Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH AKIDAH AKHLAK

PAHAM JABARIYAH DAN QADARIYAH

DI SUSUN OLEH :

NURAMELIA

NIM : 20156122018

MUHAMMAD ABIDIN

JURUSAN SYARIAH EKONOMI BISNIS ISLAM

PRODI HKUM KELUARGA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI MAJENE

2022/2023
A. Pengertian Jabariyah

Secara bahasa Jabariyah berasal dari bahasa arab “jabara” artinya


memaksa. Di dalam kamus Munjid dijelaskan bahwa nama Jabariyah berasal

dari kata “‫”جبزاوجببرة – يجبز – جبز‬ yang mengandung pengertian

“memaksa” atau “mengharuskan dalam kalimat misalnya “ ‫بفعله الزهه و‬


‫”اكزهه‬ dia memaksakannya dan mewajibkan melakukan hal itu. Salah satu

sifat dari Allah adalah al- Jabbar yang berarti Allah Maha Memaksa.

Sedangkan secara istilah Jabariyah adalah menolak adanya perbuatan


dari manusia dan menyandarkan semua perbuatan kepada Allah. Dengan kata
lain adalah manusia mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa
(majbur).

Jaham bin Sofyan berpendapat mengenai aliran Jabariyah “manusia


tidak mempunyai kodrat untuk berbuat sesuatu dan tidak mempunyai
kesanggupan dia hanya terpaksa dalam semua perbuatannya” dia tidak
mempunyai kodrat dan ikhtiar, melainkan Tuhanlah yang menciptakan
perbuatan-perbuatan pada dirinya seperti ciptaan-ciptaan Tuhan pada benda
mati, memang perbuatan-perbuatan itu dinisbatkan kepada orang tersebut
tetapi itu hanyalah nisbah majazi, Jaham juga berkata apabila paksaan itu
telah tetap maka taklif adalah paksaan juga.

Dalam tulisannya Harun Nasution menjelaskan bahwa Jabariyah


adalah paham yang meyakini bahwa segala perbuatan manusia telah
ditentukan dari semula oleh Qadha dan Qadar Allah. Manusia dalam paham
ini terikat pada kehendak mutlak Tuhan. Maksudnya adalah bahwa setiap
perbuatan yang dikerjakan manusia tidak berdasarkan kehendak manusia, tapi
diciptakan oleh Tuhan dan dengan kehendak-Nya, di sini manusia tidak
mempunyai kebebasan dalam berbuat, karena tidak memiliki kemampuan.
Ada yang mengistilahlkan bahwa Jabariyah adalah aliran manusia menjadi
wayang dan Tuhan sebagai dalangnya.

1
B. Dasar Ajaran

Terlepas dari perbedaan pendapat tentang awal lahirnya aliran ini,


dalam Alquran sendiri banyak terdapat ayat-ayat yeng menunjukkan tentang
latar belakang lahirnya paham Jabariyah, diantaranya:

1. Qs. As-Saffat : 96

َ‫ّٰللاُ َخلَقَ ُك ْم َو َما ت َ ْع َملُ ْىن‬


‫َو ه‬

Terjemah :

“Padahal Allahlah yang menciptakanmu dan apa yang kamu perbuat


itu.”

2. Qs. Al-Anfal : 17

‫ّٰللاَ قَتَلَ ُه ْۖ ْم َو َما َر َميْتَ اِ ْذ َر َميْتَ َو ٰل ِكهَّ ه‬


ً َ‫ّٰللاَ َر ٰم ۚى َو ِليُ ْب ِل َي ا ْل ُم ْؤ ِمِِ ْيهَ ِم ُُِْ ََ َ ء‬ ‫فَلَ ْم ت َ ْقتُلُ ْى ُه ْم َو ٰل ِكهَّ ه‬
‫ع ِل ْي ٌم‬
َ ‫س ِم ْي ٌع‬ ‫سِ ۗا اِنَّ ه‬
َ َ‫ّٰللا‬ َ ‫َح‬

Terjemah:

“ Maka, (sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, melainkan


Allah yang membunuh mereka dan bukan engkau yang melempar
ketika engkau melempar, melainkan Allah yang melempar. (Allah
berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi
kemenangan kepada orang-orang mukmin dengan kemenangan yang
baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

2
3. Qs. Al-Insan : 30

‫ع ِليْما َح ِكيْم ْۖا‬


َ َ‫ّٰللاَ كَان‬ ‫َو َما تَش ءَا ُ ً ْونَ ا َّ َِّٓل ا َ ْن يَّش ءَا َ ً ه‬
‫ّٰللاُ ۗاِنَّ ه‬

Terjemah :

“Kamu tidak menghendaki (sesuatu) kecuali apabila dikehendaki Allah.


Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha bijaksana.“

Selain ayat-ayat Alquran di atas benih-benih paham al-Jabar juga dapat


dilihat dalam beberapa peristiwa sejarah:

1. Suatu ketika Nabi menjumpai sabahatnya yang sedang bertengkar dalam


masalah Takdir Tuhan, Nabi melarang mereka untuk memperdebatkan
persoalan tersebut, agar terhindar dari kekeliruan penafsiran tentang ayat-
ayat Tuhan mengenai takdir.
2. Khalifah Umar bin al-Khaththab pernah menangkap seorang pencuri. Ketika
diintrogasi, pencuri itu berkata “Tuhan telah menentukan aku mencuri”.
Mendengar itu Umar kemudian marah sekali dan menganggap orang itu
telah berdusta. Oleh karena itu Umar memberikan dua jenis hukuman
kepada orang itu, yaitu: hukuman potongan tangan karena mencuri dan
hukuman dera karena menggunakan dalil takdir Tuhan.
3. Ketika Khalifah Ali bin Abu Thalib ditanya tentang qadar Tuhan dalam
kaitannya dengan siksa dan pahala. Orang tua itu bertanya, "apabila
perjalanan (menuju perang sifϐin) itu terjadi dengan qadha dan qadar Tuhan,
tidak ada pahala sebagai balasannya”. Kemudian Ali menjelaskannya bahwa
Qadha dan Qadhar Tuhan bukanlah sebuah paksaan. Pahala dan siksa akan
didapat berdasarkan atas amal perbuatan manusia. Kalau itu sebuah
paksaan, maka tidak ada pahala dan siksa,

Di samping adanya bibit pengaruh paham jabar yang telah muncul dari
pemahaman terhadap ajaran Islam itu sendiri. Ada sebuah pandangan

3
mengatakan bahwa aliran Jabar muncul karena adanya pengaruh dari
pemikriran asing, yaitu pengaruh agama Yahudi bermazhab Qurra dan agama
Kristen bermazhab Yacobit.

Dengan demikian, latar belakang lahirnya aliran Jabariyah dapat


dibedakan kedalam dua faktor, yaitu faktor yang berasal dari pemahaman
ajaran-ajaran Islam yang bersumber dari Alquran dan Sunnah, yang
mempunyai paham yang mengarah kepada Jabariyah. Lebih dari itu adalah
adanya pengaruh dari luar Islam yang ikut andil dalam melahirkan aliran ini.1

C. Doktrin Aliran Jabariyah

Ajaran-ajaran Jabariyah dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu


Jabariyah Ekstrim dan Jabariyah Moderat.

1. Aliran Ekstrim.

Aliran ini dikenal juga dengan nama Jahmiyyah karena


mendasarkan pemikiran kepada tokoh utamanya yakni, Jahm bin Shofwan.
Doktrin ajaran Jabariyah yang ekstrim mengatakan bahwa manusia lemah,
tidak berdaya, terikat dengan kekuasaan dan kehendak Tuhan, tidak
mempunyai kehendak dan kemauan bebas sebagaimana dimilki oleh
paham Qadariyah. Seluruh tindakan dan perbuatan manusia tidak boleh
lepas dari scenario dan kehendak Allah. Segala akibat, baik dan buruk
yang diterima oleh manusia dalam perjalanan hidupnya adalah merupakan
ketentuan Allah. Di antara ajaran kelompok ini adalah:

a. Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai


daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan.
b. Surga dan neraka tidak kekal, dan yang kekal hanya Allah.

1
Sidik, Refleksi Paham Jabariyah Dan Qadariyah, Vol. 12 No.2 Desember ,2016, hal:275-279

4
c. Kalam Tuhan adalah makhluk. Allah tidak mempunyai keserupaan
dengan manusia seperti berbicara, mendengar, dan melihat, dan Tuhan
juga tidak dapat dilihat dengan indera mata di akherat kelak.2
2. Aliran Moderat

Ajaran Jabariyah yang moderat adalah Tuhan menciptakan


perbuatan manusia, baik itu positif atau negatif, tetapi manusia mempunyai
bagian di dalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia
mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya. Manusia juga tidak
dipaksa, tidak seperti wayang yang dikendalikan oleh dalang dan tidak pula
menjadi pencipta perbuatan, tetapi manusia memperoleh perbuatan yang
diciptakan tuhan. Tokoh yang berpaham seperti ini adalah Husain bin
Muhammad an-Najjaryang mengatakan bahwa Tuhan menciptakan segala
perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian atau peran dalam
mewujudkan perbuatan-perbuatan itu dan Tuhan tidak dapat dilihat di
akherat. Sedangkan adh-Dhirar (tokoh jabariayah moderat lainnya) pendapat
bahwa Tuhan dapat saja dilihat dengan indera keenam dan perbuatan dapat
ditimbulkan oleh dua pihak.3

D. Tokoh Tokoh Aliran Jabariyah Dan Pandangannya.


1. Tokoh yang Ekstrim
a. Al-Jad ibn Dirham (W. 124 H) Dia adalah orang yang pertama
memunculkan paham Jabariah. Ia dilahirkan pada masa pemerintahan
bani Umaiyyah dan mencetuskan pendapatnya pada masa pemerintahan
Marwan ibn Muhammad dan pada waktu itu bertemu dengan Jahm ibn
Safwan, pandangannya adalah sebagai berikut:
 Al-Qur’an adalah makhluk Allah swt. karena al-Qur’an adalah
makhluk, maka sifatnya tidaklah qadim, karena yang qadim adalah
hanya Allah swt.
2
Usman dkk, Akidah Akhlak, (Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia,2015), hlm.33
3
Sidik, Op.Cit., hlm.280

5
 Al-°a’thil yang berarti mengingkari adanya sifat-sifat bagi Allah swt.
menurutnya tidak benar menyifati Tuhan yang maha suci dengan
sifat-sifat kemanusiaan yang bersifat baharu.
 Al-Af’al atau perbuatan yang diciptakan dalam diri manusia, tak
ubahnya dengan gerak yang diciptakan Tuhan dalam benda mati.
Oleh karena itu, manusia dikatakan berbuat bukan dalam arti yang
sebenarnya (haqiqi), tapi dalam arti kiasan (majazi), tak ubahnya
sebagaimana disebut air mengalir, batu bergerak, matahari terbit dan
lain sebagainya. Segala perbuatan manusia merupakan perbuatan
yang dipaksakan atas dirinya. Termasuk di dalamnya perbuatan-
perbuatan seperti mengerjakan kewajiban, menerima pahala dan
siksaan.
b. Al-Jahm ibn Shafwan, Dia adalah tokoh pendiri Jabariah yang
sesungguhnya, sehingga aliran ini dinisbahkan pada namanya dengan
sebutan Jahmiyah. Adapun pandangan-pandangannya adalah sebagai
berikut:
 Bagi Allah hanya ada satu zat. Allah tidak akan mempunyai sifat dan
tidak benar menyifati Allah dengan sifat-sifat makhluk, walaupun
dalam al-Qur’an, banyak ayat yang menyebutkan Allah mempunyai
sifat al-bashar, al-sam’u, al-kalam, dan al-’Alim. Hal itu janganlah
dipahami secara tekstual, sebab hal seperti itu akan menyerupai
makhluknya sedang bagi Allah mustahil seperti itu. Sifat-sifat Allah
dalam al-Qur’an wajib ditakwilkan.
 Melihat Allah di hari kemudian adalah tidak mungkin. Adapun surga
dan neraka akan lenyap setelah penghuninya masuk ke dalam. Ahli
surga akan merasakan kenikmatan di dalamnya. Surga dan neraka
akan hancur dan musnah dan masing-masing penghuninya akan
lenyap, sehingga hanya Allah saja yang ada sebagaimana
keberadaannya.
 Iman menurutnya tidak cukup dengan ma’rifat kepada Allah, rasul-
Nya dan semua yang datang dari Allah swt. ikrar dengan lisan,

6
ketundukan hati, mahabbah dan lain sebagainya serta perbuatan yang
dilakukan oleh anggota badan bukanlah iman. Sesungguhnya iman
itu diperoleh dalam batin. Oleh karena itu, manusia yang sudah
memiliki ma’rifat kepada Allah tidak akan hilang disebabkan oleh
ucapan lisan dan iman itu terbagi, iman para nabi dan umatnya sama
saja.
2. Tokoh yang Moderat.

Abu Abdillah Hasan ibn Muhammad al-Najjar, Beliau hidup pada


masa khalifah al-Makmun 198-218 H. Pada mulanya ia adalah murid dari
seorang Mu’tazilah bernama Basyar al-Marisi, tetapi ia kemudian menjadi
loncat sekali menganut paham Mu’tazilah, besok menganut paham
Jabariah, lusa menganut ahl al-sunnah wa-al-jama’ah dan akhirnya
membuat paham sendiri. Adapun pandangan-pandangannya sebagai
berikut:

 Tuhan Allah tidak sifat, ia berkuasa, berkata dan mendengar dengan


zatnya.
 Mukmin yang mengerjakan dosa besar dan mati sebelum taubat, maka
pasti ia masuk neraka.
 Tuhan tidak bisa dilihat dengan mata kepala walaupun dalam surga.
 Perbuatan manusia adalah ciptaan Allah, akan tetapi manusialah
mempunyai bahagian dalam melakukan perbuatannya. Artinya manusia
itu tidak seperti benda mati, melainkan tetap mempunyai peran aktif
dalam perbuatannya. Perbuatan manusia diciptakan oleh Tuhan dan
diperoleh manusia. Tuhan sebagai yang mencipta (khalik) dan manusia
sebagai yang memperoleh muktasib. Jadi pada dasarnya, manusia
mempunyai daya dan kehendak yang efektif dalam perbuatannya. Suatu
perbuatan diwujudkan oleh dua pelaku, Tuhan dan manusia. Dengan
demikian, manusia itu tidak serba terpaksa dalam perbuatannya, tetapi
ia masih mempunyai andil dan hak memilih untuk melakukan
perbuatannya.

7
 Tuhanlah yang menciptakan perbuatan positif dan perbuatan negatif.
Tetapi dalam melakukan perbuatan itu manusia mempunyai bagian.
Daya yang diciptakan dalam diri manusia oleh Tuhan, mempunyai efek,
sehingga manusia mampu melakukan perbuatan itu. Daya itu kemudian
disebut kasab (acguisition).4

4
Dr. H. Muhammad Hasbi, Ilmu Kalam, ( Yogyakarta: Trustmedia Publishing, 2015), hlm.83-86

8
A. Pengertian Qadariyah

Secara etimologis, Qadariyah berasal dari bahasa Arab, yaitu qadara “


‫ يقر – قدر‬yang bemakna kemampuan dan kekuatan. Adapun secara terminologi
istilah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak
diintervensi oleh Allah. Aliran-aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang
adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau
meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Aliran ini lebih menekankan atas
kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbutan-perbutannya.

Menurut Ahmad Amin sebagaimana dikutip oleh Hadariansyah, orang-


orang yang berpaham Qadariyah adalah mereka yang mengatakan bahwa
manusia memiliki kebebasan berkehendak dan memiliki kemampuan dalam
melakukan perbuatan. Manusia mampu melakukan perbuatan, mencakup
semua perbuatan, yakni baik dan buruk.5

B. Dasar Ajaran
Menurut sebagian ahli sejarah, sebagaimana dikutip Aziz Dahlan
bahwa sumber awal paham Qadariah yang dikemukakan oleh seorang tokoh
pemikir dan penyebar pertama kali paham Qadariah ini ialah Ma’bad al Juhani.
Paham itu adalah berasal dari seorang Kristen Irak yang bernama Abu Yunus
Sansawiah yang masuk Islam tapi kembali lagi menjadi Nasrani, setelah
Ma’bad al-Juhani meninggal terbunuh pada tahun 80 H. tampillah Ghailan al-
Dimasyqy. Untuk meneruskan usaha menyiarkan paham itu dan ia melakukan
banyak perdebatan untuk membela paham tersebut. Diceritakan bahwa ketika
kegiatan Ghilan dihentikan oleh khalifah Umar ibn Abdul Aziz, maka
terhentilah peredaran paham tersebut. Tetapi setelah khalifah itu wafat, maka
Ghilan al-Dimasyqy kembali lagi melanjutkan usahanya menyiarkan paham
tersebut untuk waktu yang cukup lama sampai ia dihukum bunuh oleh khalifah
Hisyam bin Abdul Malik yang memerintah pada tahun 105-125 H.6

5
Sidik, Op.Cit., hlm.281
6
Dr. H. Muhammad Hasbi, Op.Cit., hlm.87

9
Dalam Al-Qur'an terdapat ayat-ayat yang dijadikan dasar paham qadariyah,
seperti;

1. QS. ar Ra’ad : 11,


‫ه َّ ه َ َ ُ َ ُ َ َ ْ َ ه‬ ْ َ ْ َْٗ ُ َ َْ ْ َ ْ
َ ْ ََ َْ ْ ٌ ٰ َ ُ َٗ
َّٰ ٍ‫ۗان اّٰلل لا يغ ِّير ما ِّبقو‬
ِّ ‫اّٰلل‬
ِّ ‫ن بي ِّن يدي ِّه و ِّمن خل ِّف ٖه يحفظونه ِّمن ام ِّر‬
ْۢ ‫له مع ِّقبت ِّم‬

ُ ْ ْ ُ َ َ َ ٗ َ َّ َ َ َ َ ً ْ ُ ْ َ ُ ‫ْ َ َ َ َ َ ه‬ َُْ َ
‫ُيغ ِّي ُر ْوا َما ِّبانف ِّس ِّهمۗ واِّ ذآ اراد اّٰلل ِّبقوٍ س ْۤوءا فلا مرد لهۚوما لهم ِّمن دو ِّن ٖه ِّمن وال‬
َّ ْ ْ

Terjemah :
“Baginya (manusia) ada (malaikat-malaikat) yang menyertainya secara
bergiliran dari depan dan belakangnya yang menjaganya atas perintah
Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum hingga
mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka. Apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, tidak ada yang dapat
menolaknya, dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”

2. QS. Fushilat ayat : 40.

‫بر ََْْز ا َ َّه ْي يَّْ ْ ِِ ْْٓي ٰا ِهٌاب‬ َ َ‫ا َِّى الَّ ِذيْيَ ي ُْل ِحد ُْوىَ فِ ْْٓي ٰا ٰي ِتٌَب َل يَ ْْ َف ْْى‬
ِ ٌَّ‫َلَ ٌَْْب اَفَ َو ْي ي ْلل ٰٰ فِ ال‬
‫صْْز‬ ِ َ‫ي َّْْ َم ْال ِٰ ْٰ َو ِت اِ َْ َولُ ْْا َهب ِشئْت ُ ْن ۙاًَِّهٗ ِب َوب َِ ْع َولُ ْْىَ ب‬
Terjemah
“ Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari tanda-tanda
(kebesaran) Kami, (mereka) tidak tersembunyi dari Kami. Apakah
orang-orang yang dilemparkan ke dalam neraka itu lebih baik ataukah
yang datang pada hari Kiamat dengan aman sentosa? Lakukanlah apa
yang kamu kehendaki! Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang
kamu kerjakan”.7

7
Ibid, hlm. 89

10
3. QS. al-Kahfi ayat : 29.

‫َو ُق ِل ْال َح لك ِه ْي َّر ِبّ ُك ْن فَ َو ْي ش َۤب َء فَ ْلُْؤْ ِه ْي َّو َه ْي ش َۤب َء فَ ْلَْ ْكفُ ْۚ ْز‬
Terjemah :
“Katakanlah (Nabi Muhammad), “Kebenaran itu datangnya dari
Tuhanmu. Maka, siapa yang menghendaki (beriman), hendaklah dia
beriman dan siapa yang menghendaki (kufur), biarlah dia kufur.” 8

C. Doktrin ajaran

Menurut Dr. Ahmad Amin dalam kitabnya Fajrul Islam, menyebut pokok-
pokok ajaran qadariyah sebagai berikut :

1. Orang yang berdosa besar itu bukanlah kaβir, dan bukanlah mukmin, tapi
fasik dan orang fasik itu masuk neraka secara kekal.
2. Allah SWT. Tidak menciptakan amal perbuatan manusia, melainkan
manusia lah yang menciptakannya dan karena itulah maka manusia akan
menerima pembalasan baik (surga) atas segala amal baiknya, dan menerima
balasan buruk (siksa Neraka) atas segala amal perbuatannya yang salah dan
dosa karena itu pula, maka Allah berhak disebut adil.
3. Kaum Qadariyah mengatakan bahwa Allah itu Maha Esa atau Satu dalam
arti bahwa Allah tidak memiliki sifat-sifat azali, seprti ilmu, kudrat, hayat,
mendengar dan melihat yang bukan dengan zat nya sendiri. Menurut mereka
Allah SWT, itu mengetahui, berkuasa, hidup, mendengar, dan meilahat
dengan zatnya sendiri.
4. Kaum Qadariyah berpendapat bahwa akal manusia mampu mengetahui
mana yang baik dan mana yang buruk, walaupun Allah tidak menurunkan
agama. Sebab, katanya segala sesuatu ada yang memiliki sifat yang
menyebabkan baik atau buruk.9

8
Ibid,.
9
Usman dkk, op.cit,I hlm.34

11
12
D. Refleksi Paham Qadariyah Dan Jabariyah

Sebuah Perbandingan tentang Musibah. Dalam paham Jabariyah,


berkaitan dengan perbuatannya, manusia digambarkan bagai kapas yang
melayang di udara yang tidak memiliki sedikit pun daya untuk menentukan
gerakannya yang ditentukan dan digerakkan oleh arus angin. Sedang yang
berpaham Qadariyah akan menjawab bahwa perbuatan manusia ditentukan dan
dikerjakan oleh manusia, bukan Allah. Dalam paham Qadariyah, berkaitan
dengan perbuatannya, manusia digambarkan sebagai berkuasa penuh untuk
menentukan dan mengerjakan perbuatannya.

Pada perkembangan selanjutnya, paham Jabariyah disebut juga sebagai


paham tradisional dan konservatif dalam Islam dan paham Qadariyah disebut
juga sebagai paham rasional dan liberal dalam Islam. Kedua paham teologi
Islam tersebut melandaskan diri di atas dalil-dalil naqli (agama) - sesuai
pemahaman masing-masing atas nash-nash agama (Alquran dan hadits-hadits
Nabi Muhammad) dan aqli (argumen pikiran). Di negeri-negeri kaum
Muslimin, seperti di Indonesia, yang dominan adalah paham Jabariyah. Orang
Muslim yang berpaham Qadariyah merupakan kalangan yang terbatas atau
hanya sedikit dari mereka.

Kedua paham itu dapat dicermati pada suatu peristiwa yang menimpa
dan berkaitan dengan perbuatan manusia, misalnya, kecelakaan pesawat
terbang. Bagi yang berpaham Jabariyah biasanya dengan enteng mengatakan
bahwa kecelakaan itu sudah kehendak dan perbuatan Allah. Sedang, yang
berpaham Qadariyah condong mencari tahu di mana letak peranan manusia
pada kecelakaan itu.

Kedua paham teologi Islam tersebut membawa efek masing-masing.


Pada paham Jabariyah semangat melakukan investigasi sangat kecil, karena
semua peristiwa dipandang sudah kehendak dan dilakukan oleh Allah. Sedang,
pada paham Qadariyah, semangat investigasi amat besar, karena semua

13
peristiwa yang berkaitan dengan peranan (perbuatan) manusia harus
dipertanggungjawabkan oleh manusia melalui suatu investigasi.

Dengan demikian, dalam paham Qadariyah, selain manusia dinyatakan


sebagai makhluk yang merdeka, juga adalah makhluk yang harus bertanggung
jawab atas perbuatannya. Posisi manusia demikian tidak terdapat di dalam
paham Jabariyah. Akibat dari perbedaan sikap dan posisi itu, ilmu pengetahuan
lebih pasti berkembang di dalam paham Qadariyah ketimbang Jabariyah.10

10
Sidik, Op.Cit., hlm.284-285

14
PENUTUP

Bahwa titik temu antara Aliran Jabariyah dan Qadariyah adalah manusia
benar-benar memiliki kebebasan berkehendak dan karenanya ia akan dimintai
pertanggungjawaban atas keputusannya, meskipun demikian keputusan tersebut
pada dasarnya merupakan pemenuhan takdir (ketentuan) yang telah ditentukan.
Dengan kata lain, kebebasan berkehendak manusia tidak dapat tercapai tanpa
campur tangan Allah swt. Misalnya seseorang dapat membuat makanan apasaja
yang dikendakinya, tetapi dalam hal ini makanan -itu tidak akan jadi bilamana
campur tangan Tuhan atau kehendak Tuhan tidak ada, yakni bila bahan makanan
yang bersumber dari- tumbuh-tumbuhan atau hewan tidak ada sementara makhluk
tersebut adalah ciptaan Allah swt.

Dalam masalah Iman dan Kufur ajaran Jabariyah bisa diberlakukan untuk
menyampaikan dakwah Islam sehingga dapat -merangkul berbagai golongan
Islam yang masih memerlukan pengayoman. Di samping itu pendapat-pendapat
Jabariyah sebenarnya didasarkan karena kuatnya iman terhadap qudrat dan iradat
Allah swt, ditambah pula dengan sifat wahdaniat-Nya.

Bagi Qadariyah manusia adalah pelaku kebaikan dan juga- keburukan,


keimanan dan juga kekufuran. Aliran ini termasuk Jabariyah mengemukakan
alasan-alasan dan dalil-dalil serta pendapat yang demikian itu dengan maksud
untuk menghindarkan diri kekeliruan yang menjerumuskan penganutnya ke dalam
kesesatan beragama dan mencapai kemuliaan dan kesucian Allah swt. Dengan
sesempurna mungkin.11

11
Ibid,hlm.286

15

Anda mungkin juga menyukai