Anda di halaman 1dari 18

Makalah Konseptual

HAK ASASI MANUSIA

Makalah ini disusun guna melengkapi tugas mata kuliah Konsep Dasar PKN SD
yang diampu oleh Tri Astuti, M.Pd.

Disusun oleh:
Yulia Melinda Putri 1401421127
Nur Hanifah Istigfarin 1401421431
Diah Ayu Lupinatarita Primadani 1401421135
Insania Rizkyning Praja 1401421439
Eva Yunita Pratiwi 1401421143
Salsabila ‘Afiyatun Nisa’ 1401421152

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

TAHUN 2021

i
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas izin karunia-Nya,
penulis dapat menyelesaikan makalah tepat waktu tanpa kurang suatu apapun. Tak
lupa penulis haturkan shalawat serta salam kepada junjungan Rasulullah
Muhammad SAW. Semoga syafaatnya mengalir pada kita diakhirat kelak, aamiin.

Penulisan makalah berjudul Hak Asasi Manusia bertujuan untuk


memenuhi tugas mata kuliah Konsep Dasar PKN SD. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada Tri Astuti, M.Pd. selaku dosen yang telah memberikan tugas
ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang
studi yang kami tekuni.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah mendukung


serta membantu penyelesaian makalah.Harapannya, semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca.

Makalah ini telah kami kerjakan dengan maksimal. Kritik dan saran yang
membangun akan penulis nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

ii
DAFTAR ISI

PRAKATA .............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
C. Tujuan .......................................................................................................... 1
BAB II ..................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 2
A. Sejarah Perkembangan HAM ....................................................................... 2
B. Pelaksanaan HAM di Indonesia ................................................................... 4
C. Praktik Penegakan HAM di Indonesia ......................................................... 7
BAB IV ................................................................................................................. 13
PENUTUP ............................................................................................................. 13
A. Simpulan .................................................................................................... 13
B. Saran ........................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan hak asasi
yang melekat dalam dirinya. Hanya saja sering kali terjadi seseorang
merusak dan mencabut hak asasi yang dimiliki orang lain, seperti
terjadinya penganiayaan, penjualan anak, dan mempekerjakan anak di
bawah umur untuk menjadi seorang pengamen dan pengemis. Pelanggaran
hak lainnya juga kerap terjadi dimasyarakat.

Memahami hak asasi manusia merupakan kewajiban kita semua.


Tuhan memberikan hak hidup kepada kita semua dan hak-hak lainnya
yang diakui oleh orang lain dan diakui juga oleh negara. Dalam
pelaksanaannya, hak dilaksanakan seiring dengan melaksanakan
kewajiban. Menghargai hak asasi orang lain merupakan kewajiban kita
sebagai warga negara.

Penghormatan dan penegakan HAM mutlak untuk dilakukan.


Pemahaman yang benar tentang arti dan makna hak asasi manusia
merupakan awal dari proses penegakan HAM. Apabila semua orang
menghargai dan menegakkan HAM maka akan terjadi keserasian dan
keseimbangan hidup berbangsa dan bernegara.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Sejarah Perkembangan HAM?
2. Bagaimanakah Pelaksanaan HAM di Indonesia?
3. Bagaimanakah Praktik Penegakan HAM di Indonesia?

C. Tujuan
1. Mengetahui Sejarah Perkembangan HAM.
2. Mengetahui Pelaksanaan HAM di Indonesia.
3. Mengetahui Praktik Penegakan HAM di Indonesia.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan HAM


Dalam perkembangan sejarah perjuangan hak asasi manusia
Socrates dan Plato dari Yunani Kuno dipandang sebagai pelopor dan
peletak dasar hak asasi manusia.Dalam pembelajarannya dengan metode
“Dialog” Plato mengajarkan untuk diakui dan ditegakkannya hak asasi
manusia. Kesadaran akan pengakuan dan perlindungan HAM makin
terkemuka ketika para raja bertindak sewenang-wenang terhadap
rakyatnya. Film-film heroik seperti Hercules, Robinhood, Zoro, dan Si
Pitung berjuang melawan penguasa yang bertindak secara kejam terhadap
rakyatnya.Perjuangan para pahlawan dalam film tersebut tentunya untuk
menegakkan hak asasi manusia.

Pencatatan nilai dan aturan HAM dimulai sejak lahirnya kode


hukum Hammurabi.Kode hukum ini bertujuan untuk membawa keadilan
bagi masyarakat.Dalam sejarah perkembangan penegakkan HAM
mengalami perjuangan yang sangat panjang. Perkembangan dan
perjuangan HAM dapat kita kaji sebagai berikut:

1. Magna Charta, Tahun 1215 di Inggris

Magna Charta terlahir dengan dipelopori kaum bangsawan yang


memaksa Raja mengeluarkan Magna Charta. Magna Charta berisi
petugas keamanan dan pemungut pajak akan menghormati hak-hak
penduduk, larangan penuntutan tanpa bukti-bukti yang sah, larangan
penahanan, penghukuman, dan perampasan benda dengan sewenang-
wenang. Apabila seseorang terlanjur ditahan, raja berjanji akan
mengoreksi kesalahannya.

2. Petition of Rights, Tahun 1628 di Inggris


Merupakan pernyataan-pernyataan mengenai hak-hak rakyat beserta
jaminannya.Petisi ini diajukan oleh para bangsawan kepada raja di

2
hadapan parlemen. Secara umum, isi petisi ini menuntut hak-hak
sebagai berikut:
• Pajak dan pungutan istimewa harus disertai persetujuan.
• Warga Negara tidak boleh dipaksakan menerima tentara di
rumahnya.
• Tentara tidak boleh menggunakan hukum perang dalam keadaan
damai.
3. Habeas Corpus Act, Tahun 1679 di Inggris
Habeas Corpus Act merupakan dokumen hukum yang mengatur
tentang penahanan seseorang. Isinya sebagai berikut:
• Menetapkan bahwa orang yang ditahan harus dihadapkan dalam
tiga hari setelah penahanan.
• Alasan penahanan seseorang harus disertai bukti yang sah menurut
hukum.
4. Bill of Rights, Tahun 1689 di Inggris
Dokumen Hukum yang ditandatangani Raja William III ini, berisikan
bahwa Raja William harus mengakui hak-hak parlemen.Hak tersebut
adalah pembuatan undang-undang harus dengan persetujuan
parlemen.Pemungutan pajak harus persetujuan parlemen dan parlemen
berhak merubah keputusan Raja.Hak warga negara untuk memeluk
agama menurut kepercayaannya masing-masing.
5. Declarations of Independence, Tahun 1776 di Amerika
Deklarasi ini merupakan suatu kesepakatan dari kongres yang
mewakili 13 negara yang baru bersatu, dan dideklarasikan pada
tanggal 4 Juli 1776. Dalam deklarasi kemerdekaan Amerika tersebut
termuat kalimat “… bahwa semua orang diciptakan sama, bahwa
mereka diciptakan oleh Tuhan dengan hak-hak tertentu yang tidak
dapat dialihkan, yaitu hak hidup, hak kebebasan, dan hak mengejar
kebahagiaan”.
6. Declarations des droit de l’hommes du citoyen, Tahun 1789 di Prancis
Merupakan suatu dokumen HAM di Perancis, yang dicetuskan oleh
Jean Jacques Rousseau dan Lafayette untuk melawan kesewenang-

3
wenangan raja di awal revolusi Perancis.Dokumen ini berisi tentang
pernyataan atas kebebasan (liberte), kesamaan (egalite), dan
persaudaraan atau kesetiakawanan (franternite).
7. Four Freedom of Franklin D. Roosevelt, Tahun 1941 di Amerika
Serikat Menurut Franklin D. Roosevelt Presiden Amerika Serikat ada
empat macam kebebasan yang harus dimiliki manusia adalah:
• Kebebasan berbicara dan berpendapat (freedom of speech and
expression).
• Kebebasan beragama (freedom of religion).
• Kebebasan dari ketakutan (freedom of fear).
• Kebebasan dari kekurangan (freedom of wanty).
8. Universal Declaration of Human Rights (UDHR/Piagam PBB), 10
Desember 1948
Perang dunia II berakhir dengan jatuhnya korban yang sangat banyak,
perang tersebut dimenangkan pihak sekutu yang mengalahkan Jepang,
Jerman dan Italia.Konflik, perang, dan pembunuhan yang terjadi dalam
perang II menyebabkan lahirnya Piagam PBB (UDHR). Piagam ini
memuat 30 pasal, dalam pasal 1 disebutkan bahwa “Sekalian orang
dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama.
Mereka dikarunia akal dan budi dan hendaknya bergaul satu sama
lain dalam persaudaraan”. 30 pasal UDHR dapat dikelompokkan
dalam tiga bagian yaitu:
• Hak politik dan yuridis.
• Hak-hak atas martabat dan integritas manusia.
• Hak-hak sosial, ekonomi, dan budaya.

B. Pelaksanaan HAM di Indonesia


HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada diri manusia
yang dibawa sejak lahir sebagai anugrah dari tuhan yang maha esa yang
tidak dapat diberikan, diwariskan, dicabut ataupun dilanggar
sepihak.Hakekat HAM adalah upaya menjaga eksisitensi mnusia dengan
keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan bersama.
Prinsip perlindungan HAM jika dilihst secara objektif mengenai apa yang

4
dilindungi dan diatur adalah sama untuk setiap negara, namun terdapat
perbedaan mengenai presepsi HAM disetiap negara yang disebabkan oleh
perbedaan latar belakang , ideology, politik, ekonomi sosial budaya juga
perbedaan kepentingan nasional negara yang bersangkutan, lalu
bagaimana dengan HAM di Indonesia?

Sebenarnya pengakuan HAM di Indonesia sudah tercantum dalam


UUD 1945 yang telah dulu ada dibandingkan dengan deklarasi HAM
milik PBB yang diresmikan tanggal 10 desember 1948. Lalu jika berbicara
mengenai masa perjuangan HAM, dalam rentang masa irde baru hingga
reformasi, masa reformasi lebih memberikan harapan untuk perjuangan
HAM, berbagai upaya dilakukan oleh berbagai pihak seperti Pemerintah,
organisasi kemsyarakatan maupun Lembaga Swadaya Masyarakat,
meskipun hasilnya masih jauh dari yang diharapkan tapi setidaknya
terdapat kemajuan mengenai perlindungan HAM dibandingkan dengan
zaman sebelunya.

Selanjutnya adalah peraturan mengenai HAM di Indonesia, bahasa


mengenai HAM telah tercantum dalam beberapa peraturan terlutis seperti :

1) Dalam Konstitusi
2) Dalam Undang Undang
3) Dalam peraturan pelaksanaan undang undang seperti peraturan
pemerintah

Pencantuman HAM dalam Konstitusi memiliki kelebihan dan


kelemahan, kelebihannya adalah adanya jaminan yang kuat karena
perubahan pada konstitusi memerlukan proses yang panjang dan berat,
sedangkan kelemahannya adalah karena diatur dalam konstitusi maka
aturan yang dimuat masih yang bersifat global.Sedangkan untuk beberapa
contoh pasal dalam Undang undang yang memuat tentang HAM adalah
sebagai berikut:

5
1. Pasal 27 yang mengatur tentang kedudukan warganegara dihadapan
hukum, penghidupan warga negara serta kewajiban warga negara
untuk bela negara
2. Pasal 28 A yang mengatyr tentang hak untuk hidup
3. Pasal 28 B yang mengatur tentang hak untuk membentuk keluarga dan
hak anak untuk tummbuh berkembang dan mengembangkan dirinya
4. Pasal 28 C yang mengatur tentang hak setiap orang untuk mendapat
pendidikan dan memajukan dirinya
5. Pasal 28 D yang mengatur tentang hak mendapat kepastian hukum,
bekerja serta hak atas status kewarganegaraannya
6. Pasal 28 E yang mengatur tentang kebebasann untuk beragama,
berserikat serta mengeluarkan pendapat
7. Pasal 28 F yang mengatur tentang hak untuk mendapat menyimpan
ddan menglah informasi
8. Pasal 28 G yang mengatur tentang hak atas perlindungan diri dan
kebebasan atas penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan martabat
manusia
9. Pasal 28 H yang mengatur tentang untuk kesejahteraan , jaminan sosial
dan hak milik pribadi

Selain diatur dalam undang undang dan konstitusi persoalan HAM


di Indonesia juga diatur dalam Ketetapan MPR, meskipun dalam GBHN
1973- 1988 dirasa belum menyinggung masalah HAM secara mendalam
namun unsure unsur pelaksanaan dan perlindungan HAM sudah nampak
pada tujuan pembangunan nasional. Ketetapan MPR 1998 meminta untuk
disusun mengenai HAM, ketetapan ini jugalah yang menjadi induk
lahirnya undang undang nomor 39 tahun 1999 tentang HAM dan UU NO
26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM. Hak yang dijangkau dalam
ketetapan ini adalah hak untuk hidup, hak untuk berkeluarga dan
melanjutkan keturunan, hak untuk keadilan, hak untuk kemerdekaan hak
atas kebebasan informasi, hak keamanan, hak kesejahteraan, hak
perlindungan dan pemajuan.

6
Dari hal hal diatas dapat diketahui bahwa HAM di Indonesia sudah
ditetapkan dan diatur sedemikian rupa dalam berbagai pertuan mulai dari
konstitusi hingga Ketetapan MPR, hanya saja yang masih prlu di
perhatikan adalah implementasinya di kehidupan nyata peraturan peraturan
diatas harus di implementasikan sebagai mana mestinya supaya tidak ada
lagi pelanggaran terhadap HAM

C. Praktik Penegakan HAM di Indonesia


Penegakan hukum berperan strategis dalam menentukan
keberhasilan pelaksanaan berbagai kebijakan perlindungan HAM di
bidang hak-hak sipil, politik maupun ekonomi dan sosial budaya. Tanpa
penegakan hukum, maka akan sulit untuk mencapai kondisi di mana hak-
hak asasi masyarakat dihargai dan diakui dalam koridor yang benar.
Perlindungan HAM dalam konteks Indonesia terutama ditujukan kepada
interrelasi antara warga masyarakat dan antara warga masyarakat dan
penguasa dengan asumsi yang bersifat normatif-tradisional, yaitu pola
interrelasi tersebut serasi, selaras, dan seimbang (asumsi positif). Dalam
perspektif ini, pola kriminalisasi perbuatan pelanggaran HAM dalam
konteks cara pandang masyarakat Indonesia mengenai pola interrelasi
tersebut tidak selalu dan harus selamanya ditujukan kepada penguasa
semata-mata, akan tetapi juga terhadap interrelasi antarwarga masyarakat
yang memiliki perbedaan asal-usul etnis dan agama.

Salah satu konsekuensi penting dari pengakuan hak-hak dasar oleh


Pemerintah RI dan seluruh rakyat Indonesia adalah diwujudkannya dalam
bentuk peraturan perundang-undangan karena peraturan perundang-
undangan merupakan rambu-rambu untuk terciptanya kepastian hukum,
perlindungan hukum, dan keadilan hukum.Esensi pembentukan hukum
dan perundang-undangan adalah pengaturan perilaku anggota masyarakat
dan aparatur penegak hukum sehingga diharapkan adanya kepastian
hukum, perlindungan hukum, dan keadilan hukum dalam penegakan
HAM. Bentuk peraturan perundang-undangan ini meliputi 2 (dua) aspek,
yaitu kebijakan sosial (social policy) dan kebijakan kriminal (criminal

7
policy), yang memiliki tugas yang sama, yakni kesejahteraan sosial.
Tujuan ini ditetapkan secara eksplisit mulai Kongres PBB tentang The
Prevention of Crime and the Treatment of Offenders ke-IV tahun 1970 di
Tokyo sampai Kongres PBB ke-VI di Caracas tahun 1980 dengan tetap
menitikberatkan pada budaya, politik, sosial, dan perkembangan ekonomi.

Esensi dari kedua kongres terakhir dalam konteks implementasi


Konvensi HAM adalah seluruh kebijakan sosial dan kebijakan kriminal
selain mempertimbangkan perkembangan tuntutan internasional juga perlu
mempertimbangkan faktor-faktor ekonomi, politik, sosial, dan budaya
yang bersangkutan.

Secara konseptual, penegakan hukum mencakup lingkup yang luas,


bukan hanya berbicara soal proses peradilan, tetapi juga keadaan hukum,
perilaku hukum, dan lingkungan tempat hukum tersebut berlaku. Keadaan
hukum yang dimaksud berkenaan dengan proses pembentukan hukum
dalam kaitannya dengan susunan kekuasaan yang berlaku. Dalam
kaitannya dengan HAM, pemikiran dan pembentukan berbagai peraturan
perundang-undangan tentang HAM telah dimulai sejak masa persiapan
kemerdekaan oleh BPUPKI ketika merumuskan Rancangan Undang-
undang Dasar Negara Republik Indonesia.Setelah disahkan pada tanggal
18 Agustus 1945, UUD 1945 memuat pengaturan tentang HAM ini dalam
sejumlah pasal, antara lain dalam pasal 29, 31, 33, dan 34.Selanjutnya,
dalam konstitusi-konstitusi yang berlaku pada masa Republik Indonesia
Serikat maupun periode UUDS 1950, pengakuan tentang HAM tetap
termuat dalam konstitusi negara.

Lahirnya Deklarasi Universal tentang HAM melalui Sidang


Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) selanjutnya ditindaklanjuti dalam
Rapat Koordinasi Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional yang
diselenggarakan tahun 1997, yang menyempurnakan Deklarasi HAM
sudut Bangsa Indonesia menjadi Piagam HAM Bangsa Indonesia, yang
antara lain mencakup hak untuk hidup; hak untuk melangsungkan

8
keturunan; hak pengembangan diri; hak keadilan; hak kemerdekaan; hak
keamanan; hak kesejahteraan; serta kewajiban manusia dan warganegara.

Pada masa pascareformasi, pengakuan terhadap HAM menjadi


semakin kuat dengan diaturnya HAM dalam Amandemen UUD 1945 dan
Tap MPR XVII/MPR/1998 tentang HAM yang melampirkan sebuah
Piagam HAM, yang kemudian diikuti dengan pembentukan UU No. 39
Tahun 1999 tentang HAM yang memuat prinsip-prinsip HAM. UU ini
menegaskan bahwa tugas menghormati, melindungi, menegakan, dan
memajukan HAM ada pada pemerintah.Terdapat pula aturan mengenai
pembatasan dan larangan. UU tentang HAM ini juga mengatur tentang
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), pembentukan
pengadilan HAM minimal dalam waktu empat tahun, dan partisipasi
masyarakat untuk memajukan HAM. Selanjutnya, dibuat UU No. 26
Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yang berwenang untuk memeriksa
dan memutus perkara pelanggaran HAM yang berat, antara lain kejahatan
genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. UU berikutnya yang terkait
dengan pelaksanaan HAM adalah UU No. 27 Tahun 2004 tentang Komisi
Kebenaran dan Rekonsiliasi yang diharapkan berperan dalam
mengungkapkan kebenaran dari berbagai kasus pelanggaran HAM yang
terjadi agar dapat mengarah pada proses rekonsiliasi yang baik.

Perkembangan tersebut menunjukkan bahwa keadaan hukum yang


berkenaan dengan pembentukan berbagai peraturan perundang-undangan
tentang HAM di Indonesia telah berkembang pesat, bahkan menunjukkan
kecenderung menguat dalam pengakuan dan penghargaan HAM.Namun,
salahsatu problematika hukum terbesar di Indonesia adalah masalah
implementasi atau penegakan hukum yang menyangkut HAM
tersebut.Meskipun Indonesia telah meratifikasi berbagai instrumen HAM,
membuat beberapa aturan perundang-undangan yang mengatur persoalan
HAM bahkan melakukan amandemen konstitusi yang memuat prinsip
HAM, namun aturan-aturan tersebut masih bersifat normatif. Implementasi
HAM seyogianya terwujud melalui implementasi kebijakan, pola pikir,

9
gaya hidup, cara pandang, dan penegakan hukum sehingga akan tercapai
keadaan di mana manusia hidup damai, saling menghormati martabatnya
dan merasa menjadi manusia dalam arti sebenarnya. Setidaknya terdapat 2
(dua) persoalan besar yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan HAM
di Indonesia, yakni jaminan perlindungan HAM secara normatif dan
jaminan perlindungan HAM secara praksis.

Pencantuman prinsip-prinsip HAM dalam konstitusi seharusnya


menjadi jaminan absolut HAM dalam proses bernegara sebab jaminan
konstitusi di sebuah negara yang menyatakan dirinya sebagai negara
hukum yang demokratis konstitusional idealnya merupakan jaminan
tertinggi. Konstitusi merupakan landasan hukum dan bernegara suatu
negara yang menjadi sumber hukum dan kebijakan.Namun, secara praksis
ternyata jaminan konstitusi ini masih jauh dari harapan.Aturan hukum dan
kebijakan yang dibuat pemerintah masih banyak yang secara nyata
melanggar prinsip HAM.Akhirnya, jaminan konstitusi tersebut seringkali
hanya berlaku di atas kertas karena masih belum terimplementasi dengan
baik.

Faktor penting dalam implementasi penegakan hukum adalah


pelaku penegakan hukum, baik yang berada pada proses peradilan maupun
proses non peradilan. AwSecara konseptual, pelaku penegakan hukum
dalam perkara pidana adalah penyidik, penuntut, dan hakim.Dalam perkara
perdata (termasuk peradilan agama), pelaku penegakan hukum adalah
hakim dan pihak-pihak yang berperkara.Sedangkan dalam perkara
administrasi negara, pelaku penegakan hukum adalah hakim, penggugat
dan pejabat administrasi negara.Dari berbagai macam perkara tersebut,
dapat pula dimasukkan sebagai pelaku penegakan hukum adalah para
penasihat hukum.Pelaku penegakan hukum didapati juga pada badan
administrasi negara, seperti wewenang melakukan tindakan administrasi
terhadap pegawai, pencabutan izin dan lain-lain. Di sini termasuk juga
pejabat bea cukai, keimigrasian, lembaga pemasyarakatan sebagai penegak
hukum dalam lingkungan administrasi negara.

10
Dengan demikian, masalah penegakan hukum semestinya tidak
hanya dipusatkan pada lembaga peradilan, tetapi pada semua pelaku
penegak hukum. Hanya dengan cara pandang komprehensif, dapat
diharapkan tercapai secara integral penertiban penegakan hukum yang
menjamin keadilan dalam setiap aspek dan bagi semua pencari keadilan.
Demikian pula dalam hal penegakan HAM, terdapat sejumlah lembaga
HAM di lingkup internasional maupun nasional.Di lingkup internasional,
penegakan HAM secara organisatoris berpusat pada PBB dengan lembaga
intinya adalah United Nations Commission on Human Rights, the Human
Rights Committee, dan the High Commissioner for Human Rights.Di
tingkat nasional, lembaga-lembaga yang terkait dengan penegakan HAM
hampirsama dengan aparat penegak hukum pada umumnya ditambah
dengan lembaga-lembagakhusus, seperti Komnas HAM dan Komnas
Perempuan.

Dimensi kontekstual dalam penegakan hukum berkaitan dengan


lingkungan penegakan hukum sebagai lingkungan sosial tempat hukum
berlaku dan ditegakkan.Penegakan hukum tidak berada dalam suatu
wilayah yang kosong, melainkan terjadi dan berlaku di tengah-tengah
masyarakat bahkan dapat dipengaruhi oleh keadaan dan interaksi sosial
yang terjadi dalam masyarakat. Dalam suatu masyarakat yang memelihara
atau mengembangkan sistem hak-hak priviledge berdasarkan status, atau
suatu masyarakat dengan perbedaan yang tajam antara “the have” dan “the
have not”, atau suatu masyarakat yang berada dalam lingkungan
kekuasaan otoriter, akan menampakkan sistem penegakan hukum yang
berbeda dengan masyarakat yang terbuka dan egaliter.

Berdasarkan asumsi tersebut, terdapat 2 (dua) aspek sosial-budaya


yang dapat menghambat penegakan hukum.38 Pertama, bersumber dari
rasa takut atau apatisme masyarakat untuk membela keadilan bagi diri
sendiri maupun lingkungannya. Hal ini dapat terjadi karena susunan
masyarakat yang menjelmakan sikap serba menerima kehendak penguasa,
atau karena sistem penindasan yang menghilangkan keinginan atau

11
keberanian untuk berjuang atau membela kepentingannya.Kedua, terutama
sejak masa reformasi, didapati berbagai tekanan publik yang acapkali
berlebihan dalam penegakan hukum.Pendapat atau pandangan publik
memang sangat penting untuk mencegah kesewenang- wenangan atau
penyalahgunaan dalam penegakan hukum.Tetapi yang harus dijaga adalah
jangan sampai pendapat atau pandangan tersebut menjadi suatu tekanan
yang merendahkan atau menimbulkan rasa takut pelaku penegakan hukum.

Permasalahan dalam lingkungan penegakan hukum ini juga


dialami dalam penegakan HAM.Sejumlah kasus penyimpangan dalam
penegakan HAM tidak hanya melibatkan pelaku penegak hukum, tapi juga
masyarakat. Kelompok-kelompok masyarakat yang mengatasnamakan
organisasi massa seringkali melakukan perbuatan main hakim sendiri
dengan menyerang atau melakukan pengrusakan terhadap hak milik orang
lain, berupa bangunan, toko, kendaraan, dan lain-lain. Demikian pula
vonis bebas pada sebagian besar kasus korupsi yang melibatkan aparat
penyelenggara negara merefleksikan lemahnya perlindungan dan
pemenuhan HAM yang memperhatikan rasa keadilan di
masyarakat.Demikian pula masih tingginya tingkat kemiskinan,
pengangguran, kelaparan, dan sejenisnya menjadi permasalahan yang
belum tertuntaskan dalam penegakan HAM bidang sosial, budaya, dan
ekonomi.

12
BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan
Pencatatan nilai dan aturan HAM dimulai sejak lahirnya
kodehukum Hammurabi. Kode ini bertujuan untuk membawa keadilan
pada masyarakat. Sementara untuk perkembangan dan perjuangan HAM
dapat dilihat dari beberapa perjanjian atau deklarasi seperti Magna Charta
(1615) di Inggris, Petition of Rights (1628) Ingris, Habeas Corpus Act
(1679) Inggris, Bill of Rights (1689) Inggris, Declaration of Independent
(1776) Amerika, Declaration des droit de I’hommes Citoyen (1789)
Prancis,Four Freedom of Franklin D. Roosevelt (1941) Amerika, Piagam
PBB (1948). Semenetara untuk masalah HAM di Indonesia diatur dalam
berbagai peraturan tertulis seperti Konstitusi, UUD 1945, Ketetapan MPR,
dan Peraturan Perundang undangan.

Faktor terpenting dalam implementasi penegakan HAM adalah


pelaku penegak hukum secara konseptual dalam hal pidana pelaku
penegak hukum adalah Penyidik, penuntut dan hakim sedangkan dalam
perdata pelaku penegak hukum meliputi hakim, penggungat serta pejabat
administrasi

B. Saran
-Bagi Para Pendidik
Para pendidik sebaiknya memahami dengan seksama dan benar
tentang Hak Asasi Manusia yakni Sejarah Perkembangan HAM,
Pelaksanaan HAM di Indonesia, dan Praktik Penegakan HAM di
Indonesia supaya dalam proses kegiatan belajar mengajar terjadi
komunikasi yang baik antara pendidik dengan peserta didik.

-Bagi Calon Pendidik

Para calon pendidik sebaiknya memahami dan mencari


pengetahuan secara seksama mengenai materi dalam artikel ini supaya
pada saat pendidik terjun ke lapangan tidak terjadi kekeliruan dalam
mengajarkan materi Hak Asasi Manusia kepada peserta didik.

13
-Bagi Lembaga Pendidikan

Lembaga pendidikan sebaiknya memberikan dan menekankan


perhatian lebih terhadap mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan
Pancasila agar terjalin komunikasi yang selaras.

14
DAFTAR PUSTAKA

(2021, Oktober 27). Dipetik Oktober 28, 2021, dari


https://doc.lalacomputer.com/makalah-hak-dan-kewajiban-asasi-manusia/

Besar, B. (2011). Pelaksanaan dan Penegakan Hak Asasi Manusia dan Demokrasi
di Indonesia dan Demokrasi di Indonesia . Humaniora, 201-203.

Gerung, R. (2006). Hak Asasi Manusia: Teori, Hukum, Kasus. Jakarta: Filsafat
UI.

Manan, B. (2003). Kumpulan Tulisan/Bahan Kuliah Pengembangan Sistem


Hukum Indonesia Abad XXI . Bandung: Ilmu Hukum Program
Pascasarjana Universitas Padjadjaran.

Soemantri, S. (1998, Juni 22-25). Refleksi HAM di Indonesia. (F. H. Mada,


Interviewer)

Triwahyuningsih, S. (2018). Perlindungan dan Penegakan Hak Asasi Manusia.


Jurnal Hukum Legal Standing, 1-9.

15

Anda mungkin juga menyukai