Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

HAK ASASI MANUSIA DAN FIKIH INFORMASI

KELOMPOK VI

HARFINA HANDAYANI (105731121221)

BESSE RAHMA (105731120321)

KHAIRUNNISA (105731120621)

MUH AGUNG TAWAF (105731120721)

DARMANSYAH (1057311NDKTAU)

PRODI AKUTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

TAHUN AJARAN 2023/202


KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
rahmat dan hidayah nya hingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Hak Asasi Manusia Dan Fikih Informasi” yang disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Agama Islam Kemuhammadiyahan, yang dosen pengampunya yaitu
bapak NURSON PETTA PUDJI, S.Ag.,M.Pdi.

Pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih kepada


semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini. Besar
harapan kami agar makalah ini dapat memberikan masukan untuk menambah
wawasan serta memberikan manfaat yang berguna untuk semua pihak dan kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
kekurangan dalam menyusun makalah ini karena keterbatasan pengetahuan,
kemampuan, dan pengalaman kami. Walaupun demikian kami telah berusaha
dengan segala daya upaya agar penulisan makalah ini dapat selesai dengan baik.
kritik dan saran yang sifatnya membangun akan kami terima dengan senang hati.

Demikianlah yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ni dapat


berguna dan bemanfaat untuk kita semua.

i
DAFTAR ISI

SAMPUL..............................................................................................................

KATA PENGANTAR.........................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
C. Tujuan Makalah....................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................3

A. Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM).....................................................3


B. HAM perspektif islam...............................................................................4
C. penerapan HAM........................................................................................9
D. pengertian fikih informasi ........................................................................10
E. informasi dalam perspektif islam .............................................................
F. pedoman berinformasi ..............................................................................
G. problematika dalam dunia informasi kotemporer......................................

BAB III PENUTUP

A. Kesumpulan..........................................................................................
B. Saran.....................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak yang dipunyai oleh semua orang
sesuai dengan kondisi yang manusiawi. Hak asasi manusia ini selalu dipandang
sebagai sesuatu yang mendasar, fundamental dan penting. Oleh karena itu, banyak
pendapat yang mengatakan bahwa hak asasi manusia itu adalah “kekuasaan dan
keamanan” yang dimiliki oleh setiap individu. Ide mengenai hak asasi manusia
timbul pada abad ke-17 dan ke-18, sebagai reaksi terhadap keabsolutan raja-raja
dan kaum feodal di zaman itu terhadap rakyat yang mereka perintah atau manusia
yang mereka pekerjakan, yaitu masyarakat lapisan bawah.
Masyarakat lapisan bawah ini tidak mempunyai hak-hak, mereka
diperlakukan sewenang-wenang sebagai budak yang dimiliki. Sebagai reaksi
terhadap keadaan tersebut, timbul gagasan supaya masyarakat lapisan bawah
tersebut diangkat derajatnya dari kedudukannya sebagai budak menjadi sama
dengan masyarakat kelas atas, karena pada dasarnya mereka adalah manusia juga.
Oleh karena itu, muncullah ide untuk menegakkan HAM, dengan konsep bahwa
semua manusia itu sama, semuanya merdeka dan bersaudara, tidak ada yang
berkedudukan lebih tinggi atau lebih rendah, dengan demikian tidak ada lagi
budak.
Sejak masa itu, usaha penegakkan HAM terus berlangsung, mulai dari usaha
menghapus perbudakan, perlindungan terhadap kelompok minoritas, sampai pada
perlindungan terhadap korban perang. Puncak dari usaha tersebut adalah
dikeluarkannya Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia (Universal
Declaration of Human Right) oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada tahun
1948, yang menjelaskan hak-hak asasi fundamental yang disetujui oleh
pemerintah untuk dilindungi.
Deklarasi tersebut bertujuan untuk melindungi hidup, kemerdekaan dan
keamanan pribadi; menjamin kebebasan menyatakan pendapat, berkumpul secara
damai, berserikat dan berkepercayaan agama dan kebebasan bergerak; dan
melarang perbudakan, penahanan sewenang-wenang, pemenjaraan tanpa proses
peradilan yang jujur lagi adil, dan melanggar hak pribadi seseorang. Di samping
itu, Deklarasi tersebut juga mengandung jaminan terhadap hak-hak ekonomi,

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hak asasi manusia (HAM) ?
2. Apa itu HAM perspektif islam ?
3. Seperti apakah penerapan HAM ?
4. Apa pengertian fikih informasi ?
5. Seperti apakah informasi dalam perspektif islam ?
6. Apa itu pedoman berinformasi ?
7. Apakah problematika dalam dunia informasikotemporer ?

C. Tujuan Penulis
1. Untuk mengetahui pengertian hak asasi manusia (HAM)
2. Untuk mengetahui HAM perspektif islam
3. Untuk mengetahui penerapan HAM
4. Untuk mengetahui pengertian fikih informasi
5. Untuk mengetahui informasi dalam perspektif islam
6. Untuk mengetahui pedoman berinformasi
7. Untuk mengetahui dalam dunia informasikotemp

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)

Hak asasi manusia adalah hak manusia yang paling mendasar dan melekat
padanya di manapun ia berada. Tanpa adanya hak ini berarti berkuranglah
harkatnya sebagai manusia yang wajar. Hak asasi manusia adalah suatu tuntutan
yang secara moral dapat dipertanggungjawabkan, suatu hal yang sewajarnya
mendapat perlindungan hukum. Dalam mukadimah Deklarasi Universal Hak-hak
Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) dijelaskan mengenai hak
asasi manusia sebagai : “Pengakuan atas keseluruhan martabat alami manusia dan
hak-hak yang sama dan tidak dapat dipindahkan kepada orang lain dari semua
anggota keluarga kemanusiaan adalah dasar kemerdekaan dan keadilan di dunia.

Hak asasi dalam Islam berbeda dengan hak asasi menurut pengertian yang
umum dikenal. Dalam Islam seluruh hak asasi merupakan kewajiban bagi negara
maupun individu yang tidak boleh diabaikan. Oleh karena itu, negara bukan saja
menahan diri dari menyentuh hak-hak asasi tersebut, melainkan juga mempunyai
kewajiban untuk melindungi dan menjamin hak-hak tersebut.

Hak asasi manusia dalam Islam tertuang secara transenden untuk


kepentingan manusia, lewat syari’ah Islam yang diturunkan melalui wahyu.
Menurut syari’ah, manusia adalah makhluk bebas yang mempunyai tugas dan
tanggung jawab, dan karenanya ia juga mempunyai hak dan kebebasan. Dasarnya
adalah keadilan yang ditegakkan atas dasar persamaan atau egaliter, tanpa
pandang bulu. Artinya, tugas yang diemban tidak akan terwujud tanpa adanya
kebebasan, sementara kebebasan secara eksistensial tidak terwujud tanpa adanya
tanggung jawab itu sendiri.

Sistem HAM Islam mengandung prinsip-prinsip dasar tentang persamaan,


kebebasan dan penghormatan terhadap sesama manusia. Persamaan, artinya Islam
memandang semua manusia sama dan mempunyai kedudukan yang sama, satu-
satunya keunggulan yang dinikmati seorang manusia atas manusia lainya hanya
ditentukan oleh tingkat ketakwaannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam
Surat Al-Hujarat ayat 13, yang artinya sebagai berikut :

“Hai manusia, sesungguhnya Kami ciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan,
dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling

3
mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kaum adalah yang paling
takwa.”

Sedangkan kebebasan merupakan elemen penting dari ajaran Islam.


Kehadiran Islam memberikan jaminan pada kebebasan manusia agar terhindar
dari kesia-siaan dan tekanan, baik yang berkaitan dengan masalah agama, politik
dan ideologi. Namun demikian, pemberian kebebasan terhadap manusia bukan
berarti mereka dapat menggunakan kebebasan tersebut mutlah, tetapi dalam
kebebasan tersebut terkandung hak dan kepentingan orang lain yang harus
dihormati juga. Mengenai penghormatan terhadap sesama manusia, dalam Islam
seluruh ras kebangsaan mendapat kehormatan yang sama.

B. HAM Perspektif Islam


1. Hak hidup.
Hak hidup adalah hak asasi yang paling utama bagi manusia, yang
merupakan karunia dari Allah bagi setiap manusia. Perlindungan hukum
islam terhadap hak hidup manusia dapat dilihat dari ketentuan-ketentuan
syari’ah yang melinudungi dan menjunjung tinggi darah dan nyawa
manusia, melalui larangan membunuh, ketentuan qishash dan larangan
bunuh diri.
Membunuh adalah salah satu dosa besar yang diancam dengan
balasan neraka, sebagaimana firman Allah dalam Surat Al-Nisa’ ayat 93
yang artinya sebagai berikut : “Dan barang siapa membunuh seorang
muslim dengan sengaja maka balasannya adalah jahannam, kekal dia di
dalamnya dan Allah murka atasnya dan melaknatnya serta menyediakan
baginya azab yang berat.”
Setiap tindakan pembunuhan atau pun perbuatan yang
membahayakan orang lain mesti memiliki korelasi, secara langsung
maupun tidak , dengan keutuhan hidup di muka bumi. Pembunuhan
terhadap satu orang saja, sama artinya dengan pembunuhan terhadap
seluruh manusia, sebaliknya memelihara kehidupan satu orang saja berarti
memelihara kehidupan manusia seluruhnya, sebagaimana terlihat dalam
firman Allah dalam Surat Al-Maidah ayat 32, yang berarti :
“Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena
orang itu (membunuh) orang lain atau bukan membuat kerusakan di muka
bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh seluruh manusia. Dan
barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-
olah dia telah memelihara kehidupan semua manusia.”
Adanya ketentuan qishash merupakan konsekuensi dari larangan
membunuh. Qishash dalah sanksi hukum mengenai kejahatan terhadap diri
dan jiwa orang lain. Qishash ini diwajibkan oleh Allah sebagai tindakan

4
pencegahan, untuk memelihara kelangsungan hidup umat manusia
yang adil, aman dan tenteram. Pengaturan mengenai qishash ini tertuang
dalam Surat ALBaqarah ayat 178, yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepada kamu qishash dalam
perkara pembunuhan; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba
sahaya dengan hamba sahaya, dan perempuan dengan perempuan.”

2. Hak kebebasan beragama


Dalam Islam, kebebasan dan kemerdekaan merupakan HAM,
termasuk di dalamnya kebebasan menganut agama sesuai dengan
keyakinannya. Oleh karena itu, Islam melarang keras adanya pemaksaan
keyakinan agama kepada orang yang telah menganut agama lain. Hal ini
dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat AL-Baqarah ayat 256, yang artinya:
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama Islam, sesungguhnya telah
jelas jalan yang benar dan jalan yang salah.”
Kemederkaan beragama terwujud dalam bentuk-bentuk yang
meliputi antara lain: Pertama, tidak ada paksaan untuk memeluk suatu
agama atau kepercayaan tertentu atau paksaan untuk menanggalkan suatu
agama yang diyakininya. Kedua, Islam memberikan kekuasaan kepada
orang-orang non-Islam (Ahli Kitab) untuk melakukan apa yang menjadi
hak dan kewajiban atau apa saja yang dibolehkan, asal tidak bertentangan
dengan hukum Islam.
Ketiga, Islam menjaga kehormatan Ahli Kitab, bahkan lebih dari
itu mereka diberi kemerdekaan untuk mengadakan perdebatan dan
bertukar pikiran serta pendapat dalam batasan-batasan etika perdebatan
serta menjauhkan kekerasan dan paksaan.
Islam telah memberikan respon positif terhadap kebebasan
beragama yang tercermin dalam bentuk kerukunan dan toleransi antar
pemeluk agama. Hal ini tercermin dalam bnetuk larangan memaki
sembahan penganut agama lain, meskipun menurut pandangan Islam hal
itu termasuk syirik atau menyekutukan Allah, sebagaimana dikatakan
dalam Surat Al-An’am ayat 108, yang artinya :
“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah
selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui
batas tanpa pengetahuan.”
Namun demikian, kerukunan dan toleransi antar pemeluk agama
ini hanya terbatas dalam hal-hal yang bersifat muamalah atau
kemasyarakatan, tidak ada toleransi dalam hal akidah dan keyakinan,
sebagaimana firman Allah dalam Surat Yunus ayat 41, yang artinya :

5
“Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjanmu. Kamu terlepas dari apa
yang aku kerjakan dan aku terlepas dari apa yang kamu kerjakan.”

3. Hak atas keadilan.


Keadilan adalah dasar dari cita-cita Islam dan merupakan disiplin
mutlak untuk menegakkan kehormatan manusia. Dalam hal ini banyak
ayat-ayat Al-Qur’an maupun Sunnah yang mengajak untuk menegakkan
keadilan, di antaranya terlihat dalam Surat Al-Nahl ayat 90, yang artinya :
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan,
memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang perbuatan keji ,
kemungkaran dan permusuhan.”
Keadilan adalah hak setiap manusia dan menjadi dasar bagi setiap
hubungan individu. Oleh karena itu, merupakan hak setiap orang untuk
meminta perlindungan kepada penguasa yang sah, dan menjadi kewajiban
bagi para pemimpin atau penguasa untuk menegakkan keadilan dan
memberikan jaminan keamanan yang cukup bagi warganya.

4. Hak persamaan
Islam tidak hanya mengakui prinsip kesamaan derajat mutlak di
antara manusia tanpa memndang warna kulit, ras atau kebangsaan,
melainkan menjadikannya realitas yang penting. Ini berarti bahwa
pembagian umat manusia ke dalam bangsa-bangsa, ras-ras, kelompok-
kelompok dan suku-suku adalah demi untuk adanya pembedaan, sehingga
rakyat dari satu ras atau suku dapat bertemu dan berkenalan dengan rakyat
yang berasal dari ras atau suku lain. Al-Qur’an menjelaskan idealisasinya
tentang persamaan manusia dalam Surat Al-Hujarat ayat 13, yang artinya :
“Hai manusia, sesungguhnya Kami ciptakan kamu laki-laki dan
perempuan, dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara
kamu adalah yang paling takwa.”
Dengan demikian, adanya pembagian ras manusia bukan berarti
satu bangsa bisa membanggakan dirinya karena superioritasnya terhadap
yang lain, juga bukan dimaksudkan agar satu bangsa bisa melecehkan
bangsa yang lain.
Karena pada dasarnya keunggulan seseorang atas yang lain
hanyalah atas dasar keimanan dan ketakwaannya kepada Allah, bukan
warna kulit, ras, bahasa atau kebangsaan. Hal ini juga dijelaskan oleh nabi
saw melalui sabdanya :

6
“Orang Arab tidak memiliki superioritas terhadap non-Arab, juga
orang non-Arab tidak memiliki superioritas atas orang kulit hitam, atau
orang kulit hitam tidak superior terhadap orang kulit putih. Kamu semua
adalah anak-anak Adam dan Adam diciptakan dari tanah.”
Adanya pengakuan terhadap persamaan dalam Islam juga
mencakup persamaan kedudukan di depan hukum. Islam memberikan
kepada umatnya hak atas kedudukan yang sama di hadapan hukum, artinya
setiap orang mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang sama.
Dengan demikian, setiap orang juga harus diperlakukan dan diberikan
sanksi yang sama dalam menjalankan suatu ketentuan hukum. Hal ini
misalnya terlihat dalam ketentuan Surat Al-Maidah ayat 38, di mana
seorang pencuri, baik dia laki-laki maupun perempuan, dikenai hukuman
yang sama, yaitu potong tangan, sebagai balasan dari apa yang telah
mereka perbuat. Contoh lainnya dapat dilihat dalam sabda Nabi saw, yang
menyatakan :
“Bangsa yang terdahulu menjadi binasa, karena hukum mereka
memilih tempat berlakunya. Apabila bangsawan yang mempunyai
kedudukan yang bersalah, maka mereka itu tidaklah menjalankan yang
dituntut oleh hukum, tapi apabila rakyat biasa yang melakukan kesalahan,
maka mereka lalu menghukumnya. Demi Allah! Kalaulah anakku,
Fatimah yang mencuri, niscaya akan kupotong tangannya.”

5. Hak mendapatkan pendidikan


Setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan dan
pengajaran. Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan sesuai dengan
kesanggupan alaminya. Dalam Islam, mendapatkan pendidikan bukan
hanya merupakan hak, tapi juga merupakan kewajiban bagi setiap
manusia, sebagaimana yang dinyatakan oleh hadits Nabi saw yang
diriwayatkan oleh Bukhari :
“Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim.”
Pentingnya pendidikan ini, karena melalui pendidikan orang akan
menyadari harga dirinya dan martabatnya sebagai manusia, dengan
pendidikan dapat membuka akal pikiran manusia terhadap kenyataan
hidup dalam alam semesta ini dan terhadap hubungan manusia dengan
Tuhan-nya dan hubungan manusia dengan sesama manusia, dan dengan
pendidikan pula orang dapat menyadari dan memperjuangkan hak-haknya.
Di samping itu, Allah juga memberikan penghargaan terhadap orang yang
berilmu, di mana dalam Surat Al-Mujadilah ayat 11 dinyatakan bahwa
Allah meninggikan derajat orangorang yang beriman dan orang-orang
yangberilmu.

7
6. Hak kebebasan
berpendapat Setiap orang mempunyai hak untuk berpendapat dan
menyatakan pendapatnya dalam batas-batas yang ditentukan hukum dan
norma-norma lainnya. Artinya tidak seorangpun diperbolehkan
menyebarkan fitnah dan berita-berita yang mengganggu ketertiban umum
dan mencemarkan nama baik orang lain.
Dalam mengemukakan pendapat hendaklah mengemukakan ide
atau gagasan yang dapat menciptakan kebaikan dan mencegah
kemungkaran. Sejak semula, kebebasan berpendapat dan menyatakan
pendapat telah dikenal dalam Islam. Sudah merupakan tradisi di kalangan
sahabat untuk bertanya kepada Nabi saw tentang beberapa masalah
berkenaan dengan perintah Allah yang diwahyukan kepadanya.
Apabila Nabi saw menyatakan bahwa dirinya tidak mendapat
petunjuk dari Allah, maka para sahabat boleh menyatakan pendapatnya
denagn bebas. Hal ini misalnya terlihat dalam peristiwa pearng Badar, di
mana Nabi saw memilih suatu tempat khusus yang dianggapnya pantas
untuk menyerang musuh, namun sahabat menyarankan mengambil tempat
lain, dan Nabi saw menyetujuinya, karena tempat tersebut lebih strategis.
Kebebasan berpendapat dan mengeluarkan pendapat juga dijamin
dengan lembaga syura, lembaga musyawarah dengan rakyat, yang
dijelaskan Allah dalam Surat Asy-Syura ayat 38, yang artinya :
“Dan urusan mereka diputuskan dengan musyawarah di antara mereka.”
Prinsip musyawarah ini sangat penting dalam Islam, karena
menurut Al-Qur’an, setiap orang diperintahkan untuk mengadakan
musyawarah dalam menyelesaikan berbagai urusan duniawi yang
dihadapinya.
7. Hak kepemilikan
Islam menjamin hak kepemilikan yang sah dan mengharamkan
penggunaan cara apa pun untuk mendapatkan harta orang lain yang bukan
haknya, sebagaimana firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 188, yang
artinya :
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di
antara kamu dengan jalan bathil dan janganlah kamu bawa urusan harta itu
kepada hakim agar kamu dapat memakan harta benda orang lain itu
dengan jalan berbuat dosa padahal kamu mengetahuinya.”
Oleh karena itu, Islam melarang riba dan setiap usaha yang
merugikan hajat manusia. Islam juga melarang penipuan dalam
perniagaan. Di samping itu, Islam juga melarang pencabutan hak milik

8
yang didapatkan dari usaha yang halal, kecuali untuk kemaslahatan
umum dan mewajibkan pembayaran ganti rugi yang setimpal bagi
pemiliknya.
8. Hak mendapatkan pekerjaan
Islam tidak hanya menempatkan bekerja sebagai hak, tetapi juga
sebagai kewajiban. Bekerja merupakan kehormatan yang perlu dijamin,
sebagaimana sabda Nabi saw :
“Tidak ada makanan yang lebih baik yang dimakan seseorang dari pada
makanan yang dihasilkan dari tangannya sendiri.” (HR. Bukhari)
Di samping itu, Islam juga menjamin hak pekerja, seperti terlihat
dalam hadits :
“Berilah pekerja itu upahnya sebelum kering keringatnya.” (HR. Ibnu
Majah)
Adapun konsepsi Islam tentang hak bekerja adalah :18 Pertama,
bekerja dan berusaha dalam Islam adalah wajib, maka setiap orang muslim
dituntut bekerja dan berusaha dalam memakmurkan hidupnya. Sebaliknya
Islam tidak menyukai orang yang malas bekerja (pengangguran). Islam
juga memandang rendah kepada orang yang mengemis, yang
mengantungkan hidupnya kepada orang lain dengan meminta-minta.

C. Penerapan hak asasi manusia


manusia sebagai anggota masyarakat memiliki hak dan kewajiban
yang berbeda-beda pula. Agar setiap anggota masyarakat memperoleh hak
dan kewajibannya, pemerintah berupaya untuk melindungi hak dan
kewajiban setiap anggota masyarakat agar tidak saling melanggar. Dibawa
ini ada beberapa penerapan hak dilingkungan masyarakat sebagai berikut :
1. Berhak mendapatkan tempat tinggal yang layak
Semua warga negara Indonesia berhak mendapatkan tempat tinggal yang
layak agar bisa merasa nyaman dan aman.
2. Berhak mendapatkan pasokan serta aliran listrik dari pemerintah
Listrik sangat penting untuk keberlangsungan hidup manusia. Akses listrik
menjadi salah satu hak yang harus didapatkan dalam kehidupan
bermasyarakat.
3. Berhak mendapatkan akses pelayanan masyarakat
Semua warga negara Indonesia berhak mendapat akses pelayanan dalam
berbagai bidang yang memadai.
4. Berhak mendapatkan pendidikan
Pendidikan juga menjadi salah satu hak dasar yang harus didapat dalam
kehidupan bermasyarakat. Pendidikan ini bukan hanya mencakup
pendidikan formal saja, namun juga meliputi pendidikan informal.

9
5. Berhak hidup nyaman serta aman dari segala bentuk gangguan. Misalnya
dengan diadakan ronda.
6. Berhak menggunakan berbagai fasilitas umum yang disediakan. Misalnya
dengan menggunakan transportasi umum, taman, dan lain sebagainya.
7. Berhak mendapat kesempatan untuk mengemukakan pendapat. Misalnya
dalam rapat RT.
8. Berhak untuk mendapatkan akses pelayanan yang baik. Misalnya saat
pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP).

D. Fikih Informasi

Fikih informasi merupakan kumpulan nilai dasar (al-qiyam al-asasiyyah),


prinsip umum (al-ushul al-kulliyyah) dan pedoman praktis (al-ahkam al-
far’iyyah) menurut pandangan Islam mengenai informasi. Hal ini
berdasarkan pada metodologi penggalian hukum Majelis Tarjih dan Tajdid
Muhammadiyah. Respons Muhammadiyah terhadap permasalahan sosial-
kemanusiaan, tidak selalu dilakukan dengan introduksi norma-norma
kongkret yang dilihat dari hukum taklifi (halal, haram, wajib, sunnah,
makruh, mubah). Namun juga dengan cara menggali asas-asas agama yang
menjadi pedoman dan nilai-nilai dasar kehidupan.

ini menyebut bahwa tauhid, akhlak al-karimah, dan kemaslahatan menjadi


nilai dasar Islam terkait informasi. Termasuk dalam akhlak mulia yang
menjadi basis utama setiap muslim adalah sikap jujur, adil, tabligh,
amanah, fathanah, dan moderasi. Fikih Informasi menyebut fungsi
informasi adalah untuk pengajaran/pendidikan (taklim), pencerahan
(tanwir), klarifikasi/penjelasan (taudhih), pembaharuan (tajdid), nasihat
dan penyadaran (al-wa’zhu atau tau’iyyah), menguatkan di antara dua hal
(tarjih), mengorganisir (tanzhim), sarana dialog (wasilah al-hiwar), dan
seterusnya (hlm 57-61).

Dalam berinformasi, setiap muslim dituntut bertanggung jawab, tidak


tendensius, cermat, memegang teguh etika, memperhatikan manfaat dan
mudharat, serta melakukan verifikasi. Sebaliknya, Fikih Informasi juga
memberikan rambu supaya tidak: berdusta, mencari aib, fitnah, ghibah,
namimah, mencela, bullying, ujaran kebencian,
permusuhan,pornografi,dan kemaksiatan

10
Dalam perspektif Muhammadiyah, terminologi fikih tidak melulu
dipahami sebagaimana ia dipahami oleh ulama klasik. Fikih dalam
literatur klasik sering diidentikkan sebagai kumpulan hukum furu’
(cabang) berupa wajib, sunah, makruh, haram, dan lain sebagainya. Ini
membuat fikih sering dianggap oleh banyak orang sebagai disiplin ilmu
yang kaku, karena cenderung hitam-putih. Di lingkungan Muhammadiyah,
terminologi fikih diperluas maknanya tidak hanya sekadar kumpulan
hukum furu’, tapi juga himpunan dari banyak nilai dasar, kaidah dan
prinsip dalam beragama. Menurut Syamsul Anwar (Ketua Majelis Tarjih
dan Tajdid PP Muhammadiyah), fikih semacam itu dibangun di atas tiga
lapisan norma yang saling terkait satu sama lain, yaitu

(1) peraturan-peraturan hukum konkret (al-ahkam al-farʻiyyah),


(2) asas-asas umum (al-usul al-kulliyyah), dan
(3) nilai-nilai dasar (al-qiyam al-asasiyyah).

Dengan kata lain kita dapat mengatakan bahwa suatu peraturan hukum
kongkret itu berlandaskan kepada atau dipayungi oleh asas umum dan asas
umum itu pada gilirannya berlandaskan kepada atau dipayungi oleh nilai
dasar.

Nilai-nilai dasar adalah prinsip-prinsip universal agama Islam yang


melandasi hukum Islam, seperti keadilan, persamaan, kebebasan, akhlak
karimah, persaudaraan dan lain-lain. Nilai-nilai dasar ini dapat terus
bertambah dan berkembang seiring kreatifitas mujtahid dalam
menggalinya dari dua sumber utama hukum Islam, yaitu al-Quran dan
Sunah. Dari nilai-nilai dasar itu diturunkan asas-asas umum hukum Islam.
Dari asas umum itulah baru kemudian diturunkan peraturan hukum
konkret.

Dalam konteks Fikih Informasi ada beberapa nilai-nilai dasar yang dapat
dijadikan pedoman. Sebagai contoh adalah nilai dasar tabayun yang secara
eksplisit digambarkan dalam al-Quran pada surat al-Hujurat ayat 6. Dari
nilai dasar itu dapat diturunkan asas umum dalam kehidupan komunikasi
media sosial berupa “transparansi dan klarifikasi berita.” Dari asas umum
ini pada gilirannya diturunkan menjadi peraturan kongkret tentang
larangan menyebarkan suatu berita sebelum diketahui validitas sumberny

11
Melalui paradigma fikih semacam itu, kita umat Islam akan lebih mudah
menyelesaikan persoalan sosial, politik, ekonomi, dan budaya dari perspektif
agama dengan lebih luwes dan tidak kaku. Perluasan makna fikih sebagaimana
yang dilakukan Muhammadiyah ini, setidaknya memberikan kontribusi beberapa
hal: pertama, mereorientasi wacana fikih yang selama ini telah bekembang.
Dengan membangun nalar fikih berlandaskan tiga lapisan norma tersebut, fikih
tidak akan lagi dikesankan sebagai disiplin ilmu yang rigid, karena di sana
terdapat nilai-nilai filosofis dan asas umum yang melandasi kerangka berpikirnya.
Kedua, menginterkoneksikan keilmuan Islam (religious studies) dengan keilmuan
umum (non-religious studies). Dengan paradigma fikih semacam itu, penyelesain
masalah yang selama ini dilakukan melalui satu kacamata keilmuan, akan dapat
menemukan jawaban yang lebih komprehensif dengan diinterkoneksikannya satu
disiplin ilmu dengan yang lain. Fikih Informasi ini adalah hasil interkoneksi
antara keilmuan Islam dengan ilmu komunikasi/penyiaran, misalnya. Di sisi lain,
Muhammadiyah juga telah merumuskan beberapa produk fikih yang lain,
misalnya Fikih Anti Korupsi. Artinya persoalan korupsi dalam hal ini tidak dilihat
dari perspektif hukum positif an sich, akan tetapi juga ditelusuri dan pada
gilirannya diberikan jawaban secara mendalam melalui pendekatan agama.

Akhirnya, Fikih Informasi ini sesungguhnya adalah upaya Muhammadiyah untuk


berkontribusi bagi umat Islam dan bangsa Indonesia. Alih-alih ikut meramaikan
debat tak berkesudahan yang seringkali kita lihat di media sosial, Muhammadiyah
lebih memilih jalur senyap, tanpa riuh tepuk tangan; mempersiapkan rumusan
Fikih Informasi ini.

E. INFORMASI DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Dalam perspektif Islam terdapat sumber informasi yang selalu digunakan atau
dimanfaatkan oleh manusia. Sumber Informasi tersebut terdiri dari wahyu dari
Allah SWT berupa Al-Qur'an dan Al- Hadist yang berasal dari Nabi Muhammad
SAW yang merupakan penjelasan dari Al-Quran. Pesan/informasi yang
disampaikan dan

informasi yang tidak merugikan kedua belah pihak, al Qur'an dan al Hadits telah
memberikan beberapa aturan yang perlu diperhatikan oleh setiap individu yang
mengaku dirinya seorang Muslim, antara lain:

12
(1) Qashash/Naba al Haq, yaitu informasi yang disampaikan harus
menggambarkan kisah, berita, dan informasi yang benar, terutama yang
berhubungan dengan isi informasi yang disampaikan. Hal ini sejalan
dengan pola al Qur'an dalam menceritrakan kisah yang terjadi pada para
Rasul Allah dan berita tentang sekelompok atau individu manusia yang
terjadi pada kehidupan masa lalu (lihat QS. 11:120, 12:3 dan 18:13).
Secara spesifik, al Qur'an menggambarkan bahwa informasi yang hak atau
benar, memiliki karakteristik sebagai Berikut
(a) Informasi yang dapat meneguhkan hati penerima informasi,
mengandung kebenaran, pengajaran, dan peringatan serta
menyadarkanorang lain dari kelalaian (lihat Q.S. 11:120).

(b) Informasi yang tidak menyembunyikan kebenaran yang perlu


diketahui masyarakat dan mencampuradukkan berita benar dengan berita
yang salah/batil (Lihat Q.S. 2:42 dan 146) atau yang mampu menyatakan
bahwa suatu kebenaran itu adalah benar dan suatu kebatilan itu adalah
memang batil (lihat QS: 8:8) sekaligus informasi yang disampaikan tidak
memihak salah ssatu pihak (adil) (lihat Q.S.: 49.9).

(c) Informasi yang dapat menyelesaikan perbedaan/pertentangan di antara


penerima (lihat Q.S. 2:213) dan sekaligus dapatmendamaikan dari
perselisihan meraka (lihat

(d)Q.S.49:9). Informasi yang dapat menghilangkan kemungkinan


penerima informasi untuk mengemukakan praduga yang salah terhadap
objek informasi (Allah dan orang lain) (lihat Q.S. 3:154)

(e)Informasi yang tidak hanya mengikuti kepuasan subjektif penyampai


informasi yang cenderung tidak sesuai dengan kebenaran, tetapi informasi
yang dapat mendorong munculnya semangat berkompetisi dalam berbuat
kebaikan (sabiqun bil al kahiraat) serta dapat menyentuh rasa penerima
informasi, sehingga mereka memiliki ketetapan hati tentang kebenaran
yang diterimanya (lihat Q.S. 5:48 dan 83).

(2) A mar ma'ruf nahyi munkar, yaitu informasi yang disampaikan diarahkan
pada berkembangnya sarana saling mengingatkan untuk berbuat baik dan
saling mencegah berbuat kemunkaran dan dosa. Dalam hal ini, informasi
diarahkan pada berkembangnya nilai-nilai kebaikan dan berkurangnya
nilai-nilai keburukan pada kehidupan si penerima informasi, baik dalam
kehidupan dunia ataupun yang berkaitan dengan akhirat (lihat Q.S. 3:110).

12
(3) Hikmah, yaitu informasi yang disampaikan mengandung perkataan yang
tegas dan benar yang deinembedakan antara yang hak dengan yang batil.
Tetapi, cara penyampaiannya mengandung nilai bijaksana, menganduung
sentuhan kelembutan rasa dan menyentuh kesadaran kognitif yang tinggi,
sehingga mampu membangkitkan motifasi penerima informasi unruk
mempertahankan sikap dan tingkah laku yang baik dan mampu
menumbuhkan kesadaran utuh untuk mengubah sikap dan perilaku yang
buruk (Q.S 16:125).

(4) Tabayyun, yaitu informasi yang di sampaikan telah melalui upaya


klarifikasi. Artinya menyampaikan informasi setelah di cari kejelasan dari
sumber utama, bahkan beberapa sumber yang di anggap bisa memberikan
kejelasan informasi ( Q.S. 49:6 ),sehingga informasi yang di sampaikan
dapat bersifat adil (tidak berpihak ). Begitu pula, penerima informasi bisa
menentukan sikap yang adil (Q.S 49:9 )

(5) Mauziyah hasanah, yaitu informasi yang di sampaikan mengandung


contoh dan teladan yang baik yang di tiru penerima informasi, baik
melalui proses imitasi ataupun identifikasi (Q.S. 16:125 ). Dalam hal ini,
al quran memberikan informasi yang mengandung contoh yang baik
melalui gambaran tentang fiqur teladan bagi umat islam antara lain,
luqman hakim tatkala memberikan pengajaran terhadap anaknya. Atau,
Ibrahim AS yang dinyatakan sebagai individu dengan Al qalb Saliim (Q.S.
31: 13-19 dan 26;78-89)

(6) Layyin, yaitu menyampaikan informasi dengan menggunakan tutur Bahasa


lemah lembut dan tidak keras serta kasar, sehingga si penerima informasi
tidak tersinggung dan tidak berupaya untuk menutupu kekurangan dan
kesalahan dirinya (Q.S. 3:159).

12
F. PEDOMAN BERINFORMASI
Fikih adalah istilah yang merujuk pada ilmu agama Islam yang membahas
tentang hukum-hukum Islam. Dalam konteks pedoman berinformasi, fikih
dapat memberikan beberapa prinsip dan aturan yang dapat diikuti oleh
seorang Muslim dalam memperoleh dan menyebarkan informasi.

Berikut adalah beberapa pedoman berinformasi yang dapat diambil dari


fikih:

1. Kebenaran adalah prinsip utama dalam Islam, dan informasi yang


tidak benar atau tidak jelas sumbernya dianggap sebagai
kebohongan. Oleh karena itu, sebelum menyebarkan informasi,
penting untuk memastikan kebenarannya dan melacak sumbernya.

2. Fitnah (mengadu domba) dianggap sebagai dosa besar dalam


Islam. Oleh karena itu, informasi yang dapat menimbulkan fitnah
atau memecah belah komunitas harus dihindari.

3 Islam mengajarkan untuk saling membantu dan mendukung satu


sama lain. Oleh karena itu, jika kita menerima informasi yang
dapat membantu orang lain, sebaiknya disebarkan dengan cara
yang baik dan benar.

4 Islam juga mengajarkan untuk memaafkan dan memberikan


kesempatan kedua pada orang yang melakukan kesalahan. Oleh
karena itu, jika kita menemukan informasi yang salah atau tidak
benar, kita harus berusaha untuk mengoreksinya secara baik-baik.

5 Islam juga mengajarkan untuk menghargai privasi dan kerahasiaan


orang lain. Oleh karena itu, jika kita menerima informasi pribadi
atau rahasia dari orang lain, kita tidak boleh menyebarkannya
tanpa izin dari pemiliknya.

6 Islam juga mengajarkan untuk menghindari gosip dan cerita-cerita


yang tidak penting. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dalam
menyebarkan informasi yang mungkin hanya bersifat rumor atau
gosip.

12
8. Islaam juga mengajarkan untuk berbicara dengan sopan dan baik-
baik. Oleh karena itu, ketika menyebarkan informasi, kita harus
menghindari bahasa yang kasar atau merendahkan.

Dengan mengikuti prinsip-prinsip tersebut, seorang Muslim dapat


memastikan bahwa ia menyebarkan informasi dengan cara yang baik dan
benar, serta dapat memberikan manfaat bagi orang lain.

G. PROBLEMATIKA DALAM DUNIA INFORMASI


KONTEMPORER

Seiring dengan perkembangan teknologi dan media sosial, terdapat


beberapa problematika fikih informasi kontemporer yang perlu
diperhatikan. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Kesulitan dalam memverifikasi informasi: Dalam era informasi


digital, informasi tersebar dengan sangat cepat dan dapat
diakses oleh banyak orang dengan mudah. Namun, hal ini juga
menimbulkan kesulitan dalam memverifikasi kebenaran
informasi. Sebagai seorang Muslim, penting untuk memastikan
kebenaran informasi sebelum menyebarkannya agar tidak
menimbulkan kesalahpahaman atau fitnah.

2. Menyebarluaskan informasi negatif: Dalam beberapa kasus,


media sosial seringkali digunakan untuk menyebarkan
informasi negatif atau memecah belah komunitas. Sebagai
seorang Muslim, kita harus memastikan bahwa informasi yang
kita sebarkan tidak membahayakan orang lain atau
menimbulkan kerusakan pada masyarakat.

3. Privasi dan keamanan data: Dalam era digital, keamanan data


dan privasi seringkali menjadi perhatian yang besar. Sebagai
seorang Muslim, kita harus menghormati privasi dan keamanan
data orang lain dan tidak menyebarkan informasi yang bersifat
pribadi atau rahasia tanpa izin.

4. Tantangan dalam menghargai kebebasan berbicara: Dalam


beberapa kasus, kebebasan berbicara dapat menimbulkan
kontroversi dan konflik. Sebagai seorang Muslim, kita harus
menghargai kebebasan berbicara namun juga harus memastikan

12
bahwa informasi yang kita sampaikan tidak merugikan orang
lain atau melanggar hak-hak mereka.

Menangani informasi yang bertentangan dengan ajaran Islam:


Dalam beberapa kasus, terdapat informasi yang bertentangan
dengan ajaran Islam atau dapat merugikan kepentingan umat.
Sebagai seorang Muslim, kita harus berhati-hati dalam
menyebarkan informasi dan memastikan bahwa informasi tersebut
tidak melanggar ajaran Islam.

Dalam menghadapi problematika fikih informasi kontemporer,


seorang Muslim harus mengikuti prinsip-prinsip fikih yang berlaku
dan mengadaptasikannya dengan konteks yang ada. Hal ini dapat
dilakukan dengan mengedepankan kebenaran, menghargai privasi
dan keamanan data, serta tidak menyebarkan informasi yang dapat
membahayakan atau merugikan orang lain

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran
Dengan sangat menyadari bahwa makalah kami masih jauh dari kata
sempurna, kedepannya kami akan lebih fokus dan details dalam menjelaskaan
tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunga
dapat dipertanggung jawabkan, sebab tidak ada satu tulisan di muka bumi ini
yang terhindar dari Kecacatan selain al-Qur'an. Untuk itu kami menyarankan
kepada pembaca untuk Memberikan saran serta kritikan yang konstruktif demi
kesempurnaan Makalah kami untuk yang akan datang.

12
DAFTAR PUSTAKA

Hak Asasi Manusia dalam Islam, http://www.angelfire.com


M. Luqman Hakim (ed), Deklarasi Islam tentang HAM, Risalah Gusti, Surabaya,
1993.

PKP ejurnal.iainpare.ac.id pertama kali diindeks oleh Google pada March 2019
https://ejurnal.iainpare.ac.id/index.php/diktu m/article/download/425/322/

HJ. Sitti Aminah, Hak Asasi Manusia (HAM) Dalam Perspektif, juli 2010.

https://almaiyyah.iainpare.ac.id/index.php/d iktum/article/download/307/230/

13
14

Anda mungkin juga menyukai