Anda di halaman 1dari 20

Dosen Pengampu :

Syafrudin, S.H., M.H

MAKALAH
MANFAAT MEMPELAJARI HUKUM ISLAM

Disusun Oleh :
Kelompok 2 :
Ainul Mardhiyah
Resti Yulanda
Karlina Lubis
Uswatun Hasanah Basri
Rifka
Fajar Dwi Anugrah

PROGRAM STUDI HUKUM S1


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI
T.A 2020/2021
DAFTAR ISI

Daftar Isi...........................................................................................................................................
Kata Pengantar................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................................................
1.4 Kerangka Teori.........................................................................................................................
1.4.1 Teori Kemanfaatan...................................................................................................................
1.4.2 Teori Hukum Islam..................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................................
2.1 Pengertian Hukum Islam..........................................................................................................
2.2 Ruang Lingkup Hukum Islam..................................................................................................
2.3 Tujuan Hukum Islam................................................................................................................
2.4 Sumber-sumber Hukum Islam..................................................................................................
2.5 Manfaat Mempelajari Hukum Islam........................................................................................
BAB III PENUTUP..........................................................................................................................
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................................
3.2 Saran........................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dzat yang Maha
Sempurna pencipta dan penguasa segalanya. Karena hanya dengan ridhoNya penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah ini sesuai dengan apa yang diharapkan yaitu makalah tentang
“Manfaat Mempelajari Hukum Islam”. Dengan harapan semoga tugas makalah ini bisa berguna
dan ada manfaatnya bagi kita semua. Amin.
Akhirnya walaupun penulis telah berusaha dengan secermat mungkin, namun sebagai
manusia biasa yang tak mungkin luput dari salah dan lupa. Untuk itu penulis mengharapkan
koreksi dan sarannya. Semoga kita selalu dalam lindunganNya.

Bangkinang, 18 Desember 2020


Penulis,

Kelompok 2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Hukum adalah komponen yang sangat erat hubungannya dengan masyarakat, dan pada
dasarnya hukum itu adalah masyarakat itu sendiri. Setiap tingkah laku masyarakat selalu di
monitor oleh hukum, baik hukum yang tertulis maupun hukum yang tidak tertulis. Negara
Indonesia adalah Negara hukum yang memiliki penduduk mayoritas beragama islam, secara
sengaja maupun tidak sengaja hal tersebut mempengaruhi terbentuknya suatu aturan hukum yang
berlandaskan atas agama Islam.
Hukum Islam adalah salah satu norma agama, dari sekian norma- norma agama yang ada di
dunia. Harus diakui, para ulama cukup beragam dalam memberikan pengertian tentang hukum
Islam. Hal itu bisa dimaklumi, sebab kata hukum Islam tidak ditemukan sama sekali di dalam al-
Quran dan literatur hukum dalam Islam. Yang ada dalam al Quran adalah kata suriat, fiqh,
hukum Allah dan yang seakar dengannya. Kata hukum Islam merupakan terjemahan dari term
“Islamic Law” dari literatur Barat.1
Berbeda dengan sistem hukum yang lain, hukum Islam tidak hanya merupakan hasil
pemikiran yang dipengaruhi oleh kebudayaan manusia di suatu tempat pada suatu massa tetapi
dasarnya ditetapkan oleh Allah melalui wahyuNya yang terdapat dalam Al-Qur’an dan
dijelaskan oleh Nabi Muhammad sebagai rasulNya melalui sunnah beliau yang terhimpun dalam
kitab hadits. Dasar inilah yang membedakan hukum Islam secara fundamental dengan hukum
yang lain. 
Adapun konsepsi hukum Islam, dasar dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh Allah.
Hukum tersebut tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam
masyarakat, tetapi juga hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan dirinya
sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dalam bermasyarakat, dan hubungan manusia
dengan benda serta alam sekitarnya.
Hukum Islam merupakan salah satu aspek ajaran Islam yang menempati posisi yang sangat
krusial dalam pandangan umat islam, karena ia merupakan manifestasi paling kongkrit dari
hukum Islam sebagai sebuah agama. Sedemikian pentingnya hukum Islam dalam skema

1
Fathurrohman Djamil, Filsafat Hukum Islam, (Bagian Pertama), Jakarta, Logis Wacana Ilmu, 1997, hal. 11
doktrinal-Islam, sehingga seorang orientalis, Joseph Schacht menilai, bahwa “adalah mustahil
memahami Islam tanpa memahami hukum Islam”.2
Jika dilihat dari perspektif historisnya, Hukum Islam pada awalnya merupakan suatu
kekuatan yang dinamis dan kreatif. Hal ini dapat di lihat dari munculnya sejumlah madzhab
hukum yang responsif terhadap tantangan historisnya masing- masing dan memiliki corak
sendiri-sendiri, sesuai dengan latar sosio kultural dan politis dimana madzhab hukum itu
mengambil tempat untuk tumbuh dan berkembang.3
Sekilas bila pemikiran mengenai Hukum Islam ditelaah dari zaman ke zaman, tentulah akan
terlihat berbagai macam corak pemikiran yang tak jarang saling bersinggungan dan saling
bertentangan antara seorang mujtahid dengan mujtahid lainnya. Berdasarkan hal tersebut,
sepatutnya umat Islam tidak perlu heran akan segala macam perbedaan itu. Umat Islam juga
tidak perlu saling fanatik dan mengklaim suatu golongan dengan pemikiran tertentu adalah
paling benar diantara golongan yang lain. Karena hal tersebut hanya dapat menimbulkan
pengerusakan, penghujatan dan permusuhan yang berkepanjangan yang nantinya bisa jadi akan
berdampak pada penodaan terhadap agama Islam itu sendiri.
Hukum Islam secara umum dibedakan menjadi dua lapangan pokok, yaitu hukum yang
mengatur hubungan antara makhluk dengan khalik dan hukum yang mengatur hubungan antara
sesama makhluk (muamalah).4
Hukum Islam mengacu pada pandangan hukum yang mengatakan bahwa hukum Islam itu diciptakan
karena ia mempunyai maksud dan tujuan. Tujuan dari adanya hukum Islam adalah terciptanya kedamaian
di dunia dan kebahagian di akhirat. Jadi hukum Islam bukan bertujuan meraih kebahagaiaan yang fana’
dan pendek di dunia semata, tetapi juga mengarahkan kepada kebahagiaan yang kekal di akhirat kelak.
Inilah yang membedakannya dengan hukum manusia yang menghendaki kedamaian di dunia saja.
Dengan adanya Hukum Islam, dapat dibuktikan bahwa hukum Islam mampu memberikan manfaat, serta
hukum islam berguna untuk menjadikan hukum islam sebagai sumber hukum yang tidak kering bagi
perundang-undangan dunia demi kemaslahatan umat manusia dan menjauhkan dari kerusakan.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa pengertian dari Hukum Islam?
b. Apa saja ruang lingkup dari Hukum Islam?

2
Lihat Joseph Schacht, An Introduction to Islamic Law (London: The Clarendon Press, 1971), 1.
3
Abdul Halim Barklatullah, CD dan Dr. Teguh Prasetyo, SH., M.Si, Hukum Islam Menjawab Tantangan Zaman yang Terus
Berkembang (Yoghyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), 145.
4
Ahmad Hanafi, Pengantar Dan Sejarah Hukum Islam, Jakarta: Bulan Bintang,1995, hal. 37.
c. Apa tujuan dari Hukum Islam?
d. Apa saja sumber-sumber Hukum Islam?
e. Apa manfaat dari mempelajari Hukum Islam?
1.3 Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui pengertian dari Hukum Islam.
b. Untuk mengetahui ruang lingkup dari Hukum Islam.
c. Untuk mengetahui tujuan dari Hukum Islam.
d. Untuk mengetahui sumber-sumber Hukum Islam.
e. Untuk mengetahui manfaat dari mempelajari Hukum Islam.
1.4 Kerangka Teori
1.4.1 Teori Kemanfaatan
Aliran Utilitarianisme mempunyai pandangan bahwa tujuan hukum adalah memberikan
kemanfaatan kepada sebanyak-banyaknya orang. Kemanfaatan di sini diartikan sebagai
kebahagiaan (happines), sehingga penilaian terhadap baik-buruk atau adil-tidaknya suatu hukum
bergantung kepada apakah hukum itu memberikan kebahagiaan kepada manusia atau tidak.
Dengan demikian berarti bahwa setiap penyusunan produk hukum (peraturan perundang-
undangan) seharusnya senantiasa memperhatikan tujuan hukum yaitu untuk memberikan
kebahagiaan sebanyakbanyaknya bagi masyarakat.
Menurut para ahli Hukum :
a. Jeremy Bentham (1748-1832) Bentham membangun sebuah teori hukum komprehensif
di atas landasan yang sudah diletakkan, tentang asas manfaat. Bentham merupakan tokoh
radikal dan pejuang yang gigih untuk hukum yang dikodifikasikan, dan untuk merombak
hukum yang baginya merupakan sesuatu yang kacau. Ia merupakan pencetus sekaligus
pemimpin aliran kemanfaatan. Menurutnya hakikat kebahagiaan adalah kenikmatan dan
kehidupan yang bebas dari kesengsaraan.
Bentham menyebutkan bahwa “The aim of law is The Greatest Happines for the greatest
number”. Dengan kata-kata Bentham sendiri, inti filsafat disimpulkan sebagai berikut :
Alam telah menempatkan manusia di bawah kekuasaan, kesenangan dan kesusahan.
Karena kesenangan dan kesusahan itu kita mempunyai gagasangagasan, semua pendapat
dan semua ketentuan dalam hidup kita dipengaruhinya. Siapa yang berniat untuk
membebaskan diri dari kekuasaan ini, tidak mengetahui apa yang ia katakan. Tujuannya
hanya untuk mencari kesenangan dan menghindari kesusahan perasaan-perasaan yang
selalu ada dan tak tertahankan ini seharusnya menjadi pokok studi para moralis dan
pembuat undang-undang. Prinsip kegunaan menempatkan tiap sesuatu di bawah
kekuasaan dua hal ini.
b. John Stuar Mill (1806-1873) Penganut aliran Utilitarianisme selanjutnya adalah John
Stuar Mill. Sejalan dengan pemikiran Bentham, Mill memiliki pendapat bahwa suatu
perbuatan hendaknya bertujuan untuk mencapai sebanyak mungkin kebahagian. Menurut
Mill, keadilan bersumber pada naluri manusia untuk menolak dan membalas kerusakan
yang diderita, baik oleh diri sendiri maupun oleh siapa saja yang mendapatkan simpati
dari kita, sehingga hakikat keadilan mencakup semua persyaratan moral yang hakiki bagi
kesejahteraan umat manusia.
Mill setuju dengan Bentham bahwa suatu tindakan hendaklah ditujukan kepada
pencapaian kebahagiaan, sebaliknya suatu tindakan adalah salah apabila menghasilkan
sesuatu yang merupakan kebalikan dari kebahagiaan. Lebih lanjut, Mill menyatakan
bahwa standar keadilan hendaknya didasarkan pada kegunaannya, akan tetapi bahwa
asal-usul kesadaran akan keadilan itu tidak diketemukan pada kegunaan, melainkan pada
dua hal yaitu rangsangan untuk mempertahankan diri dan perasaan simpati. Menurut
Mill keadilan bersumber pada naluri manusia untuk menolak dan membalas kerusakan
yang diderita, baik oleh diri sendiri maupun oleh siapa saja yang mendapat simpati dari
kita. Perasaan keadilan akan memberontak terhadap kerusakan, penderitaan, tidak hanya
atas dasar kepentingan individual, melainkan lebih luas dari itu sampai kepada orang lain
yang kita samakan dengan diri kita sendiri, sehingga hakikat keadilan mencakup semua
persyaratan moral yang sangat hakiki bagi kesejahteraan umat manusia.
1.4.2 Teori Hukum Islam
Berlakunya hukum Islam di Indonesia adalah sebuah realitas yang tak dapat diingkari. Hal
tersebut terjadi, karena sangat berkaitan dengan eksistensi agama Islam. Agama Islam bukanlah
agama yang hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya (hablun minallah), tetapi
agama Islam juga mengatur hubungan manusia dengan manusia (hablun minannas) dan
hubungan manusia kepada semua makhluk. Itulah sebabnya ketika agama Islam masuk di
Indonesia dan dianut oleh sebahagian besar masyarakat Indonesia, dengan sendirinya hukum
Islam pun diberlakukan.
Keberadaan teori-teori berlakunya hukum Islam sudah tercatat dalam sejarah pemberlakuan
hukum Islam di Indonesia. Walaupun teori tersebut sebagai tesa dan anti tesa dari pergumulan
antara pemikir hukum Islam di kalangan umat Islam, tetapi setidaknya teori-teori tersebut dapat
menjadi acuan dalam memberlakukan hukum Islam, baik masa lalu maupun sekarang dan yang
akan datang. Namun saat ini teori-teori tersebut hanya berada pada wilayah perdebatan ilmiah
tentang perkembangan hukum Islam di Indonesia. Dalam arti, kurang mendapat perhatian untuk
mendapatkan posisi strategi sebagai sebuah teori dalam pembangunan dan pembinaan hukum di
Indonesia. Hal tersebut terbukti dalam setiap produk undang-undang yang berkaitan dengan
hukum Islam, teori-teori berlakunya hukum Islam tersebut, tidak dijadikan sebagai sebuah
pertimbangan formal lahirnya produk hukum Islam.
Sepintas teori ini terkesan akan menguntungkan umat Islam saja, karena merupakan teori
yang lahir dari suasana keinginan batin umat Islam untuk memberlakukan hukum Islam di
Indonesia. Tetapi pada hakikatnya, tidak akan berimplikasi negatif, bahkan akan berimplikasi
positif dan akan mengayomi semua pihak, semua golongan, semua suku dan agama di Republik
Indonesia ini.
Misalnya teori syahadat, memperhatikan nama dan sejarah lahirnya rumusan teori ini sudah
dipastikan adalah produk hukum Islam. Muatan dari teori ini adalah selain untuk memperkuat
akidah umat Islam, juga menekankan kepada umat Islam yang sudah berikrar memeluk agama
Islam agar menerapkan hukum-hukum Islam dalam semua aspek kehidupannya sebagai
konsekwensi logis dari yang telah diikrarkan. Demikian pula ketika teori ini dirumuskan oleh
para pemikir hukum Islam, tidak ada dalam catatan sejarah yang membuktikan bahwa teori ini
lahir adalah untuk memojokkan umat-umat lain di Indonesia. Kalaupun keinginan menerapkan
hukum Islam kajiannya lebih mnggema atau banyak dibicarakan dibanding hukumhukum selain
hukum Islam, hal itu adalah sebuah realitas sebab negeri ini mayoritas penduduknya beragama
Islam.
Kemudian Teori Receptie in Conplexu; Teori ini menekankan bahwa hukum Islam berlaku
buat warga negara yang beragama Islam. Terdapat pihak yang menganggap bahwa lahirnya teori
ini adalah kerugian umat Islam dibandingkan dengan teori syahadat, sebab membatasi
berlakunya hukum Islam hanya kepada umat Islam saja. Hal itu dapat menjadi kerugian jika teori
syahadat dimaknai bahwa hukum Islam berlaku secara mutlak pada seluruh masyarakat
Indonesia. Padahal sesungguhnya tidak demikian maknanya. Pemahaman ini dapat didasarkan
pada piagam Jakarta yang dihilangkan tujuh kata, kemudian dituangkan dalam pembukaan UUD
1945. Berangkat dari kesadaran berbangsa umat Islam menghilangkan tujuh kata tersebut, sudah
membuktikan toleransi umat Islam hukumhukum lain di Negeri ini. Sekiranyapun ada keinginan
agar umat-umat lain menggunakan hukum Islam dalam kehidupannya, hal itu tentu bukan
dengan jalan pemaksaan.
Selanjutnya Teori Receptie; Teori ini adalah teori yang gencar ditentang dan ditolak oleh
kalangan umat Islam khususnya para pakar hukum Islam di Indonesia, sampai disebutkan bahwa
teori ini adalah teori Iblis. Teori ini merumuskan bahwa hukum Islam berlaku apabila disahkan
oleh hukum adat. Memperhatikan rumusan yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda ini,
sangat merugikan umat Islam. Sebab rumusan itu, hukum Islam dibatasi bahkan dilarang berlaku
secara bebas di suatu tempat di Indonesia, meskipun ditempat itu terdapat penduduk yang
beragama Islam.
Analisis pendapat Imam Syafi’i dengan Qawl Qadim dan Qawl Jadid-nya. Dengan
ijtihadnya, beliau merumuskan hukum Islam dengan mempertimbangkan budaya/adat
masyarakat. Begitu juga Ibn Qayyim dalil qaidahnya, bahwa hukum bisa berubah dengan
berubahnya waktu, tempat dan keadaan. Dalam sejarah diutarakan, bahwa agama Islam cepat
berkembang di wilayah nusantara Indonesia, karena para ulama tidak dengan serta-merta
menolak dan melarang semua adat dan tradisi yang sudah ada.
Teori ulama dan data sejarah tersebut, memberi inspirasi, kearifan lokal atau adat setempat
sangat menjadi pertimbangan dalam merumuskan hukum yang berlaku di masyarakat. Tentu saja
dalam konteks ini, bukan berarti hukum Islam harus tunduk kepada adat, tetapi adalah
penghargaan kepada kenyataan setempat. Sebab dalam politik hukum, baik hukum umum
maupun hukum Islam pemberlakuannya tidak harus secara radikal dan memaksakan tanpa
pertimbangan kondisi.
Teori Receptie Exit; Teori ini dikembangkan oleh Hazairin, yang menyatakan bahwa hukum
agama di bidang hukum perdata dan pidana diserap menjadi hukum nasional. Mengamati teori
ini, memberi petunjuk bahwa teori-teori yang diketengahkan di atas adalah saling mendukung.
Mendukung teori syahadat, sebab menginginkan semua hukum yang ada dalam agama Islam bisa
berlaku dan harus dipatuhi secara nasional, mendukung teori Receptie in Complexu, sebab
semua agama membuat hukumnya sendiri menjadi hukum positif dan berlaku bagi pemeluknya
masing-masing. Mendukung teori Receptie, sebab dalam teori sosiologi hukum mengatakan
bahwa hukum dibuat dari rakyat untuk rakyat. Olehnya itu, hukum-hukum adat yang berlaku
dalam masyarakat dapat menjadi pertimbangan untuk menjadi hukum nasional, dan dapat
dipatuhi secara nasional.
Teori-teori yang dikemukakan di atas adalah sebahagian dari teori-teori yang melingkari
dinamika perkembangan hukum Islam di Indonesia. Keempat teori berlakunya hukum Islam
yang di kemukakan adalah dapat dijadikan dasar acuan bagaimana perjuangan hukum Islam.
Sebab pada periode lahirnya teori-teori tersebut, hukum Islam banyak mendapat tantangan, baik
sebelum kemerdekaan maupun pasca kemerdekaan.
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Pengertian Hukum Islam
Hukum islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama islam. Dalam
konsepsi hukum Islam , dasar dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh Allah SWT. yang diatur
tidak hanya hubungan manusia dengan manusia lain dalam masyarakat termasuk dirinya sendiri
dan benda serta alam semesta,tetapi juga hubungan manusia dengan Tuhan. Dalam sistem hukum
Islam terdapat lima kaidah yang dipergunakan untuk mengukur perbuatan manusia baik di
bidang ibadah maupun di bidang mu’amalah. Kelima jenis kaidah tersebut dinamakan al-ahkam
al-khamsah atau penggolongan hukum yang lima yakni jaiz atau mubah atau ibahah, sunnah,
makruh, wajib, dan haram. Dalam pembahasan kerangka dasar agama islam disebutkan bahwa
komponen kedua agama Islam adalah syari’at yang terdiri dari dua bagian yakni ibadah dan
mu’amalah. Adapun ilmu yang membahas tentang syari’at disebut dengan ilmu fikih.
Istilah Hukum Islam terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Arab yakni kata Hukum
dan kata Islam. Kata Hukum berarti ketentuan dan ketetapan. Sedangkan kata Islam terdapat
dalam al-Qur’an, yakni kata benda yang berasal dari kata kerja “Salima” selanjutnya menjadi
Islam yang berarti kedamaian, kesejahteraan, keselamatan dan penyerahan diri kepatuhan.5
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Hukum Islam secara etimologis adalah segala macam
ketentuan atau ketetapan mengenai satu hal dimana ketentuan itu telah di atur dan di tetapkan
oleh agama Islam.
Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam. Dari segi istilah, hukum Islam menurut ajaran
Islam seperti yang dikemukakan oleh Abdurrauf, hukum adalah peraturan-peraturan yang terdiri
dari ketentuan-ketentuan, perintah dan larangan, yang menimbulkan kewajiban dan atau hak.6
1.2 Ruang Lingkup Hukum Islam
Dalam hukum Islam di bidang mu’amalah tidak dibedakan antara hukum privat (hukum
perdata) dengan hukum publik (hukum pidana), hal ini disebabkan karena menurut sistem hukum
islam pada hukum perdata terdapat segi-segi publik dan pada hukum publik terdapat segi-segi
perdatanya.

5
Mohamad Daud Ali, Hukum Islam…, h.21
6
M. Arifin Hamid, Hukum Islam Perspektif Keindonesiaan, ( Makassar , Fakultas Hukum Univewrsitas Hasanuddin, 2008 ), h.
13
Dalam hukum Islam yang disebutkan hanyalah bagian-bagiannya saja, yakni sebagai
berikut:
a. Munakahat
Munakahat yaitu hukum Islam yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan
perkawinan, perceraian serta akibat-akibatnya.
b. Wirasah
Wirasah yaitu hukum Islam yang mengatur segala masalah yang berhubungan dengan
pewaris, ahli waris, harta peninggalan serta pembagian warisan. Hukum kewarisan ini
sering disebut juga hukum Faraid.
c. Mu’amalah
Mu’amalah dalam arti khusus yaitu mengatur masalah kebendaan dan hak-hak atas
benda, tata hubungan manusia dalam soal jula beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam,
perserikatan dan sebagainya.
d. Jinayat atau ‘Ukubah
Jinayat atau ‘ukubah yaitu hukum Islam yang memuat aturan-aturan mengenai perbuatan-
perbuatan yang diancam dengan hukuman baik dalam jarimah hudud (perbuatan pidana
yang telah ditentukan bentuk dan batas hukumnya dalam al-Qur’an dan Sunnah Nabi
Muhammad SAW, dimana hudud merupakan jamak dari had yang berarti batas) maupun
jarimah ta’zir (perbuatan pidana yang bentuk dan ancaman hukumannya ditentukan oleh
penguasa sebagai pelajaran bagi pelakunya sedangkan ta’zir berarti ajaran atau
pengajaran). Yang dimaksud dengan jarimah adalah perbuatan pidana.
e. Al-ahkam Al-Sultaniyah (Khilafah)
Al-ahkam Al-Sutaniyah yaitu hukum Islam yang membicarakan soal-soal yang
berhubungan dengan kepala negara, pemerintahan baik pemerintah pusat maupun daerah,
tentara, pajak dan sebagainya.
f. Siyar
Siyar yaitu hukum Islam yang mengatur urusan perang dan damai, tata hubungan dengan
pemeluk agama dan negara lain.
g. Mukhassamat
Muhassamat yaitu hukum Islam yang mengatur soal peradilan, kehakiman dan hukum
acara.
Sedangkan Fathi Osman mengemukakan sitematika hukum Islam sebagai berikut :
a. Al-Ahkam Al-Ahwal Al-Syakhsiyah (hukum perorangan)
b. Al-Ahkam Al-Madaniyah (hukum kebendaan)
c. Al-Ahkam Al-Jinaiyah (hukum pidana)
d. Al-Ahkam Al-Murafaat (hukum acara perdata, pidana dan peradilan tata usaha negara)
e. Al-Ahkam Al-Dusturiyah (hukum tata negara)
f. Al-Ahkam Al-Dawliyah (hukum internasional)
g. Al-Ahkam Al-Ightisadiyah Al-Maliyah (hukum ekonomi dan keuangan)
1.3 Tujuan Hukum Islam
Tujuan hukum Islam sebenarnya sudah nampak pada ayat-ayat yang ada dalam al-Qur’an
dan Sunnah Nabi Muhammad SAW, secara umum para ahli merumuskan tujuan hukum Islam
adalah kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat kelak, dengan jalan segala sesuatu
yang bermanfaat dan mencegah atau menolak yang mudarat yaitu yang tidak berguna bagi hidup
kehidupan. Abu Ishaq As-Sathibi merumuskan lima tujuan hukum islam, yaitu:
a. Memelihara Agama
Agama adalah sesuatu yang harus dimilki oleh setiap manusia oleh martabatnya dapat
terangkat lebih tinggi dan martabat makhluk lain danmemenuhi hajat jiwanya. Agama
islam memberi perlindungan kepada pemeluk agam lain untuk menjalankan agama
sesuai dengan keyakinannya.
b. Memelihara Jiwa
Menurut hukum islam jiwa harus dilindungi. Hukum islam wajib memelihara hak
manusia untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya. Islam melarang pembunuhan
sebagai penghilangan jiwa manusia dan melindungi berbagai sarana yang dipergunakan
oleh manusia untuk mempertahankan kemaslahatannya hidupnya (Qs.6:51,17:33)
c. Memelihara Akal
Islam mewajibkan seseorang untuk memlihara akalnya, karena akal mempunyai peranan
sangat penting dalam hidup dan kehidupan manusia. Seseorang tidak akan dapat
menjalankan hukum islam dengan baik dan benar tanpa mempergunakan akal
sehat. (QS.5:90)
d. Memelihara Keturunan
Dalam hukum islam memlihara keturunan adalah hal yang sangat penting. Karena itu,
meneruskan keturunan harus melalui perkawinan yang sah menurut ketentuan Yang ada
dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah dan dilarang melakukan perzinahaan. (Qs.4:23)
e. Memelihara Harta
Menurut ajaran islam harta merupakan pemberian Allah kepada manusia untuk
kelangsungan hidup mereka. Untuk itu manusia sebagai khalifah di bumi dilindungi
haknya untuk memperoleh harta dengan cara-cara yang halal, sah menurut hukum dan
benar menurut aturan moral. Jadi huku slam ditetapkan oleh Allah untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia itu sendiri, baik yang bersifat primer, sekunder, maupun tersier
(dloruri, haaji, dan tahsini).
Menurut Juhaya S. Praja, tujuan hukum Islam yang dirumuskan oleh Abu Ishak Al-Shatibi
tersebut dapat dilihat dari dua segi, yakni dari segi pembuat hukum Islam (Allah SWT. dan
Rasul-Nya) dan dari segi manusia yang menjadi pelaku dan pelaksana hukum Islam itu. Jika
dilihat dari segi pembuat hukum Islam, tujuan hukum Islam adalah :
a. Untuk memenuhi keperluan hidup manusia yang bersifat primer, sekunder, dan tertier
yang dalam kepustakaan hukum Islam disebut dengan istilah daruriyyat, hajjihyat dan
tahnissiyat.
b. Untuk ditaati dan dilaksanakan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari.
c. Supaya dapat ditaati dengan baik dan benar, manusia wajib meningkatkan
kemampuannya memahami hukum Islam dengan mempelajari usul Al-figh yakni dasar
pembentukan dan pemahaman hukum Islam sebagai metodologinya.
1.4 Sumber-sumber Hukum Islam
Sumber hukum islam ialah segala sesuatu yang melahirkan atau menimbulkan aturan yang
mempunyai kekuatan yang bersifat mengikat, yaitu peraturan yang apabila dilanggar akan
menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata.
Sumber hukum islam merupakan segala sesuatu yang dijadikan pedoman atau yang menjadi
sumber syari’at islam yaitu Al-Qur’an dan Hadist Nabi Muhammad (Sunnah Rasulullah SWA).
Sebagian besar pendapat ulama ilmu fiqih sepakat bahwa pada prinsipnya sumber utama hukum
islam adalah Al-Qur’an dan Hadist.
Berikut adalah penjelasan mengenai masing-masing sumber hukum Islam :
a. Al-Qur’an atau Al-Kitab
Al-Qur’an adalah sumber hukum Islam yang pertama, semua ketetapan hukum harus
ditetapkan berdasarkan pada Al-Qur’an, sebagaimana telah diterangkan dalam Al-Qur’an
sendiri: Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa
kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah
wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak
bersalah) karena (membela) orang-orang yang khianat (An-Nisa:4(105)).
Al-Qur’an adalah firman Allah SWT yang memiliki kemukjizatan, yang diturunkan
kepada Nabi-Nya yang terakhir (Nabi Muhammad SAW), melalui Al-Amin (Malaikat
Jibril) yang ditulis pada mushaf, diriwayatkan kepada kita secara mutawatir,
membacanya bernilai ibadah, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat
An-Nas.
b. Al-Hadits atau As-Sunnah
Al-hadits yang sering juga disebut as-sunnah adalah segala sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad saw. baik perkataan, perbuatan maupun pengakuannya.
Diantara beberapa hadits Rasulullah yang memerintahkan kepada kaum muslimin agar
selalu berpegang kepada sunnahnya adalah riwayat Imam Ahmad dan lainnya dari Abi
Najih Al-Irbadh bin Sariyah RA yang menceritakan bahwa Rasulullah memberikan
nasihat kepada kita dengan suatu nasihat yang menggetarkan hati dan mencucurkan air
mata. Maka kami bertanya kepada beliau : “Hai Rasulullah, tampaknya nasihat itu nasihat
(pamitan) terakhir.” Lalu beliau menasehati kita, sabdanya : “Aku menasehatkan
kepadamu agar kamu taqwa kepada Allah, taat dan patuh, biarpun seorang hamba sahaya
memerintah kamu. Sungguh orang hidup lama (berumur panjang) diantara kamu nanti,
bakal mengetahui adanya pertentangan-pertentangan yang hebat. Oleh karena itu
hendaklah kamu berpegang teguh kepada sunnahku, sunnah khulafaurrasyidin yang
mendapat petunjuk. Gigitlah sunnahku dengan taringmu! Jauhilah mengada-adakan
perkara, sebab perkara yang diada-adakan itu adalah bid’ah. Padahal setiap bid’ah itu
tersesat dan setiap tersesat itu di neraka.”
Al-Qur’an tidak menjelaskan secara rinci baik mengenai cara-cara melaksanakan maupun
syarat dari beberapa perintah yang dibebankannya kepada umat. Penjelasan yang lebih
rinci disampaikan oleh Rasulullah dalam haditsnya. Hal ini karena beliau telah diberikan
kewenangan untuk itu oleh Allah SWT dengan firman-Nya pada ayat 44 surat An-Nahl:
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan pada umat manusia
apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.”
c. Al-Ijma’
Ijma’ menurut bahasa, mengandung dua pengertian, yaitu: Ittifaq (kesepakatan), seperti
dikatakan: “suatu kaum ialah berijma’ tentang sesuatu”, maksudnya apabila mereka
menyepakatinya. ‘Azzam (cita-cita, hasrat) dan tasmin.
Seperti dalam firman Allah: Maka ijma’kanlah urusanmu dan sekutumu (surat Yunus
ayat 71) Maksudnya, cita-citakanlah apa urusanmu.
Demikian juga terdapat dalam hadits Nabi SAW : “Tidak sah puasa seseorang yang tidak
mengijma’kan puasa itu di malam hari.” Maksudnya, tidak mencita-citakannya.
Ijma’ menurut syara’(dalam pandangan jumhur) adalah kesepakatan seluruh mujtahid
kaum muslimin disesuaikan dengan masa setelah wafatnya Nabi SAW, tentang suatu
hukum syara’ yang amali.
d. Qiyas
Menurut istilah Ulama Ushul, qiyas adalah mempersamakan satu peristiwa hukum yang
tidak ditentukan hukumnya oleh nash, dengan peristiwa hukum yang ditentukan oleh
nash bahwa ketentuan hukumnya sama dengan hukum yang ditentukan nash.
Al Baidhawy di dalam Kitabnya Al Minhaj mendefinisikan Qiyas dengan: “Menetapkan
samanya hukum yang sudah dimaklumi dengan sesuatu peristiwa lain yang dimaklumi
karena samanya ‘illat hukumnya menurut pihak penetap.”
1.5 Manfaat Mempelajari Hukum Islam
Berikut adalah manfaat dalam memempelajari hukum islam:
a. Menjadi tahu mengenai pengertian tentang hukum islam dan kajiannya.
b. Menjadikan hukum islam sebagai pendekatan dalam menggali hakikat, sumber dan
tujuan hukum islam.
c. Mendudukan hukum islam sebagai salah satu bidang kajian yang penting dalam
memahami sumber hukum islam yang bersal dari wahyu maupun hasil ijtihad para ulama
d. Menemukan rahasia-rahaisa syariat diluar maksud lahiriahnya.
e. Memahami ilat hukum sebagai bagian dari pendekatan analitis tentang berbagai hal yang
membutuhkan jawaban hukumiyahnya sehingga pelaksanaan hukum islam merupakan
jawaban dari situasi dan kondisi yang terus berubah dinamis.
BAB III
KESIMPULAN
3.3 Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa:
a. Hukum islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama islam.
Dalam konsepsi hukum Islam , dasar dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh Allah
SWT. yang diatur tidak hanya hubungan manusia dengan manusia lain dalam
masyarakat termasuk dirinya sendiri dan benda serta alam semesta,tetapi juga hubungan
manusia dengan Tuhan. Dalam sistem hukum Islam terdapat lima kaidah yang
dipergunakan untuk mengukur perbuatan manusia baik di bidang ibadah maupun di
bidang mu’amalah. Kelima jenis kaidah tersebut dinamakan al-ahkam al-khamsah atau
penggolongan hukum yang lima yakni jaiz atau mubah atau ibahah, sunnah, makruh,
wajib, dan haram.
b. Dalam hukum Islam di bidang mu’amalah tidak dibedakan antara hukum privat (hukum
perdata) dengan hukum publik (hukum pidana), hal ini disebabkan karena menurut
sistem hukum islam pada hukum perdata terdapat segi-segi publik dan pada hukum
publik terdapat segi-segi perdatanya. Dalam hukum Islam yang disebutkan hanyalah
bagian-bagiannya saja, yakni sebagai berikut: Munakahat, Wirasah, Mu’amalah, Jinayat
atau ‘Ukubah, Al-ahkam Al-Sultaniyah (Khilafah), Siyar, Mukhassamat.
c. Tujuan hukum Islam sebenarnya sudah nampak pada ayat-ayat yang ada dalam al-
Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW, secara umum para ahli merumuskan tujuan
hukum Islam adalah kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat kelak, dengan
jalan segala sesuatu yang bermanfaat dan mencegah atau menolak yang mudarat yaitu
yang tidak berguna bagi hidup kehidupan. Abu Ishaq As-Sathibi merumuskan lima
tujuan hukum islam, yaitu: Memelihara Agama, Memelihara Jiwa, Memelihara Akal,
Memelihara Keturunan, Memelihara Harta.
d. Sumber hukum islam merupakan segala sesuatu yang dijadikan pedoman atau yang
menjadi sumber syari’at islam yaitu Al-Qur’an dan Hadist Nabi Muhammad (Sunnah
Rasulullah SWA). Sebagian besar pendapat ulama ilmu fiqih sepakat bahwa pada
prinsipnya sumber utama hukum islam adalah Al-Qur’an dan Hadist.
e. Manfaat dalam memempelajari hukum islam adalah:
- Menjadi tahu mengenai pengertian tentang hukum islam dan kajiannya.
- Menjadikan hukum islam sebagai pendekatan dalam menggali hakikat, sumber dan
tujuan hukum islam.
- Mendudukan hukum islam sebagai salah satu bidang kajian yang penting dalam
memahami sumber hukum islam yang bersal dari wahyu maupun hasil ijtihad para
ulama.
- Menemukan rahasia-rahaisa syariat diluar maksud lahiriahnya.
- Memahami ilat hukum sebagai bagian dari pendekatan analitis tentang berbagai hal
yang membutuhkan jawaban hukumiyahnya sehingga pelaksanaan hukum islam
merupakan jawaban dari situasi dan kondisi yang terus berubah dinamis.
3.4 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak
sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan
saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas. 
DAFTAR PUSTAKA

Ali, H. Mohammad. 2007. Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di
Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Abdullah, Sulaiman.1995. Sumber Hukum Islam Permasalahan dan Fleksibilitasny. Jakarta:
Sinar Grafika.
Ichtijanto, H. 1991. Pengembangan Teori Hukum Islam di Indonesia, dalam Eddi Rudiana Arief
(Peny) Hukum Islam di Indonesia: Perkembangan dan Pembentukan. Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya.
Ismail Suny. 1987. Hukum Islam dalam Hukum Nasional. Jakarta : Universitas Muhammadiyah
Jakarta.
Wikipedia. 2019. Sumber-sumber Hukum Islam. Diakses dari
<https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sumber-sumber_hukum_Islam#Dasar_hukum>

Anda mungkin juga menyukai