ILMU HUKUM
MASYARAKAT DAN KAIDAH HUKUM
Disusun oleh :
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Alloh SWT atas rahmat dan hidayah-Nya karena
saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Adapun dalam penulisan makalah ini, materi
yang akan dibahas adalah “Masyarakat dan Kaidah Hukumt”.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa didalam penulisan makalah ini banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun
demi kesempurnaan penulisan makalah ini.
Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini, khususnya kepada dosen pembimbing mata kuliah Ilmu Hukum
Yana Mulyana M.E.Sy.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat menambah
wawasan kita dalam mempelajari “Mayarakat dan Kaidah Hukum” serta dapat digunakan
sebagaimana mestinya.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Sejarah Perkembangan Islam Pada Masa Sahabat?
2. Apa Pengertian Khulafaur Rasyidin?
3. Bagaimana Kedudukan dan Tugas Khulafaur Rasyidin?
4. Bagaimana Masa Kepemimpinan Khulafaur Rasyidin?
C. Tujuan Penulis
1. Untuk Mengetahui Pengertian dari Sejarah Perkembangan Islam Pada Masa Sahabat
2. Untuk Mengetahui Pengertian Khulafaur Rasyidin
3. Untuk Mengetahui Kedudukan dan Tugas Khulfaur Rasyidin
4. Untuk Mengetahui Masa Kepemimpinan Khulafaur Rasyidin
BAB II
PEMBAHASAN
A. Masyarakat dan Tatanan Sosial Menurut kodratnya.
Manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat, selain itu juga
manusia diberikan akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Dalam
hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama
dengan manusia lainnya. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, juga karena pada
diri manusia ada dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain, manusia
juga tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah manusia.
Mengingat manusia tidak dilahirkan dalam keadaaan yang sama baik fisik, psikologis,
hingga lingkungan geografis, sosiologis, maupun ekonomis, sehingga dari perbedaan
itulah muncul inter dependensi (ketergantungan) yang mendorong manusia untuk
berhubungan dengan sesamanya guna memenuhi kebutuhannya.
Dalam kerangka inter relasi manusia itulah sistem hubungan sosial terbentuk.
Dalam sistem hubungan sosial bersifat sangat kompleks akibat dari kuantitas dan
heterogenitas kebutuhan di dalam kemajemukan manusia dengan pluralitas perbedaanya
itu, oleh karena itu upaya yang dilakukan dalam kompleks inter relasi ini meniscayakan
kebutuhan akan satu hal yaitu keteraturan. Masyarakat yang menginginkan hidup aman,
tentram dan damai tanpa gangguan, maka bagi tiap manusia perlu memiliki pedoman
bagi segala tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup, sehingga kepentingan masing-
masing dapat terpelihara dan terjamin. Pergaulan hidup antar manusia tidak dapat
dipisahkan dari pola dan mekanisme-mekanisme tertentu yang tumbuh dan berkembang,
disepakati, dan ditetapkan sebagai pedoman hidup masyarakat. Semakin kompleks suatu
masyarakat, semakin kompleks pula hal-hal yang mesti diatur dan disepakati untuk
menjaga keseimbangan hidup antarwarga masyarakat, termasuk untuk membangun
masyarakat yang bersangkutan.
Dalam konteks bermasyarakat, posisi hukum dapat dilihat dalam 2 wujud, yaitu:
1. Definisi Kaidah/Norma
2. Jenis-jenis Kaidah
Sebagai jenis kaidah, yang mengatur tingkahlaku warga masyarakat maka hukum hanya
satu diantara berbagai jenis kaidah lainnya. Macam-macam kaidah tersebut. Gustav
Radbruch dalam Achmad Ali membedakan kaidah atas:
a. Kaidah Alam
b. Kaidah Kesusilaan
Kaidah Alam merupakan kaidah yang menyatakan tentang apa yang pasti akan
terjadi,contohnya: Semua manusia pasti meninggal. Jadi kaidah alam ini merupakan
kesesuaian dengan kenyataan mengemukakan sesuatu yang memang telah demikian.
Kaidah kesusilaan merupakan kaidah yang menyatakan tentang sesuatu yang belum pasti
terjadi, sesuatu yang seharusnya terjadi. Contohnya: Manusia seharusnya tidak
membunuh. Ini berarti ada dua kemungkinan manusia bisa membunuh, tetapi bisa juga
tidak membunuh. Kaidah kesusilaan merupakan kaidah yang meskipun ia kelak ternyata
tidak sesuai dengan kenyataan. Kaidah kesusilaan menggambarkan suatu rencana atau
keadaan yang ingin dicapai.
Dalam keadaan itu, Radbruch menggolongkan kaidah hukum ke dalam jenis
kaidah kesusilaan. Dengan demikian, pengertian yang diberikan oleh Radbruch tentang
kaidah kesusilaan adalah pengertian dalam arti luas. Achmad Ali menamakan kaidah
kesusilaannya Radbruch itu sebagai kaidah sosial, yang di dalamnya tercakup: kaidah
kesusilaan atau moral, kaidah hukum, kaidah kesopanan, dan kaidah agama.
Kaidah kesusilaan adalah peraturan hidup yang berasal dari suara hati sanubari manusia.
Maka dari itu kaidah kesusilaan berhubungan dengan manusia sebagai individu karena
menyangkut kehidupan pribadi manusia. Sebagai pendukung kaidah kesusilaan adalah
nurani individu dan bukan manusia sebagai makhluk sosial atau sebagai anggota
masyarakat yang terorganisir. Pelanggaran terhadap kaidah kesusilaan ialah pelanggaran
perasaan yang berakibat penyesalan. kaidah kesusilaan bersifat umum dan universal,
dapat diterima oleh seluruh umat manusia. Salah satu ciri kaidah kesusilaan dibandingkan
dengan kaidah hukum adalah sifat kaidah kesusilaan yang otonom, artinya diikuti atau
tidaknya aturan tingkahlaku tersebut tergantung pada sikap batin manusia tersebut.
Sebagai contoh: Mencuri itu perbuatan yang terlarang. Kaidah kesusilaan itu dituruti oleh
manusia, bukan karena manusia tadi takut pada sanksi berdosa pada Tuhan, melainkan
kata batinnya sendiri yang menganggap perbuatan itu tidak patut dilakukan.
Kaidah agama adalah aturan tingkah laku yang diyakini oleh penganut agama tertentu
sebagai berasal dari Tuhan. Aturan itu dapat berupa peraturan hidup dalam bentuk
perintah-perintah, larangan-larangan dan ajaran-ajaran yang bersumber dari Tuhan Yang
Maha Esa.
Pelanggaran terhadap norma ini akan mendapat hukuman dari Tuhan Yang Maha
Esa berupa “siksa” kelak di akhirat. Sebagai contoh: Pemeluk Agama Islam menyakini
bahwa kewajiban menjalankan shalat 5 waktu bersumber dari pemerintah Allah SWT. .
Contoh kaidah kepercayaan atau agama, yang telah disebutkan dalam Alquran pada
Surah An-Nisaa' ayat 29 dan 30, yaitu: “Dan janganlah kamu membunuh dirimu;
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” (29). “Dan barang siapa
berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan
memasukkannya ke dalam neraka”(30
b. Saksinya bersifat internal, yaitu dosa (kecuali kaidah Agama Islam karena Islam
merupakan suatu ajaran dunia dan akhirat, maka kaidah Islam pun memiliki sanksi
eksternal yang bersumber dari Tuhan, dan diterapkan di dunia oleh pemimpin umat yang
diberi wewenang untuk itu.
c. Isinya ditujukan kepada sikap batin (kecuali kaidah agama Islam, juga ditujukan
kepada sikap lahir).
Kaedah kesopanan didasarkan atas kebiasaan, kepatutan atau kepantasan yang berlaku
dalam masyarakat. Kaidah kesopanan ditujukan kepada sikap lahir pelakunya yang
konkrit demi penyempurnaan atau ketertiban masyarakat dan bertujuan menciptakan
perdamaian, tata tertib atau membuat “asri” lalu lintas antara manusia yang bersifat
lahiriah. Kaidah kesopanan timbul dan diadakan oleh masyarakat itu sendiri untuk
mengatur pergaulan sehingga masing-masing anggota masyarakat saling hormat
menghormati. Akibat dari pelanggaran terhadap kaidah ini ialah dicela sesamanya, karena
sumber kaidah ini adalah keyakinan masyarakat yang bersangkutan itu sendiri.
Termasuk sanksi bagi pelanggar terhadap kaidah ini adalah berwujud teguran,
cemoohan, pengucilan dan sejenisnya yang dilakukan oleh warga masyarakat secara tidak
terorganisir, melainkan dilakukan secara sendiri-sendiri oleh warga masyarakat tertentu.
Sebagai contoh: jika si A seorang gadis remaja datang kekampusnya dengan mengenakan
pakaian yang seronok, yang dianggap oleh masyarakat kampusnya dengan mengenakan
pakaian yang seronok, yang dianggap oleh masyarakat kampusnya sebagai “tidak sopan”,
maka warga kampus akan memberikan sanksi si A dengan celaan, teguran, cercaaan atau
bahkan si A dikucilkan dari pergaulan di kampusnya.
Ada pula yang menganggap adat istiadat sebagai peraturan sopan santun yang
turun temurun. Pada umumnya adat istiadat merupakan tradisi. Adat bersumber pada
sesuatu yang suci (sakral) dan berhubungan dengan tradisi rakyat yang telah turun
temurun, sedangkan kebiasaan tidak merupakan tradisi rakyat. Ciri-ciri Kaidah
Kesopanan atau keibiasaan adalah sebagai berikut:
b. Saksinya bersifat eksternal dalam wujud celaan, cercaan, teguran atau dan pengucilan
a. Kaidah kepercayaan atau keagamaan tidaklah memberikan sanksi yang dapat dirasakan
secara langsung di dunia ini.
b. Kaidah kesusilaan dilanggar hanyalah akan menimbulkan rasa malu, rasa takut, rasa
bersalah atau penyesalan saja pada si pelaku. Kalau ada seorang pembunuh tidak
ditangkap dan diadili, tetapi masih berkeliaran, masyarakat akan merasa tidak aman,
meskipun si pembunuh itu dicekam oleh rasa penyesalan yang sangat mendalam dan
dirasakan sebagai suatu penderitaan sebagai akibat pelanggaran yang dibuatnya.
c. Kaidah sopan santun dilanggar atau diabaikan hanyalah menimbulkan celaan, umpatan
atau cemoohan saja. Sanksi inipun dirasakan masih kurang cukup memuaskan, karena
dikhawatirkan pelaku pelanggaran akan mengulangi perbuatannya lagi karena sanksinya
dirasakan terlalu ringan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA