Anda di halaman 1dari 6

JABARIYAH DAN QADARIYAH

Oleh: Darusman Hendra


A.      Aliran Jabariayah
1.      Sejarah munculnya Aliran Jabariyah
Nama Jabariyah berasal dari kata ‫جبَ َر‬ yang
َ mengandung arti “memaksa” atau  ٌ‫ َجبَر‬ yang
mengandung arti “terpaksa”.[1] Dikatakan demikian, karena segala sesuatu yang terjadi bukanlah
atas kehendak manusia itu sendiri, akan tetapi perbuatan itu terjadi atau terlaksana adalah atas
kekuasaan Allah semata. Seumpama terbit dan terbenamnya matahari, pahala dan siksa. Dalam
hal ini manusia bagaikan kapas, kemana angin bertiup kesanalah kapas pergi. Dengan demikian
dapat dikemukakan, bahwa Allah akan memperbuat sesuatu adalah atas kehendak, karena
kekuasaan dan kemutlakan-NYA dalam berbuat.[2]
Pola pikir Jabariyah kelihatannya sudah dikenal bangsa Arab sebelum Islam, mereka
kelihatannya lebih dipengaruhi oleh paham fatalis[3]. Bangsa Arab pada waktu itu bersifat serba
sederhana dan jauh dari pengetahuan, terpaksa menyesuaikan hidup mereka dengan suasana
padang pasir yang tandus dan gersang. Mereka tidak banyak melihat jalan untuk merubah
keadaan sekeliling mereka sesuai dengan keinginan mereka sendiri. Mereka merasa lemah dan
tak kuasa menghadapi berbagai kekerasan dan kesukaran hidup yang ditimbulkan oleh suasana
padang pasir. Dalam kehidupan sehari-hari, mereka banyak bergantung pada kehendak alam.[4]
Pada masa Nabi, benih-benih paham Jabariyah itu sudah ada perdebatan di antara para
sahabat di seputar masalah qadar Tuhan merupakan salah satu indikatornya. Rasulullah SAW,
menyuruh umat Islam beriman kepada taqdir, tetapi beliau mencegah mereka membicarakannya
secara mendalam. Pada masa sahabat (Khulafa’ al-Rasyidin) kelihatannya sudah ada orang yang
berpikir Jabariyah.[5] Diceritakan dalam suatu riwayat yang masyhur bahwa Khalifah Umar bin
Khattab pernah bertanya kepada seorang pencuri yang dihadapkan kepadanya: “Mengapa kamu
mencuri?” Lalu ia menjawab:”Allah telah menetapkan perbuatan tersebut atas saya sejak azali”.
Riwayat ini menunjukkan bahwa masalah qadha dan qadar merupakan masalah yang pertama
dipersoalkan Khalifah Umar bin Khattab menghukum pencuri itu karena menafsirkan
perbuatannya itu dengan pemahaman yang salah, sehingga dia berani menisbahkan kepada Allah
perbuatan mencuri yang dilakukan.[6]
Pada masa pemerintahan bani Umayah, pandangan tentang Jabar semakin mencuat ke
permukaan. Abdullah bin Abbas dengan suratnya, memberi reaksi keras  kepada penduduk Syiria
yang diduga berpaham Jabariyah. Hal yang sama dilakukan oleh Hasan Basri kepada penduduk
Basrah. Ini menunjukkan bahwa sebagai suatu pola pikir (Mazhab) yang dianut, dipelajari, dan
dikembangkan terjadi pada akhir pemerintahan Bani Umayah.[7]
Paham Jabariyah pertama kali dikembangkan oleh al-Ja’ad bin Dirham dan Jahm bin Safwam
yang menyebarkannya sehingga memperoleh pengikut yang banyak. Adapun ajaran Jabariyah ini
juga dikenal dengan mazhab Jahamiyah, paham ini jelas didasarkan pada kuasa Allah yang
mutlak meliputi segala sesuatu.[8] Di samping dua tokoh utama ini, ada lagi tokoh lain yang
cukup dikenal dari kalangan Jabariyah yaitu al-Husein bin Mahmun al-Najjar dan Dhirar bin
Amr yang menganut paham Jabariyah moderat, sedangkan al-Ja’ad bin Dirham dan Jahm bin
Safwam menganut paham Jabariyah ekstrem.[9]
2.      Pemikiran dan Ajaran Aliran Jabariyah
a.      Pemikiran Aliran Jabariyah
Jabariyah menganut paham bahwa hidup manusia itu sudah ditentukan oleh Allah. Segala
gerak-geriknya ditentukan oleh Allah, manusia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai
kehendak sendiri, tidak mempunyai pilihan, manusia dalam perbuatan adalah dipaksa dengan
tidak ada kekuasaan, kemauan dan pilihan baginya perbuatan-perbuatan diciptakan tuhan dalam
dirinya.[10] Paham Jabariyah dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu Jabariyah ekstrim  dan
Jabariyah moderat.
a1.   Jabariyah ekstrim
Golongan ini memahami manusia tidak mempunyai kebebasan dan kemerdekaan dalam
menentukan kehendak dan perbuatannya, tetapi terikat kepada kehendak mutlak Tuhan.
Perbuatan-perbuatan diciptakan Tuhan di dalam diri manusia, tak obahnya dengan gerakan yang
diciptakan dalam benda-benda mati. Oleh karena itu manusia dikatakan “berbuat” bukan dalam
arti sebenarnya, melainkan dalam arti majazi atau kiasan, tak obahnya sebagaimana disebut air
mengalir, batu bergerak, matahari terbit, dan sebagainya. Segala perbuatan manusia merupakan
perbuatan yang dipaksakan atas dirinya, termasuk di dalam perbuatan-perbuatan seperti
mengerjakan kewajiban, menerima pahala, dan siksa. Singkatnya, manusia tidaklah punya andil
dalam perbuatannya. Manusia tidak obahnya bagaikan wayang yang dikendalikan oleh
dalangnya.[11] 
b1.  Jabariyah moderat
Golongan ini memahami bahwa Tuhan menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan
jahat maupun perbuatan baik, tetapi manusia mempunyai peranan di dalamnya. Tenaga yang
diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek  untuk mewujudkan perbuatannya. Inilah yang
dimaksud dengan kasab (acquisition). Menurut faham kasab, manusia tidaklah majbur (dipaksa
oleh Tuhan), tidak seperti wayang yang dikendalikan oleh dalang dan tidak pula menjadi
pencipta perbuatan, tetapi manusia itu memperoleh perbuatan yang diciptakan.[12]
b.      Ajaran Aliran Jabariyah
Faham Jabariyah ini terpecah menjadi 3 firqah besar yaitu : Aliran Jahmiyah, yang dipimpin
oleh Jaham bin Safwan, Aliran Najjariyah, yang dipimpin oleh Husein bin Muhammad an Najjar,
Aliran Dlirariyah, yang dipimpin oleh Dlirar bin Umar.[13] Ketiga firqah ini memiliki ajaran-
ajarannya masing.
a1. Aliran Jahmiyah
1)   Penggunaan Takwil. Artinya, Allah tidak dapat disifati dengan sifat-sifat makhluk. Dan
karena itu ia menakwilkan sifat-sifat Allah yang ada persamaannya dengan sifat-sifat manusia.
Akibatnya dia tidak mengakui Alquran sebagai kalam Allah yang qadim, karena yang qadim itu
hanya Allah saja. Jadi Alquran itu makhluk.
2)   Surga dan neraka tidak kekal. Akan datang suatu masa yang padanya  surga dan neraka akan
fana dengan segala isinya dan yang tinggal kekal hanya Allah saja. Selain dari Allah, semuanya
akan binasa. Kata khulud   (‫ )خلود‬yang disebut dalam firman Allah (dalam surat al-Bayyinah/98:6
dan 8) untuk segala isi surga dan neraka ditakwilkan dengan makna “lama tinggal” (‫)طول الم ّدة‬
bukan dengan arti “selama-lamanya” (‫)دوام‬.
3)   Iman. Menurut pendapat Jaham bin Safwam, iman itu adalah ma’rifah atau pengakuan hati
saja akan wujud Allah dan kerasulan Nabi Muhammad. Ucapan dengan lisan akan dua kalimah
syahadat dan pengamalan dengan anggota badan akan ajaran Islam seperti shalat, puasa, dan
sebagainya bukan daripada iman
4)   Ma’rifah iman itu wajib berdasarkan akal sebelum turunnya wahyu atau kedatangan Rasul.
Pendapat ini juga terdapat kemudian dalam Mazhab Mu’tazilah. Setiap orang yang membela
kebenaran Islam terhadap kepercayaan yang lain dan juga bagi orang yang menakwilkan ayat-
ayat Alquran, maka wajib atasnya berpegang kepada kaidah-kaidah akal.[14]
b1.                         Aliran Najjariyah
1)   Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia bagian atau peran dalam
mewujudkan perbuatan-perbuatan itu. Itulah yang disebut kasab dalam teori Al-Asy’ari. Dengan
demikian, manusia dalam pandangan An-Najar tidak lagi seperti wayang yang gerakannya
tergantung pada dalang, sebab tenaga yang diciptakan Tuhan dalam diri manusia mempunyai
efek untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
2)   Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat. Akan tetapi, An-Najjar menyatakan bahwa Tuhan dapat
saja memindahkan potensi hati (ma’rifat) pada mata sehingga manusia dapat melihat Tuhan.[15]
c1.Aliran Dhirariyah
1)   Manusia tidak hanya merupakan wayang yang digerakan dalang. Manusia mempunyai bagian
dalam perwujudan perbuatannya dan tidak semata-mata dipaksa dalam melakukan perbuatannya.
2)   Tuhan dapat dilihat di akhirat melalui indera keenam.
3)   Hujjah yang dapat diterima setelah wafat Nabi adalah ijtihad. Hadis ahad tidak dapat
dijadikan sumber dalam menetapkan hukum.[16]
c.       Dasar Al-Qur’an yang sejajar dengan pemahaman aliran jabariyah
a1.Dalam surat al-Saffat ayat 96
  ª!$#ur                 ö/ä3s)n=s{ $tBur tbqè=yJ÷ès? ÇÒÏÈ
“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu”.
b1.                        Dalam surat al-Insan ayat 30:

tBur tbrâä!$t±n@ HwÎ) br& uä!$t±o„ ª!$# 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $¸JŠÎ=tã $VJ‹Å3ym $
ÇÌÉÈ
“Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki
Allah.  Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”.
c1.Dalam surat al-An’am ayat 122:
tBurr& tb%x. $\GøŠtB çm»oY÷uŠômr'sù $oYù=yèy_ur ¼çms9 #Y‘qçR ÓÅ`
.´ôJtƒ ¾ÏmÎ/ †Îû Ä¨$¨Y9$# `yJx
ã&é#sW¨B ’Îû ÏM»yJè=—à9$# }§øŠs9 8lÍ‘$sƒ¿2 $pk÷]ÏiB 4 šÏ9ºx‹x. z`Îiƒã— ¼ 
.tûï̍Ïÿ»s3ù=Ï9 $tB (#qçR%x
  šcqè=yJ÷ètƒ ÇÊËËÈ 
“Dan Apakah orang yang sudah mati kemudian Dia Kami hidupkan dan
Kami  berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu Dia dapat berjalan di
tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam
gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang
yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan”
d1.                        Dalam surat al-Hadid ayat 22:

tB z>$|¹r& `ÏB 7pt6ŠÅÁ•B ’Îû ÇÚö‘F{$# Ÿwur þ’Îû öNä3Å¡àÿRr& žwÎ) ’Îû $!
%5=»tGÅ2 `ÏiB È@ö6s
br& !$ydr&uŽö9¯R 4 ¨bÎ) šÏ9ºsŒ ’n?tã «!$# ×ŽÅ¡o„ ÇËËÈ 
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri
melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya.
Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.”
e1.Dalam surat al-Anfal ayat 17:
öNn=sù öNèdqè=çFø)s?  ÆÅ3»s9ur ©!$# óOßgn=tGs% 4 $tBur |Mø‹tBu‘ øŒÎ) |
Mø‹tBu‘  ÆÅ3»s9ur ©!$# 4’tGu‘ 4 u’Í?ö7ãŠÏ9ur šúüÏZÏB÷sßJø9$# çm÷ZÏB ¹äIxt/ 
  $·Z|¡ym 4 žcÎ) ©!$# ìì‹ÏJy™ ÒOŠÎ=tæ ÇÊÐÈ
“Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah
yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-
lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi
kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah
Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”[17]
B.       Aliran Qadariyah
1.      Sejarah munculnya Aliran Qadariyah
Qadariyah berasal dari bahasa Arab, yaitu kata qadara (‫ )قدر‬yang artinya kemampuan (‫)استطاع‬
dan kekuatan (‫)قوي‬.[18] Nama Qadariyah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai
qudrah atau kemampuan untuk melakukan kehendaknya, Dalam istilah Inggrisnya, paham ini
dikenal dengan nama free will  dan free act (manusia bebas berkeinginan dan berkehendak).[19]
Golongan Qadariyah pertama kali muncul kira-kira pada tahun 70 H-689 M di Irak pada masa
Khalifah Abdul Malik bin Marwan yang hidup antara tahun 685–705 M. Kelompok Qadariyah
ini dimotori oleh Ma’bad bin Juhani al-Bisry (w. 699 M) dan Al-Ja’du bin Dirham.[20]  Pada
awal munculnya kelompok Qadariyah ini diduga sebagai protes atas kezaliman politik Bani
Umayah. Qadariyah sangat bertolak belakang dengan paham kelompok Jabariyah. Jabariyah
mempunyai kepercayaan bahwa segala sesuatu tentang manusia sudah terkait dengan ketentuan
Allah, sementara Qadariyah mengatakan bahwa manusia tidak selamanya terkait pada ketentuan
Allah semata, tetapi harus disertai dengan upaya dan usaha untuk menentukan nasibnya.  Aliran
Qadariyah termasuk yang cukup cepat berkembang dan mendapat dukungan cukup luas di
kalangan masyarakat. [21]
Ma’bad al-Juhaini menyebarkan pahamnya di Irak, sedang Ghailan menyebarkannya di
Damaskus. Menurut Ibn Nabatah, Ma’bad maupun temannya Ghailan mengambil paham itu dari
seorang Kristen yang masuk Islam dan murtad kembali. Ma’bad sendiri adalah seorang tabi’I
yang jujur. Akan tetapi, ia memasuki lapangan politik dan memihak kepada Abd al-Rahman Ibn
al-Asy’as dalam menentang kekuasaan bani Umayah. Dalam pertempuran dengan Hujjad,
Ma’bad mati terbunuh pada tahun 80 H/699 M.
Sepeninggal Ma’bad, Ghailan terus menyebarkan pahamnya di Damaskus. Akan tetapi ia
mendapat tantangan dari Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Setelah Umar wafat, Ghailan terus
menyebarkan pahamnya, sehingga akhirnya ia mati dihukum bunuh oleh Hisyam bin Abdul
Malik.[22]
Sejak terbunuhnya tokoh-tokoh Qadariyah, bukan berarti aliran Qadariyah ikut terkubur
bersama tokohnya. Meskipun dari kalangan minoritas, paham Qadariyah dihidupkan terus oleh
kelompok Mu’tazilah dan dibangkitkan kembali oleh kalangan para pembaru Islam di zaman
modern.
2.      Pemikiran dan Ajaran Aliran Qadariyah
a.      Pemikiran Aliran Qadariyah
Qadariyah juga melahirkan pemikiran tentang perbuatan manusia. Qadariyah menganut
paham kebebasan manusia dalam berbuat.[23]Aliran Qadariyah menyatakan bahwa segala
tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan
untuk melakukan segala perbuatannya atas kehendaknya sendiri, baik itu berbuat baik maupun
berbuat jahat. Karena itu ia berhak menentukan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga
berhak memperoleh hukuman atas kejahatan yang telah ia perbuat.[24] Paham ini tampaknya
lebih mendorong kemajuan bagi manusia, meningkatkan rasa tanggung jawab, dan
menumbuhkan prasangka baik kepada Tuhan.[25]
Kelompok Qadariyah juga percaya kepada taqdir. Akan tetapi taqdir bagi mereka bukanlah
bermakna “nasib” melainkan bermakna kemampuan, kekuatan, atau kekuasaan. Faham takdir
dalam pandangan Qadariyah adalah ketentuan Allah yang diciptakan-Nya untuk alam semesta
beserta seluruh isinya yang dalam istilah Al-qur’an adalah sunatullah[26],  yaitu hukum-hukum
Tuhan yang diciptakan-NYA, dan hukum-hukum itu berlaku untuk alam semesta beserta isinya.
Alam semesta beserta segala isinya tentulah berjalan menurut sunnatullah yang telah ditetapkan
oleh Allah. Sunnatullah menunjukkan perjalanan sebab akibat. Manusia mampu mengetahui dan
membuat rencana untuk melaksanakan pilihan dalam hidupnya. Bahkan manusia harus mampu
menguak rahasia sunnatullah yang amat banyak dan rumit itu. Apalagi sesuai dengan yang
dinyatakan oleh Allah sendiri bahwa sunnatullah itu tidaklah akan pernah berubah.[27]
b.      Ajaran Aliran Qadariyah
Di antara cirr-ciri paham Qadariyah adalah sebagai berikut.      
a1.Manusia berkuasa penuh untuk menentukan nasib dan perbuatannya, maka perbuatan dan
nasib manusia itu dilakukan dan terjadi atas kehendak dirinya sendiri, tanpa ada campur tangan
Allah SWT.           
b1.                        Iman adalah ma’rifah serta mengetahui dengan lisan adanya Allah dan Rasul-NYA,
yakni dengan hati dan lisan saja. Sedangkan amalan itu bukan bagian dari iman. Amalan
menduduki tempat kedua setelah iman. Artinya, apabila seseorang yang telah menyatakan
imannya dengan pengakuan hati dan ucapan lisan, maka dia tidak lagi dituntut sesudahnya untuk
beramal.[28]     
c1.Orang yang sudah beriman tidak perlu tergesa-gesa menjalankan ibadah dan amal-amal
kebajikan lainnya.[29]
Adapun pokok-pokok ajaran Qadariyah Menurut Dr. Ahmad Amin dalam kitabnya Fajrul
Islam halaman 297/298, adalah sebagai berikut:[30]
                                   a1.     Orang yang berdosa besar itu bukanlah kafir, dan bukanlah mukmin, tapi fasik dan orang fasik
itu masuk neraka secara kekal.
                                   b1.     Allah SWT tidak menciptakan amal perbuatan manusia, melainkan manusia lah yang
menciptakannya dan karena itulah maka manusia akan menerima pembalasan baik (surga) atas
segala amal baiknya, dan menerima balasan buruk (siksa Neraka) atas segala amal perbuatannya
yang salah dan dosa karena itu pula, maka Allah berhak disebut adil.
                                   c1.     Kaum Qadariyah mengatakan bahwa Allah itu maha esa atau satu dalam ati bahwa Allah tidak
memiliki sifat-sifat azali, seprti ilmu, Kudrat, hayat, mendengar dan melihat yang bukan dengan
zat nya sendiri. Menurut mereka Allah SWT, itu mengetahui, berkuasa, hidup, mendengar, dan
melihat dengan zatnya sendiri.
                                   d1.    Kaum Qadariyah berpendapat bahwa akal manusia mampu mengetahui mana yang baik dan
mana yang buruk, walaupun Allah tidak menurunkan agama. Sebab, katanya segala sesuatu ada
yang memiliki sifat yang menyebabkan baik atau buruk. 
c.       Dasar Al-Qur’an yang sejajar dengan pemahaman aliran Qadariyah
a1.Dalam surat al-Ra’ad Ayat 11:
çms9 ×M»t7Ée)yèãB .`ÏiB Èû÷üt/ Ïm÷ƒy‰tƒ ô`ÏBur ¾ÏmÏÿù=yz ¼
¼çmtRqÝàxÿøts† ô`ÏB ÌøBr& «!$# 3 žcÎ) ©!$# Ÿw çŽÉitóム$tB BQöqs)Î/ 
! 4Ó®Lym (#rçŽÉitóム$tB öNÍkŦàÿRr'Î/ 3
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di
belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah
keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”
b1.                        Dalam Surat al-Kahfi ayat 29:

È@è%ur ‘,ysø9$# `ÏB óOä3În/§‘ ( `yJsù uä!$x© `ÏB÷sã‹ù=sù ÆtBur uä!$x© 
öàÿõ3u‹ù=sù 4 !$¯RÎ)
tRô‰tGôãr& tûüÏJÎ=»©à=Ï9 #·‘$tR xÞ%tnr& öNÍkÍ5 $ygè%ÏŠ#uŽß  4 bÎ)ur $
(#qèVŠÉótGó¡o„ (#qèO$tóãƒ
ä!$yJÎ/ È@ôgßJø9$%x. “Èqô±o„ onqã_âqø9$# 4 š[ø©Î/ Ü>#uŽ¤³9$# ôNuä!&
$y™ur $¸)xÿs?öãB ÇËÒÈ
“Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang
ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir".
Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya
mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum
dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling
buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.”
c1.Dalam surat Ali Imran ayat 165:
Js9urr& Nä3÷Gu;»|¹r& ×pt7ŠÅÁ•B ô‰s% Läêö6|¹r& $pköŽn=÷VÏiB £$!
÷Läêù=è% 4’¯Tr& #x‹»yd ( ö@è% uqèd ô`ÏB Ï‰YÏã
öNä3Å¡àÿRr& 3
“Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), Padahal kamu
telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar),
kamu berkata: "Darimana datangnya (kekalahan) ini?" Katakanlah: "Itu dari (kesalahan)
dirimu sendiri.”
d1.                        Dalam surat Fushilat ayat 40:
bÎ) tûïÏ%©!$# tbr߉Åsù=ムþ’Îû $uZÏF»tƒ#uä Ÿw tböqxÿøƒs† !$uZø‹n=tã 3 ¨
`yJsùr& 4’s+ù=ム’Îû Í‘$¨Z9$# îŽöyz Pr& `¨B þ’ÎAù'tƒ $YZÏB#uä tPöqtƒ ÏpyJ»u
ŠÉ)ø9$# 4 (#qè=uHùå$# $tB ôMçGø¤Ï© ( ¼çm¯RÎ) $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? îŽÅÁt/ Ç
  ÍÉÈ
“{Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Kami, mereka tidak tersembunyi
dari kami. Maka Apakah orang-orang yang dilemparkan ke dalam neraka lebih baik, ataukah
orang-orang yang datang dengan aman sentosa pada hari kiamat? perbuatlah apa yang kamu
kehendaki; Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”[31]

Anda mungkin juga menyukai