Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

HAK ASASI MANUSIA DAN DEMOKRASI DALAM ISLAM


Makalah ini disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama
Islam
Dosen Pengampu : Mas`ut,S.Ag.,M.SI

Disusun Oleh:
Kelompok 7
1. Fifi Putri Andayani Z (23020323120025)
2. Fadla Muhammad (23020323130038)
3. Alya Ariffy Annisa (23020323130042)
4. Rizqi Rachmawati (23020323140141)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi dalam
Islam.

Terimakasih kami ucapkan kepada Bapak Mas’ut selaku dosen pengampu mata kuliah
Pendidikan Agama Islam yang telah membimbing kami dalam menyusun makalah ini. Kami
juga menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam
pembuatan makalah ini. Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna baik dari segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, dengan
segala kekurangan dalam makalah ini kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata, kami berharap semoga makalah ilmiah
tentang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi dalam Islam dapat memberikan manfaat dan inpirasi
bagi pembaca.

Semarang, Oktober 2023

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I............................................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN........................................................................................................................... 4
I.1 Latar Belakang................................................................................................................................... 4
I.2 Tujuan Penulisan................................................................................................................................ 4
1.3 Rumusan Masalah..............................................................................................................................4
BAB II.............................................................................................................................................5
2.1 Pengertian konsep HAM dalam islam......................................................................................5
2.2 Demokrasi dalam islam........................................................................................................... 5
2.3 Hubungan Konsep HAM dan Demokrasi dalam Islam............................................................ 6
2.4 Tantangan implementasi HAM dan Demokrasi dalam Islam ini...............................................7
2.5 Upaya perlindungan HAM......................................................................................................10
KESIMPULAN............................................................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................... 14
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Islam mempunyai sebuah konsep mengenai HAM yang telah mempunyai tempat
tersendiri dalam pemikiran Islam. Perkembangan wacana demokrasi dengan Islam sebenarnya
yang telah mendorong adanya wacana HAM dalam Islam. Karena dalam demokrasi, pengakuan
terhadap hak asasi manusia mendapat tempat yang spesial. Berbagai macam pemikiran tentang
demokrasi dapat dengan mudah kita temukan di dalamnya konsep tentang penegakan HAM.
Dalam penjelasan mengenai demokrasi dalam kerangka konseptual Islam, banyak
pengertian diberikan pada beberapa aspek khusus dari ranah sosial dan politik. Demokrasi Islam
dianggap sebagai sistem yang mengukuhkan konsep-konsep Islami yang sudah lama berakar,
yaitu musyawarah (syura), persetujuan (ijma"), dan penilaian interpretative yang mandiri
(ijtihad).
Hukum, Hak Asasi Manusia, dan demokrasi merupakan tiga konsep yang tidak dapat
dipisahkan. Hal ini disebabkan karena salah satu syarat utama terwujudnya demokrasi adalah
adanya penegakan hukum dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM). Demokrasi akan selalu
rapuh apabila HAM setiap warga masyarakat tidak terpenuhi. Sedangkan pemenuhan dan
perlindungan HAM akan terwujud apabila hukum ditegakkan.

I.2 Tujuan Penulisan


1. Untuk memahami konsep HAM dan demokrasi dalam Islam
2. Untuk memahami hubungan antara HAM dan demokrasi dalam Islam
3. Untuk mengetahui upaya perlindungan HAM dan demokrasi dalam Islam

1.3 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian HAM dalam islam?
2. Apa pengertian demokrasi dalam islam?
3. Apa hubungan antara HAM dengan demokrasi dalam islam?
4. Tantangan apa saja yang dihadapi dalam pengaplikasiannya?
5. Upaya apa yang dapat dilakukan untuk menyikapi tantangan tersebut?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian konsep HAM dalam islam

Hak Asasi Manusia terdiri dari tiga kata, yaitu “hak” yang berarti benar, milik, kekuasaan
untuk berbuat sesuatu. “Asasi” berarti bersifat dasar dan pokok tindakan. Dengan demikian Hak
Asasi berarti hak yang dasar atau pokok bagi setiap individu seperti hak hidup dan hak mendapat
perlindungan serta hak-hak lainnya yang sesuai. “Manusia” berarti orang atau makhluk yang
berbudi.
Selanjutnya secara istilah, Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum,
pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Hal ini berarti bahwa Hak Asasi Manusia merupakan hak dasar yang melekat pada manusia
secara kodrati sebagai anugerah dari Allah swt yang harus dihormati, dilindungi dan tidak layak
untuk dirampas oleh siapapun.
Hak Asasi Manusia (HAM) atau sering disebut Human Right juga merupakan suatu
istilah statement empat dasar hak dan kewajiban yang fundamental bagi seluruh manusia yang
ada di permukaan bumi ini, baik laki-laki maupun wanita, tanpa membedakan ras, keturunan,
bahasa, maupun agama. Dalam bahasa Arab, HAM adalah al-huqūq al-insaniyyah. Akar kata
Haqq (jamaknya Huqūq). Haqq memiliki beberapa arti, antara lain milik, ketetapan, dan
kepastian. Juga mengandung makna “menetapkan sesuatu dan membenarkannya“ seperti yang
terdapat dalam Q.S. Yasin (36): 7, “menetapkan dan menjelaskan“ seperti dalam Q.S. alAnfāl
(8): 8, “bagian yang terbatas“ seperti dalam Q.S. al-Baqarah (2): 241 dan “adil sebagai lawan
dari batil“ seperti dalam Q.S. Yūnus (10): 35. Jadi unsur yang terpenting dalam kata Haqq adalah
kesahihan, ketetapan, dan kebenaran.10 Fuqahā‘ memberikan pengertian hak sebagai suatu
kekhususan yang padanya ditetapkan hukum syar’iy atau suatu kekhususan yang terlindungi.
Dalam definisi ini sudah terkandung hak-hak Allah dan hak-hak hamba.

2.2 Demokrasi dalam islam


Istilah kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani yakni demos yang berarti rakyat, dan
kratos yang berarti pemerintahan. Secara harfiah demokrasi dapat dipahami sebagai sebuah
pengertian yang pemerintahan didasarkan atas kedaulatan rakyat.Demokrasi dan islam
merupakan dua hal yang berbeda namun saling berhubungan. Agama islam merupakan agama
yang mengajarkan kebaikan dengan mengatur segala aspek kehidupan manusia melalui sumber
hukum islam yakni al-qur’an dan hadits sebagai sumber hukum utama. Sedangkan demokrasi
merupakan sistem kenegaraan yang mengatur jalannya pemerintahan dan menjalin hubungan
dengan masyarakat sebagai aspek utama dalam negara yang berdemokrasi.
Prinsip-prinsip yang berkaitan dengan demokrasi menurut ajaran agama islam
diantaranya adalah : 1) Prinsip keadilan (‘adl); 2) Prinsip adanya hak (haqq); 3) Prinsip adanya
kebebasan (taharurur) (Yudi Armansyah, 2013). Prinsip kebebasan dalam berdemokrasi adalah
prinsip yang utama karena pada hakikatnya demokrasi merupakan kebebasan dalam
menyampaikan pendapat, aspirasi, atau pandangan yang ditujukan kepada pemerintah sebagai
perwakilan yang telah diberi tanggung jawab dalam mengurusi masalah yang terjadi pada
masyarakat.

Namun, memperbincangkan hubungan Islam dengan demokrasi pada dasarnya bisa


dibilang sangat aksiomatis. Sebab Islam merupakan agama dan risalah yang mengandung
asas-asas yang mengatur ibadah, akhlak dan muamalat manusia. Sedangkan demokrasi hanyalah
sebuah sistem pemerintahan dan mekanisme kerja antar anggota masyarakat serta simbol
yang diyakini banyak membawa nilai-nilai positif. Jika demokrasi sebagai sebuah gagasan
yang mendasarkan prinsip kebebasan, kesetaraan, dan kedaulatan manusia untuk menentukan
hal-hal yang berkaitan dengan urusan publik, maka secara mendasar sejalan dengan islam.

2.3 Hubungan Konsep HAM dan Demokrasi dalam Islam


Agama, demokrasi, dan hak asasi manusia adalah tiga hal yang saling berkaitan dan
saling berkorelasi satu sama lain. Di mana demokrasi merupakan bentuk afirmasi bahwa
kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Dalam prinsip demokrasi terdapat hak asasi manusia
yang melindungi hak-hak manusia tanpa diskriminasi baik dari segi ras, gender, agama, dan
lain-lain. Demokrasi adalah sebuah bentuk pemerintahan yang berhubungan dengan rakyat.
Sehingga demokrasi juga berkaitan dengan hak asasi manusia yakni adanya kesetaraan tentang
hak dan kewajiban. Hak asasi manusia dan demokrasi saling berhubungan satu sama lain karena
dalam negara yang berdemokrasi tentu akan melindungi hak-hak setiap warga negaranya,
terlebih lagi hak asasi manusia ini merupakan hak yang telah melekat pada setiap diri manusia,
oleh sebab itu tidak selayaknya individu lain mencegah seseorang untuk mendapatkan haknya.
Dalam agama islam, demokrasi dan hak asasi manusia memiliki prinsip keadilan, musyawarah,
dan kebebasan sebagai aspek penting yang utama.

Topik ini sering diperdebatkan karena demokrasi dan ham masih dianggap bertentangan
dengan ajaran islam. Dilatar belakangi karena demokrasi dan HAM yang berasal dari barat,
sedangkan agama berasal dari wahyu. Namun, demokrasi dan HAM tidak bertentangan dengan
agama islam, walaupun terdapat perbedaan yaitu dalam demokrasi, kekuasaan legislatif
(membuat dan menetapkan hukum) secara mutlak berada di tangan rakyat, sementara, dalam
sistem syura (Islam) kekuasaan tersebut merupakan wewenang Allah. Perbedaan mendasar
antara hak asasi manusia Islam dan hak asasi manusia internasional disebabkan oleh adanya
perbedaan titik tolak ideologi, sehingga menghasilkan pandangan dunia yang berbeda. Umat
Islam menempatkan wahyu di atas akal manusia (berpusat pada Tuhan), sedangkan hak asasi
manusia internasional didasarkan pada kodrat manusia (berpusat pada manusia). Namun, standar
hak asasi manusia harus didasarkan pada norma hukum dan nilai moral yang berlaku.
Bagaimanapun, pandangan tentang hubungan antara HAM dan demokrasi dalam Islam dapat
sangat beragam dan tergantung pada perspektif individu atau kelompok. pada hakikatnya antara
hukum, demokrasi, dan hak asasi manusia ini saling berkaitan dan berhubungan satu sama lain
dan saling memberikan manfaat masing-masing. Di dalam demokrasi terdapat hukum yang
mengatur tentang kesetaraan manusia yakni hak asasi manusia sehingga hukum tersebut tidak
dapat diganggu gugat, dan perlu diketahui bahwa dalam hak asasi manusia, individu lain tidak
berhak untuk mencegah seseorang mendapatkan hak nya sebagai manusia ataupun sebagai warga
negara.

2.4 Tantangan implementasi HAM dan Demokrasi dalam Islam ini


1. Implementasi HAM

Implementasi hak asasi manusia (HAM) tidak dapat dilepaskan dari aliran yang mewarnainya;
teori dan pemikiran para penggagasnya. Penerapan HAM yang dipengaruhi dan diwarnai dari aliran yang
disebutkan membawa dampak yang sangat besar pada sendi-sendi kehidupan manusia. Implementasi
HAM yang beredar sekarang ini termasuk di Indonesia lebih banyak dipengaruhi oleh pemikiran john
Locke yang bersifat individualis atau disebut juga dengan paham liberal yang dipengaruhi paham
materialistis. Aliran ini lebih mendahulukan kepentingan hal-hal yang bersifat kebendaan daripada
nilai-nilai spiritual.
Kegagalan implementasi Hak Asasi Manusia (HAM) sekarang diyakini oleh banyak pengamat
tidak terlepas dari pengaruh aliran tersebut yang menepikan nilai nilai agama dari kehidupan dan aktivitas
semua kegiatannya. Akibatnya adalah terabainya perawatan aspek rohani manusia yang kering dari
asupan nilai spiritual. Manusia mengalami keterasingan dengan dirinya sendiri, mengalami keterpecahan
kejiwaan karena lumpuhnya aspek spiritual sebagai kebutuhan rohaninya. Paham materialistis mendorong
untuk manusia melakukan konsumsi tanpa batas, sementara konsumsi akan mendorong untuk melakukan
eksploitasi tanpa mengindahkan etika dan aturan yang ada bahkan lebih banyak menghalalkan segala
untuk meraihnya yang pada akhirnya mengorbankan HAM dan lingkungan.
1. Tauhid
a. Peran Tauhid Sebagai Teologi Pembebasan
Berbeda dengan apa yang dijelaskan di atas, implementasi konsep hak asasi manusia dalam Islam
berdasarkan moral yang berbasiskan tauhid yang menjadi landasan dan rujukan terhadap semua lini
aktivitasnya. Nilai-nilai tauhid merupakan salah satu faktor strategis yang menjadi kunci sukses hak asasi
manusia dalam Islam untuk membebaskan manusia dari nilai-nilai lokal dan materialisme yang lebih
banyak membawa bencana daripada kemaslahatan buat manusia. Dalam perspektif Islam makna tauhid
dapat diartikan secara luas sebagai manifestasi suatu keyakinan yang menjelaskan bahwa semua yang
berada di dalam alam raya ini disediakan buat manusia untuk kesejahteraannya agar dapat memberikan
kesenangan dalam kehidupan dan kebahagiaan bagi umat manusia.
Pelanggaran demi pelanggaran yang terjadi terus menerus akhir-akhir ini terhadap hak asasi
manusia (HAM) lebih banyak diakibatkan oleh kekosongan nilai nilai tauhid dari hati manusia sebagai
sebuah pegangan nilainya. Manusia hanya berpikir terhadap kepentingannya sendiri tanpa mau berbagi
dan memandang orang lain. Arus egoisme yang lebih mengutamakan kehidupannya terlebih tanpa peduli
dengan sekelilingnya akan membawa implikasi berupa kerusakan di tengah-tengah manusia. Kehadiran
nilai tauhid sangat penting sekali terutama untuk memperbaiki pandangan manusia yang keliru terhadap
kehidupannya dan membawa nilai-nilai spiritual bermuatan positif ke dalam hati manusia agar dapat
mengendalikan emosi dan hatinya. Emosi dan hati yang diwarnai oleh nilai spiritual akan lebih dan teduh
serta membawa dampak positif dalam segala aktivitas dan kegiatannya baik terhadap diri sendiri,
keluarga, masyarakat dan lingkunganya. Keberhasilan nilai tauhid di awal munculnya pertama kali adalah
berhasil membebaskan masyarakat arab jahiliyyah yang terbelakang dan menjauhkan mereka dari
perbuatan yang menindas hak asasi manusia (HAM): saling bunuh, menindas sesama mereka, perang
antara suku, perbudakan, perendahan terhadap martabat perempuan, perbudakan dan lain sebagainya.
b. Peran Tauhid dalam Kebebasan Manusia
Kebebasan merupakan kebutuhan setiap manusia agar dapat hidup layak sebagai manusia. Tanpa
kebebasan maka eksistensi manusia akan terganggu dan mengalami distorsi. Kebebasan inilah yang
digaungkan dan diteriakan awal-awal maraknya revolusi di Barat karena mereka penat dan letih dalam
kehidupannya karena terkurung tanpa dapat menghirup udara kebebasan. Teori kodrati John Locke pada
intinya adalah meneriakkan kebebasan bagi masyarakat Barat yang hilang dan tertindas dalam semua
aspek kehidupannya. Islam sejak awal datangnya telah meletakan dasar-dasar dan konsep kebebasan yang
terukur dan dapat diterapkan dalam segala aspek kehidupan dengan mudah dan sederhana. Konsep
kebebasan yang yang berbasiskan tauhid sebagai sebuah keyakinan berhasil menghantar manusia untuk
menghirup udara segar kebebasan tanpa ada rasa takut sedikitpun termasuk kelas sosial yang paling
bawah (kelas budak) baik dari komunitas laki-laki maupun komunitas perempuan
2. Syariat
Untuk melindungi hak asasi manusia dalam realitas kehidupan diperlukan undang-undang yang
harus menjadi pedoman dan sebagai bentuk produk hukum yang memuat sanksi-sanksi bagi yang
melanggarnya. Kehidupan dengan seluruh dinamikanya dan bermacam aspek yang saling berhubungan
satu dengan yang lainnya dari aspek hubungan dengan individu, keluarga, masyarakat dengan beragam
bentuk aktivitasnya, semuanya membutuhkan hukum agar semuanya berjalan lancar dan harmonis.
a. HAM Dalam Naungan Syariat
Keadilan menjadi tema sentral yang berkaitan dengan HAM. Keluhan dan aduan yang masuk ke
Komisi Lembaga Hak Asasi Manusia (KomnasHAM) lebih banyak porsinya yang berkaitan dengan
keadilan yang belum terwujud dan diraih masyarakat. Hukum positif gagap dan gugup dalam menyikapi
keadilan dan menjadikannya dapat terwujud di tengah-tengah masyarakat, karena prinsip keadilan
sesungguhnya harus hadir dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai tuntutan yang diamanatkan
dalam Pembukaan Undang-Undang 1945. Oleh Karena itu menempatkan keadilan sebagai prinsip penting
untuk mencapai tujuan bernegara dalam semua aspek yang melingkupinya.38 Konsep dasar hukum positif
sangat jauh berbeda baik dari segi konsepnya maupun dari aspek semangat yang menjadi basisnya. Salah
satu konsep dasar dan pondasi yang kokoh yang bersifat universal, dapat dijadikan contoh oleh hukum
positif adalah sebagaimana yang tertuang dalam surat al-Nisa’/4:135:
Ayat di atas menjelaskan bahwa sejatinya seorang muslim tidak hanya berteori tentang keadilan
namun memerintahkan mereka harus menerapkannya dalam seluruh aspek kehidupan mereka, dalam
posisi apapun kedudukannya. Penerapan keadilan tidak hanya tertuju pada orang lain tapi menyangkut
juga terhadap diri sendiri, kedua orang tua dan kerabat dekat atau jauh, terhadap orang miskin maupun
kaya. Pesan lain yang ditekankan dalam tersebut adalah dilarangnya pemutar balikan fakta dan
mempermainkan hukum dengan mengikuti hawa nafsu. Hak Asasi Manusia akan dapat terealisasi dalam
realitas kehidupan dengan maksimal untuk menjaga dan memlindunginya manakala ayat di atas menjadi
payung dalam aplikasinya.
b. Hukum Islam Bersifat Kemanusiaan
Hukum Islam sangat fleksibel dan dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman maupun dalam
kondisi tertentu. Dari tinjauan kaidah hukum fiqih yang ada maka perubahan waktu, kondisi, zaman sudah
dapat diantisipasi jauh-jauh sebelumnya. Memang demikianlah seharusnya. Perubahan kondisi manusia
secara individual dan zaman secara umum merupakan keharusan dan keniscayaan. Hukum Islam ditinjau
dari perspektif fikih ciri-cirinya lebih bernuansa insaniyah karena keberadaan manusia beserta hakikatnya
dapat diakui dan diakomodir secara luas dan menyeluruh, meliputi: jiwa, akal, hati dan perasaanya,
melindungi martabat manusia baik ketika di dalam kehidupan dunianya maupun setelah menjadi mayat,
memberikan perlindungan kepada janin yang masih berada di dalam kandungan dan menjaga harta serta
hak-hak yang dimiliki oleh manusia yang lebih dikenal dengan sebutan Huqûq al-Insân (HAM).
Pembahasan hak asasi manusia dalam perspektif Islam lebih banyak berkaitan dengan lima hal
pokok (al-dlaruriyat al-khamsah atau yang disebut juga al-huquq alinsaniyah fi al-islam) yang menjadi
dasar dari HAM itu sendiri yaitu menjaga agama (hifdzu al-din), menjaga jiwa (hifdzu al-nafs), menjaga
akal (hifdzu al-‘aql), menjaga harta (hifdzu al-mâl), menjaga keturunan (hifdzu al-nasl). Kelima hal
tersebut merupakan dasar dari HAM yang harus dijaga dan dilindungi keberadaannya. Dengan lima hal
tersebut manusia akan hidup dengan sempurna dan eksistensinya sebagai manusia akan diakui.
3. Akhlak
a. Kebutuhan HAM Terhadap Perdamaian dan Kedamaian
Hak Asasi Manusia akan terlindungi dan terjaga dari segala gangguan apabila tercipta suasana
perdamaian, kedamaian, ketenangan dan keamanan di tengah-tengah masyarakat. Wahiduddin Khan
menjelaskan, kedamaian merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan manusia; kehidupan manusia akan
berjalan normal dan hidup apabila kedamaian hadir ditengah-tengah kehidupan mereka, tetapi sebaliknya
jika kedamaian pudar dan redup dari kehidupan mereka, maka manusia (HAM) akan menghadapi
problem dan kehancuran.46 Hal demikian tidak hanya terjadi dalam kehidupan manusia dalam keadaan
tanpa perang, konflik maupun kekerasan, tetapi diindikasikan juga absennya kekerasan struktural dan
terwujudnya kesejahteraan dan keadilan sosial serta didukung oleh suasana yang harmonis.
2. Demokrasi
Demokrasi berasal dari kata demos yang berarti rakyat, dan kratos/kratein yang artinya
kekuasaan. Demokrasi dapat diartikan “rakyat berkuasa” atau “government rule by people”. Pada tahun
1949, UNESCO menyatakan, mungkin untuk kali pertama dalam sejarah, demokrasi disebut sebagai
nama yang paling baik dan wajar untuk semua sistem organisasi politik dan sosial. Ada beberapa catatan
yang menjadi tantangan dan hambatan demokratisasi di dunia Islam ketika konsep demokrasi yang
berasal dari Barat dikomparasikan secara doktrinal dengan Islam yang bersumber dari al-Qur’an
dan Sunnah. Pertama, demokrasi adalah buatan akal manusia, bukan berasal dari wahyu. Karena
itu, demokrasi tidak memiliki hubungan secara doktrinal dengan Islam. Kedua, demokrasi
berlandaskan dua ide, yaitu: kedaulatan di tangan rakyat dan rakyat sebagai sumber kekuasaan.
Kedua ide tersebut dicetuskan oleh para filsuf dan pemikir di Eropa ketika mereka melawan para
kaisar dan raja untuk menghapuskan ide hak ketuhanan atas rakyat. Dalam Islam, kedaulatan adalah
pemilik syara’, bukan milik rakyat. Ditegaskan QS al-Nisa’/4:59, perintah taat kepada Allah dan
Rasulnya bersifat mutlak tanpa syarat, sedangkan taat kepada ulil-amri bersifat relatif.
Ketiga, demokrasi adalah sistem pemerintahan mayoritas. Pemilihan penguasa dan anggota dewan
perwakilan diselenggarakan berdasarkan suara mayoritas pemilih. Semua keputusan dalam
lembaga-lembaga tersebut diambil atas dasar pendapat mayoritas. Di dalam Islam, suara mayoritas
diambil untuk masalah-masalah yang belum dijelaskan dalam al-Qur’an dan menyangkut urusan
yang memerlukan langkah segera. Misalnya Rasulullah saw bermusyawarah tentang strategi dalam
menghadapi musuh pada perang Uhud. Penetapan kebijakannya atas dasar suara terbanyak
(mayoritas). Karena itu, perkara yang sudah qath’i(pasti) seperti hukum halal dan haram tidak
diperlukan lagi suara mayoritas.
Keempat, demokrasi menyatakan adanya empat macam kebebasan:1) kebebasan beragama (freedom
of religion); 2) kebebasan berpendapat(freedom of speech);3) kebebasan kepemilikan (freedom of
ownership) dan kebebasan bertingkah laku (personal freedom).Dalam Islam, kebebasan-kebebasan
tersebut dapat diterima selagi tidak bertentangan dengan nilai-nilai etik yang termaktub dalam
al-Qur’an dan Sunnah. Dari keempat hal di atas, intinya bermuara pada kedaulatan rakyat. Lembaga
legislatif dan eksekutif memiliki power, karena mempunyai legitimasi setelah menang dalam pemilu
dan dipilih oleh rakyat.

2.5 Upaya perlindungan HAM

Setiap Muslim harus memegang keyakinan bahwa Allah SWT Maha Kaya, tidak
membutuhkan apapun dari manusia. Sebaliknya, manusia pasti butuh kepada Allah SWT. “Hai
manusia, kalian semua fakir (butuh) kepada Allah; sedangkan Allah Dialah Yang Maha Kaya
(tidak butuh apa pun) lagi Maha Terpuji (Q.S. Fathir [35]: 15).
Peraturan yang dibuat oleh manusia saja ditujukan untuk kemaslahatan manusia secara
umum, lebih-lebih syariat Islam yang berasal dari Allah Yang Maha Bijaksana, “Bukankah Allah
Hakim yang paling bijaksana? (Q.S. al-Tin [95]: 8)”.Sudah pasti semua syariat Islam memiliki
tujuan untuk kemaslahatan manusia. Tujuan syariat Islam ini dikenal sebagai Maqashid Syariah
yang meliputi pemeliharaan agama (hifzh al-din), jiwa-raga (hifzh al-nafs), akal (hifzh al-‘aql),
keluarga (hifzh al-nasl), harta (hifzh al-mal) dan harga diri (hifzh al-‘irdh). Misalnya, Allah SWT
mengharamkan LGBT (Lesbi, Gay, Biseksual, Transgender) demi kemaslahatan umum manusia
terkait pemeliharaan keluarga dan anak-keturunan (hifzh al-nasl), meskipun bisa jadi tidak sesuai
dengan kemaslahatan pribadi manusia yang mengidap kelainan orientasi seksual. Atas dasar itu,
jangan sampai kita ikut-ikutan salah paham terhadap istilah 'hak Allah', sehingga sembrono
menuduh Islam tidak mendukung Hak Asasi Manusia (HAM). Faktanya, seluruh ajaran Islam
disyariatkan untuk menegakkan HAM, baik yang bersifat umum (disebut 'hak Allah') maupun
khusus (disebut 'hak hamba).
Akan tetapi, ketika terjadi pertentangan antara HAM umum dengan HAM khusus, maka
yang diutamakan adalah HAM umum. Misalnya, Islam menghormati HAM khusus setiap
manusia untuk mencari nafkah, namun tidak boleh merusak HAM umum umat manusia. Contoh,
Islam mengharamkan riba yang dapat merusak perekonomian umat manusia secara umum,
meskipun bisa jadi mendatangkan kemaslahatan bagi sebagian manusia secara khusus, seperti
para bankir dan rentenir.
Bagaimana mungkin Islam tidak mendukung HAM, sedangkan visi-misi agama Islam
yang dibawa Nabi Muhammad SAW adalah menebar kasih sayang ke semesta alam atau
rahmatan lil ‘alamin (Q.S. al-Anbiya’ [21]: 107).
Perhatian Islam terhadap HAM sudah terbukti berabad-abad sebelum Deklarasi Universal
HAk-hak Asasi Manusia oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948. Misalnya,
Khutbah Wada’ yang disampaikan oleh Rasulullah SAW sarat dengan nilai-nilai HAM. Beliau
bersabda, “Sesungguhnya darah (nyawa), harta dan harga diri kalian adalah mulia di
tengah-tengah kalian, sebagaimana kemudian hari ini (Idul Adha), bulan ini (Dzulhijjah), negeri
ini (tanah haram)” (H.R Bukhari).
Upaya peningkatan kesadaran dan perlindungan HAM dalam negara-negara islam dapat
dilakukan dengan beberapa upaya yang dapat dilakukan yaitu:
1. Membuka peluang yang lebih luas pada pemahaman bersama tentang Islam dan HAM,
sehingga dapat memudahkan tercapainya kemajuan dan perlindungan HAM di
negara-negara Muslim.
2. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta membangun kesejahteraan hidup bersama
seluruh warga negara dan pemeluk agama, termasuk pelaksanaan kebebasan beragama dan
kerukunan hidup umat beragama.
3. Memperkuat sistem masyarakat yang toleran, dipenuhi kebebasan fundamental, adanya
pemerintahan yang bersih, penegakan hukum, akuntabilitas, keterbukaan, dan dialog dengan
sesama penganut agama lain.
4. Menegakkan syariat Islam dengan selalu berpegangan pada asas musyawarah dan mufakat,
sehingga kewajiban negara untuk memberikan jaminan dan perlindungan secara memadai
menjadi jelas dan signifikan.
5. Mempertimbangakan filosofi, budaya, dan struktur sosial masyarakat Indonesia dalam
pemenuhan hak asasi manusia dalam beragama, sehingga HAM akan terpenuhi jika manusia
juga memenuhi kewajiban asasinya.
6. Meningkatkan kerjasama antara negara-negara Islam dalam hak peningkatan kesadaran dan
perlindungan HAM, serta menawarkan konsultasi kepada negara anggota pada isu-isu HAM.
Selain itu, peran lembaga terkait dan strategi untuk mendorong demokratisasi dalam
negara-negara Islam juga dapat menjadi upaya dalam peningkatan kesadaran dan perlindungan
HAM. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah:
1. Lembaga HAM dapat memantau dan memberikan laporan mengenai pelanggaran HAM
yang terjadi di negara-negara Islam.
2. Lembaga pendidikan dapat memberikan pendidikan mengenai HAM dan Islam yang sejalan
dengan nilai-nilai universal HAM.
3. Lembaga pemerintah dapat membuat kebijakan yang mendukung peningkatan kesadaran dan
perlindungan HAM, serta menegakkan hukum bagi pelanggar HAM.
4. Mendorong partisipasi masyarakat dalam proses demokrasi, seperti pemilihan umum dan
pengambilan keputusan yang melibatkan masyarakat.
5. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintah dalam pengambilan keputusan dna
penggunaan anggaran negara.
6. Mendorong kebebasan pers dan media untuk memberikan informasi yang objektif dan akurat
mengenai isu-isu HAM.
Dalam melaksanakan upaya-upaya tersebut, negara harus bertanggung jawab untuk
memberikan perlindungan hukum bagi warganya agar memiliki martabat baik di dunia maupun
akhirat. Selain itu, upaya peningkatan kesadaran dan perlindungan HAM harus dilakukan dengan
selalu berpegang pada asas musyawarah dan mufakat.
KESIMPULAN

Islam mengakui bahwa hak asasi manusia, termasuk hak hidup, kebebasan beragama, dan
keadilan sebagai prinsip-prinsip yang harus dijunjung tinggi. Konsep kemanusiaan dalam Islam
mengajarkan pentingnya menghormati setiap individu tanpa memandang agama, suku, atau
rasnya. Prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam Islam terwujud dalam ajaran-ajaran seperti adil,
kebaikan, dan keadilan sosial.Meskipun Islam memiliki prinsip-prinsip otoritas agama yang kuat,
demokrasi tidak dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Konsep musyawarah
(konsultasi) dalam Islam mendukung partisipasi publik dalam pengambilan keputusan, yang
sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi. Prinsip-prinsip keadilan, transparansi, dan akuntabilitas
dalam Islam sesuai dengan nilai-nilai demokrasi yang menghormati hak-hak warga negara.
Ada perdebatan tentang bagaimana menerapkan konsep-konsep demokrasi dalam negara-negara
dengan mayoritas penduduk Muslim. Isu seperti pemisahan agama dan negara, pengakuan hak minoritas,
dan perlindungan hak-hak perempuan masih menjadi perdebatan dalam konteks demokrasi Islam.
pemahaman hak asasi manusia dan demokrasi dalam pandangan Islam menjadi penengah antara
prinsip-prinsip Islam dan nilai-nilai demokrasi. Sementara Islam mengakui hak asasi manusia dan
prinsip-prinsip keadilan, memberikan dasar untuk musyawarah dan partisipasi publik dalam pengambilan
keputusan. Meskipun ada tantangan dalam menerapkan konsep-konsep ini dalam praktik, pemahaman ini
menciptakan landasan yang kuat mengenai demokrasi dalam masyarakat Muslim.
DAFTAR PUSTAKA

Aminah, S. 2010. Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Perspektif AlQuran. DIKTUM:
Jurnal Syariah dan Hukum, 8(2), 161-173.
Atamimi, M.M dan M. Hariyadi. 2020. Al-Qur’an Menjawab Tantangan Hak Asasi
Manusia. Jurnal Kajian Ilmu dan Pengembangan Budaya Al-Qur’an, 20(1),
50-79
Jalil, A. 2020. Kompabilitas Islam dan Demokrasi: Tantangan dan Hambatan
Demokratisasi di Dunia Islam. Jurnal Diklat Teknis Pendidikan dan Keagamaan,
8(1), 430-445.
Malaka, Z. 2009. HAM dan demokrasi dalam dunia islam. Al-Qanun: Jurnal Pemikiran
dan Pembaharuan Hukum Islam, 12(2), 359-384.
Sari, I. P. 2023. Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Dalam Islam.
Zulhilmi, A. 2022. Demokrasi Dan Hak Asasi Manusia Dalam Pandangan Islam. Jurnal
Darma Agung, 30(2), 254-265.
Iftitah, N. R. 2014. Islam dan Demokrasi. Islamuna: Jurnal Studi Islam, 1(1).

Anda mungkin juga menyukai