BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persoalan Iman (aqidah) agaknya merupakan aspek utama dalam ajaran Islam yang didakwahkan oleh
Nabi Muhammad. Pentingnnya masalah aqidah ini dalam ajaran Islam tampak jelas pada misi pertama
dakwah Nabi ketika berada di Mekkah. Pada periode Mekkah ini, persoalan aqidah memperoleh
perhatian yang cukup kuat dibanding persoalan syari’at, sehingga tema sentral dari ayat-ayat al-Quran
yang turun selama periode ini adalah ayat-ayat yang menyerukan kepada masalah keimanan.
Berbicara masalah aliran pemikiran dalam Islam berarti berbicara tentang Ilmu Kalam. Kalam secara
harfiah berarti “kata-kata”. Kaum teolog Islam berdebat dengan kata-kata dalam mempertahankan
pendapat dan pemikirannya sehingga teolog disebut sebagai mutakallim yaitu ahli debat yang pintar
mengolah kata. Ilmu kalam juga diartikan sebagai teologi Islam atau ushuluddin, ilmu yang membahas
ajaran-ajaran dasar dari agama. Mempelajari teologi akan memberi seseorang keyakinan yang
mendasar dan tidak mudah digoyahkan. Munculnya perbedaan antara umat Islam. Perbedaan yang
pertama muncul dalam Islam bukanlah masalah teologi melainkan di bidang politik. Akan tetapi
perselisihan politik ini, seiring dengan perjalanan waktu, meningkat menjadi persoalan teologi.
Perbedaan teologis di kalangan umat Islam sejak awal memang dapat mengemuka dalam bentuk
praktis maupun teoritis. Secara teoritis, perbedaan itu demikian tampak melalui perdebatan aliran-
aliran kalam yang muncul tentang berbagai persoalan. Tetapi patut dicatat bahwa perbedaan yang
ada umumnya masih sebatas pada aspek filosofis diluar persoalan keesaan Allah, keimanan kepada
para rasul, para malaikat, hari akhir dan berbagai ajaran nabi yang tidak mungkin lagi ada peluang
untuk memperdebatkannya. Misalnya tentang kekuasaan Allah dan kehendak manusia, kedudukan
wahyu dan akal, keadilan Tuhan. Perbedaan itu kemudian memunculkan berbagai macam aliran, yaitu
Mu'tazilah, Syiah, Khawarij, Jabariyah dan Qadariyah serta aliran-aliran lainnya.
Makalah ini akan mencoba menjelaskan aliran Jabariyah. Dalam makalah ini penulis akan menjelaskan
secara singkat dan umum tentang aliran Jabariyah. Mencakup di dalamnya adalah latar belakang
lahirnya sebuah aliran dan ajaran-ajarannya secara umum.
B. Permasalahan
Beberapa permasalahan yang akan muncul berkaitan dengan latar belakang di atas, antara lain
mengenai: Pengertian dan Latar Belakang Lahirnya Jabariyah, Sejarah Jabariyah, Awal Kemunculan
Jabariyah, Kelompok dan Faham Jabariyah, Pemimpin Penganut Jabariyah, Penolakan Terhadap Paham
Jabariyah, Ciri - Ciri Ajaran Jabariyah, Qadha dan Qadar Serta Makna Takdir Allah Menurut Jabariyah,
Perbuatan dan Kehendak Manusia Dengan Qudrat Iradat Allah Menurut Jabariyah, Refleksi Faham
Jabariyah: Sebuah Perbandingan tentang Musibah, Pertanyaan-Pertanyaan kepada Jabariyah dan
Jawabannya.
C. Tujuan
Tujuan yang diharapkan mampu dicapai dalam makalah ini adalah penulis dan pembaca mampu
mengerti dan memahami pengertian dan latar belakang lahirnya Jabariyah, sejarah Jabariyah, awal
kemunculan Jabariyah, kelompok dan faham Jabariyah, Pemimpin penganut Jabariyah, penolakan
terhadap paham Jabariyah, ciri - ciri ajaran Jabariyah, Qadha dan Qadar serta makna takdir allah
menurut jabariyah, perbuatan dan kehendak manusia dengan qudrat iradat Allah menurut Jabariyah,
refleksi faham Jabariyah: sebuah perbandingan tentang musibah, dan mampu menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang berkaitan dengan aliran Jabariyah.
BAB II
PEMBAHASAN ALIRAN JABARIYAH
“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu".
2. QS al-Anfal: 17
“Dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah
berbuat demikian untuk membinasakan mereka”.
3. QS al-Insan: 30
“Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah
adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
Selain ayat-ayat Alquran di atas benih-benih faham al-Jabar juga dapat dilihat dalam beberapa
peristiwa sejarah:
a. Suatu ketika Nabi menjumpai sabahatnya yang sedang bertengkar dalam masalah Takdir Tuhan,
Nabi melarang mereka untuk memperdebatkan persoalan tersebut, agar terhindar dari kekeliruan
penafsiran tentang ayat-ayat Tuhan mengenai takdir.
b. Khalifah Umar bin al-Khaththab pernah menangkap seorang pencuri. Ketika ditntrogasi, pencuri
itu berkata "Tuhan telah menentukan aku mencuri". Mendengar itu Umar kemudian marah sekali dan
menganggap orang itu telah berdusta. Oleh karena itu Umar memberikan dua jenis hukuman kepada
orang itu, yaitu: hukuman potongan tangan karena mencuri dan hukuman dera karena menggunakan
dalil takdir Tuhan.
c. Ketika Khalifah Ali bin Abu Thalib ditanya tentang qadar Tuhan dalam kaitannya dengan siksa dan
pahala. Orang tua itu bertanya,"apabila perjalanan (menuju perang siffin) itu terjadi dengan qadha dan
qadar Tuhan, tidak ada pahala sebagai balasannya. Kemudian Ali menjelaskannya bahwa Qadha dan
Qadha Tuhan bukanlah sebuah paksaan. Pahala dan siksa akan didapat berdasarkan atas amal
perbuatan manusia. Kalau itu sebuah paksaan, maka tidak ada pahala dan siksa, gugur pula janji dan
ancaman Allah, dan tidak pujian bagi orang yang baik dan tidak ada celaan bagi orang berbuat dosa.
d. Adanya paham Jabar telah mengemuka kepermukaan pada masa Bani Umayyah yang tumbuh
berkembang di Syiria.
Di samping adanya bibit pengaruh faham jabar yang telah muncul dari pemahaman terhadap ajaran
Islam itu sendiri. Ada sebuah pandangan mengatakan bahwa aliran Jabar muncul karena adanya
pengaruh dari dari pemikriran asing, yaitu pengaruh agama Yahudi bermazhab Qurra dan agama
Kristen bermazhab Yacobit.
Dengan demikian, latar belakang lahirnya aliran Jabariyah dapat dibedakan kedalam dua faktor, yaitu
faktor yang berasal dari pemahaman ajaran-ajaran Islam yang bersumber dari Alquran dan Sunnah,
yang mempunyai paham yang mengarah kepada Jabariyah. Lebih dari itu adalah adanya pengaruh
dari luar Islam yang ikut andil dalam melahirkan aliran ini.
Adapun yang menjadi dasar munculnya paham ini adalah sebagai reaksi dari tiga perkara: pertama,
adanya paham Qadariyah, keduanya, telalu tekstualnya pamahaman agama tanpa adanya keberanian
menakwilkan dan ketiga adalah adanya aliran salaf yang ditokohi Muqatil bin Sulaiman yang
berlebihan dalam menetapkan sifat-sifat Tuhan sehingga membawa kepada Tasybih.
B. Sejarah Jabariyah
Pendapat jabariah diterapkan di masa kerajaan Ummayyade (660-750 M). Yakni di masa keadaan
keamanan sudah pulih dengan tercapainya perjanjian antara Muawiyah dengan Hasan bin Ali bin Abu
Thalib, yang tidak mampu lagi menghadapi kekuatan Muawiyah. Maka Muawiyah mencari jalan untuk
memperkuat kedudukannya. Di sini ia bermain politik yang licik. Ia ingin memasukkan di dalam pikiran
rakyat jelata bahwa pengangkatannya sebagai kepala negara dan memimpin ummat Islam adalah
berdasarkan "Qadha dan Qadar/ketentuan dan keputusan Allah semata" dan tidak ada unsur manusia
yang terlibat di dalamnya.
b. Bahwa Nabi Ibrahim tidak pernah dijadikan Allah kesayangan Nya menurut ayat 125 dari surat An-
Nisa.
"Ítulah hari yang pasti terjadi. Maka barangsiapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan
kembali kepada Tuhannya." (QS. An Naba : 39)
b) Firman Allah SWT :
"Istri-istrimu adalah seperti tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat
bercocok-tanammu itu sebagaimana saja kamu kehendaki. (QS. Al Baqarah : 223)
Fokus pengambilan dalil dari kedua ayat di atas, bahwa Allah SWT memberikan kebebasan kepada
manusia untuk menempuh jalan yang dapat mengantarkannya menuju keridhaanNya. Allah juga
memberikan mereka kebebasan untuk mendatangi istri-istri mereka pada tempat yang ditetapkan
sekehendak mereka.
2. Dalil-Dalil Dari As Sunnah
Rasulullah SAW bersabda : "Setiap orang diantara kalian telah ditetapkan tempat duduknya di surga
atau di neraka." Lalu mereka bertanya, "Ya Rasulullah, mengapa kita tidak bersandar kepada Kitab kita
dan meninggalkan usaha?" Beliau menjawab, "Berusahalah karena semua itu akan memudahkan untuk
menuju apa yang telah ditakdirkan kepadanya." (HR. Bukhari dan Muslim)
3. Dalil-Dalil Dari Akal
Setiap orang tahu bahwa dirinya mempunyai kehendak dan kemampuan untuk mengerjakan keduanya
sesuai dengan keinginannya dan meninggalkan apa yang diinginkannya. Dia bisa membedakan
sesuatu yang terjadi karena keinginannya sendiri karena merasa bertanggungjawab terhadapnya dan
sesuatu yang tanpa disengaja sehingga dia merasa lepas tanggung jawab terhadapnya. Seperti orang
yang mimpi basah di siang bulan ramadhan, maka puasanya tidak batal karena hal itu terjadi karena
bukan pilihan orang itu. Tetapi jika orang itu dengan sengaja melakukan onani sehingga keluar air
mani, maka batallah puasanya karena hal itu terjadi akibat kehendak dan pilihannya.
"(
Artinya: “(Yaitu) bagi siapa diantara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat
menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam." (QS. At-
Takwir : 28-29)
Ayat tersebut menegaskan bahwa manusia mempunyai kehendak yang masuk dalam kehendak Allah
SWT.
Imam Ahmad pernah ditanya oleh seseorang yang berkata bahwa Allah memaksa manusia atas semua
perbuatan mereka. Beliau menjawab, "Kita tidak berpendapat demikian dan kami mengingkarinya."
Beliau berkata, "Allah menyesatkan siapa yang berkehendak dan memberikan petunjuk kepada siapa
yang berkehendak.." Lalu datanglah kepadanya seorang lelaki seraya berkata, "Seorang laki-laki
berkata, "Allah memaksa manusia untuk taat." Beliau menjawab, "Alangkah buruknya apa yang
dikatakannya."
I. Perbuatan dan Kehendak Manusia Dengan Qudrat Iradat Allah Menurut Jabariyah
Para Ulama Pengikut aliran Jabariyah, berpendapat bahwa semua perbuatan yang dilakukan oleh
manusia merupakan kehendak dan ketetapan Allah. Manusia tidak mempunai peran atas segala
perbuatannya. Perbuatan baik dan kejahatan yang dilakukan oleh manusia merupakan Qudrat dan
Iradat (kekuasaan atau kehendak) Allah.
Ulama aliran Jabariyah mengesampingkan usaha dan ikhtiar manusia. Dengan kata lain manusia tidak
mempunyai peran apa-apa atas kehendak dan perbuatannya, semuanya berdasarkan Qadha dan
Qadar Allah, Kalau semua perbuatan manusia merupakan ketetapan dan kehendakan Allah mengapa
manusia harus diberi pahala jika menjalani suatu kebaikan. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran:
Artinya: "Barangsiapa ta'at kepada Allah dan Rasul-Nya, Niscaya Allah memasukannya ke dalam surga
yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal didalamnya; dan itulah kemenangan
yang besar".(QS: 4: An-Nisa':13)
Allah juga akan memberikan siksa kepada hambaNya yang selalu berbuat dosa artinya tidak mau ta'at
kepada Allah dan rasul-Nya. Yakni tidak mau meninggalkan semua larangan-Nya dan tidak mau
menjalankan semua perintah-Nya. Sebagaimana firman Allah:
Artinya: "Dan Barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-
ketentuan-Nya, Niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan
baginya siksa yang menghinakan". (QS: 4: An-Nisaa':14)
Dilihat dari sisi lain pendapat 'Ulama Jabariyah kurang kuat karena: Untuk apa pula Allah memberi
petunjuk, kabar gembira dan memberikan peringatan melalui para Rasul-Nya agar manusia dapat
mengerti antara haq dan yang bathil sebagaimana firman Allah:
Artinya: "Dan tidaklah Kami mengutus rasul-rasul melainkan sebagai pembawa berita gembira dan
sebagai pemberi peringatan" (QS:18: Al-Kahfi: 56)
Dari beberapa Kutipan Ayat suci Al-Quran diatas maka pendapat ulama Jabariyah menjadi lemah.
Sementara itu Yusuf Al Qardhawi memandang bahwa aliran Jabariyah hanya memandang satu sifat
kekuasaan Allah dan tidak memandang keadilan dan kebijaksanaan-Nya; sehingga semua perbuatan
yang dilakukan disandarkan pada takdir Allah. Dengan kata lain aliran Jabariyah menafikan fungsi dan
peran Rasul Allah serta ancaman yang akan diberikan kepada pelanggar (durhaka) tatanan nilai
Ilahiyah (syari'ah agama) dan pahala bagi para pelaksana (bertaqwa) tatanan nilai Ilahiyah (sayri'ah
agama).
Hal ini menurut Jalaluddin Ar-Rumi bahwa: Sekiranya manusia dalam keadaan terkekang seperti
pendapat aliran Jabariyah, maka tidak mungkin jika dia dibebani perintah dan larangan, atau disuruh
untuk menjalankan syari'at dan hukum Islam. Karena sesungguhnya Al-Qur'an itu berisikan perintah
dan larangan.
Jabariah sebagai penolakan terhadap pandangan kaum qadariyah, munculnya kaum Jabariyah yang
berpendapat bahwa perbuatan manusia itu baik dan buruk, semuannya berasal dari Allah. Jika
perbuatan tersebut disebut sebagai perbuatan manusia, maka hal ini hanya kiasan saja. Seperti saat
kita menyatakan bahwa sungai itu mengalir, padahal pada hakikatnya Tuhanlah yang mengalirkannya.
Manusia menurut pandangan kaum Jabariyah tak ubahnya seperti bulu ayam yang bertebangan ditiup
angin (karena itulah maka kaum Jabariyah dan kaum qadariyah dikatakan dua golongan yang satu
sama lainnya saling bertolak belakang.
Berdasarkan keyakinan seperti ini maka kaum Jabariyah memiliki pandangan yang meniadakan sifat
dan nama Allah, sementara Al-kalam (firman Allah) yang merupakan sifat Allah menurut pendapat
mereka adalah hadis (sesuatu yang baru).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengertian Aliran Jabariyah secara bahasa Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung
pengertian memaksa. Dalam arti bahwa setiap perbuatan yang dilakukan oleh manusia baik perbuatan
buruk, jahat dan baik semuanya telah ditentukan oleh Allah SWT dan bukan atas kehendak atau adanya
campur tangan manusia . Ayat-ayat Al-Quran yang menunjukkan tentang latar belakang lahirnya
paham jabariyah, diantaranya: QS Ash-Shaffat: 96, Al-Anfal: 17 dan Al-Insan: 30.
2. Sejarah Jabariyah diterapkan di masa kerajaan Ummayyade (660-750 M) perjanjian antara
Muawiyah dengan Hasan bin Ali bin Abu Thalib, yang ingin memasukkan di dalam pikiran rakyat jelata
bahwa pengangkatannya sebagai kepala negara dan memimpin ummat Islam adalah berdasarkan
"Qadha dan Qadar/ketentuan dan keputusan Allah semata" dan tidak ada unsur manusia yang terlibat
di dalamnya.
3. Awal kemunculan jabariyah: secara sosiologis, Masyarakat Arab sebelum Islam pada waktu itu
bersifat serba sederhana dan jauh dari pengetahuan, terpaksa menyesuaikan hidup mereka dengan
suasana padang pasir, dengan panasnya yang terik serta tanahnya yang gundul. Dalam kehidupan
sehari-hari mereka banyak tergantung pada kehendak natur. Hal ini membawa mereka pada faham
fatalism karena disebabkan kuatnya iman terhadap qudrat (kuasa) dan iradat (berkehendak) Allah
ditambah pula dengan sifat wahdaniyat (Esa)-nya itulah yang mendorongnya kepada faham jabariyah.
4. Kelompok dan faham Jabariyah:
a) Kelompok moderat: Faham moderat ini dipelopori dan di bawa oleh al-Husain Ibn Muhammad al-
Najjar. Kata al-Najar, Tuhanlah yang menciptakan perbuatan-perbuatan manusia baik perbuatan baik
maupun perbuataan jahat
b) Kelompok ekstrem: Faham ekstrem ini lah yang dibawa oleh jahm bin shafwan. Kaum jabariyah
ekstrem ini berpendapat bahwa manusia tidak memilki kemerdekaan dalam menentukan kehendak
dan perbuatannya. Manusia dalam faham ini terikat pada kehendak mutlak Tuhan.
5. Pemimpin penganut Jabariyah:
a) Ja'd Bin Dirham.Ia adalah seorang hamba dari bani Hakam dan tinggal di Damsyik. Ia dibunuh
pancung oleh Gubernur Kufah yaitu khalid bin Abdullah El-Qasri.
b) Jahm bin Shafwan. Ia berasal dari Persia dan meninggal tahun 128 H dalam suatu peperangan di
Marwa dengan Bani Ummayad.
6. Penolakan terhadap paham Jabariyah:
a) Dalil-Dalil Al Qur'an: QS. An Naba : 39, dan Al Baqarah : 223
b) Dalil-Dalil Dari As Sunnah
Rasulullah SAW bersabda : "Setiap orang diantara kalian telah ditetapkan tempat duduknya di surga
atau di neraka." Lalu mereka bertanya, "Ya Rasulullah, mengapa kita tidak bersandar kepada Kitab kita
dan meninggalkan usaha?" Beliau menjawab, "Berusahalah karena semua itu akan memudahkan untuk
menuju apa yang telah ditakdirkan kepadanya." (HR. Bukhari dan Muslim).
c) Dalil-Dalil Dari Akal
Setiap orang tahu bahwa dia bisa membedakan sesuatu yang terjadi karena keinginannya sendiri
karena merasa bertanggungjawab terhadapnya dan sesuatu yang tanpa disengaja sehingga dia
merasa lepas tanggung jawab terhadapnya.
7. Ciri - ciri ajaran Jabariyah
a) Bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan dan ikhtiar apapun, setiap perbuatannya baik yang
jahat, buruk atau baik semata Allah semata yang menentukannya.
b) Bahwa Allah tidak mengetahui sesuatu apapun sebelum terjadi.
c) Ilmu Allah bersifat Huduts (baru)
d) Iman cukup dalam hati saja tanpa harus dilafadhkan.
e) Bahwa Allah tidak mempunyai sifat yang sama dengan makhluk ciptaanNya.
f) Bahwa surga dan neraka tidak kekal, dan akan hancur dan musnah bersama penghuninya, karena
yang kekal dan abadi hanyalah Allah semata.
g) Bahwa Allah tidak dapat dilihat di surga oleh penduduk surga.
h) Bahwa Alqur'an adalah makhluk dan bukan kalamullah.
8. Qadha dan Qadar serta makna takdir allah menurut Aliran Jabariyah berpendapat bahwa segala
sesuatu yang terjadi pada manusia atau jagad raya ini meupakan kehendak Allah semata tanpa peran
serta sesuatu pun termasuk di dalamnya adalah perbuatan-perbuatan maksiat yang dilakukan oleh
manusia. Dan mengibaratkan bahwa perbuatan manusia tak ubah seperti dedanunan yang bergerak
diterpa angin.
9. Perbuatan dan kehendak manusia dengan qudrat iradat Allah menurut Jabariyah: berpendapat
bahwa semua perbuatan yang dilakukan oleh manusia merupakan kehendak dan ketetapan Allah.
Manusia tidak mempunai peran atas segala perbuatannya. Perbuatan baik dan kejahatan yang
dilakukan oleh manusia merupakan Qudrat dan Iradat (kekuasaan atau kehendak) Allah.
10. Refleksi faham Jabariyah: sebuah perbandingan tentang musibah, Bagi yang berpaham Jabariyah
biasanya dengan enteng mengatakan bahwa kecelakaan itu sudah kehendak dan perbuatan Allah.
11. Pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan aliran Jabariyah:
a. Apakah artinya Tuhan mengutus Rasulnya dan menurunkan Qur’an yang penuh dengan perintah,
larangan, janji dan ancaman?
b. Bagaimana Tuhan memperbuat hambanya celaka sedangkan semua kelakuan hambanya adalah
Allah yang menunjukannya dan yang memudahkan terlaksananya. Maka tidakkah hal itu dapat
dikatakan kezhaliman? Tidakkah sebaiknya kalau semua hamba Allah itu dijadikan orang yang baik-
baik dan semuanya bahagia?.
DAFTAR REFERENSI
Anwar, Rosihan, Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006), cet ke-2
Asmuni, Yusran, Dirasah Islamiyah: Pengantar Studi Sejarah Kebudayaan Islam dan Pemikiran, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1996)
Hadariansyah, AB, Pemikiran-pemikiran Teologi dalam Sejarah Pemikiran Islam, (Banjarmasin: Antasari
Press, 2008)
Maghfur, Muhammad, Koreksi atas Pemikiran Kalam dan Filsafat Islam, (Bangil: al-Izzah, 2002)
Nasution, Harun, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI-Press, 1986),
cet ke-5
an-Nasyar, Ali Syami, Nasy'at al-Fikr al-Falsafi fi al-Islam, (Cairo: Dar al-Ma'arif, 1977)
Nata, Abudin, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998)
al-Qaththan, Manna Khalil, Studi Ilmu-ilmu Alqur'an, diterjemahkan dari "Mabahits fi Ulum al-Qur'an.
(Jakarta: Litera AntarNusa, 2004)
asy-Syahrastani, Muhammad ibn Abd al-Karim, al-Milal wa an-Nihal, (Beirut-Libanon: Dar al-Kurub al-
'Ilmiyah, t.th)
Tim, Enseklopedi Islam, "Jabariyah" (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1997)
Manna Khalil al-Qaththan, Studi Ilmu-ilmu Alqur'an, diterjemahkan dari "Mabahits fi Ulum al-Qur'an.
(Jakarta: Litera AntarNusa, 2004), h. 86
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI-Press, 1986),
cet ke-5, h. 1
Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006), cet ke-2, h. 63
Harun Nasution, op.cit., h. 31
Tim, Enseklopedi Islam, "Jabariyah" (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1997), cet ke-4, h. 239
Said Aqil Humam Abdurrahman, Penjelasan menyeluruh tentang Qadha dan Qadar, Al-Azhar Press,
Bogor:2004
DR. Fuad Mohd. Fachruddin, Sejarah Perkembangan Pemikiran dalam Islam, CV. Yasaguna, Jakarta:
1990
Dr. Said bin Musfin Al-Qahthani, Buku Putih Syekh Abdul Qadir Al-Jaelani, Penerbit Buku Islam Kaffah,
Jakarta: 2003
Drs. Muhammad Sufyan Raji Abdullah, Lc., Mengenal Aliran-aliran Islam dan ciri-ciri ajarannya, Pustaka
Al-Riyadl, Jakarta: 2003
Sutrisna Sumadi, Sag. dan Rafi'udin, Sag., Kebebasan Manusia atas Takdir Allah berdasar Konsep
Penciptaan Nabi Adam a.s, Pustaka Quantum, Jakarta: 2003
Abbas, Siradjuddin, 2005, I’tiqad Ahlussunnah wal Jama’ah, Pustaka Tarbiyah, Jakarta.
Nasution, Harun, 2008, Teologi Islam, Universitas Indonesia (UI Press), Jakarta
Nasution, harun, Teologi Islam: aliran-aliran, sejarah analisa perbandingan, UI Press, Jakarta, 1983, hal
31
Nasir Shalihun, pengantar ilmu kalam, Rajawali Press, Jakarta, 1991, hal 133
Abdul mun’m Thaib Thahir, Ilmu Kalam, Widjaya, Jakarta, 1986,Hal 101
Anonim mengatakan...
sangat membantu :)
Posting Komentar
Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda
TANAH KAVLING DEPAN UIN 3
Media Partner
Media Partner
ikuti
Entri Populer
A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Di dalam al-Qur'an dijumpai beberapa ayat yang menggambarkan proses
Penulisan Laporan Hasil Penelitian
Mohon maaf sebentar sebelum anda melanjutkan membaca tentang judul di atas, ijinkan saya mempromosikan
Sinopsis You Are My Destiny Korean Drama
Cerita drama Korea ini adalah antara cinta yang di bintangi Jang Sae Byuk(Im Yoon Ah) dan Jang Sae Byuk adalah
Kata Gombal Lucu, Ngawur, Bagus Dll
Cowok: Maaf mbak, jangan terlalu lama duduk dikursi itu, pindah deket saya saja? Cewek: Loh? Emangnya kenapa??
Sinopsis Drama korea All In
Film yang satu ini memang sangat menarik untuk disaksikan, apalagi ceritanya pun sangat romantis. Drama serial
Sains Prinsip, Metode, Aplikasi dan Karakteristik Oleh : Anharul Ulum A. Pendahuluan Ilmu pengetahuan berkembang
seiring den...
Analisis Jabatan Dan Kebutuhan Tenaga Kerja Oleh : Adi Wibowo BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
Pekerjaan diana...
Tata Cara Melakukan Lompat Jauh
Mohon maaf sebentar sebelum anda melanjutkan membaca tentang judul di atas, ijinkan saya mempromosikan jasa
Pembahasan Ariyah, Qiradh, Qaradh dalam bentuk makalah
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kegiatan ekonomi (muamalah) sering kita temui dalam kehidupan sehari-
.Pendahuluan Hukum pidana atau fiqih jinayah merupakan bagian dari syari’at islam yang berlaku semenjak diutusnya
Rosulullah. Oleh karenan...