Anda di halaman 1dari 2

RAISA YOFANKA

1810403017
ILMU PERPUSTAKAAN

A. ALIRAN QADARIYAH

1. Pengertian Qadariyah
menurut bahasa kata Qadariah berasal dari kata, qadara, yaqduru, qaderun artinya
memutuskan, menentukan. Atau dari kata qadara, yaqdiru, quderatan, maqdaratan,
maqduratan, maqdiratan artinya memiliki kekuatan dan kekuasaan.
Jadi asal kata Qadariah mempunyai dua pengertian. Yang pertama berarti menentukan.
Dari kata inilah diambil kata “taqdir”, sesuatu yang telah ditentukan oleh Allah. Sedangkan yang
kedua berarti kekuatan dan kekuasaan. Yang kedua inilah yang identik dengan paham Qadariah
yang menyatakan bahwa manusia itu memiliki kekuatan dan kekuasaan untuk menentukan
nasibnya sendiri.

2. Latar Belakang Timbulnya Qadariyah


Qadariyah mula-mula timbul sekitar tahun 70 H//689 M dipimpin oleh Ma’bad Juhni Al Bisri
dan Ja’ad Bin Dirham, pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan (685-705M).
Latar belakang timbulnya Qadariyah ini sebagai isyarat menentang kebijaksanaan politik
Bani Umayyah yang dianggapnya kejam. Apabila firqoh Jabariyah berpendapat bahwa khalifah
Bani Umayyah membunuh orang, hal ini karena sudah ditakdirkan Allah dan hal ini berarti
merupakan topeng kekejamanan Bani Umayyah, maka firqoh Qadariyah mau membatah qadar
tersebut. Mereka mengatakan bahwa kalau Allah itu adil, maka Allah akan menghukum orang
yang bersalah dan memberi pahala kepada orang yang berbuat kebaikan. Manusia harus bebas
dalam menentukan nasibnya sendiri dengan memilih perbuatan yang baik atau yang buruk. Jika
Allah itu telah menentukan lebih dahulu nasib manusia, maka Allah itu zalim. Karena itu,
manusia harus merdeka untuk memilih atau ikthiar atas perbuatannya (kholiqul af’al). Manusia
harus mempunyai kebebasan berkehendak. Orang-orang yang berpendapat bahwa amal
perbuatan dan nasib manusia itu hanyalah bergantung pada qadar Allah saja, selamat atau
celaka seseorang itu telah ditentukan oleh Allah SWT. Sebelumnya, maka pendapat tersebut
adalah sesat. Sebab pendapat tersebut berarti menentang keutamaan Allah SWT. Dan berarti
menganggap-Nya yang menjadi sebab terjadinya kejahatan-kejahatan. Mustahil Allah Swt.
Melakukan kejahatan.
Ajaran-ajaran firqoh Qadariyah segera mendapat pengikut yang cukup, sehingga khalifah
segara mengambil tindakan dengan alasan demi ketertiban umum. Ma’bad al-Juhni dan
beberapa pengikutnya ditangkap dan dia sendiri dihukum bunuh di Damaskus (80 H/690 M).
Dia dihukum mati oleh al-Hajaj, Gubernur Basrah, karena ajaran-ajarannya.
Kemudian muncullah Ghailan al-Dimasyqy untuk meneruskan usaha menyiarkan paham itu
dan ia melakukan banyak perdebatan untuk membela paham tersebut. Diceritakan bahwa
ketika kegiatan Ghilan dihentikan oleh khalifah Umar ibn Abdul Aziz, maka terhentilah
peredaran paham tersebut. Tetapi setelah khalifah itu wafat, maka Ghailan al-Dimasyqy
kembali lagi melanjutkan usahanya menyiarkan paham tersebut untuk waktu yang cukup lama
sampai ia dihukum bunuh oleh khalifah Hisyam bin Abdul Malik yang memerintah pada tahun
105-125 H.

3. Ajaran Dan Perkembangannya


Dalam ajaran atau fahamnya Qadariyah manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya.
Manusia sendirilah yang berkehendak dan kemudian melakukan tindakan dngan kekuasaannya
di daalaa kebaikan. Demikian pula kehendak dan kemudian diikuti dengan perbuatan-
perbuatan manusia sendiri untuk menghindari dari yang buruk. Bila berbuat yang baik atau
berbuat yang buruk semuanya itu atas kemauan bebas dan kemampuan penuh dari manusia itu
sendiri. Manusia bebas dalam tindakannya; apa yang ia perbuat adalah atas kehendak dan
kemauannya sendiri (free will). Mereka menolak adanya qadha dan qadar.
Ada pendapat lain mengatakan bahwa sebernanya yang menembangkan ajaran-ajaran
Qadariyah itu bukan Ma’bad al-Juhni, melainkan seorang penduduk negeri irak, yang mulanya
RAISA YOFANKA
1810403017
ILMU PERPUSTAKAAN

beragama Kristen kemudian masuk Islam, namun akhirnya kembali ke Kristen lagi. Dari orang
inilah, Ma’bad al-Juhni dan Ghailan al-Dimasyqy mengambil pemikirannya.

B. ALIRAN JABARIYAH

1. Pengertian Jabariyah
Menurut etimologis kata Jabariah berasal dari kata jabara berarti pemaksaan, atau
aliran yang berfaham tidak adanya ikhtiar bagi manusia. Sedangkan menurut istilah atau
terminologis dikalangan para ahli teologi adalah suatu aliran atau paham yang berpendapat
bahwa manusia dipaksa oleh Tuhan atau tidak mempunyai kekuasaan dan pilihan sama sekali
atau manusia dalam kehidupannya serba terpaksa (majbur).

2. Latar Belakang Timbulnya Aliran Jabariyah


Firqoh Jabariyah timbul bersamaan dengan timbulnya firqoh Qadariyah, dan tampaknya
merupakan reaksi daripadanya. Daerah timbulnya juga tidak berjauhan. Firqoh Qadariyah
timbul di Irak, sedangkan firqoh Jabariyah timbul di Khurasan Persia.
Pemimpinnya yang pertama adalah Jaham bin Sofwan. Mula-mula Jaham bin Sofwan
adalah juru tulis dari seseorang pemimpin bernama Suraih bin Harits. Dia terkenal orang yang
tekun dan rajin menyiarkan agama. Fatwanya yang menarik adalah bahwa manusia tidak
mempunyai daya upaya, tidak ada ikhtiar dan tidak ada kasab. Semua perbuatan manusia itu
terpaksa (majbur) di luar kemauannya. Ringkasnya bahwa orang-orang Jabariyah berpendapat
bahwa manusia itu tidak mempunyai daya ikhtiar, merupakan kebalikan dari paham Qadariyah,
yang mana semua gerak manusia dipaksa adanya kehendak Allah Swt.
Secara prinsip, Jaham bin Sofwan menolak adanya kekuasaan di dalam diri manusia. Ia
menyatakan, manusia itu dipaksa, tidak memiliki kemampuan atau kekuasaan, tidak
mempunyai kemauan sendiri dan tidak mempunyai pilihan atas suatu aktivitas. Sesungguhnya
Allah Swt menjadikan aktivitas manusia sebagaimana benda-benda mati seperti air mengalir,
udara bergerak, batu jatuh dan begitu juga tindakan manusia sendiri. Allah saja yang memiliki
kekuasaan dan kemampuan, sedang manusia tidak ubahnya sebagai benda mati. Pahala dan
siksaan adalah paksaan sebagaimana semua amal adalah paksaan.

3. Ajaran Dan Perkembangannya


Jabariyah berpendapat bahwa Allah Swt. Sajalah yang menentukan danmemutuskan
segala amal perbutan manusia. Semua perbuatan itu sejaksemula telah diketahui Allah Swt.
Dan semua amal perbuatan itu adalah berlaku deengan kodrat dan iradat-Nya. Manusia tidak
mencampuri sama sekali. Usaha manusia sama sekali bukan ditentukan oleh manusia sendiri.
Qodrat dan iradat Allah Swt. adalah membekukan dan mencabut kekuasaan manusia sama
sekali. Pada hakikatnya segala pekerjaan dan gerak-gerik musia sehari-harinya merupakan
paksaan (majbur) semata-mata. Kebaikan dan kejahatan itu pun semata-mata paksaan pula,
sekalipun nantinya manusia memperoleh balasan surga dan neraka.
Pembalasan surga dan neraka itu bukan sebaagai ganjaran atas kebaikan yang diperbuat
manusia sewaktu hidupna, dan balasan kejahatan yang dilarangnya, tetapi surga dan neraka itu
semata-mata sebagai bukti kebesaran Allah Swt. dalam qodrat dan iradat-Nya.
Akan tetapi, paham jabariyah ini melampaui batas, sehingga mengiktikadkan bahwa
tidak berdosa kalau berbuat kejahatan, karena yang berbuat itu pada hakikatnya Allah Swt pula
kesesatannya, mereka berpendapat bahwa orang yang itu mencuri, maka Tuhan pula yang
mencuri, bila orang shalat maka Allah Swt pula yang shalat. Jadi kalau orang berbuat buruk atau
jahat lalu dimasukkan ke dalam neraka, maka Tuhan itu tidak adil. Karena apa pun yang
diperbuat manusia, kebaikan atau keburukan, tidak satu pun terlepas dari qodrat dan Iradat-
Nya.

Anda mungkin juga menyukai