Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia merupakan makhluk yang sangat menarik. Oleh karena itu,
manusia sering menjadi perbincangan di berbagai kalangan. Hampir semua
lembaga pendidikan tinggi mengkaji manusia, karya, dan dampak dari karya-
karyanya terhadap dirinya sendiri, mayarakat, dan lingkungan tempat tinggalnya.
Kajian tentang manusia telah banyak dilakukan para ahli yang selanjutnya
dikaitkan dengan berbagai kegiatan, seperti politik, ekonomi, social, budaya,
pendidikan, agama dan lain sebagainya. Hal tersebut dilakukan karena manusia
selain sebagai subjek, juga sebagai objek dari berbagai kegiatan tersebut.
Termasuk dalam kajian Ilmu Pendidikan Islam. Pemahaman terhadap manusia
menjadi penting agar proses pendidikan tersebut dapat berjalan dengan efektif dan
efisien.
Pengetahuan tentang asal kejadian manusia adalah amat penting dalam
merumuskan tujuan pendidikan bagi manusia. Asal kejadian ini justru harus
dijadikan pangkal tolak dalam menetapkan pandangan hidup bagi orang Islam.
Pandangan tentang kemakhlukan manusia cukup menggambarkan hakikat
manusia. Satu-satunya jalan untuk mengenal dengan baik siapa manusia adalah
merujuk kepada wahyu Illahi (Al-Qur’an) dan As-Sunnah (Hadis Rasulullah),
agar kita dapat menemukan jawabannya. Bagaimanakah konsepsi Al-Qur’an dan
Hadis tentang manusia ? Makalah ini berusaha mengungkapkan konsep manusia
dalam Al-Qur’an dan Hadis.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas¸ adapun rumusan masalahnya adalah
sebagai berikut.
1. Bagaimana konsep manusia menurut Al-Qur’an dan Hadis ?
2. Bagimana proses penciptaan manusia ?
3. Bagaimana kedudukan manusia menurut al-Quran dan Hadist ?
4. Apa peranan manusia sebagai khalifah di muka bumi ?

1
C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas¸ adapun rumusan masalahnya adalah
sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui konsep manusia menurut Al-Qur’an dan Hadis.
2. Untuk mengetahui proses penciptaan manusia.
3. Untuk mengetahui kedudukan manusia menurut Al-Qur’an dan Hadis.
4. Untuk mengetahui peranan manusia sebagai khalifah di muka bumi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP MANUSIA MENURUT AL-QUR’AN DAN HADIST


Di dalam Al-Qur’an, manusia merupakan salah satu subjek yang
dibicarakan, terutama yang menyangkut asal-usul dengan konsep penciptaannya,
kedudukan manusia dan tujuan hidupnya. Hal tersebut merupakan sesuatu yang
wajar karena Al-Qur’an memang diyakini oleh kaum muslimin sebagai firman
Allah SWT yang ditujukan kepada dan untuk manusia.
Ada tiga kata yang digunakan Al-Qur’an untuk menunjuk manusia, yaitu sebagai
berikut.[1]
1. Menggunakan kata yang terdiri dari alif, nun dan sin semacam insan, ins, nas,
atau unas.
2. Menggunakan kata basyar.
3. Menggunakan kata Bani Adam dan Dzuriyat adam.

Alam semesta dan seisinya adalah ciptaan Allah SWT. Allah


menciptakannya dengan berpasang-pasangan, ada siang dan malam, tinggi dan
rendah, gemuk dan kurus, dan sebagainya. Allah memberikan banyak sekali
kenikmatan bagi manusia, mulai dari menumbuhkan rambut, mata bisa berkedip,
mulut berbicara, anggota tubuh bisa bergerak, hidung menghadap ke bawah
sehingga ketika hujan air tidak masuk. Dan Allah SWT menyempurnakan
manusia dengan memberikanya akal. Meskipun demikian banyak sekali manusia
yang durhaka pada Allah.
Jiwa manusia diberi dua jalan yaitu takwa dan kesesatan. Jalan yang benar
adalah jalan takwa sedangkan jalan yang salah adalah jalan fujur. Manusia yang
bertakwa adalah manusia yang senantiasa membersihkan dirinya. Jiwa yang
bersih akan memunculkan sifat seperti syukur, sabar, penyantun, penyayang,
bijaksana, suka bertaubat, lemah lembut, jujur, dan dapat dipercaya, hingga
akhirnya akan memperoleh keberhasilan. Allah memberikan dua pilihan kepada
manusia. Manusia dengan potensi yang dimilikinya sangat mampu untuk

3
menentukan mana yang benar dan mana yang s1alah. Oleh karena itu, balasan
yang diberikan Allah sangat tergantung kepada pilihan apa yang diambil manusia.
Apabila fujur yang diambil maka nerakalah balasannya, sedangkan pilihan
ketakwaan maka surga tempatnya. Balasan ini merupakan keadilan Allah kepada
manusia. Mereka yang mengambil jalan ketakwaan akan mendapatkan sifat-sifat
terpuji. Sifat terpuji yang diamalkan oleh orang yang bertakwa akan membawa
kehidupannya baik dan diterima oleh masyarakatnya.
Sedangkan manusia yang menjalani hidupnya dengan jalan yang salah
akan mengotori jiwanya. Mereka yang memperturutkan syahwatnya cenderung
bersifat tergesa-gesa, berkeluh kesah, gelisah, enggan berbuat, bakhil, kufur,
susah payah, senang berdebat, membantah, zalim, jahil, merugi dan akhirnya
mereka akan merasakan kegagalan. Sifat tidak terpuji merupakan hasil dari pilihan
jalan kesesatan yang diambil manusia, sehingga mereka tidak disenangi oleh
masyarakatnya dan tidak memperoleh kehidupan yang berbahagia.
Sementara Ramayulis dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam mengatakan
bahwa istilah manusia dalam Al-Qur’an dikenal tiga kata, yakni al-insan, al-
basyar, dan al-nas. Walaupun ketiga kata di atas menunjukkan arti pada manusia,
tetapi secara khusus memiliki pengertian yang berbeda.

a. Al-Insan
Al-Insan berarti lupa, dinyatakan dalam Al-Qur’an sebanyak 73 kali yang
disebut dalam 43 surat. Umumnya digunakan pada keistimewaan manusia
penyandang predikat khalifah di muka bumi, sekaligus dihubungkan dengan
proses penciptaannya. Nilai psikis manusia sebagai al-insan yang dipadu wahyu
Ilahiyah akan membantu manusia dalam membentuk dirinya sesuai dengan nilai-
nilai insaniah yang terwujud dalam perpaduan iman dan amalnya. Sebagaiman
firman Allah :
َ َ
‫ُرْياَمِمُنونا‬
‫اِتاَفُلُهْماَأْجٌراَغ ا‬
ِ ‫ّلااَّل ِِذيَناآَمُنوااَوَع ِِمُلواااَّلَّصا َِّلَح‬
‫ِإ ا‬

1
Aisyah Syati. 1999. Manusia dalam Perspektif Al-Qur’an. Hal 19
At-Tin : 6

4
“kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, maka bagi
mereka pahala yang tiada putus-putusnya.” (At-Tin : 6).

b. Al-Basyar
Kata basyar dipakai untuk menyebut semua makhluk baik laki-laki
ataupun perempuan, baik satu ataupun banyak. Kata basyar adalah jamak dari kata
basyarah yang berarti kulit. “Manusia dinamai basyar karena kulitnya tampak
jelas, dan berbeda dengan kulit binatang yang lain.” Al-Qur’an menggunakan kata
ini sebanyak 35 kali dalam bentuk tunggal dan sekali dalam bentuk mutsanna
(dua) untuk menunjukkan manusia dari sudut lahiriyahnya serta persamaannya
dengan manusia seluruhnya. Karena itu Nabi Muhammad SAW diperintahkan
untuk menyampaikan wahyu. Allah SWT berfirman:

َ َ
ٰ ‫قل ِاإنِمااَأنااب َش ِاَمثُلكْماي‬
ِ ‫وَح ِاإ ي َلاَأنِم ِااإَّل ََُٰٰٰهكْم ِاإَّل ََٰٰٰهاَو‬
‫احداۖاَفِمَناكانايٌرْجوا َِّلقاءاربا ِها‬
‫ا‬
‫شك ِاب ِعبادا ِةارب ِهاَأحدا‬ َ ‫َف ُْليعِملاَعِم اًلاصاَّل اَحااَوّلاي‬
ِ ِ

“Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku:
"Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa
mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal
yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat
kepada Tuhannya ” (Al-Kahf : 110).

Di sisi lain diamati bahwa banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang menggunakan


kata basyar yang mengisyaratkan bahwa proses kejadian manusia sebagai basyar,
melalui tahapan-tahapan sehingga mencapai tahapan kedewasaan. Allah
berfirman:

‫َو َِمَناآي ِات ِهاَأناخُلقكْم ِاَمَناتٌراباث َْم ِاإذااَأنتْماب َشاتُنت َ ِشَونا‬

5
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya menciptakan kamu dari tanah, ketika
kamu menjadi basyar kamu bertebaran.” (Al-Rum : 20).

Bertebaran di sini bisa diartikan berkembang biak akibat hubungan seks


atau bertebaran mencari rezki.

c. Al-Nas
Kata ini mengacu kepada manusia sebagai makhluk social. Manusia dalam
arti al-nas ini paling banyak disebut dalam Al-Qur’an yaitu 240 kali. Bisa dilihat
dalam seluruh ayat yang menggunakan kata, Ya ayyuhannas. Penjelasan konsep
ini dapat ditunjukkan dalam dua hal. Pertama, banyak ayat yang menunjukkan
kelompok-kelompok sosial dengan karakteristiknya masing-masing yang satu
dengan yang lain belum tentu sama. Ayat ini menggunakan kata waminannas (dan
diantara manusia). Kedua, pengelompokkan manusia berdasarkan mayoritas, yang
umumnya menggunakan ungkapan aktsarannas (sebagian besar manusia).
Adapun konsep manusia menurut perspektif adalah bahwasanya manusia
dilahirkan dalam keadaan membawa fitrah. Yang dimaksud dengan fitrah disini
adalah agama yang lurus, potensi untuk mengesakan Allah dan makrifat kepada-
Nya, cenderung untuk melakukan kebaikan-kebaikan, dan tidak mengalami
penyimpangan. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a
bahwasanya Rasulullah Saw bersabda;

ّ ّ ّ
‫دانااَوايُنّصانااَوايِمجسان‬‫َّلفطٌرةاَفأبواهاَأنايُهو‬ ‫َمااَمَناَموَّلودايوَّلداَعىلاا‬

Artinya: "setiap kelahiran itu dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci),


kemudian kedua orang tua mereka meyahudikan, menasranikan dan memajusikan
mereka"

Untuk mencapai bentuk fitrah ini tentu perlu dibina dan dikembangkan
dengan proses pendidikan dan pengajaran. Terkadang anak kecil harus

6
berhadapan dengan kondisi lingkungan yang mungkin berefek negatif baginya
dan kemudian membuatnya menyimpang dari sifat-sifat fitrah.[2]
Jika manusia bisa mengatahui dan mengerti akan hal-hal yang baik dan
benar, maka manusia juga punya potensi untuk dapat terpengaruh oleh kondisi
sekitarnya yang bersifat negatif dan kemudian membuatnya keluar dari jalan ke-
fitrahan-nya.
Rasulullah Saw bersabda, “tidak ada seorang jabang bayi pun kecuali dia
terlahir dala keadaan fitrah”. Hanya saja dalam kehidupan manusia banyak sekali
pengaruh-pengaruh yang datang dari luar diri manusia (eksternal), baik yang
berasal dari keluarganya, lingkungannya, sosial masyarakatnya dan juga budaya
tempat dia hidup dan bertumbuh kembang juga bisa mengakibatkan si manusia
tersebut menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi.
Dengan fitrahnya, manusia akan lebih cenderung untuk melakukan hal-hal
kebaikan dan lebih mencari kondisi yang bisa menenangkan jiwanya. Apabila dia
melakukan pelanggaran seperti berbuat dosa atau maksiat, maka hatinya akan
merasa gelisah dan resah, apalagi sampai dketahui oleh orang lain.[2]

B. PROSES PENCIPTAAN MANUSIA


Asal usul manusia dalam pandangan Islam tidak terlepas dari figur Adam
sebagai manusia pertama. Adam merupakan manusia pertama yang diciptakan
Allah di muka bumi dengan segala karakter kemanusiaannya yang memiliki sifat
kesemp2urnaan lengkap dengan kebudayaannya sehingga diangkat menjadi
khalifah di muka bumi, sesuai dengan firman Allah:

‫ا‬ ّ ّ ْ ُّ
‫ضاخ ُِليفةاۖاقاَّلوااَأتجعل ِاَفيُهااَمَنايف ِسد ِاَفيُهااَويس ِفكا‬ ِ ‫افااْلر‬
‫َو ِإذاقالاربكا َِّلُلِمًل ِئك ِة ِاإ يناْج ِاَعل ِ ي‬
ّ
‫اَّلدَماءاَونَحَنانسبح ِابَحِم ِدكااَونقدساَّلكاۖاقال ِاإ يناَأَعُلْماَمااّلاتعُلِمونا‬

2
Dr. Muhammad ‘Utsman Najati, Psikologi dalam Tinjauan Hadits Nabi. (Jakarta: Mustaqim,
2003), hlm. 324
Ibid, hlm. 326

7
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.(Al-Baqarah ayat
30).

Manusia yang baru diciptakan Allah itu adalah Adam yang memiliki
intelegensi yang paling tinggi dibandingkan dengan makhluk Allah lainnya dan
memiliki nilai-nilai kemanusiaan. Sehingga manusia dapat membentuk
kebudayaannya.
Allah SWT menciptakan proses penciptaan manusia di dalam Al-Qur’an
secara terperinci, Allah berfirman dealam surat Al-Mu’minun ayat 12-14 :

Artinya : “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu


saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang
disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan
segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan
segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami
bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk)
lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.”

8
Arti Perkata Surah Al-Mu'minun 12-14:

Kandungan ayat Q.S Al-Mu'minun ayat 12-14:

a. Allah swt. menciptakan manusia dari saripati tanah. artinya Allah swt.
menciptakan manusia berasal dari seorang laki-laki dan perempuan,
keduanya mengonsumsi makanan yang berasal dari tumbuhan dan hewan
yang juga memperoleh makanan dari tanah. Sari pati makanan yang
fimakan oleh kedua orang tua kita mejadi sperma dan sel telur.

9
b. Hail pembuahan menjadi segumpal darah dan yang selanjutnya menjadi
segumpal daging hingga tulang belulang yang dibungkus daging. sesudah
itu, Allah menciptakan anggota-anggota badan dan menyusun menjadi
makhluk yang berbentuk seorang bayi manusia.

c. Air mani yang berasal dari saripati tanah, juga mengandung makna bahwa
manusia pada akhirnnya akan kembali pada tempatnya semula, yaitu
tanah. Tanah yang dimaksud adalah liang lahat. Artinya manusia berasal
dari tanah, dan akan kembali tinggal meyatu dengan tanah.

Contoh perilaku yang Menggambarkan Q.S Al-Mu'minun Ayat 12-14

a. Tidak Bersikap sombong, tetapi berperilaku sederhana dan rendah hati


sesuai dengan asal mula kejadian manusia dari air mani
b. Taat dan patuh terhadap semua perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
c. Bersikap adil, ramah dan penuh kasih sayang terhadap semua makhluk
ciptaan Allah swt.
d. Selalu bersyukur terhadap semua nikmat yang diberikan Allah Kepada
Kita.
e. Selalu berusaha membuat kemakmuran dan menjaga kelestarian
lingkungan hidup.

Sementara itu dalam sebuah potongan Hadis yang diriwayatkan oleh


Bukhari dan Muslim juga dijelaskan :
“Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud ra. Beliau berkata : Rasulullah
SAW menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan
dibenarkan. Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut
ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi
setetes darah selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging
selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu
ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara :

10
“menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya, dan kecelakaan atau
kebahagiaannya…” (Riwayat Bukhori dan Muslim)

Tahapan-tahapan atau tingkatan penciptaa manusia :


1. Nutfah : tingkat pertama bermula selepas persenyawaan atau minggu pertama,
setelah terjadi pencampuran air mani. Menurut Ibn Jurair asal kata nutfah ialah
“nutf” berarti air yang sedikit yang terdapat di dalam sebuah tabung. Allah
menciptakan anggota yang berlainan dari nutfah,untuk lelaki membentuk saraf
dan tulang, dan nutfah perempuan membentuk darah dan daging.
2. Alaqah : terjadi pada minggu pertama atau hari ketujuh. Telur yang sudah
disenyawakan tertananm di dinding rahim. Alaqah semakna dengan segumpal
darah yang terjadi selama 3 minggu didalam rahim.
3. Mudghah : terjadi pada minggu keempat dengan terjadinya pembentukan otak,
syaraf tunjang, telinga dan anggota lainnya. Pernafasan sudah mulai terbentuk,
jantung mulai berdetak, darah mengalir lebih banyak, dan terjadi selama tujuh
minggu.
4. Idham dan Lahm : terjadi pada minggu kelima, keenam, dan ketujuh ditandai
dengan pembentukan tulang yang mendahului pembentukan otot. Terbentuk pula
satu sistem yang komplek, perut dan usus mulai terbentuk, saluran pernafasan
mulai kelihatan. Kaki dan tangan mulai tumbuh, telinga dan mulut makin
sempurna. Pada minggu kedelapan semuanya telah sempurna dan lengkap.
5. Nasy’ah khalqan akhar : terjadi pada bulan ketiga yaitu ketika embrio sudah
masuk kejanin. Tulang janin terbentuk dengan sempurna dan kukupun sudah
mulai tumbuh. Perubahannya hanya ukuran bayi saja.
6. Nafkhur-ruh : yaitu tingkat peniupan roh yang terjadi selepas empat puluh hari dan
selepas terbentuknya organ-organ tubuh termasuklah organ seks. Nilai kehidupan
terjadi didalam rahim, bukan hanya perkembangan fisikal tetapi mempunyai
hubungan dengan Allah melalui ikatan kesaksian sebagaimana yang disebutkan
oleh Allah didalam alquran surah AL-A’raf ayat 172:

11
ٰ ‫ور ِهْماذر َيتُهْماَوَأشُهدهْماَع‬
‫ىلاَأنف ِس ُِهْماَأَّلست ِابربكْمااۖاقاَّلواا‬ ّ ُّ
ِ ‫َو ِإذاَأخِذاربك ِاَمَناب ِ يناآدم ِاَمَناظُه‬
َ َ ْ
‫ىلاۛاش ُِهدنااۛاَأناتاقوَّلواايومااَّل ِقياَم ِة ِاإنااكُنااَعَناه ََِٰٰٰذااَغ ِاَف ُِل ّا‬
‫ي‬ ٰ ‫ب‬

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari


sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau
Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari
kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-
orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)" (AL-A’raf ayat 172).

Adapun menurut hadist:


‫ا‬ ّ ‫ا‬ ّ ‫إ َناَأحدكْمايجِمعاخ ُْلقه ّافابطَناَأَم ِاهاَأرب ِع‬
‫يايو اَماانطفةاث َْمايكون ِافاذ َِّلكاَعُلقة ِاَمثلاذ َِّلكا‬ ِ ِ ِ
ْ ‫ا‬
‫ث َْمايكوناَمضغة ِاَمثلاذ َِّلكاث َْمايٌرسلااَّلِمُلكاَفيُنفخ ِاَفي ِهاا َُّّلٌرَوحاَويؤَمٌر ِابأرب َٰعاك ُِلِماِتاباكت ِبا‬
ٌّ ‫رزق ِهاَوَأْج ُِل ِهاَوَعِم ُِل ِهاَوش‬
‫قاَأ اَواس ِعيدا‬ ‫ي‬ ِ ِ

“Sesungguhnya penciptaan salah seorang di antara kalian dihimpun di dalam


perut ibunya selama empat puluh hari berupa air mani, kemudian menjadi
segumpal darah dalam waktu sama, kemudian menjadi segumpal daging juga
dalam waktu yang sama. Setelah itu, malaikat diutus untuk meniupkan roh ke
dalamnya dan diperintahkan untuk mencatat empat perkara: mencatat rezekinya,
ajalnya, perbuatannya, dan celaka ataukah bahagia.”

Makna Secara Umum:

Ibnu Mas’ud menyampaikan suatu hadits yang ia dengar langsung dari


Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam tentang khabar ghaib. Karena khabar itu
menuntut keimanan yang tinggi, beliau mendahului penyampaiannya dengan
mengingatkan bahwa Rasul adalah orang yang jujur sekaligus harus dipercaya
seluruh khabarnya.

Manusia mengalami 4 fase pertumbuhan dalam perut ibunya:

12
1) 40 hari pertama dalam bentuk nutfah (sperma)

2) 40 hari kedua dalam bentuk ‘alaqah (segumpal darah),

3) 40 hari kedua dalam bentuk daging.

4) Setelah itu, Malaikat diutus Allah untuk meniup ruhnya dan mencatat 4 hal:

a. rezeki
b. ajal,
c. amalan,
d. dan keadaan dia (beruntung atau celaka).

Pelajaran-Pelajaran Yang Bisa Diambil Dari Hadits Ini:

1. Para perawi hadits banyak yang meriwayatkan hadits lafadz haddatsana


mencontoh lafadz yang diucapkan Ibnu Mas’ud dalam hadits ini untuk
menunjukkan bahwa ia hadir dan mendengar langsung dari orang yang
menceritakannya.

2. Seluruh berita yang shahih berasal dari Nabi harus diyakini dan dibenarkan
meski tidak terjangkau akal karena beliau adalah al-Shadiqul Mashduq (yang jujur
dan harus dipercaya).

3. Tahapan penciptaan manusia di rahim ibunya:

a. 40 hari pertama nutfah

b. 40 hari kedua segumpal darah

c. 40 hari ketiga segumpal daging

4. Ditiupkan ruh pada janin setelah berusia 3 x 40 hari = 120 hari = 4 bulan.

Setelah 4 bulan inilah berlakulah baginya hukum manusia. Jika terjadi keguguran
janin, maka dilihat keadaan:

a. sebelum 120 hari: tidak perlu dimandikan, dikafani, dan disholatkan.

13
b. setelah 120 hari: dimandikan, dikafani, dan disholatkan.

Jika janin yang keluar saat keguguran bentuknya sudah seperti manusia,
maka berlakulah hukum nifas. Jika tidak, maka hukumnya seperti darah
istihadhah (penyakit). (Penjelasan Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin).

5. Beriman terhadap Malaikat. Ada Malaikat yang bertugas untuk meniup ruh
pada janin dan mencatat 4 hal: rezeki, ajal, amalan, dan keadaannya (beruntung
atau celaka).

6. Beriman terhadap catatan takdir.

Para Ulama menjelaskan bahwa berdasarkan lingkupnya, pencatatan takdir terbagi


menjadi 4:

a. Pencatatan di Lauhul Mahfudzh

Catatan induk. Berisi catatan takdir segala sesuatu. Ditulis 50.000 tahun sebelum
diciptakannya langit dan bumi. Catatan ini tidak ada yang tahu kecuali Allah, dan
tidak akan berubah sedikitpun

b. Pencatatan dalam lingkup umur perorangan

Ini adalah catatan Malaikat, seperti yang disebutkan dalam hadits ini tentang 4
hal: rezeki, ajal, amalan, dan keadaannya (beruntung atau celaka) terhadap janin
yang masih berada di perut ibunya.

c. Pencatatan dalam lingkup tahunan

Dilakukan setiap Lailatul Qodar, berisi catatan segala sesuatu yang akan terjadi
dalam waktu setahun ke depan (hingga Lailatul Qodar berikutnya), disebutkan
dalam surat ad-Dukhkhan: 3-4.

d. Pencatatan dalam lingkup harian

Disebutkan dalam surat ar-Rahman ayat 29, Allah meninggikan derajat suatu
kaum atau merendahkannya, membentangkan rezeki atau menyempitkannya, dan

14
sebagainya. Hal itu berlangsung tiap hari.perubahan catatan takdir yang masih
memungkinkan terjadi pada catatan yang ada di Malaikat, sedangkan yang Lauhul
Mahfudzh tidak akan pernah berubah.

1) Akhir kehidupan seseorang akan berujung pada dua hal: beruntung atau
celaka. Orang yang beruntung adalah yang masuk ke dalam surga,
sebaliknya yang celaka adalah yang masuk ke dalam neraka. Tidak ada
keadaan ketiga.

2) Seseorang tidak boleh merasa bangga diri ketika ia banyak beribadah dan
sering mengisi hari-harinya dengan ketaatan. Harus diiringi dengan
perasaan takut dan khawatir jangan sampai mengalami su-ul khatimah
(akhir kehidupan yang buruk).

3) Seseorang yang sedang terjerumus dalam lumpur dosa tidak boleh berputus
asa dari rahmat Allah, hendaknya ia bersemangat untuk bertaubat dan
memperbanyak amal shalih dengan harapan meninggal dalam keadaan
husnul khatimah (akhir kehidupan yang baik)

4) Akhir kehidupan sangat menentukan kebahagiaan atau kesengsaraan


seseorang nanti di akhirat.

Tahapan kejadian manusia

a) Proses Kejadian Manusia Pertama (Adam)

Di dalam Al Qur’an dijelaskan bahwa Adam diciptakan oleh Allah


dari tanah yang kering kemudian dibentuk oleh Allah dengan bentuk yang
sebaik-baiknya. Setelah sempurna maka oleh Allah ditiupkan ruh
kepadanya maka dia menjadi hidup. Hal ini ditegaskan oleh Allah di
dalam firman-Nya :

"Yang membuat sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan


Yang memulai penciptaan manusia dari tanah". (QS. As Sajdah (32) : 7)

15
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari
tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk".
(QS. Al Hijr (15) : 26)

Disamping itu Allah juga menjelaskan secara rinci tentang


penciptaan manusia pertama itu dalah surat Al Hijr ayat 28 dan 29 . Di
dalam sebuah Hadits Rasulullah saw bersabda :

"Sesunguhnya manusia itu berasal dari Adam dan Adam itu


(diciptakan) dari tanah". (HR. Bukhari)

b) Proses Kejadian Manusia Kedua (Siti Hawa)

Pada dasarnya segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah di dunia


ini selalu dalam keadaan berpasang-pasangan. Demikian halnya dengan
manusia, Allah berkehendak menciptakan lawanjenisnya untuk dijadikan
kawan hidup (isteri). Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam salah sati firman-
Nya :

"Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan


semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri
mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui" (QS. Yaasiin (36) :
36)

Adapun proses kejadian manusia kedua ini oleh Allah dijelaskan di


dalam surat An Nisaa’ ayat 1 yaitu :

"Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah


menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan
isterinya, dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki
dan perempuan yang sangat banyak..." (QS. An Nisaa’ (4) : 1)

Di dalam salah satu Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan


Muslim dijelaskan :

16
"Maka sesungguhnya perempuan itu diciptakan dari tulang rusuk
Adam" (HR. Bukhari-Muslim)

Apabila kita amati proses kejadian manusia kedua ini, maka secara
tak langsung hubungan manusia laki-laki dan perempuan melalui
perkawinan adalah usaha untuk menyatukan kembali tulang rusuk yang
telah dipisahkan dari tempat semula dalam bentuk yang lain. Dengan
perkawinan itu maka akan lahirlah keturunan yang akan meneruskan
generasinya.

c) Proses Kejadian Manusia Ketiga (semua keturunan Adam dan Hawa)

Kejadian manusia ketiga adalah kejadian semua keturunan Adam


dan Hawa kecuali Nabi Isa a.s. Dalam proses ini disamping dapat ditinjau
menurut Al Qur’an dan Al Hadits dapat pula ditinjau secara medis.

Di dalam Al Qur’an proses kejadian manusia secara biologis


dejelaskan secara terperinci melalui firman-Nya :

"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia itu dari suatu


saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani
(yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu
Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan
segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang,
lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kamudian Kami
jadikan ia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah ,
Pencipta Yang Paling Baik." (QS. Al Mu’minuun (23) : 12-14).

Kemudian dalam salah satu hadits Rasulullah SAW bersabda :

"Telah bersabda Rasulullah SAW dan dialah yang benar dan


dibenarkan. Sesungguhnya seorang diantara kamu dikumpulkannya
pembentukannya (kejadiannya) dalam rahim ibunya (embrio) selama
empat puluh hari. Kemudian selama itu pula (empat puluh hari) dijadikan
segumpal darah. Kemudian selama itu pula (empat puluh hari) dijadikan

17
sepotong daging. Kemudian diutuslah beberapa malaikat untuk
meniupkan ruh kepadanya (untuk menuliskan/menetapkan) empat kalimat
(macam) : rezekinya, ajal (umurnya), amalnya, dan buruk baik
(nasibnya)." (HR. Bukhari-Muslim)

Ungkapan ilmiah dari Al Qur’an dan Hadits 15 abad silam telah


menjadi bahan penelitian bagi para ahli biologi untuk memperdalam ilmu
tentang organ-organ jasad manusia. Selanjutnya yang dimaksud di dalam
Al Qur’an dengan "saripati berasal dari tanah" sebagai substansi dasar
kehidupan manusia adalah protein, sari-sari makanan yang kita makan
yang semua berasal dan hidup dari tanah. Yang kemudian melalui proses
metabolisme yang ada di dalam tubuh diantaranya menghasilkan hormon
(sperma), kemudian hasil dari pernikahan (hubungan seksual), maka
terjadilah pembauran antara sperma (lelaki) dan ovum (sel telur wanita) di
dalam rahim. Kemudian berproses hingga mewujudkan bentuk manusia
yang sempurna (seperti dijelaskan dalam ayat diatas).

Para ahli dari barat baru menemukan masalah pertumbuhan embrio


secara bertahap pada tahun 1940 dan baru dibuktikan pada tahun 1955,
tetapi dalam Al Qur’an dan Hadits yang diturunkan 15 abad lalu hal ini
sudah tercantum. Ini sangat mengagumkan bagi salah seorang embriolog
terkemuka dari Amerika yaitu Prof. Dr. Keith Moore, beliau mengatakan :
"Saya takjub pada keakuratan ilmiyah pernyataan Al Qur’an yang
diturunkan pada abad ke-7 M itu". Selain iti beliau juga mengatakan, "Dari
ungkapan Al Qur’an dan hadits banyak mengilhami para scientist
(ilmuwan) sekarang untuk mengetahui perkembangan hidup manusia yang
diawali dengan sel tunggal (zygote) yang terbentuk ketika ovum (sel
kelamin betina) dibuahi oleh sperma (sel kelamin jantan). Kesemuanya itu
belum diketahui oleh Spalanzani sampai dengan eksperimennya pada abad
ke-18, demikian pula ide tentang perkembangan yang dihasilkan dari
perencanaan genetik dari kromosom zygote belum ditemukan sampai akhir
abad ke-19. Tetapi jauh ebelumnya Al Qur’an telah menegaskan dari

18
nutfah Dia (Allah) menciptakannya dan kemudian (hadits menjelaskan
bahwa Allah) menentukan sifat-sifat dan nasibnya.

Sebagai bukti yang konkrit di dalam penelitian ilmu genetika


(janin) bahwa selama embriyo berada di dalam kandungan ada tiga
selubung yang menutupinya yaitu dinding abdomen (perut) ibu, dinding
uterus (rahim), dan lapisan tipis amichirionic (kegelapan di dalam perut,
kegelapan dalam rahim, dan kegelapan dalam selaput yang
menutup/membungkus anak dalam rahim). Hal ini ternyata sangat cocok
dengan apa yang dijelaskan oleh Allah di dalam Al Qur’an :

"...Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga
kegelapan (kegelapan dalam perut, kegelapan dalam rahim, dan kegelapan dalam
selaput yang menutup anak dalam rahim)..." (QS. Az Zumar (39) : 6).

C. KEDUDUKAN MANUSIA MENURUT AL-QURAN DAN AL-HADIST

QS Adz Dzariyat [51]: 56 tentang Kedudukan Manusia dan Ibadah

Artinya: “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk
menyembah kepadaku.” (QS Adz Zariyat : 56)

Kandungan ayat nya sebagai berikut :


Surat Adz dzariyat ayat 56 mengandung makna bahwa semua makhluk
Allah, termasuk jin dan manusia diciptakan oleh Allah SWT agar mereka mau
mengabdikan diri, taat, tunduk, serta menyembah hanya kepada Allah SWT.
Menurut bahasa, ibadah berarti tunduk dan taat. Menurut istilah, ibadah berarti
mengabdikan diri kepada Allah swt dengan jalan bertakwa. Ibadah dibagi menjadi
dua, yaitu:

19
1. Ibadah Mahdah, yaitu ibadah yang memiliki tata cara tertentu. Contoh:
syahadat, salat, zakat, puasa, dan haji.
2. Ibadah Gairu Mahdah, yaitu ibadah yang tidak memiliki tata cara tertentu.
Contoh: mencari nafkah, berhusnuzan, belajar (menuntut ilmu), membantu orang
tua, makan, tidur, dan lain-lain.

Tujuan penciptaan manusia:


Adapun beberapa tujuan penciptaan manusia menurut Al-Qur’an danHadis
adalah sebagai berikut.

1. Manusia diciptakan Allah swt bukan secara main-main. Allah berfirman:

َ ‫ا‬ َ
‫َأَفَح ِسبتْماَأنِمااخُلقُناكْماَعبثااَوَأنكْم ِاإَّليُنااّلاتٌرْجعونا‬

“Maka apakah kamu mengira bahwa Kami menciptakan kamu main-main (tanpa
ada maksud) dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (Al-
Mu’minun : 115)

2. Untuk mengemban amanah atau tugas keagamaan. Allah berfirman:

ْ ّ ‫الاَفأب‬
‫ياَأنايَح ِِمُلُنُهااَوَأشفقَن ِاَمُنُهاا‬ ‫ب‬‫ج‬
ْ
‫َّل‬‫ا‬‫اَو‬‫ض‬ ‫ر‬ ‫اْل‬‫اَو‬‫اِت‬ ‫اَو‬ ‫ِم‬ َ ‫إ َنااَعٌرضُناااْلَمانةاَعىلاا‬
‫َّلس‬
ِ ِ ِ ِ ِ
‫ا‬ َ
‫َوحِمُلُهاااْلنساناۖاإنهاكاناظُل ا‬
‫وَمااْجُه ا‬
‫وّل‬ ِ ِ

“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan


gunung-gunung, tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu, dan mereka
khawatir tidak dapat melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh
manusia. Sungguh, manusia itu sangat dzalim dan sangat bodoh.”(Al-Ahzab : 72)

3. Untuk mengabdi atau beribadah. Allah berfirman:


َ َ ْ
‫َونا‬
ِ ‫د‬‫ب‬ ‫ع‬ ‫ي‬ ‫َّل‬
ِ ‫ا‬‫ّل‬ ‫اإ‬
ِ ‫س‬ ‫ن‬‫اْل‬
ِ ‫اَو‬‫َن‬‫َوَمااخُلقتااَّل ِج‬

20
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah
kepadaku.”
(Adz-Zariyat : 56)
Ayat ini mengindikasikan tentang tujuan penciptaan manusia sebagai
hamba allah. Indikasi ini dapat dipahami yang berarti agar manusia mengabdi
kepada allah. Maksudnya allah menciptakan manusia dengan tujuan menyuruh
mereka beribadah kepada allah, bukan karena allah membutuhkan manusia. Ali
bin Abi Thalhah meriwayatkan dari IbnuAabbas yang artinya melainkan supaya
mereka mau tunduk beribadah kepada Allah baik secara sukarela maupun
terpaksa. Dan itu pula yang menjadi pilihan Ibnu Jarir, yakni supaya mereka
mengenalAllah.

Manusia diciptakan Allah agar ia beribadah kepadaNya. Pengertian ibadah


di sini tidak sesempit pengertian ibadah yang dianut oleh masyarakat pada
umumnya, yakni kalimat syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji, tetapi seluas
pengertian yang dikandung oleh kata memperhambakan dirinya sebagai hamba
Allah. Berbuat sesuai dengan kehendak dan kesukaan ridhaNya dan menjauhi apa
yang menjadi laranganNya.

Seorang hamba perlu taat dan patuh kepada semua arahan Tuhannya, lebih-
lebih jika diberi dan dikaruniakan dengan segala macam bantuan, kemudahan dan
keamanaan oleh Tuhan nya. Oleh karena itu kita mesti melakukan segala arahan
dengan penuh pengertian bahwa kita menyerahkan segala-galanya kepada Tuan
kita.
Kata kunci penyerahan ini yang menjadi initipati kepada Islam yaitu
penyerahan secara keseluruhan terhadap Allah. Mereka yang dipandang oleh
Allah dengan pangkat hamba ini pasti memperoleh keuntungan di dunia maupun
akhirat.

21
Fitrah Manusia dalam Perspektif Al-Qur’an dan As-sunnah

Manusia insan secara kodrati, sebagai ciptaan Allah SWT yang sempurna
bentuknya dibandingkan dengan ciptaan Allah lainnya. Manusia juga sudah
dilengkapi dengan kemampuan mengenal dan memahami kebenaran dan kebaikan
yang terpancar dari ciptaan-Nya.

Kemampuan lebih yang dimiliki manusia itu adalah kemampuan akalnya.


Untuk itulah manusia sering disebut sebagai animal rationale, hayawan al-nâtiq,
yaitu binatang yang dapat berpikir. Melalui akalnya, manusia berusaha memahami
realitas hidupnya, memahami dirinya serta segala sesuatu yang ada di sekitarnya.
Yang banyak dibicarakan oleh Al Qur‟an tentang manusia adalah sifat-sifatnya
dan potensinya. Potensi manusia dijelaskan oleh Al-Qur‟an antara lain melalui
kisah Adam dan Hawa dalam Surat Al-Baqarah ayat 30-39. Dalam ayat tersebut
dijelaskan bahwa sebelum kejadian Adam, Allah telah merencanakan agar
manusia memikul tanggung jawab kekhalifahan di bumi. Untuk maksud tersebut
di samping tanah (jasmani) dan ruh Ilahi (akal dan ruhani), manusia dianugrahi
pula:

Manusia
(1) Potensi untuk mengetahui nama dan fungsi benda-benda alam

Dengan potensi ini manusia adalah makhluk yang berkemampuan untuk


menyusun konsep-konsep, mencipta, mengembangkan dan mengemukakan
gagasan/ide serta melaksanakannya. Potensi ini adalah bukti yang
membungkamkan malaikat, yang tadinya merasa wajar untuk dijadikan khalifah
di muka bumi, dan karenanya malaikat bersedia sujud (penghormatan) kepada
Adam.

(2) Pengalaman hidup di surga, baik yang berkaitan dengan kecukupan dan
kenikmatannya, maupun rayuan Iblis dan akabat buruknya.

22
Pengalaman di surga adalah arah yang harus dituju dalam membangun dunia ini,
kecukupan sandang, pangan dan papan serta rasa aman terpenuhi, sekaligus arah
terakhir bagi kehidupannya di akhirat kelak. Sedangkan godaan iblis, dengan
akibat yang sangat fatal itu, adalah pengalaman yang amat berharga dalam
menghadapi rayuan iblis di dunia.25

(3) Petunjuk-petunjuk keagamaan


Secara tegas Al-Qur‟an mengemukakan bahwa manusia pertama diciptakan dari
tanah dan ruh Ilahi melalui proses yang tidak dijelaskan rinciannya, sedangkan
reproduksi manusia walaupun dikemukakan tahapan-tahapannya, namun tahapan
tersebut lebih banyak berkaitan dengan unsur tanahnya.

Isyarat yang menyangkut unsur immaterial ditemukan antara lain dalam


uraian tentang sifat-sifat manusia dan dari uraian tentang fitrah, nafs, qalb dan ruh
yang menghiasi manusia. Al-Qur‟an menjelaskan bahwa manusia memiliki fitrah.
Fitrah di sini adalah potensi.26 Manusia lahir membawa kemampuan-
kemampuan; kemampuan itulah yang disebut pembawaan. Sabda Rosulullah
SAW[3]:
ّ ٌ ٌ
‫انوااايُنّصانوااايوْجسانو‬ ‫هاناد‬
‫كلاهالاداياَّلِذاَعلااَّلفطزةاَفاباا ي ي‬
ً
(‫)رااهااَّلبخاراهسُلَن‬
Artinya:
“Tiap-tiap orang dilahirkan membawa fitrah; ayah dan ibunyalah yang
menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi (HR Bukhori dan Muslim).

Fitrah yang disebut dalam hadits di atas adalah potensi. Potensi adalah
kemampuan; jadi fitrah yang dimaksud disini adalah pembawaan. Ayah dan ibu
dalam hadits ini adalah lingkungan sebagaimana yang dimaksud oleh para ahli
pendidikan. Kedua-duanya (pembawaan dan lingkungan) itulah, menurut hadits
tersebut yang menentukan perkembangan seseorang.

Pengaruh itu terjadi baik pada aspek jasmani, akal maupun aspek rohani.
Aspek jasmani banyak dipengaruhi oleh alam fisik, aspek akal banyak

23
dipengaruhi oleh lingkungan budaya, dan aspek rohani dipengaruhi oleh kedua
lingkungan. Pengaruh-pengaruh itu berbeda tingkat dan kadar pengaruhnya antara
seseorang dengan orang lain.

Ahmad Hasan Firhat membedakan kedudukan kekhalifahan manusia pada dua


bentuk:

Pertama, khalifah kauniyah. Dimensi ini mencakup wewenang manusia


secara umum yang telah dianugerahkan Allah SWT untuk mengatur dan
memanfaatkan alam semesta beserta isinya bagi kelangsungan umat manusia di
muka bumi. Dalam konteks ini, wewenang manusia meliputi pemaknaan yang
bersifat umum, tanpa dibatasi oleh agama apa yang mereka yakini. Artinya label
kekhalifahan yang dimaksud diberikan kepada semua manusia sebagai penguasa
alam semesta. Jika dimensi ini yang dijadikan standar dalam melihat predikat
manusia sebaga khalifah Allah fi al-ardh, maka akan berdampak negatif bagi
kelangsungan kehidupan manusia dan alam semesta. Manusia dengan
kekuatannya akan mempergunakan alam semesta sebagai konsekuensi
kekhalifahannya tanpa control dan melakukan penyimpangan-penyimpangan dari
nilai Ilahiah. Akibatnya keberadaannya di muka bumi, bukan lagi sebagai
pembawa kemakmuran, namun cenderung berbuat kerusakan dan merugikan
makhluk Allah lainnya.
Kedua, khalifah Syar’iyat; Dimensi ini wewenang Allah yang diberikan
kepada manusia untuk memakmurkan alam semesta. Hanya saja untuk
melaksanakan tugas dan tanggung jawab ini, predikat khalifah secara khusus
ditujukan kepada orang-orang mukmin. Hal ini dimaksudkan agar dengan
keimanan yang dimilikinya, mampu menjadi pilar dan control dalam mengatur
mekanisme alam semesta, sesuai dengan nilai-nilai ilahiyah yang telah digariskan
Allah lewat ajaran-Nya. Dengan prinsip ini, manusia akan senantiasa berbuat
kebaikan dan memanfaatkan alam semesta ini demi kemaslahatan umat manusia.

Manusia sebagai makhluk paedagogik

24
Makhluk paedagogik ialah makhluk Allah yang dilahirkan membawa
potensi dapat dididik dan dapat mendidik.40 Manusia adalah makhluk
paedagogik, karena memiliki potensi dapat dididik dan mendidik sehingga mampu
menjadi khalifah di bumi. Manusia dilengkapi dengan fitrah Allah, berupa bentuk
atau wadah yang dapat diisi dengan berbagai kecakapan dan keterampilan yang
dapat berkembang, sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk yang mulia.
Pikiran, perasaan dan kemampuannya berbuat merupakan komponen dari fitrah
itu.
“(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
tidak ada peubahan pada fitrah Allah.” (QS. Al-Rum 30)
Manusia adalah makhluk yang dapat berpikir, merasa dan bertindak dan
terus berkembang. Fitrah inilah yang membedakan manusia dengan makhluk
lainnya. Dari sinilah semakin jelas bahwa manusia adalah makhluk paedagogik.
Meskipun demikian, jika potensi itu tidak dikembangkan, niscaya ia akan kurang
bermakna dalam kehidupan. Oleh karena itu perlu dikembangkan dan
pengembangan itu senantiasa dilakukan dalam usaha dan kegiatan pendidikan.
Teori nativis dan empiris yang dipertemukan oleh Kerschenteiner dengan teori
konvergensinya, telah ikut membuktikan bahwa manusia itu adalah makhluk yang
dapat dididik dan mendidik (paedagogik).

Kesatuan wujud manusia antara fisik dan psikis serta didukung oleh
potensi-potensi yang ada membuktikan bahwa manusia sebagai ahsan al-taqwim.
Dalam hubungannya dengan Pendidikan Islam, menempatkan manusia pada
posisi yang strategis, yaitu:
a. Manusia sebagai makhluk yang mulia
b. Manusia sebagai Khalifah Allah di muka bumi
c. Manusia sebagai makhluk paedagogik

25
Manusia adalah makhluk yang memiliki potensi untuk beragama sesuai
dengan fitrahnya. Manusia adalah hamba Allah („abd Allah). Esensi dari ketaatan
seorang hamba adalah ketaatan, ketundukan dan kepatuhan terhadap Tuhannya.
Sebagai hamba Allah manusia tidak bisa lepas dari kekuasaan-Nya karena fitrah
untuk beragama.

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada
peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui” (QS. Al-Ruum 30)

Berdasarkan ayat di atas, menjelaskan bahwa bagaiamana pun primitifnya


suku bangsa manusia, mereka akan mengakui adanya Zat Yang Maha Kuasa di
luar dirinya. Dengan demikian, rasa tunduk dan kepatuhan manusia kepada Zat
Yang Maha Agung, merupakan tabiat asli (fitrah) manusia yang dimiliki oleh
setiap manusia sebagai nilai ubudiyah kepada-Nya.

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku” (QS. Adz-Dzâriyât 56)

Ayat tersebut menjelaskan bahwa tugas manusia dalam hidup ini


berakumulasi pada tanggung jawab mengabdi (beribadah) kepada Allah SWT.

Untuk melaksanakan tugasnya sebagai khalifah, Allah telah memberikan kepada


manusia seperangkat potensi (fitrah) berupa aql, qalb dan nafs. Namun demikian,
aktualisasi fitrah itu tidaklah otomatis berkembang melainkan tergantung pada
manusia itu sendiri. Untuk itu, Allah SWt menurunkan wahyu-Nya kepada para
Nabi dan Rosul, agar menjadi pedoman bagi manusia dalam mengaktualisasikan
fitrahnya secara utuh, selaras dengan tujuan penciptaanya, sehingga manusia dapat
tampil sebagai makhluk Allah yang tinggi martabatnya.

26
D. PERANAN MANUSIA SEBAGAI KHALIFAH DI MUKA BUMI
Ketika memerankan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka bumi, ada
dua peranan penting yang diamanahkan dan dilaksanakan manusia sampai hari
kiamat. Pertama, memakmurkan bumi (al’imarah). Kedua, memelihara bumi dari
upaya-upaya perusakan yang dating dari pihak manapun (ar ri’ayah).

1. Memakmurkan Bumi
Manusia mempunyai kewajiban kolektif yang dibebankan Allah SWT.
Manusia harus mengeksplorasi kekayaan bumi bagi kemanfaatan seluas-luasnya
umat manusia. Maka sepatutnyalah hasil eksplorasi itu dapat dinikmati secara adil
dan merata, dengan tetap menjaga kekayaan agar tidak punah. Sehingga generasi
selanjutnya dapat melanjutkan eksplorasi itu.

2. Memelihara Bumi
Memelihara bumi dalam arti luas termasuk juga memelihara akidah dan
akhlak manusianya sebagai SDM. Memelihara dari kebiasaan jahiliyah, yaitu
merusak dan menghancurkan alam demi kepentingan sesaat. Karena sumber daya
manusia yang rusak akam sangat berpotensial merusak alam. Oleh karena itu, hal
semacam ini perlu dihindari.
Mengapa Allah memerintahkan umat nabi Muhammad SAW untuk
memelihara bumi dari kerusakan ? Karena sesungguhnya manusia lebih banyak
membangkang disbanding yang benar-benar berbuat shaleh sehingga manusia
akan cenderung untuk berbuat kerusakan daripada berbuat kebaikan, misalnya
saja kaum bani Israil, seperti yang Allah sebutkan dalam firmanNya dalam surat
Al-Isra’ ayat. Allah berfirman:

َ ّ ‫َوقضيُنااإ ٰلاب ِ ّناإْس ِائيل ّافاا َّْل ِكتاباَّلتف ِسد َن ّافااْلرضاَم ٌَرت‬
‫ياَوَّلتعُلَناَعُل ًّوااك ِب اُرْيا‬ِ ِ ‫ِي‬ ِ ‫ِي‬ ِ ‫ي‬ ِ

27
“Dan telah kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam kitab itu : ”Sesungguhnya
kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan
menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar.” (Al-Isra’ ayat 4)
Sebagai seorang muslim dan hamba Allah yang taat tentu kita akan
menjalankan fungsi sebagai khalifah di muka bumi dengan tidak melakukan
pengrusakan terhadap alam yang diciptakan oleh Allah karena sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. Sepertik firmanNya
dalam surat Al-Qashash ayat 77 yang artinya :
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat
baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Manusia diserahi tugas hidup yang merupakan amanat Allah dan harus
dipertanggungjawabkan di hadapanNya. Tugas hidup yang dipikul manusia di
muka bumi adalah tugas kekhalifahan, yaitu tugas kepemimpinan, wakil Allah di
muka bumi, serta pengelolaan dan pemeliharaan alam.
Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang mandat Allah untuk
mewujudkan kemakmuran di muka bumi. Kekuasaan yang diberikan kepada
manusia bersifat kreatif, yang memungkinkan dirinya serta mendayagunakan apa
yang ada di muka bumi untuk kepentingan hidupnya.
Kekuasaan manusia sebagai wakil Allah dibatasi oleh aturan-aturan dan
ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh yang diwakilinya, yaitu hukum-
hukum baik yang tertulis dalam kitab suci, maupun yang tersirat dalam kandungan
alam semesta. Seorang wakil melanggar batas ketentuan yang diwakili adalah
wakil yang mengingkari kedudukan dan peranannya, serta mengkhianati
kepercayaan yang diwakilinya. Oleh karena itu, ia diminta pertanggungjawaban
apa yang telah dilakukannya.
Sebagai khalifah manusia berperan mewujudkan ketentraman, mengolah,
dan mendayagunakan apa yang ada di bumi untuk kepentingan hidupnya. Disini

28
manusia dituntut untuk berpikir kreatif dan dinamis, serta diberi kebebasan seluas-
luasnya untuk mendayagunakan potensi insane yang dimiliki.

‫ا‬ ّ ّ ْ 3 ُّ
‫ضاخ ُِليفةاۖاقاَّلوااَأتجعل ِاَفيُهااَمَنايف ِسد ِاَفيُهاا‬ ِ ‫ر‬‫ااْل‬‫اف‬
‫ِي‬ ‫ل‬ ‫اَع‬
ِ ‫اْج‬‫ن‬‫ِ ي‬‫اإ‬‫ة‬ِ ‫ك‬ ‫ئ‬
ِ ‫ًل‬‫ِم‬ ‫ُل‬‫ب كا َِّل‬
‫َو ِإذاقالار ا‬
ّ
‫َويس ِفكااَّلدَماءاَونَحَنانسبح ِابَحِم ِدكاَونقدساَّلكاۖاقال ِاإ يناَأَعُلْماَمااّلاتعُلِمونا‬

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku


hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:

"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". (Al-Baqarah : 30)

3
Al-Baqarah : 30

29
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Manusia yang digambarkan dengan istilah al-basyar, al-insan, dan al-nas
merupakan kausa prima yang secara fitrah sebagai potensi dasar manusia
sekaligus menjadi karakter personalitas dari eksistensi manusia. Ini sepenuhnya
menjadi keistimewaan manusia yang membedakannya dengan makhluk lain di
muka bumi serta berimplikasi kepada adanya peran dan tugas kekhalifahan.
2. Di dalam Al-Qur’an Allah menjelaskan proses penciptaan manusia yang beral
dari nutfah, alaqah, mudghah, idham dan lahm, nasy’ah khalqan akhar, dan
nafkhur-ru
3. Manusia diciptakan Allah agar ia beribadah kepadaNya. Pengertian ibadah di
sini tidak sesempit pengertian ibadah yang dianut oleh masyarakat pada
umumnya, yakni kalimat syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji, tetapi seluas
pengertian yang dikandung oleh kata memperhambakan dirinya sebagai hamba
Allah. Berbuat sesuai dengan kehendak dan kesukaan ridhaNya dan menjauhi apa
yang menjadi laranganNya
4. Manusia berfungsi sebagai khalifah yang bermakna sebagai pemimpin diri dan
makhluk lainnya serta memakmurkan dan mendayagunakan alam semesta bagi
kepentingan manusia secara keseluruhan.
C. SARAN
Setelah membaca dan mempelajari makalah ini, besar harapan penulis para
pembaca mendapat tambahan pengetahuan mengenai konsep manusia dalam Al-
Qur’an dan Hadis, dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari
agar dapat menjadi seorang manusia yang bersyukur akan anugerah yang
diberikan oleh Allah SWT. Demikianlah makalah yang dapat kami paparkan,
semoga bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan pada kami pada khususnya.
Dan tentunya makalah ini tidak lepas dari kekurangan, untuk itu saran dan kritik
yang bersifat konstruktif sangat kami butuhkan, guna memperbaiki makalah
selanjutnya.

30
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah Syati. 1999. Manusia dalam Perspektif Al-Qur’an.


Djuned.Daniel.2011.Antropologi Al-Quran.Jakarta:Erlangga
Fatah.Abdillah.1995.Kehidupan Manusia.Jakarta:PT Rineka Cipta.
http://konsepmanusiamenurutalqurandanhadis.blogspot.co.id/

31

Anda mungkin juga menyukai