya Dr. Kas

(kerugian) Cr. Kewajiban Salam

a. Pembeli membeli barang keperluan modal

Dr. Persediaan/Aset Salam

Cr. Kas/rekening petani

b. Pembeli menyerahkan modal kas dan modal

barang kepada produsen

Dr. Piutang Salam

Dr. Kerugian penyerahan aset salam

Cr. Kas/rekening petani

Cr. Persediaan/Aset Salam

Penerimaan barang salam dengan Penerimaan barang salam

kualitas sama dengan akad dengan kualitas sama dengan

Dr. Persediaan/Aset Salam Akad

Cr. Piutang Salam Dr. Hutang Salam

Cr. Persediaan/Aset Salam

Penerimaan barang dengan kualitas Penerimaan barang salam

berbeda dengan akad dan nilai wajar dengan kualitas berbeda

sama dengan nilai akad dengan akad

Dr. Persediaan/Aset Salam Karena kewajiban produsen


Cr. Piutang Salam adalah kewajiban penyerahan

barang bukan kewajiban atas

uang, maka jurnal yang

dilakukan sama.

Dr. Hutang Salam

Cr. Persediaan/Aset Salam

Penerimaan barang dengan kualitas Dr. Hutang Salam

berbeda dengan akad dan nilai wajar Cr. Persediaan/Aset Salam


lebih tinggi dengan nilai akad

Dr. Persediaan/Aset Salam

Cr. Piutang Salam

Penerimaan barang dengan kualitas

berbeda dengan akad dan nilai wajar

lebih rendah dengan nilai akad Dr. Hutang Salam

Dr. Persediaan/Aset Salam Cr. Persediaan/Aset Salam

Dr. Kerugian penyerahan aset salam

Cr. Piutang Salam

Alternatif pada saat jatuh tempo tidak

ada penerimaan barang

1. Kontrak diperpanjang

2. Kontrak dibatalkan

3. Jaminan dijual

Memperpanjang jangka waktu Tidak perlu melakukan jurnal

pengiriman barang kepada pembeli

Tidak perlu melakukan jurnal

Pembatalan pesanan dan penjual tidak Dr. Hutang salam

dapat melunasi hutangnya Dr. Hutang usaha

Dr. Piutang Petani

Cr. Piutang Salam

Pembatalan pesanan dan penjual Dr. Hutang salam

melunasi kewajibannya dari hasil Cr. Kas

penjualan jaminan salam:

1. Hasil penjualan jaminan sama


dengan hutang penjual

Dr. Kas

Cr. Piutang Salam

2. Hasil penjualan jaminan lebih kecil Dr.Hutang salam’

dengan hutang penjual Cr. Kas

Dr. Kas Cr. Hutang usaha

Dr. Piutang Petani

Cr. Piutang Salam

3. Hasil penjualan jaminan lebih besar Dr. Rekening petani/kas


dengan hutang penjual Dr. Hutang salam

Dr. Kas Cr. Kas

Cr. Piutang Salam

Cr. Rekening Petani/Kas

Denda Dr. Denda

Dr. Rekening Petani/Kas Cr. Rekening petani/Kas

Cr. Rekening Dana Kebajikan

MODAL USAHA

PEMBELI PENJUAL

SALAM

Pengakuan Diakui sebagai Piutang Diakui sebagai Hutang

(recognation) Salam Salam

Kas (measurement) Diukur sebesar kas yang Diukur sebesar kas yang

diserahkan diterima

Non Kas Diukur sebesar nilai Diukur sebesar nilai

(measurement) wajar wajar

Diakui

Selisih nilai wajar dan sebagai Tidak ada pengakuan

nilai tercatat modal keuntungan atau keuntungan atau

usaha salam non kas kerugian penyerahan kerugian penyerahan

modal salam modal salam

Penyajian modal usaha Piutang salam disajikan Hutang Salam disajikan

salam (presentation) di sisi aset di neraca di sisi kewajiban di


neraca

Pengungkapan modal Besarnya modal salam Tidak perlu melakukan

usaha salam baik yang dibiayai pengungkapan kecuali

(disclosure) sendiri maupun bersama transaksi salam pararel

pihak lain harus

diungkapkan
DIMENSI KUALITAS BARANG PESANAN YANG DITERIMA PEMBELI

PENGUKURAN

Kualitas barang sesuai dengan akad Diukur sesuai dengan nilai akad yang

disepakati

Kualitas barang berbeda dan nilai Diukur sesuai dengan nilai akad yang

wajar saat diterima lebih tinggi atau disepakati

sama dari nilai akad dari nilai akad

Kualitas barang berbeda dan nilai Diukur sesuai dengan nilai wajar

wajar pada saat diterima lebih rendah kualitas barang yang diterima, dan

dari nilai akad selisihnya diakui sebagai kerugian

Pada saat jatuh tempo tidak ada penerimaan barang

PEMBATALAN AKAD PERLAKUAN AKUNTANSI

Pembatalan sebagian atau seluruhnya Piutang salam berubah menjadi piutang

sebesar nilai akad salam yang

dibatalkan

Pembatalan akad dengan penjualan Jika hasil penjualan jaminan > piutang

Jaminan maka sisanya menjadi hak penjual

Jika hasil penjualan jaminan < piutang

maka selisihnya diakui sebagai piutang

Akun pada Laporan Keuangan penjual


Neraca/Posisi Keuangan Laporan L/R

1. Hutang Salam 1. Keuntungan Penyerahan Aktiva

2. Persediaan Salam 2 Kerugian Penyerahan Aktiva

3. Hutang pada Pembeli 3. Kerugian Salam

4. Keuntungan Salam

Penyajian dan Pengungkapan

Penyajian

Pembeli menyajikan modal usaha salam yang diberikan sebagai piutang salam.

Piutang yang harus dilunasi oleh penjual karena tidak dapat memenuhi kewajibannya dalamtransaksi salam
disajikan secara terpisah dari piutang salam.

Penjual menyajikan modal usaha salam yang diterima sebagai kewajiban salam.Pengungkapan

Penjual dalam transaksi salam mengungkapkan:

Piutang salam kepada supplier (dalam salam paralel) yang memiliki hubungan istimewa

Jenis dan kuantitas barang pesanan

Pengungkapan lain sesuai dengan PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah

Pembeli dalam transaksi salam mengungkapkan:

Besarnya modal usaha salam, baik yang dibiayai sendiri maupun yang dibiayai secarabersama-sama dengan pihak
lain

Jenis dan kuantitas barang pesanan

Pengungkapan lain sesuai dengan PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah
Akuntansi Penjual

PSAK 104 (Akuntansi Istishna’)

Akun pada Laporan Keuangan

Neraca/Posisi Keuangan Laporan L/R

1. Persediaan / Aset 1. Pendapatan Istishna

Istishna 2. Harga Pokok Istishna

2. Piutang Istishna 3. Keuntungan Istishna

3. Keuntungan Istishna

Tangguhan

4. Aset Istishna dalam

Penyelesaian

5. Termin Istishna

PEMBELI PENJUAL

Pengeluaran Biaya Perolehan

(produksi) Istishna

Dr. Aset Istishna Dalam

Penyelesaian

Cr. Kas/Rekening nasabah

Pengakuan Pendapatan Istishna

Dr. Aset Istishna Dalam


Penyelesaian

Dr. Harga Pokok Istishna

Cr. Pendapatan Istishna

Pembayaran dimuka seluruh

harga aset

1. Menerima pembayaran seluruh

harga barang

Dr. Kas/Rekening Nasabah

Cr. Termin/Hutang Istishna

2. Mengeluarkan biaya untuk

Produksi

Dr. Aset Istishna Dalam

Penyelesaian

Cr. Kas/Rekening Nasabah

3. Penyelesaian aset Istishna

Dr. Penyelesaian Aset

Istishna

Cr. Aset Istishna Dalam

Penyelesaian

4. Penyerahan aset Istishna

Dr. Termin/Hutang Istishna

Cr. Aset Istishna Dalam

Penyelesaian

Pembayaran dilakukan dalam


proses penyelesaian barang

Istishna (jangka waktu pembayarandan


penyerahan aset Istishna sama)

Menerima sebagian harga


barang

Dr. Piutang IstishnaCr. Termin Istishna

Pemesan melakukan

pembayaran
Dr. Kas/Rekening Nasabah
Cr. Piutang Istishna

3. Penyerahan barang kepada


pemesan (pembeli akhir)

Dr. Termin Istishna


Cr. Aset Istishna Dalam

Pendapatan Istishna’ dan Istishna’ ParalelMetode persentase penyelesaian:

Nilai akad sebanding pekerjaan yang telah diselesaikan = diakui sebagai “pendapatan Istishna’”

Margin keuntungan Istishna’ yang diakui selama periode pelaporan ditambahkan kepada “asetIstishna’dalam
penyelesaian”

Akhir periode = “harga pokok Istishna’” = diakuisebesar biaya Istishna’ yang telah dikeluarkansampaidengan
periode tersebut.

Jika estimasi persentase penyelesaian akad dan biaya untuk penyelesaiannya tidak dapat ditentukan secara rasional
pada akhir periode laporan keuangan, maka digunakan metode akad selesai/metode penyelesaian.

Ketentuan metode akad selesai: Sampai pekerjaan selesai…

Tidak ada pendapatan Istishna’ yang diakui

Tidak ada harga pokok Istishna’ yang diakui

Tidak ada bagian keuntungan yang diakui dalam Istishna’ dalam penyelesaian pengakuan pendapatan Istishna’, harga
pokok Istishna’, dan keuntungan dilakukan hanya pada akhir penyelesaian pekerjaan.

Jurnal = Sama dengan metode persentase penyelesaian

Pembayaran Istishna secara tangguh

Metode akad selesai dan pelunasan lebih dari satu tahun dari penyerahan barang = pengakuan pendapatan dibagi
dua bagian, yaitu:

Margin keuntungan pembuatan barang pesanan yang dihitung apabila Istishna’dilakukan secara tunai, diakui pada
saat penyerahan barang pesanan; dan

Selisih antara nilai akad dan nilai tunai pada saat penyerahan diakui selamaperiode pelunasan secara proporsional
sesuai dengan jumlah pembayaran.
Meskipun Istishna’ dilakukan dengan pembayaran tangguh, penjual harus menentukan nilai tunai Istishna’ pada saat
penyerahan barang pesanan sebagai dasar untuk mengakui margin keuntungan terkait dengan proses pembuatan
barang pesanan.

Tagihan setiap termin kepada pembeli diakuisebagai “piutang Istishna’”dan “termin Istishna’(Istishna’ billing)” pada
pos lawannya.

Penagihan termin yang dilakukan oleh penjual dalam transaksi Istishna’ dilakukan sesuai dengan kesepakatan dalam
akad dan tidak selalu sesuai dengan persentase penyelesaian pembuatan barang pesanan.

Contoh hubungan biaya perolehan, nilai tunai, dan nilai akad:

Biaya Perolehan (biaya produksi) Rp 1.000,00

Margin keuntungan pembuatan barang pesanan Rp 200,00

Nilai tunai pada saat penyerahan barang pesanan Rp 1.200,00

Nilai akad untuk pembayaran secara angs selama 3 thn Rp 1.600,00

Selisih nilai akad dan nilai tunai yg diakui selama 3 thn Rp. 400,00

Biaya Perolehan Istishna’

Biaya perolehan Istishna’ yang terjadi selama periode laporan keuangan, diakui sebagai “aset Istishna’ dalam
penyelesaian” pada saat terjadinya.

Beban umum dan administrasi, beban penjualan, serta biaya riset dan pengembangan tidak termasuk dalam biaya
Istishna’.

Biaya Perolehan Istishna’ Paralel

Biaya Istishna’ paralel terdiri dari:

Biaya perolehan barang pesanan sebesar tagihan produsen atau kontraktor kepada entitas

Biaya tidak langsung adalah biaya overhead, termasuk biaya akad dan praakad Semuabiaya akibat produsen atau
kontraktor tidak dapat memenuhi kewajibannya, jika ada.
Biaya perolehan Istishna’ paralel diakui sebagai “aset Istishna’ dalam penyelesaian” pada saatditerimanya tagihan
dari produsen atau kontraktor sebesar jumlah tagihan.

Akuntansi Pembeli

Akun pada Laporan Keuangan

Neraca/Posisi Keuangan Laporan L/R Beban Istishna

Aset Istishna Dalam Penyelesaian Hutang


Istishna

Aset / Persediaan Istishna


Beban Istishna Tangguhan

Pembeli mengakui aset Istishna’ dalam penyelesaian sebesar jumlah termin yang ditagih oleh penjual dan sekaligus
mengakui hutang Istishna’ kepada penjual. (psak 104, prgf 36)

Aset Istishna’ yang diperoleh melalui transaksi Istishna’ dengan pembayaran tangguh lebih dari satu tahun diakui
sebesar biaya perolehan tunai. Selisih antara harga beli yang disepakati dalam akad Istishna’ tangguh dan biaya
perolehan tunai diakui sebagai beban Istishna’ tangguhan. (psak 104, prgf 37)

Beban Istishna’ tangguhan diamortisasi secara pro-porsional sesuai dengan porsipelunasan hutang Istishna’. (psak
104, prgf 38)

Jika barang pesanan terlambat diserahkan karena kelalaian atau kesalahan penjual dan mengakibatkan kerugian
pembeli, maka kerugian itu dikurangkan dari garansi penyelesaian proyek yang telah diserahkan penjual. Jika
kerugian tersebut melebihi garansi penyelesaian proyek, maka selisihnya akan diakui sebagai piutang jatuh tempo
kepada penjual dan jika diperlukan dibentuk penyisihan kerugian piutang. (psak 104, prgf 39)

Jika pembeli menolak menerima barang pesanan karena tidak sesuai dengan spesifikasidan tidak memper-oleh
kembali seluruh jumlah uang yang telah dibayarkan kepada penjual, maka jumlah yang belum diperoleh kem-bali
diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada penjual dan jikadiperlukan dibentuk penyisihan kerugian piutang. (psak
104, prgf 40)

Jika pembeli menerima barang pesanan yang tidak sesuai dengan spesifikasi, maka barang pesanan tersebut diukur
dengan nilai yang lebih rendah antara nilai wajar dan biaya perolehan. Selisih yang terjadi diakui sebagai kerugian
pada periode berjalan. (psak 104, prgf 41)

Dalam Istishna’ paralel, jika pembeli menolak menerima barang pesanan karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang
disepakati, maka barang pesanan diukur dengan nilai yang lebih rendah antara nilai wajar dan harga pokok Istishna’.
Selisih yang terjadi diakui sebagai kerugian pada periode berjalan. (psak 104, prgf 42)

Penyajian Dan Pengungkapan

Penyajian

Penjual menyajikan dalam laporan keuangan hal-hal sebagai berikut:

Piutang Istishna’ yang berasal dari transaksi Istishna’ sebesar jumlah yang belum dilunasi olehpembeli akhir.

Termin Istishna’ yang berasal dari transaksi Istishna’ sebesar jumlah tagihan termin penjualkepada pembeli akhir.
Pembeli menyajikan dalam laporan keuangan hal-hal sebagai berikut:

Hutang Istishna sebesar tagihan dari produsen atau kontraktor yang belum dilunasi.

Aset Istishna’ dalam penyelesaian sebesar:

Persentase penyelesaian dari nilai kontrak penjualan kepada pembeliakhir, jika Istishna’
paralel

Kapitalisasi biaya perolehan, jika Istishna’Pengungkapan

Penjual mengungkapkan transaksi Istishna’ dalam laporan keuangan, tetapi tidak terbatas, pada:

Metode akuntansi yang digunakan dalam pengukuran pendapatan dan keuntungan kontrak Istishna’

Metode yang digunakan dalam penentuan persentase penyelesaian kontrak yang sedangberjalan

Rincian piutang Istishna’ berdasarkan jumlah, jangka waktu, dan kualitas piutang

Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No. 101: Penyajian Laporan KeuanganSyariah.

Pembeli mengungkapkan transaksi Istishna’ dalam laporan keuangan, tetapi tidak terbatas, pada:

Rincian hutang Istishna’ berdasarkan jumlah dan jangka waktu;

Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No. 101: Penyajian Laporan KeuanganSyariah.

PSAK 105 (Akuntansi Mudharabah)

Akuntansi Pemilik Dana (Shahibul Maal)Dana Mudharabah

Kas : diakui sebesar kas yang dibayarkan

Non Kas : diakui sebesar nilai wajar saat diserahkan

Dengan AKUN : “INVESTASI MUDHARABAH”

Note : Nilai tercatat > nilai wajar Kerugian

Nilai tercatat < nilai wajar Keuntungan mudharabah tangguhan diamortisasi

selama masa akad


Akuntansi Pengelola Dana

Modal/Dana Mudharabah => diakui sebagai akun “DANA SYIRKAH TEMPORER (DST)”

Bagi Hasil Diumumkan tetapi Belum Dibagi (Kewajiban Bagi Hasil) : Hak pihak ketiga atas bagi hasildana syirkah
temporer yang sudah diumumkan dan belum dibagikan.

Kerugian atas kesalahan atau kelalaian => diakui sebagai Beban

JURNAL :

SHOHIBUL MAAL (LKS) MUDHARIB (NASABAH DEFISIT)

Pada Saat Akad Ditandatangani :

Dr. Kontra Komitmen Investasi Mudharabah Cr. Tidak melakukan penjurnalan


Kewajiban Komitmen Investasi Mudharabah

Saat Penyerahan Modal Kas : Penerimaan Modal Mudharabah Kas

Dr. Investasi Mudharabah Cr. Kas/Rekening Dr. Kas


Mudharib
Cr. Dana Syirkah Temporer

Saat Pembelian Aset Mudharabah Sebagai


Modal Non Kas Mudharabah :
Tidak melakukan penjurnalan
Dr. Persediaan/Aset Mudharabah

Cr. Kas
Saat Penyerahan Modal Non Kas : Penerimaan Modal Mudharabah Non Kas :
(sesuai nilai wajar)
1. Nilai wajar modal non kas lebih tinggi dari
nilai tercatatnya Dr. Aset mudharabah/PersediaanCr. Dana Syirkah
Temporer
Dr. Investasi Mudharabah

Cr. Persediaan/aset mudharabah

Cr. Keuntungan Mudharabah Tangguhan

Amortisasi Keuntungan :

Dr. Keuntungan Mudharabah Tangguhan

Cr. Keuntungan atas Penyerahan


ModalMudharabah

2. Nilai wajar modal non kas lebih rendah Penerimaan Modal Mudharabah Non Kas :
dari nilai tercatatnya (sesuai nilai wajar)

Dr. Investasi Mudharabah Dr. Aset mudharabah/PersediaanCr. Dana Syirkah


Temporer
Dr. Kerugian Penyerahan Modal Non Kas Cr.
Persediaan/aset mudharabah

3. Nilai wajar modal non kas sama dengan Penerimaan Modal Mudharabah Non Kas :
nilai tercatatnya (sesuai nilai wajar)

Dr. Investasi Mudharabah Dr. Aset mudharabah/Persediaan


Cr. Persediaan/Aset Mudharabah/aktiva Cr. Dana Syirkah Temporer

Modal Mudharabah Hilang dan Penurunan Tidak melakukan penjurnalan


SEBELUM Usaha Dimulai :

Dr. Beban Kerugian Investasi Mudharabah

Cr. Investasi Mudharabah

Modal Mudharabah Hilang dan Penurunan Tidak melakukan penjurnalan


SETELAH Usaha Dimulai :

Pada saat penerimaan bagi hasil dari


pengelola

Dr. Kas/Rekening Mudharib

Cr. Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah

Dr. Beban penurunan investasi mudharabah

Cr. Akumulasi penurunan investasi mudharabah

Saat Penerimaan dan Pengakuan Bagi Hasil Pembagian hasil usaha yang dibayar: Dr. Hak
Mudharabah : Pihak Ketiga Atas Bagi Hasil Cr. Kas

Penerimaan Bagi Hasil

Dr. Kas

Cr. Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah

Bagi Hasil yang Belum Dibayar Pembagian Hasil Usaha yang Belum
Dibayar
Dr. Piutang Bagi Hasil Mudharabah Cr.
Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah Menerima Dr. Hak Pihak Ketiga Atas Bagi Hasil
Pembayaran Bagi Hasil Dr. Kas
Cr. Bagi Hasil Diumumkan Belum Dibagi
Cr. Piutang Bagi Hasil Mudharabah Pembayaran Bagi Hasil yang Belum DibagiDr.
Bagi Hasil Diumumkan Belum Dibagi

Cr. Kas
Pengakuan Kerugian Secara Langsung :

Dr. Kerugian Investasi Mudharabah Cr. Investasi Tidak melakukan Penjurnalan


Mudharabah

Pengakuan Kerugian Tidak Langsung :


Pembentukan Penyisihan Kerugian
Tidak melakukan Penjurnalan
Dr. Beban Kerugian Investasi Mudharabah Cr.
Cadangan Kerugian Investasi Mudharabah

Pada Saat Kerugian Timbul dan Harus

Mengurangi Investasi Mudharabah


Dr. Cadangan Kerugian Investasi Mudharabah

Cr. Investasi Mudharabah

Pengembalian Modal Mudharabah : Pengembalian Modal Mudharabah :


Penerimaan Kembali Modal Kas Pengembalian Modal Mudharabah Kas Dr.
Dana Syirkah Temporer
Dr. Kas/Rekening Mudharib
Cr. Kas
Cr. Investasi Mudharabah

Penerimaan Kembali Modal Non Kas Pengembalian Modal Mudharabah Non Kas

Nilai Wajar Lebih Tinggi Dari Nilai Tercatat Dr. Dana Syirkah TemporerCr. Aset Mudharabah

Dr. Persediaan/Aset Mudharabah Dr. Akumulasi


Penyusutan

Cr. Investasi Mudharabah

Cr. Keuntungan Pengembalian Aset

Nilai Wajar Lebih Rendah Dari Nilai


Tercatat

Dr. Persediaan/Aset Mudharabah Dr. Akumulasi


Penyusutan

Dr. Kerugian Pengembalian Aset Mudharabah

Cr. Investasi Mudharabah


Investasi Mudharabah Jatuh Tempo

Tidak Melakukan Pembayaran Pengembalian Jatuh Tempo Modal Mudharabah


Modal
Dr. Dana Syirkah TemporerCr. Hutang mudharib
Dr. Piutang Mudharib

Cr. Investasi Mudharabah


Pembayaran Jatuh Tempo Modal
Mudharabah

Dr. Hutang mudharibCr. Kas

Melakukan Pembayaran Pengembalian


Modal

Dr. Kas

Cr. Piutang Mudharib

Pelunasan Investasi Mudharabah

Dr. Kas/Rekening Mudharib Cr. Investasi


Mudharabah
Akuntansi Pengelolaan Dana Bagi Lks Sebagai Mudharib

Penerimaan Modal Mudharabah

Dr. Kas

Cr. Dana Syirkah Temporer

Pembayaran Kembali Modal Mudharabah

Dr. Dana Syirkah Temporer

Dr. Hak Pihak Ketiga Atas Bagi HasilCr. Titipan Pajak

Cr. Kas

Pembagian Hasil Usaha

Pencadangan Bagi Hasil

Dr. Hak Pihak Ketiga Atas Bagi Hasil

Cr. Keuntungan Diumumkan Belum Dibagi

Pembayaran Bagi Hasil

Dr. Keuntungan Diumumkan Belum DibagiCr. Kas

Cr. Titipan Kas Negara (Pajak)

PSAK 106 (Akuntansi Musyarakah)

Dalam akuntansi musyarakah dikenal dengan


Mitra aktif => berperan sebagai pemilik dana dan pengelola dana
Mitra pasif => berperan sebagai pemilik dana saja.

MITRA PASIF (LKS) MITRA AKTIF (NASABAH)


Biaya Musyarakah : Biaya musyarakah :
1. Pada saat dilakukan pembayaran beban pra 1. Pada saat dilakukan pembayaran biaya
akad : pra akad:
Dr. Uang muka pra akad musyarakah Dr. Kas/bank
Cr. Kas Cr. Uang muka pra akad musyarakah
2. Pengakuan biaya akad musyarakah : 2. Pengakuan biaya akad musyarakah
a. Jika disepakati sebagai bagian dari a. Jika akad dilaksanakan, maka diakui
investasi musyarakah : sebagai bagian dari investasi musyarakah
Dr. Investasi musyarakah Dr. Uang muka pra akad musyarakah
Cr. Uang muka pra akad musyarakah Cr. Investasi musyarakah
b. Jika tidak disepakati sebagai bagian dari b. Jika akad musyarakah batal
investasi musyarakah, maka diakui dilaksanakan, maka diakui sebagai
sebagai beban : kerugian mitra aktif :
Dr. Beban akad Dr. Uang muka pra akad musyarakah
Cr. Uang muka pra akad Musyarakah Cr. Beban akad musyarakah
Penyerahan Modal Musyarakah Penyisihan modal kas musyarakah
Dalam bentuk kas : Dalam bentuk kas :
Dr. Investasi musyarakah Dr. Investasi musyarakah
Cr. Kas/rekening syirkah Cr. Kas/bank
Dalam bentuk non kas : Dalam bentuk non kas :
1. Nilai wajar saat penyerahan sama dengan 1. Nilai wajar saat penyerahan sama
nilai tercatat : dengan nilai tercatat :
Dr. Investasi musyarakah Dr. Investasi musyarakah
Cr. Persediaan/aset musyarakah Cr. Persediaan/aset musyarakah

2. Nilai wajar lebih rendah dari nilai buku 2. nilai wajar lebih rendah dari nilai buku
Dr. Investasi musyarakah Dr. Investasi musyarakah
Dr. Kerugian penyerahan aset musyarakah Cr. Kerugian penyisihan aset musyarakah
Cr. Persediaan/aset musyarakah Cr. Aset musyarakah/persediaan

3. Nilai wajar lebih tinggi dari nilai buku 3. nilai wajar lebih tinggi dari nilai buku
Dr. Investasi musyarakah Dr. Investasi Musyarakah
Cr. Persediaan/aset musyarakah Cr. Persediaan/ Aset Musyarakah
Cr. Keuntungan musyarakah tangguhan Cr. Selisih penilaian aset musyarakah
Penyusutan modal musyarakah non kas Penyusutan modal musyarakah non kas
1. Jika aset musyarakah sepakat untuk 1. Modal musyarakah non kas sepakat
dikembalikan kepada mitra pasif untuk dikembalikan kepada pemilik modal
Dr. Biaya penyusutan aset musyarakah Dr. Beban penyusutan aset musyarakah
Cr. Akumulasi penyusutan aset Cr. Akumulasi penyusutan aset
musyarakah musyarakah

2. Modal musyarakah non kas sepakat


2. Jika aset musyarakah sepakat untuk tidak
untuk tidak dikembalikan :
dikembalikan ke mitra pasif.
Beban penyusutan dilakukan oleh mitra
Beban penyusutan dilakukan oleh mitra aktif
pengelola usaha dan diperhitungkan dengan aktif pengelola usaha dan diperhitungkan
pembagian hasil usaha. dengan pembagian hasil usaha.
Musyarakah Permanen Pengembalian musyarakah permanen :
1. Pengembalian dalam bentuk uang tunai 1. Pengembalian modal kas :
Dr. Kas/rekening syirkah Dr. Kas/rekening syirkah
Cr. Investasi musyarakah Cr. Investasi musyarakah

2. Pengembalian modal non kas :


2. Pengembalian modal musyarakah non kas
Dr. Persediaan/aset
(disepakati dikembalikan) :
musyarakah
Jika nilai wajar pengembalian modal non kas
Dr. Akumulasi penyusutan
lebih kecil dari nilai tercatat :
Cr. Investasi musyarakah
Dr. Persediaan/aset musyarakah
Dr. Akumulasi penyusutan
Dr. Kerugian pengembalian aset
musyarakah
Cr. Investasi musyarakah(non kas)

Jika nilai wajar pengembalian modal non kas


lebih besar dari nilai tercatat :
Dr. Aset
Dr. Akumulasi penyusutan
Cr. Keuntungan pengembalian aset
musyarakah
Cr. Investasi musyarakah
Musyarakah menurun Pengembalian musyarakah menurun
Dr. Kas/rekening syirkah 1. Pengembalian modal kas
Cr. Investasi musyarakah Dr. Kas/rekening syirkah
Cr. Investasi musyarakah

2. Pengembalian modal non kas


Dr. Kas/rekening syirkah
Cr. Investasi musyarakah

Perlakuan hasil usaha musyarakah Penerimaan hasil usaha musyarakah


Penerimaan pendapatan bagi hasil Penerimaan pendapatan bagi hasil
musyarakah tunai : musyarakah tunai :
Dr. Kas/rekening syirkah Dr. Kas/rekening syirkah
Cr. Pendapatan bagi hasil musyarakah Cr. Pendapatan bagi hasil musyarakah

Apabila penerimaan pendapatan bagi hasil Apabila bagi hasil musyarakah belum
musyarakah – akrual dibayar secara kas :
Dr. Pendapatan yadit musyarakah Dr. Pendapatan yang diterima musyarakah
Cr. Pendapatan bagi hasil musyarakah Cr. Pendapatan bagi hasil musyarakah

Pada saat diterima kas :


Pada saat diterima kas :
Dr. Rekening mitra/kas/kliring
Dr. Rekening mitra/kas/kliring dsb
Cr. Pendapatan yang diterima musyarakah
Cr. Pendapatan yadit musyarakah
Perlakuan rugi investasi musyarakah Kerugian investasi musyarakah:
Dr. Kerugian musyarakah Dr. Kerugian musyarakah
Cr. Investasi musyarakah Cr. Investasi musyarakah

Kerugian investasi musyarakah sebagai Kerugian investasi musyarakah sebagai


akibat kelalaian mitra akibat kelalaian mitra :
Dr. Piutang mitra Dr. Piutang mitra
Cr. Investasi musyarakah Cr. Investasi musyarakah

Akhir Akad :
Pada saat jatuh tempo mitra aktif belum
membayar sisa kewajiban untuk
mengembalikan modal musyarakah :
Dr. Piutang mitra
Cr. Investasi musyarakah

Pada saat melakukan pembayaran sisa


kewajiban atas pengembalian modal
musyarakah :
Dr. Kas/rekening nasabah
Cr. Piutang mitra
AKUNTANSI MITRA AKTIF (PENGELOLA USAHA MUSYARAKAH)

Penerimaan Penyertaan Modal (Pada Saat Awal Akad)

Penyertaan modal musyarakah oleh mitra aktif

Penyertaan modal kas musyarakah mitra aktif :Dr. Kas

Cr. Dana syirkah temporer (musyarakah)

Penyertaan modal musyarakah non kas mitra aktif

Nilai wajar lebih tinggi dari nilai tercatatnyaDr. Aset musyarakah/persediaan

Cr. Dana syirkah temporer (musyarakah)

Nilai wajar lebih rendah dari nilai tercatatnyaDr. Aset musyarakah/persediaan

Cr. Dana syirkah temporer (musyarakah)

Penerimaan modal musyarakah dari mitra pasif

Penerimaan modal kas musyarakah dari mitra pasif :Dr. Kas/bank

Cr. Dana syirkah temporer (musyarakah)

Penerimaan modal non kas musyarakah dari mitra pasif

Nilai wajar lebih besar dari nilai tercatatnyaDr. Aset musyarakah/persediaan

Cr. Dana syirkah temporer (musyarakah)

Nilai wajar lebih rendah dari nilai tercatatnyaDr. Aset musyarakah/persediaan

Cr. Dana syirkah temporer (musyarakah)

Penyusutan modal musyarakah non kas Dr. Beban penurunan nilai (penyusutan)

Cr. Akumulasi penyusutan aset musyarakah

Selama Akad MusyarakahHasil usaha musyarakah

Pada saat dilakukan perhitungan dan belum diserahkan sampai akhir bulan Dr. Hak mitra atas bagi hasil

Cr. Bagi hasil sudah diumumkan belum dibagi


Pada saat pembayaran bagi hasil kepada mitra
Dr. Bagi hasil sudah diumumkan belum dibagiCr. Kas/rekening mitra pasif

Cr. Kas/rekening mitra aktif (penyerta modal)

Pengalihan modal musyarakah dari mitra aktif ke mitra pasif

Musyarakah permanen

Pengalihan modal musyarakah kas mitra pasif ke mitra aktif :Dr. Dana syirkah temporer (musyarakah)

Cr. Kas / Rek. Mitra pasif

Pengalihan modal musyarakah non kas dari mitra pasif ke mitra aktif :Dr. Dana syirkah temporer (musyarakah)

Cr. Kas sebesar nilai wajar pada saat penyerahan dikurangi penyusutan atau kerugian(jika ada)

Musyarakah menurun Dr. Dana syirkah temporerCr. Kas

Akhir Akad

Jika terdapat modal mitra pasif yang hingga akhir akad musyarakah belum dialihkan(dikembalikan) :

Dr. Investasi musyarakah

Cr. Hutang mitra pasif (kewajiban)

Jika dilakukan pembayaran atas modal musyarakah yang telah jatuh tempo :Dr. Hutang mitra pasif

Cr. Kas

PSAK 107 (Akuntansi Ijarah)

AKUNTANSI PEMILIK OBJEK IJARAH (MU’JIR)

Objek Ijarah

Pengadaan Aset Ijarah – Pembelian Objek Sewa :

Dr. Persediaan/aset

Cr. Kas

Pengeluaran Biaya Lain Aset Ijarah

Dr. Persediaan (biaya )Cr. Kas


Harga Sewa

Perhitungan Harga Sewa

Harga perolehan objek ijarah xxxxxx

Umur ekonomis x tahunKeuntungan yang diharapkan x %

Biaya penyusutan objek ijarah (Harga perolehan ijarah/umur ekonomis)

Perhitungan harga sewa ijarah :

Harga perolehan objek ijarah per tahun xxxxxx

Keuntungan : x % x harga perolehan objek ijarah per tahun xxxxxx +Harga sewa per tahun xxxxxx

Perhitungan Harga Sewa IMBT :

Harga perolehan objek ijarah xxxxxx Umur ekonomis x tahun (sesuai masa akad)Keuntungan yang diharapkan x %

Biaya penyusutan objek ijarah (Harga perolehan ijarah/masa akad)

Perhitungan harga sewa ijarah IMBT :

Harga perolehan objek ijarah per tahun xxxxxx

Keuntungan : x % x harga perolehan objek ijarah per tahun xxxxxx +Harga sewa per tahun xxxxxx

Pelaksanaan Akad Ijarah

Dr. Aset ijarah

Cr. Persediaan/aset

Uang muka sewa dari penyewa

Dr. Kas

Cr. Sewa diterima di muka

Biaya Administrasi yang diterima dari penyewaDr. Kas

Cr. Pendapatan fee ijarah

Penyusutan Objek Ijarah

Metode Garis Lurus

Ciri-ciri :

Sederhana

Penyusutan per periode tetap

Tidak memerhatikan pola penggunaan aktiva tetap


Metode Saldo Menurun

Ciri-ciri :

Tarif penyusutan per periode semakin menurun

Perhitungan penyusutan tanpa memperhitungkan estimasi nilai sewa

Metode Unit Aktivitas

Ciri-ciri :

Beban penyusutan per periode berfluktuasi

Tarif penyusutan tetap

Perhitungan penyusutan IMBT

ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 − 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑟𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢

𝑢𝑚𝑢𝑟 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑎𝑘

Pemeliharaan dan Perbaikan Objek Ijarah

Biaya perbaikan rutin dan pemeliharaan aset ijarah harus dicadangkan

Dr. Biaya perbaikan aset ijarah

Cr. Cadangan perbaikan aset ijarah

Melakukan perbaikan aset ijarah

Dengan sistem pencadangan

Dr. Cadangan perbaikan aset ijarah


Cr. Kas

Dengan sistem langsung

Dr. Biaya perbaikan aset ijarahCr. Kas

Pendapatan Ijarah

Berasal dari sewa yang dibayar lebih dulu

Dr. Sewa diterima di mukaCr. Pendapatan sewa

Berasal dari pembayaran sewa pada periode itu

Dr. Kas

Cr. Pendapatan sewa

Penyewa belum memenuhi kewajibannya

Dr. Piutang pendapatan sewaCr. Pendapatan sewa

Penyewa membayar sewa yang tertunggak

Dr. Kas

Cr. Piutang pendapatan sewa

Perpindahan Kepemilikan

Metode penyerahan IMBT :

Hibah

Penjualan sebelum akad berakhir

Penjualan setelah akad berakhir

Penjualan secara bertahap

Hibah

Dr. Akumulasi penyusutan aset IMBTCr. Aset ijarah


Jika pada saat terjadi perpindahan kepemilikan tersebut, aset obyek IMBT masih memiliki nilaibuku, maka diakui
sebagai beban :

Dr. Akumulasi Penyusutan Aset IMBTDr. Biaya pelepasan aset IMBT

Cr. Aset ijarah

Penjualan

Penjualan sebelum akad berakhir


Dr. Kas

Dr. Akumulasi penyusutan aset IMBTCr. Aset ijarah

Cr. Keuntungan pelepasan aset IMBTAtau

Dr. Kas

Dr. Akumulasi penyusutan aset ijarah Dr. Biaya kerugian pelepasan aset IMBTCr. Aset ijarah

Penjualan pada akhir masa sewa

Dr. Kas

Dr. Akumulasi penyusutan aset IMBTCr. Aset ijarah

Cr. Keuntungan pelepasan aset IMBTAtau

Dr. Kas

Dr. Akumulasi penyusutan aset ijarah Dr. Biaya kerugian pelepasan aset IMBTCr. Aset ijarah

Penjualan secara bertahap

Dr. Kas

Dr. Akumulasi penyusutan aset IMBTCr. Aset ijarah

Cr. Keuntungan pelepasan aset IMBT

1. Penurunan Kualitas Objek Sewa

Dr. Biaya pengembalian kelebihan penerimaan sewaCr. Kas/hutang kepada penyewa

AKUNTANSI PENYEWA (MUSTA’JIR)

Beban Sewa

AKUNTANSI PENYEWA IJARAH :

Pada saat pembayaran sewaDr. Beban sewa ijarah Cr. Kas


Jika pembayaran harga sewa dilakukan lebih dulu, maka pembayaran tersebut dicatat sebagaisewa dibayar dimuka

Atas transaksi ijarah dilakukan pembayaran harga sewa

Dr. Sewa dibayar dimukaCr. Kas

Pada saat jatuh tempo atau pengakuan beban sewa pada bulan yang bersangkutan

Dr. Beban sewa ijarah

Cr. Sewa dibayar dimuka ijarah

Jika sewa telah jatuh tempo tetapi penyewa belum melakukan pembayaran

Pada saat pengakuan beban ijarah

Dr. Beban sewa ijarah Cr. Hutang sewa ijarah

Pada saat melakukan pembayaran beban ijarah yang tertunggak

Dr. Hutang sewa ijarahCr. Kas

AKUNTANSI PENYEWA IJARAH MUNTAHIA BITTAMLIK (IMBT) :

Pada saat pembayaran sewa

Dr. Beban sewa IMBTCr. Kas

Jika pembayaran harga sewa dilakukan lebih dulu, maka pembayaran tersebut dicatatsebagai sewa dibayar
dimuka

Atas transaksi ijarah dilakukan pembayaran harga sewaDr. Sewa dibayar dimuka IMBT

Cr. Kas

Pada saat jatuh tempo atau pengakuan beban sewa pada bulan yang bersangkutanDr. Beban sewa IMBT

Cr. Sewa dibayar dimuka IMBT

Jika sewa telah jatuh tempo tetapi penyewa belum melakukan pembayaran

Pada saat pengakuan beban ijarahDr. Beban sewa IMBT

Cr. Hutang sewa IMBT

Pada saat melakukan pembayaran beban ijarah yang tertunggak Dr. Hutang sewa IMBT

Cr. Kas
Beban Pemeliharaan dan Perbaikan Rutin

Dr. Beban pemeliharaan rutin ijarahCr. Kas

Pemindahan Kepemilkan (Khusus IMBT)

Pemindahan kepemilikan dilakukan dengan cara hibah atau hadiah

Dr. Aktiva

Cr. Keuntungan/pendapatan operasi lainnya

Dengan cara pembelian sebelum akad berakhir

Dr. AktivaCr. Kas

Dengan cara pembelian setelah akad berakhir

Dr. AktivaCr. Kas

Dengan cara pembelian secara bertahap

Dr. Aset (aktiva tetap)Cr. Kas

PSAK 108 (Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah)

Perusahaan Mengelola Kumpulan Resiko Dari Masyarakat Dan Bukan Menerima Transfer Resiko Dari Masyarakat.
Konvensional : jual beli resiko (tabaduli), syariah : berbagi resiko / sharing risk (takaful).

Dibedakan Antara Pengelola Dana Dan Pemilik Dana

Premi = Amanah => Kontribusi

Surplus Asuransi Milik Pemegang Polis

Pemisahan Penerimaan Dan Pengeluaran Non Halal

Jangka waktu akad asuransi syariah :

Jangka pendek : Akad asuransi yang memberi proteksi untuk periode sampai 12 bulan ataulebih dan memungkinkan
penyesuaian akad

Jangka panjang : Akad asuransi selain akad asuransi jangka pendek

Dana peserta : Semua dana milik peserta baik individual atau pun kolektif berupa dana tabarru’dan investasi

Kontribusi : Jumlah bruto yang menjadi kewajiban peserta untuk porsi resiko dan ujrah
Laporan Keuangan Perusahaan Asuransi

Laporan Posisi Keuangan (Neraca)

Laporan Surplus Defisit under writing dana tabaru’

Laporan Perubahan dana tabaru’

Laporan laba rugi

Laporan perubahan ekuitas

Laporan arus kas

Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat

Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan

Catatan atas laporan keuangan

Neraca Entitas Asuransi Syariah

Aset

Piutang Kontribusi

Piutang Reasuransi

Kewajiban

Penyisihan kontribusi yang blm menjadi hak

Utang klaim

Klaim yg terjadi belum dilaporkan

Bagian reasuransi dari pihak lain atas klaim yg masih harus dibayar
Bagian peserta atas SU yg belum dibayar

Utang reasuransi

Dana Peserta

Dana Tabarru’

Dana Syirkah temporer mudharabah


Laporan Laba Rugi Entitas Asuransi Syariah

Pendapatan

Pendapatan pengelolaan operasi (ujrah)

Pendapatan pengelolaan portofolio investasi dana peserta

Pendapatan pembagian surplus underwriting

Pendapatan investasi

Beban

Beban komisi

Ujrah dibayar

Beban umum dan administrasi

Beban pemasaran

Beban Pengembangan

Laporan Surplus Defisit Underwriting Dana Tabarru’

Pendapatan Asuransi

Kontribusi bruto xxx

Ujrah pengelola (xxx)

Bagian reasuransi (atas resiko) (xxx)

Perubahan kontribusi yg belum menjadi hak (xxx)

Beban Asuransi

Pembayaran klaim xxx

Klaim yg ditanggung reasuransi dan pihak lain (xxx)

Klaim yg masih harus dibayar xxx

Klaim yg masih harus dibayar yg ditanggung reasuransi (xxx)

Penyisihan teknis: Beban penyisihan teknis xxx

Surplus (Defisit) Netto

Total Pendapatan Investasi


-/- Beban Pengelolaan Portofolio Investasi

Pendapatan Netto

Surplus (Defisit) Underwriting Dana Tabarru’

Laporan Perubahan Dana Tabarru’

Surplus underwriting dana tabarru (dasar akrual) xxx

Distribusi ke peserta (xxx)

Distribusi ke pengelola (xxx)

Surplus yang tersedia untuk dana tabarru xxx

Saldo Awal xxx


Saldo akhir xxx

Jurnal

Pengakuan Dan Pengukuran Kontribusi

Kontribusi dari peserta diakui sebagai bagian pendapatan dana tabarru’ dengan ketentuan :

Akad asuransi jangka pendek diakui sebagai pendapatan dana tabarru’ sesuai periode akad

Akad asuransi jangka panjang diakui sebagai pendapatan dana tabarri pada saat jatuh tempo

Bagian pembayaran dari peserta untuk investasi diakui sebagai dana investasi mudharabah, dana investasi
mudharabah musytarakah, dana investasi wakalah:

dana syirkah temporer jika menggunakan akad mudharabah atau mudharabah musytarakah

kewajiban jika menggunakan akad wakalah

Penyaluran dana investasi yang menggunakan akad wakalah bil ujrah, maka mengurangikewajiban dan dilaporkan
dalam laporan perubahan dana investasi terikat

Bagian kontribusi untuk ujrah/fee diakui sebagai pendapatan dalam laporan laba rugi secara garislurus sesuai dengan
masa akad dan menjadi beban dalam laporan surplus defisit dana tabarru’ Jurnal :

Pada saat kontribusi diterima:

Dr. Kas dan setara kas xxx LPK

Cr. Pendapatan Kontribusi xxx LSD DT

Cr. Dana Syirkah Temporer – Mudharabah xxx LPK

Cr. Kewajiban Investasi Terikat xxx LPK

Pada saat pengakuan ujrah untuk entitas pengelola:Dr. Bagian pengelola atas kontribusi xxx
LSD DTCr. Ujrah diterima dimuka xxx
LPK

Dr. Ujrah diterima dimuka xxx LPK Cr. Pendapatan pengelolaan asuransi (ujrah) xxx
LLRK

Pada saat penyaluran dana peserta untuk investasi yang berasal dari dana syirkahtemporer:

Dr. Investasi Mudharabah xxx LPK

Dr. Properti Investasi xxx LPK


Cr. Kas dan setara kas xxx LPK

Pada saat penyaluran dana peserta untuk investasi yang berasal dari investasi terikat:

Dr. Kewajiban investasi terikat xxx LPKCr. Kas dan setara kas xxx LPK
Underwriting Dana Tabarru’

Surplus underwriting dana tabarru’:

cadangan dana tabarru’

cadangan dana tabarru’ dan peserta

cadangan dana tabarru’, peserta, dan entitas asuransi syariah

Bagian surplus underwriting dana tabarru’ untuk peserta dan entitas asuransi syariah diakuisebagai pengurang surplus
underwriting dalam laporan perubahan dana tabarru’

Surplus underwriting dana tabarru’ yang diterima entitas asuransi syariah diakui sebagaipendapatan dalam laporan
laba rugi entitas

Surplus underwriting dana tabarru’ yang didistribusikan kepada peserta diakui sebagaikewajiban dalam neraca

Defisit underwriting dana tabarru’ wajib ditanggulangi oleh entitas asuransi syariah denganpinjaman (qardh)

Alokasi Surplus (Defisit) Underwriting

Jurnal :

Pada saat alokasi surplus underwriting dana tabarru’:

Dr. Surplus (Defisit) underwriting dana tabarru’ xxx LSD DTCr. Dana Tabarru’ xxx
LPK

Cr. Pendapatan alokasi surplus underwriting xxx LLRK

Cr. Bagian peserta atas SUDT yang masih harus dibayar xxx LPK

Pada saat menutup kekurangan dana tabarru’:

Dr. Pinjaman qard – dana talangan xxx LPK

Cr. Penerimaan dana talanganxxx LSD DT

Pada saat pengembalian dana talangan atas kekurangan dana tabarru’:

Dr. Pengembalian dana talangan xxx LSDU DT

Cr. Pinjaman qard – dana talangan xxx LPK

Penyisihan Teknis

Penyisihan teknis diakui pada saat akhir periode pelaporan sebagai beban dalam laporan surplusdefisit dana tabarru’
Penyisihan Teknis

Jurnal :

Pada saat pembentukan penyisihan atas kontribusi yang belum menjadi hak:

Dr. Perubahan kontribusi yang belum menjadi hak xxx LSD DT

Cr. Penyisihan kontribusi yang belum menjadi hak LPK

xxx

Pada saat pembentukan penyisihan atas klaim dalam proses dan klaim terjadi tetapibelum dilaporkan:
Dr. Perubahan klaim dalam proses xxx LSD DTDr. Perubahan klaim yang
sudah terjadi tetapi

belum dilaporkan xxx LSD DT

Dr. Perubahan penyisihan manfaat polis masa depan xxx LSD DT

Cr. Penyisihan Klaim dalam proses xxx LPK


Cr. Penyisihan Klaim yang sudah terjadi tetapibelum dilaporkan xxx
LPK

Cr. Penyisihan manfaat polis masa depan xxx LPK

Penyajian dan Pengungkapan

Penyajian

Penyisihan teknis disajikan secara terpisah pada kewajiban dalam neraca

Saldo dana tabarru’ dan saldo dana investasi peserta disajikan di dana peserta yangterpisah dari liabilities dan ekuitas
pada laporan posisi keuangan

Pengungkapan

Kontribusi

Kebijakan akuntansi, piutang kontribusi, rincian, kontribusi risiko dan ujrah, kebijakan perlakuan surplus/defisit
underwriting dana tabarru’, qardh untuk defisit underwriting danatabarru’)

Dana investasi

Kebijakan akuntansi dan rincian

Penyisihan teknis

Jenis dan dasar penentuan

Aset dan kewajiban yang menjadi milik dana tabarru’

PSAK 109 (Akuntansi Zakat dan Infaq/Sedekah)

Dana zakat

Dana amil

Dana infaq/shodaqoh

Dana non halal (kebajikan)Laporan keuangan :


neraca (laporan posisi keuangan);

laporan perubahan dana;

laporan perubahan aset kelolaan;

laporan arus kas; dan

catatan atas laporan keuangan.


Laporan Neraca :

ASET KEWAJIBAN

SALDO DANA

Dana zakatDana amil

Dana infaq/shodaqoh

Dana non halal (kebajikan)

Laporan perubahan dana :

DANA ZAKAT
Penerimaan
Penerimaan dari Muzaki XXX
XXX
entitas XXX
individu xxx
(XXX)
Hasil Penempatan
Jumlah Penerimaan setelah bagian amil xxx
Penyaluran (XXX)
Fakir Miskin
Riqab (XXX) (XXX)
Gharim
(XXX)
Mualaf
Sabilillah (XXX)
Ibnu Sabil

DANA INFAQ/SEDEKAH

Penerimaan

Infaq/sedekah tidak terikat xxx

Infaq/Sedkah terikat xxx

Bagian amil atas pengelolaan (xxx)


DANA AMIL

Penerimaan xxx

Bagian amil dari zakat xxx

Bagian amil dari infaq/sedekah xxx

Penerimaan lainnya xxx

Jumlah penerimaan dana amil xxx

Penggunaan

Beban Pegawai (xxx)

Beban Penyusutan (xxx)

Beban admin & Umum (xxx)

Jumlah Penggunaan (xxx)

Surplus (defisit) xxxx

Saldo Awal xxxx

Saldo Akhir xxxx

Hasil Pengelolaan xxx

Jumlah Penerimaan Dana Infaq/sedekah xxx

Penyaluran

Infaq/sedekah tidak terikat (xxx)


DANA NON HALAL
Penerimaan
xxx
Bunga Bank
xxx
Jasa Giro xxx
xxx
Penerimaan Non Halal lainnya
Jumlah Penerimaan dana non halal
Jumlah Penggunanaan (xxx)
Surplus (defisit) xxx
Saldo Awal xxx

Kas Sebesar yang diterima


ZIS

Non kas lancar Harga perolehan

Tidak lancar Nilai wajar


Jurnal:

penerimaan zakat (kas):Dr. Kas – dana zakat

Cr. Penerimaan dana zakat

penerimaan zakat (non kas):

Dr. Aset/persediaan

Cr. Penerimaan dana zakat

penyaluran dana zakat:Dr. Penyaluran ke 8 asnafCr. kas / Aset/persediaan

Penyusutan aset kelolaan :

Dr. Alokasi pemanfaatan aset kelolaanCr. akumulasi penyusutan

Pelepasan aset kelolaan: Dr. Akumulasi penyusutanCr. Aset kelolaan

Penurunan Aset
Dr. Penyisihan Penurunan Aset ZakatCr. Aset Kelolaan Zakat

Dr. Beban Penyisihan Penurunan Aset Zakat


Cr. Aset Kelolaan Zakat

Bagian amil dari zakat :

Dr. Bagian Amil atas dana zakatCr. Kas – dana zakat

Penerimaan infaq (kas):

Dr. Kas – dana infaq

Cr. Penerimaan Infaq terikat/tidak terikat

Penerimaan infaq (non kas) :

Dr. Aset Lancar Kelolaan – Infaq

Cr. Penerimaan Infaq terikat/tidak terikatDr. Beban Penyusutan aset kelolaan

Cr. Akumulasi penyusutan aset kelolaan

Dana infaq/sedekah sebelum disalurkan dapat dikelola, hasil pengelolaan sebagai penambahdana infaq/sedekah :

Dr. Kas – dana infaq

Cr. Penerimaan hasil pengelolaan

Bagian amil dari infaq:

Dr. Bagian amil atas penerimaan dana infaqCr. Kas – dana infaq

Penyaluran infaq :

Dr. Penyaluran Infaq terikat/tidak terikat

Cr. Kas – dana infaq /Aset lancar/tidak lancar kelolaan

Penerimaan amil dari zakat:

Dr. Kas – dana amil

Cr. Penerimaan dari dana zakat

Penerimaan amil dari infaq :Dr. Kas – dana amil

Cr. Penerimaan dari dana infaq/sedekah

Pengeluaran untuk operasional :

Dr. Beban-beban Cr. Kas – dana amil


PSAK 110 (Akuntansi Sukuk)

PSAK No.110 tentang akuntansi sukuk hanya mengatur 2 jenis sukuk yaitu : sukuk
mudharabah dan sukuk ijarah. Hal ini disebabkan penerbitan sukuk di Indonesia
sebagian besar didominasi oleh sukuk ijarah dan sebagian kecil adalah sukuk
mudharabah.

SUKUK IJARAH

Contoh Soal

PT A menerbitkan sukuk ijarah atas suatu aset: nilai nominal Rp100 miliar, jangka
waktu 4 tahun,kupon imbal hasil 15% per tahun.

Sukuk ijarah tersebut dijual seharga Rp103 miliar dan biaya penerbitan Rp5 miliar.

Pembahasan

Tahun 0

Dr. Kas dan setara kas 98.000.000.000

Dr. Sukuk- biaya transaksi 5.000.000.000

– Cr. Sukuk- nominal 100.000.000.000

– Cr. Sukuk- premium 3.000.000.000

Tahun 1

– Dr. Beban ijarah 15.000.000.000

Cr. Kas dan setara kas 15.000.000.000

Dr. Beban penerbitan sukuk ijarah 500.000.000

Dr Sukuk- premium 750.000.000

- Cr. Sukuk- biaya transaksi 1.250.000.000

Tahun 2

– Dr. Beban ijarah 15.000.000.000


Cr. Kas dan setara kas 15.000.000.000

Dr. Beban penerbitan sukuk ijarah 500.000.000

Dr Sukuk- premium 750.000.000

Cr. Sukuk- biaya transaksi 1.250.000.000

Tahun 3

– Dr. Beban ijarah 15.000.000.000

Cr. Kas dan setara kas 15.000.000.000

Dr. Beban penerbitan sukuk ijarah 500.000.000

Dr Sukuk- premium 750.000.000


Cr. Sukuk- biaya transaksi 1.250.000.000

Tahun 4

– Dr. Beban ijarah 15.000.000.000

Cr. Kas dan setara kas 15.000.000.000

Dr. Beban penerbitan sukuk ijarah 500.000.000

Dr Sukuk- premium 750.000.000

Cr. Sukuk- biaya transaksi 1.250.000.000

– Dr Sukuk- nominal 100.000.000.000

Cr. Kas dan setara kas 100.000.000.000

Sukuk Mudharabah

PT A

Penerbit saham

Proyek yang mendasari

Investor

PT A menerbitkan sukuk ijarah atas suatu proyeknya: nilai nominal Rp100 miliar, jangka waktu4 tahun, imbal hasil
dari laba proyek dengan nisbah untuk penerbit : investor adalah 40% : 60%.

Sukuk mudharabah tersebut dijual seharga Rp100 miliar dan biaya penerbitan Rp5 miliar.

Realisasi laba proyek: tahun 1 Rp20 miliar, tahun 2 Rp5 miliar, tahun 3 Rp10 miliar, dan tahun 4Rp15 miliar

Pembahasan :
Tahun 0

Dr. Kas dan setara kas 95.000.000.000

Dr. Beban tangguhan 5.000.000.000

– Cr. Sukuk mudharaba 100.000.000.000

Tahun 1

Dr. Kas dan setara kas 20.000.000.000

Cr. Pendapatan proyek 8.000.000.000


Cr. Utang kepada pemegang sukuk 12.000.000.000

Dr. Utang kepada pemegang sukuk 12.000.000.000

Cr. Kas dan setara kas 12.000.000.000

Dr. Beban penerbitan sukuk 1.250.000.000

Cr. Beban tangguhan 1.250.000.000

Tahun 2

Dr. Kas dan setara kas 5.000.000.000

Cr. Pendapatan proyek 2.000.000.000

Cr. Utang kepada pemegang sukuk 3.000.000.000

Dr. Utang kepada pemegang sukuk 3.000.000.000

Cr. Kas dan setara kas 3.000.000.000

Dr. Beban penerbitan sukuk 1.250.000.000

Cr. Beban tangguhan 1.250.000.000

Tahun 3

Dr. Kas dan setara kas 10.000.000.000

Cr. Pendapatan proyek 4.000.000.000

Cr. Utang kepada pemegang sukuk 6.000.000.000

Dr. Utang kepada pemegang sukuk 6.000.000.000

Cr. Kas dan setara kas 6.000.000.000

Dr. Beban penerbitan sukuk 1.250.000.000

Cr. Beban tangguhan 1.250.000.000

Tahun 4

Dr. Kas dan setara kas 15.000.000.000

Cr. Pendapatan proyek 6.000.000.000

Cr. Utang kepada pemegang sukuk 9.000.000.000

Dr. Utang kepada pemegang sukuk 9.000.000.000


Cr. Kas dan setara kas 9.000.000.000

Dr. Beban penerbitan sukuk 1.250.000.000

Cr. Beban tangguhan 1.250.000.000

Dr. Sukuk Mudharabah 100.000.000.000

Cr. Kas dan setara kas 100.000.000.000

Laporan Keuangan dalam Lembaga Keuangan Syariah

Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan atau PSAK 101 tentang penyajian laporan keuangan syariah
menjelaskan bahwasanya laporan keuangan dalam lembaga keuangan syariah memiliki
perbedaan dengan lembaga keuangan konvensional. Hal ini disebabkan karena pada
lembaga keuangan syariah harus memiliki 2 tambahan laporan yakni laporan sumbe
dan penggunaan zakat serta laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan.
Berikut adalah laporan keuangan yang ada di lembaga keuangan syariah:

Laporan Neraca

Menurut PSAK 101 menyebutkan bahwasanya Laporan Neraca adalah laporan


yang digunakan untuk membagi antara aset lancar dengan aset tidak lancar serta
keajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang. Pada laporan ini aset
disajikan menurut ukuran likuiditas, sedangkan kewajiban disajikan menurut urutan
jatuh temponya.

Laporan Laba Rugi

Dalam laporan laba rugi entitas syariah disajikan untuk menonjolkan berbagai
unsur kinerja keuangan yang diperlukan bagi penyajian secara wajar. Menurut
PSAK 101 didalam laporan laba rugi entitas syariah minimal mencakup pos:

Pendapatan usaha

Bagi hasil untuk pemilik dana

Beban usaha

Laba atau rugi usaha

Pendapatan dan beban non-usaha

Laba atau rugi dari aktivitas normal

Beban pajak

Laba atau rugi bersih untuk periode berjalan

Laporan perubahan ekuitas


Laporan perubahan ekuitas merupakan salah satu komponen yang sangat utama
dalam laporan keuangan baik itu lembaga keuangan syariah atau bukan, hal ini
karena laporan perubahan ekuitas akan menunjukkan :

Laba atau bersih periode yang bersangkutan

Besarnya keuntungan atau kerugian diakui secara langsung dalam ekuitas

Pengaruh kumulatif fari perubahan kebijakan akuntansi dan perbaikan terhadap


kesalahan mendasar

Transaksi modal dengan pemilik dan distribusi kepada pemilik

Saldo akumulasi laba atau rugi pada awal dan akhir periode serta perubahannya

Rekonsiliasi antara nilai tercatat dari masing-masing jenis modal

Laporan arus kas

Laporan arus kas menyediakan informasi aliran keluar masuknya kas pada lembaga
keuangan syariah kepada para pengguna informasi tersebut, seperti manajer,
investor, dan lain sebagainya
Laporan sumber dan penggunaan dana zakat

Laporan sumber dan penggunaan dana zakat yang menjadi salah satu komponen
utama dalamlaporan keuangan lembaga keuangan syariah menunjukkan tentang:

Dana zakat dari wajib zakat (dari dalam entitas syariah dan pihak luar entitas
syariah)

Penggunaan dana zakat melalui lembaga amil zakat kepada 8 asnaf

Kenaikan atau penurunan dana zakat

Saldo awal dan saldo akhir dana zakat

dan juga dana zakat yang dikumpulkan oleh entitas syariah tidak diperkenankan
untuk menutup penyisihan kerugian aset produktif dalam entitasnya. Hal ini karena
dana zakat hanya diperkenankan untuk diberikan kepada 8 asnaf.

Laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan

Dalam laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan ini menunjukkan:

Sumber dana kebajikan yang berasal dari infak, sedekah, hasil pengelolaan
wakaf, pengembaliandana kebajikan produktif, denda, dan pendpaatan nonhalal

Penggunaan dana kebajikan untuk dana kebajikan produktif, sumbangan, dan


penggunaan lainnyauntuk kepentingan umum

Kenaikan atau penurunan sumber dana kebajikan

Saldo awal dan saldo akhir dana penggunaan dana kebajikan

Penerimaan dana kebajikan oleh entitas syariah diakui sebagai kewajiban paling
likuid dan diakui sebagai pengurang kewajiban ketika disalurkan.

Catatan atas laporan keuangan

Catatan atas laporan keuangan menjelaskan tentang informasi terkait setiap pos
yang ada dalam laporan neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas,
laporan arus kas, laporan sumber dan penggunaan dana zakat, serta laporan sumber
dan penggunaan dana kebajikan. Oleh karena itu semua pos yang ada di laporan
diatas harus sesuai dengan informasi yang terdapat dalam catatan atas laporan
keuangan. Catatan atas laporan keuangan mengungkapkan:

Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan akuntansi


yang dipilih dan diterapkan terhadap peristiwa dan transaksi yang penting

Informasi yang diwajibkan dalam PSAK tetapi tidak disajikan di laporan neraca,
laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, laporan sumber dan
penggunaan dana zakat, dan laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan.

Informasi tambahan yang tidak disajikan dalam laporan keuangan tetapi diperlukan
dalam rangka penyajian secara wajar.
Referensi

Pengaturan Standar Akuntansi Keuangan 101 tentang tentang penyajian laporan keuangan Syariah
BAB 19
MANAJEMEN SYARIAH

A. Manajemen Keuangan Syariah

Manajemen keuangan syariah merupakan proses perencanaan, penggorganisasian


dan pengawasan dalam menjalankan kinerja keuangan perusahaan sesuai dengan
prinsip syariah.

1. Prinsip-prinsip manajemen keuangan syariah:

a) Setiap perdagangan harus didasari sikap saling ridha atau atas dasar
suka sama suka di antara dua pihak sehingga para pihak tidak merasa
dirugikan atau dizalimi;

b) Penegakan prinsip keadilan (justice), baik dalam takaran, timbangan,


ukuran mata uang (kurs), maupun pembagian keuntungan;

c) Kasih sayang, tolong-menolong dan persaudaraan universal;

d) Dalam kegiatan perdagangan tidak melakukan investasi pada usaha


yang diharamkan seperti usaha yang merusak mental dan moral,
misalnya narkoba dan pornografi. Demikian pula, komoditas
perdagangan haruslah produk yang halal dan baik;

e) Prinsip larangan riba, serta perdagangan harus terhindar dari praktik


gharar, tadlis dan maysir; dan

f) Perdagangan tidak boleh melalaikan diri dari beribadah (shalat dan


zakat) dan mengingat Allah.

2. Aspek-aspek dalam Manajemen Keuangan Syariah


a) Perencanaan atas keuangan, manajemen keuangan
menyusun rencana pemasukan serta pengeluaraan dana dan
aktivitas yang lain pada periode tertentu.
b) Penganggaran keuangan perusahaan, yaitu tindak lanjut atas
perencanaan keuangan dengan menyusun lebih detail lagi semua
pengeluaran dan pemasukan perusahaan.

c) Pengelolaan keuangan, yaitu mempergunakan dana yang


ada dalam perusahaan untuk memaksimalkannya dengan berbagai
cara yang bisa ditempuh.

d) Pencarian sumber dana, yaitu berusaha mencari sumber dana


perusahaan yang akan digunakan kegiatan operasional perusahaan.

e) Penyimpanan keuangan, yaitu menyimpan untuk mengamankan dana


perusahaan yang telah dikumpulkan.

f) Pengendalian atas keuangan, yaitu mengevaluasi dan memperbaiki


sistem keuangan yang ada dalam perusahaan yang dianggap belum
mumpuni.

g) Melakukan pemeriksaan keuangan, internal audit atas laporan


keuangan perusahaan dilakukan oleh manajemen keuangan untuk
memastikan tidak adanya penyimpangan yang merugikan.

h) Pelaporan keuangan perusahaan, yaitu menyediakan informasi


keuangan tentang kondisi kekinian keuangan perusahaan yang bisa
dijadikan bahan evaluasi nantinya.

3. Fungsi Manajemen Keuangan Syariah


a) Investment Decision (Keputusan Investasi)

• investasi berarti penanaman modal pada aset real atau asset


finansial (surat berharga);

• dalam keputusan investasi, manajemen harus memutuskan bentuk


dana yang ada akan diinvestasikan;

• membeli aset dan mengelolanya ataukah bermain dengan surat


berharga;
• keputusan ini sangat strategis yang sangat berpengaruh secara
langsung terhadap besar kecilnya rentabilitas investasi serta aliran
dana perusahaan pada masa mendatang.

b) Financing Decision (Fungsi Pendanaan)


Fungsi ini memerhatikan sumber dana dengan biaya seminimal
mungkin dan syarat yang bisa menguntungkan. Fungsi manajemen
keuangan jika dikaitkan dengan hal tersebut, yaitu pengawasan
terhadap biaya; penetapan kebijakan harga; peramalan laba pada masa
mendatang; pengukuran biaya untuk modal kerja.
c) Deviden Decision (Keputusan Deviden)

• besaran persentase laba yang akan dibagikan kepada pemilik


dalam bentuk kas;

• tingkat stabilitas deviden yang akan dibagikan oleh manajemen;

• stock devidend (dividen saham);

• stock split (pemecahan saham)

• penarikan saham yang telah beredar

4. Sejarah atau Latar Belakang Manajemen Keuangan Syari’ah


Rasullulah SAW yang pertama kali memperkenalkan konsep baru di bidang
keuangan negara pada abad ke-7. Pada saat itu, dilakukan penghimpunan
kekayaan negara terlebih dahulu kemudian akan dialokasikan sesuai dengan
kebutuhan negara. Adapun sumber pendapatan diperoleh dari kharaj, zakat,
khumus, jizyah, dan lain-lain, seperti kaffarah dan harta waris. Dana
tersebut dialokasikan untuk penyebaran Islam, pendidikan dan kebudayaan.
Akan tetapi, penerimaan negara secara keseluruhan tidak tercatat secara
sempurna karena minimnya jumlah orang yang membaca, menulis, dan
mengenal aritmatika sederhana.
5. Landasan Hukum Manajemen Keuangan Syari’ah
a) Perbankan Syari’ah
Pada tahun 2008, sebagai amanah dari Undang-Undang No. 21 Tahun
2008 tentang Perbankan Syariah, dibentuk suatu komite dalam
internal Bank Indonesia untuk menindaklanjuti implementasi fatwa
MUI, yaitu Pembentukan Komite Perbankan Syariah (PBI No.
10/32/PBI/2008 tanggal 20 November 2008).
b) Pasar Modal Syari’ah
Beberapa fatwa DSN MUI terkait pasar modal, antara lain Fatwa DSN
MUI No. 32/DSN MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah,
Fatwa DSN MUI No. 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal
dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syari’ah di Bidang Pasar
Modal.
c) Reksadana Syari’ah
Aturan mengenai penerbitan instrumen reksadana syari’ah diatur dalam
Lampiran Keputusan Ketua Bapepam LK KEP-130/BL/2006 tentang
Penerbitan Efek Syariah dan Lampiran KEP-
131/BL/2006 tentang Akad- akad yang Digunakan dalam Penerbitan
Efek Syariah di Pasar Modal.
d) Pasar Uang Syari’ah
Kebijakan mengenai pasar uang syari’ah di Indonesia didasarkan pada
Peraturan Bank Indonesia Nomor:10/36/PBI/2008 tanggal 10
Desember 2008 tentang Operasi Moneter Syariah.
e) Asuransi Syari’ah
Asuransi syari’ah masih terbatas dan belum diatur secara khusus dalam
undang-undang. Secara lebih teknis operasional. Asuransi/ reasuransi
berdasarkan prinsip syariah mengacu pada SK Dirjen Lembaga
Keuangan No. 4499/LK/2000 tentang jenis, penilaian dan pembatasan
investasi asuransi dan reasuransi dengan sistem syariah,, fatwa DSN-
MUI No.21/DSN- MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi
Syariah.
f) Sewa Guna Usaha (Leasing) Syari’ah
Usaha leasing dilakukan berdasarkan akad ijarah dengan landasan akad,
yaitu Fatwa DSN-MUI No.09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan
Ijarah dan Akad Al-Ijarah Al-Muntahiyah bi AlTamlik dengan
Landasan Syariah, yaitu Fatwa DSN-MUI No. 27/ DSN- MUI/III/2002
tentang al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik atau al-Ijarah wa al-
Iqtina.
g) Anjak Piutang Syari’ah
Anjak piutang dilakukan berdasarkan akad wakalah bil ujrah. Wakalah
bil Ujrah adalah pelimpahan kuasa oleh satu pihak (al muwakkil)
kepada pihak lain (al-wakil)dalam hal-hal yang boleh diwakilkan
dengan pemberian keuntungan (ujrah). Landasan hukum anjak piutan
syari’ah, yaitu Fatwa DSN- MUI No.10/DSN-MUI/IV/ 2000 tentang
Wakalah.
h) Usaha Kartu Plastik Syari’ah
Kartu plastik dalam pengembangannya juga telah diakomodasi oleh
keuangan syari’ah, khususnya dalam Fatwa DSN-MUI No. 42/ DSN-
MUI/V/2004 tentang Syariah Charge Card dan No.
54/DSNMUI/X/2006.
i) Pegadaian Syari’ah
Payung hukum gadai syari’ah dalam hal pemenuhan prinsipprinsip
syari’ah berpegang pada F atwa DSN-MUI No. 25/DSN-MUI/
III/2002 tanggal 26 Juni 2002tentang Rahn yang menyatakan bahwa
pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam
bentuk rahn diperbolehkan, dan fatwa DSN-MUI No: 26/DSN- MUI/
III/2002 tentang Gadai Emas.
j) Lembaga Pengelolaan Zakat
Pengelola zakat diatur berdasarkan Undang-Undang No. 38 Tahun
1999 tentang Pengelola Zakat dengan Keputusan Menteri Agama
(KMA) No. 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan UndangUndang No.
38 Tahun 1999 dan Keputusan Direk tur Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam dan Urusan Haji No. D/291 Tahun 2000 tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.
6. Ruang Lingkup Manajemen Keuangan Syari’ah
a) Manajemen Keuangan Syari’ah dari Segi Aktivitasnya
• Aktivitas Perolehan Dana
Setiap upaya dalam memperoleh harta semestinya
memerhatikan cara-cara yang sesuai dengan syari’ah, seperti
mudharabah, musyarakah, murabahah, salam, istishna, ijarah,
sharf, dan lain-lain.
• Aktivitas Perolehan Aktivitas
Dalam hal ingin menginvestasikan uang juga harus memerhatikan
prinsip prinsip “uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas
yang diperdagangkan”, dapat dilakukan secara langsung atau
melalui lembaga intermediasi seperti bank syariah dan reksadana
syariah.
• Aktivitas Penggunaan Dana
Harta yang diperoleh digunakan untuk hal-hal yang tidak dilarang
seperti membeli barang konsumtif dan sebagainya. Digunakan
untuk hal-hal yang dianjurkan, seperti infak, wakaf, sedekah.
Digunakan untuk hal- hal yang diwajibkan seperti zakat.
b) Manajemen Keuangan Syari’ah dari Segi Lembaganya
a) Lembaga Keuangan Bank
• Bank umum syari’ah
Bank umum merupakan bank syari’ah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
• Bank pembiayaan rakyat syari’ah
Bank pembiayaan syari’ah berfungsi sebagai pelaksana
sebagian fungsi bank umum, tetapi di tingkat regional dengan
berlandasan prinsip-prinsip syari’ah.
b) Lembaga Keuangan Non-Bank
• Pasar modal Pasar modal merupakan tempat pertemua
n dan melakukan transaksi antara pencari dana
(emiten) dan para penanam modal (investor).
• Pasar uang Pasar uang syari’ah juga telah hadir
melalui kebijakan Operasi Moneter Syariah dengan
instrumen, antara lain Sertifikat Bank Indonesia Syariah
(SBIS), dll
• Asuransi syari’ah (ta’min,takaful, atau tadhamun)
• Dana pensiun Dana pensiun merupakan kegiatan mengelola
dana pensiun dari pemberi kerja.
• Modal ventura Modal ventura
merupakan pembiayaan oleh perusahan yang usahanya
mengandung risiko tinggi. Jenis ini relatif masih baru di
Indonesia.
c) Lembaga Pembiayaan
• Lembaga sewa guna usaha (leasing)
• Perusahan anjak piutang (factoring)
• Kartu plastik (Alat pembayaran menggunakan kartu, baik
menggunakan kartu kredit, ATM, kartu debit, kartu prabayar
sebagai produk bank atau lembaga keuangan nonbank disebut
juga dengan kartu plastik).
• Pembiayaan konsumen (consumer finance)
• Pegadaian syari’ah
d) Lembaga Keuangan Syari’ah Mikro
• Lembaga pengelola zakat (BAZ dan LAZ)
• Lembaga pengelola wakaf
• BMT (Baitul mal wat Tamwil)
7. Prinsip Dasar dan Kontrak Keuangan Syari’ah
a) Prinsip Dasar Keuangan Syari’ah

Keuangan syari’ah adalah bentuk keuangan yang didasarkan pada


syari’ah atau bangunan hukum Islam. Syari’ah yang berarti “jalan yang
menuju sumber air”, dipenuhi dengan tujuan moral dan pelajaran
tentang kebenaran.

b) Persyaratan Keuangan Syari’ah


• Keyakinan pada Tuntutunan Ilahi
• Tidak Ada Bunga
• Tidak Ada Investasi Haram
• Berbagi Risiko yang Dianjurkan
• Pembiayaan Didasarkan pada Aset Real
c) Klasifikasi Kontrak Keuangan Syari’ah
• Wadiah

• Mudharabah

• Qard hasan, terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:

• Berbasis ekuitas, musyarakah, mudharabah;

• Berbasis utang, murabahah, ijarah;

• Berbasis utang, bai salam, ishtisna’, qard hasan, rahn, bai inah.

B. Manajemen Pemasaran Syariah

1. Definisi Manajemen Pemasaran Syariah


Syariah marketing adalah sebuah disiplin bisnis strategis yang mengarahkan
proses penciptaan, penawaran dan perubahan value dari suatu inisiator
kepada stakeholders-nya, yang dalam keseluruhan prosesnya sesuai dengan
akad dan prinsip-prinsip muamalah (bisnis) dalam Islam. Menurut
Hermawan Kartajaya, nilai inti dari Pemasaran syariah adalah Integritas dan
transparansi, sehingga marketer tidak boleh bohong dan orang membeli
karena butuh dan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan, bukan karena
diskonnya.
2. Konsep Pemasaran Syariah
d) Pemasaran syariah diartikan perusahaan yang berbasis syariah
diharapkan dapat bekerja dan bersikap profesional dalam dunia bisnis,
sehingga dapat menumbuhkan kepercayaan kosumen.
e) Syariah dalam pemasaran bermakna suatu pemahaman akan pentingnya
nilai-nilai etika dan moralitas pada pemasaran, sehingga diharapkan
perusahaan tidak hanya fokus pada keuntungan pribadi, namun juga
berusaha untuk menciptakan ,menawarkan, atau mengubah suatu
values kepada para stakeholders sehingga perusahaan tersebut dapat
menjaga keseimbangan laju bisnisnya menjadi bisnis yang sustainable.
f) Beberapa perusahaan dan bank mulai menerapkan konsep marketing
syariah dan memperoleh hasil yang positif. Kedepannya diprediksikan
marketing syariah ini akan terus berkembang dan dipercaya masyarakat
karena nilai-nilainya yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan
masyarakat yaitu kejujuran.
3. Karakteristik Pemasaran Syariah
a) Teistis (rabbaniyyah): Jiwa seorang syariah marketer meyakini bahwa
hukum-hukum syariat yang teistis atau bersifat ketuhanan ini adalah
yang paling adil, paling sempurna, paling selaras dengan segala bentuk
kebaikan, paling dapat mencegah segala bentuk kerusakan, paling
mampu mewujudkan kebenaran, memusnahkan kebatilan dan
menyebarluaskan kemaslahatan.

b) Etis (akhlaqiyyah): Mengedepankan masalah akhlak (moral, etika)


dalam seluruh aspek kegiatannya, karena nilai-nilai moral dan etika
adalah nilai yang bersifat universal, yang diajarkan oleh semua agama.

c) Realistis (al-waqiyyah): Syariah marketer adalah konsep pemasaran


yang fleksibel, sebagaimana keluasan dan keluwesan syariah islamiyah
yang melandasinya. Syariah marketer adalah para pemasar profesional
dengan penampilan yang bersih, rapi dan bersahaja, apa pun model atau
gaya berpakaian yang dikenakannya, bekerja dengan mengedepankan
nilai-nilai religius, kesalehan, aspek moral dan kejujuran dalan segala
aktivitas pemasarannya.

d) Humanistis (insaniyyah): Keistimewaan syariah marketer yang lain


adalah sifatnya yang humanistis universal, yaitu bahwa syariah
diciptakan untuk manusia agar derajatnya terangkat, sifat
kemanusiaannya terjaga dan terpelihara, serta sifat-sifat kehewanannya
dapat terkekang dengan panduan syariah. Syariat islam diciptakan
untuk manusia sesuai dengan kapasitasnya tanpa menghiraukan ras,
warna kulit, kebangsaan dan status. Hal inilah yang membuat syariah
memiliki sifat universal sehingga menjadi syariah humanistis universal.

4. Paradiga Pemasaran Syariah


Terdapat tiga paradigma dalam pemasaran syariah, yaitu strategi pemasaran
syariah, untuk memenangkan mind share (berbagai inisiatif), taktik
pemasaran syariah untuk memenangkan market share (penguasa pasar), dan
value pemasaran syariah untuk memenangkan heart share (jantung pasar).
Ini masih bisa dilengkapi dengan satu lagi strategi, yaitu strategi pemasaran
syariah untuk menciptakan keberlangsungan (sustainable) perusahaan, yang
akan membentuk image holistic sharemarketing. Dalam hal teknis
pemasaran syariah, terdapat syariah marketing strategy untuk
memenangkan mind-share dan syariah marketing value untuk
memenangkan heart-share.

a) Syariah marketing strategy melakukan segmenting, targeting dan


positioning market dengan melihat pertumbuhan pasar, keunggulan
kompetitif, dan situasi persaingan sehingga dapat melihat potensi pasar
yang baik agar dapat memenangkan mind-share.

b) Selanjutnya syariah marketing value melihat brand sebagai nama baik


yang menjadi identitas seseorang atau perusahaan, sehingga contohnya
perusahaan yang mendapatkan best customer service dalam bisnisnya
mampu mendapatkan heart share.

Syariah marketing strategi yaitu strategi untuk pemetaan pasar berdasarkan


ukuran pasar, pertumbuhan pasar, keunggulan kompetitif dan situasi
persaingan. Strategi pemasaran berusaha menanamkan perusahaan dan
produknya di benak pelanggan. Pada dasarnya strategi pemasaran
memberikan arah dalam kaitanya dengan variabel-variabel seperti
segmentasi pasar Syariah, positioning, target dan elemen bauran pemasaran
dan biaya bauran pemasaran.

Citra Pemasaran Syariah, Spiritual merupakan Strategi yang paling jitu dan
paling unggul, dimana strategi ini mampu memayungi berbagai macam
strategi lainya. Melalui pemasaran spiritual, maka perusahaan dalam
kegiatan pemasarannya dapat menguasai mind share, market share, dan
heart share. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa aktivitas pemasaran
syariah lebih bersifat holistic, sempurna, untuk menciptakan suntainability,
perusahaan dalam jangka panjang serta membangun image perusahaan yang
baik. Inti pemasaran syariah adalah kejujuran yang dilandasi keyakianan
akan allah Swt. beserta segala kebesaran dan keagungan-Nya. yang akan
mengawasi perbuatan manusia.

Marketing mix ini merupakan strategi mencampurkan kegiatan-kegiatan


marketing, agar dicari kombinasi maksimal sehingga mendatangkan hasil
paling memuaskan. Ada 4 komponen yang tercakup dalam kegiatan
marketing mix ini yang terkenal dengan sebutan 4P:

a) Produk
Kualitas produk yang dipesan oleh pelanggan selalu sesuai dengan
barang yang diserahkan. Seandainya terjadi ketidak cocokan, maka
pelanggan berhak untuk menuntut hak khiyar, dengan cara
membatalkan jual beli.
b) Price (harga)

Penetapan harga tidak mementingkan keinginan pedagang sendiri,


tetapi harus mempertimbangkan kemampuan daya beli
masyarakat.Dalam ajaran syariah tidak dibenarkan mengambil
keuntungan sebesar-besarnya, tetapi harus dalam batas kelayakan.
Harga merupakan kekuatan nilai tukar barang dan jasa yang dapat
menigkatkan volume penjualan dan keuntungan perusahaan.

c) Place (tempat)

Place (tempat) berarti berhubungan dengan dimana perusahaan jasa


harus bermarkas dan melakukan aktivitas kegiatannya.Perusahaan
harus memilih saluran distribusi dan menetapkan tempat untuk kegiatan
bisnis.

d) Promotion (promosi)
Promotion (promosi) adalah komunikasi informasi antara penjual dan
pembeli yang bertujuan untuk mengubah sikap dan tingkah laku
pembeli, yang tadinya tidak mengenal kemudian mengenal sehingga
menjadi pembeli dan tetap mengingat produk tersebut. Dalam kegiatan
memasarkan barang tidak diperbolehkan menipu (sumpah palsu) untuk
melariskan penjuaanya. Seperti yang di riwayatkan oleh (HR Muslim):
Sumpah yang diucapkan untuk melariskan dagangan, dapat merusak
keuntunganya.

5. Lanskap Bisnis Syariah Marketing


a) Information Technology Allows Us to be Transparent (Change)
Perkembangan teknologi ini tentu saja memberikan kesempatan emas
bagi perusahaan yang menggunakan prinsip-prinsip syariah. Selain
sebagai penunjang untuk kegiatan operasional dan standar pelayanan,
teknologi juga membantu menunjukkan kesungguhan perusahaan
dalam melaksanakan prinsip-prinsip syariah marketing. Kemudahan
bagi konsumen untuk mendapatkan informasi dan melakukan
komunikasi menjadi kunci bagi perusahaan syariah menunjukkan
kejujuran secara transparan.
b) Be Respectful to Your Competitors (Competitor)

Perusahaan sebisa mungkin menciptakan win-win solution antara


perusahaan dan pesaingnya, karena yang memegang kendali terhadap
pasar bukanlah anda ataupun pesaing anda, melainkan masyarakat luas
sebagai konsumen. Berkomunikasi secara jujur dan adil, maka akan
memberikan pendangan positif dari masyarakat terhadap perusahaan
anda.

c) The Emergency of Customers Global Paradox (Customer)

Menjalankan kegiatan ekonomi yang berdasarkan syariah, masyarakat


meyakini bahwa kegiatannya sudah sesuai dengan etika dan nilai-nilai
agama. Sehingga dapat kita lihat perubahan di era globalisasi dan
modernisasi pada abad ke-21 membawa masyarakat untuk kembali
pada nilai-nilai etika, yang dalam hal ini menimbulkan paradoks antara
kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.

d) Develop A Spiritual-Based Organization (Company)

General Electris, di bawah kepemimpinan Jack Welch, berhasil


menorehkan sejarah sebagai salah satu perusahaan yang sukses karena
prinsip dasar perusahaan yang dianutnya. Prinsip mereka terkenal
dengan nama “GE WAY. Apa yang dilakukan Jack Welch dan Anita
Roddick ini pada dasarnya adalah penerapan nilai-nilai spiritual dalam
perusahaan. Dengan menerapkan Spritual-Based Organization, pesen-
pesen di atas terus diampsikan untuk menjadikan dunia sebagai tempat
yang lebih baik dengan mengedepankan kerendahan hati dan kejujuran,
bahkan ketika mereka telah menjadi pengusaha yang sukses.

C. Manajemen Operasi Syariah

1. Konsep Manajemen Operasi Syariah


Manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan
bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang ke arah tujuan-
tujuan organisasional, pelaksanaannya adalah “managing” –pengelolaan -,
sedang pelaksanaanya disebut manajer atau pengelola. Manajemen syariah
adalah seni dalam mengelola semua sumber daya yang dimiliki dangan
tambahan sumber daya dan metode syariah yang telah tercantum dalam kitab
suci atau yang telah dajarkanoleh nabi Muhammad SAW. Konsep syariah
yang diambil dari hukum Al Quran sebagai dasar pengelolaan unsur- unsur
manajemen agar dapat mencapai target yang dituju, yang membedakan
manajemen syariah dengan manajemen umum adalah konsep Ilahiyah dalam
implementasi sangat berperan.
Nabi Muhammad SAW mengelola (manage) dan mempertahankan
(mantain) kerjasama dengan stafnya dalam waktu yang lama dan bukan
hanya hubungan sesaat. Salah satu kebiasaan Nabi adalah memberikan
reward atas kreativitas dan prestasi yang ditunjukkan stafnya. Islam telah
mengenalkan konsep pengorganisasian dan pentingnya seorang pemimpin
dalam sebuah masyarakat. Sebagaimana diriwayatkan dari Rasulullah
dalam sabdanya: “Tidak dihalalkan bagi 3 orang yang berada di atas tanah
di muka bumi ini, kecuali salah seorang dari mereka menjadi pemimpin”.
Dalam hadist lain diriwayatkan : “ketika 3 orang keluar melakukan
perjalanan, maka perintahkanlah salah seorang dari mereka untuk menjadi
pemimpin.” Seperti yang sudah dikemukakan diatas bahwa peran syariah
Islam adalah pada cara pandang dalam implementasi manajemen. Dimana
standar yang diambil dalam setiap fungsi manajemen terikat dengan hukum-
hukum syara’ (syariat Islam). Terdapat 3 item penting konsep manajemen
syariah yaitu: perilaku, struktur organisasi, dan sistem.
2. Fungsi Dasar Strategi Manajemen Operasi

Pada 2008, Ford Motor Company menata ulang perusahaan mereka


menggunakan apa yang dikenal sebagai 10 area operasi strategis. Hal ini
memungkinkan organisasi menjadi lebih fleksibel dan berhasil membuat
perusahaan selamat dari krisis keuangan tanpa menerima dana talangan
pemerintah. Toyota, Google dan Jet Blue juga dikenal karena menggunakan
sistem 10 area dalam semua kegiatan bisnis mereka. Ini digunakan di
seluruh industri sebagai panduan untuk manajemen operasi. Area-area
tersebut adalah:

a) Barang dan jasa (Goods and Services): Ini termasuk mencari cara untuk
menerapkan konsistensi dalam biaya, kualitas, dan sumber daya di
semua divisi bisnis.

b) Manajemen Kualitas (Quality Management): Jelaskan permintaan


pelanggan dan kemudian penuhi harapan tersebut. Gunakan riset pasar
untuk menentukan kebutuhan pelanggan dan pengujian jaminan
kualitas batch pada produk dan layanan dalam produksi.

c) Desain Proses dan Kapasitas (Process and Capacity Design): Strategi


desain yang mendukung semua tujuan produksi termasuk teknologi dan
sumber daya. Peta aliran nilai dapat membantu menentukan proses apa
yang diperlukan dan bagaimana membuatnya berjalan efisien.
d) Lokasi (Location): Dalam mengembangkan strategi lokasi
pertimbangkan rantai pasokan dan bagaimana lokasi akan menerima
pasokan, pergerakan barang dan jasa secara internal dan ke pelanggan,
dan peran pemasaran dan hubungan masyarakat dalam pemilihan
lokasi.

e) Desain dan Strategi Tata Letak (Layout Design and Strategy):


Pertimbangkan penempatan meja, workstation, dan bagaimana bahan
dikirim dan digunakan.

f) Sumber Daya Manusia dan Desain Pekerjaan (Human Resources and


Job Design): Menerapkan program peningkatan berkelanjutan dengan
ulasan reguler, memberikan pelatihan berkelanjutan untuk karyawan,
dan melembagakan program kepuasan karyawan untuk mencapai
kesuksesan di bidang ini.

g) Manajemen Rantai Pasokan (Supply Chain): Menentukan strategi


terbaik untuk merampingkan, efektif biaya, dan mengembangkan mitra
terpercaya.

h) Inventory: Pasar yang berbeda berarti tantangan yang berbeda dalam


hal inventory tetapi semua perlu membuat strategi dan merencanakan
kontrol inventory mereka. Cuaca, kekurangan pasokan, dan tenaga
kerja semuanya memengaruhi cara organisasi mempertahankan
inventory-nya.

i) Penjadwalan (Scheduling): Pertimbangkan produksi dan orang. Ajukan


pertanyaan seperti berapa banyak produk yang dibutuhkan untuk
diproduksi untuk pelanggan dalam waktu yang dibutuhkan? Berapa
banyak orang dan berapa banyak mesin yang diperlukan untuk
melakukan pekerjaan secara efektif dan efisien? Ini berbeda antara
departemen industri dan bisnis. Misalnya, ruang gawat darurat perlu
mempertahankan jadwal yang berbeda dari kantor perusahaan rumah
sakit.
j) Pemeliharaan (Maintenance): Ini termasuk perawatan orang dan mesin,
serta, proses. Apa yang perlu Anda lakukan untuk menjaga kualitas dan
menjaga sumber daya yang dapat diandalkan dan stabil.

10 area ini dapat diterapkan pada bisnis ukuran apa pun untuk meningkatkan
efisiensi, tidak hanya raksasa global seperti Ford dan Jet Blue.

3. Manajemen Operasi Perspektif Islam


Keputusan-keputusan yang terkait dalam manajemen operasi dalam
perspektif syariah pada hakekatnya sama dengan manajemen operasi
umum, yaitu yang dikenal dengan sepuluh keputusan kritis, “ten critical
decisions” dari Jay dan Render (1997), yaitu kualitas (quality), desain
produk (product design), desain proses (process design), lokasi (location),
tata letak (layout), sumber daya manusia (human resources), manajemen
rantai pasokan (supply chain management), persediaan (inventory),
penjadualan (scheduling), dan pemeliharaan (maintenance), yang ditambah
dengan prinsip syariah dan etika bisnis Islam.

Pada prinsipnya, Manajemen Operasi dalam Perspektif Syariah merupakan


implementasi prinsip-prinsip syariah dan etika bisnis Islam dalam bidang
Manajemen Operasi.
Prinsip syariah dalam Manajemen Operasi dalam Perspektif Syariah diawali
dengan Islam sebagai agama rahmatal-lil-‘alamin (agama yang
diperuntukkan semua manusia). Pada dasarnya ada dua aspek penting dalam
Islam yaitu Ibadah dan Mu’amalah (hubungan antar manusia). Dalam
konteks ibadah, prinsip atau hukum asalnya adalah segala sesuatunya
dilarang untuk dikerjakan, kecuali yang ada petunjuknya dalam al Qur’an
dan hadits. Dalam konteks mu’amalah, prinsip atau hukum asalnya adalah
segala sesuatunya diperbolehkan, kecuali jika ada larangan dalam al Qur’an
dan hadits. Dalam konteks mu’amalah inilah manajemen operasi
diaplikasikan. Secara prinsip, aspek kesyariahan dalam manajemen
(Gambar 3) meliputi tiga bidang yaitu:

a) Haram zat (barang) yang diperdagangkan, misalnya mengandung:


daging babi, khamar, bangkai,dan darah.

b) Haram untuk dilakukan (selain zatnya), misalnya: tadlis (penipuan),


gharar (ketidakpastian), ikhtikar (rekayasa pasar dalam suplai), bai’
najasy (rekayasa pasar dalam permintaan), riba (3 macam), maysir
(perjudian), dan risywah (suap menyuap).

c) Tidak sahnya akad (perjanjian) karena tidak terpenuhinya hal-hal antara


lain : rukun (pelaku, objek, dan ijab kabul), syarat (kondisi melengkapi
rukun), terjadi ta’alluq (dua akad yang saling dikaitkan/disyaratkan),
terjadi ”2 in 1” (terjadi dua akad sekaligus sehingga timbul gharar).

Peran syariah dalam Ilmu Manajemen adalah menyempurnakan


sistem manajemen organisasi. Oleh karena itu di universitas, pengajaran
mata kuliah Aplikasi Manajemen Syariah (AMS) tidak dapat dilepaskan
keterkaitannya dengan Manajemen Dalam Perspektif Syariah (MDPS),
karena yang kedua menjadi dasar dari yang pertama. Kedua mata kuliah
tersebut perlu digabung menjadi Manajemen Bisnis Syariah dan
Aplikasinya (MBSA).

Agar sistem di atas dapat berjalan, maka diperlukan :


• Pengidentifikasian transaksi yang dilarang bisnis,
penghilangan/penggantian sistem bisnis yang dilarang oleh
syariah, meskipun sifatnya terselubung/tersamar.

• Penyempurnaan tata nilai dan etika dalam manajemen bisnis;


penghilangan/penggantian tata nilai dan etika yang dilarang oleh
syariah.

Adapun peran syariah dalam fungsi operasional manajemen dapat


dilihat pada tabel di bawah ini:

6. Rantai Pasokan dan Industri Halal

Rantai pasokan (supply chain) mencakup berbagai aspek baik secara


langsung maupun tidak langsung, dalam memenuhi kebutuhan konsumen.
Rantai pasokan terkandung komponen pihak-pihak yaitu: manufaktur,
supplier, distributor, gudang, retailer, bahkan termasuk konsumen itu
sendiri. Fungsi utama adanya rantai pasokan adalah untuk memenuhi
kebutuhan konsumen yang mencakup: pengembangan produk, marketing,
operasi, distribusi, keuangan, dan pelayanan konsumen. Dengan demikian
integrasi rantai pasokan dapat diartikan sebagai usaha untuk
mengkoneksikan satu sama lain unit-unit rantai pasokan guna mencapai
economies of scale atau skala ekonomis yang lebih besar sehingga sistem
rantai pasokan tersebut bisa beroperasi dengan lebih efisien. Ada beberapa
kategori produk halal yang berkembang hingga tahap industri pada saat ini
yaitu: Makanan Halal, Islamic Finance, Halal Travel, Modest Fashion,
Media dan Rekreasi serta pharma-cosmetics.

Dalam Makanan Halal dan Halal Pharma-Cosmetics istilah halal


berarti semua proses baik dari hulu hingga hilir dalam pengolahan makanan
terbebas dari unsur najis, hadast, dan kontaminasi lainnya. Namun, secara
lebih detailnya halal berarti: tidak mengandung elemen yang dilarang oleh
syariat Islam; tidak ada kontak dengan substansi yang dilarang selama
proses produksi, transportasi, dan penyimpanan; dan tidak disimpan dalam
fasilitas atau transportasi yang dilarang. Sedangkan istilah Halal dalam
Modest Fashion bermakna pakaian yang memenuhi syariat Islam dalam
menutupi aurat baik pria maupun perempuan.

Referensi

Alma Buchari, Manajamen Pemasaran dan Pemasaran JasaBandung: Alfabeta,


2013

Alma Buchari dan Priansa Juni Donni, Manajemen Bisnis Syariah, Bandung:
Alfabeta, 2014

Dadang Husen Sobana.. 2017. Manajemen Keuangan Syari’ah. Cet. 1. Bandung:


CV Pustaka Setia.

Fahmi Irham, Manajemen Pebankan Konvensional & Syariah (Jakarta: Mitra


Wacana Media, 2015) Mas’ud, Machfoedz dan Machfoedz Mahmud,
Kewirausahaan, (Yogyakarta: UPP AMPN KPN, 2004)

Handbook CIES (2014). RnD CIES

Heizer, J. and B. Render (2011). Operations Management. 10 th Ed

Marco Tieman et al (2013). Principle in Halal Supply Chain Management

Purnama Putra dan Wiwik Hasbiyah, Teori Dan Praktik Pemasaran Syariah,
Depok : PT Raja Grafindo Persada, 2018

Sarasi,Vita (2011). Urgensi Manajemen Operasi dalam Perspektif Syariah dalam


Dunia Bisnis
BAB 20
KEBIJAKAN FISKAL ISLAM

A. Konsep Kebijakan Fiskal Islam

Kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan yang meliputi kegiatan penerimaan dan
pengeluaran Negara yang digunakan oleh pemerintah untuk menjaga stabilitas
ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Salah satu fungsi kebijakan fiskal
adalah untuk mengurangi kesenjangan dan mendistribusikan kesejahteraan secara
adil antara golongan kaya dan miskin. Hal ini dilakukan melalui mekanisme
pengenaan pajak yang relatif besar terhadap golongan kaya dan mendistribusikan
kepada yang miskin melalui:

1. Transfer tunai. Hal ini dilakukan melalui tunjangan / uang transfer.


Contohnya seperti bantuan beasiswa, Bantuan Langsung Tunai (BLT),
pelayanan kesehatan gratis, dll.
2. Bantuan langsung berupa barang. Contoh: bantuan perumahan.

Struktur penerimaan dan pengeluaran (lebih dikenal dengan Anggaran Pendapatan


dan Belanja Negara-APBN) Indonesia:

1. Struktur Penerimaan
a) Pajak
b) Non-pajak: seperti pendapatan dari BUMN, SDA.
2. Belanja Negara
a) Belanja rutin
b) Belanja non-rutin/ pembangunan
3. Pembiayaan Anggaran
Pembiayaan anggaran ini dilakukan dalam rangka menutup defisit,
baik dilakukan dari dalam negeri maupun luar negeri.
A. Guarantee of minimum level of living in an Islamic State
Cara dan sarana pemenuhan kebutuhan, yaitu.

1. Sumber utama untuk memenuhi kebutuhan individu adalah pendapatannya


sendiri.
2. Sumber lainnya berasal dari kerabat
3. Sedekah individu, dukungan dari organisasi filantropi dan kerelawanan
juga dapat menjadi sumber dukungan substansial bagi yang membutuhkan.
4. Ada beberapa kebutuhan sementara atau tidak sengaja yang dapat
disediakan seseorang dengan persiapan terdahulu (asuransi dan dana
pensiun). Ketika masing-masing individu tersebut tidak bisa memenuhi
hak tersebut maka akan menjadi beban pada otoritas sosial untuk
mengatasi masalah seperti ini. Sehingga suatu negara perlu membentuk
program komprehensif yang dapat mengatasi masalah ini (Jaminan
kesehatan nasional dan sejenisnya).
5. Tanggung jawab utama untuk pemenuhan kebutuhan terletak pada negara
Islam. Jika seseorang yang membutuhkan gagal menemukan dukungan
dari orang-orang terdekatnya dan sumber-sumber pribadi
6. lainnya, negara berkewajiban untuk datang membantu.
7. Pertumbuhan dan perkembangan perekonomian tetap diperlukan dengan
tujuan memudahkan redistribusi pendapatan.

B. Implikasi Kebijakan Kontemporer

1. Sebelum menjelaskan beberapa kebijakan yang bertujuan untuk


memastikan pemenuhan kebutuhan universal, terdapat tiga prinsip yang
dapat digunakan pada pembahasan kali ini
• Pertama, setidaknya perlu ada intervensi dalam proses pasar yang
menghasilkan harga komoditas dan faktor produksi,
pengalokasian sumber daya dan pendistribusian produk.
• Kedua, dalam jangka panjang tujuannya adalah menjadikan orang
yang membutuhkan dapat memperoleh sarana yang dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan pribadinya, sehingga membuatnya
tidak lagi membutuhkan jaminan sosial.
• Terakhir, sangat penting bahwa tujuan pemenuhan kebutuhan
diwujudkan dalam jangka pendek maupun jangka panjang,
terlepas dari sejauh mana gangguan dengan proses pasar yang
dilibatkan. Dalam keadaan apa pun, tujuan ini tidak dikorbankan
untuk tujuan lain seperti pertumbuhan atau kebebasan.
2. Bantuan langsung pendapatan bagi masyarakat miskin
Transfer langsung pendapatan kepada orang miskin adalah kebijakan yang
sudah mapan dalam tradisi Islam. mulai berlaku dengan diberlakukannya
retribusi zakat wajib di tahun kedua setelah hijrah. Dalam jangka pendek,
metode ini lebih disukai daripada beberapa metode lain yang dibahas di
bawah karena melibatkan sedikit gangguan pada proses pasar, maka efek
aplikatifnya minimal bekerja. Akan tetapi perlu diperhatikan efeknya terkait
insentif bekerja bagi orang yang membutuhkan.
3. Ketentuan public dari konsumsi barang dan jasa
Tidak sepenuhnya konsumen bisa menjadi pengalokasi sumber daya yang
optimal. Sehingga diperlukan intervensi pemerintah dalam menyediakan
barang yang memang dibutuhkan bagi masyarakat. Kondisi ini harus
dipenuhi ketika permintaan pada barang terkait kesehatan, pendidikan, air
bersih dan sejenisnya akan menjadi tidak efisien jika dilakukan secara
individu. Sehingga langkah ini memang diperlukan ketika dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas.
4. Intervensi pada pasar komoditas dan faktor produksi
Pemerintah mempunyai kewajiban pada kondisi normal memiliki untuk
memastikan praktik yang adil dari setiap agen ekonomi, dan membiarkan
harga komoditas dan faktor produksi ditentukan oleh mekanisme pasar.
Intervensi dibutuhkan pada kondisi;
a) Urgensi pemenuhan kebutuhan.
b) Tidak seimbang dan adil pada distribusi awal dari pendapatan dan
kekayaan yang merampas bagian-bagian populasi dari setiap akses ke
pasar.
c) Fakta bahwa pasar aktual tidak pernah bebas dari praktik korupsi.
tujuan intervensi pada pasar komoditas adalah untuk memastikan
persediaan barang dan jasa penting yang memadai dengan harga yang
wajar.
5. Kepemilikan dan aturan kekayaan
Pada konteks ini pemerintah perlu memastikan distribusi yang lebih adil dari
pendapatan dari aset yang produktif dalam jangka panjang melalui berbagai
mekanisme yang sesuai.
6. Peran sektor swasta
Pada tahapan apapun perlu peran aktif dari sektor swasta untuk memenuhi
berbagai kebutuhan pada level negara, sehingga pemerintah perlu
mengkoordinir dan memberikan sarana yang membuat mereka dapat
berkontribusi pada kegiatan yang berdampak positif dalam perekonomian.
Seperti peningkatan teknologi, penciptaan lapangan kerja, maupun
investasi.
7. Kebutuhan kerjasama internasional
Mengenal satu sama lain merupakan kewajiban dan Muslim diperintahkan
untuk saling tolong menolong sehingga dalam konteks negara khususnya
pada aspek ekonomi kerja sama internasional tidak bisa di hindarkan.
Khususnya pada kasus negara yang lebih maju membantu negara yang
miskin.

C. Pengeluaran publik dalam negara Islam

Tujuan Ekonomi dari negara Islam adalah:


1. Pemenuhan kebutuhan
2. Pembangunan dan pengurangan ketimpangan.
3. Lapangan kerja, stabilitas dan perkembangan ilmu pengetahuan adalah
tujuan pelengkap yang perlu dipenuhi untuk memastikan realisasi dari
tujuan utama.

4. Diskusi ini diikuti oleh pernyataan fungsi negara Islam yang melibatkan tiga
kategori di mana main heads dari pengeluaran publik dipelajari.

a) Permanent heads dari pengeluaran publik yang diamanatkan oleh


syariah
• Pertahanan
• Hukum dan keamanan
• Peradilan
• Pemenuhan kebutuhan
• Dakwah
• Amal ma'ruf nahi munkar
• Administrasi sipil
• Pemenuhan kewajiban sosial seperti yang gagal dipenuhi oleh
sektor swasta.
b) Pengeluaran yang diperlukan saat ini
• Perlindungan terhadap lingkungan
• Penyediaan barang publik yang diperlukan diluar yang termasuk
pada daftar pertama
• Penelitian ilmu pengetahuan
• Pembentukan modal dan pembangunan ekonomi
• Subsidi untuk aktivitas swasta prioritas
• Pengeluaran yang diperlukan sebagai kebijakan stabilisasi
c) Pengeluaran yang dibutuhkan untuk mengatur kegiatan tambahan yang
ditugaskan untuk negara oleh rakyatnya.
• Keuangan publik merupakan kepercayaan dan harus digunakan
untuk kepentingan publik. Dana ini tidak boleh digunakan untuk
manfaat pribadi dan penguasa, dan penggunaannya harus
diberlakukan secara adil tanpa ada diskriminasi atas dasar
apapun.
• Kewajiban Fardhu Kifayah bisa tidak terpenuhi oleh individu
karena (a) Lack of information; (b) moral failure; (c) lack of
resources or technical difficulties.
• Insentif individu untuk bekerja akan berkurang ketika terdapat
kemungkinan seseorang mendapatkan pendapatan tanpa perlu
bekerja atau dipenuhi oleh pihak lain.
• Karena adanya kemungkinan dampak disinsentif mengenai kerja
dapat diminimalisir dengan dua cara yaitu, (a) pertama individu
yang memiliki kemampuan untuk bekerja harus dimotivasi untuk
tidak meminta pemberian sehingga harus bekerja dan
mendapatkan pendapatan; (b) kedua, negara tidak boleh untuk
melanjutkan bantuan untuk supaya yang bisa bekerja dan
seharusnya membantu untuk mendorong mereka mendapatkan
pekerjaan yang memberikan penghasilan.
• Prioritas dalam pengeluaran publik harus dapat mendukung
maqashid syariah.

D. Pinjaman Publik Dalam Sejarah Awal Islam

Dasar dari prinsip dibawah ini dilandasi oleh praktik pinjaman publik yang
dilakukan sejak zaman Rasulullah Saw hingga penerusnya, untuk penjelasan lebih
rinci hal - hal yang menjadi pedoman sila mengacu pada buku referensi Role of The
State in The Economy: an Islamic Perspective karya M. Nejatulah Siddiqi. .

1. Melakukan pinjaman ketika membutuhkan diperbolehkan meskipun


berasal dari non muslim.
2. Tujuan pemenuhan kebutuhan merupakan alasan utama yang
menjustifikasi peminjaman.
3. Sejarah terdahulu tidak menunjukan pinjaman untuk membiayai
pembangunan ekonomi, tetapi terdapat bukti yang tidak langsung dapat
menjustifikasi kasus yang sama di era dimana pembangunan ekonomi
(khususnya di negara dunia ketiga) menjadi sine qua non sebagai
pemenuhan kebutuhan, sebagaimana pemenuhan kebutuhan untuk
berjihad pada masa lalu.
4. Dalam islamic world-view, peminjam tidak mendapatkan imbal hasil
duniawi, tetapi pinjaman publik menganggap pemberi pinjaman
termotivasi oleh pertimbangan moral dan religius. Hal ini memotivasi
orang untuk membirkan qardul hasannya.
5. Negara harus membayar kembali apa yang dipinjamnya bahkan jika untuk
melakukannya memerlukan pinjaman lebih lanjut.

Referensi

Handbook CIES (2014). RnD CIES

M. Nejatullah as-shadiqi, The role of the state in islam: an economic analysis.


Umer chapra, Islam and Economic Depelopment.
BAB 21
ISLAM DAN PEMBANGUNAN EKONOMI

A. Pembangunan Ekonomi Konvensional dan Inkonsistensinya

Sistem ekonomi pasar dan sosialisme tidak sepenuhnya berhasil


mewujudkan pembangunan yang berkeadilan, hal ini dibuktikan dengan adanya
modifikasi selama bertahun tahun meskipun dengan satu strategi tertentu. Akan
tetapi, ironisnya negara muslim seringkali mengikuti strategi diantara kedua sistem
tersebut padahal memiliki worldview yang jelas berbeda dengan Islamic worldview.
Bukti dari ketidakyakinan dari masing masing strategi adalah bahwa ekonomi
pembangunan melewati tiga fase.

Fase pertama adalah pertumbuhan ekonomi lama dari ekonom klasik yang
menjelaskan pertumbuhan ekonomi jangka panjang dalam kerangla liberal
kapitalisme laissez-faire. Pertumbuhan ekonomi ini yang melatarbelakangi dan
menjadi pusat perhatian para ekonom klasik untuk membahas area lain dari ilmu
ekonomi. Ekonomi pembangunan kembali diannggap penting setelah perang dunia
kedua ketika negara ketiga menjadi independen dan analisis masalah yang berkaitan
dengan pembangunan menjadi perhatian. Namun, kapitalisme laissez-faire pada
saat itu telah kehilangan posisi sebagai akibat dari Great Depression yang terjadi
di Amerika serikat dan masalah-masalah rekonstruksi pasca-Perang, kemudain hal
ini diikuti dengan ekonomi dan sosialisme Keynesian menjadi populer.

Dalam fase kedua ekonomi pembangunan, fokusnya bergeser dari


liberalisme ekonomi klasik dan neo-klasik. Terjadi ketergantungan yang lebih
rendah pada pasar dan peran yang lebih besar bagi pemerintah dalam
perekonomian. Tetapi ketika strategi Keynesian dan sosialis mulai melemah di
Barat pada 1970-an dan terjadi kebangkitan liberalisme dan ekonomi neo klasik,
ekonomi pembangunan memasuki fase ketiga dengan pergeseran fokus lain. Pasar
ini menjadi semakin pro-bebas. Akibatnya, banyak masalah yang sekarang dihadapi
oleh negara-negara berkembang disalahkan pada peran dominan negara dalam
perekonomian dan peningkatan pengeluaran sektor publik selama tiga dekade pada
tahun 1950- 1970an.
Hal yang dipermasalahkan dari kondisi ini adalah penggunaan yang tidak
efisien dari sumber daya yang langka, ketidakseimbangan makroekonomi dan
eksternal yang terlalu besar, meningkatnya ketidaksetaraan pendapatan dan
kekayaan, atau ketegangan sosial.

Ketidakkonsistenan dari ekonomi pembangunan bermula dari menekankan


peran pasar berubah menjadi peran negara dan akhirnya kembali ke pasar. Ini
menyebabkan analisis dan rekomendasi kebijakan menghasilkan inkonsistensi dan
ketidakpastian pada program-program pembangunan di negara berkembang. Ketika
hal tersebut terjadi maka akan mendorong dampak buruk bagi perekonomian. Tugas
yang dihadapi negara-negara ini sekarang sangat sulit. Mereka tidak hanya
mengembangkan ekonomi mereka dengan cara yang akan mengarah pada efisiensi
dan keadilan yang lebih besar dalam penggunaan sumber daya mereka yang sangat
langka, tetapi juga untuk menghilangkan ketidakseimbangan yang dihasilkan akibat
kesalahan rekomendasi kebijakan.

Antara ekonomi neo-klasik dan ekonomi sosialis keduanya sama sama


memiliki pendekatan sekuler dalam menganalisis permasalahan manusia dan
realisasi dari kesejahteraan manusia. Kedua aliran ini menekankan terlalu banyak
pada konsumsi dan harta benda sebagai sumber dari kebahagian manusia dan tidak
berkomitmen untuk mewujudkan persaudaraan antar manusia dan keadilan sosial
ekonomi. Keduanya bersifat positivistik sehingga mengabaikan peras nilai dan
moral dalam hal mengalokasikan serta mendistribusikan sumber daya dan
penekanan peran pasar atau negara. . Perspektif mereka yang benar-benar dunia ini
tidak memberikan alasan untuk hal lain selain materialisme dan Darwinisme sosial.
Dalam kerangka kerja ini tidak ada motivasi untuk melayani kepentingan sosial
kecuali jika itu secara otomatis berfungsi sebagai hasil tidak langsung dari melayani
kepentingan diri sendiri.

B. Ekonomi Islam dan Paradigma Ekonomi Pembangunan

Islam sebagai sebuah agama memiliki sistem nilai yang perlu diterapkan,
tidak terkecuali dalam kegiatan ekonomi. Pengaplikasian nilai Islam dalam
aktivitas ekonomi pada periode ekonomi modern sudah dimulai sejak empat decade
belakang yang dikenal dengan sistem ekonomi Islam. Di awal perkembangannya
pengaplikasian nilai-nilai Islam dalam kegiatan ekonomi lebih banyak diterapkan
di sektor keuangan. Seiring berjalannya waktu, implementasi perspektif Islam
dalam praktik ekonomi sudah hampir menyeluruh pada semua bidang ekonomi
termasuk ekonomi pembangunan

Ekonomi Islam didefinisikan sebagai sebuah perilaku atau sistem ekonom


yang mengacu pada aturan-aturan yang ditetapkan dalam agama Islam. Peraturan
yang ada di Islam sendiri bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadis. Sehingga dalam
pengaplikasiannya, aturan-aturan ini dianggap sebagai petunjuk, pengarah, da
pedoman dalam melakukan aktivitas ekonomi. Ilmu pengetahuan umum yang
bersifat positif maupun normatif masih digunakan, tetapi harus tetap merujuk pada
paradigma Islam. Satu dari lima elemen dalam membangun ekonom Islam, baik
sebagai ilmu atau praktik menurut Nurzaman (2019) adalah worldview Worldview
ini akan mempengaruhi unsur lain, yaitu sumber rujukan, objek metode dan
prosedur dalam pembentukan ekonomi Islam sebagai sebuah ilmu Berdasarkan hal
ini dapat dilihat bahwa paradigma merupakan faktor penting yang sangat
mempengaruhi bagaimana sebuah konsep ekonomi pembangunan itu dibentuk dan
dijalankan. Hal ini sesuai dengan pendapat Chapra pada tahun 1993. Oleh karena
itu, untuk melihat bagaimana fondasi dasar dari ekonomi pembangunan Islam maka
terlebih dahulu penting untuk mengkaji prinsip dasar dari ekonomi Islam dan
bagaimana secara sistem ekonomi Islam saat ini diarahkan. Kemudian hal tersebut
akan menjadi dasar utama untuk menganalisis apakah secara prinsip ekonomi
pembangunan Islam benar-benar jauh berbeda dengan prinsip ekonomi
pembangunan konvensional yang dikembangkan saat ini.

A. The Islamic Strategy


1. Equitable Filtering of Excess Claims
Islam membantu menambahkan filter untuk memastikan keadilan dalam
membatasi klaim yang tidak terbatas terhadap sumber daya yang langka. Filter
tersebut adalah moral dengan cara mengubah skala preferensi sesuai dengan
prioritas sosial sehingga setidaknya meskipun tidak menghilangkan dapat
membatasi klaim yang tidak penting dan tidak adil dari sudut pandang
mewujudkan tujuan sosial. Kegiatan yang dilarang secara moral seperti
mengurangi kesejahteraan dapat diminimalisasi. Sehingga setelah filter ini
bekerja, price filter akan bekerja secara efektif dalam mengalokasikan sumber
daya secara efisien dan adil.
2. Motivation
Permasalahan kedua yang dihadapi setiap masyarakat adalah bagaimana
memotivasi individu untuk melayani kepentingan sosial yang sesuai dengan
filter moral tanpa merusak kepentingan pribadinya. Apa yang Adam Smith
lakukan untuk mengatasi konflik antara kedua kepentingan itu adalah mencoba
menunjukkan bahwa melayani kepentingan diri sendiri oleh setiap individu juga
melayani kepentingan sosial. Sedangkan dalam Islam adalah kebalikannya,
melayani kepentingan sosial juga melayani kepentingan pribadi. Islam tidak
mencegah individu dari melayani kepentingannya sendiri. Pertanggungjawaban
kepada Allah Swt menjadi motivasi yang kuat dalam mendorong individu untuk
mematuhi nilai-nilai moral dan mencegah mereka dari mengejar kepentingan
pribadi di luar batas kesehatan dan kesejahteraan sosial. Kompetisi dan kekuatan
pasar, yang menurut Adam Smith menjalankan fungsi ini, tidak diragukan lagi
penting untuk memainkan peran yang saling melengkapi, tetapi tidak cukup
efektif untuk memastikan kepentingan dan kesejahteraan semua orang.
3. Socio-economic Restructuring
Pada tahapan tertentu nilai dan norma, serta akuntabilitas kepada tuhan bisa jadi
tidak diindahkan. Sehingga perlu adanya restrukturisasi pada masyarakat
sehingga tidak menimbulkan lingkungan yang sulit untuk mengoptimalkan
kesejahteraan sosial. Karena itu, perlu untuk memperkuat nilai-nilai moral
dengan melakukan restrukturisasi sosial-ekonomi sedemikian rupa sehingga
individu-individu merasa mungkin untuk melayani kepentingan diri mereka
sendiri hanya dalam batasan kesejahteraan sosial dan stabilitas ekonomi.
Restrukturisasi berupa; (a) Mentransformasikan faktor manusia dalam
pembangunan untuk memungkinkannya memainkan peran aktif dan konstruktif
dalam alokasi sumber daya yang efisien dan adil; (b) Mengurangi konsentrasi
yang ada dalam kepemilikan alat-alat produksi sebanyak mungkin untuk
melengkapi peran transformasi moral dalam meminimalkan pengaruh kekayaan
dan kekuasaan dalam alokasi dan distribusi sumber daya; (c) Menghilangkan
atau meminimalkan semua konsumsi 'boros' dan 'tidak perlu' di tingkat swasta
maupun publik untuk meningkatkan tabungan dan membuat volume sumber
daya yang lebih besar tersedia untuk investasi dan pemenuhan kebutuhan; (d)
Mereformasi sistem keuangan dengan cara yang memungkinkannya untuk
memainkan dalam restrukturisasi di atas.
4. Role of the state
Restrukturisasi bisa jadi tidak berjalan secara efektif kecuali semua unsur
bertindak secara terpadu. Karena itu, pemerintah juga harus memainkan peran
positif, berorientasi pada tujuan dalam perekonomian. Posisi pemerintah bukan
sebagai totaliter tetapi merupakan peran pelengkap melalui internalisasi nilai-
nilai Islam di masyarakat, penciptaan lingkungan sosial-ekonomi yang sehat,
dan pengembangan lembaga-lembaga pendukung yang tepat, dan bukan melalui
kontrol yang berlebihan, pelanggaran yang tidak perlu terhadap kebebasan
individu , dan penghapusan hak properti. Pendekatan dan Pengukuran
pembangunan ekonomi dalam Islam Lima langkah kebijakan disarankan di
bawah ini untuk pembangunan yang dikombinasikan dengan keadilan dan
stabilitas. yaitu: (1) memperbaiki sumber daya manusia; (2) mengurangi
konsentrasi kekayaan; (3) restrukturisasi ekonomi; (4) restrukturisasi keuangan;
dan (5) perencanaan kebijakan strategis. Beberapa langkah kebijakan ini
mungkin akrab bagi mereka yang berpengalaman dalam literatur pembangunan.
Yang paling penting adalah memasukan dimensi moral k dalam semua
parameter materi pembangunan. Tanpa integrasi moral dan materi seperti tidak
mungkin mewujudkan efisiensi serta keadilan.
5. Memperbaiki sumber daya manusia;
Manusia merupakan elemen yang tidak mungkin terpisahkan dari program
pembangunan apapun. Mereka merupakan tujuan serta sarana dari
pembangunan. Mengaktualisasikan tujuan dasar Islam perlu untuk mereformasi
sumber daya manusia sehingga meemungkinkan mereka menciptakan kontribusi
yang positif bagi pembangunan dengan tetap menjaga kepentingan pribadinya
dengan kendala kepentingan sosial.
Oleh karena itu, tugas yang paling menantang negara-negara Muslim adalah
untuk memotivasi sumber daya manusia untuk melakukan semua yang
diperlukan demi kepentingan pembangunan dengan keadilan. Individu harus
bersedia memberikan yang terbaik dengan bekerja keras dan efisien dengan
integritas, kesadaran dan disiplin, dan untuk membuat pengorbanan yang
diperlukan untuk mengatasi hambatan pada pembangunan. Mereka juga harus
bersedia mengubah perilaku konsumsi, tabungan dan investasi mereka sesuai
dengan apa yang diperlukan untuk meningkatkan tingkat pertumbuhan dengan
mencapai keadilan yang lebih besar dan ketidakseimbangan yang lebih rendah.
Motivasi saja, bagaimanapun, tidak cukup untuk mendapatkan yang terbaik dari
manusia. Mereka juga harus memiliki kemampuan untuk menggunakan
teknologi dan metode manajemen yang lebih baik. Sehingga mencapai hal Ini
membutuhkan pelatihan dan akses ke keuangan yang tepat. Motivasi saja
mungkin tidak alam mewujudkan potensi optimal dari faktor manusia.
6. Mengurangi konsentrasi kekayaan
Hambatan paling serius terhadap pembangunan yang disertai keadilan
adalah konsentrasi yang ada dalam kepemilikan alat-alat produksi di negara-
negara Muslim, seperti halnya di semua negara ekonomi pasar.
Pembangunan yang disertai dapat tercapai kecuali jika situasi konsentrasi
kepemilikan alat-alat produksi diubah melalui penerapan langkah-langkah
radikal tertentu yang diizinkan dalam kerangka syariah, tidak mungkin
untuk membuat kemajuan yang nyata dalam mewujudkan tujuan egaliter
Islam. Strategi Islam dalam kasus ini sangat kontras dengan sosialisme
yang,menghapus distribusi yang tidak adil dari sistem kapitalisme. Akan
tetapi langkah yang digunakan adalah mengurangi mengurangi potensi
manusia dengan membunuh inisiatif dan semangat berwirausaha dengan
cara kolektivisasi dari semua alat produksi dan sentralisasi pengambilan
keputusan
Restrukturisasi ekonomi; Realokasi sumber daya yang diperlukan untuk
pembangunan yang adil tidak mungkin tercapai tanpa restrukturisasi
ekonomi secara menyeluruh yang mencakup semua aspek ekonomi,
termasuk konsumsi swasta, keuangan pemerintah, pembentukan modal dan
produksi.
7. Restrukturisasi keuangan
Restrukturisasi keuangan perlu dilakukan khususnya untuk peningkatan
akses keuangan bagi pihak - pihak yang dalam strategi pembangunan yang
ada sebelumnya belum mendapatkan manfaat dari perkembangan sistem
keuangan. Sebagai contoh adalah pihak yang dianggap unbankable seperti
UMKM dan masyarakat pedesaan. Sehingga restrukturisasi keuangan perlu
dilakukan hingga semua pihak dapat akses terhadap layanan keuangan
Kurangnya pembiayaan merupakan kelemahan paling serius dalam
pengembangan pertanian kecil dan UKM. Orang miskin miskin bukan
karena tidak mau bekerja keras atau kurang keterampilan. Mereka
sebenarnya bekerja lebih keras daripada yang kaya dan memiliki lebih
banyak keterampilan daripada yang bisa mereka gunakan. Masalah utama
mereka adalah bahwa mereka tidak memiliki akses ke sumber daya
keuangan yang diperlukan untuk menjadi wiraswasta, dan pekerjaan
berupah tidak memanfaatkan keterampilan mereka secara optimal atau tidak
membayar mereka secara memadai untuk memenuhi bahkan kebutuhan
mereka, apalagi menabung untuk investasi. Pembiayaan adalah senjata
politik, sosial dan ekonomi yang kuat dan memainkan peran dominan dalam
menentukan basis kekuatan, status sosial dan kondisi ekonomi seseorang di
dunia modern.
8. Perencanaan kebijakan strategis.
Menjadi tidak mungkin bagi negara muslim untuk merealisasikan Maqasid
dengan adanya berbagai kendala setidaknya mereka menggunakan apa
sumber daya yang mereka miliki dan memiliki pemahaman yang jelas sudah
sampai mana mereka dan akan dibawa kemana negara tersebut. Melakukan
hal ini akan lebih efektif jika rencana kebijakan strategis jangka panjang
disiapkan. Rencana semacam itu akan memungkinkan negara untuk
memperhitungkan secara realistis semua sumber daya fisik dan manusia
yang tersedia dan menetapkan serangkaian prioritas yang ditentukan dengan
baik. Ini akan membantu memberikan arahan yang jelas untuk kebijakan
pemerintah dan program pengeluaran dan memulai langkah-langkah efektif
untuk menggerakkan perubahan struktural dan kelembagaan yang
diperlukan.
Referensi

KNEKS. Buku Teks Ekonomi Pembangunan Islam (2021)


M. Nejatullah as-shadiqi, The role of the state in islam: an economic analysis.
Umer chapra, Islam and Economic Depelopment

Anda mungkin juga menyukai