Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

Hak Asasi Manusia

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pancasila

Dosen Pengampu:

Dr.Masrukin M.Pd

Disusun oleh:

1. Fiki Rofi’atinnisa

2. Rita Nur Indah Sari

3. Septia Nurul Latifah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH “AL-MUSLIHUUN”

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga dapat
menyelesaikan tugas mata kuliah “Pancasila” dalam bentuk makalah. Shalawat serta salam
semoga senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kita, Nabiyullah Muhammad SAW.

Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari bahwa sesuai dengan kemampuan dan
pengetahuan yang terbatas makalah yang berjudul “Hak Asasi Manusia” ini masih jauh dari
kata sempurna. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini, kami berharap semoga makalah yang kami susun ini
dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi kami maupun pembaca. Aamiin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Blitar, 25 November 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..................................................................................................................... i

Daftar Isi ............................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ......................................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Makna dan Sejarah HAM.......................................................................................... 3


B. HAM prespektif islam................................................................................................ 6
C. Piagam Madinah........................................................................................................ 8
D. Isu isu aktual dan Penegakan HAM di Indonesia...................................................... 13

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................................................ 16
B. Saran ......................................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang
dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan
yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga
merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang
sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih
dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum
reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan
kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan
pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM
pada diri kita sendiri. Dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk membuat makalah
tentang HAM. Maka dengan ini penulis mengambil judul “Hak Asasi Manusia”.
Secara teoritis Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia
yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus
dihormati, dijaga, dan dilindungi. hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah
merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi
keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu
juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia
menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu, pemeritah (Aparatur
Pemerintahan baik Sipil maupun Militer), dan negara.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian HAM ?
2. Bagaimana sejarah terbentuknya HAM?
3. Apa saja HAM prespektif islam ?
4. Apa keterkaitan piagam madinah dengan HAM ?
5. Apa saja isu isu actual HAM ?
6. Bagaimana upaya penegakan HAM di Indonesia ?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian HAM
2. Untuk mengetahui bagaimana sejarah terbentuknya HAM
3. Untuk mengetahui apa saja HAM prespektif islam
4. Untuk mengetahui apa keterkaitan piagam madinah dengan HAM
5. Untuk mengetahui isu isu actual HAM
6. Untuk mengetahui bagaimana upaya penegakan HAM di indonesia

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Makna dan Sejarah HAM


1. Makna Hak Asasi Manusia
HAM merupakan singkatan dari Hak Asasi Manusia. Secara istilah pengertian
HAM adalah hak-hak yang dimiliki seseorang karena keberadaannya sebagai manusia.
Hak-hak ini bersumber dari pemikiran moral manusia dan diperlukan untuk menjaga
harkat dan martabat suatu individu sebagai seorang manusia. Dengan kata lain, HAM
secara umum dapat diartikan sebagai hak-hak yang melekat pada diri segenap manusia
sehingga mereka diakui keberadaannya tanpa membedakan seks, ras, warna kulit,
bahasa, agama, politik, kewarganegaraan, kekayaan, kelahiran.
Menurut para ahli pengerti ham ada beragam versi, meskipun jika ditarik benang
merahnya intinya sama. Pengertian ham dari para ahli diantaranya:
1. HaarTilar
Hak Asasi Manusia (HAM) ialah hak-hak yang sudah ada atau melekat
pada tiap-tiap manusia dan juga tanpa mempunyai hak-hak itu maka pada
tiap-tiap manusia itu tidak dapat hidup selayaknya manusia. Hak ini
didapatkan sejak lahir ke dalam dunia.
2. Prof.KoentjoroPoerbopranoto
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah suatu hak yang sifatnya mendasar atau
juga asasi. Hak-hak yang dipunyai pada tiap-tiap manusia tersebut dengan
berdasarkan kodratnya yang pada hakikatnya tidak akan dapat dipisahkan
sehingga akan bersifat suci.
3. JohnLocke
Hak Asasi Manusia (HAM) ialah hak-hak yang secara langsung
diberikan Tuhan YME pada tiap manusia ialah sebagai hak yang kodrati.
Oleh sebab itu , tidak ada juga kekuatan pada dunia ini yang dapat
mencabutnya. Hak Asasi Manusia (HAM) tersebut sifatnya fundamental
atau juga bersifat mendasar bagi tiap kehidupan manusia dan juga pada
hakikatnya sangat suci.
4. Mahfudz,M.D.
Hak Asasi Manusia (HAM) ialah hak yang sudah ada dan melekat pada
martabat tiap manusia , dimana hak ini sudah dibawa sejak lahir ke dalam
dunia sehingga pada dasarnya hak ini bersifat kodrati.
5. UU.No.39Tahun1999
Hak Asasi Manusia (HAM) ialah seperangkat hak yang sudah ada pada
diri manusia ialah sebagai makhluk ciptaan Tuhan YHE. yang mana hak ini
ialah anugerah yang wajib untuk di hargai dan juga untuk dilindungi oleh
pada tiap orang untuk dapat melindungi harkat dan juga martabat manusia.
6. Muladi
Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan segala hak pokok atau juga hak
dasar yang sudah melekat pada diri manusia didalam kehidupannya.
7. Peter.R.Baehr
Hak Asasi Manusia (HAM) ialah hak dasar yang bersifat mutlak dan
juga harus dipunyai pada tiap insan untuk perkembangan dirinya tersebut.
8. KarelVasak
Menjelaskan bahwa Hak Asasi Manusia (HAM) ialah 3(tiga) generasi

3
yang didapat ialah dari revolusi Prancis. Karel tersebut mengistilahkan
generasi disebabkan karena yang merujuk kepada inti dan juga ruang
lingkup dari hak yang mana hak tersebut menjadi prioritas utama didalam
waktu tertentu.
9. MiriamBudiarjo
Hak Asasi Manusia (HAM) ialah hak yang dimiliki pada tiap orang
yang dibawa sejak dia lahir ke dunia dan juga menurutnya hak tersebut
bersifat universal (Menyeluruh) dikarenakan dimiliki tidak dengan adanya
perbedaan ras, kelamin, agama , suku, budaya, dan lain-lain.

2. Sejarah Hak Asasi Manusia


Latar belakang sejarah hak asasi manusia pada hakikatnya muncul karena
adanya keinsyafan manusia terhadap harga diri, harkat dan martabat kemanusiaan
sebagai akibat tindakan sewenang-wenang dari penguasa, penjajahan, perbudakan,
ketidakadilan dan kezaliman yang hampir melanda seluruh umat manusia. Sejarah
perkembangan hak asasi manusia sebagai berikut :
1. Tahun 2500 SM-1000 SM
Perjuangan Nabi Ibrahim melawan kezaliman Raja Namruds. Nabi Musa
memerdekan bangsa Yahudi dari perbudakan raja Fir’un agar bebas dari
kesewenangan hukum hamurabi pada masyarakat Babilonia yang menentapkan
ketentuan hukum yang menjamin keadilan bagi warga negaranya.
2. Tahun 600 SM di Athena ( Yunani )
Solon yang telah menyusun Undang- undang yang menjamin keadilan bagi setiap
warganya untuk itu ia membentuk hekiaea, yaitu mehkamah keadilan untuk
melindungi orang- orang miskin dan majelis rakyat atau eklesia.
3. Tahun 527 SM-322 SM
Kaisar Romawi Flanvius Anacius, justianu, melakukan peraturan hukum modern
yang termodifikasi yaitu Corpus Iuris sebagai jaminan kedilan dan hak asasi
manusia.
4. Socrates (469-399 SM), Plato (429-374 SM), dan Aristoteles (384-322 SM)
sebagai filsuf Yunani peletak dasar diakuinya hak asasi manuisa. Mereka
mengajarkan untuk mengkritik pemerintah yang tidak berdasarkan keadilan, cita-
cita, dan kebijaksanaan.
5. Tahun 30 SM
Kitab injil di bawa Nabi Isa Al Masih sebagai peletak dasar tingkah laku manusia
agar senantiasa hidup dalam cinta kasih terhadap Tuhan atau sesama manusia.

4
6. Tahun 600
Perjuangan Nabi Muhammad SAW untuk membebaskan para bayi wanita dari
penindasan bangsa Quraisy. Kitab suci Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW banyak mengajarkan tentang toleransi,berbuat adil, tidak boleh
memaksa, bijaksana, menerapkan kasih sayang dan sebagainya.
7. Tahun 1215 abad 17-19
Gerakan rasionalisme dan humanisme di Eropa bergolak secara revolusioner
dibidang hukum, hak asasi dan ketatanegaraan ditandai lahirnya Magna Charta di
Inggris yang berisi pembatsan kekuasaan raja dan hak asasi manusia, pelopornya
John Locke dan Thomas Aquino.
8. Tahun 1679
Lahir piagam HAM, yaitu Hobeas corpus Act yang isinya jaminan kebebasan
warga negara dan mencegah penjarahan sewenang-wenang terhadap rakyat.
9. Tahun 1689
Lahir piagam Bill of Rights di Britania Raya, yaitu berisi tetntang undang-
undang tentang hak-hak asasi kebebasan warga negara. Adapun pengaturan HAM
yang terdapat dalam piagam tersebut yaitu :
- Kebebasan dalam pemilihan anggota parlemen
- Kebebasan berbicara dan mengeluarkan perndapat
- Pajak, undang-undang, dan pembentukan tentara tetap harus seizin parlemen
- Hak warga negara untuk memeluk agama dan kepercayaan masing- masing
- Parlemen berhak untuk mengubah keputusan raja
10. Tahun 1776
Declaration on Independence di Amerika, yaitu deklarsi kemerdekaan yang di
umumkan secara aklamasi oleh 13 Negara bagian lainnya. Deklarasi ini
merupakan piagam hak asasi manusia karena mengandung pernyataan “Bahwa
semua bangsa di ciptakan sama derajat oleh Tuhan Yang Maha Pencipta”.
11. Tahun 1789
Lahir piagam Declarasi des droid de L’homme et du Citoyem yaitu piagam
pernyataan hak asasi manusia dan warga negara hasil revolusi Prancis di bawah
kepemimpinan Jendral Laffayette dengan semboyan Liberte
(kemerdekaan),egalite (Persamaan), Fraternite (persaudaraan). Diprakarsai oleh
JJ. Rousseau, Voltaire. Montesque.
12. Tahun 1941

5
Atlantik Charter yang lahir pada saat berkobarnya perang dunia II dengan pelopor
FD. Roosevelt, mengusulkan empat kebebasan (The Four Freedoms) sebagai
penyangga hak asasi manusia yang pling pokok dan mendasar yang isinya :
Kebebasan untuk berbicara dan mengemukanan pendapat, Kebebasan untuk
beragama, Kebebasan dari rasa takut, Kebebasan dari kekurangan dan kelaparan
13. Tahun 1948
Lahirnya piagam hak asasi manusia sedunia atau Universal Declaration of
Human Right.

B. HAM Prespektif Islam


Jauh sebelum dunia barat memperkenalkan hak asasi manusia alias HAM pada
sekitas abad XVI – XIX, islam suda dulu memperkenalkan konsep HAM pada 1300
tahun sebelumnya. Bahkan Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
merupakan salah satu sosok revolusioner sekaligus pejuang penegak HAM yang
paling gigih se antero jagad. Ia tidak hanya sekedar membawa serangkaian pernyataan
HAM yang tertuang dalam kitab suci (Al-Qur’an), namun juga memperjuangkan
dengan penuh pengorbanan dan kesungguhan.

Salah satu kegigihan Nabi dalam memperjuangkan HAM, yakni memurnikan


ajaran maupun kebiasaan yang ada pada zamannya, yakni tradisi masyarakat Arab
Jahiliyah di Makkah yang sangat bertentangan dengan konsep HAM.

Dalam catatan sejarah, Islam juga sudah mengenal apa yang disebut dengan
HAM. Salah satunya dibuktikan dengan adanya bentuk perjanjian konkrit yang
disebut sebagai Piagam Madinah pada tahun 622 Masehi.

Bukti lainnya berupa pidato Muhammad bin Abdullah pada tahun 632 Masehi,
yang dikenal dengan sebutan Deklarasi Arafah. Bahkan deklarasi tersebut disebut-
sebut sebagai dokumen tertulis pertama yang berisi tentang HAM.

Secara sederhana dapat disimpulkan, jika dunia internasional baru mengenal


HAM ribuan tahun pasca adanya konsep HAM mempuni yang diprakarsai Islam pada
zaman Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Dalam perkembangannya, HAM (Human Rights, bahasa Inggris) diartikan


sebagai sebuah konsep hukum dan normatif yang menyatakan bahwa manusia
memiliki hak yang melekat pada dirinya karena ia adalah seorang manusia. HAM
berlaku kapanpun, di manapun, dan kepada siapapun, sehingga sifatnya universal.

HAM pada prinsipnya tidak dapat dicabut, juga tidak dapat dibagi-bagi, saling
berhubungan, dan saling bergantung. HAM biasanya dialamatkan kepada negara
dengan kata lain negaralah yang mengemban kewajiban untuk menghormati,
melindungi, dan memenuhi HAM, termasuk dengan mencegah dan menindaklanjuti
pelanggaran yang dilakukan oleh swasta.

6
Dalam terminologi modern, HAM dapat digolongkan menjadi hak sipil dan
politik yang berkenaan dengan kebebasan sipil. Seperti gak untuk hidup, hak untuk
tidak disiksa dan kebebasan berpendapat. Termasuk juga hak ekonomi, sosial dan
budaya yang berkaitan dengan akses ke barang publik. Seperti hak untuk memperoleh
pendidikan yang layak, hak atas kesehatan, dan lainnya.

Secara konseptual, HAM dapat dilandaskan pada keyakinan bahwa hak tersebut
‘dianugerahkan secara alamiah’ oleh alam semesta, nalar atau bahkan Tuhan. Mereka
yang menolak penggunaan unsur alamiah meyakini bahwa hak asasi merupakan
pengejawantahan nilai-nilai yang disepakati oleh masyarakat.

Selain itu ada pula yang menganggap HAM sebagai perwakilan dari klaim-klaim
kaum yang tertindas, dan pada saat yang sama juga terdapat kelompok yang
meragukan keberadaan HAM sama sekali dan menyatakan bahwa HAM hanya ada
karena manusia mencetuskan dan membicarakan konsep tersebut.

Ditinjau dari sudut pandang hukum internasional, HAM sendiri dapat dibatasi
atau dikurangi dengan syarat-syarat tertentu. Biasanya harus ditentukan oleh hukum,
memiliki tujuan yang sah dan diperlukan dalam suatu masyarakat demokratis.
Sementara pengurangan hanya dapat dilakukan dalam keadaan darurat yang
mengancam ‘kehidupan bangsa’.

Memang masyarakat kuno tidak mengenal konsep HAM universal, seperti halnya
masyarakat modern. Pelopor dari wacana HAM adalah konsep hak kodrati yang
dikembangkan pada abad pertengahan, dipengaruhi wacana politik selama Revolusi
Amerika dan Revolusi Prancis. Konsep HAM modern akhirnya muncul pada paruh
kedua abad 20, terutama pasca dirumuskannya Pernyataan Umum tentang HAM di
Paris (Prancis) pada 1948 silam.

Sejak saat itu, HAM mengalami perkembangan yang pesat dan menjadi semacam
kode etik yang diterima dan ditegakkan secara global. Pelaksanaan HAM dalam skala
internasional diawasi oleh Dewan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sepeti Dewan
HAM dan Badan Troktat hingga Komite HAM dan Komite Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya.

Sementara di tingkat regional, HAM ditegakkan oleh Pengadilan HAM Eropa,


Pengadilan HAM Antar-Amerika, serta Pengadilan HAM dan Hak Penduduk Afrika.
Bahkan kovenan internasional tentang hak-hak sipil dan politik hingga hak ekonomi,
sosial dan budaya sendiri sudah diratifikasi oleh hampir semua negara di dunia,
termasuk Indonesia.

Bahkan empat negara di kawasan Asia Tenggara, yakni Brunai Darussalam,


Indonesia, Malaysia dan Singapura. Diwakili menteri agama masing-masing, sepakat
mewujudkan resolusi yang berisi tujuh poin tentang HAM dalam perspektif Islam.

Pertama, umat Islam diharapkan melengkapi diri dengan ilmu dan keterampilan
yang tepat melalui sumber terpercaya untuk menghadapi berbagai doktrin dan
tantangan baru. Hal itu demi memastikan hak-hak yang diperjuangkan sesuai prinsip
dan bebas dari unsur yang bertentangan dengan Islam.

7
Kedua, perlunya memberdayakan komitmen kehidupan beragama sebagai satu
cara hidup, demi memastikan setiap individu muslim mampu menyikapi realitas
kehidupan saat ini yang berporos kepada prinsip dan panduan ajaran Islam.

Ketiga, mencari titik persamaan atas nilai-nilai kemanusiaan seperti martabat dan
kehormatan, kemerdekaan dan kebebasan, kesetaraan dan kesamaan, serta
persaudaraan sebagai dasar kesempatan untuk bekerjasama menangani isu-isu hak
asasi manusia yang sejalan dengan Islam.

Keempat, menyebarluaskan pemahaman tentang Islam sebagai satu sistem nilai


dan etika, yang berkontribusi kepada kebaikan bersama.

Kelima, Memperkuat perjuangan hak asasi manusia yang sejalan dengan tuntutan
Islam, berdasarkan strategi menekankan prinsip-prinsip Islam sebagai sistem etika
tentang HAM, meningkatkan pemahaman masyarakat terkait prinsip HAM sesuai
etika Islam, serta meningkatkan efektivitas jaringan kerjasama antarotoritas agama di
setiap negara, organisasi dan individu, demi memperkuat perjuangan isu-isu hak asasi
dari perspektif Islam.

Keenam, siap menjalin kolaborasi program penjelasan HAM dari sudut pandang
Islam melalui kerja sama strategis di antara negara anggota.

Ketujuh, forum menyepakati penulisan konsep HAM dari sudut pandang Islam
yang dibentangkan dalam konferensi ini dapat diterbitkan atas nama MABIMS
(Forum Menteri Agama Brunai, Indonesia, Malaysia dan Singapura) sebagai sumber
informasi bagi para peneliti yang bisa dijadikan referensi di tingkat negara anggota,
serta masyarakat antarbangsa.

C. Piagam Madinah
1. Sejarah Piagam Madinah
Piagam Madinah (bahasa Arab: ‫حیفة المدینه‬UU‫ص‬, shahifatul madinah) juga
dikenal dengan sebutan Konstitusi Madinah, ialah sebuah dokumen yang disusun
oleh Nabi Islam Muhammad, yang merupakan suatu perjanjian formal antara
dirinya dengan semua suku-suku dan kaum-kaum penting di Yasthrib (kemudian
bernama Madinah) pada tahun 622.[1][2][3][4]

Konstitusi ini dibuat untuk mengakhiri pertempuran sengit antar suku antara
klan saingan Bani Aus dan Bani Khazraj di Medina dan untuk menjaga
perdamaian dan kerjasama di antara semua kelompok Madinah. Menetapkan
peran Muhammad sebagai otoritas penengah antara dua kelompok dan yang lain
di Madinah adalah inti dari berakhirnya kekerasan internal Madinah dan
merupakan fitur penting dari konstitusi. Dokumen tersebut menjamin kebebasan
beragamakeyakinan dan praktik bagi semua warga negara yang "mengikuti orang-
orang yang beriman". Ini meyakinkan bahwa perwakilan dari semua pihak,
Muslim atau non-Muslim, harus hadir ketika konsultasi terjadi atau dalam kasus
negosiasi dengan negara asing. Ini menyatakan "seorang wanita hanya dapat
dijamu oleh tuan rumah dengan persetujuan keluarganya" dan memberlakukan
sistem pajak untuk mendukung komunitas pada saat konflik. Ini menyatakan
peran Madinah sebagai haram (‫حرم‬, "tempat yang dilindungi"), di mana tidak ada
darah orang-orang yang termasuk dalam pakta tersebut dapat ditumpahkan.

8
2. Kondisi Demografis
Ketika Muhammad hijah dari Mekah ke Madinah, dia ingin mendirikan suatu
tatanan masyarakat otonom yang berlandaskan nilai-nilai Islam. Untuk dapat
memahami kondisi dan situasi sosial di Madinah, Muhammad kemudian
melakukan sensus penduduk Madinah.[butuh rujukan] Hasil dari sensus tersebut
ditemukan bahwa dari 10.000 penduduk Madinah, penduduk Muslim hanya 1.500
jiwa, sementara orang Yahudi ada 4.000 jiwa dan 4.500 jiwa lainnya masih
menganut paganisme (musyrikin). Berdasarkan sensus tersebut, maka penduduk
Muslim di Madinah pada awalnya adalah kelompok minoritas.[9]
Setelah melakukan sensus, Muhammad kemudian mempertemukan tiga entitas
masyarakat Madinah, yakni: Muslim, Yahudi, dan paganisme. Kaum Muslim
terdiri dari Kaum Muhajirin dan Kaum Ansar; Kaum Muhajirin terdiri dari Bani
Hasyim dan Bani Muthallib, sementara Kaum Anshar terdiri dari Bani
Aus dan Bani Khazraj. Penyatuan Bani Aus dan Bani Kazraj tersebut juga dikenal
sebagai Bai'at Aqabah II.[10] Kemudian Kaum Yahudi terdiri dari Bani
Qaynuqa, Bani Nadhir, dan Bani Quraizhah. Berdasarkan kondisi ini maka
masyarakat Madinah pada saat itu adalah komunitas yang pluralistik, untuk itulah
kemudian Muhammad mempertemukan semua komponen masyarat Madinah.

3. Perumusan
Tindakan pertama yang dilakukan oleh Muhammad setelah bertemu dengan
masyarakat Madinah adalah mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Kaum
Anshar. Pertemuan antara dua kelompok Muslim itu diadakan di rumah Anas bin
Malik. Setelah mepersaudarakan kaum Muslimin, Muhammad kemudian
menyatukan seluruh suku-suku Yahudi dengan perjanjian aliansi dan kebebasan
beragama. Setelah berhasil mempersatukan seluruh kelompok yang ada di
Madinah, Muhammad kemudian disebut merinci perjanjian sosial-politik
Madinah, perjanjian inilah yang kemudian menjadi Piagam Madinah.

4. Isi Piagam Madinah

PIAGAM MADINAH

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, ini adalah piagam
dari Muhammad Rasulullah SAW, untuk kalangan mukminin dan muslimin yang
berasal dari Quraisy dan Yatsrib (Madinah), dan yang mengikuti mereka,
menggabungkan diri, dan berjuang bersama mereka.

Pasal 1
Sesungguhnya mereka satu umat, berbeda dari komunitas manusia lain.
Pasal 2
Kaum muhajirin dari Quraisy sesuai keadaan kebiasaan mereka bahu membahu
membayar uang tebusan darah di antara mereka dan mereka membayar tebusan
tawanan dengan cara baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 3
Bani Auf sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar
uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar
tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 4

9
Bani Sa’idah sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar
uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar
tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 5
Bani Al Hars sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar
uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar
tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 6 Bani Jusyam sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu
membayar uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku
membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 7
Bani An Najjar sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu
membayar uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku
membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 8
Bani ‘Amr bin ‘Auf sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu
membayar uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku
membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 9
Bani Al Nabit sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu
membayar uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku
membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 10
Bani Al ‘Aus sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar
uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar
tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 11
Sesungguhnya mukminin tidak boleh membiarkan orang yang berat menanggung
utang di antara mereka, tetapi membantunya dengan baik dalam pembayaran
tebusan atau uang tebusan darah.
Pasal 12
Seorang mukmin tidak diperbolehkan membuat persekutuan dengan sekutu
mukmin lainnya tanpa persetujuan dari padanya.
Pasal 13
Orang-orang mukmin yang bertakwa harus menentang orang di antara mereka
yang mencari atau menuntut sesuatu secara zalim, jahat, melakukan permusuhan
atau kerusakan di kalangan mukminin. Kekuatan mereka bersatu dalam
menentangnya, sekalipun ia anak dari salah seorang di antara mereka.
Pasal 14
Seorang mukmin tidak boleh membunuh orang beriman lainnya lantaran
membunuh orang kafir. Tidak boleh pula orang beriman membantu orang kafir
untuk membunuh orang beriman.
Pasal 15
Jaminan Allah satu. Jaminan perlindungan diberikan oleh mereka yang dekat.
Sesungguhnya mukminin itu saling membantu, tidak bergantung kepada golongan
lain.
Pasal 16
Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kita berhak atas pertolongan dan
santunan, sepanjang mukminin tidak terzalimi dan ditentang olehnya.
Pasal 17

10
Perdamaian mukminin adalah satu. Seorang mukmin tidak boleh membuat
perdamaian tanpa ikut serta mukmin lainnya di dalam suatu peperangan di jalan
Allah, kecuali atas dasar kesamaan dan keadilan di antara mereka.
Pasal 18
Setiap pasukan yang berperang bersama harus bahu-membahu satu sama lain.
Pasal 19
Orang-orang mukmin membalas pembunuh mukmin lainnya dalam peperangan di
jalan Allah. Orang orang beriman dan bertakwa berada pada petunjuk yang terbaik
dan lurus.
Pasal 20
Orang musyrik Yatsrib (Madinah) dilarang melindungi harta dan jiwa orang
musyrik Quraisy, dan tidak boleh bercampur tangan melawan orang beriman.
Pasal 21
Barang siapa yang membunuh orang beriman dan cukup bukti atas perbuatannya,
harus dihukum bunuh, kecuali wali terbunuh rela menerima uang tebusan darah.
Segenap orang beriman harus bersatu dalam menghukumnya.
Pasal 22
Tidak dibenarkan orang mukmin yang mengakui piagam ini, percaya pada Allah
dan Hari Akhir, untuk membantu pembunuh dan memberi tempat kediaman
kepadanya. Siapa yang memberi bantuan dan menyediakan tempat tinggal bagi
pelanggar itu, akan mendapat kutukan dari Allah pada hari kiamat, dan tidak
diterima dari padanya penyesalan dan tebusan.
Pasal 23
Apabila kamu berselisih tentang sesuatu, penyelesaiannya menurut ketentuan
Allah Azza Wa Jalla dan keputusan Muhammad SAW.
Pasal 24
Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan.
Pasal 25
Kaum Yahudi dari Bani ‘Auf adalah satu umat dengan mukminin. Bagi kaum
Yahudi agama mereka, dan bagi kaum muslimin agama mereka. Juga kebebasan
ini berlaku bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim
dan jahat. Hal demikian akan merusak diri dan keluarga.
Pasal 26
Kaum Yahudi Bani Najjar diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf.
Pasal 27
Kaum Yahudi Bani Hars diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf.
Pasal 28
Kaum Yahudi Bani Sa’idah diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf.
Pasal 29
Kaum Yahudi Bani Jusyam diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf.
Pasal 30
Kaum Yahudi Bani Al ‘Aus diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf.
Pasal 31
Kaum Yahudi Bani Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf.
Pasal 32
Kaum Yahudi Bani Jafnah dari Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Bani
‘Auf.
Pasal 33
Kaum Yahudi Bani Syutaibah diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf.
Pasal 34

11
Sekutu-sekutu Sa’labah diperlakukan sama seperti mereka (Bani Sa’labah).
Pasal 35
Kerabat Yahudi di luar kota Madinah sama seperti mereka (Yahudi).
Pasal 36
Tidak seorang pun dibenarkan untuk berperang, kecuali seizin Nabi Muhammad
SAW. Ia tidak boleh dihalangi untuk menuntut pembalasan luka yang dibuat
orang lain. Siapa berbuat jahat (membunuh), maka balasan kejahatan itu akan
menimpa diri dan keluarganya, kecuali ia teraniaya. Sesungguhnya Allah sangat
membenarkan ketentuan ini.
Pasal 37
Bagi kaum Yahudi ada kewajiban biaya dan bagi kaum muslimin ada kewajiban
biaya. Mereka (Yahudi dan Muslimin) bantu-membantu dalam menghadapi
musuh piagam ini. Mereka saling memberi saran dan nasehat. Memenuhi janji
lawan dari khianat. Seseorang tidak menanggung hukuman akibat kesalahan
sekutunya. Pembelaan diberikan kepada pihak yang teraniaya.
Pasal 38
Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan.
Pasal 39
Sesungguhnya Yatsrib (Madinah) itu tanahnya haram (suci) bagi warga piagam
ini.
Pasal 40
Orang yang mendapat jaminan diperlakukan seperti diri penjamin, sepanjang tidak
bertindak merugikan dan tidak khianat.
Pasal 41
Tidak boleh jaminan diberikan kecuali seizin ahlinya.
Pasal 42
Bila terjadi suatu peristiwa atau perselisihan di antara pendukung piagam ini, yang
di khawatirkan menimbulkan bahaya, diserahkan penyelesaiannya menurut
ketentuan Allah Azza Wa Jalla, dan keputusan Muhammad SAW. Sesungguhnya
Allah paling memelihara dan memandang baik isi piagam ini.
Pasal 43
Sungguh tidak ada perlindungan bagi Quraisy Mekkah dan juga bagi pendukung
mereka.
Pasal 44
Mereka pendukung piagam ini bahu membahu dalam menghadapi penyerang kota
Yatsrib (Madinah).
Pasal 45
Apabila pendukung piagam diajak berdamai dan pihak lawan memenuhi
perdamaian serta melaksanakan perdamaian itu, maka perdamaian itu harus
dipatuhi. Jika mereka diajak berdamai seperti itu, kaum mukminin wajib
memenuhi ajakan dan melaksanakan perdamaian itu, kecuali terhadap orang yang
menyerang agama. Setiap orang wajib melaksanakan kewajiban masing masing
sesuai tugasnya.
Pasal 46
Kaum Yahudi Al ‘Aus, sekutu dan diri mereka memiliki hak dan kewajiban
seperti kelompok lain pendukung piagam ini, dengan perlakuan yang baik dan
penuh dari semua pendukung piagam ini. Sesungguhnya kebaikan (kesetiaan) itu
berbeda dari kejahatan (pengkhianatan). Setiap orang bertanggung jawab atas
perbuatannya. Sesungguhnya Allah paling membenarkan dan memandang baik isi
piagam ini.

12
Pasal 47
Sesungguhnya piagam ini tidak membela orang zalim dan khianat. Orang yang
keluar bepergian aman, dan orang berada di Madinah aman, kecuali orang yang
zalim dan khianat. Allah adalah penjamin orang yang berbuat baik dan takwa. Dan
Muhammad SAW adalah utusanAllah.

D. Isu Isu Aktual HAM dan Penegakan HAM di Indonesia

1. Isu Isu Aktual Hak Asasi Manusia


Adapun beberapa isu aktual Hak Asasi Manusia di antaranya :

1. Papua, di mana kondisi hak-hak sosial, keamanan dan sipil masih buruk.
Index Pembangunan Manusia di Papua masih dan tetap yang terendah
sepanjang 10 tahun terakhir (BPS, 2017). Segelintir respon Pemerintah hanya
upaya pembangunan ekonomi, membangun jalan dan rekonsiliasi melalui
bakar batu.
2. Masalah hak sosial dan ekonomi. Hak atas pekerjaan, pendidikan, kesehatan
dan ketimpangan menjadi daftar masalah, termasuk ketiadaan informasi
kepada masyarakat atas berbagai jaminan dan bantuan hak sosial tersebut.
Berbagai bantuan cenderung tidak tepat sasaran dan jumlahnya cenderung
tidak tepat sesuai janji. Kondisi ekonomi juga masih rentan, dimana terdapat
ketimpangan yang cukup serius, di mana kekayaan 4 orang kaya setara
dengan akumulasi kekayaan 100 orang miskin di Indonesia. Situasi ini
berpotensi pada pelemahan kohesi sosial (Infid dan Oxfam, 2017). 
3. Masalah hak partisipasi, terutama dalam dua soal, partisipasi dalam kegiatan
politik seperti pemilihan kepada daerah yang semakin subur dengan
kampanye identitas ras atau kepercayaan. Selama ini pendidikan elektoral
hanya sebatas tata cara memilih, tidak ada yang serius untuk mendidik
substansi para calon. Persoalan lain adalah partisipasi dalam kontrol kebijakan
publik di mana masyarakat sering tidak mendapatkan informasi yang baik
serta dibatasi perannya, bahkan dipidanakan, selain juga diteror.
4. Masalah klasik yang tak satupun pemerintahan di masa reformasi ini berhasil
menanganinya, yaitu, Pelanggaran HAM Berat, dan terjadi di masa lalu, yang
belum diselesaikan hingga saat ini. Sembilan berkas penyelidikan Komnas
HAM, secara jelas dan sengaja tak satu pun ditindaklanjuti oleh Kejaksaan
Agung (KontraS, 2017).
5. Masalah hak atas lingkungan hidup, hak atas tanah, air dan Pengakuan (hak)
Masyarakat Adat. Masalah ini bisa dikatakan masalah yang meningkat tajam
dalam 5 tahun terakhir. Hal ini diakibatkan liberalisasi izin pemerintah daerah
yang dimanfaatkan oleh kepentingan bisnis eksploitatif perusahaan lokal,
nasional maupun internasional. Situasi ini semakin diperparah dengan gaya
kebijakan pembangunan pemerintah, baik di tingkat nasional maupun di
tingkat lokal. Jutaan hektar tanah masyarakat adat telah dikuasai oleh swasta,
berakibat pada jutaan warga sipil, khususnya masyarakat adat harus keluar
dari wilayah adatnya (KPA, 2016).
6. Masalah integritas personal dan kebebasan sipil warga negara. Berbagai
pembatasan berkumpul, berekspresi dan menyampaikan informasi berujung
dengan pemidanaan dan persekusi. Dalam tiga tahun terakhir angka
penyiksaan, pembunuhan di luar proses hukum, eksekusi hukuman mati serta

13
proses peradilan yang sesat tumbuh subur. Kategori hak ini sering diserang
oleh para politisi, pengambil kebijakan dan kelompok massa tertentu sebagai
ciri hak individualis, seolah bukan ciri hak ‘ke-Indonesia-an’. Terlebih
mereka yang menjadi korban dari hak ini dilekatkan dengan kejahatan
narkoba, atau kriminalitas seperti pencurian. Sebaliknya, pelanggaran hak ini
mengandung makna populisme penegak hukum, dengan cara mengabaikan
unsur norma HAM. Semakin brutal, semakin populis terlihat tegas, seperti ide
untuk membuang pelaku kriminal ke pulau yang penuh binatang buas,
membuat pernyataan di muka umum ‘gebuk’ atau ‘diinjak-injak di muka
umum’.
 
7. Hak kelompok Minoritas dan Kelompok Rentan. Kelompok minoritas agama,
kepercayaan dan peribadatan merupakan kelompok yang paling sering
menjadi sasaran arogansi kelompok bisnis, industri dan kelompok massa.
Bahkan di dalam kelompok ini sering didapati minoritas berganda, yaitu
anak-anak, perempuan atau orang tua.

Semua isu di atas tidak berdiri sendiri, mereka saling beririsan satu
dengan lainnya. Hal ini menunjukkan kompleksitas pelanggaran HAM di
Indonesia. Sebuah tantangan yang nyata bagi Komnas HAM. Respon negara
atas persoalan-persoalan di atas sangat minim dan tebang pilih untuk
modalitas popularitas belaka.

Secara hukum, Komnas HAM memiliki legal standing (dasar hukum)


yang cukup kuat untuk bekerja optimal. Mandat utama Komnas HAM
adalah Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Dalam Undang-undang tersebut diatur jenis hak yang diakui harus dilindungi
oleh negara.

Pada pasal 1 angka 6 menyebutkan, hak-hak tersebut jika dilanggar maka


masuk kategori pelanggaran HAM. Akan tetapi dalam pasal tersebut
dipertegas bahwa pelanggaran HAM bukan sekedar pelanggaran terhadap
rentetan hak saja. Syarat lain pelanggaran HAM adalah jika ada potensi atau
terbukti bahwa pelanggaran HAM dimaksud UU 39/1999 tidak akan
diselesaikan secara hukum. Artinya, Komnas tidak perlu merespon segala hal,
atau menjadikan isu hak asasi manusia sebagai instrumen wacana. Hal ini
yang dipertontonkan periode sebelumnya, tanpa kegigihan mendorong
pemerintah melakukan upaya pencegahan atau penindakan. Wacana tanpa
tindak lanjut justru makin memperlebar lelucon Komnas HAM di hadapan
korban pelanggaran HAM.

2. Upaya Penegakan HAM di Indonesia


Upaya penegakan HAM adalah seluruh tindakan yang dilakukan dengan
tujuan membuat HAM semakin di hormati dan diakui oleh masyarakat dan
pemerintah. Berikut beberapa upaya penegakan HAM di Indonesia :

1. Memperbaiki tata kelola kerja, melalui pembagian isu HAM, sebagaimana


disebutkan di atas. Masing-masing isu dilengkapi dengan semua instrumen
fungsional sebagaimana mandat Komnas HAM, pemantauan, penelitian,
pendidikan dan mediasi. Masing-masing mandat tersebut juga perlu

14
diperbaiki dan pemutakhiran kemampuan dan alat kerjanya. Tidak bisa
sekadar mengandalkan kapasitas pegawai karier yang ada. Penanganan isu-isu
HAM di atas harus dilakukan secara mendalam, komprehensif dan persisten.
2. Harus ada keberanian pada komisoner yang baru untuk melakukan audit atau
evaluasi terhadap performa periode yang lama, baik institusinya maupun
komisionernya, yang membuat Komnas HAM secara jelas terlihat retak,
rebutan isu, menyalahgunakan uang negara. Keberanian ini akan menghindari
Komnas HAM dari intrique dan klaim dengan masa lalu, potensi politisasi
oleh pihak luar, sebagaimana dialami KPK dengan Pansus di DPR. Temuan
evaluasi akan memudahkan menyepakati perbaikan Komnas HAM ke depan.
3. Pembentukan Komisi HAM
Komnas HAM dibentuk pada 7 Juni 1993 melalui Kepres Nomor 50 Tahun
1993. Keberadaan Komnas HAM selanjutnya di atur Undang Undang RI
Nomor 39 Tahun 1999 pasal 75 sampai dengan pasal 99. Komnas HAM
merupakan satu diantara lembaga yang penegakan HAM mandiri setingkat
lembaga pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi HAM.
Setiap warga Negara yang merasa hak asasinya dilanggar boleh melakukan
pengaduan kepada Komnas HAM. Pengadua tersebut harus disertai dengan
alas an, baik secara tertulis maupun lisan dan identitas pengadu yang benar.
4. Pembentukan Instrumen HAM
Instrumen HAM merupakan alat untuk menjamin proses perlindungan dan
penegakan HAM. Instrumen HAM biasanya berupa peraturan perundang
undangan dan lembaga lembaga penegak HAM.
5. Pembentukan Pengadilan HAM
Pengadilan HAM dibentuk berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia
Nomor 26 tahun 2000. Pengadilan HAM adalah pengadilan khusus terhadap
pelanggaran HAM berat yang diharapkan dapat melindungi hak asasi
manusia, baik perseorangan maupun masyarakat dan menjadi dasar dalam
penegakan, kepastian hukum, keadilan dan perasaan aman, baik
pperseorangan maupun masyarakat.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap
individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat
bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain.Dalam kehidupan bernegara
HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran
HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu
Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses
pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-
Undang pengadilan HAM. Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia
yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai anugrah dari Tuhan yang harus dihormati,
dijaga dan dilindungi oleh setiap individu.

B. Saran
Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan
memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati
dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan
jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain. Jadi dalam
menjaga HAM kita harus mampu menyelaraskan dan mengimbangi antara HAM kita
dengan orang lain.

16
DAFTAR PUSTAKA

Idjehar, Muhammad Budairi, HAM versus Kapitalisme, Yogyakarta: INSIST Press, 2003.
Ubaidillah Ahmad dkk, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, Jakarta: ICCE UIN
Syarif Hidayatullah, 2000.
Ubaedillah, Abdul Rozak. 2003. Pendidikan Kewarga[negara]an (Civic Education).
Pancasila, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, (Edisi Revisi). ICCE
UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Ubaedillah dkk. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Demokrasi, Hak
Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, (Edisi Ketiga). ICCE UIN Syarif Hidayatullah.
Jakarta.
Dede Rosyada dkk. 2000. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Demokrasi,
Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. ICCE UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Muhamad Erwin. 2010. Pendidikan Kewarganegaraan Republik Indonesia (Edisi Revisi).
Refika Aditama. Bandung.
Sutoyo. 2011. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi. Graha Ilmu.
Yogyakarta.

17

Anda mungkin juga menyukai