Anda di halaman 1dari 29

TUGAS BESAR 1

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Dosen Pengampuh: Addys Aldizar, Lc, MA

OLEH :

HASNULLAH FARHAN

41120110112

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MERCU BUANA

2020
I. Konsep Manusia dan Ketuhanan Dalam Islam

I.1. Pengertian Manusia


1.1.a. Pengertian Secara Etimologi
Manusia secara etimologi berarti makhluk yang berakal budi dan mampu
menguasai makhluk lain. Makhluk yaitu sesuatu yang diciptakan oleh Tuhan.
Kata manusia berasal dari kata manu (Sansekerta) atau mens (Latin) yang
berarti berpikir, berakal budi, atau homo (Latin) yang berarti manusia. Secara
kodrati, manusia merupakan makhluk monodualis. Artinya selain sebagai
makhluk individu, manusia berperan juga sebagai makhluk sosial. Sebagai
makhluk individu, manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang terdiri
atas unsur jasmani (raga) dan rohani (jiwa) yang tidak dapat dipisahpisahkan.
Jiwa dan raga inilah yang membentuk individu.
Manusia diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin yang
berarti "manusia yang tahu"), sebuah spesies primata dari golongan mamalia
yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka
dijelaskan menggunakan konsep jiwa yang bervariasi di mana, dalam agama,
dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk
hidup; dalam mitos, mereka juga seringkali dibandingkan dengan ras lain.
Manusia adalah makhluk yang berhadapan dengan diri sendiri, tetapi juga
menghadapi kesukaran dan sebagainya. Dalam arti yang mirip dengan
menghadapi persoalan dan kesukaran. Manusia melakukan, mengolah diri
sendiri, mengangkat dan merendahkan diri sendiri. Manusia juga makhluk
yang berada dan menghadapi alam kodrat. Manusia merupakan kesatuan
dengan alam, tetapi juga berjarak, dia bisa memandangnya, mempunyainya
pendapat-pendapat terhadapnya, merubah dan mengolahnya. Hewan juga di
dalam alam, tetapi tidak berhadapan dengan alam. Lihatlah saja, hewan tidak
bisa memperbaiki alam, tidak bisa menyerang alam dengan teknik. Manusia
selalu hidup dan mengubah dirinya dalam arus situasi yang konkrit. Manusia
tidak hanya berubah dalam tetapi juga karena diubah oleh situasi itu.
1.1.b. Pengertian Secara Terminologi
Jawaban yang paling memuaskan yaitu berdasarkan kepada nash, (ayat-ayat al-
Quran) karena ilmu pengetahuan (science) hanya bersifat spekulatif, belum
bisa memberikan alternatif yang memuaskan, mengingat kejadian manusia
hanya terjadi sekali, sehingga tidak bisa diadakan penelitian ilmiah
(eksperimen) secara mendalam. Al-quran memiliki peristilahan (terminologi)
untuk pengertian manusia: al-basyar, al-insan, dan al-nas. Dalam banyak ayat,
al-basyar merujuk pada manusia sebagai makhluk biologis, misalnya, dalam
kasus Maryam melahirkan: 

ُ ُ‫ك هّٰللا ُ يَ ْخل‬


‫ق َما‬ ِ ِ‫ت َربِّ اَ ٰنّى يَ ُك ْو ُن لِ ْي َولَ ٌد َّولَ ْم يَ ْم َس ْسنِ ْي بَ َش ٌر ۗ قَا َل َك ٰذل‬
ْ َ‫قَال‬
٤٧ - ‫ضى اَ ْمرًا فَاِنَّ َما يَقُ ْو ُل لَهٗ ُك ْن فَيَ ُك ْو ُن‬ ٓ ٰ َ‫يَ َش ۤا ُء ۗاِ َذا ق‬
Maryam berkata: "Ya Tuhanku, betapa mungkin Aku mempunyai anak,
padahal Aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun". (Q.S. Ali
Imran: 47).
Nabi Muhammad SAW. Pernah diperintahkan untuk mengaku dan
menegaskan kepada manusia bahwa dirinya adalah seperti manusia pada
umumnya (basyarun mitslukum sama dengan manusia seperti kalian) yang
diberi wahyu

َ {‫ي اَنَّ َمٓا اِ ٰلهُ ُك ْم اِ ٰلهٌ َّوا ِح{ ۚ ٌد فَ َم ْن َك‬


ْ {‫{ان يَرْ ُج‬
‫{وا‬ َّ َ‫قُلْ اِنَّ َمٓا اَنَ ۠ا بَ َش ٌر ِّم ْثلُ ُك ْم ي ُْو ٰ ٓحى اِل‬
١١٠ - ࣖ ‫صالِحًا َّواَل يُ ْش ِر ْك بِ ِعبَا َد ِة َرب ٖ ِّٓه اَ َحدًا‬ َ ‫لِقَ ۤا َء َرب ِّٖه فَ ْليَ ْع َملْ َع َماًل‬
Katakanlah: Sesungguhnya Aku Ini manusia biasa seperti kamu, yang
diwahyukan kepadaku. (Q.S. al-Kahfi: 110).
Ketika wanita-wanita Mesir kagum kepada Nabi Yusuf, mereka berkata:
ٰۤ ُ
‫ت َع ْد ٍن تَجْ ِريْ ِم ْن تَحْ تِ ِه ُم ااْل َ ْن ٰه ُر ي َُحلَّ ْو َن فِ ْيهَا ِم ْن‬ ُ ّ‫ك لَهُ ْم َج ٰن‬
َ ‫ول ِٕى‬ ‫ا‬
‫ق ُّمتَّ ِك ِٕىي َْن‬
ٍ ‫س َّواِ ْستَ ْب َر‬ٍ ‫ب َّويَ ْلبَس ُْو َن ثِيَابًا ُخضْ رًا ِّم ْن ُس ْن ُد‬ ٍ َ‫او َر ِم ْن َذه‬ ِ ‫اَ َس‬
ۗ ‫ك نِ ْعم الثَّ َو‬
٣١ – ‫ت ُمرْ تَفَقًا‬ ْ َ‫ابُ َو َح ُسن‬ َ ِ ۗ ‫فِ ْيهَا َعلَى ااْل َ َر ۤا ِٕى‬
Mereka berkata: "Maha Sempurna Allah, Ini bukanlah manusia.
Sesungguhnya Ini tidak lain hanyalah malaikat yang mulia." (Q.S. Yusuf: 31).
Secara singkat, konsep basyar selalu dihubungkan dengan sifat-sifat biologis
manusia: makan, minum, berhubungan seksual, berjalan. Dari segi inilah tidak
dapat ditafsirkan "basyarun mitslukum" sebagai manusia biasa dalam hal
berbuat dosa. Kecenderungan para rasul untuk tidak patuh pada dosa dan
kesalahan bukan sifat-sifat biologis, tapi sifat-sifat psikologis (atau spiritual).
Di dalam al-Quran, manusia (insan atau basyar) merupakan salah satu
subjek utama yang dibicarakan, terutama yang menyangkut asal-usul dengan
konsep penciptaannya, kedudukan dalam masyarakat serta tujuan hidupnya.
Hal tersebut merupakan sesuatu yang wajar karena al-Quran memang diyakini
oleh kaum muslimin sebagai firman Allah yang ditujukan kepada dan untuk
manusia.
Menurut Ali Syari'ati,58 al-basyar adalah manusia yang esensi
kemanusiaannya tidak Nampak dan aktivitasnya serupa dengan
binatang. Al-basyar hanya wujud, bukan hamba dan khalifah-Nya.
Karena esensi kemanusiaannya tidak nampak padanya. Secara historis
ayat-ayat yang menunjukkan al-basyar merupakan ayat-ayat Makiyah
(diturunkan di Makkah).
Jalaluddin Rakhmat mengklasifikasikan penggunaan al-insan. Pertama, insan
dihubungkan dengan keistimewaannya sebagai khalifah dan pemikul amanah,
kedua, insan dihubungkan dengan predisposisi negatif dalam diri manusia, dan
ketiga, insan dihubungkan dengan proses penciptaan manusia. Keistimewaan
al-insan ialah berilmu pengetahuan, mempunyai daya nalar. Manusia demikian
disebut ulul albab, Dengan ilmunya itu manusia mampu
mengkomunikasikannya. Makhluk yang menerima amanah dan
mempertanggung jawabkannya.61 Istilah ketiga untuk menusia ialah al-nas,
yaitu konsep yang mengacu pada manusia sebagai makhluk sosial. Banyak ayat
yang menunjukkan manusia sebagai kelompok dengan karakteristiknya yang
khas. Misalnya, ayat yang menggunakan ungkapan "waminannas" (dan di
antara sebagian manusia)
٨ – ‫اس َم ْن يَّقُ ْو ُل ٰا َمنَّا بِاهّٰلل ِ َوبِ ْاليَ ْو ِم ااْل ٰ ِخ ِر َو َما هُ ْم بِ ُمْؤ ِمنِي ۘ َْن‬
ِ َّ‫َو ِم َن الن‬
dan sebagian manusia yang menyatakan beriman, tetapi sebetulnya tidak
beriman. (Q.S. al-baqarah: 8).
Ada lagi ungkapan "aktsaran nas" (kebanyakan manusia). Dapat disimpulkan
bahwa kebanyakan manusia itu mempunyai kualitas yang rendah baik dari segi
ilmu maupun iman, tidak bersyukur, melalaikan ayat Allah dan sebagainya.
Sisi lain al-Quran menegaskan bahwa petunjuk al-Quran bukan hanya
dimaksudkan pada manusia secara individual, tetapi juga manusia secara
sosial. Istilah al-nas sering dihubungkan al-Quran dengan petunjuk atau al-
Kitab. Dari uraian ketiga makna untuk "manusia" tersebut, dapat disimpulkan
bahwa manusia adalah makhluk biologis, psikologis, dan sosial. Ketiganya
harus dikembangkan dan diperhatikan hak maupun kewajibannya secara
seimbang dan selalu berada dalam hukum-hukum yang berlaku. (sunnatullah).

II. KONSTRIBUSI ISLAM MEMBANGUN PERADABAN DUNIA

II.1. Peradaban Islam Dunia


Setiap peradaban ada umurnya. Peradaban dunia tidak ada yang kekal
artinya semua peradaban akan diganti oleh peradaban yang lain dalam
memimpin dan mengendalikan dunia. Pada zaman keemasan peradaban Islam
telah dilahirkan banyak ilmuwan dan para pemikir yanga handal, melalui buah
pikiran mereka kaum muslimin menjadi pemimpin dunia dengan kekuasaan 2/3
dunia. Sekian lamanya Islam melakukan penyebaran ajarannya, hingga lebih
dari 14 abad lamanya. Tentunya dari masa perjuangan tersebut telah
menorehkan banyak hasil yang dapat dirasakan oleh dunia saat ini, walaupun
sudah tidak ada lagi kekuasaan Islam yang mutlak, karena Islam dalam
ekspansinya, tidak hanya mengambil keuntungan materi dari daerah yang dapat
dikuasai, melainkan ikut membangun dan memajukan peradaban yang ada dan
tetap toleran terhadap budaya lokal yang ada.
Para tokoh Islam klasik yang telah membangun peradaban di masa itu, dan
tidak dilakukan oleh orang-orang barat pada masa kegelapan, adalah dengan
mempelajari dan mempertahankan peradaban Yunani kuno, serta
mengembangkan buah pemikirannya untuk menemukan sesuatu yang baru dari
segi filsafat dan ilmu pengetahuan. Seorang pemikir orientalis barat Gustave
Lebon, dan telah diterjemahkan oleh Samsul Munir Amin, mengatakan bahwa
“(orang Arablah) yang menyebabkan kita mempunyai peradaban, karena
mereka adalam imam kita selama enam abad”. Hingga saat ini peradaban Islam
telah memberi kontribusi besar dalam berbagai bidang khususnya bagi dunia
Barat yang saat ini diyakini sebagai pusat peradaban dunia. Kontribusi besar
tersebut antara lain:
1. Sepanjang abad ke-12 dan sebagian abad ke-13, karya-karya kaum
Muslim dalam bidang filsafat, sains, dan sebagainya telah diterjemahkan
ke dalam bahasa Latin, khususnya dari Spanyol. Penerjemahan ini
sungguh telah memperkaya kurikulum pendidikan dunia Barat.
2. Kaum muslimin telah memberi sumbangan eksperimental mengenai
metode dan teori sains ke dunia Barat.
3. Sistem notasi dan desimal Arab dalam waktu yang sama telah
dikenalkan ke dunia barat.
4. Karya-karya dalam bentuk terjemahan, kususnya karya Ibnu Sina
(Avicenna) dalam bidang kedokteran, digunakan sebagai teks di
lembaga pendidikan tinggi sampai pertengahan abad ke-17 M.
5. Para ilmuwan muslim dengan berbagai karyanya telah merangsang
kebangkitan Eropa, memperkaya dengan kebudayaan Romawi kuno
serta literatur klasik yang pada gilirannya melahirkan Renaisance.
6. Lembaga-lembaga pendidikan Islam yang telah didirikan jauh sebelum
Eropa bangkit dalam bentuk ratusan madrasah adalah pendahulu
universitas yang ada di Eropa.
7. Para ilmuwan muslim berhasil melestarikan pemikiran dan tradisi ilmiah
Romawi-Persi (Greco Helenistic) sewaktu Eropa dalam kegelapan.
8. Sarjana-sarjana Eropa belajar di berbagai lembaga pendidikan tinggi
Islam dan mentransfer ilmu pengetahuan ke dunia Barat.
9. Para ilmuwan Muslim telah menyumbangkan pengetahuan tentang
rumah sakit, sanitasi, dan makanan kepada Eropa.
Islam telah mampu mendamaikan akal dengan iman dan filsafat dengan
agama. Sedangkan bangsa Barat pada masa itu masih terdapat berbentuk tetap
(stereotipe) yang memisahkan antara akal dan iman serta filsafat dan agama.
Hal ini juga terjadi pada ilmu pengetahuan dan ilmu alam, yang mana Islam
telah berjasa menyatukan akal dengan alam, menetapkan kemandirian akal,
menetapkan keberadaan hukum alam yang pasti, dan keserasian Tuhan dengan
alam. Berikut beberapa Tokoh Ilmuwan Islam dan karyanya:
1. Abu Ali al Husayn Ibn Abdallah Ibn Al Hasan Ibn Ali Ibn Sina
Ibn Sina atau Avicenna adalah seorang polymath jenius asal Uzbekistan
yang bener-bener mendalami hampir semua ilmu pengetahuan, dari
mulai filsafat, kedokteran, astronomi, sekaligus ilmuwan. Avicenna ini
ngeluarin mahakarya kedokteran yang judul “Al Qanun fi al Tibb” atau
“The Canon of Medicine” dan jadi buku pegangan utama para
mahasiswa kedokteran di penjuru Eropa sampe abad ke 18, atau kurang
lebih 700 tahun ke depan.
2. Abu Yusuf Ya’qub Ibn Ishaq Al Sabbah Al Kindi
3. Al Kindi bisa disebut sebagai ilmuwan muslim terbesar sepanjang masa.
Awalnya, Al Kindi dipercaya oleh Khalifah Al Ma’mun menjadi ketua
tim penerjemah naskah-naskah filsafat kuno dari Yunani dan Romawi di
Bayt al Hikmah. Total jumlah buku yang dia tulis lebih dari 260 judul.
Buku-buku yang dia tulis mulai dari filsafat, matematika, kedokteran,
fisika, astronomi, kimia, sampai teori tentang musik. Avicenna, Al
Farabi, dan Al Ghazali, karena mereka-mereka ini berhutang besar
terhadap buah karya terjemahan dari naskah-naskah kuno hasil jerih
payah Al Kindi.
4. Abu al Fath ‘Umar Ibn Ibrahim Al Khayyam
Al Khwarizmi adalah Ilmuwan asal Khwarezm, Uzbekistan, ini berasal
dari keluarga dengan latar belakang penganut agama Zoroastrianisme
(Majusi). Kata Algoritma berasal dari nama ilmuwan ini. Kontribusi
terbesarnya ialah mengembangkan pendekatan khusus untuk
memecahkan persamaan linear dan kuadrat, yang kita kenal dengan
nama Aljabar. Konsep aljabar ini, dia tulis dalam Kitāb Al Mukhtasar fi
Hisāb al Jabr wa’l-Muqābalah atau “Buku Rangkuman untuk Kalkulasi
dengan Melengkapkan dan Menyeimbangkan”. Selain itu, beliau inilah
yang berhasil memetakan pergerakan matahari, bulan, dan kelima planet
yang dia tulis dalam kitab Zīj al-Sindhind (Perhitungan Astronomi
Pakistan dan India). Al Khwarizmi juga ditugaskan oleh Khalifah Al
Ma’mun untuk membuat peta dunia, sekaligus mengukur keliling bumi
melalui proyeksi terhadap gerakan matahari dan pendekatan matematis.
Proyek ini menghasilkan salah satu kitab terbesarnya juga yaitu Kitāb
surāt al-Ardh (Kitab Citra Permukaan Bumi), yang lebih terkenal di
Barat dengan judul “Geography”.
5. Nasir al Din Tusi
Ilmuwan Persia abad ke 13 ini merupakan ilmuwan terakhir di dunia
Islam, setelah Baghdad diluluhlantakkan oleh bangsa Mongol dibawah
kepemimpinan Hulagu Khan. Ia seorang polymath yang menguasai
banyak bidang ilmu seperti matematika, astronomi, fisika, kimia,
biologi, serta sastra.Teorinya tentang mekanisme Seleksi Alami yang
membentuk keanekaragaman hayati di dunia, yang dia kemukakan 750
tahun sebelum Charles Darwin dan Alfred Wallace, duet pengungkap
rahasia Seleksi Alami. Tusi menyebutkan bahwa organisme-organisme
yang lebih cepat untuk bermutasi dan berubah bentuk/memiliki
perubahan fungsi organ akan lebih bervariasi dibandingkan individu
lainnya. Badan organisme tersebut berubah karena faktor internal dan
eksternal. Ini merupakan titik awal pemikiran manusia tentang asal mula
spesies terbentuk. Selain mencetuskan gagasan tentang seleksi alami,
Tusi juga merupakan orang yang berjasa dalam memberikan jalan untuk
munculnya era Renaissance di Eropa, karena dialah yang
menyelamatkan 400,000 buku ketika Bayt al Hikmah dihancurkan oleh
Mongol. Ia membawa kabur naskah-naskah tersebut keObservatorium
Maragheh, Azerbaijan. Di tempat itu, ia melanjutkan risetnya tentang
pergerakan Bumi yang akhirnya menjadi inspirasi bagi Nicolaus
Copernicus tiga abad kemudian sebagai orang pertama yang
membuktikan bahwa bumi mengelilingi matahari, bukan sebaliknya.
6. Abu al Walid Muhammad Ibn Rushd
Ibn Rushd atau lebih dikenal dengan nama Averroes adalah seorang
polymath muslim yang lahir di daerah Andalusia, Spanyol. Cakupan
bidang yang dia pelajari sangat luas dari mulai logika, filsafat, psikologi,
geografi, matematika, sampai kedokteran. Ibn Rushd dikenal sebagai
ilmuwan muslim terakhir yang dengan gigih memperjuangkan nilai-nilai
logika dan metode sains dalam kebudayaan Islam ditengah gerakan dari
lawan pemikirannya yaitu Al Ghazali yang mengkritik bahwa
pencampuran ajaran filsafat Yunani dari jaman Aristoteleshingga,
Avicenna dan Al Farabi itu sesat dan tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Akibat pembelaannya terhadap filsafat Yunani dan metode sains, dirinya
dikucilkan dari komunitas Islam dan dianggap sesat oleh tiga agama
sekaligus, Islam, Kristen, dan Yahudi. Sampai akhirnya khayatnya, Ibn
Rushd tetap setia dengan pandangannya bahwa ilmu pengetahuan,
filsafat, dan agama bisa berjalan beriringan. Ironisnya, Ibn Rushd
dikenang sebagai pejuang terakhir (sayangnya gagal) yang melakukan
perlawanan terakhir para ilmuwan Islam untuk mengedepankan logika
dan pendekatan metode saintifk.

II.2. Jejak Kegemilangan Umat Islam di Pentas Sejarah Dunia


1. ERA RASULULLOH SAW (622-632M) DAN PERIODE DAULAT
KHULAFAUR RASYIDIN (632-661 M)
Kesuksesan Rasulullah Muhammad Saw dalam membangun peradaban
Islam yang tiada taranya dalam sejarah dicapai dalam kurun waktu 23 tahun,
13 tahun langkah persiapan pada periode Makkah (Makiyyah) dan 10 tahun
periode Madienah (Madaniyah). Periode 23 tahun merupakan rentang waktu
kurang dari satu generasi, dimana beliau Saw telah berhasil memegang
kendali kekuasaan atas bangsa-bangsa yang lebih tua peradabannya saat itu
khususnya Romawi, Persia dan Mesir.
Seorang ahli pikir Perancis bernama Dr. Gustave Le Bone mengatakan:
Dalam satu abad atau 3 keturunan, tidak ada bangsa-bangsa manusia dapat
mengadakan perubahan yang berarti. Bangsa Perancis memerlukan 30
keturunan atau 1000 tahun baru dapat mengadakan suatu masyarakat yang
bercelup Perancis. Hal ini terdapat pada seluruh bangsa dan umat, tak
terkecuali selain dari umat Islam, sebab Muhammad El-Rasul sudah dapat
mengadakan suatu masyarakat baru dalam tempo satu keturunan (23 tahun)
yang tidak dapat ditiru atau diperbuat oleh orang lain. Masa kerasulan
Muhammad Saw pada akhir periode Madinah merupakan puncak
(kulminasi) peradaban Islam, karena disitulah sistem Islam disempurnakan
dan ditegakkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi
agama bagimu. (QS. Al-Maidah ayat 3).
Generasi masa itu merupakan generasi terbaik sebagaimana firman Allah
Swt: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah. (QS. Ali Imran ayat 110).

2. MASA DAULAT KHULAFAUR RASYIDIN (632-661M)


Khulafaur Rasyidin berasal dari dua kata yakni khulafa’ dan ar-rasyidin.
Khulafa’ berarti “pengganti“. Sedangkan kata ar-rasyidin yaitu “mendapat
petunjuk.” Jadi, Khulafaur Rasyidin adalah para pengganti yang mendapatkan
petunjuk. Khulafaur Rasyidin ialah para pemimpin yang menggantikan tugas-
tugas Rasulullah SAW. sebagai kepala negara, kepala pemerintahan dan
pemimpin umat. Khulafaur Rasyidin adalah para khalifah yang sangat arif
bijaksana. Mereka adalah keempat sahabat Nabi yang terpilih menjadi
pemimpin kaum muslimin setelah Nabi Muhammad SAW wafat. Pemilihan
Khalifah pertama dilakukan dengan musyawarah mufakat dan bai’at. Zaman
Khulafaur Rasyidin adalah masa kekhalifahan pertama, dimulai oleh Abu
Bakar (632-634), Umar bin Khattab (634-644), Utsman bin ‘Affan (644-656),
dan Ali bin Abi Thalib (656-661). Masa inilah yang disebut juga masa
Kekhalifahan Rasyidin. Khulafaur Rasyidin berakhir dengan terbunuhnya
Khalifah Ali bin Abi Thalib oleh Abdurrahman bin Muljam. Abdurrahman bin
Muljam berasal dari kelompok Khawarij atau yang tak sepakat dengan Ali bin
Abi Thalib. Era ini sekaligus mengawali kemunculan sektarian di Islam, yakni
munculnya kelompok Sunni, Syiah, dan Khawarij. Keempat khalifah tersebut
selain berhasil melanjutkan perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam
menegakkan ajaran tauhid, juga sukses dalam memperluas penyebaran dan
mengharumkan nama Islam. Dalam menjalankan tugasnya, para Khulafaur
Rasyidin senantiasa meneladani kepemimpinan Rasulullah. Sifat dan
akhlaknya sebagai pemimpin masyarakat, kepala negara, dan kepala
pemerintahan tercermin dari sifat-sifat utama yang dimilikinya.

3. MASA DAULAT UMAYYAH (661-750M)


Masa Kedaulatan Umayyah berlangsung selama lebih kurang 90 tahun.
Beberapa orang Khalifah besar Bani Umayyah ini adalah Muawiyah bin Abi
Sufyan (661-680 M), Abdul Malik bin Marwan (685- 705 M), Al-Walid bin
Abdul Malik (705-715 M), Umar bin Abdul Aziz (717- 720 M) dan Hasyim
bin Abdul Malik (724- 743 M).
Awal berlangsungya periode Daulat Umayyah lebih memprioritaskan
pada perluasan wilayah kekuasaan. Ekspansi wilayah yang sempat terhenti
pada masa Khalifah Utsman dan Khalifah Ali dilanjutkan kembali oleh
Daulat Umayyah. Pada zaman Muawiyah, Tunisia ditaklukkan. Di sebelah
Timur, Muawiyah dapat menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai
Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Angkatan lautnya melakukan
serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel. Ekspansi ke
timur yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh khalifah Abdul
Malik. Dia mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan dapat berhasil
menundukkan Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand.
Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind
dan daerah Punjab sampai ke Maltan.
Ekspansi ke Barat secara besar-besaran dilanjutkan pada zaman Al-Walid
bin Abdul Malik. Masa pemerintahan Walid adalah masa ketenteraman,
kemakmuran dan ketertiban, dimana umat Islam merasa hidup bahagia.
Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun,
tercatat bahwa pada tahun 711 M merupakan suatu ekspedisi militer dari
Afrika Utara menuju wilayah Barat Daya, benua Eropa. Setelah Al-Jazair
dan Marokko dapat ditundukan, Tariq bin Ziyad, panglima pasukan Islam,
dengan pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan antara Marokko
dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal
dengan nama Gibraltar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan.
Dengan demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota
Spanyol, Cordova, dengan cepatnya dapat dikuasai. Menyusul setelah itu
kota-kota lain seperti Sevi'e, Elvira dan Toledo yang dijadikan ibu kota
Spanyol yang baru setelah jatuhnya Cordova. Pasukan Islam memperoleh
kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat
setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa. Pada
zaman Umar bin Abdul Aziz, serangan dilakukan ke Prancis melalui
pegunungan Piranee. Serangan ini dipimpin oleh Aburrahman bin Abdullah
Al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeau, Poitiers. Dari sana ia
mencoba menyerang Tours. Namun, dalam peperangan yang terjadi di luar
kota Tours, Al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke
Spanyol. Disamping daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang
terdapat di Laut Tengah juga jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani
Umayyah.
4. MASA DAULAT ABASIYAH (750-1258 M) SAMPAI TUMBANGNYA
KEKHALIFAHAN TURKI UTSMANI PADA TANGGAL 28 RAJAB
TAHUN 1342 H ATAU BERTEPATAN DENGAN TANGGAL 3 MARET
1924 M
Kekalifahan Abbasiyah merupakan kelanjutan dari Kekalifahan
sebelumnya yakni Bani Umayyah, dimana pendiri dari kekalifahan ini
adalah Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-
Abbas Rahimahullah. Pola pemerintahan yang diterapkan oleh Daulah
Abbasiyah berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan
budaya. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari
tahun 132 H (750 M) s.d. 656 H (1258 M).
Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik, para sejarawan
biasanya membagi masa pemerintahan Daulah Abbas menjadi lima periode:
- Periode Pertama (132 H/750 M - 232 H/847 M), disebut periode
pengaruh Persia pertama.
- Periode Kedua (232 H/847 M - 334 H/945 M), disebut periode pengaruh
Turki pertama.
- Periode Ketiga (334 H/945 M - 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti
Bani Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini
disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
- Periode Keempat (447 H/1055 M - 590 H/l194 M), masa kekuasaan
daulah Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya
disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua (di bawah kendali)
Kesultanan Seljuk Raya (salajiqah al-Kubra/Seljuk agung).
- Periode Kelima (590 H/1194 M - 656 H/1258 M), masa khalifah bebas
dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar
kota Baghdad dan diakhiri oleh invasi dari bangsa Mongol.
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas mencapai masa
keemasannya. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan
merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain,
kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga
berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu
pengetahuan dalam Islam. Namun setelah periode ini berakhir,
pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam bidang politik, meskipun
filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang.

II.3. Keruntuhan Khilafah


Para ahli sejarah sepakat, bahwa zaman Khalifah Sulaiman al-Qanuni (926-974
H/1520-1566 M) merupakan zaman kejayaan dan kebesaran Khilafah
Utsmaniyah. Pada masa ini, Khilafah Utsmaniyah telah jauh meninggalkan
negara-negara Eropa di bidang militer, sains, dan politik. Namun sayang, setelah
Sulaiman al-Qanuni meninggal dunia, Khilafah mulai mengalami kemerosotan
terus-menerus.
Dua faktor internal yang menyebabkan kemunduran Khilafah Utsmaniyah,
Pertama: buruknya pemahaman Islam. Kedua: kesalahan dalam menerapkan
Islam. Pada masa ini, misalnya, terjadi banyak penyimpangan dalam
pengangkatan khalifah, yang justru tak tersentuh oleh undang-undang. Akibatnya,
setelah berakhirnya kekuasaan Sulaiman al-Qanuni, yang diangkat menjadi
khalifah justru orang-orang yang tidak mempunyai kelayakan atau lemah.
Sementara itu, di luar negeri, sejak penaklukan Konstantinopel oleh Khilafah pada
abad ke-15, Eropa-Kristen telah melihat penaklukan ini sebagai awal dari Masalah
Ketimuran. Masalah Ketimuran inilah yang mendorong Paus Paulus V (1566-
1572 M) untuk menyatukan negeri-negeri Eropa yang sebelumnya terlibat dalam
konflik antaragama: Protestan dan Katolik. Konflik ini baru bisa diakhiri setelah
diselenggarakannya Konferensi Westavalia tahun 1667 M.
Pada saat yang sama, penaklukan Khilafah Utsmaniyah pada tahun-tahun
tersebut telah terhenti. Kelemahan Khilafah Utsmaniyah pada abad ke-17 M itu
dimanfaatkan oleh Austria dan Venesia untuk memukul Khilafah. Melalui
Perjanjian Carlowitz (1699 M), wilayah Hungaria, Slovenia, Kroasia, Hemenietz,
Padolia, Ukraina, Morea dan sebagian Dalmatia lepas; masing-masing ke tangan
Venesia dan Habsburg.
Bahkan Khilafah Utsmaniyah terpaksa harus kehilangan wilayahnya di
Eropa, setelah kekalahannya dari Rusia dalam Perang Crimea pada abad ke-18 M.
Nasib Khilafah Utsmaniyah semakin tragis setelah dilakukannya Perjanjian San
Stefano (1878) dan Berlin (1887 M).
Di sisi lain, karena lemahnya pemahaman terhadap Islam, para penguasa ketika
itu mulai membuka diri terhadap demokrasi, yang didukung oleh fatwa-fatwa
syaikh al-Islam yang penuh kontroversi. Bahkan, dengan dibentuknya Dewan
Tanzimat tahun 1839 M, tsaqafah Barat di Dunia Islam semakin kokoh, termasuk
setelah disusunnya beberapa undang-undang, seperti UU Acara Pidana (1840 M)
dan UU Dagang (1850 M) yang bernuansa sekular.
Keadaan ini diperparah dengan dirumuskannya Konstitusi 1876 oleh Gerakan
Turki Muda, yang berusaha untuk membatasi fungsi dan kewenangan Khalifah.
Boleh dikatakan, saat itu sedikit demi sedikit telah terjadi sekularisasi terhadap
Khilafah Islam.
Di dalam negeri, ahlul dzimmah—khususnya orang Kristen—yang
mendapatkan hak istimewa pada zaman Sulaiman al-Qanuni, pada akhirnya
menuntut persamaan hak dengan kaum Muslim. Namun, hak-hak istimewa ini
akhirnya dimanfaatkan untuk melindungi para provokator dan mata-mata asing,
dengan jaminan perjanjian; masing-masing perjanjian Khilafah Utsmaniyah
dengan Bizantium (1521 M), Prancis (1535 M), dan dengan Inggris (1580 M).
Dengan hak-hak istimewa ini, populasi orang-orang Kristen dan Yahudi di
dalam negeri meningkat. Kondisi ini ini kemudian dimanfaatkan oleh kaum
misionaris untuk melakukan gerakannya secara intensif di Dunia Islam sejak abad
ke-16 M. Malta dipilih sebagai pusat gerakan mereka. Dari sanalah mereka
menyusup ke wilayah Syam pada tahun 1620 M dan tinggal di sana hingga tahun
1773 M.
Di tengah kemunduran intelektual yang dihadapi oleh Dunia Islam, mereka
mendirikan berbagai pusat kajian, sebagai kedok gerakan mereka. Pusat-pusat
kajian ini kebanyakan milik Inggris, Prancis, dan Amerika. Gerakan inilah yang
digunakan oleh Barat untuk mengemban pemikiran mereka di Dunia Islam
sekaligus menyerang pemikiran Islam. Serangan ini memang sejak lama telah
dipersiapkan oleh para Orientalis Barat, yang sejak abad ke-14 M telah
mendirikan Center of the Oriental Studies (Pusat Kajian Ketimuran).
Walhasil, gerakan misionaris dan orientalis itu jelas merupakan bagian yang
tak terpisahkan dari imperialisme Barat di Dunia Islam. Untuk menguasai Dunia
Islam, Islam sebagai asas harus dihancurkan, dan Khilafah Islam sebagai
penjaganya harus diruntuhkan. Untuk itu, mereka menyerang pemikiran Islam,
sengaja menyebarkan paham nasionalisme di Dunia Islam, dan menciptakan
stigma terhadap Khilafah Utsmaniyah, dengan sebutan The Sick Man (Orang
Sakit).
Supaya kekuatan Khilafah Utsmaniyah lumpuh sehingga bisa dijatuhkan
dengan mudah, secara intensif mereka terus memprovokasi gerakan-gerakan
patriotisme dan nasionalisme di Dunia Islam agar memisahkan diri dari kesatuan
Khilafah Islam. Bahkan gerakan-gerakan keagamaan juga mereka eksploitasi,
seperti Gerakan Wahabi di Hijaz. Sejak pertengahan abad ke-18 M, gerakan ini
telah dimanfaatkan oleh Inggris, melalui agennya, Ibn Saud, untuk menyulut
pemberontakan di beberapa wilayah Khilafah, yakni Hijaz dan sekitarnya.
Pada saat yang sama, di Eropa, wilayah-wilayah yang telah dikuasai oleh
Khilafah terus diprovokasi agar melakukan pemberontakan sejak abad ke-19 M
hingga abad ke-20. Begitulah, Khilafah Utsmaniyah pada akhirnya kehilangan
banyak wilayahnya, hingga yang tersisa kemudian hanya Turki.
Konspirasi Barat-Yahudi Menghancurkan Khilafah
Tahun 1855 M negara-negara Eropa, khususnya Inggris, memaksa Khilafah
Utsmaniyah untuk melakukan amandemen UUD sehingga dikeluarkanlah
Hemayun Script pada tanggal 11 Pebruari 1855 M.
Tahun 1908 M Turki Muda yang berpusat di Salonika—pusat komunitas
Yahudi Dunamah—melakukan pemberontakan.
Tanggal 18 Juni 1913 M, pemuda-pemuda Arab mengadakan kongres di Paris
dan mengumumkan Nasionalisme Arab. Dokumen yang ditemukan di Konsulat
Prancis di Damaskus telah membongkar rencana pengkhianatan mereka kepada
Khilafah Utsmaniyah yang didukung oleh Inggris dan Prancis.
Perang Dunia I tahun 1914 M dimanfaatkan oleh Inggris untuk menyerang
Istanbul, dan menduduki Gallipoli. Dari sinilah, kampanye Dardanelles yang
terkenal itu mulai dilancarkan. Pendudukan Inggris di kawasan ini juga
dimanfaatkan untuk mendongkrak popularitas Mustafa Kamal Pasha, yang
sengaja dimunculkan sebagai pahlawan dalam Perang Ana Forta, tahun 1915 M.
Kamal Pasha, seorang agen Inggris keturunan Yahudi Dunamah dari Salonika itu,
akhirnya menjalankan agenda Inggris: melakukan revolusi kufur untuk
menghancurkan Khilafah Islam.
Pada tanggal 21 November 1923 terjadi perjanjian antara Inggris dan Turki.
Dalam perjanjian tersebut Inggris mengajukan syarat-syarat agar pasukannya
dapat ditarik dari wilayah Turki, yang dikenal dengan “Persyaratan Curzon”.
Isinya: Turki harus menghapuskan Khilafah Islamiyah, mengusir Khalifah, dan
menyita semua harta kekayaannya; Turki harus menghalangi setiap gerakan yang
membela Khilafah; Turki harus memutuskan hubungannya dengan Dunia Islam
serta menerapkan hukum sipil sebagai pengganti hukum Khilafah Utsmaniah yang
bersumberkan Islam.
Persyaratan tersebut diterima oleh Mustafa Kamal dan perjanjian
ditandatangani tanggal 24 Juli 1923. Delapan bulan setelah itu, tepatnya tanggal 3
Maret 1924 M, Kamal Pasha mengumumkan pemecatan Khalifah, pembubaran
sistem Khilafah, mengusir Khalifah ke luar negeri, dan menjauhkan Islam dari
negara. Inilah titik klimaks revolusi kufur yang dilakukan oleh Kamal Attaturk
Laknatullaah alaih.
Walhasil, sejak saat itu hingga kini, sudah 82 tahun, umat Islam tidak lagi
memiliki Khilafah Islam; suatu keadaan yang belum pernah terjadi selama lebih
dari 13 abad sejak masa Khulafaur Rasyidin.
II.4. Masuknya Islam di Nusantara
Islam masuk ke Indonesia melalui dakwah Nabi Muhammad shollallahu
‘alaihi wasallam, melalui para sahabat beliau. Tahun 620 Masehi Abu Kasbah,
Abdullah bin Mas’ud (Ibnu Mas’ud), tahun 646 Masehi ketika zaman Khalifah
Utsman bin ‘Affan mengirim utusan (Tabi’in) ke wilayah Nusantara (Indonesia)
dan peninggalan sejarah itu adalah Makam di Barus (Sumatera Utara) adalah salah
satu makam Sahabat, tertulis di makam itu tahun 625 Masehi. Sebagaimana kita
ketahui Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam wafat tahun 632 Masehi di
Madinah. Makam tersebut di Barus (Sibolga) adalah makam Kabilah Thayib
adalah Sahabat (Tabi’in) yang sebelumnya melakukan dakwah di daerah Aceh.
Menurut DR Haikal Hassan, tak ada dalam buku sejarah yang mencatat
bahwa sahabat Rasulullah SAW yang terutama, seperti Ali bin Abi Thalib pernah
berkunjung ke Jepara, Jawa Tengah, Indonesia. Padahal, Islam yang masuk ke
Indonesia ini justru terjadi di era kekhalifahan generasi terbaik (Khulafatur
Rasyidin). “Islam yang pertama kali masuk ke Indonesia, bukan melalui
perdagangan dan bukan dalam hubungan perekonomian. Ini sesuai dengan
wilayah dakwah Nabi Muhammad SAW dalam firman Allah SWT QS Al-Anbiya;
107, membahwa Islam yang rahmatin lil alamin atau rahmat bagi seluruh alam,”
kata Haikal Hassan dalam tausyiah seperti dikutip dari berbagai sumber.
Dari referensi yang ada, Haikal Hassan mengungkapkan bahwa Ali bin
Abi Thalib pernah datang dan berdakwah ke Garut, Cirebon di Jawa Barat (Tanah
Sunda) pada 625M. Kemudian, setahun kemudian, disusul Jafar bin Abi Thalib
memilih berdakwah ke Jepara, yang menjadi pusat Kerajaan Kalingga di Jawa
Tengah pada 626 M. Lalu, dari jazirah Arab kembali diutus seorang sahabat
bernama Ubay bin Ka’ab untuk berdakwah ke Sumatera Barat, hingga kembali ke
Madinah pada 626 M. “Begitupula, sahabat Rasulullah SAW lainnya seperti
Abdullah bin Mas’ud berdakwah di Aceh Darussalam dan kembali ke Madinah
pada 626 M. Selanjutnya, Abdurrahman bin Mu’adz bin Jabal, dan putera-
puteranya Mahmud dan Isma’il, berdakwah dan wafat dimakamkan di Barus,
Tapanuli Tengah, Sumatera Utara sekitar tahun 625 M,” tuturnya.
Sahabat lainnya seperti Akasyah bin Muhsin Al-Usdi, berdakwah di
Palembang, Sumatera Selatan dan sebelum Rasulullah Wafat, ia kembali ke
Madinah sekitar tahun 623 M.  “Sedangkan, Salman Al-Farisi, berdakwah ke
Perlak, Aceh Timur dan kembali ke Madinah sekitar tahun 626 M,” ujarnya. Teori
Gujarat yang dikembangkan para orientalis terkemuka Belanda seperti J. Pijnape
dan, Snouck Hurgronje justru ingin menutupi fakta sejarah Islam yang
menunjukkan bahwa Nusantara menjadi bagian dari kekhalifahan Ustman bin
Affan.
Hal ini, beber dia, bisa dibuktikan dengan ditemukannya sebuah artefak
bahwa di Kerajaan Kalingga, Jepara, Jawa Tengah, pada 640-650 M diperintah
seorang ratu yang adil bernama Ratu Sima dan anaknya, Ratu Jayisima. “Nah, di
masa Kekhalifahan Utsman bin Affan dari Bani Umayyah, terjadi surat menyurat
atau korespondensi antara Ratu Sima dengan Bani Umayyah di masa Muawiyah
bin Abu Sofyan, usai masa Khulafatur Rasyidin. Dari surat menyurat itu, Kerajaan
Kalingga meminta agar didatangkan guru-guru dakwah dari jazirah Arab ke pusat
kerajaan yang ada di Jepara dan wilayah lainnya,” tutur Haikal Hassan.
Sebagai bukti, doktor sejarawan Islam ini mengajak agar umat Islam bisa
mendatangi Museum Granada, Spanyol yang masih menyimpan surat-menyurat
antara Ratu Sima dengan Kekhalifahan Bani Umayyah yang berpusat di
Damaskus, Suriah. “Dari surat menyurat itu justru terbukti bahwa Nusantara
menjadi daerah sasaran atau tujuan para sahabat Nabi Muhammad SAW untuk
berdakwah. Usai masa kekhalifahan Utsman bin Affan, lalu Ali bin Abi Thalib
dan digantikan para tabiin, seperti Umar bin Abdul Aziz yang memerintah pada
711 M,” ucap Haikal Hassan.
Ia mengungkapkan bahwa pada 718 M, Khalifah Umar bin Abdul Aziz
bersama putranya, Abdul Malik pada 718 M atau tujuh kemudian pernah
menginjakkan kaki di Palembang, Sumatera Selatan, saat Kerajaan Sriwijaya
masih berdiri dengan rajanya bernama Srindra Varma. “Dakwah yang
disampaikan Umar bin Abdul Aziz ini justru membuat Raja Srindra Varma
tertarik untuk memeluk agama Islam. Ini terbukti dari makam Raja Srindra Varma
ini tertulis kalimat Lailla hailallah Muhammad Rasulullah,” tuturnya.
Bahkan, menurut Haikal lagi, dalam korespondensi antara Raja Srindra
Varma dengan Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga meminta agar didatangkan
para guru agama untuk berdakwah ke wilayah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya.
“Surat-surat ini disimpan di Museum Oxford, Inggris,” katanya. Ia mengingatkan
pentingnya umat Islam di Indonesia mengetahui bahwa setelah Rasulullah SAW
wafat, para sahabat nabi menyebar ke seluruh penjuru dunia untuk berdakwah.
“Hal ini seiring dengan sabda Rasulullah SAW bahwa Aku berwasiat kepada
kalian untuk bertaqwa kepada Allah dan mendengar serta taat (kepada
pemerintahan Islam) walaupun yang memimpin kalian adalah seorang hamba
sahaya dari negeri Habasyah,” tuturnya.
Sebagai pengingat, dr Haikal Hasan juga menerangkan nubuwah Rasullulah
SAW bahwa ada 30 tahun massa kepemimpinan para sahabat utama, yakni sejak
633 M dengan wafatnya Nabi Muhammad SAW, dilanjutkan dua tahun (634 M)
kepemimpinan Abu Bakar Asshidiq, lalu diteruskan 10 tahun pemerintahan Umar
bin Khattab (644 M), 13 tahun masa Ustman bin Affan (657), hingga terakhir
masa 5 tahun di bawah kendali kekhalifahan Ali bin Abi Thalib dimulai pada 661,
sehingga totalnya menjadi 30 tahun.
“Patut dicatat bahwa sahabat Rasulullah SAW seperti Bilal bin Rabbah
tidak dimakamkan di Saudi Arabia melainkan di Damaskus, Suriah. Kemudian,
Sa’ad bin Abi Waqas tidak dimakamkan di Madinah atau Makkah melainkan di
Guang Zsu (Cina). Serta, Abu Kasbah berdakwah dan dimakamkan di Tiongkok.
Ini membuktikan bahwa para sahabat Nabi Muhammad SAW memilih berdakwah
ke seluruh penjuru dunia, usai Rasulullah SAW wafat,” tuturnya.

III. Implementasi Akhlak Islami terhadap Etos Kerja dan Kesalehan Sosial

Rosulullaah Sallallaahu ‘alaihi wassalaam bersabda :


“Sesungguhnya aku diutus ke muka bumi ini untuk menyempurnakan akhlak
manusia “ (H.R: Bukhari).
Imam Al-Ghazali mendifinisikan akhlak :
”Sesungguhnya akhlak itu adalah kemauan yang kuat tentang sesuatu yang
dilakukan berulang-ulang sehingga menjadi adat yang membudaya yang
mengarah kepada kebaikan, dan sesungguhnya akhlak adalah hal ihwal yang
melekat pada jiwa dalam wujud tindakan dan perilaku”.

III.1. Jujur
Jujur (Shidig, Honesty) : adanya kesesuaian/ keselarasan antara apa
yang disampaikan/ diucapkan dengan apa yang dilakukan/kenyataan yang
ada. Kejujuran juga memiliki arti kecocokan dengan kenyataan atau fakta
yang ada. Rosulullaah Sholallaahu ‘alaihi wassalaam bersabda :
”Senantiasalah kalian jujur, karena sesungguhnya kejujuran itu
membawa kepada kebajikan, dan kebajikan kepada surga. Seseorang yang
senantiasa jujur dan berusaha selalu jujur, akhirnya ditulis Allah sebagai
seseorang yang selalu jujur. Dan jauhilah kedustaan karena kedustaan itu
membawa kepada kemaksiatan, dan kemaksiatan membawa ke neraka.
Seseorang yang senantiasa berdusta dan selalu berdusta, hingga akhirnya
ditulis disisi Allah sebagai seorang pendusta”.
Reputasi sangatlah penting untuk dibangun sejak pertama kali kita
menginjakkan diri di sebuah lingkungan kerja. Salah satu cara membangun
reputasi yang baik di tempat kerja adalah dengan bersikap jujur. Jangan
pernah mengkhianati kepercayaan yang telah diberikan oleh rekan dan
atasan kerja kita, sikap jujur saat bekerja dapat memberikan kebaikan
untuk kesehatan mental. Seseorang yang jujur akan selalu
mempertimbangkan dan mengingat semua kata yang keluar dari mulutnya.
Secara tidak langsung, kejujuran akan menempatkan seseorang sebagai
individu yang patut dihargai dan dihormati di masyarakat dan lingkungan
kerja. Hal ini disebabkan oleh tingginya nilai kejujuran tersebut secara
universal.

III.2. Percaya Diri


Percaya diri/rendah hati (Tawadhu) : merendahkan hati atau diri
tanpa harus menghinakannya atau meremehkan diri sehingga orang lain
berani menghinanya dan menganggap ringan. Pribadi yang percaya diri:
unggul pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill) dan sikap atau
perilaku (attitude), sehingga orang lain memberikan kepercayaan dan
kehormatan yang sepatutnya, dan tidak bersikap sombong. Sikap percaya
diri atau Tawadhu, sangat disukai Allah dan Rasul, karena sikap percaya
diri akan menimbulkan rasa persamaan, menghormati orang lain, toleransi,
rasa senasib dan cinta kepada keadilan. Allah Subhanaahu Wa Ta’ala
berfirman:

١٣ - ‫َواَل تَ ِهنُ ْوا َواَل تَحْ َزنُ ْوا َواَ ْنتُ ُم ااْل َ ْعلَ ْو َن اِ ْن ُك ْنتُ ْم ُّمْؤ ِمنِي َْن‬
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu
bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi
(derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (Ali Imran : 139)
Orang yang percaya diri dapat berinteraksi dengan orang-orang di
sekitarnya dengan baik, dan dengan yakin akan kemampuannya, mereka
dapat meyakinkan orang lain terhadap kemampuan yang dimilikinya.
Hubungan sosial yang baik membuat mereka lebih diakui dibandingkan
dengan orang yang tidak percaya diri. Peluang untuk mendapat status
sosial lebih tinggi akan lebih besar ketika kita mempunyai rasa percaya
diri yang tinggi. Dengan percaya diri, kita membuka kesempatan orang
lain untuk memberi kepercayaannya kepada kita, karena tidak akan ada
orang yang percaya pada kita jika kita saja tidak percaya kepada diri
sendiri.

III.3. Bekerja Keras


Seorang muslim harus sungguh-sungguh dalam bekerja dengan
mengerahkan seluruh kemampuan fisik, pikiran, dan hati. Ini untuk
mengaktualisasikan dirinya sebagai khalifah yang dituntut memimpin
dunia. Janji sebagai umat terbaik tidaklah terealisasi dengan sendirinya,
tapi mesti diraih, dikejar dan diupayakan.
Allah Subhanaahu Wa Ta’ala berfirman:

َ ْ‫هُ َو الَّ ِذيْ َج َع َل لَ ُك ُم ااْل َر‬


‫ض َذلُ ْواًل فَا ْم ُش ْوا فِ ْي َمنَا ِكبِهَا َو ُكلُ ْوا ِم ْن‬
١٥ - ‫رِّ ْزقِ ٖ ۗه َواِلَ ْي ِه النُّ ُش ْو ُر‬
Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka
jelajahilah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya.
Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.
(QS. al-Mulk: 15)
Rosulullaah Sholallaahu ‘alaihi wassalaam bersabda :
”Islam membenci pengangguran, kemalasan, dan kebodohan karena hal
itu
merupakan maut yang lambat laun akan mematikan semua daya kekuatan
dan menjadi sebab kerusakan dan keburukan di dunia dan akhirat”. (H.R:
Bukhari).
Islam menganjurkan umatnya memacu diri untuk bekerja keras dan
berusaha semaksimal mungkin, dalam arti seorang muslim harus memiliki
etos kerja tinggi sehingga dapat meraih sukses dan berhasil dalam
menempuh kehidupan dunianya di samping kehidupan akheratnya. Bekerja
keras yang dibarengi dengan berdzikir dan berdo’a inilah yang menjadi
ciri khas etos kerja seorang muslim, jika hal ini terealisasi dalam
kehidupannya, maka dapat menghasilkan rizki yang halal dan diridhai
Allah, yang pada akhirnya akan mendapatkan keberkahan dan keuntungan
dunia akherat. Dalam bermasyarakat, sikap kerja keras dapat
diimplementasikan misalnya dengan selalu aktif pada kegiatan-kegiatan
seperti kerja bakti, rapat-rapat RW atau RT, menjenguk tetangga yang
sakit dan sebagainya.

III.4. Menghargai Waktu


Dalam ajaran Islam, disampaikan bahwa ciri-ciri seorang Muslim
yang diharapkan adalah pribadi yang menghargai waktu. Seorang Muslim
tidak patut menunggu dimotivasi oleh orang lain untuk mengelola
waktunya, sebab hal tersebut sudah merupakan kewajiban bagi setiap
Muslim. Ajaran Islam menganggap pemahaman terhadap hakikat
menghargai waktu sebagai salah satu indikasi keimanan dan bukti
ketaqwaan, sebagaimana tersirat dalam surah Al-Furqan/25 ayat 62

‫َوهُ َو الَّ ِذيْ َج َع َل الَّي َْل َوالنَّهَا َر ِخ ْلفَةً لِّ َم ْن اَ َرا َد اَ ْن يَّ َّذ َّك َر اَ ْو‬
٦٢ - ‫اَ َرا َد ُش ُك ْورًا‬
“Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti
bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin
bersyukur”.
Rosulullaah Salallaahu ‘alaihi wassalaam bersabda :
"Jagalah lima perkara sebelum (datang) lima perkara (lainnya). Mudamu
sebelum masa tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu,
waktu luangmu sebelum sibukmu dan hidupmu sebelum matimu." (HR Nasai
dan Baihaqi)
Dalam dunia kerja, segala halnya pasti sudah ditentukan
jadwalnya.
Dia akan selalu berusaha datang kekantor tidak terlambat dan pulang kantor
juga sesuai waktunya. Muslim yang mempunyai keimanan yang baik akan
mampu mengatur waktunya agar pekerjaannya dapat selesai dengan baik
sesuai waktunya.
Dalam kehidupan sosial menghargai waktu orang lain merupakan
hal yang dapat berdampak pada keharmonisan sosial, misalnya tidak
mengganggu orang yang sedang sibuk bekerja, tidak bertamu pada malam
hari, tidak berbuat gaduh di saat tetangga sedang dalam kondisi sakit.

III.5. Berpikir Positif


Orang yang berpikir positif mengambil sisi baik dari setiap kejadian,
melakukan evaluasi dan merencanakan kembali untuk mencapai tujuan.
Allah Subhanaahu Wa Ta’ala berfirman:

‫ْض الظَّنِّ اِ ْث ٌم َّواَل‬ َ ‫ُ{{{وا َكثِيْ{{{رًا ِّم َن الظَّ ۖنِّ اِ َّن بَع‬ ْ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذي َْن ٰا َمنُ{{{وا اجْ تَنِب‬
‫{ل لَحْ َم اَ ِخ ْي{ ِه‬ َ {‫ْض { ۗا اَيُ ِحبُّ اَ َح{ ُد ُك ْم اَ ْن يَّْأ ُك‬ ُ ‫تَ َج َّسس ُْوا َواَل يَ ْغتَبْ بَّ ْع‬
ً ‫ض ُك ْم بَع‬
١٢ – ‫َم ْيتًا فَ َك ِر ْهتُ ُم ْو ۗهُ َواتَّقُوا هّٰللا َ ۗاِ َّن هّٰللا َ تَ َّوابٌ َّر ِح ْي ٌم‬
Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka,
sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-
cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang
menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka
memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik.
Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima
tobat, Maha Penyayang. (QS. al-Hujurat: 12)
Positive thinking diperlukan di seluruh kegiatan dalam kehidupan
termasuk saat bekerja. Memang, pikiran yang positif tersebut tidak selalu
menyelesaikan masalah yang ada. Namun, pikiran yang positif akan
merangsang otak untuk memastikan kinerjanya bekerja dengan baik dan
meningkatkan kewaspadaan sehingga Anda menjadi lebih siap melakukan
tugas harian di tempat kerja. Pikiran akan jauh lebih fokus serta terhindar
dari stress.
Selalu berpikiran positif dalam bermasyarakat akan membuat kita
mudah bersosialisasi dimanapun kita berada, menimbulkan sifat mudah
bergaul dan ramah kepada orang lain adalah dampak dari sikap positive
thinking. Dengan demikian orang lain pun akan respek kepada kita.

III.6. Mempunyai Harga Diri


Harga diri (dignity, self esteem) adalah penilaian menyeluruh
mengenai diri sendiri, dan bagaima ia menjaga kehormatan diri, sehingga
orang lain tidak menghinakannya. Untuk meningkatkan harga diri,
manusia tidak boleh sombong, atau riya, tetapi harga diri dibanun melalui
berbagai usaha kepada kebaikan yang sudah ditentukan Allah.
Allah Subhanaahu Wa Ta’ala berfirman:

ُ‫َواَقِ ْي ُموا الص َّٰلوةَ َو ٰاتُوا ال َّز ٰكوةَ ۗ َو َما تُقَ ِّد ُم ْوا اِل َ ْنفُ ِس ُك ْم ِّم ْن َخي ٍْر تَ ِج ُد ْوه‬
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
١١٠ – ‫ص ْي ٌر‬ ِ َ‫ِع ْن َد ِ ۗ اِ َّن َ بِ َما تَ ْع َملُ ْو َن ب‬
Dan laksanakanlah salat dan tunaikanlah zakat. Dan segala kebaikan
yang kamu kerjakan untuk dirimu, kamu akan mendapatkannya (pahala)
di sisi Allah. Sungguh, Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS.
al-Baqarah: 110)
Harga diri seseorang menjadi salah satu dampak dari kinerja yang
kita lakukan, memahami kadar harga diri dilingkungan kerja akan
membuat kita lebih bisa mengontrol sikap kepada rekan kerja yang lain
maupun atasan. Dalam kehidupan bermasyarakat menjaga harga diri
sendiri dan harga diri orang lain adalah salah satu syarat bagi
keberlangsungan keharmonisan hidup dengan lingkungan.

III.7. Hemat (Hidup Sederhana)


Islam mengajarkan kita untuk selalu hidup sederhana. Gaya hidup
seperti ini akan menjauhkan kita dari sikap sombong dan hobi
memamerkan harta benda yang tak abadi nilainya. Islam mengajarkan kita
untuk hidup sederhana sehingga kita bisa berbagi dengan sesame serta
memiliki sikap penuh kasih. Hidup sederhana memang membuat manusia
menjadi pribadi yang berbeda yakni tidak mengedepankan kekayaan serta
mampu menata keuangan lebih baik.
Allah Subhanaahu Wa Ta’ala berfirman:

َ ِ‫ان بَي َْن ٰذل‬


٦٧ – ‫ك قَ َوا ًما‬ ِ ‫َوالَّ ِذي َْن اِ َذٓا اَ ْنفَقُ ْوا لَ ْم يُس‬
َ ‫ْرفُ ْوا َولَ ْم يَ ْقتُر ُْوا َو َك‬
Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih) orang-orang
yang apabila menginfakkan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak
(pula) kikir, di antara keduanya secara wajar. (QS. al-Furqon: 67)
Pola hidup hemat dapat diterapkan dalam lingkungan kerja antara
lain dengan menggunakan kertas bekas yang sisi lainnya masih kosong
untuk print dokumen-dokumen internal, mematikan computer sebelum
pulang dan sebagainya. Dalam bermasyarakat penampilan sederhana dan
tidak pamer dapat diterapkan untuk menjaga perasaaan tetangga kita,
walaupun sebenarnya kita dalam kondisi yang lebih dari itu.

III.8. Memelihara Amanah


Amanah memiliki arti dipercaya atau terpercaya. Sementara itu,
jika dilihat dari sisi aqidah dan syariat agama, amanah adalah segala
sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan dan berkaitan dengan orang
lain atau pihak lain. Amanah bisa berupa benda, pekerjaan, perkataan,
ataupun kepercayaan. Maka, amanah bisa berbentuk apa aja yang nantinya
akan dimintai pertanggungjawabannya. Allah Subhanaahu Wa Ta’ala
berfirman:

 ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذي َْن ٰا َمنُ ْوا اَل تَ ُخ ْونُوا هّٰللا َ َوال َّرس ُْو َل َوتَ ُخ ْونُ ْٓوا اَمٰ ٰنتِ ُك ْم َواَ ْنتُ ْم‬
٢ - ‫تَ ْعلَ ُم ْو َن‬
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengkhianati Allah
dan Rasul dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat yang
dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.. (QS. al-Anfal: 27)
Menyelesaikan tugas yang dipercayakan atasan kepada kita dengan
sebaik mungkin dan sesuai waktunya, memegang amanat atasan untuk
memegang uang kas perusahaan adalah beberapa contoh implementasi dari
akhlak seorang mukmin dalam dunia kerja. Amanah dalam bermasyarakat
dengan menjaga kebersihan lingkungan, membayar uang keamanan dan
kebersihan, memegang uang kas RW atau RT.

III.9. Bersyukur
Orang yang bersyukur senantiasa menisbatkan setiap nikmat yang
didapatnya kepada Allah Ta’ala. Ia senantiasa menyadari bahwa hanya
atas takdir dan rahmat Allah semata lah nikmat tersebut bisa diperoleh.
Sedangkan orang yang kufur nikmat senantiasa lupa akan hal ini.
Allah Subhanaahu Wa Ta’ala berfirman:

‫َواِ ْذ تَا َ َّذ َن َربُّ ُك ْم لَ ِٕى ْن َش َكرْ تُ ْم اَل َ ِز ْي َدنَّ ُك ْم َولَ ِٕى ْن َكفَرْ تُ ْم اِ َّن َع َذابِ ْي لَ َش ِد ْي ٌد‬
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika
kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (QS.
Ibrahim: 7)
Rasa syukur telah mendapatkan pekerjaan dan penghasilan akan
memotivasi kita untuk selalu berkinerja baik, selalu ingat bahwa diluar sana
sangat banyak orang yang berharap mendapatkan pekerjaan seperti kita.
Dalam bermasyarakat rasa syukur dapat kita implementasikan dengan cara
menafkahkan sebagian rezeki kita kepada fakir miskin, anak yatim atau
mereka yang membutuhkan bantuan.

Daftar Pustaka
- http://sehat-islami.com/2016/10/25/islam-dan-peradaban-dunia/
- http://eprints.walisongo.ac.id/5826/3/BAB%20II.pdf
- https://ibtimes.id/khilafah-islamiyah-2-sebuah-perjalanan-sejarah/
- https://id.wikipedia.org/wiki/Kekhalifahan_Abbasiyah
- https://mediaumat.news/di-balik-keruntuhan-khilafah-3-maret-1924/
- https://jejakrekam.com/2017/04/18/ternyata-para-sahabat-nabi-saw-
sebarkan-islam-ke-nusantara/
- https://www.youtube.com/watch?v=ypyquoHYMYQ
- https://www.islampos.com/karena-bekerja-keras-adalah-prinsip-hidup-
muslim-25681/
- https://dalamislam.com/info-islami/percaya-diri-dalam-islam
- file:///D:/UMB/PA%20ISLAM/reff/4831-9702-1-SM.pdf
- https://core.ac.uk/download/pdf/236373763.pdf
- https://moneytotem.com/hidup-sederhana-menurut-islam/
- https://gomuslim.co.id/read/belajar_islam/2020/08/25/21213/-p-hukum-
menjaga-amanah-dalam-islam-p-.html
- https://muslim.or.id/30031-jadilah-hamba-allah-yang-bersyukur.html
-
-

Anda mungkin juga menyukai