Anda di halaman 1dari 12

Kata Pengantar

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Alloh yang maha kuasa yang telah memberikan rahmat serta
karunianya kepada kami sehingga kami dapat meyelesaikan penyusunan makalah ini dengan sebaik baiknya
meskipun dalam bentuk maupun isi yang sederhana. Harapan kami semoga makalh ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman, juga membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca sehingga untuk kedepannya kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini dengan lebih baik. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir. Semoha Alloh yang maha kuasa senantiasa meridhoi segala
usaha kita. Amin…

Wassalamualaikum Wr. Wb.


i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...............................................................................................i
Daftar Isi........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah...............................................................................1
B.    Rumusan Masalah.........................................................................................1
C.    Tujuan Penulisan Masalah............................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
A.   Pengertian Jabariyah......................................................................................2
B.   Sejarah Kemunculan Aliran Jabariyah..........................................................2
C.   Tokoh-Tokoh Serta Doktrin Ajaran ..............................................................4
D.   Ciri-Ciri Ajaran Jabariyah.............................................................................5
E. Penolakan Terhadap Paham Jabariyah...........................................................5

BAB III PENUTUP


A.    Kesimpulan...................................................................................................7
B.     Daftar Pustaka..............................................................................................8
ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
        Aliran Jabariyah adalah aliran sekelompok orang yang memahami bahwa segala
perbuatan yang mereka lakukan merupakan sebuah unsur keterpaksaan atas kehendak Tuhan
dikarenakan telah ditentukan oleh qadha’ dan qadar Tuhan. Jabariah adalah pendapat yang
tumbuh dalam masyarakat Islam yang melepaskan diri dari seluruh tanggungjawab. Maka
Manusia itu disamakan dengan makluk lain yang sepi dan bebas dari tindakan yang dapat
dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain, manusia itu diibaratkan benda mati yang hanya
bergerak dan digerakkan oleh Allah Pencipta, sesuai dengan apa yang diinginkan-Nya

B. Rumusan Masalah
a.       Pengertian jabariyah
b.      Sejarah munculnya aliran jabariyah
c.       Tokoh-tokoh dan doktrin ajarannya.
d.      Ciri-ciri aliran jabariyah
e.       Penolakan terhadap kaum jabariyah.

C. Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah tersebut dapat diketahui bahwa tujuan penulisan makalah ini sebagai
berikut :
a.         Untuk mengetahui aliran jabariyah
b.         Untuk mengetahui latar belakang munculnya aliran jabariyah
c.         Untuk mengetahui tokoh dan doktrin-doktrinnya.
d.        Untuk mengetahui ciri-ciri aliran jabariyah
e.         Mengetahui bagaimana penolakan terhadap aliran jabariyah.
1

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN JABARIYAH

Kata jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti “memaksa”. Di dalam al munjid
dijelaskan bahwa nama jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa
atau mengharuskan melakukan sesuatu.[1] Dalam referensi Bahasa Inggris, Jabariyah disebut
Fatalism atau Predestination. Yaitu paham yang menyebutkan bahwa perbuatan manusia
telah ditentukan dari semula oleh qadha’ dan qadar Allah.[2] Kalau dikatakan Allah memiliki
sifat Al-jabar (dalam betuk mubalaghah),artinya Allah Maha Memaksa. Ungkapan Al insan
majbur (bentuk isim maf’ul) mempunyai arti bahwa manusia dipaksa atau terpaksa.
Selanjutnya, kata jabara (bentuk pertama), setelah ditarik menjadi bentuk jabariyah (dengan
menambah ya nisbah), artinya adalah suatu kelompok atau aliran (isme). Lebih lanjut Asy-
Syahratsany menegaskan bahwa paham al-jabr berarti menghilangkan perbuatan manusia
dalam arti sesungguhnya dan menyandarkannya kepada Allah SWT.[3] Dapat Kita simpulkan
bahwa aliran Jabariyah adalah aliran sekelompok orang yang memahami bahwa segala
perbuatan yang mereka lakukan merupakan sebuah unsur keterpaksaan atas kehendak Tuhan
dikarenakan telah ditentukan oleh qadha’ dan qadar Tuhan. Jabariah adalah pendapat yang
tumbuh dalam masyarakat Islam yang melepaskan diri dari seluruh tanggungjawab. Maka
Manusia itu disamakan dengan makluk lain yang sepi dan bebas dari tindakan yang dapat
dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain, manusia itu diibaratkan benda mati yang hanya
bergerak dan digerakkan oleh Allah Pencipta, sesuai dengan apa yang diinginkan-Nya.
Dalam soal ini manusia itu dianggap tidak lain melainkan bulu di udara dibawa angin
menurut arah yang diinginkan-Nya.Maka manusia itu sunyi dan luput dari ikhtiar untuk
memilih apa yang diinginkannya sendiri.

B. SEJARAH KEMUNCULAN ALIRAN JABARIYAH

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai asal usul kemunculan dan perkembangan
jabariyah,tampaknya perlu dijelaskna siapa sebenarnya yang melahirkan dan
menyebarluaskan paham al-jabar serta dalam situasi apa paham ini muncul
Paham al-jabar pertama kali diperkenalkan oleh Ja’d bin Dirham (terbunuh 194 H) yang
kemudian disebarkan oleh Jahm Shafwan (125 H) dari kurasan. Dalam sejarah teologi islam,
Jahm tercatat sebagai tokoh yang mendirikan aliran Jahmiyah dalam kalangan murji’ah. Ia
duduk sebagai sekertaris Suraih bin Al-haris dan menemaninya dalam gerakan melawan
kekuasaan bani Umayah.[4] Dalam perkembangannya, paham al-jabar ternyata tidak hanya
dibawa oleh dua tokoh diatas. Masih banyak tokoh-tokoh yang berjasa dalam
mengembangkan paham ini, diantaranya adalah Al-Husain bin Muhammad An-Najjar dan
Ja’d bin Dirar.
Mengenai kemunculan paham al-jabar, para ahli sejarah pemikiran mengkaji nya melalui
pendekatan geokultural bangsa Arab. Diantara ahli yang dimaksud adalah Ahmad Amin. Ia
mengambarkan kehidupan bangsa Arab yang dikungkung oleh gurun pasir sahara yang
memberikan pengaruh besar kedalam cara hidup mereka.[5] Ketergantungan mereka pada
alam sahara yang ganas telah mencuatkan sikap penyerahan diri terhadap alam.
2
Lebih lanjut, Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam situasi demikian, masyarakat
arab tidak banyak melihat jalan untuk mengubah keadaan sekeliling mereka sesuai dengan
keinginan nya. Mereka merasa dirinya lemah dan tidak kuasa menghadapi kesukaran-
kesukaran hidup. Akhirnya, mereka banyak bergantung pada kehendak alam. Hal ini
membawa mereka pada sikap fatalisme[6]
Sebenarnya benih-benih paham al-jabar sudah muncul jauh sebelum kedua tokoh diatas,
benih-benih itu terlihat dalam peristiwa sejarah berikut ini:
1.      Suatu ketika Nabi menjumpai sahabatnya yang sedang bertengkar dalam masalah takdir
tuhan. Nabi melarang mereka untuk memperdebatkan persoalan tersebut, agar terhindar dari
kekeliruan penafsiran tentang ayat-ayat tuhan tentang takdir[7]
2.      Khalifah Umar bin Khattab pernah menagkap seseorang yang ketahuan mencuri. Ketika
diintrogasi, pencuri itu berkata “Tuhan telah menentukan aku mencuri”. Mendengar ucapan
itu, Umar marah sekali dan menganggap orang itu telah berdusta kepada Tuhan. Oleh karena
itu, Umar memberi dua jenis hukuman kepada pencuri itu. Pertama, hukuman potong tangan
karna mencuri. Kedua, hukuman dera karena mengunakan dalil takdir Tuhan[8]
3.      Khalifah Ali bin Abi Thalib seusai perang shiffin ditanya oleh seorang tua tentang kadar
(ketentuan) Tuhan dan kaitannya tentang pahala dan siksa. Orang tua itu bertanya, “apabila
perjalanan (menuju perang sifil) itu terjadi dengan qodho dan qadhar, tidak ada pahal sebagai
balasan nya.” Kemudian Ali menjelaskan bahwa qadha dan qadhar bukanlah paksaan Tuhan.
Oleh karena itu, ada pahala dan siksa sebagai balasan amal perbuatan manusia. Ali
selanjutnya menjelaskan, sekiranya qadha dan qadhar merupakan paksaan, batal lah pahala
dan siksa, gugur pula lah makna janji dan anacaman Tuhan, serta tidak ada celaan Allah atas
pelaku dosa dan pujian-Nya bagi orang-orang yang baik[9]
4.      Pada pemerintah Dawlah Bani Umayyah, pandangan tentang al-jabar semakin mencuat
kepermukaan. Abdullah bin Abbas melalui surat nya memberikan reaksi keras kepada
pendudukan Syriah yang diduga berpaham “Jabariyah”
Mengenai asal usul serta akar kemunculan aliran Jabariyah ini tidak lepas dari beberapa
faktor. Antara lain:     
Faktor Politik
Pendapat Jabariah diterapkan di masa kerajaan Ummayyah (660-750 M). Yakni di masa
keadaan keamanan sudah pulih dengan tercapainya perjanjian antara Muawiyah dengan
Hasan bin Ali bin Abu Thalib, yang tidak mampu lagi menghadapi kekuatan Muawiyah.
Maka Muawiyah mencari jalan untuk memperkuat kedudukannya. Di sini ia bermain politik
yang licik. Ia ingin memasukkan di dalam pikiran rakyat jelata bahwa pengangkatannya
sebagai kepala negara dan memimpin ummat Islam adalah berdasarkan "Qadha dan
Qadar/ketentuan dan keputusan Allah semata" dan tidak ada unsur manusia yang terlibat di
dalamnya. Golongan Jabariyah pertama kali muncul di Khurasan (Persia) pada saat
munculnya golongan Qodariyah, yaitu kira-kira pada tahun 70 H. Aliran ini dipelopori oleh
Jahm bin Shafwan, aliran ini juga disebut Jahmiyah. Jahm bin Shafwan-lah yang mula-mula
mengatakan bahwa manusia terpasung, tidak mempunyai kebebasan apapun, semua
perbuatan manusia ditentukan Allah semata, tidak ada campur tangan manusia.  Paham
Jabariyah dinisbatkan kepada Jahm bin Shafwan karena itu kaum Jabariyah disebut sebagai
kaum Jahmiyah.
3
Namun pendapat lain mengatakan bahwa orang yang pertama mempelopori paham
jabariyah adalah Al-Ja'ad bin Dirham, dia juga disebut sebagai orang yang pertama kali
menyatakan bahwa Al-Quran itu makhluq dan meniadakan sifat-sifat Allah. Disamping itu
kaum Jahmiyah juga mengingkari adanya ru'ya (melihat Allah dengan mata kepala diakhirat).
Meskipun kaum Qadariyah dan Jahmiyah sudah musnah namun ajarannya masih tetap
dilestarikan. Karena kaum Mu'tazilah menjadi pewaris kedua pemahaman tersebut dan
mengadopsi pokok-pokok ajaran kedua kaum tersebut. Selanjutnya ditangan Mu'tazilah
paham-paham tersebut segar kembali. Sehingga Imam As-Syafi'i menyebutnya Wasil, Umar,
Ghallan al-Dimasyq sebagai tiga serangkai yang seide itulah sebabnya kaum Mu'tazilah
dinamakan juga kaum Qadariyah dan Jahmiyah. Disebut Qadariyah karena mereka mewarisi
isi paham mereka tentang penolakan terhadap adanya takdir, dan menyandarkan semua
perbuatan manusia kepada diri sendiri tanpa adanya intervensi Allah. Disebut Jahmiyah
karena mereka mewarisi dari paham penolakan mereka yang meniadakan sifat-sifat Allah,
Al-quran itu Makhluk, dan pengingkatan mereka mengenai kemungkinan melihat Allah
dengan mata kepala di hari kiamat.  Berkaitan dengan hal ini, Ibnu Taimiyah mengatakan
bahwa sebagai pengikut Mu'tazilah adalah Jahmiyah tetapi tidak semua Jahmiyah adalah
Mu'tazilah, karena kaum Mu'tazilah berbeda pendapat dengan kaum Jahmiyah dalam masalah
Jabr (hamba berbuat karena terpaksa). Kalau kaum Mu'tazilah menafikanya maka kaum
Jahmiyah meyakininya.
2. Faktor Geografi
 Para ahli sejarah pemikiran mengkaji melalui pendekatan geokultural bangsa Arab.
Kehidupan bangsa Arab yang dikungkung oleh gurun pasir sahara memberikan pengaruh
besar ke dalam cara hidup mereka. Ketergantungan mereka kepada alam sahara yang ganas
telah memunculkan sikap penyerahan diri terhadap alam. Situasi demikian, bangsa Arab tidak
melihat jalan untuk mengubah keadaan sekeliling mereka sesuai dengan keingianan mereka
sendiri. Mereka merasa lemah dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup. Akhirnya,
mereka banyak bergantung kepada sikap Fatalisme.

C. TOKOH-TOKOH SERTA DOKTRIN AJARAN   


1. Ja'd Bin Dirham.
Ia adalah seorang hamba dari bani Hakam dan tinggal di Damsyik. Ia dibunuh pancung
oleh Gubernur Kufah yaitu khalid bin Abdullah El-Qasri.
Doktrin pokok ajarannya:
a. Al-quran adalah makhluk. Oleh karena itu dia baru, sesuatu yamg baru tidak dapat
disifatkan kepada Allah.
b. Allah tidak mempunyai sifat yang seruap dengan makhluk,seperti
berbicara,melihat,mendengar.
c.  Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya.  

2. . Jahm bin Shafwan.


Ia bersal dari Persia dan meninggal tahun 128 H dalam suatu peperangan di Marwan
dengan Bani Ummayah.
Doktrin-doktrinya :
4
a. Manusia tidak Mampu berbuat apa-apa. Manusia tidak mempunyai daya,tidak
mempunyai kehendak sendiri,dan tidak mempunyai pilihan.
b. Surga dan neraka tidak kekal, tidak ada yang kekal selain tuhan.
c. Iman adalah makrifat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini,pendapatnya sama
dengan konsep kaum murji’ah.
d. Tidak memberi sifat bagi Allah yang mana sifat itu mungkin diberikan pula kepada
manusia, sebab itu berarti menyerupai Allah dalam sifat-sifat itu. Maka Allah tidak
diberi sifat sebagai satu zat atau sesuatu yang hidup atau alim/mengetahui atau
mempunyai keinginan, sebab manusia memiliki sifat-sifat yang demikian itu. Tetapi
boleh Allah disifatkan dengan Qadir/kuasa, Pencipta, Pelaku, Menghidupkan,
Mematikan sebab sifat-sifat itu hanya tertentu untuk Allah semata dan tidak dapat
dimiliki oleh manusia.

D. CIRI-CIRI AJARAN JABARIYAH


 
Diantara ciri-ciri ajaran Jabariyah adalah :
1. Bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan dan ikhtiar apapun, setiap perbuatannya baik
yang jahat, buruk atau baik semata Allah semata yang menentukannya.
2. Bahwa Allah tidak mengetahui sesuatu apapun sebelum terjadi.
3. Ilmu Allah bersifat Huduts (baru)
4. Iman cukup dalam hati saja tanpa harus dilafadhkan.
5. Bahwa Allah tidak mempunyai sifat yang sama dengan makhluk ciptaanNya.
6. Bahwa surga dan neraka tidak kekal, dan akan hancur dan musnah bersama penghuninya,
karena yang kekal dan abadi hanyalah Allah semata.
7. Bahwa Allah tidak dapat dilihat di surga oleh penduduk surga.
8. Bahwa Alqur'an adalah makhluk dan bukan kalamullah

E. PENOLAKAN TERHADAP PAHAM JABARIYAH

Kelompok jabariyah adalah orang-orang yang melampaui batas dalam menetapkan takdir
hingga mereka mengesampingkan sama sekali kekuasaan manusia dan mengingkari bahwa
manusia bisa berbuat sesuatu dan melakukan suatu sebab (usaha). Apa yang ditakdirkan
kepada mereka pasti akan terjadi. Mereka berpendapat bahwa manusia terpaksa melakukan
segala perbuatan mereka dan manusia tidak mempunyai kekuasaan yang berpengaruh kepada
perbuatan, bahkan manusia seperti bulu yang ditiup angin. Maka dari itu mereka tidak
berbuat apa-apa karena berhujjah kepada takdir. Jika mereka mengerjakan suatu amalan yang
bertentangan dengan syariat, mereka merasa tidak bertanggung jawab atasnya dan mereka
berhujjah bahwa takdir telah terjadi.

Akidah yang rusak semacam ini membawa dampak pada penolakan terhadap
kemampuan manusia untuk mengadakan perbaikan. Dan penyerahan total kepada syahwat
dan hawa nafsunya serta terjerumus ke dalam dosa dan kemaksiatan karena menganggap
bahwa semua itu telah ditakdirkan oleh Allah atas mereka.

5
Maka mereka menyenanginya dan rela terhadapnya. Karena yakin bahwa segala yang telah
ditakdirkan pada manusia akan menimpanya, maka tidak perlu seseorang untuk melakukan
usaha karena hal itu tidak mengubah takdir.

Keyakinan semacam ini telah menyebabkan mereka meninggalkan amal shalih dan
melakukan usaha yang dapat menyelamatkannya dari azab Allah, seperti shalat, puasa dan
berdoa. Semua itu menurut keyakinan mereka tidak ada gunanya karena segala apa yang
ditakdirkan Allah akan terjadi sehingga doa dan usaha tidak berguna baginya. Lalu mereka
meninggalkan amar ma'ruf dan tidak memperhatikan penegakan hukum. Karena kejahatan
merupakan takdir yang pasti akan terjadi. Sehingga mereka menerima begitu saja kedzaliman
orang-orang dzalim dan kerusakan yang dilakukan oleh perusak, karena apa yang dilakukan
mereka telah ditakdirkan dan dikehendaki oleh Allah.
Para ulama Ahlu Sunnah wal jamaah telah menyangkal anggapan orang-orang sesat
itu dengan pembatalan dan penolakan terhadap pendapat mereka. Menjelaskan bahwa
keimanan kepada takdir tidak bertentangan dengan keyakinan bahwa manusia mempunyai
keinginan dan pilihan dalam perbuatannya serta kemampuannya untuk melaksanakannya. Hal
ini ditunjukkan dengan dalil-dalil baik syariat maupun akal.
6
BAB III
KESIMPULAN

aliran Jabariyah adalah aliran sekelompok orang yang memahami bahwa segala
perbuatan yang mereka lakukan merupakan sebuah unsur keterpaksaan atas kehendak Tuhan
dikarenakan telah ditentukan oleh qadha’ dan qadar Tuhan.Paham al-jabar pertama kali
diperkenalkan oleh Ja’d bin Dirham (terbunuh 194 H) yang kemudian disebarkan oleh Jahm
Shafwan (125 H) dari kurasan. Faktor penyabab munculnya paham ini adalah faktor politik
dan geografis.
7
Daftar Pustaka

 L. Mal’uf,Al-munjid fi Al-lughah wa Al-‘Alam,Dar Al-masyriq,Beirut,1998, hlm.78.

[2] Harun Nasution, Teology Islam: Aliran-aliran sejarah Analisa Perbandingan, UI pres, cet.
V,jakarta, 1986,hlm. 31.
[3]  Asy-Syahratsany, Al-Milal wa An-Nihal,Darul fikr,Beirut,hlm 85.

[4] Harun Nasution, Teology Islam: Aliran-aliran sejarah Analisa Perbandingan, UI pres, cet.
V,jakarta, 1986,hlm. 33.
[5] Ahmad Amin, Fajr Al-islam, Makhtabah An-Nadh al-misriyah li ashabiha hasan muhammad wa
awladihi, kairo, 1924, hlm. 45.
[6] Nasution, loc. Cit.
[7] Aziz Dahlan, sejarah perkemabangan pemikiran dalam islam, beunebi cipta, jakarta, 1987, hlm.
27-29.
[8]Ali Musthafa Al-Ghurabi, Tarikh Al-firaq Al-islamiyyah, kairo, 1958, hlm. 15
[9] Ibid, hlm. 28.
8

Anda mungkin juga menyukai