Anda di halaman 1dari 12

TUGAS KELOMPOK MATA KULIAH PENDIDIKAN

AGAMA ISLAM

“ HAM, dan Demokrasi Dalam Islam”

Dosen Pengampu Dr.H.Mawardi S.Ag.M.Si

Disusun Oleh

1. Afra Mudrikah (2205114124)


2. Alif Muhammad Taufiq (2205113827)
3. Aisyah Saputri (2205113877)

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Mengikuti


Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam

Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


Jurusan Ilmu Pendidikan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS RIAU

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa atas segala nikmat dan karunia-Nya, sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih
kepada Bapak Dr .H .Mawardi S.ag. M.si selaku dosen pengampu dari mata kuliah Pendidikan
Agama Islam yang telah membimbing kami, kami juga ingin mengucapkan rasa terima kasih
kepada semua pihak yang telah membatu kami menyelesaikan makalah ini.

Kami berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua, khususnya bagi penulis.

Mungkin tugas yang kami buat ini, belum sempurna oleh karena itu, kami meminta
maaf jika makalah ini masih terdapat kekurangannya. Kami mohon saran dan kritiknya untuk
memperbaiki pembahasan makalah ini. Atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.

Pekanbaru, 21 September 2022

Kelompok IV
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN.......................................................................................................................
1.1Latar Belakang.....................................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan Makalah.................................................................................................
BAB II
PEMBAHASAN.........................................................................................................................
2.1 Sejarah HAM ....................................................................................................................
2.2. HAM menurut Islam……… ……………………………………………………..
2.3 Demokrasi dalam islam......................................................................................................

BAB III
PENUTUPAN.............................................................................................................................
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................
3.2 Saran..............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada hakekatnya manusia sudah memiliki hak-hak pokok dari lahir sampai
meninggal. Hak-hak pokok tersebut adalah hak asasi manusia yang dikenal dengan
HAM. Hak asasi manusia bersifat universal. Hak asasi manusia (HAM) dalam Islam
berbeda dengan hak asasi menurut pengertian yang umum dikenal. Sebab seluruh hak
merupakan kewajiban bagi negara maupun individu yang tidak boleh diabaikan.
Rasulullah saw pernah bersabda: "Sesungguhnya darahma, hartamu dan
kehormatanmu haram atas kamu". Maka negara bukan saja menahan diri dari
menyentuh hak-hak asasi ini, melainkan mempunyai kewajiban memberikan dan
menjamin hak-hak ini. HAM dan demokrasi dalam Islam berisi tentang penjelasan
konsep konsep hukum Islam, HAM menurut Islam dan demokrasi dalam Islam
meliputi prinsip bermusyawarah dan pengambilan keputusan sesuai dengan syariat
Islam. Sebagai contoh, negara berkewajiban menjamin perlindungan sosial bagi setiap
individu tanpa ada perbedaan jenis kelamin, status sosialnya, dan juga perbedaan
agamanya. Islam tidak hanya menjadikan itu sebagai kewajiban negara, melainkan
negara diperintahkan untuk berperang demi melindungi hak- hak ini.

Disisi lain umat Islam sering kebingungan dengan istilah demokrasi. Di saat yang
sama, demokrasi bagi sebagian umat Islam sampai dengan hari ini masih belum bisa
diterima secara utuh. Sebagian kalangan memang bisa menerima tanpa timbal balik,
sementara yang lain, justru bersikap ekstrim Menolak bahkan mengharamkannya
sama sekali.

Sebenarnya banyak yang tidak bersikap seperti keduanya. Artinya. banyak yang tidak
mau bersikap apapun. Kondisi ini dipicu dari kalangan umat Islam sendiri yang
kurang memahami bagaimana Islam memandang demokrasi.

Kami akan membahas mengenai bagaimana sebenarnya HAM dan Demokrasi


menurut ajaran dan pandangannya Islam dalam makalah ini.
1.2.Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah HAM ?
2. Bagaimana HAM Menurut Islam ?
3. Apa Prinsip Bermusyawarah dalam Demokrasi islam?
4. Apa Prisnsip Dalam Ijma’

1.3.Tujuan Penulisan Makalah


1. Untuk mengetahui Bagaimana Sejarah HAM
2. Untuk mengetahui HAM menurut Islam.
3. Untuk mengetahui Prinsip Bermusyawarah
4. Untuk mengetahui prinsip dalam ijma’
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah HAM
Hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak yang dipunyai oleh semua orang sesuai
dengan kondisi yang manusiawi.1 Hak asasi manusia ini selalu dipandang sebagai sesuatu
yang mendasar, fundamental dan penting. Oleh karena itu, banyak pendapat yang
mengatakan bahwa hak asasi manusia itu adalah “kekuasaan dan keamanan” yang dimiliki
oleh setiap individu.
Ide mengenai hak asasi manusia timbul pada abad ke-17 dan ke-18, sebagai reaksi
terhadap keabsolutan raja-raja dan kaum feodal di zaman itu terhadap rakyat yang mereka
perintah atau manusia yang mereka pekerjakan, yaitu masyarakat lapisan bawah. Masyarakat
lapisan bawah ini tidak mempunyai hak-hak, mereka diperlakukan sewenang-wenang sebagai
budak yang dimiliki. Sebagai reaksi terhadap keadaan tersebut, timbul gagasan supaya
masyarakat lapisan bawah tersebut diangkat derajatnya dari kedudukannya sebagai budak
menjadi sama dengan masyarakat kelas atas, karena pada dasarnya mereka adalah manusia
juga.

Sejak masa itu, usaha penegakkan HAM terus berlangsung, mulai dari usaha
menghapus perbudakan, perlindungan terhadap kelompok minoritas, sampai pada
perlindungan terhadap korban perang. Puncak dari usaha tersebut adalah dikeluarkannya
Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Right) oleh
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada tahun 1948, yang menjelaskan hak-hak asasi
fundamental yang disetujui oleh pemerintah untuk dilindungi. Deklarasi tersebut bertujuan
untuk melindungi hidup, kemerdekaan dan keamanan pribadi; menjamin kebebasan
menyatakan pendapat, berkumpul secara damai, berserikat dan berkepercayaan agama dan
kebebasan bergerak; dan melarang perbudakan, penahanan sewenang-wenang, pemenjaraan
tanpa proses peradilan yang jujur lagi adil, dan melanggar hak pribadi seseorang. Di samping
itu, Deklarasi tersebut juga mengandung jaminan terhadap hak-hak ekonomi, sosial dan
budaya.

Hak-hak yang tercantum dalam Deklarasi Universal maupun International Bill of


Rights tersebut pada dasarnya berlaku bagi semua warga negara, tidak peduli apa pun warna
kulit mereka, asal usulnya, keyakinan agamanya, ideologi paham politiknya, bahasa yang
mereka gunakan maupun jenis kelaminnya.

2.2 HAM Menurut Islam


Hak asasi manusia dalam Islam tertuang secara transenden untuk kepentingan manusia,
lewat syari’ah Islam yang diturunkan melalui wahyu. Menurut syari’ah, manusia adalah
makhluk bebas yang mempunyai tugas dan tanggung jawab, dan karenanya ia juga
mempunyai hak dan kebebasan.

Sistem HAM Islam mengandung prinsip-prinsip dasar tentang persamaan, kebebasan


dan penghormatan terhadap sesama manusia.8 Persamaan, artinya Islam memandang semua
manusia sama dan mempunyai kedudukan yang sama, satu-satunya keunggulan yang
dinikmati seorang manusia atas manusia lainya hanya ditentukan oleh tingkat ketakwaannya.

Sedangkan kebebasan merupakan elemen penting dari ajaran Islam. Kehadiran Islam
memberikan jaminan pada kebebasan manusia agar terhindar dari kesia-siaan dan tekanan,
baik yang berkaitan dengan masalah agama, politik dan ideologi. Namun ]dalam kebebasan
tersebut terkandung hak dan kepentingan orang lain yang harus dihormati juga.

Mengenai penghormatan terhadap sesama manusia, dalam Islam seluruh ras


kebangsaan mendapat kehormatan yang sama. Dasar persamaan tersebut sebenarnya
merupakan manifestasi dari wujud kemuliaan manusia yang sangat manusiawi.

Perlindungan Islan terhadap Hak Asasi Manusia Adapun hak-hak asasi manusia yang
dilindungi oleh hukum Islam antara lain adalah :

1. Hak hidup

2. Hak kebebasan beragama

3. Hak atas keadilan

4. Hak persamaan

5. Hak mendapatkan pendidikan


2.1 Demokrasi dalam Islam
Kedaulatan mutlak dan keesaan Tuhan yang terkandung dalam konsep tauhid dan
peranan manusia yang terkandung dalam konsep khilafah memberikan kerangka yang
dengannya para cendekiawan belakangan ini mengembangkan teori politik tertentu
yang dapat dianggap demokratis. Didalamnya tercakup definisi khusus dan pengakuan
terhadap kedaulatan rakyat, tekanan pada kesamaan derajat manusia, dan kewajiban
rakyat sebagai pengemban pemerintahan.
Dalam penjelasan mengenai demokrasi dalam kerangka konseptual islam, banyak
perhatian diberikan pada beberapa aspek khusus dari ranah sosial dan politik.
Demokrasi islam dianggap sebagai sistem yang mengukuhkan konsep-konsep Islami
yang sudah lama berakar, yaitu musyawarah (syura), persetujuan (ijma’), dan penilaian
interpretative yang mandiri (ijtihad). Seperti banyak konsep dalam tradisi politik Barat,
istilah-istilah ini tidak selalu dikaitkan dengan pranata demokrasi dan mempunyai
banyak konteks dalam wacana Muslim dewasa ini. Namun, lepas dari konteks dan
pemakaian lainnya, istilah-istilah ini sangat penting dalam perdebatan menyangkut
demokratisasi dikalangan masyarakat muslim. Perlunya musyawarah merupakan
konsekuensi politik kekhalifahan manusia.
Oleh karena itu perwakilan rakyat dalam sebuah negara Islam tercermin terutama
dalam doktrin musyawarah. Hal ini disebabkan menurut ajaran Islam, setiap muslim
yang dewasa dan berakal sehat, baik pria maupun wanita adalah khalifah Allah di bumi.
Dalam bidang politik, umat Islam mendelegasikan kekuasaan mereka kepada penguasa
dan pendapat mereka harus diperhatikan dalam menangani masalah negara. Kemestian
bermusyawarah dalam menyelesaikan masalah-masalah ijtihadiyyah, dalam surat Al-
syura ayat 3 :
“Dan orang-orang yang menerima seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang
urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka
menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka”.(QS Asy-Syura :
38).
Disamping musyawarah ada hal lain yang sangat penting dalam masalah demokrasi,
yakni konsensus atau ijma’. Konsensus memainkan peranan yang menentukan dalam
perkembangan hukum Islam dan memberikan sumbangan sangat besar pada korpus
hukum atau tafsir hukum. Dalam pengertian yang lebih luas, konsensus dan
musyawarah sering dipandang sebagai landasan yang efektif bagi demokrasi Islam
modern.
Selain syura dan ijma’, ada konsep yang sangat penting dalam proses demokrasi Islam,
yakni ijtihad. Bagi para pemikir muslim, upaya ini merupakan langkah kunci menuju
penerapan perintah Tuhan di suatu tempat atau waktu. Hal ini dengan jelas dinyatakan
oleh Khursid Ahmad: “Tuhan hanya mewahyukan prinsip-prinsip utama dan memberi
manusia kebebasan untuk menerapkan prinsip-prinsip tersebut dengan arah yang sesuai
dengan semangat dan keadaan zamannya”. Itjihad dapat berbentuk seruan untuk
melakukan pembaharuan, karena prinsip-prinsip Islam itu bersifat dinamis, pendekatan
kitalah yang telah menjadi statis.
Oleh karena itu sudah selayaknya dilakukan pemikiran ulang yang mendasar untuk
membuka jalan bagi munculnya eksplorasi, inovasi dan kreativitas. Dalam pengertian
politik murni, Muhammad Iqbal menegaskan hubungan antara konsensus demokratisasi
dan ijtihad.
Dalam bukunya The Reconstruction of Religious Thought in Islam ia menyatakan
bahwa tumbuhnya semangat republik dan pembentukan secara bertahap majelis-majelis
legislatif di negara-negara muslim merupakan langkah awal yang besar. Musyawarah,
konsensus, dan ijtihad merupakan konsep-konsep yang sangat penting bagi artikulasi
demokrasi islam dalam kerangka Keesaan Tuhan dan kewajiban-kewajiban manusia
sebagai khalifah-Nya.
a. Prinsip Bermusyawarah
Al-Qurthubi berpendapat bahwa musyawarah mempunyai peran dalam agama maupun
soal-soal duniawi, lebih lanjut dia menambahkan bahwa pelaku musyawarah dalam masalah
agama harus menguasai ilmu agama. Demikain pula, urusan dunia dimana dibutuhkan suatu
nasehat, pemberi nasehat harus bijaksana dan cakap agar dapat memberi nasehat yang masuk
akal. Oleh karenanya ruang lingkup musyawarah dapat mencakup persoalan-persoalan agama
yang tidak ada petunjuknya dan persoalan-persoalan duniawi yang petunjuknya bersifat
global maupun tanpa petunjuk dan yang mengalami perubahan dan perkembangan

Sebagaimana firman Allah dalam surat Alȋ ‘Imrân ayat 159: «Maka disebabkan
rahmat dari Allâhlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap
keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka dan bermusyawaralah dalam problem
tersebut. Kemudian apabila kamu membulatkan tekad, maka bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepadaNya»

Ayat ini secara redaksional ditujukan kepada Nabî Muhammad saw. untuk melakukan
musyawarah. Ayat ini berkaitan erat dengan dengan petaka yang terjadi pada perang Uhud
yang sudah didahului oleh musyawarah, yang disetujui oleh mayoritas. Kendati demikian,
hasilnya, sebagaimana diketahui, adalah kegagalan. Hasil ini boleh jadi mengantar seseorang
untuk berkesimpulan bahwa musyawarah tidak perlu diadakan, apalagi bagi Rasulullah saw.
Pesan penting dari ayat ini, bahwa kesalahan yang dilakukan setelah musyawarah tidak
sebesar kesalahan yang dilakukan tanpa musyawarah, dan kebenaran yang diraih sendirian,
tidak sebaik kebenaran yang diraih bersama.

Perintah agar memusyawarahkan masalah-masalah duniawi yang tidak ada wahyu


tentangnya juga merupakan petunjuk kepada setiap Muslim, khususnya kepada setiap
pemimpin agar bermusyawarah dengan anggota-anggotanya.

Secara garis besar ada tiga perbedaan yang mencolok antara syûrâ dan demokrasi secara
umum, yaitu: (1) Penetapan keputusan; (2) medan tanggung jawab; dan (3) pengangkatan
pimpinan

b. Prinsip dalam Ijma'

Ijma' merupakan suatu proses mengumpulkan perkara dan memberi hukum


atasnya serta menyakininya.

Dalam hukum islam itu, dalam rangka mewujudkan kemaslahatan umat manusia
sesuai dengan perkembangan masyarakat maka ketentuan-ketentuan hukum yang ada
perku kiranya kita lihat apakah relevan dan dapat di terima beliau sangat responsif
terhadap permasalahan khususnya dalam pandangan atau pendapat
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

a) Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme pemerintahan negara yang menjunjung


tinggi kedaulatan rakyat.
b) Demokrasi menurut islam dapat diartikan seperti musyawarah, mendengarkan
pendapat orang banyak untuk mencapai keputusan dengan mengedepankan nilai-nilai
keagamaan.
c) HAM adalah hak yang telah dimiliki seseorang sejak ia ada di dalam kandungan.
d) HAM dalam islam didefinisikan sebagai hak yang dimiliki oleh individu dan
kewajiban bagi negara dan individu tersebut untuk menjaganya.

3.2. Saran
a) Diharapkan setelah membaca makalah ini dapat membedakan antara demokrasi di
Indonesia dan demokrasi Islam dan dapat melihat sisi baik dan buruknya.
b) Diharapkan setelah membaca makalah ini dapat memahami pentingnya HAM dalam
kehidupan kita dan kewajiban kita untuk menjaganya.
DAFTAR PUSTAKA
Adam Kuper dan Jessica Kuper, Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, Jilid I, Rajawali Pers, Jakarta,

2000.

Harun Nasution dan Bahtiar Effendi (ed), Hak Asasi Manusia dalam Islam, Yayasan Obor

Indonesia, Jakarta, 1987.

Abdul Azis Dahlan (et.al), Ensiklopedi Hukum Islam, Ictiar Baru van Hoeve, Jakarta, 1996

Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian

Al-Qur’an. Ciputat: Lentera Hati, 2000.

Al-Qurthubi, Al-Jâm`i Li Ahkâm al-Qur’ân, Juz IV. Kairo: Dâr alKutub, 1967

Anda mungkin juga menyukai