Disusun Oleh:
Kelompok 8
i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr .wb
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas kelompok dari mata kuliah Teknologi Imu dan Komunikasi
Dalam penulisan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan masukan dari
berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak, teman, dan rekan-rekan yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan makalah ini.
Kami mohon maaf atas kesalahan atau kekurangan dalam penulisan makalah ini. Karena
kami selaku penulis menyadari bahwa dalam menulis makalah ini masih jauh dari kata
sempurna yang diharapkan oleh dosen pengampu, maka dari itu kritik dan saran yang
sifatnya membangun sangat penulis harapkan.
Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kami khususnya,
serta kepada semua pihak pembaca makalah ini demi kemajuan ilmu pengetahuan
khususnya dibidang pendidikan.
Wassalamu’alaikum wr.wb
Kelompok 8
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................................i
KATA PENGANTAR...............................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Rumusan masalah.............................................................................................2
C. Tujuan masalah.................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ...................................................................................................12
B. Saran ............................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hak asasi manusia (HAM) sebagai gagasan serta kerangka konseptual tidak lahir
secara tiba-tiba sebagaimana kita lihat dalam Universal Declaration of Human Right 10
Desember 1948, namun melalui suatu proses yang cukup panjang dalam sejarah
peradaban manusia. Awal perkembangan HAM dimulai ketika ditandatangani Magna
Charta (1215), oleh Raja Jhon Lacklaand. kemudian juga penandatanganan Petition of
Right pada tahun 1628 oleh Raja Charles I.
Tentu saja, ada banyak sumber hak asasi manusia (HAM) termasuk agama, budaya,
dan ajaran lainnya. Sejarah menunjukkan bahwa budaya dan peradaban barat memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap hak asasi manusia internasional bagi sebagian besar
masyarakat yang tinggal di suatu negara. Hak-hak ini seringkali membatasi kewenangan
negara terhadap masyarakat.
Kesadaran global akan pentingnya hak asasi manusia semakin meningkat. Saat ini,
pertanyaan apakah hak asasi manusia bersifat universal?. Dan kaitannya dengan tradisi
agama atau sistem etika yang berbeda terus menjadi pusat perhatian dalam diskusi
mengenai hak asasi manusia saat ini. Penting untuk menyadari bahwa agama
berkontribusi pada etika dasar kehidupan manusia.
Hak asasi manusia telah menjadi topik diskusi sejak jaman dahulu, dan hal tersebut
terus berlanjut hingga kini karena dianggap sebagai isu yang signifikan. Hak asasi
manusia selalu menjadi pusat dari hampir semua interaksi politik, ekonomi, dan budaya
antar negara.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa HAM dalam tinjauan islam?
2. Bagaimana HAM dalam perundang-undangan nasional?
3. Bagaimana isu jender dalam HAM?
4. Bagaimana pelanggaran dan penegakan HAM di Indonesia?
5. Bagaimana strategi penegakan HAM di Indonesia?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk HAM dalam tinjauan islam.
2. Untuk mengetahui HAM dalam perundang-undangan nasional.
3. Untuk mengetahui isu jender dalam HAM.
4. Untuk mengetahui pelanggaran dan penegakan HAM di Indonesia.
5. Untuk mengetahui strategi Ham di Indonesia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
kolaborasi berdasarkan nilai-nilai adil dan saling menghormati. Hal ini berkaitan dengan
kepedulian manusia dan kepercayaan kepada Tuhan. Manusia tidak berhak
menghakiminya (QS.16:125). Pernyataan ini menggaris bawahi betapa pentingnya
menghormati hak asasi manusia. Yang ingin disampaikan oleh Al-Quran adalah umat
Islam harus menjadi pemimpin dalam memupuk toleransi dan menghormati hak asasi
manusia. Karena dasar-dasarnya telah tertuang dalam Alquran 1500 tahun yang lalu,
umat Islam tidak perlu takut untuk membahas Deklarasi Universal Islam tentang Hak
Asasi Manusia (DIUHAM)1
1
Maneger Nasution, “PENDIDIKAN HAM DALAM KONTEKS ISLAM DAN KEINDONESIAAN; HAM
YANG ADIL DAN BERADAB,” Tawazun: Jurnal Pendidikan Islam 10, no. 2 (February 21, 2019): 219,
https://doi.org/10.32832/tawazun.v10i2.1162.
4
karena perlindungan hak asasi manusia pada dasarnya tercakup dalam sejumlah undang-
undang, maka tidak diperlukan undang-undang lebih lanjut yang khusus membahas
topik ini. Menurut pandangan lain, perlu adanya undang-undang materi khusus tentang
hak asasi manusia, mengingat ketetapan MPR tidak dapat diterapkan secara praktis dan
materi hak asasi manusia tidak cukup terakomodasi oleh undang-undang lain yang ada.
Selain itu, undang-undang ini juga akan berfungsi sebagai payung hukum yang akan
melindungi peraturan-peraturan di bidang hak asasi manusia yang telah ada selama ini.
Dari segi hukum, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 dikritik karena beberapa
hal, antara lain:
a) Beberapa ketentuannya kurang norma atau peraturannya, terbukti dari pasal-
pasalnya yang berbasis asas. Secara teori, prinsip dasar bukanlah suatu persyaratan
normatif atau hukum. Oleh karena itu, asas dapat dijadikan pedoman bagi pasal-
pasal dalam undang-undang yang bersangkutan tanpa harus dinyatakan secara
tegas dalam undang-undang itu sendiri.
b) Apabila terdapat penyimpangan terhadap asas-asas undang-undang, hendaknya hal
itu dicantumkan pada batang tubuh undang-undang, bukan pada bagian
penjelasannya. Hal ini tidak berlaku surut. Hal ini penting karena tidak ada standar
atau pedoman dalam penjelasannya. Dengan kata lain, penjelasan tersebut tidak
berfungsi untuk menetapkan pedoman hukum.
Melanjutkan pokok-pokok undang-undang tersebut, terlihat bahwa Undang-undang
Nomor 39 Pokok-pokok pikiran tersebut dipadukan dengan peraturan perundang-
undangan hak asasi manusia pada tahun 1999. Jika dikaji lebih dalam pasal-pasal
tersebut, maka pasal-pasal tersebut memuat pokok-pokok pikiran yang sebenarnya
mengatur tentang hak asasi manusia, seperti Pasal 4, yang mengatur tentang hak-hak
yang tidak dapat dikurangi (non-derogable right), hak setiap orang untuk diakui sebagai
badan hukum, dan hak setiap orang atas perlindungan yang wajar dari pengadilan, yang
harus obyektif dan tidak memihak (Pasal 5 ayat (1) dan (2), dan Pasal 5 ayat ( 3), yang
5
mengamanatkan bahwa kelompok rentan menerima perlindungan yang lebih besar atas
hak asasi mereka).
Namun, salah satu aspek dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 yang patut
diapresiasi adalah adanya perlakuan terpisah terhadap hak asasi perempuan dan anak
dalam hal terpisah. Adanya instrumen hukum internasional yang dirancang khusus untuk
perempuan dan anak membuktikan bahwa penempatan tersebut nampaknya sesuai yang
terjadi di masyarakat global.
Hak-hak berikut ini termasuk dalam pengaturan hak asasi manusia berdasarkan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia:
1) Hak untuk hidup
2) Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan
3) Hak mengembangkan diri
4) Hak memperoleh keadilan
5) Hak atas kebebasan pribadi
6) Hak atas rasa aman
7) Hak atas kesejahteraan
8) Hak turut serta dalam pemerintahan
9) Hak wanita
10) Hak anak2
2.1. Hak Asasi Manusia Yang Ada Pada Undang- Undang Nomor 39 Tahun 1999
a. Hak Untuk Hidup
Pasal 9 :
Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan
taraf kehidupannya.
2
Tenang Haryanto et al., “PENGATURAN TENTANG HAK ASASI MANUSIA BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG DASAR 1945 SEBELUM DAN SETELAH AMANDEMEN,” Jurnal Dinamika
Hukum 8, no. 2 (October 20, 2013), https://doi.org/10.20884/1.jdh.2008.8.2.54.
6
Setiap orang berhak tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin.
Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
7
pemeriksaan yang obyektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh
putusan yang adil dan benar.
8
h. Hak Turut Serta dalam Pemerintahan
Pasal 43 :
Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum
berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung
atau dengan perantaraan wakil yang dipilihnya dengan bebas, menurut cara
yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Setiap warga negara dapat diangkat dalam setiap jabatan
pemerintahan.
i. Hak Wanita
Pasal 46 :
Sistem pemilihan umum, kepartaian, pemilihan anggota badan legislatif, dan
sistem pengangkatan di bidang eksekutif, yudikatif harus menjamin
keterwakilan wanita sesuai persyaratan yang ditentukan.
Pasal 47 :
Seorang wanita yang menikah dengan seorang pria berkewarganegaraan asing
tidak secara otomatis mengikuti status kewarganegaraan suaminya tetapi
mempunyai hak untuk mempertahankan, mengganti, atau memperoleh
kembali status kewarganegaraannya.
9
j. Hak Anak
Pasal 52 :
Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat,
dan negara.
Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu
diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan.3
3
“UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA,”
4
Suryaningsi, Pengantar Ilmu Hukum (Mulawarman University Press, 2019).
5
Zulkifli Ismail et al., “KESETARAAN GENDER DITINJAU DARI SUDUT PANDANG NORMATIF
DAN SOSIOLOGIS,” SASI 26, no. 2 (June 4, 2020): 154, https://doi.org/10.47268/sasi.v26i2.224.
10
berpoligami dan perubahan perspektif profesional yang memungkinkan perempuan
menduduki posisi peradilan juga sudah ada (Sari & Ismail, 2021).6
Hampir seluruh perempuan di dunia harus menghadapi ketidaksetaraan gender baik di
ranah publik maupun privat, mulai dari urusan rumah tangga hingga kesulitan
reproduksi (Setiawan dkk., 2018).7 Masih terdapat perbedaan nyata dalam peran laki-laki
dan perempuan dalam berbagai aspek masyarakat. Di bidang pendidikan misalnya,
diskriminasi berdasarkan jenis kelamin masih banyak dilakukan masyarakat, khususnya
di daerah pedesaan (Mulawarman et al., 2020; Suryaningsi, 2020). Hal ini disebabkan
oleh gagasan budaya yang berkembang di pedesaan, bentuk fisik, laju ekonomi,
penafsiran ajaran agama yang salah, dan norma atau standar adat (Ratnawati & Abidin,
2019).
Hambatan karir bagi perempuan adalah kejadian umum lainnya. Penelitian Hidayat
(2017) menunjukkan bahwa sebagian kecil perempuan memegang peran sebagai
pengambil kebijakan. Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri pada tahun 2009,
hanya ada dua perempuan yang menjabat sebagai gubernur atau wakil gubernur antara
tahun 2005 dan 2008. Perempuan-perempuan tersebut adalah Gubernur Provinsi Banten
dan Wakil Gubernur Jawa Tengah. Sebaliknya, dari 488 kota dan kabupaten di
Indonesia, tercatat hanya sepuluh perempuan yang menduduki jabatan bupati atau
walikota, sedangkan sebelas orang diangkat menjadi wakil bupati. Data tersebut juga
menunjukkan adanya penurunan peluang perempuan untuk mendapatkan pekerjaan yang
lebih tinggi.
Hambatan karir perempuan di bidang birokrasi terutama disebabkan oleh beban kerja
yang ganda antara pekerjaan reproduktif dan produktif, sehingga perempuan yang
6
Gusti Rahma Sari and Ecep Ismail, “Polemik Pengarusutamaan Kesetaraan Gender di Indonesia,” Jurnal
Penelitian Ilmu Ushuluddin 1, no. 2 (April 29, 2021): hlm.51-58, https://doi.org/10.15575/jpiu.12205.
7
Heri Setiawan, Steven Ouddy, and Mutiara Girindra Pratiwi, “ISU KESETARAAN GENDER DALAM
OPTIK FEMINIST JURISPRUDENCE DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA,” Jurisprudentie :
Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum 5, no. 2 (December 31, 2018): 121,
https://doi.org/10.24252/jurisprudentie.v5i2.6285.
11
memiliki kesuksesan karir takut gagal dalam membangun rumah tangga dan mendidik
anak. Selain itu, sudah menjadi stigma di masyarakat bahwa perempuan tidak boleh
ambisius, sehingga menimbulkan kekuasaan persaingan untuk mendapatkan pekerjaan
sangat rendah. (Hidayat, 2017).8 Diskriminasi gender di lapangan Ketenagakerjaan
masih banyak terjadi, hal ini disebabkan oleh keyakinan salah yang masih ada
berkembang di masyarakat terkait dengan konsep marginalisasi, subordinasi, stereotipe,
kekerasan dan beban Bekerja. Hal ini tentu menghambat proses mewujudkan kesetaraan
gender di Indonesia (Putri & Fita,2020)9
8
Rochmat Hidayat, “DETERMINAN HAMBATAN KARIR BIROKRASI PEREMPUAN DI
PEMERINTAH KABUPATEN CIREBON,” SOSFILKOM : Jurnal Sosial, Filsafat dan Komunikasi 11, no.
02 (December 29, 2017): hlm.18-25, https://doi.org/10.32534/jsfk.v11i02.1441.
9
Putri Dyah Ayu Fitriyaningsih and Fita Nurotul Faizah, “Relevansi Kesetaraan Gender dan Peran
Perempuan Bekerja terhadap Kesejahteraan Keluarga di Indonesia (Perspektif Ekonomi Islam),” 2020,
hlm.38-50.
12
hukum HAM Indonesia tidak dilindungi, maka perihumanitas juga harus dijaga oleh
bangsa Indonesia dan harus terus ada.10
Namun masyarakat menilai penegakan hukum hak asasi manusia di Indonesia
masih lemah. Kasus yang melibatkan Aceh, Timor Timur, Maluku, Poso, Papua,
Semanggi, dan Tanjung Priok di Indonesia dianggap sebagai contoh perlindungan
HAM yang belum terlaksana.
Pemerintah telah mengambil tindakan berikut untuk memastikan perlindungan
hak asasi manusia dan menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan
penegakannya, yaitu:
Membentuk komisi hak asasi manusia (komnas ham) pada tanggal 7 juni 1993,
sesuai dengan keputusan presiden nomor 5 tahun 1993, yang selanjutnya
ditegaskan kembali dengan undang-undang hak asasi manusia nomor 39 tahun
1999;
Ketentuan pengadilan hak asasi manusia sesuai dengan UU no. 26 tahun 2000
Keputusan presiden yang membentuk pengadilan untuk mempertimbangkan dan
memutus perkara pelanggaran ham berat yang terjadi sebelum berlakunya
undang-undang nomor 26 tahun 2000.
Pembentukan komisi kebenaran dan rekonsiliasi sebagai pengganti pengadilan
hak asasi manusia dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia yang berada di
luar kewenangannya; dan
Ratifikasi (tindakan resmi suatu negara untuk mengikatkan dirinya pada suatu
perjanjian internasional)berbagai perjanjian hak asasi manusia internasional.
10
Tia Lahera and Dinie Anggraeni Dewi, “HAK ASASI MANUSIA : PENTINGNYA PELAKSANAAN
DAN PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SAAT INI,” Journal Civics & Social
Studies 5, no. 1 (June 19, 2021): 90–97, https://doi.org/10.31980/civicos.v5i1.1055.
13
4.2. Pelanggaran HAM di Indonesia
Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) adalah setiap perbuatan yang
mengurangi, merintangi, membatasi, atau mencabut hak asasi manusia seseorang
atau sekelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak diperolehnya,
atau dikhawatirkan tidak terjadi tindakan yang adil dan pantas. penyelesaian hukum
berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku akan terjadi. Hal ini mencakup
perbuatan orang perseorangan atau sekelompok orang, termasuk pejabat negara,
baik disengaja maupun tidak disengaja, atau akibat kelalaian hukum.
a. Faktor Internal
Salah satu komponen internal yang berkontribusi terhadap pelanggaran HAM
adalah motivasi pelaku sendiri untuk melakukan pelanggaran HAM. Contoh
dorongan tersebut meliputi:
Ketidakpekaan dan intoleransi terhadap orang lain. Individu yang kurang
memiliki toleransi akan sulit menerima keberagaman sosial. Hal ini mungkin
membuat seseorang memaksakan sudut pandangnya.
Menjadi sangat egois atau memiliki pola pikir egois. Mentalitas Keegoisan dan
keserakahan akan menimbulkan kerugian besar bagi orang lain. Keharmonisan
antar masyarakat juga dapat dirusak oleh sikap egois.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berada di luar diri manusia yang
menjadi motivasi seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan pelanggaran
hak asasi manusia. Misalnya:
Penyalahgunaan kekuasaan. Orang-orang yang mempunyai kekuasaan memiliki
kemampuan untuk melanggar hak asasi manusia orang-orang yang mempunyai
kedudukan lebih rendah dari mereka.
14
Sistem hukum kurang tegas. Pelanggaran HAM akan terus terjadi selama aparat
penegak hukum tidak bertindak tegas dalam mencegah pelaku pelanggaran
HAM.
Hukuman dan denda yang ringan bagi mereka yang melanggar hak asasi
manusia. Hukuman terhadap pelanggar HAM perlu dilakukan agar
menimbulkan dampak jera. Namun, pelanggaran hak asasi manusia akan terus
terjadi jika pelakunya menerima hukuman dan hukuman yang sangat ringan.
Penyalahgunaan teknologi. Kemajuan teknologi dapat menimbulkan dampak
positif dan merugikan; mereka bahkan bisa menjadi pemicu kejahatan.11
11
Sindy Prasetyo, “Pelanggaran Hak Asasi Manusia Di Indonesia” 2, no. 1 (2023).
15
hukum preventif adalah untuk menghindari terjadinya konflik. Tujuan dari perlindungan
hukum yang represif adalah untuk menyelesaikan perselisihan.
Karena hak asasi manusia terkait dengan martabat seseorang secara keseluruhan,
maka masyarakat Indonesia sangat menjunjung tinggi penegakan dan perlindungan hak-
hak tersebut. Sebagaimana disebutkan dalam sila kedua, hak asasi manusia di Indonesia
erat kaitannya dengan Pancasila, dasar negara Indonesia. Karena merupakan ciri negara
Indonesia sebagai negara hukum yang senantiasa menjunjung tinggi kehormatan dan
harkat dan martabat bangsa Indonesia, maka hak asasi manusia sangat diakui di
Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia sangat menjunjung tinggi dan menjaga penegakan
hak asasi manusia.
Pada tanggal 6 November 2000, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM)
yang diterbitkan pada tanggal 23 November 2000, menandai kemajuan signifikan dalam
penegakan dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia.
Pengadilan hak asasi manusia yang mempunyai kewenangan untuk mengadili mereka
yang melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat dibentuk berdasarkan
undang-undang ini. Undang-undang ini mengatur sejumlah pengaturan atau kekhususan
yang berbeda dengan yang terdapat dalam hukum acara pidana. Variasi tersebut berkisar
dari tahap penyidikan Komnas HAM hingga aturan yang mengatur mengenai panel
hakim, yang susunannya berbeda dengan pengadilan pada umumnya. Tiga dari lima
anggota susunan harus merupakan hakim.
Mempromosikan dan membela hak-hak sipil, ekonomi, politik, sosial, dan budaya
setiap pria, wanita, dan anak-anak diperlukan untuk menjaga kebebasan mendasar hak
yang setara dan tidak dapat dicabut yang dimiliki setiap manusia sejak lahir.12
16
a. Pembentukan Komnas HAM
Situs Komnas HAM menyebutkan organisasi ini setara dengan lembaga
pemerintah Indonesia lainnya. Lembaga ini didirikan pada tanggal 7 Juni 1993
dan tugasnya antara lain melakukan penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan
mediasi terkait hak asasi manusia. Presiden mengesahkan 35 anggota lembaga ini
yang seluruhnya dipilih DPR. Mereka semua dapat memediasi perdamaian antara
pihak-pihak yang berkonflik, menyelesaikan perselisihan melalui negosiasi dan
konsultasi, merujuk permasalahan hak asasi manusia ke DPR untuk
ditindaklanjuti, dan memberikan nasihat kepada pihak-pihak yang bersengketa
untuk mencapai penyelesaian melalui sistem hukum. Selain itu, jika terjadi
pelanggaran hak asasi manusia, setiap warga negara Indonesia bebas mengajukan
pengaduan kepada pihak yang berwenang.
17
d. Menangani Segala Jenis Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dengan Mengadili
Mereka Yang Bertanggung Jawab.
Membawa pelaku ke pengadilan HAM merupakan tindakan nyata yang
dilakukan untuk menyikapi berbagai pelanggaran HAM. Artinya, untuk
mendapatkan upaya hukum yang layak, pelanggaran HAM akan dibawa ke
pengadilan khusus.
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hak Asasi Manusia bersifat teosentris yaitu, Tuhan adalah pusat dari segalanya. Allah
tidak diragukan lagi penting dan penting. Tidak ada yang lebih mengabdikan diri kepada
sang pencipta selain Tuhan yang menciptakan manusia.Secara normatif, tidak ada agama
di dunia ini yang menganut ajaran yang membenarkan kekejaman, kekerasan, atau
pelanggaran hak asasi manusia lainnya. Pada kenyataannya, Islam sangat menekankan
nilai persahabatan di tengah perselisihan dan kolaborasi berdasarkan nilai-nilai adil dan
saling menghormati.
UUD 1945 menjadi landasan peraturan hak asasi manusia di Indonesia, yang
menegaskan bahwa untuk menjunjung tinggi nilai-nilai negara hukum yang demokratis,
hak asasi manusia harus ditegakkan dan dilindungi. Penegakan hak asasi manusia yang
memberikan perlakuan yang sama dan harkat dan martabat yang tinggi kepada seluruh
rakyat Indonesia, tanpa kecuali, tanpa memandang status, warna kulit, agama, atau
faktor lain apa pun, sangat penting bagi terwujudnya prinsip-prinsip Pancasila tentang
kemanusiaan yang beradab. Hal ini berada di bawah payung gagasan "berbeda tapi
sama". Dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, kita dapat memperkuat karakter
bangsa yang sangat penting dalam menjaga hak asasi manusia di Indonesia sesuai
dengan cita-cita Pancasila.
B. Saran
Demikian makalah yang penulis susun semoga apa yang kita rumuskan dan kita
pelajari mendapatkan anugrah dan inayah dari Allah SWT. Serta bermanfaat bagi semua.
Dengan semangat belajat yang tinggi semoga dapat meningkatkan ibadah-ibadah dan
Sunnah yang di ajarkan Rasulullah SAW.
19
DAFTAR PUSTAKA
Besar, Besar. “Pelaksanaan dan Penegakkan Hak Asasi Manusia dan Demokrasi di
Indonesia.” Humaniora 2, no. 1 (April 30, 2011): 201.
https://doi.org/10.21512/humaniora.v2i1.2971.
Fitriyaningsih, Putri Dyah Ayu, and Fita Nurotul Faizah. “Relevansi Kesetaraan Gender
dan Peran Perempuan Bekerja terhadap Kesejahteraan Keluarga di Indonesia
(Perspektif Ekonomi Islam),” 2020.
Haryanto, Tenang, Johannes Suhardjana, A. Komari A. Komari, Muhammad Fauzan, and
Manunggal Kusuma Wardaya. “PENGATURAN TENTANG HAK ASASI
MANUSIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945
SEBELUM DAN SETELAH AMANDEMEN.” Jurnal Dinamika Hukum 8,
no. 2 (October 20, 2013). https://doi.org/10.20884/1.jdh.2008.8.2.54.
Hidayat, Rochmat. “DETERMINAN HAMBATAN KARIR BIROKRASI PEREMPUAN
DI PEMERINTAH KABUPATEN CIREBON.” SOSFILKOM : Jurnal
Sosial, Filsafat dan Komunikasi 11, no. 02 (December 29, 2017): 18–25.
https://doi.org/10.32534/jsfk.v11i02.1441.
Ismail, Zulkifli, Melanie Pita Lestari, Panti Rahayu, and Fransiska Novita Eleanora.
“KESETARAAN GENDER DITINJAU DARI SUDUT PANDANG
NORMATIF DAN SOSIOLOGIS.” SASI 26, no. 2 (June 4, 2020): 154.
https://doi.org/10.47268/sasi.v26i2.224.
Lahera, Tia, and Dinie Anggraeni Dewi. “HAK ASASI MANUSIA : PENTINGNYA
PELAKSANAAN DAN PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI
INDONESIA SAAT INI.” Journal Civics & Social Studies 5, no. 1 (June
19, 2021): 90–97. https://doi.org/10.31980/civicos.v5i1.1055.
Nasution, Maneger. “PENDIDIKAN HAM DALAM KONTEKS ISLAM DAN
KEINDONESIAAN; HAM YANG ADIL DAN BERADAB.” Tawazun:
20
Jurnal Pendidikan Islam 10, no. 2 (February 21, 2019): 219.
https://doi.org/10.32832/tawazun.v10i2.1162.
Prasetyo, Sindy. “Pelanggaran Hak Asasi Manusia Di Indonesia” 2, no. 1 (2023).
Sari, Gusti Rahma, and Ecep Ismail. “Polemik Pengarusutamaan Kesetaraan Gender di
Indonesia.” Jurnal Penelitian Ilmu Ushuluddin 1, no. 2 (April 29, 2021):
51–58. https://doi.org/10.15575/jpiu.12205.
Setiawan, Heri, Steven Ouddy, and Mutiara Girindra Pratiwi. “ISU KESETARAAN
GENDER DALAM OPTIK FEMINIST JURISPRUDENCE DAN
IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA.” Jurisprudentie : Jurusan Ilmu
Hukum Fakultas Syariah dan Hukum 5, no. 2 (December 31, 2018): 121.
https://doi.org/10.24252/jurisprudentie.v5i2.6285.
Suryaningsi. Pengantar Ilmu Hukum. Mulawarman University Press, 2019.
“UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA,” n.d.
21
22