Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH TENTANG ISLAM, HAM, DAN

DEMOKRASI
Mata Kuliah : Agama Islam
Dosen Pengampu : Hanik Hidayatis, Pd.I, M.Pd.

Disusun Oleh :
1. Saiful Rohman (202353110)
2. Muhammad Vikri Mustafa (202353111)
3. Ferry Gunawan Wijaya Kusuma (202353112)

PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MURIA KUDUS TAHUN AJARAN
2023/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Islam, Ham, Dan
Demokrasi tepat pada waktunya. Penulisan makalah ini merupakan tugas yang
diberikan dalam mata kuliah Pendidikan Agama Islam di Universitas Muria Kudus.
Kami merasa masih banyak kekurangan baik dalam teknis penulisan maupun
materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami mohon
kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi penyempurnaan makalah
ini.
Kami menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak
yang telah membantu dalam proses penyelesaian makalah ini, khususnya kepada
dosen yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini.
Akhir kata, kami berharap semoga penulisan makalah ini dapat bermanfaat bagi
kami maupun rekan-rekan, sehingga dapat menambah pengetahuan kita bersama.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan

BAB 2 PEMBAHASAN
1. Pengertian HAM menurut sudut pandang Islam
a. Perspektif Islam tentang HAM
b. Dasar – dasar HAM dalam Al-Qur’an
2. Pengertian Demokrasi menurut sudut pandang Islam
a. Prinsip – prinsip Demokrasi dalam Islam

BAB 3 PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada hakekatnya manusia sudah memiliki hak-hak pokok dari lahir sampai
meninggal. Hak-hak pokok tersebut adalah hak asasi manusia yang dikenal dengan
HAM. Hak asasi manusia bersifat universal. Hak asasi manusia( HAM ) dalam Islam
berbeda dengan hak asasi menurut pengertian yang umum dikenal. Sebab seluruh hak
merupakan kewajiban bagi negara maupun individu yang tidak boleh diabaikan.
Rasulullah saw pernah bersabda:"Sesungguhnya darahmu, hartamu dan
kehormatanmu haram atas kamu”.
Maka negara bukan saja menahan diri dari menyentuh hak-hak asasi ini,melainkan
mempunyai kewajiban memberikan dan menjamin hak-hak ini.HAM dan demokrasi
dalam Islam berisi tentang penjelasan HAM dan demokrasi menurut Islam
meliputi prinsip bermusyawarah dan pengambilan keputusan sesuai dengan sya’riat
Islam.
Sebagai contoh, negara berkewajiban menjamin perlindungan sosial bagi setiap
individu tanpa ada perbedaan jenis kelamin, status sosialnya, dan juga perbedaan
agamanya. Islam tidak hanya menjadikan itu sebagai kewajiban negara, melainkan
negara diperintahkan untuk berperang demi melindungi hak-hak ini.
Disisi lain umat Islam sering kebingungan dengan istilah demokrasi. Disaat yang
sama, demokrasi bagi sebagian umat Islam sampai dengan hari ini masih belum bisa
diterima secara utuh. Sebagian kalangan memang bias menerima tanpa timbal balik,
sementara yang lain, justru bersikap ekstrim.Menolak bahkan mengharamkannya
sama sekali.
Sebenarnya banyak yang tidak bersikap seperti keduanya. Artinya, banyak
yang tidak mau bersikap apapun. Kondisi ini dipicu dari kalangan umat Islam sendiri
yang kurang memahami bagaimana Islam memandang demokrasi.
Kami akan membahas mengenai bagaimana sebenarnya HAM dan Demokrasi
menurut ajaran dan pandangan Islam dalam makalah ini.

B. Perumusan Masalah
Penyusun membuat rumusan masalah antara lain:
1) Apakah pengertian HAM dan Demokrasi dalam Islam?
2) Bagaimana perbedaan HAM dalam pandangan Islam dan
Barat?
3)
C. Tujuan
Penyusun membuat identifikasi masalah antara lain:
1) Memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam
2) Mengetahui tentang hak asasi manusia secara lebih luas
3) Mengetahui secara lebih mendalam tentang demokrasi dalam
Islam
4) Dapat memahami dan menguasai materi yang telah disajikan
dalam bentuk makalah ini
BAB 2
PEMBAHASAN
1. Pengertian HAM dan Demokrasi
1. Pengertian HAM
Pengertian Hak Asasi Manusia menurut Para Ahli
a) Wignjosoebroto
Pengertian hak asasi manusia adalah hak mendasar
(fundamental) yang diakui secara universal sebagai hak
yang melekat pada manusia karena hakikat dan kodratnya
sebagai manusia Soetandyo. HAM disebut
universal karena hak ini dinyatakan sebagai bagian dari
kemanusiaan setiap sosok manusia, apapun warna kulit,
jenis kelamin, usia, latar belakang budaya, agama, atau
kepercayaan. Sedangkan sifat inheren karena hak ini
dimiliki setiap manusia karena keberadaannya sebagai
manusia, bukan pemberian dari kekuasaan manapun.
Karena melekat, maka HAM tidak bisa dirampas.
b) Muladi
HAM adalah hak yang melekat secara alamiah (inheren)
pada diri manusia sejak manusia lahir, dan tanpa hak
tersebut manusia tidak dapat tumbuh dan berkembang
sebagai manusia yang utuh. Karena keberadaan HAM
yang begitu penting, tanpa HAM manusia tidak dapat
mengembangkan bakat dan memenuhi kebutuhannya.
c) Leah Levin
HAM adalah hak-hak yang melekat pada manusia
yang tanpanya mustahil manusia dapat hidup sebagai
manusia.
d) Thomas Hobbes
Pengertian HAM adalah jalan keluar untuk mengatasi
keadaan “homo homini lupus, bellum omnium contra
omnes“ yaitu manusia dapat menjadi serigala bagi
manusia lain. Keadaan seperti ini mendorong terbentuknya
perjanjian masyarakat di mana rakyat menyerahkan hak-
haknya kepada penguasa.
2. Pengertian HAM menurut Islam
Kedatangan Islam di muka bumi yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW bertujuan untuk membawa rahmat bagi
makhluk seisi bumi termasuk di dalamnya manusia. Menurut
ajaran Islam, manusia tidak hanya menjadi objek tapi sekaligus
menjadi subjek bagi terciptanya keselamatan dan kedamaian itu.
Oleh karena itu, setiap muslim dituntut pertanggungjawaban
atas keselamatan diri dan lingkungannya.
Seorang muslim harus dapat memberikan rasa aman bagi
orang lain baik dariucapan maupun tindak-
tanduknya.Berdasarkan ini, maka penghargaan tertinggi kepada
manusia dan kemanusiaan menjadi perhatian yang paling utama
dan prinsip didalam Islam. Penghargaan yang tidak dibatasi oleh
kesukuan, ras, warna kulit, kebangsaan dan agama. Misalnya
nilai persamaan, persaudaraan,dan kemerdekaan merupakan
nilai-nilai universal Islam yang berlaku pula untuk seluruh umat
manusia di jagad raya ini. Hal ini tercermin dari penegasan
Allah didalam kitab suci al-qur’an :
“Sesungguhnya kami telah memuliakan Bani Adam
(manusia) dan Kami angkat mereka di daratan dan di lautan.
Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan
mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan
makhluk yang telah Kami ciptakan” (Q.S.Al-Isra’/17:70).
Hal itu sesungguhnya manusialah yang diberikan
kebebasan memilih antara hal-hal yang baik dan yang buruk,
benar dan salah, bermanfaat dan mendatangkan mudarat dan
sebagainya.
Kunci dari itu semua adalah manusia dikaruniai akal
pikiran dan hati nurani (qalb).
Untuk dapat menjalankan tugas dan fungsi kekhalifahan
itu setiap manusia harus mengerti terlebih dahulu hak-hak dasar
yang
melekat pada dirinya seperti kebebasan, persamaan, perlindunga
n dansebagainya. Hak-hak tersebut bukan merupakan pemberian
seseorang,organisasi, atau Negara tapi adalah anugerah dari
Allah yang sudah dibawanya sejak lahir ke alam dunia. Hak-hak
itulah yang kemudian disebut dengan Hak Asasi Manusia
(HAM).
Tanpa memahami hak-hak tersebut mustahil ia dapat
menjalankan tugas serta kewajibannya sebagai khalifah Tuhan.
Namun persoalannya,apakah setiap manusia dan setiap muslim
sudah menyadari hak-hak tersebut? Jawabnya, mungkin belum
setiap orang, termasuk umat Islam menyadarinya. Hal ini
mungkin akibat rendahnya pendidikan atau sistem sosial politik
dan budaya disuatu tempat yang tidak kondusif untuk anak
dapat berkembang dengan sempurna.

3. HAM sebagai tuntutan fitrah manusia


Manusia adalah puncak ciptaan tuhan. Ia dikirim kebumi untuk
menjadi khalifah atau wakil-Nya. Oleh karena itu setiap perbuatan yang
membawa perbaikan manusia oleh sesama manusia sendiri mempunyai
nilai kebaikan dan keluhuran kosmis, menjangkau batas-batas jagad raya,
menyimpan kebenaran dan kebaikan universal, suatu nilai yang
berdimensi kesemestaan seluruh alam.
Berdasarkan pandangan ini, maka manusia memikul beban serta
tanggung jawab sebagai individu dihadapan Tuhan-Nya kelak, tanpa
kemungkinan untuk mendelegasikannya kepada pribadi lain. Punya
pertanggung jawaban yang dituntut dari seseorang haruslah didahului
oleh kebebasan memilih. Tanpa adanya kebebasan itu lantas dituntut dari
padanya pertanggung jawaban, adalah suatu kezaliman dan ketidakadilan,
yang jelas hal itu bertentangan sekali dengan sifat Allah yang maha adil.
Berkaitan dengan penggunaan hak-hak individu itu, yang
mempunyai hak dianggap menyalahgunakan haknya apabila:
a) Dengan perbuatannya dapat merugikan orang lain.
b) Perbuatan itu tidak menghasilkan manfaat bagi dirinya, sebaliknya
menimbulkan kerugian baginya.
c) Perbuatan itu menimbulkan bencana umum bagi masyarakat.
a. Perimbangan antara hak-hak individu dan masyarakat
Untuk menjaga keseimbangan antara hak-hak individu masyarakat,
didalam islam tidak dikenal adanya kepemilikan mutlak pada manusia.
Oleh karena itu, didalam syariat islam apabila disebut hak Allah, maka
yang dimaksud adalah hak masyarakat atau hak umum. Allah adalah
pemilik yang sesungguhnya terhadap alam semesta, termasuk apa
yang dimiliki oleh manusia itu sendiri. Hal ini ditegaskan oleh firman-
nya antara lain:
a) “Ketahuilah bahwa milik Allahlah apa-apa yang ada dilangit dan
dibumi” (Q.S Yunus/10:55)
b) “Dan Dialah yang menciptakan bagimu semua yang terdapat
dibumi” (Q.S Al-Baqarah/2:29)
c) “Dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang
telah dikaruniakan-Nya kepadamu” (Q.S An-Nuur/24:33)
d) “……..di dalam harta mereka tersedia bagian tertentu bagi orang
miskin yang meminta dan tak punya” (Q.S Al-Ma’arij/70:24:25)
4. Dasar-dasar HAM dalam Al-Qur’an
A. Hak berekspresi dan mengeluarkan pendapat Al-Qur’an
menegaskan:
a) “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah
dari yang mungkar. Dan merekalah orang-orang yang beruntung”
(Q.S Ali-Imran/3:104)
b) “Hendaklah kamu saling berpesan kepada kebenaran dan saling
berpesan dengan penuh kesabaran” (Q.S Al-Ashr/103:3)
c) “Berilah berita gembira kepada hamba-Ku yang mendengarkan
perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya. Mereka
itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka
itulah orang-orang yang mempunyai akal” (Q.S
Az-Zumar/39:17:18)

Ayat-ayat diatas menegaskan bahwa setiap orang berhak


menyampaikan pendapatnya kepada orang lain, mengingatkan kepada
kebenaran, kebajikan serta mencegah kemungkaran. Bahkan hal itu
disampaikan bukan saja karena ada hak tapi sekaligus merupakan
suatu kewajiban sebagai orang beriman.

B. Hak kebebasan memilih agama


Sehubungan dengan kebebasan memilih agama dan
kepercayaan, Al-Qur’an menyebutkan antara lain:
a) “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (islam),
sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang
salah. Karena itu barang siapa yang Ingkar kepada Thaghut dan
beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang
kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (Q.S Al-Baqarah/2:256).
b) “Dan katakanlah, kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka
barang siapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan
barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir…” (Q.S
Al-kahfi/18:29).
c) “Dan jikalau Tuhanmu menghendaki tentulah beriman semua orang
yang dimuka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak)
memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang
beriman semuanya ?“ (Q.S. Yunus/10:99).
Berdasarkan ayat-ayat diatas, jelaslah bahwa masalah
menganut suatu agama atau kepercayaan sepenuhnya diserahkan
kepada manusia itu sendiri untuk memilihnya. Didalam islam, kita
hanya diperintah untuk berdakwah yang bertujuan menyeru,
mengajak dan membimbing seseorang kepada kebenaran itu.
Dakwah bertujuan juga untuk menegakkan “Al-Amru bil ma’ruf
wa al-nahyu ‘an al-munkar” (menyeru kepada kebajikan serta
mencegah dari kemjungkaran).

C. Hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan


sosial.
Sehubungan dengan hak untuk memperoleh kesempatan
yang sama ini Al-Qur’an menyebutkan sebagai berikut :
a) “ Dialah orang yang menjadikan segala yang ada dibumi ini untuk
kamu…..” (Q.S Al-Baqarah/2:29)
Ayat ini menjadi dasar setiap orang mempunyai kesempatan
yang sama untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dari apa-apa yang
sudah disiapkan Allah dipermukaan bumi ini. Islam mengajarkan
kepada umatnya untuk mendapatkan Rezki yang halal dan baik hal
ini di tegaskan dalam firman-Nya :
“ Hai sekalian Manusia, makanlah yang halal lagi baik dari
apa yang terdapat dibumi…..” (Q.S Al-Baqarah/2:168).

2. Pengertian Demokrasi
A.Pengertian menurut para ahli
a) G.B.Shaw
Demokrasi adalah ‘pemilu pengganti’ oleh pihak yang
tidak kompeten di mana banyak kesepakatan yang
diselewengkan.
b) Oxford English Dictionary
Demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat; bentuk
pemerintahannya terletak pada kedaulatan rakyat secara
menyeluruh, dan dijalankan secara langsung oleh rakyat,
atau oleh pejabat yang dipilih oleh rakyat.
c) E. Schattschneider
Demokrasi adalah sistem politik yang kompetitif yang di
dalamnya terdapat persaingan antara para pemimpin dan
organisasi-organisasi dalam menjabarkan alternatif-alternatif
kebijakan publik sehingga publik dapat turut berpartisipasi
dalam proses pengambilan keputusan.
d) Adam Przeworski
Demokrasi adalah bentuk institusionalisasi konflik terus-
menerus, ketidakpastian, menundukkan seluruh
kepentingan yang tidak jelas. Demokrasi adalah sistem yang
memungkinkan partai politik kalah dalam pemilu, adanya
kompetisi yang dikelola oleh-aturan-aturan, dan periode
pemenang dan pecundang.
e) Philippe C. S dan Terry L. K.
Demokrasi politik modern adalah sistem pemerintahan di
mana penguasa mempertanggungjawabkan tindakannya
kepada warga negara, bertindak secara langsung melalui
kompetisi dan kerja sama dengan wakil-wakil rakyat.
B. Pengertian Menurut Islam
Demokrasi adalah sebuah tatanan Negara /pemerintahan yang bersumber
dari rakyat, olehrakyat, untuk rakyat. (Benjamin Franklin). Rasulullah saw
bersabda:

“Hari kiamat tak bakalan terjadi hingga umatku meniru generasi-generasi


sebelumnya,sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Ditanyakan, “Wahai
Rasulullah, seperti Persia dan Romawi?” Nabi menjawab: “Manusia mana lagi
selain mereka itu?”(HR. Bukhory no.7319 dari Abu Hurairah r.a)

Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani (w. 852 H) dalam kitabnya,


Fathul Bariy(13/301),menerangkan bahwa hadist ini berkaitan dengan
tergelincirnya umat Islam mengikuti umat lain dalam masalah pemerintahan dan
pengaturan urusan rakyat.
Sekarang dapat kita rasakan kebenaran sabda Beliau SAW, dalam
pemerintahan dan pengaturanurusan rakyat, sistem demokrasi dianggap sebagai
sistem terbaik, bahkan tidak jarang hokum Islam pun dinilai dengan sudut pandang
demokrasi, kalau hukum Islam tersebut dianggap tidak sesuai dengan demokrasi
maka tidak segan-segan dibuang atau diabaikan.
Secara ringkas, tulisan ini akan mengkritisi demokrasi, baik dalam tataran
konsep maupun praktiknya dalam sistem pemerintahan.
Dalam teori, demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat dengan kekuasaan
tertinggi berada ditangan rakyat dan dijalankan langsung oleh mereka atau wakil-
wakil yang mereka pilih di bawah sistem pemilihan bebas. Lincoln (1863)
menyatakan“Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat.”Secara teori, dalam sistem demokrasi, rakyatlah yang dianggap berdaulat,
rakyat yang membuat hukum dan orang yang dipilih rakyat haruslah melaksanakan
apa yang telah ditetapkan rakyat tersebut.

Selain itu, demokrasi juga menyerukan kebebasan manusia secara menyeluruh


dalam hal :
a) Kebebasan beragama
b) Kebebasan berpendapat
c) Kebebasan kepemilikan
d) Kebebasan bertingkah laku
Inilah fakta demokrasi yang saat ini dianut dan digunakan oleh hampir semua
negara yang ada didunia. Tentu saja dalam implementasinya akan mengalami
variasi-variasi tertentu yang dilatar belakangi oleh kebiasaan, adat istiadat serta
agama yang dominan di suatu negara. Namun demikian variasi yang ada hanyalah
terjadi pada bagian cabang bukan pada prinsip tersebut.
C. Prinsip-prinsip Demokrasi dalam Islam
Pertama, Syura merupakan suatu prinsip tentang cara pengambilan keputusan
yang secara eksplisit ditegaskan dalam al-Qur’an. Misalnya saja disebut dalam QS.
As-Syura:38 dan Ali Imran:159. Dalam praktik kehidupan umat Islam, lembaga
yang paling dikenal sebagai pelaksana syura adalah ahl halli wa-l‘aqdi pada zaman
khulafaurrasyidin. Lembaga ini lebih menyerupai tim formatur yang bertugas
memilih kepala negara atau khalifah.

Jelas bahwa musyawarah sangat diperlukan sebagai bahan pertimbangan dan


tanggung jawab bersama di dalam setiap mengeluarkan sebuah keputusan. Dengan
begitu, setiap keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah akan menjadi tanggung
jawab bersama. Sikap musyawarah juga merupakan bentuk dari pemberian
penghargaan terhadap orang lain karena pendapat-pendapat yang disampaikan
menjadi pertimbangan bersama.

Kedua, al-‘adalah adalah keadilan, artinya dalam menegakkan hukum


termasuk rekrutmen dalam berbagai jabatan pemerintahan harus dilakukan secara
adil dan bijaksana. Arti pentingnya penegakan keadilan dalam sebuah
pemerintahan ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam beberapa ayat-Nya, antara lain
dalam surat an-Nahl: 90; QS. as-Syura: 15; al-Maidah: 8; An-Nisa’: 58, dan
seterusnya.

Prinsip keadilan dalam sebuah negara sangat diperlukan, sehingga ada


ungkapan yang berbunyi “Negara yang berkeadilan akan lestari kendati ia negara
kafir, sebaliknya negara yang zalim akan hancur meski ia negara (yang
mengatasnamakan) Islam”.

Ketiga, al-Musawah adalah kesejajaran, artinya tidak ada pihak yang merasa
lebih tinggi dari yang lain sehingga dapat memaksakan kehendaknya. Penguasa
tidak bisa memaksakan kehendaknya terhadap rakyat, berlaku otoriter dan
eksploitatif. Kesejajaran ini penting dalam suatu pemerintahan demi menghindari
hegemoni penguasa atas rakyat.

Dalam perspektif Islam, pemerintah adalah orang atau institusi yang diberi
wewenang dan kepercayaan oleh rakyat melalui pemilihan yang jujur dan adil
untuk melaksanakan dan menegakkan peraturan dan undang-undang yang telah
dibuat. Oleh sebab itu pemerintah memiliki tanggung jawab besar dihadapan rakyat
demikian juga kepada Tuhan.

Dengan begitu pemerintah harus amanah, memiliki sikap dan perilaku yang
dapat dipercaya, jujur dan adil. Sebagian ulama’ memahami al-musawah ini
sebagai konsekuensi logis dari prinsip al-syura dan al-‘adalah. Diantara dalil al-
Qur’an yang sering digunakan dalam hal ini adalah surat al-Hujurat:13.

Keempat, al-Amanah adalah sikap pemenuhan kepercayaan yang diberikan


seseorang kepada orang lain. Oleh sebab itu kepercayaan atau amanah tersebut
harus dijaga dengan baik. Dalam konteks kenegaraan, pemimpin atau pemerintah
yang diberikan kepercayaan oleh rakyat harus mampu melaksanakan kepercayaan
tersebut dengan penuh rasa tanggung jawab. Persoalan amanah ini terkait dengan
sikap adil seperti ditegaskan Allah SWT dalam Surat an-Nisa’:58.

Karena jabatan pemerintahan adalah amanah, maka jabatan tersebut tidak bisa
diminta, dan orang yang menerima jabatan seharusnya merasa prihatin bukan
malah bersyukur atas jabatan tersebut. Inilah etika Islam. Kelima, al-Masuliyyah
adalah tanggung jawab. Sebagaimana kita ketahui bahwa, kekuasaan dan jabatan
itu adalah amanah yangh harus diwaspadai, bukan nikmat yang harus disyukuri,
maka rasa tanggung jawab bagi seorang pemimpin atau penguasa harus dipenuhi.

Dan kekuasaan sebagai amanah ini mememiliki dua pengertian, yaitu amanah
yang harus dipertanggungjawabkan di depan rakyat dan juga amanah yang harus
dipertenggungjawabkan di depan Tuhan. Seperti yang dikatakan oleh Ibn
Taimiyyah, bahwa penguasa merupakan wakil Tuhan dalam mengurus umat
manusia dan sekaligus wakil umat manusia dalam mengatur dirinya.

Dengan dihayatinya prinsip pertanggungjawaban (al-masuliyyah) ini


diharapkan masing-masing orang berusaha untuk memberikan sesuatu yang terbaik
bagi masyarakat luas. Dengan demikian, pemimpin/penguasa tidak ditempatkan
pada posisi sebagai sayyid al-ummah (penguasa umat), melainkan sebagai khadim
al-ummah (pelayan umat). Dengan demikian, kemaslahatan umat wajib senantiasa
menjadi pertimbangan dalam setiap pengambilan keputusan oleh para penguasa,
bukan sebaliknya rakyat atau umat ditinggalkan.
Keenam, al-Hurriyyah adalah kebebasan, artinya bahwa setiap orang, setiap
warga masyarakat diberi hak dan kebebasan untuk mengeksperesikan pendapatnya.
Sepanjang hal itu dilakukan dengan cara yang bijak dan memperhatikan al-akhlaq
al-karimah dan dalam rangka al-amr bi-‘l-ma’ruf wa an-nahy ‘an al-‘munkar, maka
tidak ada alasan bagi penguasa untuk mencegahnya.

Bahkan yang harus diwaspadai adalah adanya kemungkinan tidak adanya lagi
pihak yang berani melakukan kritik dan kontrol sosial bagi tegaknya keadilan. Jika
sudah tidak ada lagi kontrol dalam suatu masyarakat, maka kezaliman akan
semakin merajalela. Ada beberapa alasan mengapa islam disebut sebagai agama
demokrasi, yaitu sebagai berikut:

a) Islam adalah agama hukum, dengan pengertian agama islam berlaku bagi semua
orang tanpa memandang kelas, dari pemegang jabatan tertinggi hingga rakyat
jelatah dikenakan hukum yang sama. Jika tidak demikian, maka hukum dalam
islam tidak berjalan dalam kehidupan.
b) Islam memiliki asas permusyawaratan “amruhum syuraa bainahum” artinya
perkara-perkara mereka dibicarakan diantara mereka. Dengan demikian, tradisi
bersama-sama mengajukan pemikiran secara bebas dan terbuka diakhiri dengan
kesepakatan.
c) Islam selalu berpandangan memperbaiki kehidupan manusia tarafnya tidak
boleh tetap, harus terus meningkat untuk menghadapi kehidupan lebih baik di
akhirat.
Jadi, prinsip demokrasai pada dasrnya adalah upaya bersama-sama untuk
memperbaiki kehidupan, kareana itulah islam dikatakan sebagai agama perbaikan
“diinul islam” atau agama inovasi. Untuk itu, islam selau menghendaki demokrasi
yang merupakan salah satu ciri atau jati diri islam sebagai agama hukum.

Hukum, HAM, dan demokrasi adalah tiga konsep yang tidak dapat dipisahkan.
Hal ini dikarenakan salah satu syarat utama terwujudnya demokrasi ialah adanya
penegakkan hukum dan perlindungan HAM. Demokrasi akan rapuh apabila HAM
setiap masyarakat tidak terpenuhi.
Sedangkan pemenuhan dan perlindungan HAM dapat terwujud apabila hukum
ditegakkan. Dalam ajaran Islam, hukum, HAM dan ddemokrasi disebutkan dengan
jelas di dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Dengan demikian manusia sebagai
khalifah Allah dimuka bumi ini dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan benar
apabila ia seelalu berpegang pada aturan-aturan pada Al-Quran dan As-Sunnah.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/35153458/
Makalah_pendidikan_agama_Islam_Ham_and_demokrasi_dala
m_islam
https://www.hukumonline.com/klinik/a/pengertian-ham-
menurut-para-ahli-hukum-nasional-dan-internasional-
lt6331716e60d8d/
https://polpum.kemendagri.go.id/pengertian-demokrasi-model-
dan-prinsipnya/#:~:text=Pengertian%20Demokrasi
%20Menurut%20Para%20Ahli,kekuasaan%20yang%20mutlak
%20oleh%20rakyat.
https://www.academia.edu/37653217/
Makalah_Demokrasi_dalam_pandangan_Islam

Anda mungkin juga menyukai