Anda di halaman 1dari 15

HUKUM ISLAM DAN PERUBAHAN SOSIAL

Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dari Mata


Kuliah Sosiologi Hukum Islam

Disusun Oleh:
Duta Argesta (2232018)

Dosen Pengampu :
Adnan M.S.I

PROGRAM STUDY HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS EKONOMI DAN SYARIAH ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SYAIH ABDURRAHMAN SIDIK
BANGKA BELITUNG
TAHUN 2022\2023
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Sebagai agama samawi terakhir yang hadir di muka bumi ini. Islam mempunyai
misirahmatan lil'alamin yakni menebar rahmat bagi sekalian alam. Kehadiran Islam bukan
untuk suku maupun komunitas tertentu, melainkan untuk segenap alam dan isinya. Sebagai
agama universal, muatan Islam didesain oleh Tuhan untuk mencakup beragam lini dan sektor
kehidupan ummat manusia. Hukum Islam diturunkan oleh Allah bertujuan untuk mencegah
kerusakan pada masyarakat dan mendatangkan kemaslahatan bagi mereka, mengarahkan
mereka kepada kebenaran, keadilan dan kebijakan serta menerangkan jalan yang harus
dilaluinya. Dalam hal ini bertumpu pada lima prioritas utama yakni memelihara agama, jiwa,
akal, keturunan dan harta benda. Dengan berlandaskan Alquran yang bersifat universal dan
dinamis.
Hukum Islam dengan segala keunggulannya, merupakan aturan Tuhan yang bertujuan
memberikan kebaikan dan kemudahan kepada umat manusia. Dengan demikian, Hukum
Islam mempunyai beberapa kekhasan yang tidak dimiliki oleh hukum manapun di dunia.
Rekhasan tersebut diantaranya adalah sifatnya yang fleksibel. Adanya sifat fleksibel tersebut,
selain untuk kemudahan umat dalam mengaktualisasikan titah Tuhan, juga merupakan bentuk
konkret dari humanitas hukum langir. Sebab, hukum Tuhan tidak sama sekali hanya pengisi
ruang idealisme yang melanginamun ditempa untuk kemaslahatan umat dalam mengarahkan
kehidupan yang ideal yang tidak terserabut dari area kekinian dan kedicüelakarena itu,
pembahasan hukum Tuhan yang mengatur hak-hak manusia, melindungi dan menjamin hak
tersebut jauh lebih banyak daripada pembahasan hak-hak Tuhan itu sendiri.
Masyarakat senantiasa mengalami perubahan. Perbedaannya hanya terdapat pada sifat
atau tingkat perubahan itu. Perubahan dapat menyangkut soal-soal yang fundamental bagi
masyarakat atau hanya perubahan yang kecil saja. Namun bagaimanapun sifat atau tingkat
perubahan itu masyarakat senantiasa melayaninya. Kenyataan mengenai perubahan-
perubahan dalam masyarakat dapat dianalisa dari berbagai segi diantaranya: ke "arah" mana
perubahan dalam masyarakat itu "bergerakitection of change", yang jelas adalah bahwa
perubahan itu bergerak meninggalkan faktor yang diubah. Akan tetapi setelah meninggalkan
faktor itu mungkin perubahan itu bergerak kepada sesuatu bentuk yang baru sama sekali,
akan tetapi boleh pula bergerak kepada suatu bentuk yang sudah ada di dalam waktu yang
lampau. Oleh karena itu. hukum Islam yang menghadapi perubahan sosial dengan
karakteristik yang dimilikinya mampu eksis meskipun berbagai perubahan yang terjadi dalam
masyarakat.
Perubahan hukum Islam itu untuk menyesuaikan dengan konteks zaman sekaligus
dengan karakter masyarakatnya. Sehingga Islam yang ada di arab tidak bisa sepenuhnya
diterapkan di Indonesia karena masyarakat Indonesia memiliki karakter sendiri. formulasi
hukum Islam untuk menjawab kebutuhan zaman tersebut harus didasarkan aeyaksid al-
syari'ah sekaligusmaslahah Sebagai agama rahmatanlilalamin, Islam memiliki prinsip-prinsip
yang harus ditegakkan seperti prinsip keadilan, kebebasan dan sikap toleran terhadap agama
yang lain.

i
2. Rumusan masalah
a. Apa pengertian Hukum Islam dan perubahan sosial ?
b. Bagaimana Karakteristik Hukum Islam ?
c. Eksistensi Hukum Islam dan Perubahan Sosial ?
d. Apa makna Islam dan Perubahan Sosial?
e. Bagiamana Dinamika Hukum Islam dan Perubahan Sosial?

3. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian Hukum Islam dan perubahan sosial !
b. Untuk mengetahui Bagaimana Karakteristik Hukum Islam !
c. Untuk mengetahui Eksistensi Hukum Islam dan Perubahan Sosial !
d. Untuk mengetahui makna Islam dan Perubahan Sosial !
e. Untuk mengetahui Bagiamana Dinamika Hukum Islam dan Perubahan Sosial !

i
1
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum Islam dan Perubahan Sosial
1. Hukum Islam
Kata hukum Islam dalam Alquran tidak akan pemah didapatkan. Tapi yang
biasa digunakan adalah syariat Islam, hukum syara'. fiqhi, dan syariat ataupun
syara'. Dalam literature Barat terdapat term "Eslamic Law" yang secara harfiah
dapat disebut sebagai hukum Islam. Dalam penjelasan terhadap kata "Islamic la
sering ditemukan definisi keseluruhan kitab Allah yang mengatur kehidupan
sehap muslim dalam segala aspeknya. Dari definisi ini terlihat bahwa bukan Islam
itu mendekat kepada arti syariat Islam Namun dalam perkembangan dan
pelaksanaan hukum Islam yang melibatkan pengaruh-pengaruh luar dan
dalam.Namun kata Hukum Islam ini telah diserap kedalam bahasa Indonesia, dan
maknanya berubah menjadi syariat.1
Terlihat yang mereka maksud dengan Islamic law, bukanlah syariat, tetapi
fiqhiyang telah dikembangkan oleh Fuqaha. Jadi kata hukum Islam dalam istilah
bahasa Indonesia agaknya diterjemahkan dari bahasa Inggris.
Secara etimologi syariat memiliki dua arti pertama, diartikan sebagai
tempat air mengalir seperti perkataan orang Arab shara‟tu al-ibil idza waradat
syari‟at al-ma‟ (Aku memberi minum untaku ketika ia dating ditempat air).2
Secara terminology Prof. Dr. Hashi Aa-Shiddiy memberikan definisi
hukum Islam yakni koleksi daya upaya pola ahli hukum untuk menetapkan syariat
atas kebutuhan masyarakat. Ta'rifini lebih dekat kepada fiqhi bukan pada syariat
Prof. Dr. Ismail Muhammad Syah mengemukakan bahwa hukum Islam adalah
seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan sunnah Rasul tentang tingkah
laku manusia makallaf yang diakui dan diyakini berlaku dan mengikat untuk
semua umat yang beragama Islam.
Jadi secara sederhana dapat dikatakan bahwa hukum Islam adalah hukum
yang berdasarkan wahya Allah. Dengan demikian hukum Islam menurut ta'rif ini
mencakup hukum syara' dan juga mencakup holum fiqhi karena arti syara' dan
fiqhi terkandung didalamnya.
2. Perubalan Sosial
Perubahan social adalah suatu variasi dan cara-cara hidup yang telah
diterima baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan
material, komposisi penduduk, ideology maupun karena adanya difusi ataupun
penemuan-penemuan haru dalam masyarakat. Secara singakt Samuel Koeng
menyatakan bahwa perubahan social menunjuk pada modifikasi-modifikasi yang
terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia. Modifikasi-modifikasi mana terjadi
karena sebab-sebab intern maupun sebabsebab ekstern.

1
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), hal. 1402.
2
Muhammad Ali Jum‟ah, Al-Madkhal Ila Darasat Al-Madzahib Al-Fiqhiyyah (Kairo: Dar al-Salam,2004), hal.
305

2
perubahan sosial merupakan perubahan yang ada dan terjadi pada
lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam masyarakat, dan memberi dampak
pengaruh pada nilai-nilai sosial, sikap sosial, sistem sosial, dan pola-pola perilaku
sosial antara kelompok masyarakat yang ada.3
Kemudian merumuskan bahwasanyaperubahan social adalah segala
perubahan-perubahan pasta lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu
masyarakat yang mempengaruhi system sosialnya, termasuk id alamnya nilai-
nilai, sikap dan pola perilaku diantara kelompok-kelompok dalam
masyarakat.Suatu keompok Masyarakat dikatakan modern bila memiliki tanda
modernitas tersebut, yaitu adanya apa yang disebut dengan pengetahuan dan
tekhnologi.4
Dari dua definisi tersebut di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa
perubahan social adalah perubahan cara hidup suatu masyarakat tentang sistem
sosialnya, termasuk nilai-nilai serta sikap, yang disebabkan perubahan kondisi
geografis, kebudayana. ideologi, ataupun penemuan-penemuan baru dalam
masyarakat.
B. Karakteristik Hukum Islam
1. Penerapan Hukum Bersifat Universal
Sebagian besar dari nash-nash Alquran tampil dalam bentuk prinsip-
prinsip dasar yang universal dan ketetapan hukum yang bersifat umum. Ia tidak
bicara mengenai bagian-bagian keci, rincian-rincian secara mendetail.5 Oleh
karena itu, ayat-ayat Alquran sebagai petunjuk yang universal dapat dimengerti
dan diterima oleh umat dimanapun juga di dunia ini tanpa harus diikat oleh tempat
dan waktu
2. Hukum yang Ditetapkan oleh Alquran tidak Pernah Memberatkan
Dalam Akurun tidak ada satupun perintah-perintah Allah yang
memberatkan hamba-Nya. Apabila Tutun melaning manusia mengerjakan sesuatu
pasti ada maksudnya baik secara terang-terangan maupun secara tersembunyi.
Walaupun demikian manusia itu diberikan kelonggaran dalam keadaan tertentu.
Contoh tetang hukum memakan bangkai merupakan hal yang terlarang namun
dalam keadaan terpaksa yakni tidak ada makanan lain dan orang akan mati
kelaparan. Karenanya maka bangkai boleh saja dimakan. Ini berarti hukum Islam
bersifat elastis dan dapat berubah sesuai dengan persoalan waktu dan tempat.
3. Menetapkan Hukum Bersifat Realitas
Hukum Islam ditetapkan berdasarkan realitas dalam hal ini harus
berpandangan riil dalam segala hal. Menghayalkan perbuatan yang belum terjadi
lalu menetapkan suatuhukum tidak diperbolehkan. Dengan dugaan ataupun
sangkaan-sangkan tidak dapat dijadikan dasar dalam penetapan hukum. Dr. Said
Ramadhan menjelaskan bahwa hakum Islam mengandung metode of realisme.
3
Soejono Soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar, XII (Jakarta: Rajawali Press, 1995), hal. 337
4
Pasaribu LL dan B. Simanjutak, Sosiologi Pembangunan (Bandung: Tarsito, 1986), hal. 137.
5
Yusuf al-Qardhawy, Kelazon den Kalazan Hon Islam (Cet. 1. Semarang: TobaPara, 1992), hal. 24

3
4. Menetapkan Hukum Berdasarkan Musyawarah sebagai Bahan
Pertimbangan
Kalau hukum dibaratkan sebagai isi, maka masyarakat adalah wadahnya.
Untuk menerangkan isi haruslah dilihat wadahnya. Hal inilah yang terlihat dalam
proses diturunkanya ayat-ayat Alquran yang menggambarkan kebijaksanaan
Tuhan dalam menuangkan isi yang berupa hukum Islam ke dalam wadahnya yang
berapa masyarakat.
5. Sanksinya Didapatkan di Dunia dan di Akhirat
Undang-undang memberikan sanksi atas pelanggaran terhadap hukum
hukumnya hanya saja sanksi itu selamanya hanya diberikan di dunia, berbeda
halnya dengan hukum Islam yang memberi sanksi di dunia juga di akhirat. Sanksi
di akhirat selamanya lebih berat daripada yang di dunia. Karena itu, orang yang
beriman merasa mendapatkan dorongan kejiwaan yang kuat untuk harus
melaksanakan hukum-hukumNya dan mengikuti perintah serta menjauhi
larangan-laranganNya.6
Hukum yang disandarkan pada agama seperti ini bertujuan untuk
mewujudkan kesejahteraan individu dan masyarakat. Tidak diragukan lagi ini
adalah tujuan yang bermanfaat hanya saja ia bermaksud membangun masyarakat
ideal yang bersih dari semma apa yang bertentangan dengan agama dan moral
Begitu juga ia tidak hanya bermaksud untuk membangun masyarakat yang sehat
saja, tetapi ia juga bertujuan untuk membahagiakan individu, masyarakat dan
seluruh umat manusia di dunia dan di akhirat,meminta kepada seseorang agar
memberi s afa‟at kepada kita atau memohonkan kepada yang berwajib agar
kesalahan kita diampuni.7
Inilah beberapa karakteristik hukum Islam yang tentunya akan
memudahkan kita memahami lebih jauh tentang eksistensi hukum Islam dalam
perubahan-perubahan sosial.
C. Eksistensi Hukum Islam Dan Perubahan Sosial
Dalam perjalanan sejarahnya, hukum Islam merupakan suatu kekuatan yang
dinamis dan kreatif, hal ini dapat dilihat dari instruksi Rasul SAW kepada para
sahabat dalam menghadagi realitas sosiologis amat pada waktu itu. Tetapi dalam
melakukan ijtihad. para sahabat tidak mengalami problem metodologis apapun,
karena apabila mendapatkan kesulitan dalam menyimpulkan hukum mereka dapat
langsung menanyakannya kepala Nabi. Namun setelah Rasulullah SAW. wafat,
musalah-masalah baru mulai banyak bermuncular Ragam kasus yang muncul pada
periode kepemimpinan Khalifah mulai berkembang seperti hukum keluarga, hukum
transaksi dan juga hukum yang berkatan dengan kepentingan umum seperti hak-hak
dasar manusia, hak untuk mendapatkan kemerdekaan dan hukum yang berkaitan

6
Muhammad Yusuf Musa, Islam Suatu Kajian Komprehensif (Cet. I Jakarta Rajawali Press, 2008), hal 167
7
T.M. Hasbi AshShiddieqy, Al-Islam, jilid 1 (Jakarta: Bulan Bintang, 2007), hlm. 394.

4
dengan kehidupan bernegara.8Pada masa sahabat ijtihad mulailah digalakkan sehingga
muncullah berbagai penafsiran dan fatwa praktek-praktek hukumn yang pernah
dicontohkan oleh Rasulullah saw, bukan saja dinggap sebagai satu putusan hukum
seorang hakim di peradilan, tetapi juga sebagai petunjuk dalam memecahkan
persoalan-persoalan. Dengan contoh-contoh yang pernah diberikan Rasulullah di
bidang fatwa telah siap dan mampu menghadapi persoalan-persoalan bari yang
mereka pecahkan dengan cara menggalakkan ijtihad.
Contoh ijtihad sahabat adalah tindakan-tindakan dan kebijaksanaan yang
ditempuh umat yang kreatif dan inovatif seperti tidak melakukan potong tangan
terhadap pencuri pada waktu paceklik, mengubah kebijaksaman Nabi saw. dalam
menghadapi persoalan tanahdi daerah yang baru ditaklukkan dan lain sebagainya
adalah untuk menunjukkan bahwa suatu hukum dapat berubah secara formal
menghadapi tuntutan realitas kehidupan masyarakat, tetapi eseri dan jiwa yang
mendasarinya tetap bertahan dan tidak berubah.9
Berpijak pada pandangan di atas dan dalam upaya menjawals tuntutan dan
permasalahan yang dihadapi masyarakat era industrialisasi maka perlu merumuskan
kembali metodologi untuk benjtihad untuk memperoleh teoritsa yang merupakan hasil
kristalisasi dari pemahaman utuh atas Alquran dan Sunnah harus diterapkan kepada
kehidupan kaum muslimin dewasa ini dengan mempertimbangkan situasi lokal
dimana prinsip-prinsip tersebut akan diaplikasikan.
Memodifikasi hukum lama selaras dengan situasi kekinian bukan berarti
mengelolosi teoritis dari Alquran maupun Sunnah dan memodifikasi hal-hal yang ada
dalam situasi dewasa ini sehingga selaras dengan teoritisasi Alquran dan Sunnah.
Apabila hukum dihadapkan kepada perubahan sosial, maka hukum memiliki
dua fungsi; Pertama, hukum berfungsi sebagai kontrol sosial (social control). Hukum
dilihat sebagai sarana untuk mempertahankan stabilitas sosial. Kedua, hukum dapat
berfungsi sebagai sarana untuk mengubahmasyarakat (social engineering).10
Oleh karena itu, situasi dewasa ini perlu dikaji secura cermat dengan
mempertimbangkan berbagai unsanya seperti ekonomi, social, politik, sosial cultural,
dan sebagainya.
Zaman telah berubah, masyarakat pun mengalami perkembangan persoalan-
persoalan baru banyak yang muncul. Karena itu kitu tidak boleh berdiam diri dalam
menjelaskan hukum tiap-tiap hubungan itu dengan alasan bahwa para fuqaha
terdahulu tidak membicarakannya, Melainkan kita harus berijtihad sesuai dengan
criteria-kriteria yang ditetapkan oleh agama.

8
Satria Effendi M. Zem. Unhad Sepanjang Sejarah Hukum Itian Dalam K.H. Ali Yafie, Wacana Baru Fiqhi
Sosial (Cat. I. Jakarta: Mizan, 2007), hal 148
9
Ibid., hal. 154
10
Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perubahan Sosial; Suatu Tinjauan Teoretis Serta Pengalaman-Pengalaman di
Indonesia (Yogyakarta: Genta Publising, 2009), hal. 112.

5
D. Makna Islam Dan Perubahan Sosial
Dalam nalar filasaf ilmu pengetahuan, modernitas adalah era kepercayaan
kepada kemajuan, yang sejajar dengan kepercayaan kepada nilai dan hal baru lantaran
yang baru diganjar dengan nilai yang lebih besar ketiabang yang tidak baru).
Perubahan karakter masyarakat dari masyarakat agraris ke masyarakat industri
memiliki dampak tersendiri terhadap cara pandang (paradigma), life style dam
kebutuhan sehingga memiliki imbas tersendiri terhadap prilaku beragama. Sebagai
sebuah sistem pengembangan dan pembangunanmodernitas adalah upaya menambah
kemampuan suatu sistem sosial untuk menanggulangi tantangan-tantangan serta
persoalanpersoalan baru yang dihadapinya, dengan menggunakan secara rasional ilmu
dan tekhnologi dengan segala sumber kemampuannya.11
Masyarakat dengan berbagai dinamika yang ada menuntut adanya perubahan
sosial, dan setiap perubahan sosial pada umumnya meniscayakan adanya perubahan
sistem nilai dan hukum Marx Weber dan Emile Durkheim menyatakan bahwa "huktan
merupakan refleksi dari solidaritas yang ada dalam masyarakat". Senada dengan Marx
Weber dan Durkheim, Arnold M. Rose. mengemukakan teori umum tentang
perubahan sosial hubungannya dengan perubahan hukum. Menurutnya, perubahan
hakim itu akan dipengaruhi oleh tiga faktor pertama, adanya komulasi progresif dari
penemuan-penemuan di bidang teknologi, kedua, adanya kontak atau konflik antar
kehidupan masyarakat, dan ketiga, adanya gerakan social (social movement). Menurut
teori-teori di atas, jetuslah bahwa hukum lebih merupakan akibat dari pada faktor-
faktor penyebab terjadinya perubahan sosial.
Pengaruh-pengaruh unsur perubahan di atas dapat menimbulkan perubahan-
perubahan social dalam sistem pemikiran lalam, termasuk di dalamnya pembaruan
Inskum Islam. Pada dasarnya pembaruan pemikiran hukum Islam hanya mengangkat
aspek lokalitas dan temporalius ajaran Islam, tunpa mengabaikan aspektenvernalitas
dan keabadian hukum Islam itu sendiri. Tanpa adanya upaya pembaruan hukum Islam
akan menimbulkan kesulitan-kesulitan dalam memasyarakatkan hakum Islam
khususnya dan ajaran Islam pada umumnya
Untuk mengawal hukum Islam tetap dinamis, responsif dan punya adigabalius
yang tinggi terhadap tuntutan perubahan, adalah dengan cara menghidupkan dan
menggairahkan kembali semangat berhad di kalangan umat Islam. Pada posisi ini
ittihad merupakan inner dynamic bagi lahirnya perubahan untuk mengawal cita-cita
siversalias Islam sebagai sistem ajaran yang shalihan li kulli zaman wal makan. Umat
Islam menyadari sepenuhnya haliwa samber-sumber hukum normatif tekstual
sangatlah terbatas jumlahnya, sementara kasus-kasus baru di bidang hukum tidak
terbatas jumlahnya. Oleh karena itu, Ibnu Rusyd dalami kitüb Bidayatal-Mujtahid[12]
menyatakan bahwa "Persoalan-persoalan kehidupan masyarakat disk terbatas
panlahnya, sememara jumlah nash (baik al-Qur'an din al- Hadis), jumlahnya terhaus.
Oleh karena itu mustahil sesuatu yang terbatas jumlahnya bisa menghadapi sesuatu
yang tidak terbati Semangat atau pesan moral yang bisa kita pahami dari pernyataan

Zaenudin, Hukum Islam dan Perubahan Social Menyelaraskan Realitas Dengan Maqashid Al-Syariah,
11

Media Bina Ilmiah, Volume 6. No. 6, Februari 2023.

6
Ibu Rusyd di atas adalah anjuman untuk melakukan ihad terhadap kasus-kasus hukum
baru yang tidak secara eksplit dijelaskan sumber hulamnya dalam nash. Dengan
demikian, Ijtihad merupakan satu-satunya jalan untuk mendinamisi ajaran Islam
sesuai dengan tuntutan perubahan zaman dengan berbagai kompleksitas persoalannya
yang memasuki seluruh dimensi kehidupan manusia.
E. Dinamika Hukum Islam Dan Perubahan Sosial
Social development dan social changing pada sekelompok masyarakat
merupakan hal yang pasti terjadi. Karena kedinamisan kehidupan masyarakat yang
terus bergerak dan berubah-ubah, tumbuh dan berkembang. Perubahan-perubahan
bersifat menyeluruh, meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat sebagaimana yang
telah dijelaskan dalam uraian sebelumnya. Oleh sebab itu sebagaiman definisi
perubahan social di atas menjadi sangat luas. Akan tetapi secara meyeluruh penafsiran
perubahan tersebut pada prinsipnya adalah merupakan proses yang melahirkan
perubahan-perubahan di dalam struktur dan fungsi suatu sistem kemasyarakatan, yang
terus bergerak secara sistematis, terukur dan continue kearah yang lebih sempurna.
Terkait dengan perubahan sosial, maka hukum Islam yang berfungsi sebagai
pagar pengaman sosial atau pranata sosial, memiliki dua fungsi; pertama, sebagai
kontrol sosial, dan kedua, sebagi nilai baru dan proses perubahan sosial. Jika fungsi
yang pertama di tempatkan sebagai “cetak biru” Tuhan (Allah SWT)selain sebagai
kontrol sosial juga sekaligus sebagai social engineering terhadap keberadaan suatu
entitas dari masyarakat. Sementara yag kedua, lebih merupakan produk sejarah yang
dalam batas-batas tertentu diletakkan sebagai justifikasi terhadap tuntutan perubahan
sosial, baik dalam budaya dan maupun politik. Karena itu perubahan sosial akan
berjalan pincang jika tidak ada alat kontrol terhadap interaksi sosial.
Dalam hukum Islam perubahan sosial, budaya dan letak geografis suatu objek
hukum, merupakan variabel urgent yang ikut menentukan bisa tidaknya, dan perlu
tidaknya suatu perubahan hukum. Sebagaimana rumusan kaidah fiqih taghayyur al-
ahkam bi taghayyur al-azman (tidak dapat dipungkiri bahwa berubahnya hukum
dengan sebab berubahnya zaman).Terdapat tiga bentuk dialektika hukum islam
dengan perubahan sosial yang dikenal secara umum, tahmil atau apresiatif terhadap
perubahan, tahrimatau menolak perubahan, dan taghyir atau memodifikasi perubahan.
Dalam dialektika taghyir, perubahan sosial dimodifikasi sedemikan rupa agar subtansi
dari perubahan itu tidak melenceng dari ketentuan-ketentuan yang ada dalam syariat.
Artinya ada penyesuaian yang harus diberlakukan bagi perubahan sosial tersebut.
Empat faktor sosial penyebab terjadinya perubahan hukum yaitu; 1). Situasi
zaman, 2). Situasi tempat, 3) Sebab keadaan dan keinginan, dan 4). Adat atau tradis.
Keempat faktor tersebut dirumuskan Ibn Qayyim al-Jauziah dalam kaidah fiqihnya
yakni; taghayyur al-fatwa bi taghayyur al-zaman wa al-makan wa al-ahwal wa al-
„adah(berubahnya fatwa dengan sebab berubahnya masa, tempat, keadaan/niat dan
adat).
Ini dapat diketahui bahwa fatwa adalah hasil ijtihad seorang atau sekelompok
mujtahid terhadap suatu peristiwa hukum syara‟ yang diajukan kepadanya.Hal ini
dikarenakan Fatwa bersifat dinamis, dan dapat merespon perkembangan baru yang

7
dihadapi masyarakat. apabila muncul setiap persoalan yang sifatnya baru yang belum
jelas kedudukan hukumnya maka disinilah fatwa berperan untuk menjawab persoalan
tersebut.
1. Al-Qur'an dan Perubahan Sosial
Al-Qur'an sebagai sumber pertama dan utama hukum Islam memberikan
perhatian yang cukup besar terhadap perubahan. Terdapat enam tempat dalam al-
Qur'an yang menyebut kata-kata perubahan (taghayyur), di antaranya adalah
dalam Surah al-Anfal [8] ayat 53 dan Surah al-Ra'd [13] ayat 11 .
Kata “perubahan” dalam ayat-ayat di atas merupakan pengungkapan suatu
fenomena dan realitas sosial yang dapat berlaku pada manusia dalam perjalanan
sejarahnya. Kedua ayat ini mengungkapkan keterlibatan Tuhan dan manusia
dalam suatu proses terjadinya perubahan. Keterlibatan Tuhan haruslah diartikan
dengan suatu keterlibatan yang sesuai dengan hasil ataupun akibat-akibat dari
tindakan dan aktivitas manusia itu sendiri. Tindakan dan aktivitas manusia pada
hakikatnya merupakan batasan- batasan ataupun kondisi-kondisi tertentu yang
membuka peluang bagi terjadinya suatu perubahan. Kondisi atau prasyarat
perubahan itu terletak pada perubahan yang terjadi pada diri mereka sendiri.
Perubahan tersebuf dapat berupa perubahan yang konstruktif dan dapat pula
berupa perubahan yang destruktif, seperti bangun dan tumbuhnya suatu
masyarakat dan kemakmuran manusia, dan kemudian mundur dan hancurnya
masyarakat dan kemakmuran tersebut. Perubahan semacam ini sudah merupakan
sunnatullah dan sangat alami.
Al-Qur'an menggungkapkan istilah perubahan yang konstruktif misalnya
dengan kata al-falah (kemenangan), al- fawz (kemenangan batin), al-barakah
(pertumbuhan/perkembangan), al-ish/al- salah (berbuat baik/kebaikan).
Sedangkan untuk ungkapan destruktif, al- Qur'an menyebutkan dengan
kata al-fasad (kerusakan), al-ihlak (kehancuran), al- tadmir (binasa), dan al-
damdamah (binasa/murka). kata al-ziyadah (pertambahan). Pertambahan itu bisa
menuju kebaikan, seperti pertambahan iman, kebajikan, petunjuk, keuntungan
dunia dan akhirat, ilmu dan atau nikmat dan karunia, di samping juga
pertambahan kejelekan seperti pertambahan azab).
2. Hukum Islam dan Perubahan Sosial
Perubahan-perubahan sosial dalam masyarakat terjadi karena berbagai
sebab, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Suatu perubahan sosial lebih
mudah terjadi jika suatu kelompok masyarakat sering melakukan kontak dengan
kelompok masyarakat lainnya. Sedangkan perubahan sosial akan sulit terjadi jika
masyarakat bersikap mengagungkan masa lalu, adanya kepentingan-kepentingan
yang tertanam kuat, prasangka buruk terhadap hal-hal baru atau hambatan
ideologis tertentu.
Perubahan-perubahan sosial dan perubahan hukum ataupun sebaliknya,
dalam berbagai peristiwa sering kali tidak berjalan bersama-sama. Artinya,
perkembangan hukum bisa jadi tertinggal oleh perkembangan dalam masyarakat,

8
peradabannya, ataupun budayanya. Keadaan yang sebaliknya juga bisa terjadi,
yakni bahwa hukum mendahului fenomena masyarakat, sehingga tidak mengakar
dalam masyarakat. Jika hal itu terjadi, maka timbullah social lag, yaitu suatu
keadaan di mana terjadi ketidakseimbangan perkembangan antar beberapa
lembaga kemasyarakatan, dalam konteks ini antara lembaga hukum dan
perkembangan masyarakat.
Terjadinya kesenjangan ini, bisa jadi disebabkan oleh karena adanya
sebagian kecil masyarakat yang memiliki kewenangan untuk menetapkan hukum,
namun tidaksepenuhnya memahami dan merasakan kepentingan-kepentingan
seluruh masyarakat atau sebagian besar masyarakat. Tertinggalnya hukum dari
bidang-bidang lain dapat terjadi jika hukum tidak dapat memenuhi kebutuhan-
kebutuhan masyarakat suatu waktu tertentu, terlebih jika perubahan-perubahan itu
telah menunjukkan kemapanan dan melembaga.
Tuntutan perubahan hukum dalam konteks ini mulai mengkristal manakala
kesenjangannya dengan kondisi sosial masyarakat telah mencapai taraf yang
benar-benar lebar. Tingkat kebutuhan yang demikian itu dapat dilihat pada
fenomena masyarakat yang tidak lagi menghiraukan kewajiban-kewajiban yang
dituntut hukum. Tarik menarik hukum dan perubahan sosial akan tampak lebih
nyata dalam dua fungsi hukum, yakni sebagai kontrol sosial (social control) dan
alat rekayasa/pengendalian sosial (social enginering).
Pada fungsi kontrol sosial, masalah pengintegrasian tampak menonjol.
Pada fungsi ini, hukum lebih banyak menjalankan usaha mengontrol dan kalau
perlu beradaptasi dengan perubahan sosial. Poin ini juga bisa membawa nuansa
adaptasi yang berlebihan, sehingga hukum diasumsikan menyesuaikan diri
terhadap segala perubahan sosial dalam masyarakat. Berbeda dengan fungsi
hukum sebagai kontrol sosial, maka pada fungsi hukum sebagai alai rekayasa
sosial (social enginering), hukum dihadapkan pada persoalan bagaimana
menciptakan perubahan dalam masyarakat. Dengan kata lain, hukum berfungsi
untuk menggerakkan perubahan pada bagian- bagian masyarakat sehingga dapat
tercapai kesesuaian dengan elemen-elemen lain yang telah berubah. Dalam
konteks ini, eksistensi hukum dapat mempengaruhi kondisi sosial bahkan
menyebabkan perubahan sosial dalam masyarakat.
Dialektika antara hukum perubahan sosial secara dan khusus juga terjadi
pada hukum Islam. Pada dasarnya perubahan pemikiran hukum Islam hanya
mengangkat aspek lokalitas dan temporalitas ajaran Islam, tanpa mengabaikan
aspek universalitas dan keabadian hukum Islam itu sendiri. Tanpa adanya upaya
pembaruan dan perubahan hukum Islam akan menimbulkan kesulitan-kesulitan
dalam memasyarakatkan hukum Islam khususnya dan ajaran Islam pada
umumnya .
Sebagaimana kita ketahui bahwa sumber-sumber hukum normatif tekstual
sangatlah terbatas jumlahnya, sementara kasus-kasus baru di bidang hukum
banyak bermunculan ditengah-tengah masyarakat dan tidak terbatas jumlahnya.
Kaitannya dengan hal ini, Ibnu Rusyd menyatakan bahwa persoalan-persoalan
kehidupan masyarakat tidak terbatas jumlahnya, sementara jumlah nash baik al-

9
Qur'an dan Sunah jumlahnya terbatas. Oleh karena itu, mustahil sesuatu yang
terbatas jumlahnya bisa menghadapi sesuatu yang tidak terbatas .
Keterbatasan nash-nash al-Qur'an dan Sunnah bukan berarti tidak dapat
mengakomodasi setiap perubahan, karena sebagaimana dimaklumi bahwa sumber
hukum Islam adalah wahyu Allah yang dituangkan dalam al-Qur'an yang bersifat
qadim dan Sunnah Rasul yang selalu ada dalam dibimbing Allah, maka hukum
Islam dinyatakan sebagai mendahului dan tidak didahului, mengontrol dan tidak
dikontrol. Sehingga untuk mengantisipasi setiap perubahan itu para ulama
memformulasikannya sebuah metode yang disebut ijtihad .
Berbagai model ijtihad kemudian dikembangkan oleh para ulama guna
menjawab dan mengantisipasi setiap perubahan tersebut, mulai dari metode-
metode ijtihad yang digagas oleh para ulama terdahulu hingga metode-metedo
ijtihad yang dikembangkan oleh ulama- ulama kontemporer. Salam Madkur
misalnya mengembangkan model ijtihad bayaniqiyasidan istislahial-Qardlawi
mengembangkan model ijtihad intiqa'i dan insya'i, al-Qahtani mengembangkan
ijtihad melalui model yang ia namakan dengan istinbat ahkam al- nawazil al-
fiqhiyyah al-mu'asirah, dan beberapa ulama lainnya yang mengembangkan
metode ijtihad maqasidi.
Ulama-ulama Indonesia juga ambil bagian dalam pengembangan model-
model ijtihad ini. KH. Sahal Mahfudz misalnya mengembangkan apa yang ia
sebut dengan nama fiqh sosial. Menurut Sahal, fiqh sosial memiliki 5 ciri pokok
yaitu, pertama, selalu diupayakan interpretasi ulang dalam mengkaji teks- teks
fiqh untuk mencari konteksnya yang baru. Kedua, makna bermadzhab berubah
dari bermazhab tekstual (mazhab qauli) ke bermadzhab secara metodologis
(mazhab manhaji). Ketiga, verifikasi mendasar mana ajaran yang pokok (ushul)
dan mana ajaran yang cabang (furu'). Keempat, fiqh dihadirkan sebagai etika
sosial. Kelima, penggunaan metodologi pemikiran filosofis, terutama dalam
masalah budaya dan sosial .

10
PENUTUP
Kesimpulan
Agama Islam memainkan peranan dalam kehidupan pribadi dan musyakat,
sekalipun masyarakat itu telah disusupi oleh Kebudayaan Barat atau dipengaruhi oleh
sekularisa. Dalam masa masyarakat mengalami perubahan sosial yang dahsyat, maka
pribadi dan masyarikat kehilangan pegangan, karena lembaga-lembaga yang
sesungguhnya merupakan pemberi pegangan (seperti kebudayaan, keluarga, pendidikan)
sedang dalam perobalan dan lembaga-lembaga itu sendiri tidak dapat mengatasi
persoalannya. Dalam suasana dan keadaan beginilali agama dapat membantu dengan
memberi pegangan agar pribadi dan masyankat tidak gelisah dan menemukan pegangan
yang pasti dan benar pada ajaran Tuhan
Hukum Islam dengan berbagai kelebihan yang dimiliki dapat eksis dalam
perubatan sosial dengan prinsip-prinsip dasar yang melekat padanya, sehingga mampu
merespon segala perubahan social yang terjadi. Hukum Islam dengan segala keunggulan
merupakan aturan Tuhan yang bertajuan memberikan kebaikan di kemudahan kepada
umat manusia. Penubuhan hukum Islam itx perfu untuk menyesuaikan dengan konteks
zaman sekaligus dengan karakter masyarakatnya.
Walaupun hukum Islam didasarkan pada walyu tetapi tidak menutup
kemungkinan diperlukan adanya interpretasi atau kontekstualisasi dari ketentuan ash
yang ada, dengan demikian ijtihad sebagai kenayan. Dengan ketentuan semacam iIslam
selalu up to date semi dengan perkembangan zaman.

Hubungan hukum Islam dengan perubahan sosial bersifat timbal balik, artinya
hukum Islam itu dapat mempengaruhi perubahan sosial, dan sebaliknya perubahan
sosial pun berimplikasi terhadap perubahan hukum Islam.

Dinamika hukum Islam, menekankan pada spek pembaruan hukum Islam, sebab
pembaharuan diperlukan dalam mengaktualisasikan ajaran-ajaran Islam.

11
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qardhawy, Yusuf, 1992, Kelazon den Kalazan Hon Islam (Cet. 1. Semarang: TobaPara)
Ash-Shiddieqy, T.M. Hasbi, 2007, Al-Islam, jilid 1 (Jakarta: Bulan Bintang,)
Departemen Pendidikan Nasional, 2008, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa)
Jum‟ah, Muhammad Ali, 2004, Al-Madkhal Ila Darasat Al-Madzahib Al-Fiqhiyyah (Kairo:
Dar al-Salam)
Musa, Muhammad Yusuf, 2008, Islam Suatu Kajian Komprehensif (Cet. I Jakarta Rajawali
Press)
M. Zem, Satria Effendi. 2007, Unhad Sepanjang Sejarah Hukum Itian Dalam K.H. Ali Yafie,
Wacana Baru Fiqhi Sosial (Cat. I. Jakarta: Mizan)
Pasaribu LL dan B. Simanjutak, 1986, Sosiologi Pembangunan (Bandung: Tarsito)
Rahardjo, Satjipto, 2009, Hukum dan Perubahan Sosial; Suatu Tinjauan Teoretis Serta
Pengalaman-Pengalaman di Indonesia (Yogyakarta: Genta Publising)
Soekamto, Soejono, 1995, Sosiologi Suatu Pengantar, XII (Jakarta: Rajawali Press)
Zaenudin, Hukum Islam dan Perubahan Social Menyelaraskan Realitas Dengan Maqashid
Al-Syariah, Media Bina Ilmiah, Volume 6. No. 6, Februari 2023.

12

Anda mungkin juga menyukai