PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia merupakan makhluk yang sangat menarik. Oleh karena itu,
manusia sering menjadi perbincangan di berbagai kalangan. Hampir semua
lembaga pendidikan tinggi mengkaji manusia, karya, dan dampak dari karya-
karyanya terhadap dirinya sendiri, mayarakat, dan lingkungan tempat tinggalnya.
Kajian tentang manusia telah banyak dilakukan para ahli yang selanjutnya
dikaitkan dengan berbagai kegiatan, seperti politik, ekonomi, social, budaya,
pendidikan, agama dan lain sebagainya. Hal tersebut dilakukan karena manusia
selain sebagai subjek, juga sebagai objek dari berbagai kegiatan tersebut.
Termasuk dalam kajian Ilmu Pendidikan Islam. Pemahaman terhadap manusia
menjadi penting agar proses pendidikan tersebut dapat berjalan dengan efektif dan
efisien.
Pengetahuan tentang asal kejadian manusia adalah amat penting dalam
merumuskan tujuan pendidikan bagi manusia. Asal kejadian ini justru harus
dijadikan pangkal tolak dalam menetapkan pandangan hidup bagi orang Islam.
Pandangan tentang kemakhlukan manusia cukup menggambarkan hakikat
manusia. Satu-satunya jalan untuk mengenal dengan baik siapa manusia adalah
merujuk kepada wahyu Illahi (Al-Qur’an) dan As-Sunnah (Hadis Rasulullah),
agar kita dapat menemukan jawabannya. Bagaimanakah konsepsi Al-Qur’an dan
Hadis tentang manusia ? Makalah ini berusaha mengungkapkan konsep manusia
dalam Al-Qur’an dan Hadis.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas¸ adapun rumusan masalahnya adalah
sebagai berikut.
1. Bagaimana konsep manusia menurut Al-Qur’an dan Hadis ?
2. Bagimana proses penciptaan manusia ?
3. Bagaimana kedudukan manusia menurut al-Quran dan Hadist ?
4. Apa peranan manusia sebagai khalifah di muka bumi ?
1
C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas¸ adapun rumusan masalahnya adalah
sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui konsep manusia menurut Al-Qur’an dan Hadis.
2. Untuk mengetahui proses penciptaan manusia.
3. Untuk mengetahui kedudukan manusia menurut Al-Qur’an dan Hadis.
4. Untuk mengetahui peranan manusia sebagai khalifah di muka bumi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
menentukan mana yang benar dan mana yang s1alah. Oleh karena itu, balasan
yang diberikan Allah sangat tergantung kepada pilihan apa yang diambil manusia.
Apabila fujur yang diambil maka nerakalah balasannya, sedangkan pilihan
ketakwaan maka surga tempatnya. Balasan ini merupakan keadilan Allah kepada
manusia. Mereka yang mengambil jalan ketakwaan akan mendapatkan sifat-sifat
terpuji. Sifat terpuji yang diamalkan oleh orang yang bertakwa akan membawa
kehidupannya baik dan diterima oleh masyarakatnya.
Sedangkan manusia yang menjalani hidupnya dengan jalan yang salah
akan mengotori jiwanya. Mereka yang memperturutkan syahwatnya cenderung
bersifat tergesa-gesa, berkeluh kesah, gelisah, enggan berbuat, bakhil, kufur,
susah payah, senang berdebat, membantah, zalim, jahil, merugi dan akhirnya
mereka akan merasakan kegagalan. Sifat tidak terpuji merupakan hasil dari pilihan
jalan kesesatan yang diambil manusia, sehingga mereka tidak disenangi oleh
masyarakatnya dan tidak memperoleh kehidupan yang berbahagia.
Sementara Ramayulis dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam mengatakan
bahwa istilah manusia dalam Al-Qur’an dikenal tiga kata, yakni al-insan, al-
basyar, dan al-nas. Walaupun ketiga kata di atas menunjukkan arti pada manusia,
tetapi secara khusus memiliki pengertian yang berbeda.
a. Al-Insan
Al-Insan berarti lupa, dinyatakan dalam Al-Qur’an sebanyak 73 kali yang
disebut dalam 43 surat. Umumnya digunakan pada keistimewaan manusia
penyandang predikat khalifah di muka bumi, sekaligus dihubungkan dengan
proses penciptaannya. Nilai psikis manusia sebagai al-insan yang dipadu wahyu
Ilahiyah akan membantu manusia dalam membentuk dirinya sesuai dengan nilai-
nilai insaniah yang terwujud dalam perpaduan iman dan amalnya. Sebagaiman
firman Allah :
َ َ
ُرْياَمِمُنونا
اِتاَفُلُهْماَأْجٌراَغ ا
ِ ّلااَّل ِِذيَناآَمُنوااَوَع ِِمُلواااَّلَّصا َِّلَح
ِإ ا
1
Aisyah Syati. 1999. Manusia dalam Perspektif Al-Qur’an. Hal 19
At-Tin : 6
4
“kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, maka bagi
mereka pahala yang tiada putus-putusnya.” (At-Tin : 6).
b. Al-Basyar
Kata basyar dipakai untuk menyebut semua makhluk baik laki-laki
ataupun perempuan, baik satu ataupun banyak. Kata basyar adalah jamak dari kata
basyarah yang berarti kulit. “Manusia dinamai basyar karena kulitnya tampak
jelas, dan berbeda dengan kulit binatang yang lain.” Al-Qur’an menggunakan kata
ini sebanyak 35 kali dalam bentuk tunggal dan sekali dalam bentuk mutsanna
(dua) untuk menunjukkan manusia dari sudut lahiriyahnya serta persamaannya
dengan manusia seluruhnya. Karena itu Nabi Muhammad SAW diperintahkan
untuk menyampaikan wahyu. Allah SWT berfirman:
َ َ
ٰ قل ِاإنِمااَأنااب َش ِاَمثُلكْماي
ِ وَح ِاإ ي َلاَأنِم ِااإَّل ََُٰٰٰهكْم ِاإَّل ََٰٰٰهاَو
احداۖاَفِمَناكانايٌرْجوا َِّلقاءاربا ِها
ا
شك ِاب ِعبادا ِةارب ِهاَأحدا َ َف ُْليعِملاَعِم اًلاصاَّل اَحااَوّلاي
ِ ِ
“Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku:
"Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa
mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal
yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat
kepada Tuhannya ” (Al-Kahf : 110).
5
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya menciptakan kamu dari tanah, ketika
kamu menjadi basyar kamu bertebaran.” (Al-Rum : 20).
c. Al-Nas
Kata ini mengacu kepada manusia sebagai makhluk social. Manusia dalam
arti al-nas ini paling banyak disebut dalam Al-Qur’an yaitu 240 kali. Bisa dilihat
dalam seluruh ayat yang menggunakan kata, Ya ayyuhannas. Penjelasan konsep
ini dapat ditunjukkan dalam dua hal. Pertama, banyak ayat yang menunjukkan
kelompok-kelompok sosial dengan karakteristiknya masing-masing yang satu
dengan yang lain belum tentu sama. Ayat ini menggunakan kata waminannas (dan
diantara manusia). Kedua, pengelompokkan manusia berdasarkan mayoritas, yang
umumnya menggunakan ungkapan aktsarannas (sebagian besar manusia).
Adapun konsep manusia menurut perspektif adalah bahwasanya manusia
dilahirkan dalam keadaan membawa fitrah. Yang dimaksud dengan fitrah disini
adalah agama yang lurus, potensi untuk mengesakan Allah dan makrifat kepada-
Nya, cenderung untuk melakukan kebaikan-kebaikan, dan tidak mengalami
penyimpangan. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a
bahwasanya Rasulullah Saw bersabda;
ّ ّ ّ
دانااَوايُنّصانااَوايِمجسانَّلفطٌرةاَفأبواهاَأنايُهو َمااَمَناَموَّلودايوَّلداَعىلاا
Untuk mencapai bentuk fitrah ini tentu perlu dibina dan dikembangkan
dengan proses pendidikan dan pengajaran. Terkadang anak kecil harus
6
berhadapan dengan kondisi lingkungan yang mungkin berefek negatif baginya
dan kemudian membuatnya menyimpang dari sifat-sifat fitrah.[2]
Jika manusia bisa mengatahui dan mengerti akan hal-hal yang baik dan
benar, maka manusia juga punya potensi untuk dapat terpengaruh oleh kondisi
sekitarnya yang bersifat negatif dan kemudian membuatnya keluar dari jalan ke-
fitrahan-nya.
Rasulullah Saw bersabda, “tidak ada seorang jabang bayi pun kecuali dia
terlahir dala keadaan fitrah”. Hanya saja dalam kehidupan manusia banyak sekali
pengaruh-pengaruh yang datang dari luar diri manusia (eksternal), baik yang
berasal dari keluarganya, lingkungannya, sosial masyarakatnya dan juga budaya
tempat dia hidup dan bertumbuh kembang juga bisa mengakibatkan si manusia
tersebut menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi.
Dengan fitrahnya, manusia akan lebih cenderung untuk melakukan hal-hal
kebaikan dan lebih mencari kondisi yang bisa menenangkan jiwanya. Apabila dia
melakukan pelanggaran seperti berbuat dosa atau maksiat, maka hatinya akan
merasa gelisah dan resah, apalagi sampai dketahui oleh orang lain.[2]
ا ّ ّ ْ ُّ
ضاخ ُِليفةاۖاقاَّلوااَأتجعل ِاَفيُهااَمَنايف ِسد ِاَفيُهااَويس ِفكا ِ افااْلر
َو ِإذاقالاربكا َِّلُلِمًل ِئك ِة ِاإ يناْج ِاَعل ِ ي
ّ
اَّلدَماءاَونَحَنانسبح ِابَحِم ِدكااَونقدساَّلكاۖاقال ِاإ يناَأَعُلْماَمااّلاتعُلِمونا
2
Dr. Muhammad ‘Utsman Najati, Psikologi dalam Tinjauan Hadits Nabi. (Jakarta: Mustaqim,
2003), hlm. 324
Ibid, hlm. 326
7
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.(Al-Baqarah ayat
30).
Manusia yang baru diciptakan Allah itu adalah Adam yang memiliki
intelegensi yang paling tinggi dibandingkan dengan makhluk Allah lainnya dan
memiliki nilai-nilai kemanusiaan. Sehingga manusia dapat membentuk
kebudayaannya.
Allah SWT menciptakan proses penciptaan manusia di dalam Al-Qur’an
secara terperinci, Allah berfirman dealam surat Al-Mu’minun ayat 12-14 :
8
Arti Perkata Surah Al-Mu'minun 12-14:
a. Allah swt. menciptakan manusia dari saripati tanah. artinya Allah swt.
menciptakan manusia berasal dari seorang laki-laki dan perempuan,
keduanya mengonsumsi makanan yang berasal dari tumbuhan dan hewan
yang juga memperoleh makanan dari tanah. Sari pati makanan yang
fimakan oleh kedua orang tua kita mejadi sperma dan sel telur.
9
b. Hail pembuahan menjadi segumpal darah dan yang selanjutnya menjadi
segumpal daging hingga tulang belulang yang dibungkus daging. sesudah
itu, Allah menciptakan anggota-anggota badan dan menyusun menjadi
makhluk yang berbentuk seorang bayi manusia.
c. Air mani yang berasal dari saripati tanah, juga mengandung makna bahwa
manusia pada akhirnnya akan kembali pada tempatnya semula, yaitu
tanah. Tanah yang dimaksud adalah liang lahat. Artinya manusia berasal
dari tanah, dan akan kembali tinggal meyatu dengan tanah.
10
“menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya, dan kecelakaan atau
kebahagiaannya…” (Riwayat Bukhori dan Muslim)
11
ٰ ور ِهْماذر َيتُهْماَوَأشُهدهْماَع
ىلاَأنف ِس ُِهْماَأَّلست ِابربكْمااۖاقاَّلواا ّ ُّ
ِ َو ِإذاَأخِذاربك ِاَمَناب ِ يناآدم ِاَمَناظُه
َ َ ْ
ىلاۛاش ُِهدنااۛاَأناتاقوَّلواايومااَّل ِقياَم ِة ِاإنااكُنااَعَناه ََِٰٰٰذااَغ ِاَف ُِل ّا
ي ٰ ب
12
1) 40 hari pertama dalam bentuk nutfah (sperma)
4) Setelah itu, Malaikat diutus Allah untuk meniup ruhnya dan mencatat 4 hal:
a. rezeki
b. ajal,
c. amalan,
d. dan keadaan dia (beruntung atau celaka).
2. Seluruh berita yang shahih berasal dari Nabi harus diyakini dan dibenarkan
meski tidak terjangkau akal karena beliau adalah al-Shadiqul Mashduq (yang jujur
dan harus dipercaya).
4. Ditiupkan ruh pada janin setelah berusia 3 x 40 hari = 120 hari = 4 bulan.
Setelah 4 bulan inilah berlakulah baginya hukum manusia. Jika terjadi keguguran
janin, maka dilihat keadaan:
13
b. setelah 120 hari: dimandikan, dikafani, dan disholatkan.
Jika janin yang keluar saat keguguran bentuknya sudah seperti manusia,
maka berlakulah hukum nifas. Jika tidak, maka hukumnya seperti darah
istihadhah (penyakit). (Penjelasan Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin).
5. Beriman terhadap Malaikat. Ada Malaikat yang bertugas untuk meniup ruh
pada janin dan mencatat 4 hal: rezeki, ajal, amalan, dan keadaannya (beruntung
atau celaka).
Catatan induk. Berisi catatan takdir segala sesuatu. Ditulis 50.000 tahun sebelum
diciptakannya langit dan bumi. Catatan ini tidak ada yang tahu kecuali Allah, dan
tidak akan berubah sedikitpun
Ini adalah catatan Malaikat, seperti yang disebutkan dalam hadits ini tentang 4
hal: rezeki, ajal, amalan, dan keadaannya (beruntung atau celaka) terhadap janin
yang masih berada di perut ibunya.
Dilakukan setiap Lailatul Qodar, berisi catatan segala sesuatu yang akan terjadi
dalam waktu setahun ke depan (hingga Lailatul Qodar berikutnya), disebutkan
dalam surat ad-Dukhkhan: 3-4.
Disebutkan dalam surat ar-Rahman ayat 29, Allah meninggikan derajat suatu
kaum atau merendahkannya, membentangkan rezeki atau menyempitkannya, dan
14
sebagainya. Hal itu berlangsung tiap hari.perubahan catatan takdir yang masih
memungkinkan terjadi pada catatan yang ada di Malaikat, sedangkan yang Lauhul
Mahfudzh tidak akan pernah berubah.
1) Akhir kehidupan seseorang akan berujung pada dua hal: beruntung atau
celaka. Orang yang beruntung adalah yang masuk ke dalam surga,
sebaliknya yang celaka adalah yang masuk ke dalam neraka. Tidak ada
keadaan ketiga.
2) Seseorang tidak boleh merasa bangga diri ketika ia banyak beribadah dan
sering mengisi hari-harinya dengan ketaatan. Harus diiringi dengan
perasaan takut dan khawatir jangan sampai mengalami su-ul khatimah
(akhir kehidupan yang buruk).
3) Seseorang yang sedang terjerumus dalam lumpur dosa tidak boleh berputus
asa dari rahmat Allah, hendaknya ia bersemangat untuk bertaubat dan
memperbanyak amal shalih dengan harapan meninggal dalam keadaan
husnul khatimah (akhir kehidupan yang baik)
15
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari
tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk".
(QS. Al Hijr (15) : 26)
16
"Maka sesungguhnya perempuan itu diciptakan dari tulang rusuk
Adam" (HR. Bukhari-Muslim)
Apabila kita amati proses kejadian manusia kedua ini, maka secara
tak langsung hubungan manusia laki-laki dan perempuan melalui
perkawinan adalah usaha untuk menyatukan kembali tulang rusuk yang
telah dipisahkan dari tempat semula dalam bentuk yang lain. Dengan
perkawinan itu maka akan lahirlah keturunan yang akan meneruskan
generasinya.
17
sepotong daging. Kemudian diutuslah beberapa malaikat untuk
meniupkan ruh kepadanya (untuk menuliskan/menetapkan) empat kalimat
(macam) : rezekinya, ajal (umurnya), amalnya, dan buruk baik
(nasibnya)." (HR. Bukhari-Muslim)
18
nutfah Dia (Allah) menciptakannya dan kemudian (hadits menjelaskan
bahwa Allah) menentukan sifat-sifat dan nasibnya.
"...Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga
kegelapan (kegelapan dalam perut, kegelapan dalam rahim, dan kegelapan dalam
selaput yang menutup anak dalam rahim)..." (QS. Az Zumar (39) : 6).
Artinya: “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk
menyembah kepadaku.” (QS Adz Zariyat : 56)
19
1. Ibadah Mahdah, yaitu ibadah yang memiliki tata cara tertentu. Contoh:
syahadat, salat, zakat, puasa, dan haji.
2. Ibadah Gairu Mahdah, yaitu ibadah yang tidak memiliki tata cara tertentu.
Contoh: mencari nafkah, berhusnuzan, belajar (menuntut ilmu), membantu orang
tua, makan, tidur, dan lain-lain.
َ ا َ
َأَفَح ِسبتْماَأنِمااخُلقُناكْماَعبثااَوَأنكْم ِاإَّليُنااّلاتٌرْجعونا
“Maka apakah kamu mengira bahwa Kami menciptakan kamu main-main (tanpa
ada maksud) dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (Al-
Mu’minun : 115)
ْ ّ الاَفأب
ياَأنايَح ِِمُلُنُهااَوَأشفقَن ِاَمُنُهاا بج
ْ
َّلااَوض ر اْلاَواِت اَو ِم َ إ َنااَعٌرضُناااْلَمانةاَعىلاا
َّلس
ِ ِ ِ ِ ِ
ا َ
َوحِمُلُهاااْلنساناۖاإنهاكاناظُل ا
وَمااْجُه ا
وّل ِ ِ
20
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah
kepadaku.”
(Adz-Zariyat : 56)
Ayat ini mengindikasikan tentang tujuan penciptaan manusia sebagai
hamba allah. Indikasi ini dapat dipahami yang berarti agar manusia mengabdi
kepada allah. Maksudnya allah menciptakan manusia dengan tujuan menyuruh
mereka beribadah kepada allah, bukan karena allah membutuhkan manusia. Ali
bin Abi Thalhah meriwayatkan dari IbnuAabbas yang artinya melainkan supaya
mereka mau tunduk beribadah kepada Allah baik secara sukarela maupun
terpaksa. Dan itu pula yang menjadi pilihan Ibnu Jarir, yakni supaya mereka
mengenalAllah.
Seorang hamba perlu taat dan patuh kepada semua arahan Tuhannya, lebih-
lebih jika diberi dan dikaruniakan dengan segala macam bantuan, kemudahan dan
keamanaan oleh Tuhan nya. Oleh karena itu kita mesti melakukan segala arahan
dengan penuh pengertian bahwa kita menyerahkan segala-galanya kepada Tuan
kita.
Kata kunci penyerahan ini yang menjadi initipati kepada Islam yaitu
penyerahan secara keseluruhan terhadap Allah. Mereka yang dipandang oleh
Allah dengan pangkat hamba ini pasti memperoleh keuntungan di dunia maupun
akhirat.
21
Fitrah Manusia dalam Perspektif Al-Qur’an dan As-sunnah
Manusia insan secara kodrati, sebagai ciptaan Allah SWT yang sempurna
bentuknya dibandingkan dengan ciptaan Allah lainnya. Manusia juga sudah
dilengkapi dengan kemampuan mengenal dan memahami kebenaran dan kebaikan
yang terpancar dari ciptaan-Nya.
Manusia
(1) Potensi untuk mengetahui nama dan fungsi benda-benda alam
(2) Pengalaman hidup di surga, baik yang berkaitan dengan kecukupan dan
kenikmatannya, maupun rayuan Iblis dan akabat buruknya.
22
Pengalaman di surga adalah arah yang harus dituju dalam membangun dunia ini,
kecukupan sandang, pangan dan papan serta rasa aman terpenuhi, sekaligus arah
terakhir bagi kehidupannya di akhirat kelak. Sedangkan godaan iblis, dengan
akibat yang sangat fatal itu, adalah pengalaman yang amat berharga dalam
menghadapi rayuan iblis di dunia.25
Fitrah yang disebut dalam hadits di atas adalah potensi. Potensi adalah
kemampuan; jadi fitrah yang dimaksud disini adalah pembawaan. Ayah dan ibu
dalam hadits ini adalah lingkungan sebagaimana yang dimaksud oleh para ahli
pendidikan. Kedua-duanya (pembawaan dan lingkungan) itulah, menurut hadits
tersebut yang menentukan perkembangan seseorang.
Pengaruh itu terjadi baik pada aspek jasmani, akal maupun aspek rohani.
Aspek jasmani banyak dipengaruhi oleh alam fisik, aspek akal banyak
23
dipengaruhi oleh lingkungan budaya, dan aspek rohani dipengaruhi oleh kedua
lingkungan. Pengaruh-pengaruh itu berbeda tingkat dan kadar pengaruhnya antara
seseorang dengan orang lain.
24
Makhluk paedagogik ialah makhluk Allah yang dilahirkan membawa
potensi dapat dididik dan dapat mendidik.40 Manusia adalah makhluk
paedagogik, karena memiliki potensi dapat dididik dan mendidik sehingga mampu
menjadi khalifah di bumi. Manusia dilengkapi dengan fitrah Allah, berupa bentuk
atau wadah yang dapat diisi dengan berbagai kecakapan dan keterampilan yang
dapat berkembang, sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk yang mulia.
Pikiran, perasaan dan kemampuannya berbuat merupakan komponen dari fitrah
itu.
“(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
tidak ada peubahan pada fitrah Allah.” (QS. Al-Rum 30)
Manusia adalah makhluk yang dapat berpikir, merasa dan bertindak dan
terus berkembang. Fitrah inilah yang membedakan manusia dengan makhluk
lainnya. Dari sinilah semakin jelas bahwa manusia adalah makhluk paedagogik.
Meskipun demikian, jika potensi itu tidak dikembangkan, niscaya ia akan kurang
bermakna dalam kehidupan. Oleh karena itu perlu dikembangkan dan
pengembangan itu senantiasa dilakukan dalam usaha dan kegiatan pendidikan.
Teori nativis dan empiris yang dipertemukan oleh Kerschenteiner dengan teori
konvergensinya, telah ikut membuktikan bahwa manusia itu adalah makhluk yang
dapat dididik dan mendidik (paedagogik).
Kesatuan wujud manusia antara fisik dan psikis serta didukung oleh
potensi-potensi yang ada membuktikan bahwa manusia sebagai ahsan al-taqwim.
Dalam hubungannya dengan Pendidikan Islam, menempatkan manusia pada
posisi yang strategis, yaitu:
a. Manusia sebagai makhluk yang mulia
b. Manusia sebagai Khalifah Allah di muka bumi
c. Manusia sebagai makhluk paedagogik
25
Manusia adalah makhluk yang memiliki potensi untuk beragama sesuai
dengan fitrahnya. Manusia adalah hamba Allah („abd Allah). Esensi dari ketaatan
seorang hamba adalah ketaatan, ketundukan dan kepatuhan terhadap Tuhannya.
Sebagai hamba Allah manusia tidak bisa lepas dari kekuasaan-Nya karena fitrah
untuk beragama.
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada
peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui” (QS. Al-Ruum 30)
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku” (QS. Adz-Dzâriyât 56)
26
D. PERANAN MANUSIA SEBAGAI KHALIFAH DI MUKA BUMI
Ketika memerankan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka bumi, ada
dua peranan penting yang diamanahkan dan dilaksanakan manusia sampai hari
kiamat. Pertama, memakmurkan bumi (al’imarah). Kedua, memelihara bumi dari
upaya-upaya perusakan yang dating dari pihak manapun (ar ri’ayah).
1. Memakmurkan Bumi
Manusia mempunyai kewajiban kolektif yang dibebankan Allah SWT.
Manusia harus mengeksplorasi kekayaan bumi bagi kemanfaatan seluas-luasnya
umat manusia. Maka sepatutnyalah hasil eksplorasi itu dapat dinikmati secara adil
dan merata, dengan tetap menjaga kekayaan agar tidak punah. Sehingga generasi
selanjutnya dapat melanjutkan eksplorasi itu.
2. Memelihara Bumi
Memelihara bumi dalam arti luas termasuk juga memelihara akidah dan
akhlak manusianya sebagai SDM. Memelihara dari kebiasaan jahiliyah, yaitu
merusak dan menghancurkan alam demi kepentingan sesaat. Karena sumber daya
manusia yang rusak akam sangat berpotensial merusak alam. Oleh karena itu, hal
semacam ini perlu dihindari.
Mengapa Allah memerintahkan umat nabi Muhammad SAW untuk
memelihara bumi dari kerusakan ? Karena sesungguhnya manusia lebih banyak
membangkang disbanding yang benar-benar berbuat shaleh sehingga manusia
akan cenderung untuk berbuat kerusakan daripada berbuat kebaikan, misalnya
saja kaum bani Israil, seperti yang Allah sebutkan dalam firmanNya dalam surat
Al-Isra’ ayat. Allah berfirman:
َ ّ َوقضيُنااإ ٰلاب ِ ّناإْس ِائيل ّافاا َّْل ِكتاباَّلتف ِسد َن ّافااْلرضاَم ٌَرت
ياَوَّلتعُلَناَعُل ًّوااك ِب اُرْياِ ِ ِي ِ ِي ِ ي ِ
27
“Dan telah kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam kitab itu : ”Sesungguhnya
kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan
menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar.” (Al-Isra’ ayat 4)
Sebagai seorang muslim dan hamba Allah yang taat tentu kita akan
menjalankan fungsi sebagai khalifah di muka bumi dengan tidak melakukan
pengrusakan terhadap alam yang diciptakan oleh Allah karena sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. Sepertik firmanNya
dalam surat Al-Qashash ayat 77 yang artinya :
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat
baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Manusia diserahi tugas hidup yang merupakan amanat Allah dan harus
dipertanggungjawabkan di hadapanNya. Tugas hidup yang dipikul manusia di
muka bumi adalah tugas kekhalifahan, yaitu tugas kepemimpinan, wakil Allah di
muka bumi, serta pengelolaan dan pemeliharaan alam.
Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang mandat Allah untuk
mewujudkan kemakmuran di muka bumi. Kekuasaan yang diberikan kepada
manusia bersifat kreatif, yang memungkinkan dirinya serta mendayagunakan apa
yang ada di muka bumi untuk kepentingan hidupnya.
Kekuasaan manusia sebagai wakil Allah dibatasi oleh aturan-aturan dan
ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh yang diwakilinya, yaitu hukum-
hukum baik yang tertulis dalam kitab suci, maupun yang tersirat dalam kandungan
alam semesta. Seorang wakil melanggar batas ketentuan yang diwakili adalah
wakil yang mengingkari kedudukan dan peranannya, serta mengkhianati
kepercayaan yang diwakilinya. Oleh karena itu, ia diminta pertanggungjawaban
apa yang telah dilakukannya.
Sebagai khalifah manusia berperan mewujudkan ketentraman, mengolah,
dan mendayagunakan apa yang ada di bumi untuk kepentingan hidupnya. Disini
28
manusia dituntut untuk berpikir kreatif dan dinamis, serta diberi kebebasan seluas-
luasnya untuk mendayagunakan potensi insane yang dimiliki.
ا ّ ّ ْ 3 ُّ
ضاخ ُِليفةاۖاقاَّلوااَأتجعل ِاَفيُهااَمَنايف ِسد ِاَفيُهاا ِ رااْلاف
ِي ل اَع
ِ اْجنِ ياإةِ ك ئ
ِ ًلِم ُلب كا َِّل
َو ِإذاقالار ا
ّ
َويس ِفكااَّلدَماءاَونَحَنانسبح ِابَحِم ِدكاَونقدساَّلكاۖاقال ِاإ يناَأَعُلْماَمااّلاتعُلِمونا
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". (Al-Baqarah : 30)
3
Al-Baqarah : 30
29
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Manusia yang digambarkan dengan istilah al-basyar, al-insan, dan al-nas
merupakan kausa prima yang secara fitrah sebagai potensi dasar manusia
sekaligus menjadi karakter personalitas dari eksistensi manusia. Ini sepenuhnya
menjadi keistimewaan manusia yang membedakannya dengan makhluk lain di
muka bumi serta berimplikasi kepada adanya peran dan tugas kekhalifahan.
2. Di dalam Al-Qur’an Allah menjelaskan proses penciptaan manusia yang beral
dari nutfah, alaqah, mudghah, idham dan lahm, nasy’ah khalqan akhar, dan
nafkhur-ru
3. Manusia diciptakan Allah agar ia beribadah kepadaNya. Pengertian ibadah di
sini tidak sesempit pengertian ibadah yang dianut oleh masyarakat pada
umumnya, yakni kalimat syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji, tetapi seluas
pengertian yang dikandung oleh kata memperhambakan dirinya sebagai hamba
Allah. Berbuat sesuai dengan kehendak dan kesukaan ridhaNya dan menjauhi apa
yang menjadi laranganNya
4. Manusia berfungsi sebagai khalifah yang bermakna sebagai pemimpin diri dan
makhluk lainnya serta memakmurkan dan mendayagunakan alam semesta bagi
kepentingan manusia secara keseluruhan.
C. SARAN
Setelah membaca dan mempelajari makalah ini, besar harapan penulis para
pembaca mendapat tambahan pengetahuan mengenai konsep manusia dalam Al-
Qur’an dan Hadis, dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari
agar dapat menjadi seorang manusia yang bersyukur akan anugerah yang
diberikan oleh Allah SWT. Demikianlah makalah yang dapat kami paparkan,
semoga bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan pada kami pada khususnya.
Dan tentunya makalah ini tidak lepas dari kekurangan, untuk itu saran dan kritik
yang bersifat konstruktif sangat kami butuhkan, guna memperbaiki makalah
selanjutnya.
30
DAFTAR PUSTAKA
31