Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

SEJARAH PERKEMBANGAN HAM

Kelompok II:
Alamsyah 042001010
Novita 042001015
La Ode Dandi 042001022
Lusiana 042001016
Rabiatul Muthma Innah 042001018
Fakiatu Rahma 042001019

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BUTON
BAUBAU
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan segala bentuk kenikmatan-Nya kepada kita semua
sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang di
harapkan. Dan tak lupa penulis mengirimkan salam dan shalawat atas junjungan
kita Nabiullah Muhammad Saw sebagai rahmatan lil’alamin.

Penulisan makalah ini merupakan bentuk kewajiban dan penyempurnaan


nilai terhadap kami selaku mahasiswa. Makalah ini telah kami susun dengan
maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehinnga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini dengan segenap keikhlasan dan semoga
dapat bermanfaat bagi pembaca.

Baubau, 31 Oktober 2023


Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ...................................................................................


KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A.Latar Belakang ....................................................................................... 1
B.Rumusan Masalah .................................................................................. 2
C.Tujuan ..................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 3
A.Sejarah Perkembangan Ham di Barat .................................................... 3
B.Sejarah Perkembangan Ham dalam Islam .............................................. 10
C. Sejarah Perkembangan Ham di Indonesia ............................................. 13
BAB III PENUTUP ....................................................................................... 16
A.Kesimpulan ............................................................................................ 16
B.Saran ....................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hak asasi manusia (HAM) merupakan hak dasar yang dimiliki manusia,

eksistensinya melekat pada kodrat manusia sejak dilahirkan. HAM bersifat

universal, artinya keberlakuannya tidak dibatasi oleh ruang atau tempat, tidak

dibatasi oleh waktu, serta tidak terbatas hanya pada orang-orang tertentu. HAM

dibutuhkan manusia selain untuk melindungi martabat kemanusiaannya, juga

digunakan sebagai landasan moral dalam bergaul atau berhubungan dengan

sesama manusia. Seseorang dalam rangka mengaplikasikan HAM-nya harus pula

menghargai HAM orang lain. Tidak boleh mengaplikasikan sebebas-bebasnya

menurut kehendak sendiri. Tetap harus disadari bahwa mengaplikasikan HAM-

nya dibatasi oleh HAM orang lain. Dalam bergaul atau berhubungan dengan

sesama manusia, setiap orang memiliki “kewajiban” untuk mengakui dan

menghormati HAM orang lain, demi terlaksana atau tegaknya HAM itu sendiri.

Sangat penting disadari bahwa “Setiap hak pasti melekat suatu kewajiban”.

Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan “Di mana ada ’hak asasi’ disitu pula

pasti ada ‘kewajiban asasi’ bagi manusia lainya”. Itulah sebabnya dalam setiap

penerapan HAM, negara, hukum, pemerintah maupun manusia lain

“berkewajiban” untuk memperhatikan, mengakui, menghormati, dan menghargai

“hak asasi” serta "kewajiban asasi”. Terkait penjelasan singkat di atas, maka pada

makalah ini akan membahas sejarah perkembangan HAM. Hal ini mencakup

1
2

sejarah perkembangan HAM dalam islam, sejarah perkembangan HAM di Barat

dan sejarah perkembangan HAM di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Pada makalah ini akan dibahas terkait beberapa permasalahan, diantaranya yaitu:

1. Bagaimanakah sejarah perkembanngan HAM di Barat?

2. Bagaimanakah sejarah perkembangan HAM dalam Islam?

3. Bagaimanakah sejarah perkembangan HAM di Indonesia?

C. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu:

1. Untuk mengetahui sejarah perkembangan HAM di Barat.

2. Untuk mengetahui sejarah perkembangan HAM dalam Islam.

3. Untuk mengetahui sejarah perkembangan HAM di Indonesia.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan HAM di Barat


Pada umumnya para pakar di Eropa sependapat bahwa lahirnya HAM di

kawasan Eropa dimulai dengan lahirnya Magna Charta yang antara lain memuat

pandangan bahwa raja yang memiliki kekuasaan absolut, menjadi dibatasi

kekuasaannya dan mulai dapat diminta pertanggung jawaban di muka hukum.

Artinya, dalam Magna Charta tersebut hak absolutisme raja dihilangkan. Kalau

raja melanggar hukum, maka raja diadili kebijakan pemerintahannya

dipertanggung jawabkan kepada parlemen.

Alison Dundes, sebagaimana dikutip Faisar Ananda menjelaskan bahwa

secara empiris-historis tonggak-tonggak penting pemikiran dan gerakan HAM

telah ada sebelum perang dunia II. Dalam sejarah peradaban Barat, hak-hak

individu di tingkat nasional telah dipromosikan dengan berbagai macam usaha.

Negara-negara Barat telah mempublikasikan dokumen yang berkaitan dengan

perjuangan hak asasi seperti Magna Charta Inggris (1215). Isi pokok Dokumen

Magna Carta sebagaimana dijelaskan Madjid adalah Pertama, hendaknya raja

tidak melakukan pelanggaran terhadap hak milik dan kebebasan pribadi seorang

pun dari rakyat. Kedua, keluarnya Bill of Rights pada tahun 1628 yang berisi

penegasan tentang pembatasan kekuasaan raja dan dihilangkannya hak raja untuk

melaksanakan kekuasaan terhadap siapa pun, atau untuk memenjarakan,

menyiksa, dan mengirimkan tentara kepada siapa pun tanpa dasar hukum. Ketiga,

deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat pada tanggal 6 Juli 1776 yang memuat

penegasan bahwa setiap orang dilahirkan dalam persamaan


3
4

dan kebebasan dengan hak-hak untuk hidup dan mengejar kebahagiaan, serta

keharusan mengganti pemerintahan yang tidak mengindahkan ketentuan-

ketentuan dasar tersebut. Keempat, deklarasi hak-hak asasi manusia dan warga

negara dari Prancis pada 4 Agustus 1789. Deklarasi Prancis menegaskan lima

hak-hak asasi pemilikan harta (propiete), kebebasan (liberte), persamaan (egalite),

keamanan (securite) dan perlawanan terhadap penindasan (resistence a

loppression). Kelima, deklarasi universal tentang hak-hak asasi manusia pada

Desember 1948 yang memuat tentang kebebasan, persamaan, pemilikan harta,

hak-hak dalam perkawinan, pendidikan, hak kerja dan kebebasan beragama.

Lahirnya Magna Charta diiringi kemudian dengan lahirnya Bill of Right di

Inggris pada tahun 1689. Pada masa itu mulai timbul pandangan yang intinya

bahwa manusia sama di muka hukum (equality before the law). Adagium ini

memperkuat dorongan timbulnya negara hukum dan negara demokrasi. Bill of

right melahirkan atas persamaan harus diwujudkan, betapapun berat resiko yang

dihadapi, karena hak kebebasan baru dapat diwujudkan kalau ada hak persamaan.

Untuk mewujudkan semua itu, maka lahirlah teori kontrak sosial J.J. Rosseau,

teori trias politika Mountesqueiu, Jhon Locke di Inggris dengan hukum kodrati,

dan Thomas Jefferson di AS dengan hak-hak dasar dasar kebebasan yang

dirancangkan.

Faisar juga menjelaskan bahwa gagasan HAM sering dihubungkan kepada

tradisi filsafat Yunani, Bangsa Romawi dan abad pertengahan. Para ahli teori hak

asasi manusia sering mengacu pada contoh klasik dari literatur Yunani tentang

kasus Antigone dengan Raja Creon. Raja Creon mencela Antigone karena
5

memberi saudaranya yang telah memberontak suatu upacara penguburan yang

dianggap bertentangan dengan hukum kota besar. Antigone menjawab bahwa hal

itu harus dilakukan untuk mengikuti sesuatu yang lebih tinggi dari hukum positif,

yaitu konvensi.

Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The American

Declaration of Indefendence yang lahir dari paham Rousseau dan Montesquieu.

Mulailah dipertegas bahwa manusia adalah merdeka sejak di dalam perut Ibunya,

sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir, ia harus dibelenggu. Selanjutnya, pada

tahun 1789 lahirnya the French Delaration (Deklarasi Prancis), dimana ketentuan

tentang hak lebih dirinci lagi sebagaimana dimuat dalam the rule of law yang

antara lain berbunyi tidak boleh ada penangkapan dan penahan yang semena-

mena, termasuk penangkapan tanpa alasan yang sah atau penahan tanpa surat

perintah yang dikeluarkan oleh pejabat yang sah. Dalam kaitan itu berlaku prinsip

presumption of innocent, artinya orang-orang yang ditangkap, kemudian di tahan

dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah, sampai ada keputusan pengadilan

yang berkekuatan hukum. Kemudian prinsip itu dipertegas oleh prinsip Freedom

of expression (kebebasan mengeluarkan pendapat), freedom of religion (bebas

menganut agama yang dikehendaki), the riht of property (perlindungan hak milik),

dan hak-hak dasar lainnya. Jadi, dalam French Declaration sudah tercakup hak-

hak yang menjamin tumbuhnya demokrasi maupun negara hukum.

Bangsa Eropa juga telah menyadari bahwa perbudakan yang terjadi sangat

bertentangan dengan nilai-nilai politik mereka. Dalam kaitan itu bangsa Eropa

mempelopori gerakan penghapusan perbudakan. Pada persetujuan Brussel tahun


6

1890, enam belas bangsa-bangsa membentuk suatu sistem yang menyeluruh untuk

melawan perdagangan budak. Inggris juga melakukan hal itu dengan membuat

perjanjian yang disebut dengan konvensi perbudakan tahun 1926.

Para sarjana hukum internasional terkemuka dari berbagai penjuru dunia yang

bergabung dalam suatu badan usaha swasta yang bernama Institut Hukum

Internasional pernah melakukan pertemuan di Briarcliff New York pada tahun

tahun 1929. Pertemuan tersebut bertujuan untuk membahas pengembangan

perjanjian hak asasi manusia internasional. Draft pertama yang mereka kenalkan

adalah tentang tugas negara untuk menghormati hak-hak individu. Termasuk di

dalamnya adalah hak untuk hidup, kebebasan hak milik, kebebasan ilmu bahasa,

religius dan suatu kebangsaan. Pada 26 Januari 1941, Presiden Franklin D.

Roosevelt menyampaikan kepada kongres tentang dukungannya terhadap empat

kebebasan yang diupayakan untuk dipertahankan, yaitu: (1) kebebasan berbicara

dan berekspresi, (2) kebebasan beragama, (3) kebebasan dari hidup

berkekurangan, dan (4) kebebasan dari ketakutan akan perang.

Pembunuhan dan kerusakan dahsyat yang ditimbulkan Perang Dunia II yang

dilakukan Hitler pada Perang Dunia II mengilhami sejumlah bangsa-bangsa untuk

membangun sebuah organisasi internasional yang sanggup meredakan krisis

internasional serta menyediakan suatu forum diskusi dan mediasi guna mengatasi

dahsyatnya kerusakan dan kekejaman yang ditimbulkan Perang Dunia II.

Organisasi tersebut adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang merupakan

ganti dari Liga Bangsa-Bangsa (LBB). PBB telah banyak memainkan peran dalam

pengembangan pandangan kontemporer tentang hak asasi manusia.


7

Pada deklarasi Perserikatan Bangsa- Bangsa yang terbit pada 1 Januari 1942,

negara sekutu menyatakan bahwa kemenangan adalah penting untuk menjaga

kehidupan, kebebasan, independensi dan kebebasan beragama, serta untuk

mempertahankan hak asasi manusia dan keadilan.

Para pendiri PBB yakin bahwa pengurangan perang dapat mencegah

pelanggaran besar-besaran terhadap hak-hak manusia. Sebab itu dalam konsepsi-

konsepsi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang paling awal, mereka telah

mencantumkan peranan pengembangan hak asasi manusia dan kebebasan. Naskah

awal Piagam PBB (1942 dan 1943) memuat ketentuan tentang hak asasi manusia

yang harus dianut oleh negara manapun yang bergabung di dalam organisasi

tersebut.

Dalam proses perjalanannya, sejumlah kesulitan muncul berkenaan dengan

pemberlakuan ketentuan tersebut sehingga komisi hak asasi manusia yang

dibentuk PBB ditugaskan untuk menulis sebuah pernyataan internasional tentang

hak asasi manusia. Piagam itu sendiri menegaskan kembali keyakinan akan hak

asasi manusia yang mendasar, akan martabat dan harkat manusia, akan persamaan

hak antara laki-laki dan perempuan serta antara negara besar dan negara kecil.

Para penandatangannya mengikrarkan diri untuk melakukan aksi bersama untuk

memperjuangkan dan mematuhi hak asasi manusia serta kebebasan-kebebasan

mendasar untuk seluruh manusia, tanpa membedakan ras, jenis kelamin, bahasa

dan agama.

Pemikiran HAM terus berkembang dalam rangka mencari rumusan yang

sesuai dengan konteks ruang dan jamannya. Secara garis besar perkembangan
8

pemikiran perkembangan HAM dibagi kepada 4 generasi. Pada generasi pertama

pengertian HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan politik. Pemikiran HAM

generasi pertama terfokus pada bidang hukum dan politik disebabkan oleh

dampak dan situasi perang dunia II, totaliterisme dan adanya keinginan negara-

negara yang baru merdeka untuk menciptakan suatu hukum yang baru.

Generasi kedua pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis melainkan

hak-hak sosial, ekonomi, politik dan budaya. Jadi pemikiran HAM generasi kedua

menunjukkan perluasan pengertian konsep dan cakupan hak asasi manusia. Pada

generasi kedua, lahir dua Covenant yaitu Internasional Covenant on Economic,

Sosial and Cultural Right dan Internasional Covenant Civil and political Rights.

Selanjutnya generasi ketiga sebagai reaksi pemikirkan HAM generasi kedua.

Generasi ketiga menjanjikan adanya kesatuan antara hak ekonomi, sosial, budaya,

politik dan hukum dalam satu keranjang yang disebut dengan hak-hak

melaksanakan pembangunan (The Right Of Development) sebagai istilah yang

diberikan oleh Internasional Comisision of Justice.

Pemikiran HAM generasi keempat dipelopori oleh negara-negera di kawasan

Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi hak asasi manusia yang disebut

Declaration of the Basic Duties of Asia People and Government. Deklarasi ini

lebih maju dari rumusan generasi ketiga, karena tidak saja mencakup tuntutan

struktur tetapi juga kepada terciptanya tatanan sosial dan keadilan. Selain itu

deklarasi HAM Asia telah berbicara mengenai masalah kewajiban asasi bukan

hanya hak asasi. Deklarasi tesebut juga secara positif mengukuhkan keharusan

imperatif dari negara untuk memenuhi hak asasi rakyatnya. Deklarasi ini
9

mengkaitkan antara HAM dengan pembangunan, seperti pembangunan berdikari,

perdamaian, partisipasi rakyat, hak-hak budaya, dan hak keadilan sosial.

Di antara hak-hak sipil dan politik yang dicanangkan adalah hak untuk bebas

dari diskriminasi; untuk memiliki kehidupan, kebebasan, dan keamanan; untuk

bebas beragama; untuk bebas berpikir dan berekspresi; untuk bebas berkumpul

dan berserikat; untuk bebas dari penganiayaan dan hukuman kejam; untuk

menikmati kesamaan dihadapan hukum; untuk bebas dari penangkapan secara

sewenang-wenang; untuk memperoleh peradilan yang adil; untuk mendapat

perlindungan terhadap kehidupan pribadi (privasi); dan untuk bebas bergerak. Hak

sosial dan ekonomi di dalam deklarasi universal mencakup hak untuk menikah

dan membentuk keluarga, bebas dari perkawinan paksa, memperoleh pendidikan,

mendapatkan pekerjaan, istirahat dan bersenang-senang, serta memperoleh

jaminan selama sakit, cacat, atau tua.

B. Sejarah Perkembangan HAM dalam Islam


Islam adalah agama yang memiliki beberapa lingkup konsep seperti

aqidah, ibadah, dan muamalat. Kosep yang demikian mengandung ajaran

keimanan, juga mencakup dimensi ajaran agama Islam yang dilandasi oleh

ketentuan-ketentuan berupa syariat atau fikih. Terkait dengan HAM dalam Islam,

kalangan intelektual dan aktivis Muslim, mereka sangat mendukung konsep

HAM, dan tentu saja hal ini sejalan dengan Islam. HAM dalam Islam sudah ada

600 tahun sebelum Magna Charta bergema. Pernyataan ini diungkapan oleh

Bambang Cipto yang mempertegas bahwa konsep dan pemikiran Islam mengenai

pembahasan HAM, maka mencakup dalam bidang pembahasan Islam seperti;


10

hak-hak di bidang sosial, ekonomi dan budaya. Hal yang demikian telah jauh

sebelumnya telah ada, sebelum menggema Barat.

Dalam pandangan Islam pada prinsipnya Hak Asasi Manusia (HAM)

bukanlah berasal manusia, melainkan berasal dari causa prima alam semesta ini

yaitu Allah Swt. hal yang demikian tentunya menjadi perbedaan yang mendasar

antara konsep HAM dalam Islam dengan konsep HAM Barat. Lain daripada itu,

HAM dalam pandangan Islam, dikategorisasikan sebagai aktivitas yang

didasarkan pada diri manusia sebagai khalifah di muka bumi, sedangkan bagi

pandangan Barat, HAM ditentukan oleh aturan-aturan publik demi tercapainya

perdamaian dan keamanan semesta alam. Kemudian, pembahasan HAM dalam

Islam, pada hakikat-nya misi Rasulullah itu sendiri adalah untuk menegakkan

HAM. Rasulullah sebagai Rahmat Lil Alamin, dalam setiap kesempatan selalu

mendahulukan HAM. Keadilan sebagai ciri HAM adalah tuntunan jelas yang

tercantum dalam Al-Qur'an. Lebih lanjut terkait pembahasan HAM dalam Islam,

dapat dikasifikasikan dalam beberapa tingkat. Hal ini mengacu pada pendapat

Masdar F. Mas‟udi. Menurutunya ada tiga bentuk hak asasi manusia dalam Islam,

pertama, hak darury (hak dasar). HAM di sini yaitu sesuatu dianggap hak dasar

apabila hak tersebut dilanggar, bukan hanya membuat manusia sengsara, tetapi

juga hilang eksistensinya, bahkan hilang harkat kemanusiaannya. Contoh dari

bentuk petama ini seperti bila hak hidup seseorang dilanggar, maka berarti orang

itu mati. Kedua, hak sekunder, ialah hak-hak yang bila tidak dipenuhi akan

berakibat pada hilangnya hak-hak elementer, misalnya, hak seseorang untuk

memperoleh sandang pangan yang layak, maka akan mengakibatkan hilangnya


11

hak hidup. Ketiga, hak tersier, yakni hak yang tingkatannya lebih rendah dari hak

primer dan sekunder.

Konsep HAM dalam Islam, dapat dijumpai dalam sumber ajaran Islam itu

sendiri yaitu Al-Qur‟an dan Hadis. Kedua sumber tersebut di samping sebagai

sumber normatif juga merupakan sumber ajaran praktis dalam kehidupan umat

Islam. Untuk menelusuri kosenp dasar HAM dalam Islam, maka Dede Rosyada

memberikan keterangan. Menurutnya, HAM dalam Islam muncul dengan

beberapa peristiwa, salah satunya adalah peristiwa Piagam Madinah. Hal ini

menilik dari ajaran pokok dalam Piagam Madinah itu yaitu: Pertama, adanya

interaksi dan kerja sama secara baik dengan sesama, baik pemeluk Islam maupun

non Muslim. Kedua, saling membantu dalam menghadapi musuh bersama.

Ketiga, membela mereka yang tertindas. Keempat, saling menasihati. Dan kelima

menghormati kebebasan beragama. Beberapa aspek ini telah diimplementasikan

dalam Piagam Madinah sebagai landasan bagi kehidupan bernegara untuk

masyarakat majemuk di Madinah.

Menurut Sudjana dapat dipahami jika Islam sebagai agama yang memiliki

ajaran yang sangat komprehensif, alasannya karena Islam sangat menghormati

hak-hak lahiriyah yang melekat pada diri manusia, termasuk dalam segala aspek.

Selain itu, ajaran Islam juga sangat menekan pada hal persamaan yang dimiliki

oleh manusia di mata hukum. Persamaan ini tanpa melihat perbedaan etnis, agama

bangsa, keturunan, kelas, dan kekayaan. Juga tanpa dibedakan antara muslim, dan

agama-agama lain, bahkan cakupannya juga antara cendekiawan dengan yang

bukan, antara yang kuat dengan yang lemah.


12

Konsep lain dalam Islam terkait dengan HAM, dilihat dari konsep

ketakwaan kepada Allah yang diimplementasikan dengan melaksanakan segala

perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Allah memerintahkan kepada

manusia agar berbuat amar ma‟rūf nahī munkar. Hal ini mengindikasikan bahwa

Islam adalah agama yang rahmatan li al‟ālamīn. Sebagai agama yang rahmatan li

al-‟ālamīn, Islam mengakui dan menghormati hak-hak personal individual

manusia sebagai nikmat karunia yang dianugerahkan oleh Allah Swt. Juga

mengakui dan menghormati hak-hak kolektivitas sebagai hak publik dalam rangka

menata kehidupan di muka bumi dengan konsep habl min Allāh wa habl min

alnās.

Demikian dapat dikatakan dari penjelasan penulis di atas, konsep HAM

dalam Islam dapat dilihat dari berbagai dimensi dalam Islam seperti ajaran Islam

itu sendiri yaitu Al-Qur‟an dan Hadis, pada peristiwa yang salah satunya adalah

peristiwa Piagam Madinah. Hal lain seperti pada konsep maqâshid al-syarî’ah

yang mencakup perlindungan terhadap lima hal yang ditinjau dari kebutuhan

dasar manusia (aldharûriyyât al-khamsah). Beberapa aspek inilah merupakan

acuan dasar dalam merelevansikan konsep HAM dalam perspektif Islam. Hal ini

juga menandakan ajaran luhur Islam jauh sebelum lahirnya HAM di dunia Barat,

HAM dalam Islam sudah memiliki konsep dan fomulasi yang jelas, sehingga

HAM dalam Islam sangat dijunjung tinggi.

C. Sejarah Perkembangan HAM di Indonesia


1. Hak Asasi Manusia Era Orde Lama

Orde lama dalam hal ini dimaksudkan sebagai sistem pemerintahan di

bawah kepemimipinan Presiden Soekarno sejak tahun 1945-1967. Dalam


13

periode itu telah terjadi kasus- kasus pelanggaran yang bersifat hak asasi

manusia, dan adanya kebijakan-kebijakan yang dinilai banyak terjadi

kepentingan-kepentingan Soekarno, yang sejak mudanya menganut pendirian

bahwa kekuasaan rakyat Indonesia bertumpu pada kombinasi kekuatan

Idiologi Nasionalisme, Islamisme dan Komunisme, yang kemudian

mengkeristalkanya dalam doktrin Nasakom yang meresapi hampir seluruh

kebijakan pemerintahan setelah Soekarno menjadi Presiden ditinjau dari

konteks sejarah, obsesi presiden Soekarno mengenai paradigma Nasakom .

Pendiriannya dalam hal ini yang sedemikian kuatnya, sehingga amat sukar

bagi Soekarno untuk menerima kenyataan bahwa terdapat banyak indikasi

yang menunjukan bahwa partai yang dipuji-pujinya itu diduga keras berada

dibalik rangkaian kekerasan massa antara tahun 1959-1965 dan juga

merancang pembunuhan beberapa pimpinan TNI angkatan darat pada dini

hari tanggal 1 Oktober 1965. Tidak dapat dihindarkan bahwa konflik akan

terjadi, yang kemudian berakhir dengan dicabutnya kekuasaan pemerintah

Negara dari Presiden Soekarno.

2. Hak Asasi Manusia Era Orde Baru

Dalam praktiknya system pemerintahan Orde Baru bersifat totaliter yang

bertentangan dengan nilai-nilai universal demokrasi. Sistem politik yang kuat

dan bersifat militeristik telah mampu menopang pembangunan ekonomi dan

nation building selama lebih dari 30 tahun.

Pada tahap awal pembangunan Orde Baru banyak yang menilai sebagai

era baru kebebasan politik. Sistem politik Orde Baru secara perlahan mulai
14

berubah, sejak Golkar, partai politik yang dimotori pemerintah,

memenangkan pemilu secara mayoritas pada tahun 1971, perilaku politik

pemerintah mulai menunjukan regulasi politik yang ketat.

Pada rezim ini kita dapat menganalisis pola implementasi Hak Asasi

Manusia (HAM). Dalam era Orde Baru banyak persepsi buruk terutama

dalam hal kebebasan berpendapat, dari setiap individual baik para tokoh

politik atau aktivis yang muncul pada era itu. Pandangan yang muncul ini

beragam mulai dari adanya diskriminatif terhadap ide dan gagasan yang

muncul dan di anggap bertolak belakang dengan paham pemerintahan pada

saat itu maka gerakan tersebut dianggap bertentangan. Pada rezim orde baru

ini hukum dijadikan alat kontrol untuk mempertahankan kekuasaan, akses

dari kebijakan tersebut timbulnya sikap skeptis dari masyarakat. keadilan

sangat sulit ditemukan. kondisi menjadi bertolak belakang dengan cita-cita

Negara hukum.

3. Hak Asasi Manusia Era Reformasi

Arus reformasi yang bergulir di indonesia pada tahun 1998 yaitu ditandai

dengan runtuhnya rezim Orde Baru yang telah berkuasa selama kurang lebih

32 tahun, telah membuka koridor bagi penegak hukum dan hak asasi

manusia.

Penegakan HAM menjadi salah satu agenda utama di era reformasi.

Gerakan masyarakat sipil yang mengusung pentingnya penegakan HAM

berdampingan dengan proses demokratisasi telah mampu diwujudkan dalam

berbagai produk hukum dan konsep kebijakan pemerintah melalui Rencana


15

Aksi Nasional Hak Asasi Manusia. Cita-cita yang diinginkan adalah

penyelesaian berbagai pelanggaran HAM masa lalu, mencegah terjadinya

pengulangan pelanggaran HAM, serta memenuhi dan memajukan HAM

sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi.

Sebagaimana telah disinggung diawal arus reformasi yang terjadi di

Indonesia telah membawa pengaruh bagi terbentuknya koridor pembaharuan

hukum dan penegakan HAM. Terlebih lagi dalam mewujudkan civil society

atau masyarakat madani, penggunaan istilah masyarakat madani dalam ranah

masyarakat yang demokratis lebih memiliki makna dalam, terlebih lagi dalam

mengangkat harkat dan martabat manusia, selain itu, sivil society sangat

penting. Dalam menggambarkan dan mendeskripsikan penegakan HAM di

Indonesia. Orde reformasi yang dimulai tahun 1998 berusaha menegakan

HAM dengan jalan membuat peraturan perundang-undangan yang terkait

dengan HAM sebagai rambu-rambu. Seperti UU No. 39 tahun 1999 tentang

Hak Asasi Manusia, Ratifikasi Terhadap instrumen Internasional tentang

HAM, UU No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM, yang

memungkinkan dibukanya kembali kasus-kasus pelanggaran HAM berat

dimasa lalu, serta pemberantasan praktik KKN.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Dalam makalah ini, telah dibahas sejarah perkembangan Hak Asasi

Manusia (HAM) di Barat, dalam Islam, dan di Indonesia. Perkembangan HAM di

Barat dimulai dengan lahirnya dokumen-dokumen penting seperti Magna Carta,

Bill of Rights, dan masih banyak lagi. Selain itu, dalam Islam konsep HAM telah

lama diakui dan diatur dalam Al-Qur'an dan Hadis, serta dalam dokumen-

dokumen seperti Piagam Madinah. Di Indonesia, perkembangan HAM mengalami

dinamika yang kompleks, mulai dari era Orde Lama, Orde Baru, hingga masa

reformasi.

Meskipun telah terjadi kemajuan dalam perlindungan HAM di Indonesia,

masih ada tantangan yang perlu diatasi, terutama terkait dengan pelanggaran

HAM yang terjadi di daerah konflik dan perlindungan terhadap kelompok

minoritas. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia

untuk terus bekerja sama dalam memperkuat penegakan HAM, memastikan

keadilan bagi korban pelanggaran HAM, dan mempromosikan kesadaran

masyarakat tentang pentingnya HAM dalam membangun masyarakat yang adil

dan beradab.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh

karena itu penulis dengan tangan terbuka memperbolehkan jika terdapat kritik dan

saran dari pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun

pembaca.
16
DAFTAR PUSTAKA

Boediningsih, W. (2023). Perkembangan HAM Di Indonesia Dan Problematikanya. 3(2).

Hukum, J., & Fh, R. (2019). Universal Declaration of Human Rights. 7(7).

P-issn: 2088-7981 e-issn: 2685-1148. (2021). 4(2), 229–248.

17

Anda mungkin juga menyukai