Anda di halaman 1dari 4

Slide 1

Pengertian Jabariyah

Nama Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa.

Menurut Harun Nasution Jabariyah adalah paham yang menyebutkan bahwa segala
perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh Qadha dan Qadar Allah. Maksudnya adalah
bahwa setiap perbuatan yang dikerjakan manusia tidak berdasarkan kehendak manusia, tapi
diciptakan oleh Tuhan dan dengan kehendak-Nya, di sini manusia tidak mempunyai kebebasan
dalam berbuat, karena tidak memiliki kemampuan. Ada yang mengistilahkan bahwa Jabariyah
adalah aliran manusia menjadi wayang dan Tuhan sebagai dalangnya.

Di dalam kamus Munjid dijelaskan bahwa nama Jabariyah berasal dari kata jabara yang
mengandung arti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu. Salah satu sifat dari Allah
adalah al-Jabbar yang berarti Allah Maha Memaksa. Sedangkan secara istilah Jabariyah adalah
menolak adanya perbuatan dari manusia dan menyandarkan semua perbuatan kepada Allah.
Dengan kata lain adalah manusia mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa (majbur).
Slide 2

Sejarah Munculnya Pemikiran Jabariyah

Golongan Jabariyah pertama kali muncul di Khurasan (Persia) pada saat munculnya golongan
Qadariyah, yaitu pada paruh pertama abad ke-2 H / ke-8 M. Paham jabariyah berkembang pesat
pada kekuasaan Daulat Umayyah (661-750 M), dukungan Bani Umayyah kepada Jabariyah
didasarkan pada pengabsahan teologis yang diberikan kaum Jabariyah atas kekuasaan Umayyah.
Menurut Jabariyah, khilafat yang dipegang Bani Umayyah adalah ketentuan dan takdir Ilahi
yang harus diterima setiap orang, meskipun diketahui bahwa kursi kekhalifahan itu dipegang
oleh Bani Umayyah melalui tipu daya yang sangat licik terhadap Ali bin Abi Thalib.

Paham Jabariyah diperkenalkan pertama kali oleh Al-Ja’id Ibn Dirham di Damaskus yang
kemudian disiarkan oleh muridnya Jahm Ibnu Safwan dari Khurasan. Menurutnya dinyatakan
bahwa manusia adalah benar-benar tidak memiliki kehendak dan daya dalam mewujudkan
perbuatannya sendiri, melainkan perbuatan manusia karena terpaksa (majbur) dengan tidak ada
kekuasaan, kemauan dan pilihan baginya. Dengan kata lain perbuatan manusia sudah ditentukan
sejak semula oleh qadha dan qadar Tuhan. Sehingga posisi manusia dalam paham ini tidak
memiliki kebebasan dan inisiatif sendiri., tetapi terikat kehendak mutlak Tuhan. Dalam istilah
Inggris paham ini disebut fatalism atau predistination, yaitu paham bahwa perbuatan manusia
ditentukan sejak semula oleh qadha dan qadar Tuhan. Maka doktrin aliran Jabariyah ini
menganut paham bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak
dan perbuatannya, tetapi perbuatannya dalam keadaan terpaksa.

Sebenarnya benih-benih paham al-jabariyah sudah muncul jauh sebelum kedua tokoh di
atas. Benih-benih itu terlihat dalam salah satu peristiwa sejarah seperti

1. Suatu ketika Nabi menjumpai sahabatnya yang sedang bertengkar dalam masalah takdir
Tuhan. Nabi melarang mereka untuk memperdebatkan persoalan tersebut, agar terhindar
dari kekeliruan penafsiran tentang ayat-ayat Tuhan mengenai takdir.

2. Khalifah Umar bin Khathab pernah menangkap seorang yang ketahuan mencuri. Ketika
diinterogasi, pencuri itu berkata “Tuhan telah menentukan aku mencuri.” Mendengar
ucapan itu, Umar marah sekali dan menganggap orang itu telah berdusta kepada Tuhan.
Oleh karena itu, Umar memberikan dua jenis hukuman kepada pencuri itu. Pertama,
hukuman potong tangan karena mencuri. Kedua, hukuman dera karena mengggunakan
dalil Takdir Tuhan.
Slide 3

Tokoh dan Ajaran Jabariyah

Menurut Syahrastani, terdapat tiga golongan dalam Jabariyah, yaitu Jahmiyahm, Najjariyah ,
Dhirariyah :

1. Jahmiyah
Jahmiyah adalah sekte para pengikut Jahm bin Sofwan, salah seorang yang paling
berjasa besar dalam mengembangkan aliran Jabariyah. Ajaran Jahmiyah yang terpenting
adalah al Bari Ta’ala (Allah SWT Tuhan Maha Pencipta lagi Maha Tinggi) Allah SWT
tidak boleh disifatkan dengan sifat yang dimiliki makhluk-Nya, seperti sifat hidup (hayat)
dan mengetahui (‘alim), karena penyifatan seperti itu mengandung pengertian
penyerupaan Tuhan dengan makhluk-Nya, padahal penyerupaan seperti itu tidak
mungkin terjadi.

2. Najjariyah
Sekte ini dipimpin oleh Al Husain bin Muhammad an Najjar (w. 230 H / 845 M).
Ajaran yang dikemukakan bahwa Allah memiliki kehendak terhadap diri-Nya sendiri,
sebagaimana Allah mengetahui diri-Nya. Tuhan menghendaki kebaikan dan kejelekan,
sebagaimana ia menghendaki manfaat dan mudharat.

3. Dhirariyah
Sekte ini dipimpin oleh Dirar bin Amr dan Hafs al Fard. Kedua pemimpin
tersebut sepakat meniadakan sifat-sifat Tuhan dan keduanya juga berpendirian bahwa
Allah SWT itu Maha Mengetahui dan Maha Kuasa, dalam pengertian bahwa Allah itu
tidak jahil (bodoh) dan tidak pula ‘ajiz (lemah).

Dari ketiga golongan ini, aliran Jabariyah dapat dibagi menjadi dua bagian besar. Yaitu ekstrim
dan moderat. Pertama Jabariyah ekstrim, Jabariyah ekstrim berpendapat bahwa baik tindakan
maupun kemampuan manusia melakukan suatu kemauan atau perbuatannya tidak efektif sama
sekali. Kedua Jabariyah moderat, Jabariyah moderat yang berpandangan bahwa manusia
mempunyai sedikit kemampuan untuk mewujudkan kehendak dan perbuatannya. Tokoh besar
pemuka ajaran aliran Jabariyah ekstrim yakni Jahm bin Shafwan, Ja’ad bin Dirham sedangkan
tokoh besar pemuka ajaran aliran Jabariyah moderat yakni An-Najjar dan Adh-Dhirar
Slide 4

Pokok Ajaran Dalam Aliran Jabariyah

1. Manusia tidak mampu berbuat apa-apa. Bahwa segala perbuatan manusia merupakan
paksaan dari Tuhan dan merupakan kehendak-Nya yang tidak bisa ditolak oleh
manusia. Manusia tidak punya kehendak dan pilihan. Ajaran ini dikemukakan oleh
Jahm bin Shofwan.

2. Surga dan neraka tidak kekal, begitu pun dengan yang lainnya, hanya Tuhan yang
kekal.

3. Iman adalah ma’rifat dalam hati dengan hanya membenarkan dalam hati. Artinya
bahwa manusia tetap dikatakan beriman meskipun ia meninggalkan fardhu dan
melakukan dosa besar. Tetap dikatakan beriman walaupun tanpa amal.

4. Kalam Tuhan adalah makhluk. Allah SWT Mahasuci dari segala sifat keserupaan
dengan makhluk-Nya, maka Allah tidak dapat dilihat meskipun di akhirat kelak, oleh
karena itu Al-Qur’an sebagai makhluk adalah baru dan terpisah dari Allah, tidak dapat
disifatkan kepada Allah SWT.

5. Allah tidak mempunyai sifat serupa makhluk seperti berbicara, melihat, dan
mendengar.

6. Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia berperan dalam


mewujudkan perbuatan itu. Teori ini dikemukakan oleh Al-Asy’ari yang disebut teori
kasb, sementara An-Najjar mengaplikasikannya dengan ide bahwa manusia tidak lagi
seperti wayang yang digerakkan, sebab tenaga yang diciptakan Tuhan dalam diri
manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya.

Anda mungkin juga menyukai