Makalah
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
UNIVERSITAS JEMBER
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat beserta
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyusun serta menyelesaikan makalah kami
yang berjudul “HAM dan Demokrasi dalam Islam” dengan tepat waktu, untuk
memenuhi tugas Mata Kuliah Umum Pendidikan Agama Islam kelas 100. Dengan
kesempatan ini juga, kami tidak lupa untuk menyampaikan rasa terima kasih
kepada :
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan........................................................................................13
3.2 Saran..................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Sedangkan tujuan dari penulisan makalah yang kami buat ini, yaitu:
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
pemilikan, hak untuk berusaha dan hak melakukan sebuah tuntutan
dihadapan seorang kepala suku ataupun salah seorang penguasa.
Hal sedemikian pula pun terjadi pada sejarah bangsa Yunani dan
Romawi dimasa lalu, dalam proses kodefikasi perundang-undangannya.
Namun dalam pengkodefikasiannya, Romawi sebenarnya hanyalah
pengumpulan adat-istiadat yang masihlah ada sebuah unsur kekerasannya.
Semisal para filsuf Yunani, mereka mengatakan bahwasannya perbudakan
merupakan hal yang alami dan dibutuhkan untuk kelangsungan kerja
dalam perekonomian pada masa itu. Orang-orang romawi pun mengatakan
bahwasannya seorang kepala keluarga mempunyai kekuasaan yang mutlak
terhadap para anggotanya.
Sementara itu, perilaku masyarakat jahiliyah justru saling serang
menyerang menjadi sebuah tradisi dan merupakan manifestasi kemegahan
serta kepahlawanan. Peristiwa balas dendam antar suku serta individu
yang terjadi itulah buktinya, bahwasannya hukum didasarkan pada
kekuatan. Adanya seorang tawanan yang kemudian diperbudak telah
menjadi hal yang tidak asing lagi di masyarakat, banyak terjadi
pelanggaran Hak Asasi Manusia terutama pada kaum hawa. Terjadi tukar-
menukar anka perempuan yang mereka sebut dengan “nikah syigar”,
mewarisi istriyang suaminya telah meninggal, penguburan anak
perempuan secara hidup-hidup serta penjualan anak karena merasa hina
atau karena kemiskinan adalah akibat besarnya kekuasaan seorang ayah.
Hal-hal diatas, merupakan contoh dari pelanggaran Hak Asasi Manusia
pada periode hukum adat.
3
undang-undang yang paling penting dalam periode yang ini yakni
Undang-Undang Hammurabi, Solon serta Lembaran Duabelas.
Hammurabi merupakan seorang raja Babilonia sekitaran abad 20
SM, undang-undangnya berbentuk tulisan prasasti batu yang dianggap
sebagai undang-undang tertua yang dikenal banyak orang serta
mempengaruhi perundang-undangan pada periode-periode setelahnya.
Undang-undang tersebut kiranya berisi tentang hukum pidana, hak-hak
istimewa seorang pegawai pemerintahan, hukum perdagangan, hal sewa-
menyewa, upah sewa seekor ternak, masalah perwakilan, eksportasi
barang, perhutangan, persoalan penahanan, masalah keluarga serta
perbudakan.
Sedangkan Solon, ia merupakan seorang penyair, filsuf sekaligus
politikus Yunani yang hidup antara abad keenam dan ketujuh SM (640-
560). Ia dipilih oleh para penduduk Athena sebagai seorang kepala
pemerintahan Archon, pada masa pemerintahannya itu banyak sekali
perbaikan yang telah dilakukannya, seperti: membebaskan hukuman
penjara bagi seorang yang mempunyai sebuah hutang, melarang adanya
perbudakan karena masalah hutang, memberikan sebagian hak waris bagi
perempuan, memberikan kebebasan hak atas tanah bagi para petani,
menggiatkan perdagangan, industri serta membentuk Majelis Empatratus
yang merupakan sebuah majelis perwakilan dari empat suku Athena yang
terpilih, juga mendirikan mahkamah banding bagi anggota masyarakat.
Namun sisi kelemahannya adalah, Solon ternyata masih memegang sistem
perkastaan dan memberikan prioritas kepada golongan orang-orang kaya
yang disebutnya sebagai Pemerintahan Timokrasi untuk membedakannya
dengan Demokrasi.
Sementara di Romawi, terlahir sebuah perundang-undangan
kerajaan yang disebut Lembaran Duabelas. Perundang-undangan ini lahir
sebagai akibat dari revolusi kaum proletar (Plebs) dengan kaum
bangsawan (Patricii), dimana undang-undang ini mengakui persamaan hak
diantara semua kelas rakyat Romawi dan menghapuskan perbedaan antara
4
si kaya dengan si miskin dihadapan hukum. Lembaran ini berisi tentang
asas-asas peradilan, hukum pidana, hak sipil, hukum keluarga dan masalah
kepemilikan, namun semuanya itu maish saja diwarnai kesadisan yang
sifatnya cenderung memberatkan. Semisalnya, terdapat seorang pencuri
yang tertangkap basah maka harus dihukum mati, bahkan anaknya pun
diperbolehkan untuk dijual.
c. Periode Konstitusi
Periode Konstitusi ini lahir setelah periode perundang-undangan,
dimana hak-hak manusia secara dasar tercantum didalamnya. Konstitusi
ini sendiri memuat tentang dasar-dasar sebuah negara, lembaga kekuasaan
negara (legislatif, eksekutif serta yudikatif) serta tentang lampiran
ditetapkannya Hak Asasi Manusia. Dalam hal tersebut, konstitusi terbagi
menjadi dua bagian, yakni:
Pertama, hak-hak asasi manusia dalam konstitusi barat. Dalam
konteks barat yang pertama kali memprakarsai adalah dengan
mengeluarkan Magna Charta (Piagam Besar) pada sekitaran tahun
1215, hal ini disebabkan dari adanya revolusi rakyat serta golongan
pendeta terhadap perilaku kesewenang-wenangan rajanya.
Kemudian, piagam ini disempurnakan lagi dengan piagam-piagam
yang lain, diantaranya: Petition of Rights (Hak Petisi) pada tahun
1628, serta Bill of Rights (Deklarasi Hak-Hak Manusia) pada tahun
1689 dan Act of Setlement (Undang-Undang Tentang Persamaan)
pada tahun 1701. Diantara ketepatan yang terpenting tentang hak-
hak asasi manusia di barat adalah Declaration of Independence
(Deklarasai Kemerdekaan) Amerika yang lahir pada tahun 1776,
yang kemudian direvisi serta hasilnya adalah “deklarasi hak-hak
manusia” yang lahir diantara tahun 1789 dan 1791. Deklarasi ini
menegaskan dalam bentukan umum atas kemerdekaan dalam
beragama, kekayaan, tempat tinggal, hak perlindungan atas jiwa,
jaminan atas hak pengajuan tuntutan dan prinsip “tidak bersalah”
5
tanpa adanya keputusan yang adil, serta tentang angkatan
bersenjata dan syarat-syarat wajib militer. Demikian pula yang
terjadi setelah terjadinya Revolusi Perancis pada tahun 1789,
lahirnya Declaration des Droits de I’ homme et du Citoyen
(Deklarasi tentang Hak-Hak Manusia dan Warga Negara).
Sedangkan yang kedua adalah hak-hak asasi manusia pada masa
konstitusi kekhalifahan islam. Konstitusi yang pertama yang
diperoleh umat Islam adalah pada masa Daulah Ustmaniyyah
karena desakan masyarakat kala itu, yang diberi nama Khat
Goulkhanah Syarif pada sekitaran tahun 1839. Selanjutnya diikuti
oleh piagam konstitusi yang kedua pada tahun 1856 dengan nama
Khat Humayun. Kedua konstitusi ini mengandung tentang haj-hak
asasi pada manusia, serta yang terpenting adalah kebebasan
individu yang terdiri atas kehormatan jiwa, kemuliaan hak milik
perorangandan kebebasan dalam beragama, disamping mengenai
hak-hak istimewa atas harta kekayaan yang diberikan sejak
penduduk Ustmaniyah bagi penduduk nonmuslim. Hingga pada
awal Desember 1876, lahirlah konstitusi Ustmaniyah yang
diberikan nama Al-Masysrutiyah al-Ula. Setelah dibekukannya
pada tahun 1878 konstitusi tersebut dihidupkan kembali akibat
adanya revolusi pemuda Turki pada tahun 1908 dengan nama Al-
Masyrutiyah ats-Tsaniyah, yang menegaskan tentang HAM
didalam konteks perundang-undangan.
Islam adalah agama yang universal dan luas cakupannya, begitu juga
tentang Hak Asasi Manusia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Hak
Asasi manusia (HAM) diartikan dengan hak dasar atau hak pokok seperti hak
hidup dan mendapatkan perlindungan atau juga diartikan dengan hak yang
dimiliki manusia menurut kodratnya, yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya.
6
Menurut Abu a’Ala al-Maududi dalam pendapatnya, terdapat dua konsep tentang
hak. Pertama hak manusia atau huquq al-insan al-dharuriyyah dan kedua hak
Allah atau huquq Allah. Kedua bentuk hak tersebut tidak dapat dipisahkan. Hal
itulah yang membedakan antara konsep HAM dalam islam dan konsep HAM
dalam budaya barat.
Dalam islam terdapat tingkatan dalam hak asasi manusia, pertama, hak
dasar (hak darury). Sesuatu dianggap hak dasar apabila hak tersebut dilanggar,
bukan hanya membuat manusia sengsara, tetapi juga hilang eksistensinya, bahkan
hilang derajat kemanusiaannya. Sebagai contoh, bila hak hidup seseorang
dilanggar, maka berarti orang itu mati. Kedua, hak sekunder (hajy), yakni hak-hak
yang bila tidak dipenuhi akan berakibat pada hasil hak-hak elementer, misalnya,
hak seseorang untuk memperoleh pendidikan yang layak, maka akan
mengakibatkan pengangkatan hak hidup. Ketiga, hak tersier (tahsiny), yakni hak
yang tingkatnya lebih rendah dari hak primer dan sekunder. Ajaran HAM dalam
islam juga dapat dijumpai pada Al-Qur’an dan hadist.
1. Piagam Madinah
Adapun ajaran-ajaran utama dalam Piagam Madinah itu adalah;
Pertama, interaksi secara baik dengan sesama, baik muslim maupun
non Muslim. Kedua, saling membantu dalam menghadapi musuh
bersama. Ketiga, membela mereka yang teraniaya. Keempat, saling
menasihati. Dan kelima menghormati kebebasan beragama. Satu dasar
itu yang telah diletakkan oleh Piagam Madinah sebagai landasan
bagi kehidupan bernegara untuk masyarakat majemuk di madinah.
2. Deklarasi Kairo
Deklarasi Kairo adalah sebuah deklarasi yang membicarakan tentang hak
asasi manusia yang diadakan di Kairo ibukota negara Mesir pada tahun
7
1990 dan diakui oleh PBB. Dalam deklarasi tersebut menjelaskan poin-
poin hak asasi manusia menurut islam. Dalam penjelasan tersebut terdapat
pengutipan dari Al-Qur’an sebagai sumber dasar acuan dalam islam.
8
dapat dibedakan bahwa pembunuhan ada unsur merusak atau
menghancurkan sebelum ruh keluar dari jasad, sedangkan kematian
ruh keluar dari jasad dalam kondisi tubuh yang sempurna.
9
ini untuk mengukuhkan aturan, perbaikan, ketenangan dan mengayomi
serta memberikan jaminan dalam kehidupan.
Kelima pokok dasar inilah yang harus dijaga oleh setiap umat islam
agar menghasilkan tatanan kehidupan yang lebih manusiawi dan bermoral,
berdasarkan atas penghormatan individu atas individu, individu dengan
masyarakat, masyarakat dengan negara, dan komunitas agama dengan
komunitas agama yang lainnya. Semua itu masuk akal dan tidak perlu
diperselisihkan. Bahwa pelaku kejahatan harus mendapatkan hukuman yang
setimpal karena kejahatan yang diperbuatnya. Sanksi ini dijatuhkan untuk
orang yang melakukan kejahatan tertentu dan telah memenuhi syarat
dan rukunnya. Jadi dengan adanya hukuman tersebut maka akan memperkecil
gerak manusia untuk melakukan tindak kejahatan.
10
Demokrasi merupakan sebuah konsep politik yang berasal dari tradisi
pemikiran barat. Sejarah pertemuan umat islam dengan peradaban barat, salah
satunya memunculkan perdebatan seputar menerima atau menolak demokrasi.
Respon para orang muslim terhadap paham demokrasi dikelompokkan menjadi 3
kelompok. Kelompok pertama cenderung menolak demokrasi, dan memandang
seluruh penguasa Indonesia kafir, meski ada yang menerima namun bersikap
apologis. Kelompok kedua menerima demokrasi tanpa perlu merujuk pada tradisi
agama, dan melihat demokrasi tidak semuanya kufur dan boleh memanfaatkannya
dalam koridor tidak bertentangan dengan islam. Kelompok ketiga mensintesiskan
hubungan islam dan demokrasi sebagai dua hal yang kompatibel, bahkan
memandang demokrasi adalah hal dalam segala kondisinya, dengan mengikuti
suara terbanyak tanpa melihat bertentangan tidaknya dengan syariat Allah SWT.
11
1. Musyawarah
Prinsip ini menjelaskan cara pengambilan keputusan berdasarkan
kesepakatan bersama, dengan mengutamakan kepentingan umum daripada
pribadi atau golongan.
2. Adil
Artinya adalah penegakan hukum di berbagai sektor kehidupan sehingga
berjalan adil dan bijaksana bagi semua orang
3. Amanah
Seluruh orang yang terlibat dalam demokrasi wajib menjaga amanah atau
kepercayaan yang dititipkan saat musawarah.
4. Tanggung Jawab
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sejarah HAM berjalan secara terputus-putus karena dipengaruhi oleh
beberapa hal seperti kepercayaan, aliran pemikiran, adat istiadat, kondisi serta
situasi. Hal tersebutlah yang sekiranya menjadi sebab mengapa banyak peristiwa
besar yang terjadi dalam sejarah umat manusia yang berakhir dengan adanya
revolusi sosial, politik, pemikiran, bangunan, dan perundang-undangan. Dalam
perjalanan dan kondisi yang demikian, maka sejarah HAM terbagi menjadi
periode hukum adat, periode hukum perundang-undangan, serta periode konstitusi
sebagai akhirnya.
Islam juga sangat peduli dengan HAM sejak zaman dahulu, namun dalam
pelaksanaannya HAM di dunia lebih berpegang pada budaya barat. Secara prinsip,
HAM dalam Islam juga mengacu pada al-huquq al-insaniyah fi al-islam (hak-
hak asasi manusia dalam Islam). Dalam konsep tersebut terdapat lima hal pokok
yang harus dijaga oleh setiap umat islamagar menghasilkan tatanan hidup yang
baik.
3.2 Saran
HAM sudah merupakan hak dasar yang melekat pada individu sejak lahir,
dan secara kodrat telah diberikan langsung oleh Allah SWT yang tidak dapat
dirampas dan dicabut keberadaannya oleh siapapun. Oleh sebab itu, nilai-nilai
HAM dengan prinsip-prinsipnya yang universal merupakan bagian dari semangat
13
dan nilai-nilai syariah. Keduanya tidaklah perlu dipertentangkan. Namun
keduanya inilah yang membentuk sebuah sinergitas yang harmonis, sehingga
masa depan HAM di dalam tradisi Islam akan sangat cerah dan memiliki topangan
yang kuat. Pertumbuhannya akan mengalami gerakan maju yang
menggembirakan, dengan tentunya butuh pemahaman para ulama yang makin
baik tentang sumber-sumber syariah dan wawasan kemodernan tentang HAM.
Dengan wawasan yang luas inilah, maka nantinya para ulama dapat menjadi garda
terdepan bagi penegakan HAM berdasarkan syariah dan nilai-nilai secara
universal.
14
DAFTAR PUSTAKA
Basri, M. (2015). Hukum Demokrasi Dalam Islam. Suhuf. Vol. 27, No. 1, Mei
2015: 1-21.
Kasdi, A. (2014). Maqashid syari’ah dan hak asasi Manusia (implementasi ham
dalam pemikiran islam). Jurnal Penelitian, 8(2).
15