Anda di halaman 1dari 18

HAM dan Demokrasi dalam Islam

Diajukan guna memenuhi tugas Mata Kuliah Umum

Pendidikan Agama Islam kelas 100

Makalah

Dosen Pengampu :

Drs. H. Khotim Ashom, M. Pd. I

Disusun Oleh :

M. Zakki Ubed 210210303009

Ridho Ismail Rachman 210210303039

Faiz Alfaridzi Yusuf 210210303080

Richard Prabowo Mansopu 210210401052

UNIVERSITAS JEMBER

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat beserta
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyusun serta menyelesaikan makalah kami
yang berjudul “HAM dan Demokrasi dalam Islam” dengan tepat waktu, untuk
memenuhi tugas Mata Kuliah Umum Pendidikan Agama Islam kelas 100. Dengan
kesempatan ini juga, kami tidak lupa untuk menyampaikan rasa terima kasih
kepada :

1. Bapak Drs. H. Khotim ashom, M. Pd. I Selaku dosen pengampu Mata


Kuliah Umum Pendidikan Agama Islam kelas 100,
2. Teman kelompok ini yang telah saling bekerjasama dalam mencari
informasi serta mengumpulkan data terkait isi makalah,
3. Kedua orang tua yang senantiasa memberikan rustu dan semangatnya
kepada kami.

Kami menyadari bahwasannya dalam penulisan makalah ini, masih


terdapat banyak kesalahan serta kekurangan. Oleh karena hal tersebut, kami
sangat mengharapkan sebuah saran serta kritik yang sekiranya bersifat
membangun untuk kami, sehingga kedepannya kami dapat memperbaiki
kesalahan-kesalahan yang ada, serta menjadi lebih baik daripada sebelumnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami sebagai penyusun, dan pembaca
pada umumnya.

Jember, 25 Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Pokok Masalah..................................................................................1

1.2 Pokok Bahasan..................................................................................1

1.3 Tujuan Penulisan..............................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Sejarah HAM.......................................................................................2

2.2 HAM Perspektif Ajaran Islam.............................................................6

2.3 Demokrasi dalam Islam.......................................................................10

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan........................................................................................13

3.2 Saran..................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pokok Masalah

Dalam penulisan makalah ini, kami membahas mengenai sejarah


perjalanan HAM dari periode kelam yang cenderung memihak golongan tertentu
dan tidak adil, hingga ke periode dimana HAM mengalami kemerdekaan. Lalu
bagaimana perspektif ajaran Islam terhadap HAM, serta seperti apakah pandangan
Islam terkait Demokrasi. Sehingga, kami selaku penyusun makalah dan para
pembaca dapat mengetahui lebih banyak terkait HAM dan Demokrasi dalam
Islam kedepannya.

1.2 Pokok Bahasan


Pokok-pokok bahasan pada makalah yang kami buat ini, adalah:
1. Bagaimanakah Sejarah perjalanan HAM dari periode ke periode?
2. Apakah Perspektif Ajaran Islam tentang HAM?
3. Bagaimana pandangan Islam terhadap Demokrasi?

1.3 Tujuan Penulisan

Sedangkan tujuan dari penulisan makalah yang kami buat ini, yaitu:

1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah perjalanan HAM dari periode ke


periode
2. Untuk mengetahui bagaimana perspektif Islam terhadap HAM
3. Untuk mengetahui bagaimana pandangan Islam terhadap Demokrasi

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah HAM

Sejarah Hak Asasi Manusia (HAM) berjalan secara terputus-putus, hal


tersebut terjadi akibat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti kepercayaan, aliran
pemikiran, adat istiadat, kondisi dan situasi. Hak-hak tersebutlah yang menjadi
penyebab untuk peristiwa-peristiwa sejarah besar dalam beberapa kedaan yang
berakhir dengan adanya atau terjadinya revolusi sosial, politik, pemikiran,
bangunan, perubahan hukum dan perundang-undangan, juga tidak luput lahirnya
deklarasi perjanjian regional maupun secara internasional. Meskipun begitu,
melalui tahapannya, perkembangan dan ditengah-tengah perjalanannya itu
terdapat pengetahuan yang nampak jelas, ciri-cirinya begitu terang dan
mempunyai arah yang dapat ditangkap.

Dalam perjalanan sejarahnya, dan dengan kondisi yang demikian itu,


terbagilah sejarahnya dalam beberapa periode, yakni:

a. Periode Hukum Adat


Masyarakat yang hidup pada masa lalu berpegang kepada prinsip
“kebenaran ada di pihak yang kuat” dengan diperbolehkannya perampasan
hak-hak yang dimiliki oleh setiap orang. Hak Asasi Manusia kurang
terpelihara dan sering terabaikan, karena hal tersebut kebebasan individu
dan kebebasan yang lainnya pun tidak dikenal dan tidak terdapat
kepastiannya. Yang dikenal oleh orang lain adalah, adanya sistem
perbudakan yang dipandang sebagai hal lumrah. Keadaan yang demikian
tersebut, kemudian mengalami sebuah perubahan secara perlahan-lahan
yang dimulai dengan lahirnya hukum adat, dengan mengakui sebagian
Hak Asasi Manusia, beberapa diantaranya yakni hak untuk hidup, hak

2
pemilikan, hak untuk berusaha dan hak melakukan sebuah tuntutan
dihadapan seorang kepala suku ataupun salah seorang penguasa.
Hal sedemikian pula pun terjadi pada sejarah bangsa Yunani dan
Romawi dimasa lalu, dalam proses kodefikasi perundang-undangannya.
Namun dalam pengkodefikasiannya, Romawi sebenarnya hanyalah
pengumpulan adat-istiadat yang masihlah ada sebuah unsur kekerasannya.
Semisal para filsuf Yunani, mereka mengatakan bahwasannya perbudakan
merupakan hal yang alami dan dibutuhkan untuk kelangsungan kerja
dalam perekonomian pada masa itu. Orang-orang romawi pun mengatakan
bahwasannya seorang kepala keluarga mempunyai kekuasaan yang mutlak
terhadap para anggotanya.
Sementara itu, perilaku masyarakat jahiliyah justru saling serang
menyerang menjadi sebuah tradisi dan merupakan manifestasi kemegahan
serta kepahlawanan. Peristiwa balas dendam antar suku serta individu
yang terjadi itulah buktinya, bahwasannya hukum didasarkan pada
kekuatan. Adanya seorang tawanan yang kemudian diperbudak telah
menjadi hal yang tidak asing lagi di masyarakat, banyak terjadi
pelanggaran Hak Asasi Manusia terutama pada kaum hawa. Terjadi tukar-
menukar anka perempuan yang mereka sebut dengan “nikah syigar”,
mewarisi istriyang suaminya telah meninggal, penguburan anak
perempuan secara hidup-hidup serta penjualan anak karena merasa hina
atau karena kemiskinan adalah akibat besarnya kekuasaan seorang ayah.
Hal-hal diatas, merupakan contoh dari pelanggaran Hak Asasi Manusia
pada periode hukum adat.

b. Periode Hukum Perundang-Undangan


Apabila sebuah hukum adat berpegang pada sebuah hukum, pada
tahapan selanjutnya tepatnya setelah majunya peradaban dan mantapnya
kekuasaan sebuah negara, dimulailah pembuatan perundang-undangan
yang secara langsung didasarkan pada hukum tertulis. Beberapa contoh

3
undang-undang yang paling penting dalam periode yang ini yakni
Undang-Undang Hammurabi, Solon serta Lembaran Duabelas.
Hammurabi merupakan seorang raja Babilonia sekitaran abad 20
SM, undang-undangnya berbentuk tulisan prasasti batu yang dianggap
sebagai undang-undang tertua yang dikenal banyak orang serta
mempengaruhi perundang-undangan pada periode-periode setelahnya.
Undang-undang tersebut kiranya berisi tentang hukum pidana, hak-hak
istimewa seorang pegawai pemerintahan, hukum perdagangan, hal sewa-
menyewa, upah sewa seekor ternak, masalah perwakilan, eksportasi
barang, perhutangan, persoalan penahanan, masalah keluarga serta
perbudakan.
Sedangkan Solon, ia merupakan seorang penyair, filsuf sekaligus
politikus Yunani yang hidup antara abad keenam dan ketujuh SM (640-
560). Ia dipilih oleh para penduduk Athena sebagai seorang kepala
pemerintahan Archon, pada masa pemerintahannya itu banyak sekali
perbaikan yang telah dilakukannya, seperti: membebaskan hukuman
penjara bagi seorang yang mempunyai sebuah hutang, melarang adanya
perbudakan karena masalah hutang, memberikan sebagian hak waris bagi
perempuan, memberikan kebebasan hak atas tanah bagi para petani,
menggiatkan perdagangan, industri serta membentuk Majelis Empatratus
yang merupakan sebuah majelis perwakilan dari empat suku Athena yang
terpilih, juga mendirikan mahkamah banding bagi anggota masyarakat.
Namun sisi kelemahannya adalah, Solon ternyata masih memegang sistem
perkastaan dan memberikan prioritas kepada golongan orang-orang kaya
yang disebutnya sebagai Pemerintahan Timokrasi untuk membedakannya
dengan Demokrasi.
Sementara di Romawi, terlahir sebuah perundang-undangan
kerajaan yang disebut Lembaran Duabelas. Perundang-undangan ini lahir
sebagai akibat dari revolusi kaum proletar (Plebs) dengan kaum
bangsawan (Patricii), dimana undang-undang ini mengakui persamaan hak
diantara semua kelas rakyat Romawi dan menghapuskan perbedaan antara

4
si kaya dengan si miskin dihadapan hukum. Lembaran ini berisi tentang
asas-asas peradilan, hukum pidana, hak sipil, hukum keluarga dan masalah
kepemilikan, namun semuanya itu maish saja diwarnai kesadisan yang
sifatnya cenderung memberatkan. Semisalnya, terdapat seorang pencuri
yang tertangkap basah maka harus dihukum mati, bahkan anaknya pun
diperbolehkan untuk dijual.

c. Periode Konstitusi
Periode Konstitusi ini lahir setelah periode perundang-undangan,
dimana hak-hak manusia secara dasar tercantum didalamnya. Konstitusi
ini sendiri memuat tentang dasar-dasar sebuah negara, lembaga kekuasaan
negara (legislatif, eksekutif serta yudikatif) serta tentang lampiran
ditetapkannya Hak Asasi Manusia. Dalam hal tersebut, konstitusi terbagi
menjadi dua bagian, yakni:
 Pertama, hak-hak asasi manusia dalam konstitusi barat. Dalam
konteks barat yang pertama kali memprakarsai adalah dengan
mengeluarkan Magna Charta (Piagam Besar) pada sekitaran tahun
1215, hal ini disebabkan dari adanya revolusi rakyat serta golongan
pendeta terhadap perilaku kesewenang-wenangan rajanya.
Kemudian, piagam ini disempurnakan lagi dengan piagam-piagam
yang lain, diantaranya: Petition of Rights (Hak Petisi) pada tahun
1628, serta Bill of Rights (Deklarasi Hak-Hak Manusia) pada tahun
1689 dan Act of Setlement (Undang-Undang Tentang Persamaan)
pada tahun 1701. Diantara ketepatan yang terpenting tentang hak-
hak asasi manusia di barat adalah Declaration of Independence
(Deklarasai Kemerdekaan) Amerika yang lahir pada tahun 1776,
yang kemudian direvisi serta hasilnya adalah “deklarasi hak-hak
manusia” yang lahir diantara tahun 1789 dan 1791. Deklarasi ini
menegaskan dalam bentukan umum atas kemerdekaan dalam
beragama, kekayaan, tempat tinggal, hak perlindungan atas jiwa,
jaminan atas hak pengajuan tuntutan dan prinsip “tidak bersalah”

5
tanpa adanya keputusan yang adil, serta tentang angkatan
bersenjata dan syarat-syarat wajib militer. Demikian pula yang
terjadi setelah terjadinya Revolusi Perancis pada tahun 1789,
lahirnya Declaration des Droits de I’ homme et du Citoyen
(Deklarasi tentang Hak-Hak Manusia dan Warga Negara).
 Sedangkan yang kedua adalah hak-hak asasi manusia pada masa
konstitusi kekhalifahan islam. Konstitusi yang pertama yang
diperoleh umat Islam adalah pada masa Daulah Ustmaniyyah
karena desakan masyarakat kala itu, yang diberi nama Khat
Goulkhanah Syarif pada sekitaran tahun 1839. Selanjutnya diikuti
oleh piagam konstitusi yang kedua pada tahun 1856 dengan nama
Khat Humayun. Kedua konstitusi ini mengandung tentang haj-hak
asasi pada manusia, serta yang terpenting adalah kebebasan
individu yang terdiri atas kehormatan jiwa, kemuliaan hak milik
perorangandan kebebasan dalam beragama, disamping mengenai
hak-hak istimewa atas harta kekayaan yang diberikan sejak
penduduk Ustmaniyah bagi penduduk nonmuslim. Hingga pada
awal Desember 1876, lahirlah konstitusi Ustmaniyah yang
diberikan nama Al-Masysrutiyah al-Ula. Setelah dibekukannya
pada tahun 1878 konstitusi tersebut dihidupkan kembali akibat
adanya revolusi pemuda Turki pada tahun 1908 dengan nama Al-
Masyrutiyah ats-Tsaniyah, yang menegaskan tentang HAM
didalam konteks perundang-undangan.

2.2 HAM Perspektif Ajaran Islam

Islam adalah agama yang universal dan luas cakupannya, begitu juga
tentang Hak Asasi Manusia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Hak
Asasi manusia (HAM) diartikan dengan hak dasar atau hak pokok seperti hak
hidup dan mendapatkan perlindungan atau juga diartikan dengan hak yang
dimiliki manusia menurut kodratnya, yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya.

6
Menurut Abu a’Ala al-Maududi dalam pendapatnya, terdapat dua konsep tentang
hak. Pertama hak manusia atau huquq al-insan al-dharuriyyah dan kedua hak
Allah atau huquq Allah. Kedua bentuk hak tersebut tidak dapat dipisahkan. Hal
itulah yang membedakan antara konsep HAM dalam islam dan konsep HAM
dalam budaya barat.

Dalam islam terdapat tingkatan dalam hak asasi manusia, pertama, hak
dasar (hak darury). Sesuatu dianggap hak dasar apabila hak tersebut dilanggar,
bukan hanya membuat manusia sengsara, tetapi juga hilang eksistensinya, bahkan
hilang derajat kemanusiaannya. Sebagai contoh, bila hak hidup seseorang
dilanggar, maka berarti orang itu mati. Kedua, hak sekunder (hajy), yakni hak-hak
yang bila tidak dipenuhi akan berakibat pada hasil hak-hak elementer, misalnya,
hak seseorang untuk memperoleh pendidikan yang layak, maka akan
mengakibatkan pengangkatan hak hidup. Ketiga, hak tersier (tahsiny), yakni hak
yang tingkatnya lebih rendah dari hak primer dan sekunder. Ajaran HAM dalam
islam juga dapat dijumpai pada Al-Qur’an dan hadist.

HAM dalam islam terjadi karena adanya beberapa peristiwa sebagai


berikut:

1. Piagam Madinah
Adapun ajaran-ajaran utama dalam Piagam Madinah itu adalah;
Pertama, interaksi secara baik dengan sesama, baik muslim maupun
non Muslim. Kedua, saling membantu dalam menghadapi musuh
bersama. Ketiga, membela mereka yang teraniaya. Keempat, saling
menasihati. Dan kelima menghormati kebebasan beragama. Satu dasar
itu yang telah diletakkan oleh Piagam Madinah sebagai landasan
bagi kehidupan bernegara untuk masyarakat majemuk di madinah.

2. Deklarasi Kairo
Deklarasi Kairo adalah sebuah deklarasi yang membicarakan tentang hak
asasi manusia yang diadakan di Kairo ibukota negara Mesir pada tahun

7
1990 dan diakui oleh PBB. Dalam deklarasi tersebut menjelaskan poin-
poin hak asasi manusia menurut islam. Dalam penjelasan tersebut terdapat
pengutipan dari Al-Qur’an sebagai sumber dasar acuan dalam islam.

Dari penjelasan di atas terlihat bahwasannya islam sangat peduli dengan


hak asasi manusia sejak zaman dahulu. Namun dalam pelaksanaanya HAM di
dunia lebih berpegang pada budaya barat. Secara prinsip, HAM dalam Islam
mengacu pada al-dlaruriyat al-khamsahatau yang disebut juga al-huquq al-
insaniyah fi al-islam (hak-hak asasi manusia dalam islam). Dalam konsep
tersebut terdapat lima hal pokok yang dikemukakan oleh Imam Asy-Syathibi
yang harus dijaga oleh setiap individu yaitu :

1. Menjaga agama (hifzd al-din)


Dapat dipahami bahwa .Islam menjaga hak dan kebebasan
berkeyakinan dan beribadah. Artinya setiap pemeluk Islam berhak atas
agama dan mazhabnya dan tidak ada paksaan untuk mengikuti atau
meninggalkannya. Masyarakat islam juga diwajibkan untuk menjaga
tempat-tempat peribadatan baik milik muslim ataupun non muslim,
menjaga kehormatan syiar mereka, bahkan Islam memperbolehkan
berperang karena untuk menjaga kebebasan beribadah.

2. Menjaga jiwa (hifzd al-nafs).


Islam sangat menghormati keberadaan jiwa. Karena sebenarnya hanya
Allah-lah sang khalik pemberi kehidupan dan Dia pula yang
mematikan (QS.al-Mulk:2 dan al-Isra:33).Dalam konteks ini harus
dibedakan antara pembunuhan dan kematian. Pembunuhan berarti
perusakan struktur tubuh yang menyebabkan keluarnya ruh pada
tubuh yang sehat dengan spesifikasi-spesifiksi khusus dengan
menggunakan senjata tajam atau tembakan peluru dan yang sejenisnya.
Sedangkan kematian adalah keluarnya ruh dari tubuh baik dalam kedaan
sehat atau sakit dan hanya Allah yang mematikan. Dari definisi diatas

8
dapat dibedakan bahwa pembunuhan ada unsur merusak atau
menghancurkan sebelum ruh keluar dari jasad, sedangkan kematian
ruh keluar dari jasad dalam kondisi tubuh yang sempurna.

3. Menjaga akal (hifzd al ‘aql)


Akal adalah sumber hikmah atau pengetahuan, cahaya muara hati, dan
media kebahagiaan manusia didunia dan akhirat. Dengan akalnya
manusia bisa menjalankan perannya sebagai khalifah fial-ardl. Dan
dengan akalnya pula manusia menjadi berbeda dengan makhluk
lainnya di alam ini. Dengan akalnya pula Allah memuliakan manusia dari
makhluk lainnya (QS.al-Isra`:70).Oleh karena itu, Islam sangat
menjaga dan melindungi akal dan memberikan sanksi berupa had
atas pelanggaran yang bisa merusak akal. Seperti mengkonsumsi hal-
hal yang memabukkan dan benda-benda lain yang menurut adat kebiasaan
menyebabkan hilang akalnya, dalam hal ini selain untuk kebutuhan medis.

4. Menjaga harta (hifzd al-mal)


Harta merupakan salah satu inti kebutuhan dalam kehidupan, dimana
manusia tidak bisa dipisahkan dengannya (QS.al-Kahfi:46). Adapun cara
mendapatkan tindakan tertentu dan telah memenuhi syarat serta rukunnya.
Suatu tindakan diberlakukan atas seorang pelaku, sepadan dengan
tindakan yang telah dilakukannya kepada si korban. Harta yang baik
adalah dengan bekerja (kasb) atau dengan cara mendapatkan warisan.
Karena itu, Islam melarang mendapatkan harta dengan cara-cara yang
batil (QS.al-Baqarah:188,) Islam secara tegas melarang mencuri
sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur’an (QS.al-Maidah: 38).

5. Menjaga keturunan (hifd al-nasl)


Dalam hal ini, Islam sangat menganjurkan pernikahan terhadap mereka
yang dianggap dan merasa sudah mampu untuk melakukannya, untuk
menjaga keturunan, dan untuk harta dan kehormatan. Perhatian Islam

9
ini untuk mengukuhkan aturan, perbaikan, ketenangan dan mengayomi
serta memberikan jaminan dalam kehidupan.

Kelima pokok dasar inilah yang harus dijaga oleh setiap umat islam
agar menghasilkan tatanan kehidupan yang lebih manusiawi dan bermoral,
berdasarkan atas penghormatan individu atas individu, individu dengan
masyarakat, masyarakat dengan negara, dan komunitas agama dengan
komunitas agama yang lainnya. Semua itu masuk akal dan tidak perlu
diperselisihkan. Bahwa pelaku kejahatan harus mendapatkan hukuman yang
setimpal karena kejahatan yang diperbuatnya. Sanksi ini dijatuhkan untuk
orang yang melakukan kejahatan tertentu dan telah memenuhi syarat
dan rukunnya. Jadi dengan adanya hukuman tersebut maka akan memperkecil
gerak manusia untuk melakukan tindak kejahatan.

2.3 Demokrasi dalam Islam

Demokrasi sebagai ideologi dan sistem kekuasaan telah menjadi landasan


dan bingkai kehidupan bermasyarakat dan bernegara hampir di seluruh dunia, baik
barat maupun dunia Islam. Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang memiliki
jargon dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Demokrasi lahir di Yunani pada
abad 5 SM, dan didesign ulang oleh para intelektual Eropa pasca renaissance,
akibat terjadinya konflik yang panjang antara kaum intelektual dan kaum
gerejawan, sebagai bentuk pemberontakan terhadap kekuasaan otoriter gereja
yang kejam sepanjang abad pertengahan. Demokrasi menganggap kedaulatan
(soverignty) atau hak untuk membuat hukum di tangan rakyat yang diwakili oleh
para anggota parlemen. Kekuasaan (authority) untuk memilih para anggota
parlemen dan penguasa dalam demokrasi di tangan rakyat, dan rakyat pula yang
berhak menurunkan mereka. Walaupun dalam prakteknya rakyat sebenarnya tidak
berkuasa. Sebab kekuasaan itu telah dibeli dan dirampas oleh partai dan para
anggota parlemen atau penguasa yang berkampanye dan mereka pilih.

10
Demokrasi merupakan sebuah konsep politik yang berasal dari tradisi
pemikiran barat. Sejarah pertemuan umat islam dengan peradaban barat, salah
satunya memunculkan perdebatan seputar menerima atau menolak demokrasi.
Respon para orang muslim terhadap paham demokrasi dikelompokkan menjadi 3
kelompok. Kelompok pertama cenderung menolak demokrasi, dan memandang
seluruh penguasa Indonesia kafir, meski ada yang menerima namun bersikap
apologis. Kelompok kedua menerima demokrasi tanpa perlu merujuk pada tradisi
agama, dan melihat demokrasi tidak semuanya kufur dan boleh memanfaatkannya
dalam koridor tidak bertentangan dengan islam. Kelompok ketiga mensintesiskan
hubungan islam dan demokrasi sebagai dua hal yang kompatibel, bahkan
memandang demokrasi adalah hal dalam segala kondisinya, dengan mengikuti
suara terbanyak tanpa melihat bertentangan tidaknya dengan syariat Allah SWT.

Sedangkan hukum demokrasi dalam islam adalah umat islam memandang


bahwa memasuki wilayah politik yang berkembang saat ini perlu dilakukan untuk
mewujudkan cita-cita penegakan syariat islam. Dengan pertimbangan untuk
mengubah sistem siyasah sekuler menuju siyasah yang islami

Masa depan peradaban bangsa terletak pada sejauhmana prinsip-


prinsip demokrasi bisa diwujudkan. Banyak bukti yang menunjukkan
bahwa Negara negara yang tidak menerapkan nilai-nilai demokrasi mengalami
kehancuran. Di dalam al-Qur‟an terdapat banyak sekali ayat yang terkait dengan
prinsip-prinsip demokrasi, antara lain : QS. Ali Imran 159 dan al-Syura 38
yang berbicara musyawarah. bahwa dengan bermusyawarah itu kasih sayang
Tuhan akan dilimpahkan kepada mereka semuanya, hendaklah kalau
bermusyawarah dengan perilaku lemah lembut diantara sesama, berilah maaf
apabila ada yang berbeda pendapat diantara kamu dan jangan sekali-kali
menggunakan kekerasan dalam bentuk apapun, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan membulatkan tekad serta bertawakkal kepada Allah atas semua
urusan yang dihadapi, karena semua itu adalah bentuk kepatuhan.

Berikut merupakan prinsip-prinsip demokrasi dalam Islam, yaitu :

11
1. Musyawarah
Prinsip ini menjelaskan cara pengambilan keputusan berdasarkan
kesepakatan bersama, dengan mengutamakan kepentingan umum daripada
pribadi atau golongan.
2. Adil
Artinya adalah penegakan hukum di berbagai sektor kehidupan sehingga
berjalan adil dan bijaksana bagi semua orang
3. Amanah
Seluruh orang yang terlibat dalam demokrasi wajib menjaga amanah atau
kepercayaan yang dititipkan saat musawarah.
4. Tanggung Jawab

Setiap muslim wajib menyadari, jabatan dan kekuasaan adalah amanah


yang harus dilaksanakan. Mereka yang dititipi amanah wajib bertanggung
jawab di hadapan Allah SWT dan yang telah dengan mempercayakannya.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sejarah HAM berjalan secara terputus-putus karena dipengaruhi oleh
beberapa hal seperti kepercayaan, aliran pemikiran, adat istiadat, kondisi serta
situasi. Hal tersebutlah yang sekiranya menjadi sebab mengapa banyak peristiwa
besar yang terjadi dalam sejarah umat manusia yang berakhir dengan adanya
revolusi sosial, politik, pemikiran, bangunan, dan perundang-undangan. Dalam
perjalanan dan kondisi yang demikian, maka sejarah HAM terbagi menjadi
periode hukum adat, periode hukum perundang-undangan, serta periode konstitusi
sebagai akhirnya.
Islam juga sangat peduli dengan HAM sejak zaman dahulu, namun dalam
pelaksanaannya HAM di dunia lebih berpegang pada budaya barat. Secara prinsip,
HAM dalam Islam juga mengacu pada al-huquq al-insaniyah fi al-islam (hak-
hak asasi manusia dalam Islam). Dalam konsep tersebut terdapat lima hal pokok
yang harus dijaga oleh setiap umat islamagar menghasilkan tatanan hidup yang
baik.

Pandangan kaum muslim terhadap demokrasi terbagi menjadi tiga hal,


hukum demokrasi dalam islam adalah umat islam memandang bahwa memasuki
wilayah politik yang berkembang saat ini perlu dilakukan untuk menciptakan
penegakan islamiyah.

3.2 Saran

HAM sudah merupakan hak dasar yang melekat pada individu sejak lahir,
dan secara kodrat telah diberikan langsung oleh Allah SWT yang tidak dapat
dirampas dan dicabut keberadaannya oleh siapapun. Oleh sebab itu, nilai-nilai
HAM dengan prinsip-prinsipnya yang universal merupakan bagian dari semangat

13
dan nilai-nilai syariah. Keduanya tidaklah perlu dipertentangkan. Namun
keduanya inilah yang membentuk sebuah sinergitas yang harmonis, sehingga
masa depan HAM di dalam tradisi Islam akan sangat cerah dan memiliki topangan
yang kuat. Pertumbuhannya akan mengalami gerakan maju yang
menggembirakan, dengan tentunya butuh pemahaman para ulama yang makin
baik tentang sumber-sumber syariah dan wawasan kemodernan tentang HAM.
Dengan wawasan yang luas inilah, maka nantinya para ulama dapat menjadi garda
terdepan bagi penegakan HAM berdasarkan syariah dan nilai-nilai secara
universal.

Sedangkan Demokrasi, haruslah melahirkan partisipasi rakyat dalam


pembuatan keputusan, adanya persamaan kedudukan di depan hukum, adanya
distribusi pendapatan secara adil, adanya kesmpatan pendidikan yang sama,
adanya kebebasan dalam mengemukakan pendapat, beragama, serta adanya
kerjasama setiap prinsip demokrasinya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Atqiya, N. (2014). Ham Dalam Perspektif Islam. Islamuna: Jurnal Studi


Islam, 1(2).

Basri, M. (2015). Hukum Demokrasi Dalam Islam. Suhuf. Vol. 27, No. 1, Mei
2015: 1-21.

Kasdi, A. (2014). Maqashid syari’ah dan hak asasi Manusia (implementasi ham
dalam pemikiran islam). Jurnal Penelitian, 8(2).

Masdar F. Mas’udi, ”HAM dalam Islam“ dalam Suparman Marzuki dan


Sobirin Mallan, Pendidikan Kewarganegaraan dan HAM (Yogyakarta: UII
Press,2002).

Mujiwati, Y. (2017). Nilai-Nilai Demokrasi dalam Islam Untuk Membangun


Karakter Masyarakat. Al-Makrifat: Jurnal Kajian Islam, 1(2), 180-189.
Retrieved from: Ejournal.Kopertais4.or.id-Makrifat.

Percy Hancock, The Code of Hammurabi, London. 1932.

Subhi, Mahmassani, Arkan Huquq al-Insan, diterjemahkan oleh Hassanuddin,


Jakarta: Lentera Antar Nusa, 1993.

15

Anda mungkin juga menyukai