Anda di halaman 1dari 23

PERKEMBANGAN ISLAM DAN HAK ASASI MANUSIA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


ISU-ISU KONTEMPORER DUNIA ISLAM

Disusun oleh kelompok 12:


Rozi Aldi [22220009]
Hisna Billah Humairoh [22220032]

Dosen Pengampu:
Fitrotul Muzayyanah, M.Hum

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM


FAKULTAS ISLAM NUSANTARA
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA INDONESIA

Tahun 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas berkah dan karunia-
Nya, sehingga pembuatan makalah ini dapat terselesaikan. Makalah inidisusun untuk
memenuhi tugas pada Mata Kuliah Isu-isu Kontemporer Dunia Islam dengan judul
makalah “Perkembangan Islam dan Hak Asasi Manusia”.
Dalam makalah ini, tentu masih banyak kekurangan-kekurangannya, baik pada teknis
penulisan maupun materi yang disajikan. Oleh karena itu, diharapkan segala bentuk saran
dan kritik untuk pembuatan makalah kedepannya.
Tidak lupa ucapan terima kasih kepada semua pihak, baik itu dosen pembimbing
maupun dosen pengampu mata kuliah yang telah membantu dan mengarahkan dalam
proses pembuatan makalah ini. Akhirnya, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi perkembangan mahasiswa kedepannya.

Bogor, 13 Juni 2023

Penulis Kelompok 12

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................i

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

BAB I.........................................................................................................................4

PENDAHULUAN.....................................................................................................4

A. LATAR BELAKANG.....................................................................................4

B. RUMUSAN MASALAH.................................................................................7

C. TUJUAN PENULISAN...................................................................................7

BAB II.......................................................................................................................8

PEMBAHASAN.......................................................................................................8

A. PENGERTIAN HAK ASASI MANUSIA.....................................................8

B. SEJARAH HAK ASASI MANUSIA..............................................................9

C. HAK ASASI MANUSIA DALAM PERSPEKTIF ISLAM.......................11

BAB III................................................................................................................15

PENUTUP...........................................................................................................15

A. KESIMPULAN..............................................................................................15

B. SARAN...........................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................16

iii
BAB I

PENDAHULUA

A. LATAR BELAKANG

Hak Asasi Manusia merupakan tuntutan yang secara moral bisa dibenarkan, agar
seluruh manusia dapat menikmati dan melaksanakan kebebasan dasar, harta benda,
dan pelayanan mereka yang dipandang perlu untuk mencapai harkat kemanusiaan.
Dalam definisi ini hak asasi manusia tidak hanya sekedar dikaitkan dengan sesuatu
yang secara kaku menjadi kepentingan perorangan. Hak asasi manusia merupakan
suatu prosedur atau cara bertindak yang harus diikuti oleh lembaga-lembaga
pemerintah serta masyarakat dalam hubungannya dengan kemerdekaan, harta benda
dan pelayanan-pelayanan (Sidney Hook, 1987:19). Dengan kata lain, bila hak-hak
seseorang diabaikan, maka tidak hanya sistem perlindungan individu yang
dipertaruhkan melainkan juga melibatkan masyarakat sosial politik secara
keseluruhan, dan bahkan bisa meluas dalam skala internasional. Bila
kemerdekaannya dilanggar atau miliknya dirusak secara semena-mena, maka seluruh
manusia harus juga merasa dalam bahaya.

Bila dikaji lebih lanjut, hak-hak dasar dan kebebasan tersebut tentunya harus
dilindungi oleh suatu tata aturan atau kekuatan tersendiri, yang dalam hal ini adalah
negara. Hal ini tentu saja akan menjadi biasa, karena kemerdekaan rakyat yang
didapat adalah kemerdekaan yang terbatas pada kemerdekaan orang lain, atau
terhadap kekuasaan yang bisa berubah-ubah. Akan semakin kompleks bila kemudian
dihubungkan dengan kebebasan manusia dalam konteks agama, dalam hal ini Islam.

Islam adalah agama universal yang rahmatan lil alamin. Bahwa perbedaan
antara individu satu dengan individu yang lain ditentukan oleh kualitas
ketaqwaannya, adalah batasan yang sangat qualified. Dalam arti, bahwa Islam tidak
membedakan manusia dari suku, ras, golongan maupun etnik tertentu. Hal ini
memunculkan suatu bukti bahwa Islam sangat menjunjung asas persamaan.1

Pada saat ini hak asasi manusia (HAM) dan demokrasi menjadi isu penting
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bahkan kini perlindungan HAM
merupakan

4
1
Fitria, V. (n.d.). Islam dan Hak Asasi Manusia. UPT-MKU-UNY.

4
prasyarat bagi kerja sama internasional. Hak asasi manusia (HAM) dan demokrasi
adalah dua hal yang saling terkait satu sama lain. Demokrasi tidak bisa eksis tanpa
adanya hak asasi manusia; dan sebaliknya, hak asasi manusia pada umumnya tidak
sepenuhnya terlindungi tanpa adanya demokrasi. Suatu negara yang mengabaikan
HAM dapat dipastikan menjadi sasaran kritik oleh dunia internasional, dan ia pun
akan terasing dari pergaulan internasional. HAM, yang pada dasarnya bersifat moral
dan bukan politis ini menjadi hal yang penting sekali setelah Perang Dunia II dengan
lahirnya Universal Declaration of Human Rights (Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia atau DUHAM), pada 10 Desember 1948, yang didukung oleh sebagian
besar anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hanya saja, pelaksanaan HAM di
banyak negara kini masih mengalami banyak hambatan, termasuk di negara-negara
Muslim.

Meskipun hampir semua negara Muslim menandatangani piagam tersebut,


dalam pelaksanaannya masih banyak dari negara-negara itu yang belum sepenuhnya
melaksanakan perlindungan dan penegakan HAM. Ada sejumlah faktor yang
melatarbelakangi hal ini, baik karena alasan doktrin keagamaan maupun karena tidak
adanya political will dari pemerintah. Sejumlah pengamat bahkan menganggap
adanya ketidaksesuaian atau pertentangan antara ajaran Islam dengan HAM. Namun
pendapat ini dibantah oleh para ulama dan intelektual Muslim yang mengklaim
kompatibilitas ajaran Islam dengan HAM, walaupun mereka juga manyadari adanya
hal-hal yang berbeda antara konsep HAM “universal” yang notabene berasal dari
peradaban Barat dan konsep HAM menurut Islam.

Sebagai salah satu negara Muslim, Indonesia telah berkomitmen untuk


melindungi HAM sejak awal kemerdekaan, sebagaimana ditunjukkan oleh UUD
1945. Hanya saja, variasi tergantung political will dari pemerintah satu periode
dengan periode lainnya. Di era reformasi (1998-sekarang) komitmen ini jauh lebih
kuat dari pada periode sebelumnya, yang ditunjukkan oleh kebijakan-kebijakan
negara yang pro HAM. Meski demikian, kadang-kadang masih ada perdebatan
mengenai konsep HAM, terutama terkait dengan penyesuaian hak-hak dalam budaya
Indonesia sendiri serta adanya sejumlah masalah dan hambatan dalam
pelaksanaannya. Tulisan ini akan mendeskripsikan dan menganalisis konsep HAM
dalam Islam serta pelaksanaannya di Indonesia beserta problematika dan
hambatannya.2
5
2
Abdillah, M. (2014). Islam dan Hak Asasi Manusia: penegakan dan problem HAM di Indonesia.
MIQOT, Vol. XXXVIII No. 2.

6
Sejarah HAM berjalan terputus-putus karena dipengaruhi oleh aliran pemikiran,
kepercayaan, adat istiadat, kondisi dan situasi. Hak-hak tersebut menjadi sebab bagi
peristiwa-peristiwa sejarah besar dalam beberapa keadaan berakhir dengan terjadinya
revolusi politik, sosial, bangunan, pemikiran, perubahan hukum dan perundang-
undangan serta lahirnya deklarasi dan perjanjian regional maupun internasional.
Konsepsi Islam tentang HAM dapat dijumpai dalam sumber utama ajaran Islam, al-
Qur’an dan Hadits. Keduanya adalah sumber ajaran normatife.

Praktik HAM juga dapat dijumpai pada praktek kehidupan sehari-hari Nabi
Muhammad SAW, yang dikenal dengan sebutan Sunnah (tradisi) nabi Muhammad
SAW. Terdapat dua prinsip pokok dalam Piagam Madinah terdapat yang terangkai
47 butir, pertama, semua pemeluk Islam adalah satu umat walaupun mereka berbeda
suku, bangsa; kedua, hubungan antara komunitas Muslim dan non-Muslim
didasarkan pada prinsip-prinsip: 1) berinteraksi secara baik dengan sesama tetangga,
2) saling membantu dalam menghadapi musuh bersama, 3) membela mereka yang
teraniaya, 4) saling menasehati, 5) menghormati kebebasan beragama. Kemudian,
dalam Piagam Madinah itu, misalnya pada pasal 23 dan 42, dijelaskan bahwa Nabi
Muhammad SAW adalah pemimpin bersama warga Madinah yang bertugas
menyelesaikan masalah duniawi bagi kaum non-Muslim. Sedangkan pasal 25
menyatakan tersedianya kebebasan beragama dan mengamalkan agamanya.3

Hak asasi manusia adalah hak semua manusia dalam kesetaraan penuh. Hak
asasi manusia ini berasal dari “martabat inheren manusia” (inherent dignity of the
human person) dan didukung oleh suatu teori yang berpusat pada perikemanusiaan
manusia, pada manusia sebagai manusia, dan anggota umat manusia. Statemen-
statemen ini berkaitan dengan standar-standar kehidupan yang tiap-tiap manusia
mempunyai hak untuk mendapatkannya dari masyarakat sebagai manusia.4

Dalam makalah ini, penulis akan membahas mengenai perkermbangan Islam dan
Hak Asasi Manusia dalam sudut pandang Isu-isu kontemporer dunia Islam.

3
Sukron Kamil, Islam dan Demokrasi, Telaah Konseptual dan Historis, (Jakarta: Gaya Media
Pratama, 2002), h. 41
4
Mashood. A. Baderin, International Human Rights And Islamic Law (New York: Oxford
University Press, 2003), h. 16.
7
B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diambil rumusan masalah dalam


makalah ini, yaitu:
1. Apa Pengertian HAM?
2. Bagaimana Sejarah HAM?
3. Bagaimana Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Islam?

C. TUJUAN PENULISAN

Sejalan dengan rumusan masalah yang disampaikan, makalah ini disusun dengan
tujuan untuk mengetahui:
1. Pengertian HAM
2. Sejarah HAM
3. Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Islam

8
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HAK ASASI MANUSIA


HAM pada hakikatnya merupakan hak moral dan bukan hak politik. Oleh
karenanya, seseorang bisa hidup meski tanpa adanya organisasi politik, seperti yang
terjadi pada komunitas nomaden dan pemburu,5 yang sampai kini masih bisa dijumpai
di sejumlah tempat yang terisolasi. Terdapat berbagai definisi tentang HAM ini, baik
dalam konteks akademik murni maupun dalam konteks penyesuaian dengan filosofi
atau ideologi suatu negara. Salah satu di antaranya adalah definisi yang kemukakan
oleh
A.J.M. Milne, yakni: gagasan bahwa ada hak-hak tertentu yang, apakah diakui atau
tidak, menjadi milik seluruh umat manusia sepanjang waktu dan di semua tempat. Ini
adalah hak-hak yang mereka miliki hanya dalam sifat mereka menjadi manusia,
terlepas dari kebangsaan, agama, seks, status sosial, jabatan, kekayaan, atau perbedaan
karakteristik etnis, kultur atau sosial lainnya.
Secara historis, gagasan tentang HAM ini berasal dari gagasan tentang hak-hak
alamiah (natural rights). Hak-hak alami ini sering dihubungkan dengan konsep hukum
alam (natural law), sebagaimana yang dikemukakan oleh John Locke (1632-1705).6
Sedangkan hukum alam ini digali dari filosofi tentang kebutuhan dasar (basic needs)
manusia. Dalam bentuknya yang lebih kongkret seperti sekarang, HAM ini bermula
dicantumkan dalam Declaration of Independence Amerika Serikat pada tahun 1776:
“... that all men are created equal, that they are endowed by their Creator by certain
unalienable Rights, that among these are Life, Liberty and pursuit of Happiness...”.
Hak- hak ini juga dinyatakan dalam Deklarasi Hak-Hak Manusia dan Warganegara
(Declaration des Droits de l’Homme at du Citoyen) Prancis pada tahun 1789, dengan
slogannya yang populer pada waktu itu, yakni:liberté (kebebasan), egalité (persamaan)
dan fraternité (persaudaraan). Baru pada 10 Desember 1948 lahir Universal
Declaration of Human Rights (Deklarasi Universal tentang Hak-Hak Asasi Manusia),
yang disetujui oleh Majelis Umum PBB dengan hasil perhitungan suara 48 negara
menyetujui, 8 negara abastain dan tidak ada satu pun negara yang menolaknya.7

5
A.J.M. Milne, Human Rights and Human Diversity, (Houndmills, Basingstoke, Hamsphire dan
London: Macmillan, 1986)h. 154
6
Lihat Norman P.Barry, An Introduction to Modern Political Theory, (New York: St. Martin’s
Press, 1981), h. 182-183.
9
7
(Abdillah, 2014)

1
Definisi hak asasi manusia dapat juga dicermati dari pendapat yang
dikemukakan oleh Soetandyo Wigyosoebroto, yaitu: hak manusia yang asasi adalah
hak yang melekat secara kodrati pada setiap makhluk yang dilahirkan dengan sosok
biologis manusia, yang memberikan jaminan moral dan menikmati kebebasan dari
segala bentuk perlakuan yang menyebabkan manusia itu tidak dapat hidup secara layak
sebagai manusia yang diciptakan Allah, yang oleh sebab itu tidak mungkin dialihkan
kepada- apalagi dirampas oleh-siapapun, kepada atau oleh siapapun, kepada atau oleh
para pengemban kekuasaan Negara sekalipun, kecuali untuk dikurangkan atas dasar
persetujuan para penyandang hak itu lewat proses-proses legislative yang benar-benar
representative demi tertegakkannya hak-hak asasi manusia lain sesama dalam
kehidupan masyarakat.
Berdasarkan deskripsi tentang pengertian hak asasi manusia sebagaimana
disebutkan di atas, maka berarti bahwa semua manusia, siapapun, darimanapun,
apapun statusnya pada hakikatnya mempunyai harkat dan martabat yang sama. Setiap
orang memiliki hak-hak yang sama. Setiap orang atau manusia berhak untuk
memperoleh jaminan pengakuan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia.
Dari kata “setiap orang” maka berarti bahwa salah satu prinsip dari dari hak asasi
manusia adalah bersifat non diskriminatif. Hal ini sebagaimana ditentukan dalam pasal
2 Universal Declaration of Human Rights, yaitu “setiap orang berhak atas semua hak
daan kebebasan-kebebasan yang tercantum dalam deklarasi ini dengan tidak ada
kekecualian apapun, seperti perbedaan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama,
politik atau pandangan lain, asal usul kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik,
kelahiran ataupun kedudukan lain” dengan kata lain semua manusia, apakah laki-laki
maupun perempuan, cacat ataupun tidak , apakah yang masih dalam kandungan, bayi,
anak-anak, remaja, orang dewasa, maupun orang yang berusia lanjut berhak
memperoleh jaminan pengakuan, perlindungan , dan pemenuhan atas hak-hak asasinya
sebagai manusia dan tentunya tidak boleh dilenyapkan oleh siapapun.8

B. SEJARAH HAK ASASI MANUSIA

Konsep tentang hak asasi manusia sebenarnya sudah ada sejak masa filosuf dan
politikus Yunani, Solon (abad 6 SM), yang membuat undang-undang bagi penduduk
Athena tentang pelarangan perbudakan, pemberian hak atas tanah bagi petani dan

8
(Surabaya, 2004)

1
pemberian hak waris bagi perempuan.9 Tiga abad kemudian Plato dan Aristoteles
berhasil membuat peraturan Undang-undang untuk penduduk Athena yang isinya
antara lain penghormatan terhadap sesama warga, kebebasan berbicara dan persamaan
kedudukan dimuka umum. Kemudian, abad 2 SM, Cicero, seorang ahli hukum
Romawi, berpendapat bahwa semua manusia mempunyai kedudukan yang sama di
muka hukum alam dan dilahirkan dalam keadaan bebas merdeka.

Untuk abad-abad selanjutnya, konsep tentang HAM ini mengalami perkembangan


terutama setelah abad VIII M. Magna Charta (1215), merupakan pelegalisasian HAM
yang termuat dalam konstitusi kenegaraan di Inggris. Dalam konstitusi Amerika
setelah kemerdekannya tahun 1776, hak-hak asasi manusia juga dimuat dalam
konstitusi negara. Revolusi Perancis (1785) juga melahirkan Deklarasi Tentang Hak
Asasi Manusia. Konstitusi dari ketiga negara tersebut, yaitu Inggris, Amerika dan
Perancis dalam pembukaannya masing-masing selalu menyebut pernyataan
Declaration of Human Rights dan kemudian disempurnakan pada akhir abad 18 M
(1791).

Pada dasarnya konsep-konsep hak asasi manusia pernah disampaikan oleh


Rasulullah saw dalam khutbah wada’nya pada abad 7 M. di antara salah satu isinya
adalah bahwa semua manusia mempunyai kedudukan yang sama, yang
membedakannya di sisi Allah hanyalah taqwa. Namun yang sudah menjadi klaim
masyarakat Barat adalah konsep dasar hak asasi manusia pertama kalinya adalah
Magna Charta di Inggris (1215) yang disusun enam ratus tahun setelah kebangkitan
Islam. Menurut Maududi, sebenarnya Barat tidak mempunyai konsep tentang hak-hak
asasi manusia dan hak-hak warga negara. Karena menurutnya, apa yang termuat dalam
Magna Charta pada dasarnya tidak memuat prinsip prinsip hak asasi manusia. Baru
pada abad 17 orang Barat mulai mengkaitkan-kaitkan antara Magna Charta dan HAM.
Sampai akhir abad 18 konsep tersebut mendapat tempat praktis dalam konstitusi
Amerika Serikat dan Perancis pada tahun 1791. 10

Pada tanggal 10 Desember 1948 Majelis Umum PBB mengesahkan Deklarasi


HAM di Paris. Pengesahan tersebut merupakan pengakuan secara internasional
terhadap hak bagi masing-masing individu, golongan maupun bangsa yang termuat
dalam pasal- pasalnya, dan selayaknya untuk diaplikasikan secara menyeluruh dan
konkrit baik bagi

1
9
(Subhi Mahmasani, 1979: 8)
10
Maulana Abul A’la, maududi, 1995, Hak-hak Asasi Manusia Dalam Islam, terj. Bambang
Iriana, Jakarta: Bumi Aksara.

1
penduduk dan negara anggota PBB, maupun penduduk yang berada di bawah
kekuasaan negara tersebut. Deklarasi itu sendiri sebenarnya lebih merupakan suatu
“penghargaan”, bukan merupakan kesepakatan yang mengikat dalam wujud hukum
internasional. Namun makna dan gagasan baru tersebut merupakan langkah awal
11
dalam perjuangan umat manusia yang akhirnya justru akan mengatur dunia.

C. HAK ASASI MANUSIA DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Hak Asasi Manusia dalam persepsi masyarakat internasional merupakan hakhak


individual yang berkembang dari pemikiran modern Barat tentang hukum alam.
Karenanya, HAM bersifat sangat individual dan terkait dengan konsep budaya
mengenai moralitas. Hak-hak itu terus berkembang di Barat dan akhirnya menjadi
standart institusional-legal. Dengan adanya Deklarasi Universal Hak-hak Asasi
Manusia PBB tahun 1948, hak-hak tersebut sekarang menjadi hukum internasional
yang harus diterima semua orang tanpa melihat agama dan kewarganegarannya.

Hak-hak manusia kemudian berkembang menjadi hak-hak kesejahteraan, yaitu


kebutuhan akan keamanan, kemajuan budaya, pendidikan, stabilitas ekonomi dan
seterusnya. Bersamaan dengan itu muncul suatu harapan akan adanya “negara
sejahtera” yang dapat menggantikan “negara polisi”. Sejarah hak-hak asasi manusia
kemudian mencakup bidang kekuasaan setelah Perang Dunia II (terutama setelah
kegagalan Liga Bangsa-Bangsa).12

Dalam perkembangannya, penegakan HAM kemudian menjadi salah satu pilar


demokrasi yang secara intrinsik saling berkait satu sama lain untuk mengukur sebuah
negara. Negara bisa dikatakan demokratis bila menjunjung tinggi HAM melalui
ketentuan-ketentuan legalnya. Sebaliknya, semakin sebuah negara tidak menghormati
HAM, maka negara tersebut bisa dikatakan tidak demokratis. Hal tersebut dapat diukur
dengan elemen-elemen dasar HAM yang harus dijunjung tinggi semua pihak seperti
hak untuk bicara dan mengeluarkan pendapat, hak untuk berkumpul, hak untuk
terbebas dari rasa takut dan sebagainya. Di sinilah pentingnya pemahaman akan
‘Universalitas hak- hak asasi manusia’. Universalitas hak-hak asasi manusia
merupakan pengakuan tentang hak manusia yang dimiliki oleh setiap manusia tanpa
ada perbedaan apapun termasuk

11
M. Timur, 1987.,” Sebuah Dialog Tentang Islam dan Hak Asasi Manusia” dalam Harun Nasution
dan Bahtiar Effendy (peny.), Hak Asasi Manusia Dalam Islam, Jakarta : Pustaka Firdaus.
12
Jean Claude, Vatin1987, “Hak-hak Asasi Manusia dalam Islam”, dalam Harun Nasution dan
1
Bahtiar Effendy (peny.), Hak Asasi Manusia Dalam Islam, Jakarta : Pustaka Firdaus.

1
jenis kelamin, ras maupun golongan. Keyakinan bahwa hak asasi manusia adalah
universal semakin diperkuat dengan deklarasi PBB yang melambangkan masyarakat
internasional, dan menunjukkan adanya saling ketergantungan dunia. 13

Manusia mempunyai posisi yang tinggi dalam kosmologi, secara proporsional, ia


harus diperlakukan pada posisi yang mulia14 . Terlepas dari latar belakang etnik, agama
maupun politik, Allah telah menganugerahkan pada manusia 3 kemuliaan (karamah)
yaitu:

a. Karamah fardiyah (kemuliaan individu) yang berarti bahwa Islam melindungi


aspek-aspek kehidupan manusia, baik aspek spiritual maupun aspek material.

b. Karamah Ijtima’iyah (kemuliaan kolektif) yang berarti bahwa Islam menjamin


sepenuhnya persamaan di antara individu-individu.

c. Karamah Siyasiah (kemuliaan politik) yaitu Islam memberi hak politik kepada
individu untuk memilih atau dipilih pada posisi politik15

Dalam kaitannya tentang persamaan hak dan kedudukan, Alquran telah


mengantisipasinya dengan salah satu ayat yang menyatakan bahwa yang paling mulia
di sisi Allah adalah yang paling takwa (Q.S.49:13). Alquran mengatakan bahwa Tuhan
meninggikan martabat manusia lebih tinggi dari makhluk-makhluk yang lain (Q.S.
17:70). Manusia menjadi terhormat karena ia bertanggung jawab dan ketinggian
martabat tersebut dibuktikan secara ‘teologis’. Dikonkritkan dengan tindakan nabi
yang membebaskan seorang budak negro (Bilal), bahkan mengangkatnya menjadi
muadzin. Contoh ini jelas menunjukkan bahwa harkat martabat manusia melampaui
segala hal, baik warna kulit maupun status sosial. Pada saat itu, tidak ada yang lebih
liberatif daripada tindakan yang dilakukan oleh nabi.16

Islam juga menerangkan bahwa watak pokok individu adalah watak seseorang
yang beriman. Watak pokok itu tidak memisahkan unsur kerohanian dari unsur
duniawi, unsur etis dari unsur yuridis. Dalam Islam dikenal konsep monotheisme dan
implikasinya (tauhid). Karena itu hak-hak Tuhan lebih penting daripada hak-hak

13
Rumadi, 2000, “Islam dan Problem HAM Universal” dalam Kompas, 23 Juni.
14
Abd, Madjid 2002, “ Hak Asasi Manusia dan Demokrasi dalam Islam”, dalam AsySyir’ah,
Fak.Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Vol. 36, N0.1.
15
Ma’arif, Ahmad Syafi’I, 1987, Islam dan Masalah Kenegaraan, Jakarta : LP3ES.
16
Engineer, Asghar Ali, 2003, Islam dan Teologi Pembebasan, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

1
manusia. Dengan demikian, hubungan antara manusia dengan masyarakat berbeda
dengan konsepsi yang ada dalam agama-agama di Barat, karena itu, pola solidaritas
yang dikenalkan juga memiliki sifat yang berbeda.

Menurut Maududi, hak asasi manusia dalam Islam adalah hak yang diberikan
Tuhan. Jadi tidak ada individu maupun lembaga yang memiliki wewenang untuk
mencabut hak-hak yang diberikan oleh Tuhan. Selanjutnya dikatakan, bahwa piagam
dan proklamasi-proklamasi serta resolusi-resolusi PBB tidak bisa disebandingkan
dengan hak-hak yang disertai sanksi oleh Tuhan. Hak-hak yang ada dalam poin
pertama tidak mengikat siapapun, sedangkan yang kedua adalah suatu bagian integral
dari kepercayaan Islam.

Ada 3 kategori tentang pandangan beberapa pemikir Islam berkaitan dengan hak-
hak asasi manusia universal:

1. Ada beberapa tanggapan tentang pasal-pasal yang ada dalam deklarasikan


PBB, yaitu: Pertama, ada prinsip-prinsip dimana prinsip-prinsip Islam
lebih baik dari pada apa yang disusun oleh PBB, dasar pendapatnya adalah
“Islam adalah di atas dan tidak ada yang mengunggulinya”. Kedua, ada
ketentuan- ketentuan yang bisa diterima oleh semua orang, atau setidaknya
tidak di tolak. Ketiga, ada ketentuanketentuan tertentu yang tidak dapat
diterima oleh orang Islam. Contoh ini bisa dilihat dalam perbedaan
menelaah pasal 16, tentang keluarga dan perkawinan. Alquran sudah jelas
menyebutkan bahwa wanita muslim tidak boleh menikah dengan non
Muslim. Jadi kebebasan menikah atas dasar persetujuan masingmasing
pihak seperti yang tertera dalam pasal 16 Deklarasi HAM PBB, sangat
tidak relevan dengan konsep-konsep yang tertuang dalam Alquran.

2. Sekelompok yang menginginkan dan menganjurkan adanya reformasi dan


transformasi melalui peraturan Islam yang diperbarui secara menyeluruh,
dan dirancang secara baru intuk memenuhi kebutuhan revolusioner dan
sosial kemasyarakatan. Sebagai contoh seperti yang dilakukan oleh
Ayatullah Khomeimeini, atau Muammar Qadaffi yang menyatakan
kembali kepada interpretasi Islam ditambah dengan komite-komite rakyat,
atau merancang bentuk baru seperti Naskah Al-Jazair 1976 tentang
deklarasi Negara-negara Islam tentang Hak Asasi Manusia. Diantara dua

1
kategori di

1
atas, mungkin katagori ini yang lebih baik untuk diterapkan dalam kondisi
modern umat Islam. Adanya kecenderungan untuk memunculkan suatu
ijtihad baru tentang hak-hak asasi manusia, semacam reformisme
internasional. Deklarasi Islam Universal tentang Hak-hak Asasi manusia
yang telah diterbitkan oleh Dewan Islam, dapat dimasukkan ke dalam
kategori ini. Deklarasi ini membuat acuan yang gamblang dan unik dari
syari’ah sebagai hukum, yaitu “totalitas peraturan-peraturan yang berasal
dari Al-quran, Sunnah serta hukum hukum yang lain yang ditarik dari
kedua sumber tersebut dengan metode-metode yang dianggap sah menurut
yurisprudensi Islam. Deklarasi tersebut menampung 2 kekuatan dasar,
yaitu keimanan kepada Tuhan dan pembentukan tatanan Islam. Hal ini
menggandung arti misalnya, penguasa dan rakyat adalah subjek yang sama
di depan hukum. Bahwa setiap individu, wajib berjuang dengan segala
cara untuk melawan pelanggaran dan pencabutan hak, juga penegasan
bahwa setiap orang tidak hanya memiliki hak tapi juga memiliki
kewajiban. Misalnya setiap muslim berhak dan berkewajiban untuk
memprotes dan menolak untuk mentaati setiap peraturan pemerintah yang
bertentangan dengan hukum, setiap wanita yang telah menikah berhak
untuk mendapatkan perceraian sejalan dengan hukum, dan seterusnya.

Menurut Abdullahi Ahmad Na’im, paling tidak ada tiga dimensi keterkaitan
antara Syari’ah (Islam) dengan HAM yaitu, Pertama, ada keterkaitan yang luas antara
budaya lokal dan HAM, dalam arti bagaimana orang mempersepsikan standartstandart
internasional, dan apakah mereka menerima atau menolak fondasi moral etik dari
standar-standar tersebut. Problem ini menjelaskan sejauhmana universalitas HAM
diterima oleh masyarakat particular (Islam) dan sejauhmana partikularitas tersebut
diterima oleh masyarakat internasional. Kedua, ada keterkaitan legal yang sebelumnya
di wilayah hukum personal bagi kaum muslim. Ketiga, ada dampak dari upaya-upaya
implementasi syari’at Islam yang lebih menyeluruh belakangan ini, seiring dengan
munculnya kembali kebangkitan Islam.17

17
Abdullahi Ahmed, An-Naim, 2001, Dekonstruksi Syari’ah, terj. Ahmad Suaedy dan Amiruddin
ar-Rany, Yogyakarta: LKIS.

1
BAB III

PENUTU

A. KESIMPULAN

1. Hak asasi manusia merupakan suatu prosedur atau cara bertindak yang harus
diikuti oleh lembaga-lembaga pemerintah serta masyarakat dalam
hubungannya dengan kemerdekaan, harta benda dan pelayanan-pelayanan
(Sidney Hook, 1987:19). Dengan kata lain, bila hak-hak seseorang diabaikan,
maka tidak hanya sistem perlindungan individu yang dipertaruhkan melainkan
juga melibatkan masyarakat sosial politik secara keseluruhan, dan bahkan bisa
meluas dalam skala internasional.
2. hak manusia yang asasi adalah hak yang melekat secara kodrati pada setiap
makhluk yang dilahirkan dengan sosok biologis manusia, yang memberikan
jaminan moral dan menikmati kebebasan dari segala bentuk perlakuan yang
menyebabkan manusia itu tidak dapat hidup secara layak sebagai manusia
yang diciptakan Allah, yang oleh sebab itu tidak mungkin dialihkan kepada-
apalagi dirampas oleh-siapapun, kepada atau oleh siapapun, kepada atau oleh
para pengemban kekuasaan Negara sekalipun, kecuali untuk dikurangkan atas
dasar persetujuan para penyandang hak itu lewat proses-proses legislative
yang benar-benar representative demi tertegakkannya hak-hak asasi manusia
lain sesama dalam kehidupan masyarakat.

3. Dalam kaitannya tentang persamaan hak dan kedudukan, Alquran telah


mengantisipasinya dengan salah satu ayat yang menyatakan bahwa yang
paling mulia di sisi Allah adalah yang paling takwa (Q.S.49:13). Alquran
mengatakan bahwa Tuhan meninggikan martabat manusia lebih tinggi dari
makhluk- makhluk yang lain (Q.S. 17:70).

B. SARAN
Dengan kerendahan hati, penulis merasakan tulisan ini sangat sederhana dan
jauh dari kata sempurna. Saran, kritik yang konstruktif sangat diperlukan demi
kesempurnaan tulisan ini. Demikian pula, perlu penyempurnaan di sana-sini agar
tulisan ini menjadi lebih lengkap dan lebih bermanfaat bagi pembaca dan penulis

2
khususny

2
DAFTAR PUSTAKA
An-Na’im, Abdullahi Ahmed, 2001, Dekonstruksi Syari’ah, terj. Ahmad Suaedy
dan Amiruddin ar-Rany, Yogyakarta: LKIS.
Barry, Norman P. An Introduction to Modern Political Theory. New York: St.
Martin’s Press, 1981.
Baderin, A. Mashood, International Human Rights And Islamic Law (New York:
Oxford University Press, 2003), h. 16
Engineer, Asghar Ali, 2003, Islam dan Teologi Pembebasan, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Fitria, V. (n.d.). Islam dan Hak Asasi Manusia. UPT-MKU-UNY.
Kamil, Sukron, Islam dan Demokrasi, Telaah Konseptual dan Historis, (Jakarta:
Gaya Media Pratama, 2002), h. 41
Ma’arif, Ahmad Syafi’I, 1987, Islam dan Masalah Kenegaraan, Jakarta : LP3ES.
M, Abdillah. (2014). Islam dan Hak Asasi Manusia: penegakan dan problem HAM
di Indonesia. MIQOT, Vol. XXXVIII No. 2.
Madjid, Abd, 2002, “ Hak Asasi Manusia dan Demokrasi dalam Islam”, dalam
AsySyir’ah, Fak.Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Vol. 36, N0.1.
Mahmassani, Subhi, 1979, Konsep Dasar Hak-hak Asasi Manusia, terj. Hasanuddin,
Jakarta: Tintamas.
Maududi, Maulana Abul A’la, 1995, Hak-hak Asasi Manusia Dalam Islam, terj.
Bambang Iriana, Jakarta : Bumi Aksara.
`Milne, A.J.M Human Rights and Human Diversity, (Houndmills, Basingstoke,
Hamsphire dan London: Macmillan, 1986) h. 154
Rumadi, 2000, “Islam dan Problem HAM Universal” dalam Kompas, 23 Juni.
Surabaya, F. H. (2004). Media Hukum dan Keadilan. Jurnal Yustika, No.2.
Timur, M., 1987.,” Sebuah Dialog Tentang Islam dan Hak Asasi Manusia” dalam
Harun Nasution dan Bahtiar Effendy (peny.), Hak Asasi Manusia Dalam Islam, Jakarta :
Pustaka Firdaus.
Vatin, Jean Claude, 1987, “Hak-hak Asasi Manusia dalam Islam”, dalam Harun
Nasution dan Bahtiar Effendy (peny.), Hak Asasi Manusia Dalam Islam, Jakarta : Pustaka
Firdaus.
Pollis, Adamantia. “Human Rights”, dalam Mary Hawkesworth dan Maurice
Kogan (ed.), Encyclopedia of Government and Politics, Vol. 2. London dan New York:
Routledge, 1992.

Anda mungkin juga menyukai