BAB IV
JABARIYAH DAN QODARIYAH
29
Ilmi Kalam : Aliran – Aliran dan Pemikiran
A. Jabariyah
1. Latar Belakang kemunculan Jabariah
Kata jabariah berasal dari kata jabara yang bearti “memaksa”. Didalam Al-munjid
dijelaskan bahwa nama jabariyah berasal dari kata jabara yang mengadung arti memaksa dan
mengharuskan melakukan sesuatu.23 Kalau dikatakan Allah mempunyai sifat Al-jabar (dalam
bentuk mubalaghah),artinya Allah maha memaksa. Ungkapan Al-insan majbur (bentuk isim
maf’ul) mempunyai arti bahwa manusia dipaksa atau terpaksa. Selanjutnya kata jabarah
(bentuk pertama), Setelah ditarik menjadi Jabariyah (dengan menambah ya nisbah), artinya
adalah suatu kelompok atau aliran (isme). Lebih lanjut asy-syahratsany menegaskan bahwa
paham al-jabr bearti menghilangkan perbuatan manusia dalam arti yang sesungguhnya dan
menyandarkannya kepada Allah SWT.24
Dengan kata lain, manusia mengerjakan perbuatanya dalam keadaan terpaksa. Dalam
bahasa inggris, jabriyah disebut fatalism atau free destination, yaitu paham bahwa perbuatan
manusia telah ditentukan dari semula oleh qadha dan qadhar tuhan. Untuk mengetahui lebih
lanjut mengenai asal-usul kemunculan dan perkembangan Jabariah, tampaknya perlu
dijelskan siapa sebenarnya yang melahirkan dan menyebar luaskan al-jabar serta dalam situasi
apa paham ini muncul.
Paham al-jabar pertama kali diperkenalkan oleh Ja’d bin Dirham (terbunuh 124 H) yang
kemudian disebarkan oleh Jahm Shafwan (125 H) dari Kahurasan. Dlam sejarah teologi
islam, Jahm tercatat sebagai took yang mendirikan aliran Jamiah dalam kalangan Murjiah. Iya
duduk sebagai sekretaris Syuraih bin Alharis dan menemaninya dalam gerakan melawan
kekuasaan bani umayyah.
Dalam perkembanganya, paham ajabar ternyata tidak hanya dibawa oleh dua tokoh
diatas. Masih banyak tokoh-tokoh lain yang berjasa dalam mengembagkan paham ini,
diantaranya adalah Al-husain bin Muhammad An-najjar dan ja’d Dirar.
Mengenai kemunculan paham al-jabar para ahli sejarah pemikiran mengkajinya melalui
pendekaatan geokurtural bangsa Arab. Diantara ahli yang dimaksud Ahmad Amin. Dia
menggambarkan kehidupan bangsa arab yang dikungkungboleh gurun pasir sahara yang
23
L. Mal’uf , Al-Munjid fi Al-Lughah wa Al-‘Alam,Dar Al-Masyriq,Beirut, 1998, hlm 78.
24
Asy-Syahrastani, Al-Milal wa An-Nihal, Darul Fikr, Beirut, hlm.85.
30
Ilmi Kalam : Aliran – Aliran dan Pemikiran
memberikan ipengaruh besar kedalam cr hidup mereka. Ketergantungan mereka kepada alam
sahara yang ganas telah mencuatkan sikap penyerahan diri terhadap alam.
Lebih lanjut, Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam situasi demikian, masyarakat
arab tidak banyak melihat jalan untuk mengubah keadaan sekeliling mereka sesuai denagn
keinginannya. Mereka merasa dirinya lemah dan tidak kuasa dalam menghadapi kesukaran-
kesukaran hidup. akhirnya, mereka banyak bergantung pada kehendak alam. Hal ini
membawa mereka pada sikap fatalism.25
Sebenarnya, benih-benih paham al-jabar sudah muncul jauh sebelum kedua tokoh diatas.
Benih-benih itu terlihat dalam sejarah berikut ini.
a. Suatu ketika, nabi menjumpai sahabatnya yang sedang bertengkar dalam masalah takdir
Tuhan. Nabi melarang mereka untuk memperdebatkan persoalan tersebut, agar terhindar
dari kekeliruan penafsiran tentang ayat-ayat Tuhan mengenai takdir.
b. Khalifah Umar Bin khatab pernah menangkap seseorangi yang pernah mencuri. Ketika
diinterogasi, pencuri itu berkata “tuhan telah menentukan aku mencuri”. Mendengar
ucupan itu, Umar marah sekali dan menganggap orang itu telah berdusta kepada Tuhan.
Oleh karena itu, Umar memberikan dua jenis hukuman pada pencuri itu. Pertama,
hukuman potong tangan karena mencuri. Kedua, hukuman dera karena mengunakan dalil
takdir Tuhan.
c. Khalifah Ali Bin Thalib sesuai Perang shiffin ditanya oleh seorang tua tentang kadar
(ketentuan) Tuhan dalam kaitannya dengan pahala dan siksa. Orang tua itu bertanya
“apabila perjalanan (menuju perang shiffin) itu terjadi dengan qadha dan qadar Tuhan,
tidak ada pahala sebagai balasannnya, “kemudian Ali menjelaskan bahwa qadhar dan
qadar bukanlah paksaan Tuhan. Oleh karena itu, ada pahala dan siksa sebagai balasan
amal perbatan manusia. Ali selanjutnya mjelaska, sekiranya qhadar dan qadar merupakan
paksaan, batallah pahala dan siksa, gugur pulalah maksa janji dan ancaman Tuhan, serta
tidak ada celaan Allah atas perlaku dosa dan ujiannya bagi orang-orang yang baik.
d. Pada pemerintah daulah bani Umayyah, pandangan tentang al-jabar semakin mencuat
kepermukaan. Abdullah Bin Abbas melalui suratnya memberikan reaksi keras kepada
pendudukan Syiriah yang diduga berpaham “Jabariah”.
Paparan diatas menjelaskan bahwa bibit paham al-jabar telah muncul sejak awal periode
islam. Akan tetapi, al-jabar sebagai pola pikir atau aliran yang dianut, dipelajari dan
25
Nasution, loc. Cit.
31
Ilmi Kalam : Aliran – Aliran dan Pemikiran
dikembangkan terjadi pada masa-masa pemerintahan Daulah Bani Umayyah, yaitu oleh
kedua tokoh yang telah disebutkan.26
Berkaitan dengan kemunculan aliran jabariah dalam islam, ada teori yang mengatakan
kemunculannya diakibatkan oleh pengaruh pemikiran asing, yaitu pengaruh agama Yahudi
bermazhab Qurra dan agama Kristen bermazhab Yacobit. Akan tetapi tanpa pengaruh-
pengaruh asing itu sesungguhnya paham al-jabar akan muncul di kalangan umat islam.
1. Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak
mempunyai keehendak sendiri dan tidak mempunyai pilihan. Pendapat Jahm tetang
keterpaksaan lebih terkenal dibandigkan pendapatnya tentang surga dan neraka,
konsep iman, kalam Tuhan, meniadakan sifat Tuhan (nafyu asifat), dan meliht Tuhan
diakhirat.
2. Surga dan neraka tidak kekal tidak ada yang kekal selain Tuhan.
26
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek, Cet. VI, UI Press, Jakarta, 1986, hlm.37
27 Nasution, Op. Cit, hlm. 34.
32
Ilmi Kalam : Aliran – Aliran dan Pemikiran
3. Iman adalah makripat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini, pendapatnya
sama dengan konsep iman yang dimajukan kaum Murji’ah.
4. Kalam Tuhan adalah makhluk. Allah Maha suci dari segala sifat dan keserupaan
dengan manusia, seperti berbicara, mendengar, dan melihat. Begitu pula Tuhan tidak
dapat dilihat dengan indra mata diakhirat kelak.
Dengan demikian, dalam beberapa hal, Jahm berpendapat serupa dengan Murji’ah,
Mu’tajilah, dan Asy’ariah sehingga para mengkritik dan sejarawan menyebutnya dengan Al-
Mu’tajili, Al-murji’I dan Asy’ari.
b. Adh-Dhirar
Nama lengkapnya adalah Dhirar bin Amr. Pendapatnya tentang perbuatan manusia
sama dengan Husein An-najjar, yaitu bahwa manusia tidak hanya merupakan wayang yang
digerakan dalang. Manusia mempunyai bagian dalam perwujudan perbuatannya, dan tidak
semata-mata dipaksa daalam melakukan perbuatannya. Secara tegas, Dhirar mengatakan satu
perbuatan dapat Ditimbulkan oleh dua pelaku secara bersamaan, artinya perbuatan manusia
tidak hanya ditimbulkan oleh Tuhan, tetapi juga oleh manusianya. Manusia turut berperan
dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
Mengenai ru’yat Tuhan diakhirat, Dhirar mengatakan bahwa Tuhan dapat dilihat
dikhirat melalui “indra ke-6” ia juga berpendapat bahwa hudjjah yang dapat diterima setelah
Nabi adalah ijtihad. Hadits ahad tidak dapat dijadikan sumber dalam menetapkan hukum.
B. Qadariah
1. Latar Belakang Kemunculan Qadariah
Qadariah berasal dari bahasa arab qadara yang artinya kemampuan dan kekuatan.29
Menurut pengertian terminology, Qadariah adalah aliran yang percaya bahwa segala tindakan
manusia tidak diintervensi tangan Tuhan. Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah
pencipta bagi segala perbuatannya ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas
kehendaknya sendiri. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa Qadariah
digunakan untuk nama aliran yang member penekanan atas kebebasan dan kekuatan manusia
dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dalam hal ini, Harun Nasution turut
menegaskan bahwa kaum Qadariah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai
28
Asy-Syahrastani, Op. Cit. hlm.89.
29
Luwis Ma’luf Al-Yusuf’i , Al-Munjid, Al-Khathulikiyah, Beirut , 1945, hlm 346
34
Ilmi Kalam : Aliran – Aliran dan Pemikiran
qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian
bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan.
Seharusnya, sebutan Qadariah diberikan pada aliran yang berpendapat bahwa qadar
telah menentukan segala tingkah laku manusia, baik yang bagus maupun yang jahat. Sebutan
tersebut telah melekat pada aliran yang percaya bahwa manusia mempunyai kebebasan
berkehendak. Demikianlah pemahaman kaum sunni pada umumnya. Menurut Ahmad Amin,
sebutan ini diberikan kepada para pengikut paham qadar oleh lawan mereka dengan merujuk
pada hadist yang membuat negatif nama Qadariah. Yang artinya: Kaum Qadariah adalah
majusinya umat ini.
Kapan Qadariah muncul dan siapa tokoh-tokohnya merupakan dua tema yang masih
diperdebatka. Ahmad Amin, ada para ahli teologi yang mengatakan bahwa Qadariah pertama
dimunculkan oleh Ma’bad Al-Jauhani (w.80 H) dan Ghailan Ad-Dimasyqy. Ma’bad adalah
seorang taba’I yang dapat dipercaya dan pernah berguru kepada Hasan Al Bisri. Sementara
Ghailan adalah seorang orator berasal dari Damaskus dan ayahnya menjadi maula Ustman bin
Affan.
Ibnu Nabatah dalam kitabnya Syart Al-uyun, seperti dikutip Ahmad Amin (1886-1954
M), memberi informasi lain bahwa yang pertama kali memunculkan paham Qadariah adalah
orang Irak yang semula beragama Kristen kemudian masuk Islam dan kembali ke agama
Kristen. Dari orang inilah, Ma’bad dan Ghailan mengambil paham ini. Orang Irak yang
dimaksud, sebagaimana dikatakan Muhammad Ibnu Syu’ib yang memperoleh informasi dari
Al-Auzal adalah Susan.30
Sementara itu, W. Montgomery Watt menemukan dokumen lain melalui tulisan Helimut
Ritter dalam bahasa jerman yang dipublikasikan melalui majalah Der islam pada tahun 1933.
Artikel ini menjelaskan paham Qadariah yang terdapat dalam kitab Risalah dan ditulis untuk
khalifah Abdul Malik oleh Hasan Al-Basri sekitar tahun 700 M. Hasan Al-Basri (642-728)
adalah seorang anak pada tahun 657 pergi ke Basrah dan tinggal di sana sampai akhir dan
tinggal disana sampai akhir hayatnya.
Apakah Hasan Al-Basri orang Qadariah atau bukan, hal ini memang terjadi perdebatan.
Akan tetapi, yang jelas berdasarkan catatannya yang terdapat dalam kitab Risalah ini ia
percaya bahwa manusia dapat memilih secara bebas antara baik dan buruk. Hasan yakin
bahwa manusia bebas memilih antara berbuat baik atau berbuat buruk.
Ma’bad Al-Jauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqi, menurut Watt adalah penganut Qadariah
yang hidup setelah Hasan Al-Basri. Apabila dihubungkan dengan keterangan Adz-Dzahabi
30 Al-Bagdadi, Al-Fark Bain Al-Firaq, Maktabah Muhammad Ali Subeih, Kairo, hlm .18.
35
Ilmi Kalam : Aliran – Aliran dan Pemikiran
dalam Mizan Al-i’tidal, seperti dikutip Ahmad Amin tang menyatakan bahwa Ma’bad Al-
Jauhani pernah belajar kepada Hasan Al-Basri. Jadi sangat mungkin paham Qadariah ini
mula-mula dikembangkan Hasan Al-Basri. Dengan demikian, keterangan yang ditulis oleh
Ibn Nabatah dalam Syarh Al-Uyun yang mengatakan bahwa paham Qadariah berasal dari
orang Irak Kristen yang masuk Islam kemudian kembali ke Kristen, ada kemungkinan di
rekayasa oleh orang yang tidak sependapat dengan paham ini, agar orang-orang tidak tertarik
dengan pikiran Qadariah. Menurut kremer, seperti dikutip Ignaz Goldziher, dikalangan gereja
timur ketika itu perdebatan tentang butir doktrin “Qadariah” mencekam pikiran para
teolognya.
Berkaitan dengan persoalan pertama kali Qadariah muncul, penting untuk melirik
kembali pendapat Ahmad Amin yang menyatakan kesulitan untuk menentukannya. Para
peneliti sebelumnya pun belum sepakat mengenai ini karena ketika itu penganut Qadariah
sangat banyak. Sebagian terdapat di Irak dengan bukti bahwa gerakan ini terjadi pada
pengajian Hasan Al-Basri. Pendapat ini dikuatkan oleh pendapat Ibn Nabatah bahwa yang
mencetuskan pendapat pertama tentang masalah ini adalah seorang Kristen dari Irak yang
telah masuk Islam dan dari orang ini diambil oleh Ma’bad dan Ghailan. Sebagian yang lain,
berpendapat bahwa paham ini mucul di Damaskus disebabkan oleh pengaruh orang-orang
Kristen yang banyak dipekerjakan di istana-istana khalifah.
Paham Qadariah mendapat tantangan keras dari umat islam ketika itu. Ada beberapa hal
yang mengakibatkan terjadinya reaksi keras terhadap paham Qadariah. Pertama, seperti
pendapat Harun Nasution, karena masyarakat arab sebelum Islam dipengaruhi oleh paham
fatalis. Kehidupan bangsa arab ketika itu serba sederhana dan jauh dari pengetahuan. Mereka
selalu terpaksa mengalah pada keganasan Alam, panas yang yang menyengat serta tanah dan
gunung nya yang gundu. Mereka merasa dirinya lemah dan tidak mampu menghadapi
kesukaran hidup yang ditimbulakan oleh alasan sekelilingnya. Paham itu terus dianut
meskipun mereka sudah beragama Islam. Oleh karena itu, ketika paham Qadariah
dikembangkan, mereka tidak dapat menerimanya. Paham Qadariah dianggap bertentangan
dengan doktrin Islam.
Kedua tantangan dari pemerintah. Tantangan ini sangat mungkin terjadi karena para
pejabat pemerintah ketika itu menganut paham Jabariah. Ada kemungkinan juga pejabat
pemerintah menanggap gerakan paham Qadariah merupakan suatu usaha menyebarkan paham
dinamis dan daya kritis rakyat, yang mampu mengkritik kebijakan-kebijakan mereka yang
dianggap tidak sesuai, bahkan dapat menggulingkan mereka dari tahta kerajaan.
2. Doktrin-doktrin Pokok Qadariah
36
Ilmi Kalam : Aliran – Aliran dan Pemikiran
tampil membuat sesuatu. Dengan daya pikir yang kreatif dan anggota tubuh yang dapat dilatih
terampil, manusia dapat meniru yang dimiliki ikan sehingga dapat berenang dilaut lepas.
Demikian juga, manusia dapat memuat benda lain yang dapat membantunya membawa
barang seberat yang dibawa gajah bahkan lebih dari itu. Di sini, terlihat semakin besar
wilayah kebebasan yang dimiliki manusia. Bahkan suatu hal yang benar-benar tidak sanggup
diketahu, sejauh mana kebebasan yang dimiliki manusia, siapa dapat membatasi daya
imajinasi manusia, atau dengan pertanyaan lain dimana batas akhir kreativitas manusia?.
Dengan pemahaman seperti ini kaum Qadariah berpendapat bahwa tidak ada alasan
yang tepat menyandarkan segala perbuatan manusia pada perbuatan Tuhan. Doktrin-doktrin
ini mempunyai tempat pijakan dalam doktrin islam. Banyak ayat Al-Qur’an yang dapat
mendukung pendapat ini misalnya dalam surah Al-Kahf ayat 29, yang artinya: “Dan
katakanlah (Muhammad). ‘kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; barang siapa menhendaki
(kafir) biarlah dia kafir…”
Dalam surah Al-Imran ayat 165 “Dan mengapa kamu (heran) ketika ditimpa musibah
(kekalahan pada perang uhud). Padahal kamu telah menimpahkan musibah dua kali lipat
(kepada musuh-musuhmu pada perang badar) kamu berkata. ‘dari mana dataangnya
(kekalahan) ini? ‘katakanlah. ‘itu dari (kekalahan) dirimu sendiri’…”
Dalam surah Ar-Ra’d ayat 11 “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan
suatu kaum sebelum mereka merubah keadaan mereka sendiri….”
38