Anda di halaman 1dari 10

ALIRAN JABARIYAH

Makalah ini
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah
ILMU KALAM

Disusun oleh:

M. FADJAR KHARISMA PUTRA (E01219020)


M. FAUZAN BAIHAQI (E01219024)
DHIMAS TIAN ALAM SYAH (E91219071)

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. H. Mashum,M.Ag

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UIN SUNAN AMPEL
SURABAYA
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh , segala puji bagi Allah Swt yang telah
mengkaruniakan manusia pengelihatan, pendengaran dan akal untuk membedakan yang haq
dan yang bathil serta tidak ada daya dan kekuatan selain Nya serta hanya kepada Nya lah kami
menyembah dan hanya kepada Nya kami memohon pertolongan. Sholawat serta salam semoga
senantiasa tercurah dan terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah menyampaikan
risalahnya dan memberikan petunjuk jalan yang lurus sehingga kita dapat merasakan manisnya
iman dan indahnya Islam. Alhamdulillah, dengan izin Allah SWT, setelah melalui waktu yang
tidak singkat, tugas kelompok yang berjudul “Ilmu Jabariyah“ yang telah terselesaikan. Kami
menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan makalah ini masih banyak kekurangan
ataupun kekeliruan, oleh karena itu kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang
bersifat membangun guna penulisan makalah yang lebih baik pada penulisan berikutnya.
Akhirnya, dengan penuh harap kepada Allah Swt, semoga makalah yang sederhana ini dapat
bermanfaat, baik bagi kami maupun bagi setiap orang yang membacanya.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………..

DAFTAR ISI.………..........................……………….………………………………………….

BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………………………………….

A. Latar Belakang…………………………………………………………..

B. Rumusan Masalah……………………………………………………….

BAB 2 PEMBAHASAN…………………………………………………………..

A. Pengertian Jabariyah…………………………………………………….

B. Pemikiran dan Tokoh – Tokoh Aliran Jabariyah………………………..

C. Pokok Pemikiran Jabariyah……………………………………………...

BAB 3 PENUTUP…………………………………………………………………

Kesimpulan………………………………………………………………….

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berbicara mengenai masalah aliran pemikiran dalam Islam berarti kita juga
berbicara tentang ilmu kalam. Kalam secara harfiah berarti “kata-kata”. Kaum teolog
berdebat dengan kata-kata dalam mempertahankan pendapat dan pemikirannya sehingga
teolog disebut sebagai mutakalimin, yaitu ahli debat yang pintar mengolah kata. Ilmu
kalam juga diartikan sebagai teologi Islam atau ushuludin, ilmu yang membahas ajaran-
ajaran dasar dari agama. Mempelajari teologi akan memberi seseorang keyakinan yang
mendasar dan tidak mudah digoyahkan. Munculnya perbedaan yang pertama muncul
dalam Islam bukan masalah teologi melainkan di bidang politik. Akan tetapi perselisihan
politik ini, sering dengan perjalanan waktu meningkat menjadi persoalan teologi.
Perbedaan teologis di kalangan umat Islam sejak awal memang dapat
mengemukakan dalam bentuk praktis maupun teoritis. Secara teoritis, perbedaan itu
demikian tampak melalui perdebatan aliran-aliran kalam yang muncul tentang berbagai
persoalan. Tetapi perlu diingat bahwa perbedaan yang ada umumnya masih sebatas pada
aspek filosofis di luar persoalan keesaan Allah, keimanan kepada para rasul, para
malaikat, hari akhir dan berbagai ajaran nabi yang tidak mungkin lagi ada peluang untuk
memperdebatkannya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan aliran Jabariyah ?


2. Siapa saja paham ataupun tokoh dalam paham Jabariyah ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Jabariyah

Kata jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti “memaksa”. Kalau dikatakan
Allah mempunyai sifat Al-Jabbar (dalam bentuk mubalaghah), artinya Allah Maha
Memaksa. Ungkapan al-insan majbur (bentuk isim maf’ul) mempunyai arti bahwa manusia
dipaksa atau terpaksa. Selanjutnya, kata jabara (bentuk pertama), setelah ditarik menjadi
Jabariah (dengan menambah ya nisbah), artinya adalah suatu kelompok atau aliran (isme).
Asy-Syahratsany menegaskan bahwa paham al-jabr berarti menghilangkan perbuatan
manusia dalam arti yang sesungguhnya dan menyandarkannya kepada Allah SWT. Dengan
kata lain, manusia mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa. Dalam bahasa
inggris, Jabariah disebut fatalism atau predestinational, yaitu paham bahwa perbuatan
manusia telah ditentukan dari semula oleh qadha dan qadar Tuhan..

Paham al-jabar pertama kali diperkenalkan oleh Ja’d bin Dirham (terbunuh 124 H)
yang kemudian disebarkan oleh Jahm Shafwan (125 H) dari Khurasan. Dalam sejarah
teologi islam, Jahm tercatat sebagai tokoh yang mendirikan aliran Jahmiyah dalam
kalangan Murji’ah. Ia duduk sebagai sekretaris Suraih bin Al-Haris dan menemaninya
dalam gerakan melawan kekuasaan bani Umayyah. Dalam perkembangannya, paham al-
jabar ternyata tidak hanya dibawa oleh dua tokoh di atas. Masih banyak tokoh-tokoh lain
yang berjasa dalam mengembangkan paham ini, di antaranya adalah Al-Husain bin
Muhammad An-Najjar dan Ja’d bin Dira.
Mengenai kemunculan paham al-jabar, para ahli sejarah mengkajinya melalui
pendekatan geokultural bahasa Arab. Salah satu ahli mengutarakan kehidupan bangsa
Arab dikungkung oleh gurun pasir. Memberikan pengaruh besar ke dalam cara hidup
mereka. Ketergantungan mereka pada alam sahara yang ganas menimbulkan sikap
berserah diri kepada alam.

Lebih lanjut, Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam situasi demikian,


masyarakat Arab tidak banyak melihat jalan untuk mengubah keadaan sekeliling mereka
sesuai dengan keinginannya. Mereka merasa dirinya lemah dan tidak kuasa dalam
menghadapi kesukaran-kesukaran hidup. Akhirnya, mereka banyak bergantung pada
kehendak alam. Hal ini membawa mereka pada sikap fatalisme.

Sebenarnya, benih-benih paham al-jabar sudah muncul jauh sebelum kedua tokoh
di atas. Benih-benih itu terlihat dalam peristiwa sejarah berikut ini.

a. Suatu ketika, Nabi menjumpai sahabatnya yang sedang bertengkar dalam masalah
takdir Tuhan. Nabi melarang mereka untuk memperdebatkan persoalan tersebut, agar
terhindar dari kekeliruan penafsiran tentang ayat-ayat Tuhan mengenai takdir.
b. Khalifah Umar bin Khattab pernah menangkap seseorang yang ketahuan mencuri.
Ketika diinterogasi, pencuri itu berkata, ”Tuhan telah menentukan aku mencuri”.
Mendengar ucapan itu, Umar marah sekali dan menganggap orang itu telah berdusta
kepada Tuhan. Oleh karena itu, Umar memberikan dua jenis hukuman kepada pencuri.
Pertama, hukuman potong tangan karena mencuri. Kedua, hukuman dera karena
menggunakan dalil takdir Tuhan.
c. Khalifah Ali bin Abi Thalib seusai perang Shiffin ditanya oleh seorang tua tentang
kadar (ketentuan) Tuhan dan kaitannya dengan pahala dan siksa. Orang tua itu
bertanya, “Apabila perjalanan (menuju perang Shiffin) itu terjadi dengan qadha dan
qadar Tuhan, tidak ada pahala sebagai balasannya.” Kemudian Ali menjelaskan
bahwa qadha dan qadar bukanlah paksaan Tuhan. Oleh karena itu, ada pahala dan
siksa sebagai balasan amal perbuatan manusia. Ali selanjutnya menjelaskan,
sekiranya qadha dan qadar merupakan paksaan, batal lah pahala.
B. Pemikiran dan Tokoh-Tokoh Aliran Jabariyah
Menurut Asy-Syahrastani, Jabariyah itu dapat dikelompokkan menjadi dua
bagian, Jabariah yaitu ekstren dan mederat. Di antara doktrin Jabariyah ekstren
adalah pendapatnya bahwa segala perbuatan manusia bukan merupakan perbuatan
yang timbul dari kemauannya, melainkan perbuatan yang dipaksakan atas dirinya.
Misalnya, kalau seseorang mencuri, perbuatan mencuri itu bukan terjadi atas
kehendak sendiri, melainkan karena qadha dan qadar Tuhan yang menghendaki
demikian. Di antara pemuka Jabariah ekstren adalah sebagai berikut.

i. Jahm bin Shafwan

Sebagai seorang penganut dan penyebar paham Jabariyah, banyak usaha yang
dilakukan Jahm, antara lain menyebarkan doktrinnya ke berbagai tempat, seperti ke
Tirmidz dan Balk.

ii. Ja’ad bin Dirham

Berbeda dengan Jabariyah ekstren, Jabariyah moderat mengatakan bahwa Tuhan


menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik, tetapi
manusia mempunyai bagian di dalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia
mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya.

iii. Adh-Dhirar

Pendapatnya tentang perbuatan manusia sama dengan Husein An-Najjar, yaitu


bahwa manusia tidak hanya merupakan wayang yang digerakkan dalang. Manusia
mempunyai bagian dalam perwujudan perbuatannya.
C. Pokok pemikiran Jabariyah

Manusia dalam paham ini memang benar melakukan suatu perbuatan, akan tetapi
perbuatannya itu dalam keadaan terpaksa. Paham Jabariah ini diduga telah ada sejak lama,
dikalangan masyarakat Arab sebelum agama Islam datang, karena paham ini lebih banyak
dibentuk oleh alamiah Jazirah Arab. Aliran Jabariah ini selanjutnya mengembangkan pahamnya
sejalan dengan perkembangan masyarakat pada masa itu. Sebagaimana telah disebutkan bahwa
Jabariyah mengajarkan paham, jika manusia dalam melakukan perbuatannya dalam keadaan
terpaksa. Manusia dianggap tidak mempunyai kebebasan dan kemerdekaan dalam menentukan
kehendak dan perbuatannya, tetapi terikat pada kehendak mutlak Tuhan.

Dalam sejarah tercatat, bahwa orang yang pertama kali mengemukakan paham Jabariyah di
kalangan umat Islam adalah al-Ja’ad Ibn Dirham. Pandangan-pandangan Ja’ad ini kemudian
disebarluaskan oleh pengikutnya, seperti Jahm bin Safwan. Manusia dalam paham Jabariyah
adalah sangat lemah, tak berdaya, terikat dengan kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan,
seluruh tindakan dan perbuatan manusia tidak boleh lepas dari aturan, skenario, dan kehendak
Allah. Segala akibat baik dan buruk yang diterima oleh manusia dalam perjalanan hidupnya
merupakan ketentuan Allah. Hal ini bisa menimbulkan paham seolah-olah Tuhan tidak adil jika
ia menyiksa orang yang berbuat dosa, sedangkan perbuatan dosa yang dilakukan orang itu
adalah kehendak Tuhan.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Menurut Harun Nasution Jabariyah adalah paham yang menyebutkan bahwa segala
perbuatan manusia telah ditentukan oleh Qadha dan Qadar Allah. Adapun golongan
Jabariyah mengatakan bahwa tidak ada ikhtiar bagi manusia, sebab Tuhan telah lebih
dahulu menentukan segala-galanya. Mempelajari teologi akan memberi seseorang
keyakinan yang mendasar dan tidak mudah digoyahkan. Akan tetapi perselisihan politik
ini, seiring dengan perjalanan waktu, meningkat menjadi persoalan teologi. Perbedaan
teologis di kalangan umat Islam sejak awal memang dapat mengemukakan dalam bentuk
praktis maupun teoritis. Secara teoritis, perbedaan itu demikian tampak melalui
perdebatan aliran-aliran kalam yang muncul tentang berbagai persoalan. Kata Jabariah
berasal dari kata jabar yang berarti “memaksa”. Kalau dikatakan Allah mempunyai sifat
Al-Jabbar (dalam bentuk mubalaghah)

Anda mungkin juga menyukai