Dosen Pengampu:
Fitrotul Muzayyanah, M.Hum
Tahun 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas berkah dan karunia-
Nya, sehingga pembuatan makalah ini dapat terselesaikan. Makalah inidisusun untuk
memenuhi tugas pada Mata Kuliah Isu-isu Kontemporer Dunia Islam dengan judul
makalah “Perkembangan Islam dan Hak Asasi Manusia”.
Dalam makalah ini, tentu masih banyak kekurangan-kekurangannya, baik pada teknis
penulisan maupun materi yang disajikan. Oleh karena itu, diharapkan segala bentuk saran
dan kritik untuk pembuatan makalah kedepannya.
Tidak lupa ucapan terima kasih kepada semua pihak, baik itu dosen pembimbing
maupun dosen pengampu mata kuliah yang telah membantu dan mengarahkan dalam
proses pembuatan makalah ini. Akhirnya, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi perkembangan mahasiswa kedepannya.
Penulis Kelompok 12
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I.........................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG.....................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH.................................................................................7
C. TUJUAN PENULISAN...................................................................................7
BAB II.......................................................................................................................8
PEMBAHASAN.......................................................................................................8
BAB III................................................................................................................15
PENUTUP...........................................................................................................15
A. KESIMPULAN..............................................................................................15
B. SARAN...........................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................16
iii
BAB I
PENDAHULUA
A. LATAR BELAKANG
Hak Asasi Manusia merupakan tuntutan yang secara moral bisa dibenarkan, agar
seluruh manusia dapat menikmati dan melaksanakan kebebasan dasar, harta benda,
dan pelayanan mereka yang dipandang perlu untuk mencapai harkat kemanusiaan.
Dalam definisi ini hak asasi manusia tidak hanya sekedar dikaitkan dengan sesuatu
yang secara kaku menjadi kepentingan perorangan. Hak asasi manusia merupakan
suatu prosedur atau cara bertindak yang harus diikuti oleh lembaga-lembaga
pemerintah serta masyarakat dalam hubungannya dengan kemerdekaan, harta benda
dan pelayanan-pelayanan (Sidney Hook, 1987:19). Dengan kata lain, bila hak-hak
seseorang diabaikan, maka tidak hanya sistem perlindungan individu yang
dipertaruhkan melainkan juga melibatkan masyarakat sosial politik secara
keseluruhan, dan bahkan bisa meluas dalam skala internasional. Bila
kemerdekaannya dilanggar atau miliknya dirusak secara semena-mena, maka seluruh
manusia harus juga merasa dalam bahaya.
Bila dikaji lebih lanjut, hak-hak dasar dan kebebasan tersebut tentunya harus
dilindungi oleh suatu tata aturan atau kekuatan tersendiri, yang dalam hal ini adalah
negara. Hal ini tentu saja akan menjadi biasa, karena kemerdekaan rakyat yang
didapat adalah kemerdekaan yang terbatas pada kemerdekaan orang lain, atau
terhadap kekuasaan yang bisa berubah-ubah. Akan semakin kompleks bila kemudian
dihubungkan dengan kebebasan manusia dalam konteks agama, dalam hal ini Islam.
Islam adalah agama universal yang rahmatan lil alamin. Bahwa perbedaan
antara individu satu dengan individu yang lain ditentukan oleh kualitas
ketaqwaannya, adalah batasan yang sangat qualified. Dalam arti, bahwa Islam tidak
membedakan manusia dari suku, ras, golongan maupun etnik tertentu. Hal ini
memunculkan suatu bukti bahwa Islam sangat menjunjung asas persamaan.1
Pada saat ini hak asasi manusia (HAM) dan demokrasi menjadi isu penting
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bahkan kini perlindungan HAM
merupakan
4
1
Fitria, V. (n.d.). Islam dan Hak Asasi Manusia. UPT-MKU-UNY.
4
prasyarat bagi kerja sama internasional. Hak asasi manusia (HAM) dan demokrasi
adalah dua hal yang saling terkait satu sama lain. Demokrasi tidak bisa eksis tanpa
adanya hak asasi manusia; dan sebaliknya, hak asasi manusia pada umumnya tidak
sepenuhnya terlindungi tanpa adanya demokrasi. Suatu negara yang mengabaikan
HAM dapat dipastikan menjadi sasaran kritik oleh dunia internasional, dan ia pun
akan terasing dari pergaulan internasional. HAM, yang pada dasarnya bersifat moral
dan bukan politis ini menjadi hal yang penting sekali setelah Perang Dunia II dengan
lahirnya Universal Declaration of Human Rights (Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia atau DUHAM), pada 10 Desember 1948, yang didukung oleh sebagian
besar anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hanya saja, pelaksanaan HAM di
banyak negara kini masih mengalami banyak hambatan, termasuk di negara-negara
Muslim.
6
Sejarah HAM berjalan terputus-putus karena dipengaruhi oleh aliran pemikiran,
kepercayaan, adat istiadat, kondisi dan situasi. Hak-hak tersebut menjadi sebab bagi
peristiwa-peristiwa sejarah besar dalam beberapa keadaan berakhir dengan terjadinya
revolusi politik, sosial, bangunan, pemikiran, perubahan hukum dan perundang-
undangan serta lahirnya deklarasi dan perjanjian regional maupun internasional.
Konsepsi Islam tentang HAM dapat dijumpai dalam sumber utama ajaran Islam, al-
Qur’an dan Hadits. Keduanya adalah sumber ajaran normatife.
Praktik HAM juga dapat dijumpai pada praktek kehidupan sehari-hari Nabi
Muhammad SAW, yang dikenal dengan sebutan Sunnah (tradisi) nabi Muhammad
SAW. Terdapat dua prinsip pokok dalam Piagam Madinah terdapat yang terangkai
47 butir, pertama, semua pemeluk Islam adalah satu umat walaupun mereka berbeda
suku, bangsa; kedua, hubungan antara komunitas Muslim dan non-Muslim
didasarkan pada prinsip-prinsip: 1) berinteraksi secara baik dengan sesama tetangga,
2) saling membantu dalam menghadapi musuh bersama, 3) membela mereka yang
teraniaya, 4) saling menasehati, 5) menghormati kebebasan beragama. Kemudian,
dalam Piagam Madinah itu, misalnya pada pasal 23 dan 42, dijelaskan bahwa Nabi
Muhammad SAW adalah pemimpin bersama warga Madinah yang bertugas
menyelesaikan masalah duniawi bagi kaum non-Muslim. Sedangkan pasal 25
menyatakan tersedianya kebebasan beragama dan mengamalkan agamanya.3
Hak asasi manusia adalah hak semua manusia dalam kesetaraan penuh. Hak
asasi manusia ini berasal dari “martabat inheren manusia” (inherent dignity of the
human person) dan didukung oleh suatu teori yang berpusat pada perikemanusiaan
manusia, pada manusia sebagai manusia, dan anggota umat manusia. Statemen-
statemen ini berkaitan dengan standar-standar kehidupan yang tiap-tiap manusia
mempunyai hak untuk mendapatkannya dari masyarakat sebagai manusia.4
Dalam makalah ini, penulis akan membahas mengenai perkermbangan Islam dan
Hak Asasi Manusia dalam sudut pandang Isu-isu kontemporer dunia Islam.
3
Sukron Kamil, Islam dan Demokrasi, Telaah Konseptual dan Historis, (Jakarta: Gaya Media
Pratama, 2002), h. 41
4
Mashood. A. Baderin, International Human Rights And Islamic Law (New York: Oxford
University Press, 2003), h. 16.
7
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENULISAN
Sejalan dengan rumusan masalah yang disampaikan, makalah ini disusun dengan
tujuan untuk mengetahui:
1. Pengertian HAM
2. Sejarah HAM
3. Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Islam
8
BAB II
PEMBAHASAN
5
A.J.M. Milne, Human Rights and Human Diversity, (Houndmills, Basingstoke, Hamsphire dan
London: Macmillan, 1986)h. 154
6
Lihat Norman P.Barry, An Introduction to Modern Political Theory, (New York: St. Martin’s
Press, 1981), h. 182-183.
9
7
(Abdillah, 2014)
1
Definisi hak asasi manusia dapat juga dicermati dari pendapat yang
dikemukakan oleh Soetandyo Wigyosoebroto, yaitu: hak manusia yang asasi adalah
hak yang melekat secara kodrati pada setiap makhluk yang dilahirkan dengan sosok
biologis manusia, yang memberikan jaminan moral dan menikmati kebebasan dari
segala bentuk perlakuan yang menyebabkan manusia itu tidak dapat hidup secara layak
sebagai manusia yang diciptakan Allah, yang oleh sebab itu tidak mungkin dialihkan
kepada- apalagi dirampas oleh-siapapun, kepada atau oleh siapapun, kepada atau oleh
para pengemban kekuasaan Negara sekalipun, kecuali untuk dikurangkan atas dasar
persetujuan para penyandang hak itu lewat proses-proses legislative yang benar-benar
representative demi tertegakkannya hak-hak asasi manusia lain sesama dalam
kehidupan masyarakat.
Berdasarkan deskripsi tentang pengertian hak asasi manusia sebagaimana
disebutkan di atas, maka berarti bahwa semua manusia, siapapun, darimanapun,
apapun statusnya pada hakikatnya mempunyai harkat dan martabat yang sama. Setiap
orang memiliki hak-hak yang sama. Setiap orang atau manusia berhak untuk
memperoleh jaminan pengakuan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia.
Dari kata “setiap orang” maka berarti bahwa salah satu prinsip dari dari hak asasi
manusia adalah bersifat non diskriminatif. Hal ini sebagaimana ditentukan dalam pasal
2 Universal Declaration of Human Rights, yaitu “setiap orang berhak atas semua hak
daan kebebasan-kebebasan yang tercantum dalam deklarasi ini dengan tidak ada
kekecualian apapun, seperti perbedaan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama,
politik atau pandangan lain, asal usul kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik,
kelahiran ataupun kedudukan lain” dengan kata lain semua manusia, apakah laki-laki
maupun perempuan, cacat ataupun tidak , apakah yang masih dalam kandungan, bayi,
anak-anak, remaja, orang dewasa, maupun orang yang berusia lanjut berhak
memperoleh jaminan pengakuan, perlindungan , dan pemenuhan atas hak-hak asasinya
sebagai manusia dan tentunya tidak boleh dilenyapkan oleh siapapun.8
Konsep tentang hak asasi manusia sebenarnya sudah ada sejak masa filosuf dan
politikus Yunani, Solon (abad 6 SM), yang membuat undang-undang bagi penduduk
Athena tentang pelarangan perbudakan, pemberian hak atas tanah bagi petani dan
8
(Surabaya, 2004)
1
pemberian hak waris bagi perempuan.9 Tiga abad kemudian Plato dan Aristoteles
berhasil membuat peraturan Undang-undang untuk penduduk Athena yang isinya
antara lain penghormatan terhadap sesama warga, kebebasan berbicara dan persamaan
kedudukan dimuka umum. Kemudian, abad 2 SM, Cicero, seorang ahli hukum
Romawi, berpendapat bahwa semua manusia mempunyai kedudukan yang sama di
muka hukum alam dan dilahirkan dalam keadaan bebas merdeka.
1
9
(Subhi Mahmasani, 1979: 8)
10
Maulana Abul A’la, maududi, 1995, Hak-hak Asasi Manusia Dalam Islam, terj. Bambang
Iriana, Jakarta: Bumi Aksara.
1
penduduk dan negara anggota PBB, maupun penduduk yang berada di bawah
kekuasaan negara tersebut. Deklarasi itu sendiri sebenarnya lebih merupakan suatu
“penghargaan”, bukan merupakan kesepakatan yang mengikat dalam wujud hukum
internasional. Namun makna dan gagasan baru tersebut merupakan langkah awal
11
dalam perjuangan umat manusia yang akhirnya justru akan mengatur dunia.
11
M. Timur, 1987.,” Sebuah Dialog Tentang Islam dan Hak Asasi Manusia” dalam Harun Nasution
dan Bahtiar Effendy (peny.), Hak Asasi Manusia Dalam Islam, Jakarta : Pustaka Firdaus.
12
Jean Claude, Vatin1987, “Hak-hak Asasi Manusia dalam Islam”, dalam Harun Nasution dan
1
Bahtiar Effendy (peny.), Hak Asasi Manusia Dalam Islam, Jakarta : Pustaka Firdaus.
1
jenis kelamin, ras maupun golongan. Keyakinan bahwa hak asasi manusia adalah
universal semakin diperkuat dengan deklarasi PBB yang melambangkan masyarakat
internasional, dan menunjukkan adanya saling ketergantungan dunia. 13
c. Karamah Siyasiah (kemuliaan politik) yaitu Islam memberi hak politik kepada
individu untuk memilih atau dipilih pada posisi politik15
Islam juga menerangkan bahwa watak pokok individu adalah watak seseorang
yang beriman. Watak pokok itu tidak memisahkan unsur kerohanian dari unsur
duniawi, unsur etis dari unsur yuridis. Dalam Islam dikenal konsep monotheisme dan
implikasinya (tauhid). Karena itu hak-hak Tuhan lebih penting daripada hak-hak
13
Rumadi, 2000, “Islam dan Problem HAM Universal” dalam Kompas, 23 Juni.
14
Abd, Madjid 2002, “ Hak Asasi Manusia dan Demokrasi dalam Islam”, dalam AsySyir’ah,
Fak.Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Vol. 36, N0.1.
15
Ma’arif, Ahmad Syafi’I, 1987, Islam dan Masalah Kenegaraan, Jakarta : LP3ES.
16
Engineer, Asghar Ali, 2003, Islam dan Teologi Pembebasan, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
1
manusia. Dengan demikian, hubungan antara manusia dengan masyarakat berbeda
dengan konsepsi yang ada dalam agama-agama di Barat, karena itu, pola solidaritas
yang dikenalkan juga memiliki sifat yang berbeda.
Menurut Maududi, hak asasi manusia dalam Islam adalah hak yang diberikan
Tuhan. Jadi tidak ada individu maupun lembaga yang memiliki wewenang untuk
mencabut hak-hak yang diberikan oleh Tuhan. Selanjutnya dikatakan, bahwa piagam
dan proklamasi-proklamasi serta resolusi-resolusi PBB tidak bisa disebandingkan
dengan hak-hak yang disertai sanksi oleh Tuhan. Hak-hak yang ada dalam poin
pertama tidak mengikat siapapun, sedangkan yang kedua adalah suatu bagian integral
dari kepercayaan Islam.
Ada 3 kategori tentang pandangan beberapa pemikir Islam berkaitan dengan hak-
hak asasi manusia universal:
1
kategori di
1
atas, mungkin katagori ini yang lebih baik untuk diterapkan dalam kondisi
modern umat Islam. Adanya kecenderungan untuk memunculkan suatu
ijtihad baru tentang hak-hak asasi manusia, semacam reformisme
internasional. Deklarasi Islam Universal tentang Hak-hak Asasi manusia
yang telah diterbitkan oleh Dewan Islam, dapat dimasukkan ke dalam
kategori ini. Deklarasi ini membuat acuan yang gamblang dan unik dari
syari’ah sebagai hukum, yaitu “totalitas peraturan-peraturan yang berasal
dari Al-quran, Sunnah serta hukum hukum yang lain yang ditarik dari
kedua sumber tersebut dengan metode-metode yang dianggap sah menurut
yurisprudensi Islam. Deklarasi tersebut menampung 2 kekuatan dasar,
yaitu keimanan kepada Tuhan dan pembentukan tatanan Islam. Hal ini
menggandung arti misalnya, penguasa dan rakyat adalah subjek yang sama
di depan hukum. Bahwa setiap individu, wajib berjuang dengan segala
cara untuk melawan pelanggaran dan pencabutan hak, juga penegasan
bahwa setiap orang tidak hanya memiliki hak tapi juga memiliki
kewajiban. Misalnya setiap muslim berhak dan berkewajiban untuk
memprotes dan menolak untuk mentaati setiap peraturan pemerintah yang
bertentangan dengan hukum, setiap wanita yang telah menikah berhak
untuk mendapatkan perceraian sejalan dengan hukum, dan seterusnya.
Menurut Abdullahi Ahmad Na’im, paling tidak ada tiga dimensi keterkaitan
antara Syari’ah (Islam) dengan HAM yaitu, Pertama, ada keterkaitan yang luas antara
budaya lokal dan HAM, dalam arti bagaimana orang mempersepsikan standartstandart
internasional, dan apakah mereka menerima atau menolak fondasi moral etik dari
standar-standar tersebut. Problem ini menjelaskan sejauhmana universalitas HAM
diterima oleh masyarakat particular (Islam) dan sejauhmana partikularitas tersebut
diterima oleh masyarakat internasional. Kedua, ada keterkaitan legal yang sebelumnya
di wilayah hukum personal bagi kaum muslim. Ketiga, ada dampak dari upaya-upaya
implementasi syari’at Islam yang lebih menyeluruh belakangan ini, seiring dengan
munculnya kembali kebangkitan Islam.17
17
Abdullahi Ahmed, An-Naim, 2001, Dekonstruksi Syari’ah, terj. Ahmad Suaedy dan Amiruddin
ar-Rany, Yogyakarta: LKIS.
1
BAB III
PENUTU
A. KESIMPULAN
1. Hak asasi manusia merupakan suatu prosedur atau cara bertindak yang harus
diikuti oleh lembaga-lembaga pemerintah serta masyarakat dalam
hubungannya dengan kemerdekaan, harta benda dan pelayanan-pelayanan
(Sidney Hook, 1987:19). Dengan kata lain, bila hak-hak seseorang diabaikan,
maka tidak hanya sistem perlindungan individu yang dipertaruhkan melainkan
juga melibatkan masyarakat sosial politik secara keseluruhan, dan bahkan bisa
meluas dalam skala internasional.
2. hak manusia yang asasi adalah hak yang melekat secara kodrati pada setiap
makhluk yang dilahirkan dengan sosok biologis manusia, yang memberikan
jaminan moral dan menikmati kebebasan dari segala bentuk perlakuan yang
menyebabkan manusia itu tidak dapat hidup secara layak sebagai manusia
yang diciptakan Allah, yang oleh sebab itu tidak mungkin dialihkan kepada-
apalagi dirampas oleh-siapapun, kepada atau oleh siapapun, kepada atau oleh
para pengemban kekuasaan Negara sekalipun, kecuali untuk dikurangkan atas
dasar persetujuan para penyandang hak itu lewat proses-proses legislative
yang benar-benar representative demi tertegakkannya hak-hak asasi manusia
lain sesama dalam kehidupan masyarakat.
B. SARAN
Dengan kerendahan hati, penulis merasakan tulisan ini sangat sederhana dan
jauh dari kata sempurna. Saran, kritik yang konstruktif sangat diperlukan demi
kesempurnaan tulisan ini. Demikian pula, perlu penyempurnaan di sana-sini agar
tulisan ini menjadi lebih lengkap dan lebih bermanfaat bagi pembaca dan penulis
2
khususny
2
DAFTAR PUSTAKA
An-Na’im, Abdullahi Ahmed, 2001, Dekonstruksi Syari’ah, terj. Ahmad Suaedy
dan Amiruddin ar-Rany, Yogyakarta: LKIS.
Barry, Norman P. An Introduction to Modern Political Theory. New York: St.
Martin’s Press, 1981.
Baderin, A. Mashood, International Human Rights And Islamic Law (New York:
Oxford University Press, 2003), h. 16
Engineer, Asghar Ali, 2003, Islam dan Teologi Pembebasan, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Fitria, V. (n.d.). Islam dan Hak Asasi Manusia. UPT-MKU-UNY.
Kamil, Sukron, Islam dan Demokrasi, Telaah Konseptual dan Historis, (Jakarta:
Gaya Media Pratama, 2002), h. 41
Ma’arif, Ahmad Syafi’I, 1987, Islam dan Masalah Kenegaraan, Jakarta : LP3ES.
M, Abdillah. (2014). Islam dan Hak Asasi Manusia: penegakan dan problem HAM
di Indonesia. MIQOT, Vol. XXXVIII No. 2.
Madjid, Abd, 2002, “ Hak Asasi Manusia dan Demokrasi dalam Islam”, dalam
AsySyir’ah, Fak.Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Vol. 36, N0.1.
Mahmassani, Subhi, 1979, Konsep Dasar Hak-hak Asasi Manusia, terj. Hasanuddin,
Jakarta: Tintamas.
Maududi, Maulana Abul A’la, 1995, Hak-hak Asasi Manusia Dalam Islam, terj.
Bambang Iriana, Jakarta : Bumi Aksara.
`Milne, A.J.M Human Rights and Human Diversity, (Houndmills, Basingstoke,
Hamsphire dan London: Macmillan, 1986) h. 154
Rumadi, 2000, “Islam dan Problem HAM Universal” dalam Kompas, 23 Juni.
Surabaya, F. H. (2004). Media Hukum dan Keadilan. Jurnal Yustika, No.2.
Timur, M., 1987.,” Sebuah Dialog Tentang Islam dan Hak Asasi Manusia” dalam
Harun Nasution dan Bahtiar Effendy (peny.), Hak Asasi Manusia Dalam Islam, Jakarta :
Pustaka Firdaus.
Vatin, Jean Claude, 1987, “Hak-hak Asasi Manusia dalam Islam”, dalam Harun
Nasution dan Bahtiar Effendy (peny.), Hak Asasi Manusia Dalam Islam, Jakarta : Pustaka
Firdaus.
Pollis, Adamantia. “Human Rights”, dalam Mary Hawkesworth dan Maurice
Kogan (ed.), Encyclopedia of Government and Politics, Vol. 2. London dan New York:
Routledge, 1992.