Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

AL - ZABARIYAH

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 4

- HANIMAH
- RAWIYANI
- MIRA MITA
SUCI AYU

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAISES)


KUTACANE TAHUN 2015
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala kasih sayang
rahmat hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan dan menyusun makalah
jabariyah ini dengan baik.
Tidak akan terbentuk suatu laporan yang baik dan benar jika tidak ada orang-orang
yang demikian sabar membantu dan membimbing kami, maka dari itu kami ingin
mengucapkan terima kasih.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak ditemukan
kekurangan. Oleh karena itu, kami minta maaf dan sekaligus mohon kepada pembaca yang
budiman untuk berkenan memberikan kritik maupun saran guna perbaikan penulisan
selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.

Wassalamualaikum wr.wb

Kutacane

Oktober 2015

penyusun

i
DAFTAR
ISI

DAFTAR ISI......................................................................................................................i

KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1
A. Latar belakang.......................................................................................................1
BAB II ALIRAN JABARIYAH.......................................................................................2
2.1 Latar Belakang Aliran Jabariyah( fatalism atau predestination)..........................2
2.2 Pengertian Jabariyah ..............................................................................................4
2.3 Sejarah Kemunculan Aliran jabariyah....................................................................5
2.4 Tokoh Dan Ajaran Dalam Aliran Jabariyah........................................................... 7
2.5 Pokok-pokok paham Jabariyah ............................................................................ 11
2.6 Ciri- ciri Paham Jabariyah.................................................................................... 12
2.7 Penolakan terhadap paham Jabariyah................................................................... 13

BAB III PENUTUP.........................................................................................................14


3.1 Kesimpulan........................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 15

ii

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang

Di masa lalu ada perdebatan sengit antara para ulama dan tokoh-tokoh teologi yang
ditimbulkan akibat masuknya nilai-niai filsafat non Islam terutama dari barat (Yunani).
Karena akar filsaat dan teologi mereka berangkat dari mitos tanpa dasar dari agama
samawi yang kuat, maka masuknya paham ini kedunia Islam pastilah menimbulkan
pertentangan tajam. Dalam tubuh umat Islam, pertentangan ini mengerucut pada tarik
menarik antara dua kutub utama yaitu ahlussunnah yang mempertahankan paham
berdasarkan nash (naql) dan Mu`tazilah yang cenderung menafikan nash (naql) dan
bertumpu kepada akal semata. Sehingga mereka sering disebut dengan kelompok
rasionalis.

BAB II
TEORI ALIRAN JABARIYAH
2.1 Latar Belakang Aliran Jabariyah( fatalism atau predestination)

Secara bahasa jabariyah berasal dari kata yang mengandung pengertian


memaksa. Di dalam kamus Al-Munjid dijelaskan bahwa nama jabariyah berasal dari kata
jabara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu.
Sedangkan secara istilah, jabariyah adalah menolak adanya perbuatan dari manusia dan
menyandarkan semua perbuatan kepada Allah. Dengan kata lain adalah manusia
mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa (majbur) . Menurut Harun Nasution
jabariyah adalah faham yang menyebutkan bahwa segala perbuatan manusia telah
ditentukan oleh qadha dan qadar Allah. Maksudnya adalah bahwa setiap perbuatan yang
dikerjakan manusia tidak berdasarkan kehendak manusia, namun diciptakan oleh Tuhan
dan dengan kehendak-Nya. Di sini manusia tidak mempunyai kebebasan dalam berbuat
karena tidak memiliki kemampuan. Ada yang mengistilahkan bahwa jabariyah adalah
aliran manusia menjadi wayang dan Tuhan sebagai dalangnya .
Adapun mengenai latar belakang lahirnya aliran jabariyah tidak ada penjelasan
yang jelas. Abu Zahra menuturkan bahwa faham ini muncul sejak zaman sahabat dan masa
bani Umayyah. Ketika itu para ulama membicarakan tentang masalah qadar dan kekuasaan
manusia ketika berhadapan dengan kekuasaan mutlak Tuhan .
Pendapat lain mengatakan bahwa paham ini diduga telah muncul sejak sebelum
agama Islam datang ke masyarakat Arab. Kehidupan bangsa Arab yang diliputi oleh gurun
pasir sahara telah memberikan pengaruh besar dalam cara hidup mereka. Di tengah bumi
yang disinari terik matahari dengan air yang sangat sedikit dan udara yang panas ternyata
tidak dapat memberikan kesempatan bagi tumbuhnya pepohonan dan suburnya tanaman,
tapi yang tumbuh hanya rumput yang kering dan beberapa pohon kuat untuk menghadapi
panasnya musim serta keringnya udara.

Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam situasi demikian masyarakat Arab tidak
melihat jalan untuk mengubah keadaan di sekeliling mereka sesuai dengan kehidupan yang
diinginkan. Mereka merasa lemah dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup. Artinya
mereka banyak bergantung pada alam, sehingga menyebabkan mereka menganut faham
fanatisme . Faham ini pertama kali diperkenalkan oleh Jad bin Dirham kemudian
disebarkan oleh Jahm bin Shafwan dari Khurasan. Dalam sejarah teologi Islam, Jahm
tercatat sebagai tokoh yang mendirikan aliran jahmiyah dalam kalangan Murjiah. Ia
adalah sekretaris Suraih bin Al-Haris dan selalu menemaninya dalam gerakan melawan
Bani Umayah. Sebenarnya benih-benih faham jabariyah juga dapat dilihat dalam beberapa
peristiwa sejarah diantaranya:
1. Suatu ketika Nabi menjumpai sahabatnya yang sedang bertengkar dalam masalah takdir
Tuhan, Nabi melarang mereka untuk memperdebatkan persoalan tersebut, agar terhindar
dari kekeliruan penafsiran tentang ayat-ayat Tuhan mengenai takdir.
2. Khalifah Umar bin al-Khattab pernah menangkap seorang pencuri. Ketika diinterogasi
pencuri itu berkata Tuhan telah menentukan aku mencuri mendengar itu Umar
memberikan dua jenis hukuman kepada orang itu yaitu hukuman potong tangan dan
hukuman dera karena menggunakan dalil takdir Tuhan.
3. Ketika Ali bin Abu Thalib ditanya tentang qadar Tuhan dalam kaitannya dengan siksa
dan pahala. Orang itu bertanya apabila (perjalanan menuju perang Siffin) itu terjadi dengan
qadha dan qadar Tuhan, tidak ada pahala sebagai balasannya. Kemudian Ali
menjelaskannya bahwa qadha dan qadar Tuhan bukanlah sebuah paksaan. Sekiranya qadha
dan qadar itu merupakan paksaan, maka tidak ada pahala dengan siksa, gugur pula janji
dan dan ancaman Allah, dan tidak ada pujian bagi orang yang baik dan tidak ada celaan
bagi orang berbuat dosa.

4. Adanya bibit pengaruh faham jabariyah yang telah muncul dari pemahaman terhadap
ajaran Islam itu sendiri. Ada sebuah pandangan mengatakan bahwa aliran jabariyah
muncul karena ada pengaruh dari pemikiran asing yaitu pengaruh agama Yahudi
bermazhab qurra dan dar agama Kristen bermazhab yacobit.
Paparan diatas menjelaskan bahwa, bibit faham jabariyah telah muncul sejak awal
periode Islam. Namun, jabariyah sebagai suatu pola pikir atau aliran yang dianut, dipelajari
dan dikembangkan, baru terjadi pada masa pemerintahan Daulah Bani Umayah, yakni oleh
kedua tokoh yang telah disebutkan diatas.

2.2 PENGERTIAN JABARIYAH


Sebelum kita memahami dan mengenal lebih dalam mengenai sejarah kemunculan
aliran Jabariyah ini, perlu saya paparkan pengertian dari kata Jabariyah itu sendiri, baik
secara etimologi maupun sacara terminologi. Kata Jabariyah berasal dari kata Jabara dalam
bahasa Arab yang mengandung arti memaksa dan mengharuskan melakukan sesuatu.
(Abdul Razak, 2009 : 63).
Pengertian arti kata secara etimologi diatas telah dipahami bahwa kata jabara
merupakan suatu paksaan di dalam melakukan setiap sesuatu. Atau dengan kata lain ada
unsur keterpaksaan. Kata Jabara setelah berubah menjadi Jabariyah (dengan menambah
Yaa nisbah) mengandung pengertian bahwa suatu kelompok atau suatu aliran (isme).
Ditegaskan kembali dalam berbagai referensi yang dikemukakan oleh Asy-Syahratsan
bahwa paham Al-Jabar berarti menghilangkan perbuatan manusia dalam arti sesungguhnya
dan menyandarkannya kepada Allah, dengan kata lain, manusia mengerjakan perbuatannya
dalam keadaan terpaksa. Dalam referensi Bahasa Inggris, Jabariyah disebut Fatalism atau

Predestination. Yaitu paham yang menyebutkan bahwa perbuatan manusia telah ditentukan
dari semula oleh qadha dan qadar Allah. (Harun Nasution, 1986 : 31)
Dapat Kita simpulkan bahwa aliran Jabariyah adalah aliran sekelompok orang yang
memahami bahwa segala perbuatan yang mereka lakukan merupakan sebuah unsur
keterpaksaan atas kehendak Tuhan dikarenakan telah ditentukan oleh qadha dan qadar
Tuhan. Jabariah adalah pendapat yang tumbuh dalam masyarakat Islam yang melepaskan
diri dari seluruh tanggungjawab. Maka Manusia itu disamakan dengan makluk lain yang
sepi dan bebas dari tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain,
manusia itu diibaratkan benda mati yang hanya bergerak dan digerakkan oleh Allah
Pencipta, sesuai dengan apa yang diinginkan-Nya. Dalam soal ini manusia itu dianggap
tidak lain melainkan bulu di udara dibawa angin menurut arah yang diinginkan-Nya. Maka
manusia itu sunyi dan luput dari ikhtiar untuk memilih apa yang diinginkannya sendiri.

2.3 SEJARAH KEMUNCULAN ALIRAN JABARIYAH


Mengenai asal usul serta akar kemunculan aliran Jabariyah ini tidak lepas dari beberapa
faktor. Antara lain :
1. Faktor Politik
Pendapat Jabariah diterapkan di masa kerajaan Ummayyah (660-750 M). Yakni di
masa keadaan keamanan sudah pulih dengan tercapainya perjanjian antara Muawiyah
dengan Hasan bin Ali bin Abu Thalib, yang tidak mampu lagi menghadapi kekuatan
Muawiyah. Maka Muawiyah mencari jalan untuk memperkuat kedudukannya. Di sini ia
bermain politik yang licik. Ia ingin memasukkan di dalam pikiran rakyat jelata bahwa
pengangkatannya sebagai kepala negara dan memimpin ummat Islam adalah berdasarkan

"Qadha dan Qadar/ketentuan dan keputusan Allah semata" dan tidak ada unsur manusia
yang terlibat di dalamnya.
Golongan Jabariyah pertama kali muncul di Khurasan (Persia) pada saat
munculnya golongan Qodariyah, yaitu kira-kira pada tahun 70 H. Aliran ini dipelopori
oleh Jahm bin Shafwan, aliran ini juga disebut Jahmiyah. Jahm bin Shafwan-lah yang
mula-mula mengatakan bahwa manusia terpasung, tidak mempunyai kebebasan apapun,
semua perbuatan manusia ditentukan Allah semata, tidak ada campur tangan manusia.
Paham Jabariyah dinisbatkan kepada Jahm bin Shafwan karena itu kaum Jabariyah disebut
sebagai kaum Jahmiyah, Namun pendapat lain mengatakan bahwa orang yang pertama
mempelopori paham jabariyah adalah Al-Ja'ad bin Dirham, dia juga disebut sebagai orang
yang pertama kali menyatakan bahwa Al-Quran itu makhluq dan meniadakan sifat-sifat
Allah. Disamping itu kaum Jahmiyah juga mengingkari adanya ru'ya (melihat Allah
dengan mata kepala di akhirat). Meskipun kaum Qadariyah dan Jahmiyah sudah musnah
namun ajarannya masih tetap dilestarikan. Karena kaum Mu'tazilah menjadi pewaris kedua
pemahaman tersebut dan mengadopsi pokok-pokok ajaran kedua kaum tersebut.
Selanjutnya ditangan Mu'tazilah paham-paham tersebut segar kembali. Sehingga Imam AsSyafi'i menyebutnya Wasil, Umar, Ghallan al-Dimasyq sebagai tiga serangkai yang seide
itulah sebabnya kaum Mu'tazilah dinamakan juga kaum Qadariyah dan Jahmiyah.
Disebut Qadariyah karena mereka mewarisi isi paham mereka tentang penolakan
terhadap adanya takdir, dan menyandarkan semua perbuatan manusia kepada diri sendiri
tanpa adanya intervensi Allah. Disebut Jahmiyah karena mereka mewarisi dari paham
penolakan mereka yang meniadakan sifat-sifat Allah, Al-quran itu Makhluk, dan
pengingkatan mereka mengenai kemungkinan melihat Allah dengan mata kepala di hari
kiamat.

Berkaitan dengan hal ini, Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa sebagai pengikut
Mu'tazilah adalah Jahmiyah tetapi tidak semua Jahmiyah adalah Mu'tazilah, karena kaum
Mu'tazilah berbeda pendapat dengan kaum Jahmiyah dalam masalah Jabr (hamba berbuat
karena terpaksa). Kalau kaum Mu'tazilah menafikanya maka kaum Jahmiyah meyakininya.

2. Faktor Geografi
Para ahli sejarah pemikiran mengkaji melalui pendekatan geokultural bangsa Arab.
Kehidupan bangsa Arab yang dikungkung oleh gurun pasir sahara memberikan pengaruh
besar ke dalam cara hidup mereka. Ketergantungan mereka kepada alam sahara yang ganas
telah memunculkan sikap penyerahan diri terhadap alam. Situasi demikian, bangsa Arab
tidak melihat jalan untuk mengubah keadaan sekeliling mereka sesuai dengan keingianan
mereka sendiri. Mereka merasa lemah dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup.
Akhirnya, mereka banyak bergantung kepada sikap Fatalisme.
2.4. Tokoh dan Ajaran dalam Aliran Jabariyah
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, bahwa yang pertama kali
memperkenalkan faham jabariyah adalah Jad bin Dirham dan Jahm bin Shafwan.
1. Al-Jad bin Dirham
Ia adalah seorang hamba dari bani Hakam dan tinggal di Damsyik. Ia dibunuh
pancung oleh Gubernur Kufah yaitu khalid bin Abdullah El-Qasri. Jad adalah seorang
Maulana Bani Hakim, tinggal di Damaskus. Ia dibesarkan di dalam lingkungan orang
Kristen yang senang membicarakan teologi.
Pendapat-pendapatnya :
a. Tidak pernah Allah berbicara dengan Musa sebagaimana yang disebutkan oleh
Alqur'an surat An-Nisa ayat 164.

b. Bahwa Nabi Ibrahim tidak pernah dijadikan Allah kesayangan Nya menurut ayat
125 dari surat An-Nisa.

2. Jahm Ibnu Shafwan


Ia bersal dari Persia dan meninggal tahun 128 H dalam suatu peperangan di
Marwan dengan Bani Ummayah. Pendapat-pendapatnya:
a. Bahwa keharusan mendapatkan ilmu pengetahuan hanya tercapai dengan akal
sebelum pendengaran. Akal dapat mengetahui yang baik dan yang jahat hingga
mungkin mencapai soal-soal metafisika dan ba'ts/dihidupkan kembali di akhirat
nanti. Hendaklah manusia menggunakan akalnya untuk tujuan tersebut bilamana
belum terdapat kesadaran mengenai ketuhanan.
b. b.Iman itu adalah pengetahuan mengenai kepercayaan belaka. Oleh sebab itu iman
itu tidak meliputi tiga oknum keimanan yakni kalbu, lisan dan karya. Maka
tidaklah ada perbedaan antara manusia satu dengan yang lainnya dalam bidang ini,
sebab ia adalah semata pengetahuan belaka sedangkan pengetahuan itu tidak
berbeda tingkatnya.
c. Tidak memberi sifat bagi Allah yang mana sifat itu mungkin diberikan pula kepada
manusia, sebab itu berarti menyerupai Allah dalam sifat-sifat itu. Maka Allah tidak
diberi sifat sebagai satu zat atau sesuatu yang hidpu atau alim/mengetahui atau
mempunyai keinginan, sebab manusia memiliki sifat-sifat yang demikian itu.
Tetapi

boleh

Allah

disifatkan

dengan

Qadir/kuasa,

Pencipta,

Pelaku,

Menghidupkan, Mematikan sebab sifat-sifat itu hanya tertentu untuk Allah semata
dan tidak dapat dimiliki oleh manusia.
Nama lengkapnya adalah Abu Mahrus Jaham bin Shafwan. Ia termasuk Maulana
Bani Rasib, juga seorang tabiin berasal dari Khurasan, dan bertempat tinggal di Khuffah,

ia seorang dai yang fasih dan lincah (orator). Ia menjabat sebagai sekretaris Harits bin
Surais seorang mawali yang menentang pemerintahan Bani Umayah di Khurasan. Ia
ditawan dalam pemberontakan dan dibunuh pada tahun 128H. Ia dibunuh karena masalah
politik dan tidak ada kaiatannya dengan agama .
Jabariyah dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu ekstrim dan moderat. Di
antara ajaran jabariyah ekstrim adalah pendapatnya bahwa segala perbuatan manusia
bukan merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri, tetapi perbuatannya
yang dipaksakan atas dirinya.
Sebagai penganut dan penyebar faham jabariyah, banyak usaha yang dilakukan
Jahm yang tersebar keberbagai tempat, seperti ke Tirmidz dan Balk . Pendapatnya
mengenai persoalan teologi adalah sebagai berikut:
a. Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa, ia tidak mempunyai daya, tidak
mempunyai kehendak sendiri dan tidak mempunyai pilihan.
b. Surge dan neraka tidak kekal. Tidak ada yang kekal selain Tuhan.
c. Iman adalah marifat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini, pendapatnya dengan
konsep Iman yang dimajukan kaum Murjiah.
d. Kalam Tuhan adalah makhluk Allah mahasuci dari segala sifat dan keserupaan dengan
manusia seperti berbicara, mendengar dan melihat. Begitu pula Tuhan tidak dapat dilihat
dengan indera mata di akhirat kelak.
Ajaran pokok Jad bin Dirham secara umum sama dengan pikiran Jahm. AlGhuraby menjelaskannya sebagai berikut:
a. Al-Quran itu adalah makhluk. Oleh karena itu, dia baru. Sesuatu yang baru itu
tidak dapat disifatkan Allah

b. Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk seperti berbicara,
melihat, mendengar
c. Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya .
Berbeda dengan jabariyah ekstrim, jabariyah moderat mengatakan bahwa Tuhan
memang menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik.
Tetapi manusia mempunyai bagian di dalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri
manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya. Inilah yang dimaksud dengan
kasab . Menurut faham kasab, manusia tidaklah majbur (dipaksa oleh Tuhan), tidak seperti
wayang yang dikendalikan oleh dalang dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi
manusia memperoleh perbuatan yang diciptakan Tuhan . Yang termasuk tokoh jabariyah
moderat adalah sebagai berikut:
1) An-Najjar
Nama lengkapnya adalah Husain bin Muhammad An-Najjar. Di antara pendapatpendapatnya adalah:
1. Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian atau
peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu. Itulah yang disebut kasab.
2. Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat. Akan tetapi an-Najjar mengatakan bahwa Tuhan
dapat saja memindahkan potensi hati (marifat) pada mata, sehingga manusia dapat
melihat Tuhan

2) Adh-Dhirar
Dhirar mengatakan bahwa Tuhan dapat dilihat di akhirat melalui indera ke enam. Ia
juga berpendapat bahwa hujjah yang dapat diterima setelah Nabi adalah Ijtihad. Hadits
ahad tidak dapat dijadikan sumber dalam menetapkan hukum.

Adapun golongan jabariyah mengatakan bahwa tidak ada ikhtiar bagi manusia,
sebab Tuhan telah lebih dahulu menentukan segala-galanya. Sementara Ahlussunnah
menetapkan usaha dan ikhtiar bagi manusia dan Allah yang menentukan. Jadi, orang akan
mendapat pahala dengan usaha dan ikhtiarnya, juga sebaliknya ia akan mendapat dosa oleh
sebab usaha dan ikhtiarnya.
Terlepas dari perbedaan pendapat tentang awal lahirnya aliran ini, dalam al-Quran
sendiri banyak terdapat ayat-ayat yang melatar belakangi lahirnya faham jabariyah di
antaranya:
Dalam surat Ash-Shaffat ayat 96, Allah berfirman:
Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat
itu.
Dalam surat Al-Anam ayat 111, Allah berfirman:
Mereka tidak akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki.
Dalam surat Al-Anfal ayat 17, Allah berfirman:
Dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allahlah yang melempar.
Ayat-ayat diatas terkesan membawa seseorang pada alam pikiran jabariyah.
Mungkin inilah yang menyebabkan pola pikir jabariyah masih tetap ada di kalangan umat
Islam hingga kini walaupun anjurannya telah tiada. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa, manusia dalam paham jabariyah adalah sangat lemah, tak berdaya, terikat dengan
kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Seluruh tindakan dan perbuatan manusia tidak
boleh lepas dari aturan dan skenario serta kehendak Tuhan.
2.5. Pokok- pokok paham Jabariyah

Paham Jabariyah bertolak belakang dangan paham Qadariyah. Menurut Jabariyah,


manusia tidak mempunyai kemampuan untuk mewujudkan perbuatannya, dan tidak
memiliki kemampuan untuk memilih. Segala gerak dan perbuatan yang dilakukan manusia
pada hakikatnya adalah dari Allah semata. Meskipun demikian, manusia tetap
mendapatkan pahala atau siksa karena perbuatan baik atau jahat yang dilakukannya.
Paham bahwa perbuatan yang dilakukan manusia adalah sebenarnya perbuatan Tuhan
tidak menafikan adanya pahala dan siksa.
Para penganut mazhab ini ada yang ekstrim, ada pula yang bersikap moderat. Jahm
bin Shafwan termasuk orang yang ekstrim, sedangkan yang moderat antara lain adalah :
Husain bin Najjar, Dhirar bin Amru, dan Hafaz al Fardi yang mengambil jalan tengah
antara Jabariyah dan Qadariyah.
Menurut paham ini manusia tidak hanya bagaikan wayang yang digerakkan oleh
dalang, tapi manusia tidak mempunyai bagian sama sekali dalam mewujudkan perbuatanperbuatannya Pandangan tersebut didasarkan pada beberapa ayat dalam al Quran, seperti
QS. Al Anfal yang terjemahnya :
Tidak ada bencana yang menimpa bumi dan diri kamu, kecuali telah ditentukan di dalam
buku sebelum kamu wujud
Jika seseorang menganut paham ini, akan menjadikan ia pasrah, tidak ada
kreatifitas dan semangat untuk mengikuti perkembangan dan kemajuan masyarakat,
sehingga tetap terbelakang.
2.6. CIRI-CIRI AJARAN JABARIYAH
Diantara ciri-ciri ajaran Jabariyah adalah :
1. Bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan dan ikhtiar apapun, setiap perbuatannya
baik yang jahat, buruk atau baik semata Allah semata yang menentukannya.

2. Bahwa Allah tidak mengetahui sesuatu apapun sebelum terjadi.


3. Ilmu Allah bersifat Huduts (baru)
4. Iman cukup dalam hati saja tanpa harus dilafadhkan.
5. Bahwa Allah tidak mempunyai sifat yang sama dengan makhluk ciptaanNya.
6. Bahwa surga dan neraka tidak kekal, dan akan hancur dan musnah bersama
penghuninya, karena yang kekal dan abadi hanyalah Allah semata.
7. Bahwa Allah tidak dapat dilihat di surga oleh penduduk surga.
8. Bahwa Alqur'an adalah makhluk dan bukan kalamullah
2.7. PENOLAKAN TERHADAP PAHAM JABARIYAH
Kelompok jabariyah adalah orang-orang yang melampaui batas dalam menetapkan
takdir hingga mereka mengesampingkan sama sekali kekuasaan manusia dan mengingkari
bahwa manusia bisa berbuat sesuatu dan melakukan suatu sebab (usaha). Apa yang
ditakdirkan kepada mereka pasti akan terjadi. Mereka berpendapat bahwa manusia
terpaksa melakukan segala perbuatan mereka dan manusia tidak mempunyai kekuasaan
yang berpengaruh kepada perbuatan, bahkan manusia seperti bulu yang ditiup angin. Maka
dari itu mereka tidak berbuat apa-apa karena berhujjah kepada takdir. Jika mereka
mengerjakan suatu amalan yang bertentangan dengan syariat, mereka merasa tidak
bertanggung jawab atasnya dan mereka berhujjah bahwa takdir telah terjadi.
Akidah yang rusak semacam ini membawa dampak pada penolakan terhadap
kemampuan manusia untuk mengadakan perbaikan. Dan penyerahan total kepada syahwat
dan hawa nafsunya serta terjerumus ke dalam dosa dan kemaksiatan karena menganggap
bahwa semua itu telah ditakdirkan oleh Allah atas mereka. Maka mereka menyenanginya
dan rela terhadapnya. Karena yakin bahwa segala yang telah ditakdirkan pada manusia
akan menimpanya, maka tidak perlu seseorang untuk melakukan usaha karena hal itu tidak
mengubah takdir.

Keyakinan semacam ini telah menyebabkan mereka meninggalkan amal shalih dan
melakukan usaha yang dapat menyelamatkannya dari azab Allah, seperti shalat, puasa dan
berdoa. Semua itu menurut keyakinan mereka tidak ada gunanya karena segala apa yang
ditakdirkan Allah akan terjadi sehingga doa dan usaha tidak berguna baginya. Lalu mereka
meninggalkan amar ma'ruf dan tidak memperhatikan penegakan hukum. Karena kejahatan
merupakan takdir yang pasti akan terjadi. Sehingga mereka menerima begitu saja
kedzaliman orang-orang dzalim dan kerusakan yang dilakukan oleh perusak, karena apa
yang dilakukan mereka telah ditakdirkan dan dikehendaki oleh Allah.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa, baik aliran qadariyah maupun
jabariyah nampaknya memperlihatkan faham yang saling bertentangan sekalipun mereka
sama-sama berpegang pada al-Quran. Hal ini memperlihatkan betapa terbukanya
kemungkinan terjadinya perbedaan pendapat dalam Islam. Namun pendapat mana yang
lebih baik tidaklah bisa dinilai sekarang. Penilaian yang sesungguhnya akan diberikan oleh
Tuhan di akhirat nanti. Penilaian baik atau tidaknya suatu pendapat dalam pandangan
manusia mungkin bisa dilakukan dengan mencoba menghubungkan pendapat tersebut
dengan peristiwa-peristiwa yang berkembang dalam sejarah. Pendapat yang baik adalah
apabila ia berlaku di masyarakat dan dapat bertahan dalam kehidupan manusia.

DAFTAR PUSTAKA
DR. Abdul Razak, M.Ag, Ilmu Kalam, Pustaka Setia, Bandung : 2009

Harun Nasution, Teologi Islam, UI-Press, Jakarta : 1986 n dalil-dalil baik syariat maupun
akal.
http://mihwanuddin.wordpress.com/2011/03/10/asal-usul-pandangan-dan-pendapat-aliranjabariyah/ diakses pada tanggal 23 September 2012
http://bara-aliranjabariyah.blogspot.com/ diakses pada tanggal 23 September 2012
http://gusriwandi.blogspot.com/2012/03/aliran-dalam-ilmu-kalam-qadariyah-dan.html
diakses tanggal 23 September 2012
Abuddin Nata, 1995, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Rosihon Anwar, dkk, 2006, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia.
Sirajuddin Zar, 2003, Teologi Islam: aliran dan ajarannya, Padang: IAIN Press.
Syamsuddin, Muhammad.1977Dirasat fil Aqidatil-Islamiyyah.Darul-Kutub-al-LubnaniyDarul-Kutub-al-Mishriy. Kamal, Tamrin.2008. Teologi Islam : Mengawali Studi Ilmu
Kalam
Dengan
Pemahaman
Tauhid.
Padang
:Hayfa
Pre
Nassution, Harun, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: UI
Press, 2008 Razaq, Abdul dan Rasihan Anwar, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka setia,
2007 Jafar

Anda mungkin juga menyukai