Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar tentang aliran Jabariyah dan aliran Qadariyah merupakan
keharusan bagi setiap manusia, yang ingin menjalani perkembangan,
karena tanpa hal ini ia akan kehilangan arah dalam mencapai tujuan. Oleh
karena itu, pemakalah menyajikan sebuah uraian singkat yang akan di
bahas dalam makalah ini. Dalam menguasai tentang aliran Jabariyah dan
aliran Qadariyah, sebelumnya kita harus memahami sejarah
kemunculannya. Maka dari itu dalam makalah ini penulis membahas aliran
Jabariyah dan aliran Qadariyah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dijelaskan, maka penulis
dapat merumuskan suatu masalah, yaitu :
1. Apa itu aliran Jabariyah dan aliran Qadariyah?
2. Siapa saja pemuka aliran Jabariyah dan apa saja doktrinnya?
3. Apa saja doktrin-doktrin aliran Qadariyah?
C. Tujuan
Sebagaimana yang terdapat dalam rumusan masalah maka tujuan dari
penulisan makalah ini adalah :
1. Memahami apa ang dimaksud aliran Jabariyah dan aliran Qadariyah.
2. Dapat mengkaji teologi aliran Jabariyah dan aliran Qadariyah.
D. Manfaat
Banyak manfaat yang akan didapatkan dari mempelajari materi tentang
aliran jabariyah dan qadariyah. Berikut ini beberapa manfaatnya :
1. Dapat memahami asal-usul kemunculan aliran Jabariyah dan aliran
Qadariyah.
2. Diharapkan dapat mengenal seluk-beluk teologi aliran Jabariyah dan
aliran Qadariyah.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Aliran Jabariyah


1. Latar Belakang Kemunculan Aliran Jabariyah

Kata Jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti “memaksa”.


Di dalam Al-Munjid dijelaskan bahwa nama Jabariyah berasal dari kata
jabara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskan melakukan
sesuatu. Allah mempunyai sifat Al-Jabbar (dalam bentuk mubalaghah)
yang artinya Allah Maha Memaksa. Ungkapan Al-Insan Majbur (bentuk
isim ma’ul) mempunyai arti bahwa manusia dipaksa atau terpaksa.
Selanjutnya, kata Jabara (bentuk pertama), setelah ditarik menjadi
Jabarariyah (dengan menambah ya nisbah), artinya adalah suatu
kelompok atau aliran (isme). Lebih lanjut Asy-Syahratsany menegaskan
bahwa paham Al-Jabbar berarti menghilangkan perbuatan manusia dalam
arti yang sesunguhnya dan menyandarkannya kepada Allah SWT.

Asal-usul kemunculan dan perkembangan Jabariyah yang


melahirkan dan menyebarluaskan paham Al-Jabbar, serta paham ini
muncul karena paham Al-Jabbar pertama kali diperkenalkan oleh Ja’ad
bin Dirham (terbuhuh tahun 124 H) yang kemudian disebarkan oleh
Jahm Shafwan (tahun 125 H) dari Khurasan. Dalam sejarah teologi
islam, Jahm tercatat sebagai tokoh yang mendirikan aliran Jahmiyah
dalam kalangan Murji’ah. Ia duduk sebagai sekretaria Suraih bin Al-
Haris dan menemaninya dalam gerakan melawan kekuasaan Bani
Umayah. Dalam perkembangannya Al-Jabbar ternyata tidak hanya
dibawa oleh dua tokoh di atas, masih banyak toko-tokoh lain yang
berjasa dalam mengembangkan paham ini, diantaranya adalah Al-Husain
bin Muhammad An-Najjar dan Ja’dbin Dirar.

2. Pemuka dan Doktrin-doktrinnya Aliran Jabariyah


Menurut Asy-Syartansany Jabrariyah dapat dikelompokkam
menjadi dua bagian, yaitu ekstrem dan moderat. Doktrin Jabariyah

2
ekstrem adalah pendapatnya bahwa segala perbuatan manusia bukan
merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya, melainkan
perbuatan yang dipaksa atas dirinya. Misalnya, seseorang mencuri
perbuatan mencuri itu bukan terjadi atas kehendak dirinya tetapi karena
qadha dan qadar Tuhan yang menghendaki demikian. Para pemuka
Jabariyah ekstrem adalah sebagai berikut :
a. Jahm bin Shafwan
Nama lengkapnya adalah Abu Mahrus Jaham bin Shofwan. Ia
berasal dari Khurasan, bertempat tinggal di Kufah. Ia seorang dai yang
fasih dan lincah. Ia duduk sebagai sekretaris Harist bin Surais, seorang
mawali yang menentang pemerintahan Bani Umayah di Khurasan. Ia
ditawan kemudian dibunuh secara politis tanpa ada kaitannya dengan
agama.
Doktrin-doktrin pokoknya :
1. Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak
mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak
mempunyai pilihan.
2. Surga dan neraka tidak kekal. Tidak ada yang kekal selain uhan.
3. Iman dan makrifat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini,
pendapatnya sama dengan konsep iman yang dimajukan Kaum
Murji’ah.
4. Kalam Tuhan adalah makhluk . Allah Maha Suci dari segala sifat
dan keserupaan dengan manusia, seperti berbicara, mendengar,
dan melihat. Begitu pula dengan Tuhan tidak dapat dilihat dengan
indera mata di akhirat kelak.
b. Ja’d bin Dirham
Al-Ja’d adalah seorang Maulana bani Hakim, tinggal di
Damaskus. Ia dibesarkan di dalam lingkungan orang kristen yang
senang membicarakan teologi.
Doktrin-doktron pokoknya :
1. Al-Qur’an adalah makhluk. Oleh karena itu, dia baru. Sesuatu
yang baru tidak dapat disifatkan kepada Allah.

3
2. Allah tidak mempunyai sifat yang berupa dengan makhluk,
seperti berbicara, melihat, dan mendengar.
3. Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya.
c. Al-Najjar
Nama lengkapnya adalah Husain bin Muhammad Al-Najjar
(wafat tahun 230 H). Para pengikutnya disebut An-Najjariyah atau Al-
Husainiyah.
Pendapat-pendapatnya antara lain :
1. Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia
mengambil bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-
perbuatan itu yang disebut kasab dalam teori Al-Asr’ari. Dalam
demikian, manusia dalam pandangan An-Najjar tidak lagi seperti
wayang yang gerakannya bergantung pada dalang. Sebab, tenaga
yang diciptakan Tihan dalam manusia mempunyai efek untuk
mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
2. Tudah tidak dapat dilihat di akhirat. Akan tetapi, An-Najjar
menyatakan bahwa Tuhan dapat memindahkan potensi hati
(makrifat) pada mata sehingga manusia dapat melihat Tuhan.
d. Adh-Dhirar
Nama lengkapnya adalah Dhirar bin Amr. Pendapatnya tentang
perbuatan manusia sama dengan Husein An-Najjar, yaitu bahwa
manusia tidak hanya merupaka wayang yang digerakkan dalang.
Manusia mempunyai bagian dalam perwujudan perbuatannya, dan
tidak semata-mata dipaksa dalam melakukan perbuatannya. Secara
tegas, Dhirar mengatakan bahwa satu perbuatan dapat ditimbulkan
oleh dua pelaku secara bersamaan, artinya perbuatan manusia tidak
hanya ditimbulkan oleh Tuhan, tetapi juag oleh manusianya. Manusi
turut berperan dalam mewujudkan perbuatan-perbuatnnya.
Mengenain ru’yat Tuhna di akhirat, Dhirar mengatakan bahwa
Tuhan dapat dilihat di akhirat melalui “indera keenam”. Ia juga
berpendapat bahwa hujjay yang dapat diterima setelah Nabi adalah

4
Ijtihad. Hadis ahad dapat dijadikan sumber dalam menetapkan
hukum.
B. Aliran Qadariyah
1. Latar Belakang Kemunculan Qadariyah
Qadariyah berasal dari bahsa Arab qadara, yang artinya
kemapmpuan dan kekuatan. Menurut istilah, Qadariyah adalah aliran
yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi tangan
Tuhan. Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi
segala perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas
kehendaknya sendiri. Dapat dipahami bahwa Qadariyah digunakan untuk
nama aliran yang memberi penekanan atas kebebasan dan kekuatan
manusia dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dalam hal ini,
Harun Nasution turut menegaskan bahwa kaum Qadariyah berasal dari
pengertian bahwa manusia mempunyai qudrah atau kekuatan untuk
melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa
manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan.
Qadariyah pertama dimunculkan oleh Ma’ad Al-Jauhani (wafat
tahun 80 H) dan Ghailan Ad-Dimasyqy. Ma’ad adalah seorang taba’i
yang dapat dipercaya dan pernah berguru kepada Hasan Al-Bisri.
Sementara, Ghailan adalah seorang orator berasal dari Damaskus dan
ayahnya menjadi maula Ustman bin Affan.
2. Doktrin-doktrin Pokok Qadariyah
Mengatakan bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-
perbuatannya. Manusia yang melakukan, baik atas kehendak maupun
kekusaan sendiri, dan manusia pula yang melakukan atau menjauhi
perbuatan-perbuata jahat atau kemampuan dayanya sendiri.

5
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Paham Al-Jabbar pertama kali diperkenalkan oleh Ja’ad bin Dirham
(terbuhuh tahun 124 H) yang kemudian disebarkan oleh Jahm Shafwan (tahun
125 H) dari Khurasan. Dalam sejarah teologi islam, Jahm tercatat sebagai
tokoh yang mendirikan aliran Jahmiyah dalam kalangan Murji’ah. Ia duduk
sebagai sekretaria Suraih bin Al-Haris dan menemaninya dalam gerakan
melawan kekuasaan Bani Umayah. Ia duduk sebagai sekretaria Suraih bin Al-
Haris dan menemaninya dalam gerakan melawan kekuasaan Bani Umayah.
Akan tetapi, dalam perkembangannya Al-Jabbar ternyata tidak hanya dibawa
oleh dua tokoh di atas, masih banyak toko-tokoh lain yang berjasa dalam
mengembangkan paham ini, diantaranya adalah Al-Husain bin Muhammad
An-Najjar dan Ja’dbin Dirar.
Qadariyah pertama dimunculkan oleh Ma’ad Al-Jauhani (wafat tahun
80 H) dan Ghailan Ad-Dimasyqy. Ma’ad adalah seorang taba’i yang dapat
dipercaya dan pernah berguru kepada Hasan Al-Bisri. Sementara, Ghailan
adalah seorang orator berasal dari Damaskus dan ayahnya menjadi maula
Ustman bin Affan.
B. Saran

Demikian makalah yang saya buat, semoga dapat bermanfaat bagi


pembaca. Apabila ada saran dan kritik yang ingin disampaikan, silahkan
sampaikan kepada saya.

Apabila ada terdapat kesalaha mohon dapat memaafkan dan


memakluminya, karena saya adalah hamba Allah yang tidak luput dari salah
dan khilaf, alfa, dan lupa.

6
DAFTAR PUSTAKA

Rozak, Abdul dan Anwar, Rosihon. 2016. Ilmu Kalam. Bandung : CV


Pustaka Setia.

Anda mungkin juga menyukai