Anda di halaman 1dari 6

1.

2 Rumusan Masalah
a.       Pengertian jabariyah
b.      Sejarah munculnya aliran jabariyah
c.       Tokoh-tokoh dan doktrin ajarannya.
d.      Ciri-ciri aliran jabariyah
e.       Penolakan terhadap kaum jabariyah.
1.3 Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah tersebut dapat diketahui bahwa tujuan penulisan makalah ini sebagai
berikut :
a.         Untuk mengetahui aliran jabariyah
b.         Untuk mengetahui latar belakang munculnya aliran jabariyah
c.         Untuk mengetahui tokoh dan doktrin-doktrinnya.
d.        Untuk mengetahui ciri-ciri aliran jabariyah
e.         Mengetahui bagaimana penolakan terhadap aliran jabariyah.
  

BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN JABARIYAH
Kata jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti “memaksa”. Di dalam al munjid
dijelaskan bahwa nama jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa atau
mengharuskan melakukan sesuatu.1 Dalam referensi Bahasa Inggris, Jabariyah disebut Fatalism
atau Predestination. Yaitu paham yang menyebutkan bahwa perbuatan manusia telah ditentukan
dari semula oleh qadha’ dan qadar Allah.2 Kalau dikatakan Allah memiliki sifat Al-jabar (dalam
betuk mubalaghah),artinya Allah Maha Memaksa. Ungkapan Al insan majbur (bentuk isim
maf’ul) mempunyai arti bahwa manusia dipaksa atau terpaksa. Selanjutnya, kata jabara (bentuk
pertama), setelah ditarik menjadi bentuk jabariyah (dengan menambah ya nisbah), artinya adalah
suatu kelompok atau aliran (isme). Lebih lanjut Asy-Syahratsany menegaskan bahwa paham al-
jabr berarti menghilangkan perbuatan manusia dalam arti sesungguhnya dan menyandarkannya
kepada Allah SWT.3 Dapat Kita simpulkan bahwa aliran Jabariyah adalah aliran sekelompok
orang yang memahami bahwa segala perbuatan yang mereka lakukan merupakan sebuah unsur
keterpaksaan atas kehendak Tuhan dikarenakan telah ditentukan oleh qadha’ dan qadar Tuhan.
Jabariah adalah pendapat yang tumbuh dalam masyarakat Islam yang melepaskan diri dari
seluruh tanggungjawab. Maka Manusia itu disamakan dengan makluk lain yang sepi dan bebas
dari tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain, manusia itu diibaratkan
1 L. Mal’uf,Al-munjid fi Al-lughah wa Al-‘Alam,Dar Al-masyriq,Beirut,1998, hlm.78.

2 Harun Nasution, Teology Islam: Aliran-aliran sejarah Analisa Perbandingan, UI pres, cet. V,jakarta,
1986,hlm. 31.

3 Asy-Syahratsany, Al-Milal wa An-Nihal,Darul fikr,Beirut,hlm 85.


benda mati yang hanya bergerak dan digerakkan oleh Allah Pencipta, sesuai dengan apa yang
diinginkan-Nya. Dalam soal ini manusia itu dianggap tidak lain melainkan bulu di udara dibawa
angin menurut arah yang diinginkan-Nya.Maka manusia itu sunyi dan luput dari ikhtiar untuk
memilih apa yang diinginkannya sendiri.

B.     SEJARAH KEMUNCULAN ALIRAN JABARIYAH


Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai asal usul kemunculan dan perkembangan
jabariyah,tampaknya perlu dijelaskna siapa sebenarnya yang melahirkan dan menyebarluaskan
paham al-jabar serta dalam situasi apa paham ini muncul
Paham al-jabar pertama kali diperkenalkan oleh Ja’d bin Dirham (terbunuh 194 H) yang
kemudian disebarkan oleh Jahm Shafwan (125 H) dari kurasan. Dalam sejarah teologi islam,
Jahm tercatat sebagai tokoh yang mendirikan aliran Jahmiyah dalam kalangan murji’ah. Ia duduk
sebagai sekertaris Suraih bin Al-haris dan menemaninya dalam gerakan melawan kekuasaan bani
Umayah. Dalam perkembangannya, paham al-jabar ternyata tidak hanya dibawa oleh dua tokoh
diatas. Masih banyak tokoh-tokoh yang berjasa dalam mengembangkan paham ini, diantaranya
adalah Al-Husain bin Muhammad An-Najjar dan Ja’d bin Dirar.4
Mengenai kemunculan paham al-jabar, para ahli sejarah pemikiran mengkaji nya melalui
pendekatan geokultural bangsa Arab. Diantara ahli yang dimaksud adalah Ahmad Amin. Ia
mengambarkan kehidupan bangsa Arab yang dikungkung oleh gurun pasir sahara yang
memberikan pengaruh besar kedalam cara hidup mereka.5 Ketergantungan mereka pada alam
sahara yang ganas telah mencuatkan sikap penyerahan diri terhadap alam.
Lebih lanjut, Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam situasi demikian, masyarakat arab
tidak banyak melihat jalan untuk mengubah keadaan sekeliling mereka sesuai dengan keinginan
nya. Mereka merasa dirinya lemah dan tidak kuasa menghadapi kesukaran-kesukaran hidup.
Akhirnya, mereka banyak bergantung pada kehendak alam. Hal ini membawa mereka pada sikap
fatalisme.6
Sebenarnya benih-benih paham al-jabar sudah muncul jauh sebelum kedua tokoh diatas,
benih-benih itu terlihat dalam peristiwa sejarah berikut ini:
1.      Suatu ketika Nabi menjumpai sahabatnya yang sedang bertengkar dalam masalah takdir tuhan.
Nabi melarang mereka untuk memperdebatkan persoalan tersebut, agar terhindar dari kekeliruan
penafsiran tentang ayat-ayat tuhan tentang takdir7
2.      Khalifah Umar bin Khattab pernah menagkap seseorang yang ketahuan mencuri. Ketika
diintrogasi, pencuri itu berkata “Tuhan telah menentukan aku mencuri”. Mendengar ucapan itu,
Umar marah sekali dan menganggap orang itu telah berdusta kepada Tuhan. Oleh karena itu,
4 Harun Nasution, Teology Islam: Aliran-aliran sejarah Analisa Perbandingan, UI pres, cet. V,jakarta,
1986,hlm. 33.

5 Ahmad Amin, Fajr Al-islam, Makhtabah An-Nadh al-misriyah li ashabiha hasan muhammad wa
awladihi, kairo, 1924, hlm. 45.

6 Nasution, loc. Cit.

7 Aziz Dahlan, sejarah perkemabangan pemikiran dalam islam, beunebi cipta, jakarta, 1987, hlm. 27-
Umar memberi dua jenis hukuman kepada pencuri itu. Pertama, hukuman potong tangan karna
mencuri. Kedua, hukuman dera karena mengunakan dalil takdir Tuhan.
3.      Khalifah Ali bin Abi Thalib seusai perang shiffin ditanya oleh seorang tua tentang kadar
(ketentuan) Tuhan dan kaitannya tentang pahala dan siksa. Orang tua itu bertanya, “apabila
perjalanan (menuju perang sifil) itu terjadi dengan qodho dan qadhar, tidak ada pahal sebagai
balasan nya.” Kemudian Ali menjelaskan bahwa qadha dan qadhar bukanlah paksaan Tuhan.
Oleh karena itu, ada pahala dan siksa sebagai balasan amal perbuatan manusia. Ali selanjutnya
menjelaskan, sekiranya qadha dan qadhar merupakan paksaan, batal lah pahala dan siksa, gugur
pula lah makna janji dan anacaman Tuhan, serta tidak ada celaan Allah atas pelaku dosa dan
pujian-Nya bagi orang-orang yang baik.8
4.      Pada pemerintah Dawlah Bani Umayyah, pandangan tentang al-jabar semakin mencuat
kepermukaan. Abdullah bin Abbas melalui surat nya memberikan reaksi keras kepada
pendudukan Syriah yang diduga berpaham “Jabariyah”
Mengenai asal usul serta akar kemunculan aliran Jabariyah ini tidak lepas dari beberapa
faktor. Antara lain:     
1. Faktor Politik
Pendapat Jabariah diterapkan di masa kerajaan Ummayyah (660-750 M). Yakni di masa
keadaan keamanan sudah pulih dengan tercapainya perjanjian antara Muawiyah dengan Hasan
bin Ali bin Abu Thalib, yang tidak mampu lagi menghadapi kekuatan Muawiyah. Maka
Muawiyah mencari jalan untuk memperkuat kedudukannya. Di sini ia bermain politik yang licik.
Ia ingin memasukkan di dalam pikiran rakyat jelata bahwa pengangkatannya sebagai kepala
negara dan memimpin ummat Islam adalah berdasarkan "Qadha dan Qadar/ketentuan dan
keputusan Allah semata" dan tidak ada unsur manusia yang terlibat di dalamnya. Golongan
Jabariyah pertama kali muncul di Khurasan (Persia) pada saat munculnya golongan Qodariyah,
yaitu kira-kira pada tahun 70 H. Aliran ini dipelopori oleh Jahm bin Shafwan, aliran ini juga
disebut Jahmiyah. Jahm bin Shafwan-lah yang mula-mula mengatakan bahwa manusia
terpasung, tidak mempunyai kebebasan apapun, semua perbuatan manusia ditentukan Allah
semata, tidak ada campur tangan manusia.  Paham Jabariyah dinisbatkan kepada Jahm bin
Shafwan karena itu kaum Jabariyah disebut sebagai kaum Jahmiyah, Namun pendapat lain
mengatakan bahwa orang yang pertama mempelopori paham jabariyah adalah Al-Ja'ad bin
Dirham, dia juga disebut sebagai orang yang pertama kali menyatakan bahwa Al-Quran itu
makhluq dan meniadakan sifat-sifat Allah. Disamping itu kaum Jahmiyah juga mengingkari
adanya ru'ya (melihat Allah dengan mata kepala di akhirat). Meskipun kaum Qadariyah dan
Jahmiyah sudah musnah namun ajarannya masih tetap dilestarikan. Karena kaum Mu'tazilah
menjadi pewaris kedua pemahaman tersebut dan mengadopsi pokok-pokok ajaran kedua kaum
tersebut. Selanjutnya ditangan Mu'tazilah paham-paham tersebut segar kembali. Sehingga Imam
As-Syafi'i menyebutnya Wasil, Umar, Ghallan al-Dimasyq sebagai tiga serangkai yang seide
itulah sebabnya kaum Mu'tazilah dinamakan juga kaum Qadariyah dan Jahmiyah. Disebut
Qadariyah karena mereka mewarisi isi paham mereka tentang penolakan terhadap adanya takdir,
dan menyandarkan semua perbuatan manusia kepada diri sendiri tanpa adanya intervensi Allah.
Disebut Jahmiyah karena mereka mewarisi dari paham penolakan mereka yang meniadakan
sifat-sifat Allah, Al-quran itu Makhluk, dan pengingkatan mereka mengenai kemungkinan
8 Ali Musthafa Al-Ghurabi, Tarikh Al-firaq Al-islamiyyah, kairo, 1958, hlm. 15
melihat Allah dengan mata kepala di hari kiamat.  Berkaitan dengan hal ini, Ibnu Taimiyah
mengatakan bahwa sebagai pengikut Mu'tazilah adalah Jahmiyah tetapi tidak semua Jahmiyah
adalah Mu'tazilah, karena kaum Mu'tazilah berbeda pendapat dengan kaum Jahmiyah dalam
masalah Jabr (hamba berbuat karena terpaksa). Kalau kaum Mu'tazilah menafikanya maka kaum
Jahmiyah meyakininya.
2. Faktor Geografi
 Para ahli sejarah pemikiran mengkaji melalui pendekatan geokultural bangsa Arab.
Kehidupan bangsa Arab yang dikungkung oleh gurun pasir sahara memberikan pengaruh besar
ke dalam cara hidup mereka. Ketergantungan mereka kepada alam sahara yang ganas telah
memunculkan sikap penyerahan diri terhadap alam. Situasi demikian, bangsa Arab tidak melihat
jalan untuk mengubah keadaan sekeliling mereka sesuai dengan keingianan mereka sendiri.
Mereka merasa lemah dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup. Akhirnya, mereka banyak
bergantung kepada sikap Fatalisme.
C.  TOKOH-TOKOH SERTA DOKTRIN AJARAN   
1. Ja'd Bin Dirham.
Ia adalah seorang hamba dari bani Hakam dan tinggal di Damsyik. Ia dibunuh pancung oleh
Gubernur Kufah yaitu khalid bin Abdullah El-Qasri.
Doktrin pokok ajarannya:
a.       Al-quran adalah makhluk. Oleh karena itu dia baru, sesuatu yamg baru tidak dapat disifatkan
kepada Allah.
b.      Allah tidak mempunyai sifat yang seruap dengan makhluk,seperti berbicara,melihat,mendengar.
c.       Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya.  

2. Jahm bin Shafwan.


 Ia bersal dari Persia dan meninggal tahun 128 H dalam suatu peperangan di Marwan dengan
Bani Ummayah.
Doktrin-doktrinya :
a.    Manusia tidak Mampu berbuat apa-apa. Manusia tidak mempunyai daya,tidak mempunyai
kehendak sendiri,dan tidak mempunyai pilihan.
b.    Surga dan neraka tidak kekal, tidak ada yang kekal selain tuhan.
c.    Iman adalah makrifat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini,pendapatnya sama dengan
konsep kaum murji’ah.
d.   Tidak memberi sifat bagi Allah yang mana sifat itu mungkin diberikan pula kepada manusia,
sebab itu berarti menyerupai Allah dalam sifat-sifat itu. Maka Allah tidak diberi sifat sebagai
satu zat atau sesuatu yang hidup atau alim/mengetahui atau mempunyai keinginan, sebab
manusia memiliki sifat-sifat yang demikian itu. Tetapi boleh Allah disifatkan dengan
Qadir/kuasa, Pencipta, Pelaku, Menghidupkan, Mematikan sebab sifat-sifat itu hanya tertentu
untuk Allah semata dan tidak dapat dimiliki oleh manusia.

D. CIRI-CIRI AJARAN JABARIYAH           


Diantara ciri-ciri ajaran Jabariyah adalah :
1. Bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan dan ikhtiar apapun, setiap perbuatannya baik yang
jahat, buruk atau baik semata Allah semata yang menentukannya.
2. Bahwa Allah tidak mengetahui sesuatu apapun sebelum terjadi.
3. Ilmu Allah bersifat Huduts (baru)
4. Iman cukup dalam hati saja tanpa harus dilafadhkan.
5. Bahwa Allah tidak mempunyai sifat yang sama dengan makhluk ciptaanNya.
6. Bahwa surga dan neraka tidak kekal, dan akan hancur dan musnah bersama penghuninya, karena
yang kekal dan abadi hanyalah Allah semata.
7. Bahwa Allah tidak dapat dilihat di surga oleh penduduk surga.
8. Bahwa Alqur'an adalah makhluk dan bukan kalamullah

E. PENOLAKAN TERHADAP PAHAM JABARIYAH


Kelompok jabariyah adalah orang-orang yang melampaui batas dalam menetapkan takdir
hingga mereka mengesampingkan sama sekali kekuasaan manusia dan mengingkari bahwa
manusia bisa berbuat sesuatu dan melakukan suatu sebab (usaha). Apa yang ditakdirkan kepada
mereka pasti akan terjadi. Mereka berpendapat bahwa manusia terpaksa melakukan segala
perbuatan mereka dan manusia tidak mempunyai kekuasaan yang berpengaruh kepada
perbuatan, bahkan manusia seperti bulu yang ditiup angin. Maka dari itu mereka tidak berbuat
apa-apa karena berhujjah kepada takdir. Jika mereka mengerjakan suatu amalan yang
bertentangan dengan syariat, mereka merasa tidak bertanggung jawab atasnya dan mereka
berhujjah bahwa takdir telah terjadi.
Akidah yang rusak semacam ini membawa dampak pada penolakan terhadap kemampuan
manusia untuk mengadakan perbaikan. Dan penyerahan total kepada syahwat dan hawa nafsunya
serta terjerumus ke dalam dosa dan kemaksiatan karena menganggap bahwa semua itu telah
ditakdirkan oleh Allah atas mereka. Maka mereka menyenanginya dan rela terhadapnya. Karena
yakin bahwa segala yang telah ditakdirkan pada manusia akan menimpanya, maka tidak perlu
seseorang untuk melakukan usaha karena hal itu tidak mengubah takdir.
Keyakinan semacam ini telah menyebabkan mereka meninggalkan amal shalih dan melakukan
usaha yang dapat menyelamatkannya dari azab Allah, seperti shalat, puasa dan berdoa. Semua itu
menurut keyakinan mereka tidak ada gunanya karena segala apa yang ditakdirkan Allah akan
terjadi sehingga doa dan usaha tidak berguna baginya. Lalu mereka meninggalkan amar ma'ruf
dan tidak memperhatikan penegakan hukum. Karena kejahatan merupakan takdir yang pasti akan
terjadi. Sehingga mereka menerima begitu saja kedzaliman orang-orang dzalim dan kerusakan
yang dilakukan oleh perusak, karena apa yang dilakukan mereka telah ditakdirkan dan
dikehendaki oleh Allah.
Para ulama Ahlu Sunnah wal jamaah telah menyangkal anggapan orang-orang sesat itu dengan
pembatalan dan penolakan terhadap pendapat mereka. Menjelaskan bahwa keimanan kepada
takdir tidak bertentangan dengan keyakinan bahwa manusia mempunyai keinginan dan pilihan
dalam perbuatannya serta kemampuannya untuk melaksanakannya. Hal ini ditunjukkan dengan
dalil-dalil baik syariat maupun akal.
BAB III
KESIMPULAN

aliran Jabariyah adalah aliran sekelompok orang yang memahami bahwa segala
perbuatan yang mereka lakukan merupakan sebuah unsur keterpaksaan atas kehendak Tuhan
dikarenakan telah ditentukan oleh qadha’ dan qadar Tuhan.Paham al-jabar pertama kali
diperkenalkan oleh Ja’d bin Dirham (terbunuh 194 H) yang kemudian disebarkan oleh Jahm
Shafwan (125 H) dari kurasan. Faktor penyabab munculnya paham ini adalah faktor politik dan
geografis.

Anda mungkin juga menyukai