Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

ALIRAN ILMU KALAM JABARIAH DAN QODARIAH


Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Kalam
Dosen Pengampu:
Dr. Yumna, M. Ag.

Disusun oleh :
1. Sarah Nur Fitri (1211040115)
2. Tiara putri Afifah (1211040130)
3. Inayatur Robbaniyah Karim (1211040147)

FAKULTAS USHULUDDIN
TASAWUF DAN PSIKOTERAPI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur senantiasa selalu kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Kalam, dengan judul : “Aliran Ilmu Kalam Jabariah dan
Qodariah”. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini dapat
terselesaikan. Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai
pihak. Akhirnya saya berharap semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi perkembangan
dunia pendidikan.

Bandung, 20 Maret 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR1
BAB 1. PENDAHULUAN3
A. LATAR BELAKANG3
B. RUMUSAN MASALAH3
C. TUJUAN 3
BAB 2. PEMBAHASAN4
A. ALIRAN JABARIYAH4
1. Latar Belakang Munculnya Aliran Jabariyah4
2. Para Pemuka Aliran Jabariyah4
a. Jahm bin Shofwan4
b. Ja’ad bin Dirham6
c. An-Najjar7
d. Ad-Dhihar9
3. Doktrin-doktrin Pokok Jabariyah10
B. ALIRAN QODARIYAH17
1. Latar Belakang Munculnya Aliran Jabariyah 17
2. Ajaran-ajaran dalam Aliran Qodariyah18
3. Doktrin-doktrin Pokok Jabariyah18
BAB 3. PENUTUP26
A. KESIMPULAN26
B. SARAN26
DAFTAR PUSTAKA27
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Mempelajari mata kuliah ilmu kalam merupakan salah satu dari tiga komponen
utama rukun iman. Ketiga komponen itu, yaitu nuthun bi al-lisanii. (mengucapkan
dengan lisan), ‘amalun bi al-arkani (melaksanakan sesuai dengan rukun-rukun), dan
tashd’iqun bi alqolbi (membenarkan dengan hati). Agar keyakinan itu dapat tumbuh
dengan kukuhnya, para ulama dahulu telah melakukan kajian secara mendalam.
Untuk memahami ilmu kalam ada baiknya kita memahai arti istilah itu sendiri. Agar
memberikan pengertian yang lebih jelas. Kata kalam dalam bahasa Arab memiliki arti
perkataan, ucapan, pembicaran atau firman. Dan di dalam ilmu nahwu atau ilmu tata
bahasa Arab, kata kalam diartikan sebagai susunan kalimat yang memiliki arti. Kata
kalam sendiri khususnya bagi kaum muslimin, bukan istilah yang asing lagi. Secara
harfiyah, kata kalam dapat ditemukan baik di dalam Al-Quran maupun di dalam sumber
lainnya. 1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana asal usul pertumbuhan aliran jabariah ?
2. Siapakah tokoh para pemuka aliran jabariah ?
3. Seperti apa doktrin-dokrin pokok aliran jabariah ?
4. Bagaimana latar belakarang kemunculan aliran qodiriah ?
5. Seperti apa doktrin-doktrin pokok aliran qodiriah ?
C. TUJUAN MAKALAH
1. Untuk menjelaskan asal usul pertumbuhan aliran jabariah.
2. Untuk mengetahui tokoh para pemuka aliran jabariah.
3. Untuk menjabarkan seperti apa doktrin-dokrin pokok aliran jabariah.
4. Untuk menjelaskan latar belakarang kemunculan aliran qodiriah.
5. Untuk menjabarkan doktrin-doktrin pokok aliran qodiriah.

1
Didin Komarudin. Buku Daras Studi Ilmu Kalam 1. 2015
BAB 2
PEMBAHASAN
A. ALIRAN JABARIYAH
1. Latar belakang Kemunculan Aliran Jodariyah
Kata jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti memaksa. Di dalam Di dalam
kamus Munjid dijelaskan bahwa nama Jabariyah berasal dari kata jabara yang
mengandung arti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu.
Menurut para tokoh ilmu kalam, Jabariyah adalah suatu aliran atau faham yagn
berpendapat bahwa manusia itu dalam perbuatannya serba terpaksa (majbur)
(Hamdani dkk 2009: 45). Artinya, perbuatan manusia itu pada hakikatnya adalah
perbuatn Allah Swt. Asy-Syahrostani (2005 : hlm. 85)mengatakan bahwa jabar dapat
diartikan menolak adanya perbuatan dari manusia danb menyandarkan semua
perbuatan kepada Allah. Dengan kata lain manusia mengerjakan perbuatannya dalam
keadaan terpaksa. Harun Nasution (1987: hlm 31) mengatakan bahwa Jabariyah
adalah paham yang menyebutkan bahwa segala perbuatan manusia telah ditentukan
dari semula oleh Qadha dan Qadar Allah. Maksudnya adalah bahwa setiap perbuatan
yang dikerjakan manusia tidak berdasarkan kehendak manusia, tapi diciptakan oleh
Tuhan dan dengan kehendak-Nya, di sini manusia tidak mempunyai kebebasan dalam
berbuat, karena tidak memiliki kemampuan. Ada yang mengistilahlkan bahwa
Jabariyah adalah aliran manusia menjadi wayang dan Tuhan sebagai dalangnya.2
Dalam istilah bahasa Inggris faham Jabariyah disebut Fatalisme atau
Predestination, yaitu paham yang menyatakan bahwa perbuatan manusia telah
ditentukan oleh qada dan qadar Allah (Nasution 1978: 31). Dengan demikian posisi
manusia dalam paham initidak memiliki kebebasan atau inisiatif sendiri, tetapi terikat
pada kehendak mutlak Tuhan.. olehkarenanya bagi mereka manusia tidak dapat
dituntut untuk bertanggung jawab atas tingkah lakunya, baik maupun buruk, sebab
semuanya berasal dari Tuhan. Aliran Jabariyah timbul bersamaan dengan timbulnya
aliran Qodariyah, dan tampaknya merupakan reaksi dari padanya (Nasir 2010: 143).

2
Falsafah kalam,Yogyakarta;Pustaka Pelajar.
Daerah tempat timbulnya aliran Jabariyah pun tidak berjauhan. Aliran Qodariyah
timbul di Irak, sedangkan aliran Jabariyah timbul di Khurasan Persia.
Pemimpin pertama aliran Jabariyah adalah Jahm bin Sufyan. Karenanya aliran ini juga
sering disebut aliran Al-Jahamiyah. Ada pun ajaran-ajarannya banya persamaannya
dengan aliran Qurra dari agama Yahudi dan aliran Ya’cubiyah dari agama Kristen. Bibit
faham Jabariyah sebenarnya telah muncul sejak awal periode Islam, namun Jabariyah
sebagai pola piker atau aliran yang dianut, dipelajari dan diperkembangkan baru terjadi
pada masa pemerintahan Daulah Bani Umayah, yakni oleh Ja’d bin Dirham dan Jaham
bin Shafwan. Benih-benih itu terlihat dalam peristiwa sejarah berikut ini (Hamdani dkk
2009: 46-48):
a. Suatu ketika nabi menjumpai sahabatnya yang sedang bertengkar dalam masalah
takdir tuhan. Nabi melarang mereka untuk mendebatkan persoalan tersebut, agar
terhindar dari kekeliruan penafsiran tentang ayat-ayat tuhan mengenai takdir.
b. Khalifah umar bin khattab pernah menangkap seseorang yang ketahuan mencuri.
Ketika dientrogasi, pencuri itu berkata” tuhan telah menentukan aku mencuri”
mendengar ucapan itu, umar marah sekali dan menganggap orang itu telah
berdusta kepada tuhan. Oleh karena itu, umar memberikan dua jenis hukuman
kepada pencuri itu. Pertama, hukuman potong tangan. Kedua, hukuman dera
karena menggunakan dalil takdir tuhan.
c. Ketika Ali bin Abu Thalib ditanya tentang qadar Tuhan dalam kaitannya dengan
siksa dan pahala. Orang itu bertanya apabila (perjalanan menuju perang Siffin) itu
terjadi dengan qadha dan qadar Tuhan, tidak ada pahala sebagai balasannya.
Kemudian Ali menjelaskannya bahwa qadha dan qadar Tuhan bukanlah sebuah
paksaan. Sekiranya qadha dan qadar itu merupakan paksaan, maka tidak ada
pahala dengan siksa, gugur pula janji dan dan ancaman Allah, dan tidak ada pujian
bagi orang yang baik dan tidak ada celaan bagi orang berbuat dosa. 3

3
Filsafat islam,Yogyakarta ; LSFI
d. Pada pemerintahan daulah Bani Umayyah, pandangan tentang alJabar semakin
mencuat ke permukaan. Abdullah bin Abbas, melalui suratnya memberikan reaksi
kertas kepada penduduk syria yang diduga berfaham jabariyah.
e. Berkaitan dengan kemunculan aliran jabariyah, ada yang mengatakan bahwa
kemunculannya diibatkan oleh pengaruh pemikiran asing, yaitu pengaruh agama
yahudi bermazhab Qurra dan agama kristen bermazhab Yacobit.
Pendapat lain mengatakan bahwa paham Jabariyah diduga telah muncul sejak
sebelum agama Islam datang ke masyarakat Arab. Kehidupan bangsa Arab yang diliputi
oleh gurun pasir sahara telah memberikan pengaruh besar dalam cara hidup mereka. Di
tengah bumi yang disinari terik matahari dengan air yang sangat sedikit dan udara yang
panas ternyata dapat tidak memberikan kesempatan bagi tumbuhnya pepohonan dan
suburnya tanaman, tapi yang tumbuh hanya rumput yang kering dan beberapa pohon
kuat untuk menghadapi panasnya musim serta keringnya udara. Harun Nasution (1987:
hlm 31) menjelaskan bahwa dalam situasi demikian masyarakat arab tidak melihat jalan
untuk mengubah keadaan disekeliling mereka sesuai dengan kehidupan yang diinginkan.
Mereka merasa lemah dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup, artinya mereka
banyak tergantung dengan Alam, sehingga menyebabakan mereka kepada paham
fatalisme.
Pemimpin pertama aliran Jabariyah adalah Jahm bin Sufyan. Karenanya aliran ini
juga sering disebut aliran Al-Jahamiyah. Ada pun ajaran-ajarannya banya persamaannya
dengan aliran Qurra dari agama Yahudi dan aliran Ya’cubiyah dari agama Kristen. Bibit
faham Jabariyah sebenarnya telah muncul sejak awal periode Islam, namun Jabariyah
sebagai pola piker atau aliran yang dianut, dipelajari dan diperkembangkan baru terjadi
pada masa pemerintahan Daulah Bani Umayah, yakni oleh Ja’d bin Dirham dan Jaham
bin Shafwan.
2. Para Pemuka Aliran Jabariyah
Menurut asy-Syahratsani, Jabariyah dapat dikelompokan menjadi 2 bagian,yaitu
Jabariyah Ekstrim dan Moderat.4 Doktrin Jabariyah Ekstrim adalah segala perbuatan

4
Sahiluddin A. Nasir, Pengantar Ilmu Kalam, Rajawali, Jakarta, 1991 hlm.133
manusia bukan merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri,tetapi
perbuatan yang dipaksakan atas dirinya. Misalnya, kalau seseorang mencuri, perbuatan
tersebut menurut aliran Jabariyah itu bukan terjadi atas kemauan atau kehendak sendiri
melainkan karena qadha dan qadar Tuhan yang menghendaki demikian.5
Diantara pemuka Jabariyah Ekstrim adalah berikut ini:
a. Jahm bin Shofwan
Nama lengkapnya adalah Abu Mahrus Jahm bin Shafwan. Jahm bin Safwan
adalah seorang teolog Islam yang kontroversial yang melekat dirinya dengan Harith
bin Surayj, seorang pemberontak di Khurasan menjelang akhir periode Umayyah, Ia
berasal dari khurasan ,bertempat tinggal di Khuffa. Ia seorang Da’I yang fasih dan
lincah ( orator). Ia menjabat sebagai sekertaris haris bin Surais, seorang Mawali yang
menentang pemerintah Bani Umaiyah di Khurasan. Ia ditawan dan dibunuh secara
politis oleh Salim bin Ahwaz pada tahun 128 H /745-6 M tanpa ada kaitannya
dengan agama.6
Jahm adalah propagator besar pertama dari createdness dari Qur'an. Dia
percaya bahwa Firman Allah diciptakan, karena semua atribut yang dianggap berasal
dari Allah dan yang bersama oleh penciptaan diciptakan juga. Tidak ada sharing
dalam nama atau atribut, menurut Jahm, karena itu akan memerlukan asimilasi
(al-tashbh). Karena itu ia menolak setiap dan setiap atribut yang disebutkan dalam
kitab suci, karena takut antropomorfisme. Satu-satunya atribut ia menerima dan
dijelaskan Allah dengan dua: menciptakan dan kekuasaan. Dia percaya bahwa
menciptakan adalah satu-satunya atribut yang dimiliki dengan benar untuk Allah
dan kekuasaan terlalu; semua kekuatan menyaksikan antara makhluk adalah kiasan
mereka, tidak secara harfiah. Keyakinan terakhir membawanya ke doktrin fatalisme,
yang disebut al-Jabr (keharusan) untuk yang mereka disebut al-Mujbira. Dia
mendasarkan theologinya pada sebuah pemikiran filsafat dipinjam dari non-Arab
khususnya, para filsuf Yunani awal.

5
Nasution, Teologi Islam, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986, hlm 34.
6
Shafwan ialah tokoh yang sangat dikenal sebagai pendiri paham Jabariyah.
Paham Jabariyah sangat identik dengan paham Jahmiyah di dalam kalangan
Murji’ah. Shafwan juga dikenal sebagai orang yang pandai berpidato dan juga
berbicara agar manusia menyeru ke jalan Allah dan berbakti kepada-Nya. Sehingga,
banyak sekali orang yang sangat tertarik kepadanya. Tokoh yang terkenal dalam
teologi Jabariyah ini adalah orang yang mendirikan aliran Murji’ah ekstrem. Selain
itu, ia juga menjadi pemimpin Bani Roshan yang berasal dari Azd. Ia sangat dikenal
sebagai orang yang pandai berbicara. Karena kepandaiannya dalam berbicara, ia
diangkat menjadi asisten atau juru tulis oleh al-Harits ibn Sarij al-Tamimi. Tokoh ini
mempunyai sebuah gelar Abu Makhroj.7
Jahm adalah propagator besar pertama dari createdness dari Qur'an. Dia
percaya bahwa Firman Allah diciptakan, karena semua atribut yang dianggap berasal
dari Allah dan yang bersama oleh penciptaan diciptakan juga. Tidak ada sharing
dalam nama atau atribut, menurut Jahm, karena itu akan memerlukan asimilasi
(al-tashbh). Karena itu ia menolak setiap dan setiap atribut yang disebutkan dalam
kitab suci, karena takut antropomorfisme. Satu-satunya atribut ia menerima dan
dijelaskan Allah dengan dua: menciptakan dan kekuasaan. Dia percaya bahwa
menciptakan adalah satu-satunya atribut yang dimiliki dengan benar untuk Allah
dan kekuasaan terlalu; semua kekuatan menyaksikan antara makhluk adalah kiasan
mereka, tidak secara harfiah. Keyakinan terakhir membawanya ke doktrin fatalisme,
yang disebut al-Jabr (keharusan) untuk yang mereka disebut al-Mujbira. Dia
mendasarkan theologinya pada sebuah pemikiran filsafat dipinjam dari non-Arab
khususnya, para filsuf Yunani awal.
b. Ja’d bin Dirham
Ja'ad bin dirham merupakan orang yang pertama kali menyatakan bahwa
Alquran bukan kalam Allah melainkan makhluk Allah. Dia pencetus bid'ah taktil
penafsiran sifat-sifat Allah dan dia juga menyatakan bahwa Allah tidak punya tangan
tidak berbicara kepada Nabi Musa tidak menjadikan Nabi Ibrahim sebagai kekasih

7
Alvina Nanda Setiaputri, Jahm bin Shofwan: Teologi Jabariyah yang Fenomenal, Diakses dari
https://ibtimes.id/jahm-bin-shafwan-teolog-jabariyah-yang-fenomenal/. 23 Oktober 2021.
Allah dan penafsiran sifat Allah lainnya. Jaad bin dirham ini merupakan guru dari
jahm bin shafwan yang pada dirinya dinisbatkan sebagai kelompok sesat
menyesatkan biasa disebut jahmiyyah.
Maulana bani Hakim, tiggal di Damaskus. Dia dibesarkan didalam
lingkungan orang Kristen yang senang membicarakan teologi. Semula dipercaya
untuk mengajar di lingkungan pemerintah Bani umaiyah, tetapi setelah tampak
pikiran – pikirannya yang controversial, bani Umaiyah menolaknya. Kemudian
Al-ja’d lari ke kufah dan disana ia bertemu dengan Jahm serta mentransper
pikirannya kepada Jahm untuk dikembangkan dan disebar luaskan.
Khalid bin Abdullah Al Qasir yang merupakan gubernur wilayah Irak pada
masa pemerintahan Bani Umayyah. Pada saat Hari Raya Idul adha beliau
menyampaikan khutbahnya di hadapan para muslimin, sambil berkata “Wahai
sekalian manusia pulanglah kalian lalu sembelihlah binatang kurban. Semoga Allah
menerima ibadah qurban kami dan kalian semua dan saya ya akan menyembelih
seorang yang bernama ja'ad bin dirham karena dia mengatakan bahwa Allah tidak
menjadikan lebih Ibrahim sebagai kekasih Allah dan tidak berbicara kepada Nabi
Musa. Maha tinggi Allah atas apa yang dikatakan oleh Ja’ad bin dirham ini.” Setelah
menyampaikan isi khotbahnya, lalu beliau turun dan menyembelih Ja’ad bin dirham.
Berbeda dengan jabariyah Ekstrim, Jabariyah Moderat mengatakan bahwa
tuhan memang menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun
perbuatan baik. Tetapi manusia mempunyai bagian didalamnya. Tenaga yang
diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatan
tersebut dan inilah yang dimaksud dengan kasab.8 Menurut paham kasab manusia
tidak dipaksa oleh Tuhan yang mana manusia itu bukan seperti wayang yang
dikendalikan oleh tangan dalang dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan akan
tetapi manusia memperoleh perbuatan yang diciptakan Tuhan.9
Dan yang termasuk Tokoh Jabariyah Moderat adalah sebagai berikut:
a. An- Najjar

8
Harun Nasution, Teologi Islam, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986, hlm 35.
9
Harun Nasution, Ensiklopedia Islam Indonesia , Djamban, Jakarta, 1992, hlm. 552
Nama lengkapnya adalah Husain bin Muhammad An- Najjar ( Wafat 230 H ).
Para pengikutnya disebut An-Najariyah Al-hasainiyah. Ia hidup dimasa khalifah al
Ma‟mun bin Harun al Rasyid sejak 198 H hingga 218 H. Ia adalah murid dari seorang
guru ulama Mu‟tazilah bernama Basyar al Marisi. Ia berusaha mempersatukan
faham (I‟itiqad) antara Mu‟tazilah, AhlusSunnah, Jabariyah dan Syi‟ah (Bahaiyah)
dengan mencampur aduk keyakinan dari firqah-firqah itu dengan mengambil
hukum-hukum agama dari masing-masing firqah.
b. Ad-Dhirar
Nama lengkapnya adalah Dhirar Bin Amr. Pendapatnya tentang perbuatan
manusia sama dengan husein An-Najjar, yakni bahwa manusia tidak hanya
merupakan wayang yang digerakan dalang.Secara tegas, Dhirar mengatakan bahwa
suatu perbuatan dapat ditimbulkan oleh dua pelaku secara bersamaan, artunya
perbuatan manusia,tidak hanya dilakukan oleh Tuhan, tetapi juga oleh manusia itu
sendiri.10
3. Doktrin-doktrin Pokok Aliran Jabariyah
a. Jahm bin Shofwan
Pendapat Jahm yang berkaitan dengan persoalan teologi adalah sebagai berikut:
1) Kalam Tuhan adalah makhluk.Allah maha suci dari segala sifat dan keserupaan
dengan manusia seperti berbicara,mendengar,dan melihat.
2) Iman adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati.Dalam hal ini pendapatnya
sama dengan konsep iman yang diajukan kaum Murjiyah.
3) Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa.Ia tidak mempunyai daya, tidak
mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan.
4) Surga dan neraka tidak dikekal. Tidak kekal selai Tuhan
5) Begitu pula Tuhan tidak dilihat dengan indra mata diakhirat kelak.
b. Ja’d bin dirham
Dokterin pokok Ja’d secara umum sama dengan pikiran Jahm. Al-Ghuraby
menjelaska sebagai berikut:

10
Wahyudin, Yudian. Aliran dan Teori Filsafat Islam halm 152-156
1) Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan mahkluk, seperti berbicara,
melihat dan mendengar.
2) Al- Quran itu adalah Mahkluk. Oleh karena itu, dia baru.Sesuatu yang baru itu
tidak dapat di sefatkan kepada Allah.
3) Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya.
c. An- Najjar
Diantara pendapat-pendapat An- Najjar adalah:
1) Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil
bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu.Itulah yang
disebut khasab dalam teori Al-asy’ary. Dengan demikian,Manusia dalam
pandangan An-Najjar tidak lagi seperti wayang yang gerakannya tergantung
pada dalang,sebab tenaga yang diciptakan Tuhan dalam diri manusia
mempunyai efek untuk mewujudkan perbuata-perbuatannya.
2) Tuhan tidak dapat dilihat diakhirat . akan tetapi, An-Najjar menyatakan bahwa
tuhan dapat saja memindahkan potensi hati ( Ma’rifat) pada mata sehingga
manusia dapat melihat Tuhan.
d. Ad Dhirar
Diantara pendapat-pendapat Ad Dhirar adalah: 11
1) Perbuatan manusia dapat ditimbulkan oleh dua pelaku secara
bersamaan,artinya perbuatan manusia tidak hanya ditimbul kan oleh
tuhan,tetapi juga oleh manusia itu sendiri.
2) Hujjah sudah di terima setelah nabi adalah ijtihad.
3) Mengenai ru'yat Tuhan diakhirat,bahwa tuhan dapat dilihat diakhirat melalui
indra keenam.
B. ALIRAN QODARIYAH
1. Latar belakang Kemunculan Aliran Qodariyah

11
Sundusiyah Makiyah, Pemahaman Jabariyah Beserta Tokoh dan Dokterinya, diakses dari
https://www.kompasiana.com/sundusiahmakinah0654/5bac22eb677ffb7f7c71c1b2/pemahaman-jabariyah-besert
a-tokoh-dan-doktrinnya?page=all&page_images=1, 27 Desember 2018. 07.28
Qadariyah yang berakar pada qadara yang dapat berarti memutuskan dan
memiliki kekuatan atau kemampuan. Sedangkan dalam aliran dalam ilmu kalam,
qadariyah adalah nama yang dipakai untuk suatu aliran yang memberikan penekanan
kepada kebebasan dan kekuatan manusia dalam menghasilakan
perbuatan-perbuatannya. Tentang kapan munculnya pahan qadariyah dalam islam tidak
diketahui secara pasti. Namun ada sementara para ahli yang menghubungkan paham
qodariyah ini dengan kaum khawarij.12 Tetapi menurut keterangan ahli-ahli teologi
Islam, faham qadariah kelihatannya ditimbulkan buat pertama kali oleh seorang
bernama Ma’bad al-Juhani. Menurut Ibn Nabatah, Ma'bad al-Juhani dan temannya
Ghailan al-Dimasyqi mengambil faham ini dari seorang Kristen yang masuk Islam di
Irak ). Dan menurut al-Zahabi, Ma' bad adalah seorang Tabi'i yang baik Tetapi ia
memasuki lapangan politik dan memihak 'Assbd al-Rahman Ibn al-Asy'as, Gubernur
ajistan, dalam menentang kekuasaan Banu Umayyah. Dalam pertempuran dengan
al-Hajjaj Ma'bad mati terbunuh dalam tahun 80-H. 13
Untuk menelusuri sejarah timbulnya faham Qodariyah ini tentu saja tidak lepas
dari pembahasan tentang faham Jabariyah, sebagai realitas yang masih terus hadir di
kehidupan manusia dalam bidang teologi, yang secara pasti sulit ditentukan kapan
faham-faham tersebut lahir. Tetapi yang jelas, pada permulaan dinasti Bani Umayyah,
setelah Islam dianut berbagai bangsa, maka faham-faham Jabariyah dan Qodariyah telah
menjadi bahan pemikiran diantara mereka, dan dari situlah muncul pembicaraan
mengenai aliran-aliran tersebut.
Ahli teologi Islam menerangkan bahwa paham Qodariyah pertama dikenalkan
oleh Ma’bad Al-Juhani : seorang Tabi’I yang baik dan temannya Ghailan Al-Dimasqi,
yang keduannya memperoleh pahamnya dari orang Kristen yang masuk Islam di Iraq.
Ma’bad Al-Juhani adalah seorang lelaki penduduk Bashro keturunan orang majusi. Dia
adalah seorang ahli Hadist dan tafsir Al-Qur’an, tetapi kemudian ia dianggap sesat dan
membuat pendapat-pendapat yang salah. Setelah diketahui pemerintah, pada tahun 80 H

12
Op. Cit halm 36
13
Nasution, Teologi Islam, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986, hlm 32.
dia dibunuh oleh Abdul Malik bin Marwan. dan ia adalah seorang Tabi’I yang dapat
dipercaya dan pernah berguru pada Hasan al-Bashri14.
Dalam pada itu Ghailan sendiri terus menyiarkan faham Qodariyahnya di
Damaskus, tetapi mendapat tentangan dari khalifah Umar bin Abd al Aziz, setelah Umar
wafat ia meneruskan kegiatannya yang lama, sehingga ia mati dihukum bunuh oleh
Hisyam Abd Malik 724-743 M. sebelum dijatuhi hukum mati, ada beberapa perdebatan
diantara Ghailan dan al-Awzai yang dihadiri oleh Hisyam sendiri15.
Menurut W.Montgomery watt, Ma’bad al-Jauhani dan Ghailan ad -Dimashqi
adalah penganut Qodariyah yang hidup setelah Hasan al-Bashri16. Kalau di hubungkan
dengan keterangan Adz-Dzahabi dalam mizan al milal, seperti dikutip Ahmad Amin
yang menyatakan bahwa Ma’ad al-Jauhani pernah belajar pada Hasan al-Bashri , maka
sangat mungkin paham Qadariyah ini pertama kali dikembangkan oleh Hasan al-Bashri.
Maka keterangan yang ditulis oleh Ibn Nabatah dalam Syah}rul al-‘Uyun bahwa paham
Qadariyah berasal dari orang Iraq Kristen yang masuk Islam kemudian ia kembali ke
Kristen, adalah hasil rekayasa orang yang tak sependapat dengan paham ini, supaya
orang lain tak tertarik dengan pemikiran paham Qadariyah. Lagipula menurut Kremer,
seperti yang dikutip oleh Iqnaz Goldziher, dikalangan gereja timur ketika itu terjadi
pardebatan tentang doktrin Qodariyah yang mencekam pemikiran orang teologinnya.17
Berkaitan dengan awal kemunculan Qadariyah, para peneliti dibidang teologi
berbeda pendapat. Karena penganut Qadariyah sangat banyak. Diantarannya di Iraq
dengan bukti gerakan ini terjadi pada pengajian Hasan al-Bashri. Sedangkan menurut ali
sami’ bahwa ma’bad al juhani sebagian besar hidupnya tinggal di madinah kemudian
menjelang akhir hayatnya baru pindah ke basrah, dia adalah murid Abu Dzar
al-Ghiffari, musuh usman dan bani umaiyah. Sementara ghailan adalah seorang
murji’ah yang pernah berguru kepada Hasan Ibn Muhammad Ibn Hanafiyah.
Qadariyah yang berakar pada qadara yang dapat berarti memutuskan dan
memiliki kekuatan atau kemampuan. Sedangkan dalam aliran dalam ilmu kalam,

14
Ahmad Amin, Fajar Islam, hlm. 248
15
Ibid, hlm. 33
16
Ibid, hlm 25
17
Iqnazgoldziher, Pengantar Teologi Dan Hukum Islam, terj. Hesri setiawan, (Jakarta: INIS. 1991) hlm. 79
qadariyah adalah nama yang dipakai untuk suatu aliran yang memberikan penekanan
kepada kebebasan dan kekuatan manusia dalam menghasilakan
perbuatan-perbuatannya. Tentang kapan munculnya pahan qadariyah dalam islam tidak
diketahui secara pasti. Namun ada sementara para ahli yang menghubungkan paham
qodariyah ini dengan kaum khawarij.18 Tetapi menurut keterangan ahli-ahli teologi
Islam, faham qadariah kelihatannya ditimbulkan buat pertama kali oleh seorang
bernama Ma’bad al-Juhani. Menurut Ibn Nabatah, Ma'bad al-Juhani dan temannya
Ghailan al-Dimasyqi mengambil faham ini dari seorang Kristen yang masuk Islam di
Irak ). Dan menurut al-Zahabi, Ma' bad adalah seorang Tabi'i yang baik Tetapi ia
memasuki lapangan politik dan memihak 'Assbd al-Rahman Ibn al-Asy'as, Gubernur
ajistan, dalam menentang kekuasaan Banu Umayyah. Dalam pertempuran dengan
al-Hajjaj Ma'bad mati terbunuh dalam tahun 80-H. 19
Untuk menelusuri sejarah timbulnya faham Qodariyah ini tentu saja tidak lepas
dari pembahasan tentang faham Jabariyah, sebagai realitas yang masih terus hadir di
kehidupan manusia dalam bidang teologi, yang secara pasti sulit ditentukan kapan
faham-faham tersebut lahir. Tetapi yang jelas, pada permulaan dinasti Bani Umayyah,
setelah Islam dianut berbagai bangsa, maka faham-faham Jabariyah dan Qodariyah telah
menjadi bahan pemikiran diantara mereka, dan dari situlah muncul pembicaraan
mengenai aliran-aliran tersebut.
Ahli teologi Islam menerangkan bahwa paham Qodariyah pertama dikenalkan
oleh Ma’bad Al-Juhani : seorang Tabi’I yang baik dan temannya Ghailan Al-Dimasqi,
yang keduannya memperoleh pahamnya dari orang Kristen yang masuk Islam di Iraq.
Ma’bad Al-Juhani adalah seorang lelaki penduduk Bashro keturunan orang majusi. Dia
adalah seorang ahli Hadist dan tafsir Al-Qur’an, tetapi kemudian ia dianggap sesat dan
membuat pendapat-pendapat yang salah. Setelah diketahui pemerintah, pada tahun 80 H
dia dibunuh oleh Abdul Malik bin Marwan. dan ia adalah seorang Tabi’I yang dapat
dipercaya dan pernah berguru pada Hasan al-Bashri20.

18
Op. Cit halm 36
19
Nasution, Teologi Islam, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986, hlm 32.
20
Ahmad Amin, Fajar Islam, hlm. 248
Dalam pada itu Ghailan sendiri terus menyiarkan faham Qodariyahnya di
Damaskus, tetapi mendapat tentangan dari khalifah Umar bin Abd al Aziz, setelah Umar
wafat ia meneruskan kegiatannya yang lama, sehingga ia mati dihukum bunuh oleh
Hisyam Abd Malik 724-743 M. sebelum dijatuhi hukum mati, ada beberapa perdebatan
diantara Ghailan dan al-Awzai yang dihadiri oleh Hisyam sendiri21.
Menurut W.Montgomery watt, Ma’bad al-Jauhani dan Ghailan ad -Dimashqi
adalah penganut Qodariyah yang hidup setelah Hasan al-Bashri22. Kalau di hubungkan
dengan keterangan Adz-Dzahabi dalam mizan al milal, seperti dikutip Ahmad Amin
yang menyatakan bahwa Ma’ad al-Jauhani pernah belajar pada Hasan al-Bashri , maka
sangat mungkin paham Qadariyah ini pertama kali dikembangkan oleh Hasan al-Bashri.
Maka keterangan yang ditulis oleh Ibn Nabatah dalam Syah}rul al-‘Uyun bahwa paham
Qadariyah berasal dari orang Iraq Kristen yang masuk Islam kemudian ia kembali ke
Kristen, adalah hasil rekayasa orang yang tak sependapat dengan paham ini, supaya
orang lain tak tertarik dengan pemikiran paham Qadariyah. Lagipula menurut Kremer,
seperti yang dikutip oleh Iqnaz Goldziher, dikalangan gereja timur ketika itu terjadi
pardebatan tentang doktrin Qodariyah yang mencekam pemikiran orang teologinnya.23
Berkaitan dengan awal kemunculan Qadariyah, para peneliti dibidang teologi
berbeda pendapat. Karena penganut Qadariyah sangat banyak. Diantarannya di Iraq
dengan bukti gerakan ini terjadi pada pengajian Hasan al-Bashri. Sedangkan menurut ali
sami’ bahwa ma’bad al juhani sebagian besar hidupnya tinggal di madinah kemudian
menjelang akhir hayatnya baru pindah ke basrah, dia adalah murid Abu Dzar
al-Ghiffari, musuh usman dan bani umaiyah. Sementara ghailan adalah seorang
murji’ah yang pernah berguru kepada Hasan Ibn Muhammad Ibn Hanafiyah.
2. Ajaran-ajaran dalam Aliran Qadariyah
a. Ajaran Ma’bad al-Juhani
Perbuatan manusia diciptakan atas kehendaknya sendiri oleh karena itu Ia
bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Tuhan sama sekali tak ikut berperan

21
Ibid, hlm. 33
22
Ibid, hlm 25
23
Iqnazgoldziher, Pengantar Teologi Dan Hukum Islam, terj. Hesri setiawan, (Jakarta: INIS. 1991) hlm. 79
serta dalam perbuatan manusia, bahkan Tuhan tidak tahu apa yang akan dilakukan
manusia, kecuali setelah perbuatan itu dilakukan, barulah Tuhan mengetahuinnya.
b. Ajaran Ghailan al-Dimasqi
1) Manusia menentukan perbuatannya dengan kemauannya dan mampu berbuat
baik dan buruk tanpa campur tangan Tuhan.iman ialah mengetahui dan
mengakui allah dan rasulnya, sedangkan amal perbuatan tidak mempengaruhi
iman.
2) Allah tidak memiliki sifat
3) Al Qur’an itu makhluk
4) Iman adalah hak semua orang bukan dominasi Quroisy,asal cakap berpegang
teguh pada Al-Qur’an dan al-Sunnah. 24
3. Doktrin-doktrin Aliran Qodariyah
Dalam kitab Al-Milal wa An-Nihal, pembahasan masalah Qadariyah disatukan
dengan pembahasan tentang doktrin-doktrin Mu’tazilah, sehingga perbedaan antara
kedua aliran ini kurang begitu jelas. Ahmad Amin juga menjelaskan bahwa doktrin
qadar lebih luas di kupas oleh kalangan Mu’tazilah sebab faham ini juga menjadikan
salah satu doktrin Mu’tazilah, akibatnya orang menamakan Qadariyah dengan
Mu’tazilah karena kedua aliran ini sama-sama percaya bahwa manusia mempunyai
kemampuan untuk mewujudkan tindakan tanpa campur tangan Tuhan.25
Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghailan tentang doktrin Qadariyah
bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya. Manusia sendiri pula melakukan
atau menjauhi perbuatan atau kemampuan dan dayanya sendiri. Salah seorang pemuka
Qadariyah yang lain , An-Nazzam, mengemukakan bahwa manusia hidup mempunyai
daya dan ia berkuasa atas segala perbuatannya.26 Doktrin Qodariyah pada dasarnya
menyatakan bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendak sendiri.
Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas ke hendaknya
sendiri, baik perbuatan baik maupun jahat. Sesungguhnya tidak pantas, manusia

24
Ali Musthofa al-ghurabi, Tharikh al-firaq al-islamiyyah. (Mesir: Maktabahwa Mathaba’ah. Terjemah: Muhammad Ali
ShabihwaAuladih) hlm. 34-35
25
Asy-syahrastani, op. cit. 37.
26
Harun Nasution, op cit. 35.
menerima siksaan atau tindakan salah yang di lakukan bukan atas keinginan dan
kemampuan. Dalam paham Qodariyah, takdir itu adalah ketentuan Allah yang
menciptakannya bagi alam semesta beserta seluruh isinya, siksa Azali, yaitu hukum
yang dalam istilah Al-Qur’an adalah sunnatullah. Dengan pemahaman yang seperti ini,
kaum Qodariyah berpendapat, bahwa tidak ada alasan yang tepat untuk menyandarkan
segala perbuatan manusia kepada perbuatan Tuhan. Doktrin- doktrin ini mempunyai
pijakan dalam doktrin Islam sendiri. Dapat disimpulkan doktrin dari aliran qadariyah ini
menjadi beberapa poin:
a. Manusia memiliki kebebasan untuk menentukan tindakannya sendiri
b. Aliran Qadariyah mengukur keadilan Allah dengan barometer keadilan manusia
BAB 3
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kata Jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti memaksa. Dalam istilah Inggris
faham ini disebut fatalism atau predestination, yaitu faham yang menyebutkan bahwa
perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh qadha dan qadar Tuhan. Dapat kita
ambil kesimpulan bahwa, awal mula kemunculan paham Jabariyah adalah sejak awal
periode islam. Namun al-Jabar sebagai pola pikir atau aliran yang dianut, dipelajari dan
dikembangkan,baru terjadi pada masa pemerintahan Bani Umayah. Doktrin aliran
Jabbariyah antara lain adalah Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa, Iman adalah
ma’rifat atau membenarkan dalam hati, Kalam Tuhan adalah Makhluk serta Surga dan
neraka tidak kekal.
Para pemuka Jabariyah baik yang ekstrem dan moderat adalah;Jahm bin Safwan,
Ja’ad bin Dirham, An-Najjar dan Adh-Dhirar. Adapun doktrin aliran ini; Kelompok ekstrem
memandang bahwa manusia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri dan
tidak mempunyai pilihan, manusia didalam perbuatannya adalah dipaksa dengan tidak ada
kekuasaan, kemauan dan pilihan baginya. sedangkan menurut kaum moderat, tuhan memang
menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun baik, tetapi manusia
mempunyai bagian di dalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai
efek untuk mewujudkan perbuatannya. Inilah yang dimaksud dengan kasab. Dalam faham
kasab, manusia tidaklah majbur (dipaksa oleh tuhan), tidak seperti wayang yang
dikendalikan oleh dalang tidak pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi manusia memperoleh
perbuatan yang diciptakan tuhan.
Aliran qadariyah adalah salah satu aliran teologi islam yang berpaham bahwa segala
tindakan manusia tidak diinterfensi oleh Allah melainkan atas kemampuann dan pilihan
manusia itu sendiri , mau melakukan perbuatan baik atau perbuatan buruk. Secara jelas awal
kemunculan aliran qadariyah belum diketahui, tapi ada beberapa sumber menjelaskan bahwa
kemunculan aliran qadariyah dipelopori oleh Ma’bat Al Jauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqy.
Menurut qadariyah takdir adalah ketentuan yang diciptakan Allah bagi semesta alam dan
seluruh isinya sejak awal yang didalam istilah Al Qur’an disebut dengan istilah sunnatullah,
dan secara alamiah manusia tidak dapat merubahnya, tapi manusia dapat melakukan sesuatu
untuk memperbaiki takdir tersebut dengan kemampuan dan kekuasaannya sendiri. Doktrin
Qodariyah pada dasarnya menyatakan bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas
kehendak sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas
ke hendaknya sendiri, baik perbuatan baik maupun jahat. Sesungguhnya tidak pantas,
manusia menerima siksaan atau tindakan salah yang di lakukan bukan atas keinginan dan
kemampuan.

B. SARAN
Persoalan yang dihadapi oleh ahli-ahli teologi Islam sejak dulu antara lain, apakah perbuatan
manusia itu sepenuhnya terikat pada kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, ataukah
manusia diberi kebebasan untuk berbuat sesuatu. Namun terlepas dari semua aliran teologi
yang ada, jangan sampai membuat umat Islam terpecah belah. Semua kembali kepada
kepercayaan masing-masing, asal jangan sampai menyimpang dari ajaran Rasulullah SAW.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Nasir, Sahiluddin. Pengantar Ilmu Kalam, Jakarta: Rajawali, 1991.


Nasution, Harun. Teologi Islam, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986.
Setiaputri, Alvina Nanda. Jahm bin Shofwan: Teologi Jabariyah yang Fenomenal, Diakses
dari
https://ibtimes.id/jahm-bin-shafwan-teolog-jabariyah-yang-fenomenal/.
23 Oktober 2021.
Harun Nasution, Ensiklopedia Islam Indonesia , Djamban, Jakarta, 1992.
Wahyudin, Yudian. Aliran dan Teori Filsafat Islam Sundusiyah Makiyah, Pemahaman Jabariyah
Beserta Tokoh dan Dokterinya, diakses dari
https://www.kompasiana.com/sundusiahmakinah0654/5bac22eb677ffb7f7c71c1b2/
pemahaman-jabariyah-beserta-tokoh-dan-doktrinnya?page=all&page_images=1, 27
Desember 2018.
Kajian ilmu kalam IAIN menyongsong perguliran paradigma keilmuan keislaman pada era
millennium ketiga dalam al jamiah journal of Islamic studies, No 65/VI. dalam al
jamiah journal of Islamic studies, No 65/VI. Yogyakarta :IAIN suka,2000.
Asy’ary al abu hasan. 1965. Kitab al luma’fi al-rad ‘ala zaig wa al-Bida’,kairo:tp
Komarudin Didin. Buku Daras Studi Ilmu Kalam 1. 2015
Sahiluddin A. Nasir, Pengantar Ilmu Kalam, Rajawali, Jakarta, 1991
Nanda Setiaputri ,Alvina, Jahm bin Shofwan: Teologi Jabariyah yang Fenomenal, Diakses dari
https://ibtimes.id/jahm-bin-shafwan-teolog-jabariyah-yang-fenomenal/. 23 Oktober 2021.
Harun Nasution, Ensiklopedia Islam Indonesia , Djamban, Jakarta, 1992
Iqnazgoldziher, Pengantar Teologi Dan Hukum Islam, terj. Hesri setiawan, (Jakarta: INIS. 1991)
al-ghurabi,Ali Musthofa, Tharikh al-firaq al-islamiyyah. (Mesir: Maktabahwa
Mathaba’ah. Terjemah: Muhammad Ali ShabihwaAuladih) .

Anda mungkin juga menyukai