Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Persoalan Iman (aqidah) agaknya merupakan aspek utama dalam ajaran

Islam yang didakwahkan oleh Nabi Muhammad. Pentingnnya masalah aqidah ini

dalam ajaran Islam tampak jelas pada misi pertama dakwah Nabi ketika berada di

Mekkah. Pada periode Mekkah ini, persoalan aqidah memperoleh perhatian yang

cukup kuat dibanding persoalan syari’at, sehingga tema sentral dari ayat-ayat al-

Quran yang turun selama periode ini adalah ayat-ayat yang menyerukan kepada

masalah keimanan.

Berbicara masalah aliran pemikiran dalam Islam berarti berbicara tentang

Ilmu Kalam. Kalam secara harfiah berarti “kata-kata”. Kaum teolog Islam

berdebat dengan kata-kata dalam mempertahankan pendapat dan pemikirannya

sehingga teolog disebut sebagai mutakallim yaitu ahli debat yang pintar mengolah

kata. Ilmu kalam juga diartikan sebagai teologi Islam atau ushuluddin, ilmu yang

membahas ajaran-ajaran dasar dari agama. Mempelajari teologi akan memberi

seseorang keyakinan yang mendasar dan tidak mudah digoyahkan. Munculnya

perbedaan antara umat Islam. Perbedaan yang pertama muncul dalam Islam

bukanlah masalah teologi melainkan di bidang politik. Akan tetapi perselisihan

politik ini, seiring dengan perjalanan waktu, meningkat menjadi persoalan teologi.

Perbedaan teologis di kalangan umat Islam sejak awal memang dapat mengemuka

dalam bentuk praktis maupun teoritis. Secara teoritis, perbedaan itu demikian

tampak melalui perdebatan aliran-aliran kalam yang muncul tentang berbagai


persoalan. Tetapi patut dicatat bahwa perbedaan yang ada umumnya masih

sebatas pada aspek filosofis diluar persoalan keesaan Allah, keimanan kepada para

rasul, para malaikat, hari akhir dan berbagai ajaran nabi yang tidak mungkin lagi

ada peluang untuk memperdebatkannya. Misalnya tentang kekuasaan Allah dan

kehendak manusia, kedudukan wahyu dan akal, keadilan Tuhan. Perbedaan itu

kemudian memunculkan berbagai macam aliran, yaitu Mu'tazilah, Syiah,

Khawarij, Jabariyah dan Qadariyah serta aliran-aliran lainnya.

Makalah ini akan mencoba menjelaskan aliran Jabariyah Dalam makalah ini

penulis hanya menjelaskan secara singkat dan umum tentang aliran Jabariyah .

Mencakup di dalamnya adalah latar belakang lahirnya sebuah aliran dan ajaran-

ajarannya secara umum.

B.     Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah makalah
ini adalah sebagai berikut :
1.    Apa pengertian jabariyah ?
2.    Bagaimana sejarah timbulnya aliran jabariyah ?
3.    Siapa saja para tokoh aliran jabariyah dan dokrin-dokrinnya ?
4.    Bagaimana ajaran dan perkembangan aliran jabariyah ?
5.    Apa saja pokok-pokok pemikiran aliran jabariyah ?
C.    Tujuan Penulisan
Tujuan Penulisan Makalah ini adalah :
1.    Mengetahui pengertian jabariyah.
2.    Mengetahui sejarah timbulnya aliran jabariyah.
3.    Mengetahui para tokoh aliran jabariyah dan dokrin-dokrinnya.
4.    Mengetahui ajaran dan perkembangan aliran jabariyah.
5.    Mengetahui pokok-pokok pemikiran aliran jabariyah.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Jabariyah


Nama Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa,
sedangkan menurut al-Syahrafani bahwa Jabariyah berarti menghilangkan
perbuatan dari hamba secara hakikat dan menyandarkan perbuatan tersebut
kepada Allah SWT. Oleh karena itu, aliran Jabariyah ini menganut paham bahwa
manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan
perbuatannya. Manusia dalam paham ini betul melakukan perbuatan, tetapi
perbuatannya itu dalam keadaan terpaksa.
Secara bahasa Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung
pengertian memaksa. Di dalam kamus Munjid dijelaskan bahwa nama Jabariyah
berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskannya
melakukan sesuatu. Salah satu sifat dari Allah adalah al-Jabbar yang berarti Allah
Maha Memaksa. Sedangkan secara istilah Jabariyah adalah menolak adanya
perbuatan dari manusia dan menyandarkan semua perbuatan kepada Allah.
Dengan kata lain adalah manusia mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa
(majbur).
Menurut Harun Nasution Jabariyah adalah paham yang menyebutkan
bahwa segala perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh Qadha dan
Qadar Allah. Maksudnya adalah bahwa setiap perbuatan yang dikerjakan manusia
tidak berdasarkan kehendak manusia, tapi diciptakan oleh Tuhan dan dengan
kehendak-Nya, di sini manusia tidak mempunyai kebebasan dalam berbuat,
karena tidak memiliki kemampuan. Ada yang mengistilahlkan bahwa Jabariyah
adalah aliran manusia menjadi wayang dan Tuhan sebagai dalangnya.

B.     Sejarah Timbulnya Aliran Jabariyah


Firqoh Jabariyah timbul bersamaan dengan timbulnya firqoh Qodariya,
dan tampaknya merupakan reaksi daripadanya. Daerah tempat timbulnya juga
tidak berjauhan. Firqoh Qodariyah timbul di Irak, sedangkan firqoh Jabariyah
timbull di Khurasan Persia. Pemimpinnya yang pertama adalah Jaham bin
Sofwan. Karena itu, firqoh ini kadang-kadang disebut Al-Jahamiyah. Ajaran-
ajarannya banyak persamaannya dengan aliran Qurro’ agama Yahudi dan aliran
Ya’cubiyah agama Kristen. Mula-mula Jaham bin Sofwan adalah juru tulis dari
seorang pemimpin bernama Suraih bin Harits, Ali Nashar bin Sayyar dan
memberontak di daerah Khurasan terhadap kekuasaan Bani Umayah. Dia terkenal
orang yang tekun dan rajin menyiarkan agama. Fatwanya yang menarik adalah
bahwa manusia tidak mempunyai daya upaya, tidak ada ikhtiar dan tidak ada
kasab. Semua perbuatan manusia itu terpaksa (majbur) di luar kemauannya,
sebagaimana keadaan bulu ayam terbang kemana arah angin bertiup atau sepotong
kayu di tengah lautan mengikuti arah hempasan ombak dan badai. Ringkasnya
bahwa orang-orang Jabariyah berpendapat bahwa manusia itu tidak mempunyai
daya ikhtiar, merupakan kebalikan dari paham Qodariyah, yang mana semua
gerak manusia di paksa adanya kehendak Allah Swt.
Dalam segi-segi tertentu, Jabariyah dan Mu’tazilah mempunyai kesamaan
pendapat, misalnya tentang sifat Alllah, surga dan neraka tidak kekal, Allah SWT.
Tidak bisa dilihat di akhirat kelak, Al-Quran itu makhluk dan lain sebagainya.
Jaham bin Sofwan mati terbunuh oleh pasukan Bani Umayyah pada 131 H.
Jabariyah berpendapat bahwa hanya Allah SWT. sajalah yang menentukan dan
mengutuskan segala amal perbuatan manusia. Semua perbuatan itu sejak semula
telah diketahui AllahSWT. Dan semua amal perbuatan itu adalah berlaku dengan
qodrat dan irodat-Nya. Manusia tidak mencampurinya sama sekali. Usaha
manusia sama sekali bukan ditentukan oleh manusia sendiri. Qodrat dan irodat
Allah SWT. adalah membekukan dan mencabut kekuasaan manusia sama seklai.
Pada hakikatnya segala pekerjaan dan gerak gerik manusia sehari-harinya adalah
merupakan paksaan (majbur) semata-mata. Kebaikan dan kejahatan itu pun
semata-mata paksaan pula, sekalipun nantinya manusia memperoleh balasana
surga dan neraka.
Pembalasan surga atau neraka itu bukan sebagai ganjaran atas kebaikan
yang diperbuat manusia sewaktu hidupnya, dan balasan kejahatan yang
dilarangnya, tetapi surag dan neraka itu semata-mata sebagai bukti kebesaran
Allah SWT dalam qodarat dan irodatnya. Kalau manusia itu tidak diserahi qodarat
dan irodat sendiri dalam mewujudkan usahanya dan Allah SWT saja yang
menggung qodart dan irodat yang menentukan perbuatan manusia tersebut, hal itu
sulit di terima. Ibaratnya orang yang diikat lalu dilemparkan ke dalam laut, seraya
diserukan kepadanya : “jagalah dirimu, jangan sampai tenggelam ke dalam air.”
Akan tetapi,pahan Jabariyah ini melampaui batas, sehingga mengiktikadkan
bahwa tidak berdosa kalau berbuat kejahatan, karena yang berbuat itu pada
hakikatnya Allah SWT pula. Kesesatannya, mereka berpendapat bahwa orang itu
mencuri, maka Tuhan pula yang mencuri, bila orang sholat maka Allah SWT pula
yang sholat. Jadi kalau orang berbuat buruk atau jahat lalu dimasukan ke dalam
neraka, maka Tuhan itu tidak adil. Karena apapun yang diperbuat manusia
kebaikan atau keburukan, tidak satupun terlepas dari qodrat dan irodatnya.
Sebagian pengikut Jabariyah beranggapan telah bersatu dengan Tuhan.
Disini menimbulkan paham wihdatul wujud, yaitu manunggaling kawolo
lan gusti, bersatunya hamba dengan Dia. Perbuatan yang dilakukan manusia baik
yang terpuji ataupun yang tercela pada hakijatnya bukanlah hasil pekerjaannya
sendiri melainkan hanyalah termasuk ciptaan Tuhan, yang dilaksanakannya
melalui tangan manusia. Dengan demikian, manusia itu tiadalah mempunyai
perbuatan, dan tidak pula mempunyai kuasa untuk berbuat sebab itu orang
mukmin tidak akan menjadi kafir karena dosa besar yang dilakukannya, sebab ia
melakukannya semata-mata karena terpaksa. Dia adalah laksana sehelai bulu yang
terkatung-katung di udara, bergerak kesana sini menurut hembusan angin yang
menerpanya.

C. Perkembangan Jabariyah

Faham Jabariyah secara nyata menjadi aliran yang disebarkan kepada orang lain
pada masa pemerintahan bani Umayah. Dan yang dianggap sebagai pendiri utama
adalah Al-Ja'd bin Dirham. Diperoleh berita bahwa pemahaman Ja'ad didapat
dari Banan bin Sam'an dari Talut bin Ukhtu Lubaid bin A'sam tukang sihir dan
memusuhi nabi SAW. [11])

Ja'd semula tinggal di Damsyik, tetapi karena pendapatnya bahwa Al-Qur'an itu
makhluk, maka ia selalu dikejar-kejar oleh penguasa bani Umayah, karena itu ia
lari ke Kufah dan ia bertemu dengan Jaham bin Sofwan.
Kemudian faham ini disebarkan dengan gigih  oleh Jahm bin Shafwan dari
Khurasan yang merupakan murid Ja'd bin Dirham. Dalam sejarah teologi Islam,
Jahm tercatat sebagai tokoh yang mendirikan aliran Jahmiyah dalam kalangan
Murji'ah.Ia adalah sekretaris Suraih bin Al-Haris dan selalu menemaninya dalam
gerakan melawan kekuasaan Bani Umayah.Dalamperlawanan itu Jahm sendiri
dapat ditangkap dan kemudian dihukum bunuh di tahun 131 H.[12]) 

Namun, dalam perkembangannya, faham al-jabar juga dikembangkan oleh tokoh


lainnya diantaranya Al-Husain bin Muhammad An-Najjar dan Ja'd bin Dirrar.

1. Para Pemuka Jabariyah dan Doktrin-doktrinnya

Menurut Asy-Syahratsani, Jabariyah dapat dikelompokkan menjadi dua bagian,


ekstrim dan moderat.[13]) Di antara doktrin Jabariyah ekstrim adalah
pendapatnya bahwa segala perbuatan manusia bukan merupakan perbuatan yang
timbul dari kemauannya sendiri, tetapi perbuatan yang dipaksakan atas dirinya.Di
antara pemuka Jabariyah ekstrim adalah berikut ini : 

a)      Jahm bin Shofwan

Nama lengkapnya adalah Abu Mahrus Jaham bin Shafwan. Ia berasal dari
Khurasan, bertempat tinggal di Khufah; ia menjabat sebagai sekretaris Harits bin
Surais, ia seorang da'i yang fasih dan lincah (orator), ia seorang mawali (budak)
yang menentang pemerintah bani Umayah di Khurasan. Ia dibunuh secara politis
tanpa ada kaitannya dengan agama.[14])

Sebagai seorang penganut dan penyebar faham Jabariyah, banyak usaha yang
dilakukan Jahm yang tersebar ke berbagai tempat, seperti ke Tirmidz dan Balk.
Pendapatnya yang berkaitan dengan Teologi adalah :

1)      Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa.

2)      Surga dan neraka tidak kekal.

3)      Iman adalah ma'rifat atau membenarkan dalam hati.

4)      Kalam Tuhan adalah makhluk.

5)      Akal sebagai ukuran baik dn buruk.

b)      Ja'd bin Dirham

Al-Ja'd adalah seorang Maulana Bani Hakim, tinggal di Damaskus. Ia dibesarkan


di dalam lingkungan orang Kristen yang senang membicarakan teologi. Semula ia
dipercaya untuk mengajar di lingkungan pemerintah Bani Umayah, tetapi setelah
tampak pikiran-pikirannya yang kontroversial, Bani Umayah menolaknya.
Kemudian Al-Ja'd lari ke Kufah dan di sana ia bertemu dengan Jahm, serta
mentransfer pikirannya kepada Jahm untuk dikembangkan dan disebarluaskan. 

Doktrin pokok Ja'd secara umum sama dengan pikiran Jahm. Al-Ghuraby
menjelaskannya sebagai berikut :[15]) 

1)      Al-Qur'an itu adalah makhluk.

2)      Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk.

3)      Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya.

Berbeda dengan Jabariyah ekstrim.Jabariyah moderat mengatakan bahwa Tuhan


memang menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan yang jahat maupun
perbuatan yang baik, tetapi manusia mempunyai bagian di dalamnya.Tenaga yang
diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan
perbuatannya.Inilah yang dimaksud dengan kasab (acquisitin).[16])Menurut
faham kasab, manusia tidaklah majbur (dipaksa oleh Tuhan).Yang termasuk
tokoh Jabariyah moderat adalah berikut ini  : 

a)      An-Najjar

Nama lengkapnya adalah Husain bin Muhammad An-Najjar (wafat 210 H). Para
pengikutnya disebut An-Najjariyah atau Al-Husainiyah. Di antara pendapat-
pendapatnya adalah : 

1)      Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil


bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu.

2)      Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat.

b)      Adh-Dhirar

Nama lengkapnya adalah Dhirar bin Amr. Di antara pendapat-pendapatnya adalah


:

1)      Pendapatnya tentang perbuatan manusia sama dengan Husain bin


Muhammad An-Najjar, yakni manusia mempunyai bagian dalam perwujudan dari
perbuatannya dan tidak semata-mata dipaksa dalam melakukan perbuatannya. 

2)      Mengenai ma'rifat Tuhan di akhirat, Dhirar mengatakan bahwa Tuhan dapat


dilihat di akhirat melalui indera keenam. 

3)      Hujjah yang dapat diterima setelah nabi adalah Ijtihad. Hadits ahad tidak
dapat dijadikan sumber dalam menetapkan hukum.[17])
1. Dalil-dalil Jabariyah

Ayat-ayat yang membawa kepada faham Jabariyah, umpamanya :

Artinya:

"niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki"

(Q.S. Al-An'am [6] : 111)

Artinya:"Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat
itu. "

(Q.S. Ash-Shaffat [37] : 96)

 Artinya :

"dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar (musuh), tetapi Allah-
lah yang melempar"

(Q.S. Al-Anfal [8] : 17)

Artinya :

"Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah"

(Q.S. Al-Insan [76] : 30)

Artinya :

Advertisment

"Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (Tidak pula) pada dirimu
sendiri melainkan Telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum kami
menciptakannya.Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah."

(Q.S. Al-Hadid [57] : 22)

Ayat-ayat tersebut terkesan membawa seseorang pada alam pikiran


Jabariyah.Mungkin inilah yang menyebabkan pola pikir Jabariyah masih tetap
ada di kalangan umat Islam kini walaupun anjurannya telah tiada.
C.    Tokoh-Tokoh Aliran Jabariyah dan Dokrin-Dokrinnya
Menurut Asy-Syahratsani, Jabariyah dapat dikelompokkan menjadi dua
bagian, ekstrim dan moderat. Di antara doktrin Jabariyah ekstrim adalah
pendapatnya bahwa segala perbuatan manusia bukan merupakan perbuatan yang
timbul dari kemauannya sendiri., tetapi perbuatan yang dipaksakan atas dirinya.
Misalnya, kalau seseorang mencuri, perbuatan mencuri itu bukanlah terjadi atas
kehendak sendiri, tetapi timbul karena qadha dan qadar Tuhan yang menghendaki
demikian.
Di antara pemuka Jabariyah ekstrim adalah berikut ini :
1)   Jahm bin Shofyan
Nama lengkapnya adalah Abu Mahrus Jaham bin Shafwan. Ia berasal dari
Khurusan, bertempat tinggal di Khufah, ia seorang da’i yang fasih dan lincah
(orator), ia menjabat sebagai sekretaris Harits bin Surais, seorang mawali yang
menentang pemerintah Bani Umayah di Khurasan. Ia ditawan kemudian dibunuh
secara politis tanpa ada kaitannya dengan agama.
Sebagai seorang penganut dan penyebar faham Jabariyah, banyak usaha
yang dilakukan Jahm yang tersebar ke berbagai tempat, seperti ke Tirmidz dan
Baik. Pendapat Jahm yang berkaitan dengan persoalan teologi adalah sebagai
berikut :
a)        Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak
mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan. Pendapat Jahm
tentang keterpaksaan ini lebih terkenal dibanding dengan pendapatnya tentang
surga dan neraka, konsep iman, kalam Tuhan, meniadakan sifat Tuhan (nahyu as-
sifat), dan melihat Tuhan di akhirat.
b)        Surga dan neraka tidak kekal. Tidak ada yang kekal selain Tuhan. tentang
keberadaan syurga-neraka, setelah manusia mendapatkan balasan di dalamnya,
akhirnya lenyaplah syurga dan neraka itu. Dari pandangan ini nampaknya Jaham
dengan tegas mengatakan bahwa, syurga dan neraka adalah suatu tempat yang
tidak kekal
c)        Iman adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini, pendapatnya
sama dengan konsep iman yang dimajukan kaum Murji’ah.
d)       Kalam Tuhan adalah makhluk. Allah Maha Suci dari segala sifat dan keserupaan
dengan manusia seperti berbicara, mendengar dan melihat. Begitu pula Tuhan
tidak dapat dilihat dengan indera mata di akhirat kelak
2)   Ja’d bin Dirham
Al-Ja’d adalah seorang Maulana Bani Hakim, tinggal di Damaskus. Ia
dibesarkan di lingkungan orang Kristen yang senang membicarakan teologi.
Semula ia dipercaya untuk mengajar di lingkungan pemerintah Bani Umayah,
tetapi setelah tampak pikiran-pikirannya yang kontroversial, Bani Umayah
menolaknya. Kemudian Al-Ja’d lari ke Kufah dan di sana ia bertemu dengan
Jahm, serta mentransfer pikirannya kepada Jahm untuk dikembangkan dan
disebarluaskan.
Doktrin pokok Ja’d secara umum sama dengan pikiran Jahm, Al-Ghuraby
menjelaskan sebagai berikut :
a)        Al-Quran itu adalah makhluk. Oleh karena itu, dia baru.sesuatu yang baru itu
tidak dapat disifatkan kepada Allah.
b)        Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk, seperti berbicara,
melihat dan mendengar.
c)        Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya.
Berbeda dengan Jabariyah ekstrim, Jabariyah moderat mengatakan
bahwa Tuhan memang menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan jahat
maupun perbuatan baik, tetapi manusia mempunyai bagian di dalamnya. Tenaga
yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan
perbuatannya. Inilah yang dimaksud dengan kasab (acquisitin). Menurut faham
kasab, manusia tidaklah majbur (dipaksa oleh Tuhan), tidak seperti wayang yang
dikendalikan oleh dalang dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi
manusia memperoleh perbuatanyang diciptakan Tuhan.
Yang termasuk tokoh Jabariyah moderat adalah berikut ini :
1)      An-Najjar
Nama lengkapnya adalah Husain bin Muhammad An-Najjariyah (wafat 230 H).
Para pengikutnya disebut An-Najjariyah atau Al-Husainiyah. Di antara pendapat-
pendapatnya adalah :
a)    Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian
atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu. Itulah yang disebut kasab
dalam teori An-Asy’ary. Dengan demikian, manusia dalam pandangan An-Najjar
tidak lagi seperti wayang yang gerakannya bergantung pada dalang, sebab tenaga
yang diciptakan Tuhan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan
perbuatan-perbuatannya.
b)    Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat. Akan tetapi, An-Najjar menyatakan bahwa
Tuhan dapat saja memindahkan potensi hati (ma’rifat) pada mata sehingga
manusia dapat melihat Tuhan.

2)      Adh-Dhirar
Nama lengkapnya adalah Dhirar bin Amr. Pendapatnya tentang perbuatan
manusia sama dengan Husein An-Najjr, yakni bahwa manusia tidak hanya
merupakan wayang yang digerakkan dalang. Manusia mempunyai bagian dalam
perwujudan perbuatannya dan tidak semata-mata dipaksa dalam melakukan
perbuatannya. Secara tegas, Dhirar mengatakan bahwa suatu perbuatan dapat
ditimbulkan oleh dua pelaku secara bersamaan, artinya perbuatan manusia tidak
hanya ditimbulkan oleh Tuhan, tetapi juga oleh manusia itu sendiri. Manusia turut
berperan dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Mengenai ru’yat Tuhan di
akhirat, Dhirar mengatakan bahwa Tuhan dapat dilihat di akhirat melalui indra
keenam. Ia juga berpendapat bahwa hujjah yang dapat diterima setelah Nabi
adalah ijtihad. Hadits ahad tidak dapat dijadikan sumber dalam menetapkan
hukum.

D.    Ajaran dan Perkembangan Aliran Jabariyah


Jaham bin Shofwan berpendapat mengenai firqoh Jabariyah adalah :
Manusia tidak mempunyai qodrat untuk berbuat sesuatu, dan dia tidak
mempunyai “kesanggupan” Dia hanya terpaksa dalam semua perbuatannya. Dia
tidak mempunyai qodrat dan ikhtiar, melainkan Tuhanlah yang menciptakan
perbuatan-perbuatan pada dirinya, seperti ciptaan-ciptaan Tuhan pada benda-
benda mati. Memang perbuatan-perbuatan itu dinisbatkan kepada orang tersebut,
tetapi itu hanyalah nisbah majazi, secara kiasan, sama halnya kalau kita
menisbahkan sesuatu perbuatan kepada benda-benda mati, misalnya dikatakan
“pohon itu berubah” atau “air mengalir”, “batu bergerak”, “matahari terbit dan
tenggelam”, “langit mendung dan menurunkan hujan”, “bumi bergoncang dan
menumbuhkan tumbuh-tumbuhan” dan lain sebagainya. Pahala dan siksa pun
adalah paksaan, sebagaimana halnya dengan perbuatan-perbuatan”. Jaham berkata
: “apabila paksaan itu telah tetap maka taklif adalah paksaan juga”.
Jaham dan kawan-kawannya memperkuat pendapat mereka tentang
“paksaan” itu dengan mengemukakan ayat-ayat yang mereka pandang dapat
memperkuatnya, misalnya ialah firman Allah SWT :
َ‫ِإنَّكَ اَل تَ ْه ِدي َم ْن َأحْ بَبْتَ َو ٰلَ ِك َّن هَّللا َ يَ ْه ِدي َم ْن يَ َشا ُء ۚ َوهُ َو َأ ْعلَ ُم بِ ْال ُم ْهتَ ِدين‬
“Bahwasannya engkau (hai Muhammad) tidaklah berkuasa untuk memberi
petuunjuk kepada orang yang engkau cintai, akan tetapi Allah memberi petunjuk
kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya.” (QS. Al-Qashas [28]: 56)
Dan firman Allah SWT :
َ َّ‫ض ُكلُّهُ ْم َج ِميعًا ۚ َأفََأ ْنتَ تُ ْك ِرهُ الن‬
َ‫اس َحتَّ ٰى يَ ُكونُوا ُمْؤ ِمنِين‬ ِ ْ‫ك آَل َمنَ َم ْن فِي اَأْلر‬
َ ُّ‫َولَوْ َشا َء َرب‬
“Dan andaikata Tuhanmu menghendaki, niscaya berimanlah orang-orang yang
ada di bumi ini semuanya.” (QS. Yunus [10]: 99)
Dan firman Allah SWT :
ِ ‫ار ِه ْم ِغ َشا َوةٌ ۖ َولَهُ ْم َع َذابٌ ع‬
‫َظي ٌم‬ َ ‫َختَ َم هَّللا ُ َعلَ ٰى قُلُوبِ ِه ْم َو َعلَ ٰى َس ْم ِع ِه ْم ۖ َو َعلَ ٰى َأب‬
ِ ‫ْص‬
“Allah telah mencap hati dan pendengaran mereka dan pengelihatan mereka
ditutup.” (QS. Al-Baqarah [2]: 7)
Dan firman-Nya lagi :
َ‫ص َح لَ ُك ْم ِإ ْن َكانَ هَّللا ُ ي ُِري ُد َأ ْن يُ ْغ ِويَ ُك ْم ۚ ه َُو َربُّ ُك ْم َوِإلَ ْي ِه تُرْ َجعُون‬
َ ‫ت َأ ْن َأ ْن‬
ُ ‫َواَل يَ ْنفَ ُع ُك ْم نُصْ ِحي ِإ ْن َأ َر ْد‬
“Nasihatku takkan bermanfaat lagi bagimu, jika aku mau memberimu nasihat,
kalau sekiranya Allah ingin menyesatkan kamu.” (QS. Hud [11]: 34)
Mayoritas kaum muslimin menolak paham Jabariyah ini, karena dapat
menyebabkan orang menjadi malas, lalai, dan menghapuskan tanggung jawab,
dengan mengemukakan ayat-ayat yang terang maksudnya, yang dengan ayat-ayat
tersebut Al-Qur’anul Karim menolak pendapat-pendapat yang dangkal dan naif
itu. Ayat-ayat tersebut sebagai berikut.
َ ‫َسيَقُو ُل الَّ ِذينَ َأ ْش َر ُكوا لَوْ َشا َء هَّللا ُ َما َأ ْش َر ْكنَا َواَل آبَاُؤ نَا َواَل َح َّر ْمنَا ِم ْن َش ْي ٍء َك َذلِكَ َك َّذ‬
‫ب الَّ ِذينَ ِم ْن قَ ْبلِ ِه ْم َحتَّى‬
‫) قُلْ فَلِلَّ ِه‬148( َ‫ُون ِإاَّل الظَّ َّن َوِإ ْن َأ ْنتُ ْم ِإاَّل ت َْخ ُرصُون‬ •َ ‫َذاقُوا بَْأ َسنَا قُلْ هَلْ ِع ْن َد ُك ْم ِم ْن ِع ْل ٍم فَتُ ْخ ِرجُوهُ لَنَا ِإ ْن تَتَّبِع‬
)149( َ‫ْال ُح َّجةُ ْالبَالِ َغةُ فَلَوْ َشا َء لَهَدَا ُك ْم َأجْ َم ِعين‬
“Orang-orang yang musyrik itu akan berkata: “Andaikata Tuhan mengehendaki,
niscaya kami tidak akan musyrik, dan tidak pula bapak-bapak kami, dan kami
tidak akan mengharamkan apa-apa. Segitu pula orrang-orang yang sebelum
mereka berbuat dusta, sehingga mereka merasakan siksaan Kami. Katakanlah:
“Adakah kamu mempunyai keterangan yang bisa kamu untukkan kepada Kami?
Kamu hanya meuruti sangkaan-sangkaan saja, dan kamu hanya berdusta.”
Katakanlah: “Maka hanya Allah-lah yang mempunyai alasan yang kuat.” (QS.
Al-An’am [6]: 148-149)
Difirmankan Allah SWT :
ۚ ‫وا لَوْ َشٓا َء ٱهَّلل ُ َما َعبَ ْدنَا ِمن دُونِ ِهۦ ِمن َش ْى ٍء نَّحْ نُ َوٓاَل َءابَٓاُؤ نَا َواَل َح َّر ْمنَا ِمن دُونِ ِهۦ ِمن َش ْى ٍء‬ ۟ ‫َوقَا َل ٱلَّ ِذينَ َأ ْش َر ُك‬

ُ‫ك فَ َع َل ٱلَّ ِذينَ ِمن قَ ْبلِ ِه ْم ۚ فَهَلْ َعلَى ٱلرُّ ُس ِل ِإاَّل ْٱلبَ ٰلَ ُغ ْٱل ُمبِين‬ َ ِ‫َك ٰ َذل‬
“Dan orang-orang musyrik berkata: Jikalau Tuhan menghendaki tentu kami tidak
akan menyembah apapun selain dari pada-Nya. (tidak) kami dan tidak pula
bapak-bapak kami, dan tentu kami tidak akan mengharamkan sesuatu pun tanpa
(izin)Nya.” Demikian pulalah diucapkan oleh orang-orang sebelum mereka.
Maka bukanlah kewajiban Rasul-rasul itu hanya menyampaikan (seruan) yang
nyata?” (QS. An-Nahl [16]: 35)
Dan Firman Allah SWT :
ْ ُ‫ُوا لِلَّ ِذينَ َءا َمنُ ٓو ۟ا َأن‬
ْ ‫ط ِع ُم َمن لَّوْ يَ َشٓا ُء ٱهَّلل ُ َأ‬
‫ط َع َم ٓۥهُ ِإ ْن َأنتُ ْم ِإاَّل فِى‬ ۟ ‫وا ِم َّما َر َزقَ ُك ُم ٱهَّلل ُ قَا َل ٱلَّ ِذينَ َكفَر‬
۟ ُ‫َو َذا قِي َل لَهُ ْم َأنفِق‬
‫ِإ‬
ٰ
‫ضلَ ٍل ُّمبِي ٍن‬َ
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Nafkahkanlah sebagian dari apa-apa
yang telah dikaruniakan Allah kepada kamu!” (maka) berkatalah orang-orang
kafir itu kepada orang-orang Mukmin: “Apakah (perlu) kami memberi makan
orang yang jika Allah mengehndaki tentu Dia memberinya makan? Kamu benar-
benar berada dalam kesesatan!” (QS. Yasin [36]: 47)
Dan firman-Nya lagi :
َ ِ‫َوقَالُوا لَوْ َشا َء الرَّحْ ٰ َمنُ َما َعبَ ْدنَاهُ ْم ۗ َما لَهُ ْم بِ ٰ َذل‬
َ‫ك ِم ْن ِع ْل ٍم ۖ ِإ ْن هُ ْم ِإاَّل يَ ْخ ُرصُون‬
“Dan mereka berkata: Jikalau yang Maha Pengasih menghendaki, niscaya kami
takkan menyembah mereka itu.” Ingatlah, bahwa mereka ini tidak mempunyai
pengetahuan tentang hal itu. Mereka hanya berdusta” (QS. Az-Zukhuf [43]: 20)
Menurut paham Ahlus Ssunnah, bahwa segala sesuatu itu memang
dijadikan oleh Allah SWT. Tetapi Allah SWT juga menjadikan ikhtiar dan kasab
bagi manusia. Sesuatu yang diperbuat manusia adalah pertemuan ikhtiar manusia
dengan takdir-Nya. Ikhtiar dan kasab hanya sebagai sebab saja, bukan yang
mengadakan atau menciptakan sesuatu. Umpamanya, kalau sesuatu benda
tersentuh api, maka ia terbakar. Bila orang itu makan maka kenyanglah. Tetapi
perlu diingat bahwa bukan api yang membakarnya dan bukan pula nasi yang
mengenyangkannya, semuanya karena Allah SWT semata. Kadang-kadang bisa
terjadi sebaliknya, bila Allah SWT menhendaki., banyak benda yang tersentuh api
tetapi tidak terbakar. Banyak orang yang berusaha sekuat tenaga, tetapi justru sial
dan kemalangan yang diperoleh. Kalau obat itu mesti dapat menyembuhkan
penyakit, tentu tidak ada orang yang mati. Sebab sakit apapun dapat disembuhkan
dan obat dapat mencegah kematian. Sermacam-macam obat untuk bermacam-
macam penyakit, kenyataan menunjukkan bahwa banyak penyakit yang tidak
dapat disembuhkan. Tua dan kematian, sesuatu yang tidak ada obatnya. Manusia
memperoleh hukuman karena ikhtiar dan kasabnya yang tidak baik dan akan
diberi pahala atas ikhtiar dan kasabnya yang baik.
Firman Allah SWT :
‫اخ ْذنَٓا ِإن نَّ ِسينَٓا َأوْ َأ ْخطَْأنَا ۚ َربَّنَا َواَل‬ ْ َ‫ت َو َعلَ ْيهَا َما ٱ ْكتَ َسب‬
ِ ‫ت ۗ َربَّنَا اَل تَُؤ‬ ْ َ‫اَل يُ َكلِّفُ ٱهَّلل ُ نَ ْفسًا ِإاَّل ُو ْس َعهَا ۚ لَهَا َما َك َسب‬
‫تَحْ ِملْ َعلَ ْينَٓا ِإصْ رًا َك َما َح َم ْلتَ ۥهُ َعلَى ٱلَّ ِذينَ ِمن قَ ْبلِنَا ۚ َربَّنَا َواَل تُ َح ِّم ْلنَا َما اَل طَاقَةَ لَنَا بِ ِهۦ ۖ َوٱعْفُ َعنَّا َوٱ ْغفِرْ لَنَا‬
َ‫َوٱرْ َح ْمنَٓا ۚ َأنتَ َموْ لَ ٰىنَا فَٱنصُرْ نَا َعلَى ْٱلقَوْ ِم ْٱل ٰ َكفِ ِرين‬
“Dia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan dia mendapat
siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.” (QS. Al-Baqarah [2]: 286)
َ‫ْض الَّ ِذي َع ِملُوا لَ َعلَّهُ ْم يَرْ ِجعُون‬ ِ َّ‫ت َأ ْي ِدي الن‬
َ ‫اس لِيُ ِذيقَهُ ْم بَع‬ ْ َ‫ظَهَ َر ْالفَ َسا ُد فِي ْالبَ ِّر َو ْالبَحْ ِر بِ َما َك َسب‬
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan
tangan manusia.” (QS. Ar-Rum [30]: 41)
Aliran Jabariyah berpendapat : (manusia) dengan terpaksa atas
perbuatannya dan mengingkari daya kemampuan keseluruhannya, menganngap
bahwa surga dan neraka keduanya rusak dan binasa dan beranggapan juga bahwa
sesungguhnya iman itu adalah ma’rifat pada Allah SWT saja. Sesungguhnya
kufur adalah sebuah kebodohan belaka. Tak ada perbuatan dan amal perbuatan
bagi seseorang selain Allah SWT.”
Aliran Al-Bakariyah membuat bid’ah dalam fiqih : “mengharamkan bawang
putih, brambang dan mewajibkan (batal) wudu karena berbunyinya perut.”
Menurut Syahrastani, terdapat tiga golongan dalam Jabariyah, yaitu :
1)   Jahmiyah
Jahmiyah adalah sekte para pengikut Jahm bin Sofwan, salah seotrang yang paling
berjasa besar dalam mengembangkan aliran Jabariyah. Ajaran Jahmiyah yang
terpenting adalah al Bari Ta’ala (Allah SWT Tuhan Maha Pencipta lagi Maha
Tinggi) Allah SWT tidak boleh disifatkan dengan sifat yang dimiliki makhluk-
Nya, seperti sifat hidup (hay) dan mengetahui (‘alim), karena penyifatan seperti
itu mengandung pengertian penyerupaan Tuhan dengan makhluk-Nya, padahal
penyerupaan seperti itu tidak mungkin terjadi.
2)   Najjariyah
Sekte ini dipimpin oleh Al Husain bin Muhammad an Najjar (w. 230 H / 845 M).
Ajaran yang dikemukakan bahwa Allah memiliki kehendak terhadap diri-Nya
sendiri, sebagaimana Allah mengetahui diri-Nya. Tuhan menghendaki kebaikan
dan kejelekan, sebagaimana ia menghendaki manfaat dan mudzarat.
3)   Dirariyah
Sekte ini dipimpin oleh Dirar bin Amr dan Hafs al Fard. Kedua pemimpin tersebut
sepakat meniadakan sifat – sifat Tuhan dan keduanya juga berpendirian bahwa
Allah SWT itu Maha Mengetahui dan Maha Kuasa, dalam pengertian bahwa
Allah itu tidak jahil (bodoh) dan tidak pula ‘ajiz (lemah).
Dari ketiga golongan ini, syahrastani mengklarifikasikan menjadi dua bagian
besar. Pertama, Jabariyah murni yang berpendapat bahwa baik tindakan maupun
kemampuan manusia melakukan seutu kemauan atau perbuatannya tidak efektif
sama sekali. Kedua Jabariyah moderat yang berpandangan bahwa manusia
mempunyai sedikit kemampuan untuk mewujudkan kehendak dan perbuatannya.
E.     Pokok-Pokok Pemikiran Jabariyah
1)        Manusia tidak mampu berbuat apa-apa. Bahwa segala perbuatan manusia
merupakan paksaan dari Tuhan dan merupakan kehendak-Nya yang tidak bisa
ditolak oleh manusia. Manusia tidak punya kehendak dan pilihan. Ajaran ini
dikemukakan oleh jahm bin shofwan.
2)        Surga dan neraka tidak kekal, begitu pun dengan yang lainnya, hanya Tuhan yang
kekal.
3)        Iman adalah ma’rifat dalam hati dengan hanya membenarkan dalam hati. Artinya,
bahwa manusia tetap dikatakan beriman meskipun ia meninggalkan fardhu dan
melalkukan dosa besar, tetap dikatakan beriman walaupun tanpa amal.
4)        Kalam Tuhan adalah makhluk, Allah SWT mahasuci dari segala sifat keserupaan
dengan makhluk-Nya, maka Allah tidak dapat dilihat meskipun di akhirat kelak,
oleh karena itu Al-Qur’an sebagai makhluk adalah baru dan terpisah dari Allah,
tidak dapat disifatkan kepada Allah SWT.
5)        Allah tidak mempunyai sifat serupa makhluk seperti berbicara, melihat, dan
mendengar.
6)        Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia berperan dalam
mewujudkan perbuatan itu. Teori ini dikemukakan oleh Al-Asy’ari yang disebut
teori kasah, sementara An-najjar mengaplikasikannya dengan ide bahwa manusia
tidak lagi seperti wayang yang digerakkan, sebab tenaga yang diciptakan Tuhan
dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya.
  
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan makalah ini adalah
Alirah Jabariyah ini berpendapat bahwa apa yang kita lakukan itu atas kehendak
Allah SWT atau qodrat dan irodat-Nya. Paham Jabariyah memandang manusia
sebagai makhluk yang lemah dan tidak berdaya. Manusia tidak sanggup
mewujudkan perbuatan-perbuatannya sesuai dengan kehendak dan pilihan
bebasnya. Pendeknya, perbuatan-perbuatan itu hanyalah dipaksakan Tuhan
kepada manusia. Paham Jabariyah terpecah ke dalam dua kelompok, ekstrim dan
moderat. Ja'ad ibn Dirham dan Jahm ibn Shafwan mewakili kelompok ekstrim.
Sedang Husain al-Najjar dan Dirar ibn 'Amr mewakili kelompok moderat.
Jabariyah berarti menghilangkan perbuatan dari hamba secara hakikat dan
menyandarkan perbuatan tersebut kepada Allah SWT. Tokoh pemikirnya adalah
al-Ja'ad ibn Dirham aliran Jabariyah ini menganut paham bahwa manusia tidak
mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya.
Manusia dalam paham ini betul melakukan perbuatan, tetapi perbuatannya itu
dalam keadaan terpaksa.

B.     Saran
Dengan dibuatnya makalah ini semoga dapat bermanfaat bagi para
pembaca dan kami selaku pembuat makalah. Kami berharap makalah ini dapat
menjadi rujukan atau referensi bagi para pembaca. Serta kami dengan terbuka
menerima masukan-masukan dari para pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. (2017, 4 3). Retrieved from Makalahku:


http://www.makalahterbaruku.online/2017/04/makalah-aliran-
Mu'in, K. T. (n.d.). Ilmu Kalam. Jakarta: PT. AKA.
Nasir, K. A. (2010). Pemikiran Kalam (Teologi Islam). Jakarta: Rajawali Pers.
Nasution, H. (1972). Teologi Islam. Jakarta : Yayasan Penerbit Universitas Indonesia
Unknown. (2013, 10 20). Retrieved from Gudang Makalah:
http://pintumakalah.blogspot.com/2013/10/makalah-lengkap-aliranjabariyah.html

Anda mungkin juga menyukai