Anda di halaman 1dari 16

TUGAS MAKALAH

TERM-TERM TENTANG JIWA DALAM AL-QURAN


(NAFS, QALB, RUH)

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah MANUSIA DALAM


PERSPEKTIF ISLAM yang Diampu Oleh Ibu Dr. Hj. Rofiqah, M.Pd.

Disusun Oleh:
 PUSPA RATRI QURROTA (22732011041)
 HILDA NUR FARIDA (22732011045)
 NASILATUL AINI (22732011003)
 SHAFINA (22732011030)

UNIVERSITAS ISLAM RADEN RAHMAT MALANG


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
SEPTEMBER 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena
Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Term-term tentang jiwa dalam Al-Quran (nafs, qalb, ruh)”. Tidak
lupa juga kami segenap penulis mengucapkan terima kasih terhadap bantuan
dari pihak-pihak yang telah berkontribusi dan juga memberikan beberapa
sumbangan referensi untuk bahan informasi dalam membuat tugas makalah
ini. Serta kami haturkan terima kasih kepada Ibu Dr. Hj. Rofiqoh, M. Pd yang
mana telah memberikan kepercayaan kepada kami untuk mengangkat dan
menyelesaikan tugas makalah ini dengan tema yang telah ditetapkan.

Kami sebagai penulis mengakui bahwa masih banyak kekurangan pada


makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat membawa
pemahaman dan pengetahuan bagi kita semua mengenai term-term tentang
jiwa dalam Al-Quran (nafs, qalb, ruh).

Malang, 22 September 2022

Kelompok 2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia adalah makhluk ciptaan tuhan yang paling sempurna
karena dibekali akal dan pikiran dalam bertindak. Manusia sebagai
makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri dan selalu membutuhkan
keberadaan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya. Menurut Simmel
dunia nyata tersusun dari peristiwa, tindakan, interaksi, dan lain
sebagainya yang tidak terhingga (Ritzer, 2011 : 179).
Dan didalam diri manusia tidak lepas dari tiga komponen penting
yaitu nafs, qalb, dan ruh. Dimana masing-masing dari komponen tersebut
memiliki peran yang berbeda-beda. Manusia adalah pemilik kendali
utama di tiga komponen tersebut.
Setiap individu/manusia hidup dalam suatu masyarakat atau ruang
lingkup yang berbeda dengan pola pemahaman masing-masing manusia.
Dan setiap manusia memiliki pengendalian diri dengan cara yang berbeda
dan tidak dapat disamakan dengan manusia lainnya.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang yang diuraukan diatas, maka dapat dirumuskan
hal-hal berikut :
1. Apa penjelasan dari term-term jiwa dalam al-qur’an ?
2. Apa peran tiga komponen tersebut ( nafs, qalb, ruh) ?
3. Bagaimana kiat-kiat pengendalian diri yang baik ?
4. Apa perbedaan dari komponen tersebut ( nafs, qalb, ruh) ?

1.3 Tujuan Pembahasan


Adapun tujuan dibuatnya makalah ini sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui penjelasan dari term-term jiwa dalam al-qur’an
2. Untuk mengetahui komponen penting dalam diri manusia
3. Untuk mengetahui cara pengendalian diri yang baik
4. Untuk mengetahui adanya perbedaan peran dari banyak hal yang ada
dalam diri manusia
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Komponen Jiwa


Jiwa merupakan benih kehidupan bagi manusia, jiwa adalah
bagian yang bukan jasmaniah (material) dari seseorang. Jiwa
dipercaya hidup terus setelah seseorang meninggal, dan sebagian
agama mengajarkan bahwa Tuhan adalah pencipta jiwa.

Filsuf pertama yang mempelajari dan memberikan definisi


mengenai jiwa adalah Plato. Dalam pemikirannya, Plato
mengartikan jiwa sebagai sesuatu yang tidak tampak tetapi
merupakan dunia nyata yang tidak berubah. Sifat dari jiwa ialah
kekal dan tidak berubah. Tubuh dan jiwa dianggap berbeda.
Masing-masing mempunyai fungsi bagi keberadaan manusia. Jiwa
berperan sebagai pengatur tindakan rasional yang kemudian
mengendalikan keinginan atau nafsu manusia.

Selain itu, dalam diri manusia memiliki tiga komponen


penting yaitu nafs, qalb, dan ruh.

A. Nafs
A.1 Pengertian
Al-Qur’an menyebut nafs dengan berbagai kata
jadiannya dan pengulangannya sebanyak 303 kali. Nafs
yang mengandung kata jiwa di sebut dalam al-Qur’an
sebagai ruh, fithrah, qalb, fu`ad, aql dan bashirah, yang
kesemuanya ini lalu menjadi sub sistem dan komponen
tersendiri dari nafs. Interaksi dari semua sub sistem ini
lalu diikat dengan perasaan dan pikiran sehingga nafs
menjadi satu kesatuan yang menjadi penggerak tingkah
laku.
A.2 Dalil Tentang Nafs
Secara umum, nafs dalam konteks pembicaraan tentang
manusia menunjuk pada sisi dalam manusia yang berpotensi baik
dan buruk. Karena potensi inilah, hendaknya ia mendapat
perhatian yang besar dalam perkembangannya. Al-Qur’an
menyebut nafs dengan berbagai kata jadiannya dan
pengulangannya sebanyak 303 kali. Nafs yang mengandung kata
jiwa di sebut dalam al-Qur’an sebagai ruh, fithrah, qalb, fu`ad,
aql dan bashirah, yang kesemuanya ini lalu menjadi sub sistem
dan komponen tersendiri dari nafs. Interaksi dari semua sub
sistem ini lalu diikat dengan perasaan dan pikiran sehingga nafs
menjadi satu kesatuan yang menjadi penggerak tingkah laku.
Dalam al-quran terdapat dalil yang berbunyi :

ۖ
‫س َّو َما َس ّٰو َىها فَاَهْلََم َها فُ ُج ْو َر َها َوَت ْق ٰو َىه ۖا‬
ٍ ‫َو َن ْف‬

“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah


mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaannya” (QS.91: 7-8)

A.3 Peran Nafs


Setelah kita mengetahui arti dan dalil tentang nafs, dapat
kita ketahui bahwa hal ini tidak jauh berbeda dengan peran nafs
dalam Al-Quran, antara lain sebagai berikut :

1. Totalitas manusia

‫س اَْو فَس ٍاد ىِف‬


َ ٍ ‫ك ۛ َكتَْبنَا َع ٰلى بَيِن ْٓي اِ ْسَراِۤءيْل اَن َّٗه َم ْن َقتَل َن ْف ًس ۢا بِغَرْيِ َن ْف‬ ِ
َ ‫ممِ ْن اَ ْج ِل ٰذل‬
َ َ
‫َّاس مَجِ ْي ًعا ۗ َولََق ْد‬ ‫ض فَ َكاَمَّنَا َقتَل النَّاس مَجِ ْي ًع ۗا َو َم ْن اَ ْحيَ َ مَّن‬ ِ ‫ااْل َْر‬
َ ‫اها فَ َكاَ َٓا اَ ْحيَا الن‬ َ َ
ِ ِ ِ ‫جاۤء ْتهم رسلُنا بِالْبِّين‬
‫ض لَ ُم ْس ِر ُف ْو َن‬ ِ ‫ك ىِف ااْل َْر‬ َ ‫ٰت مُثَّ ا َّن َكثِْيًرا ِّمْن ُه ْم َب ْع َد ٰذل‬ َ َُ ُ ُْ َ َ
“Oleh karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi
Bani Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh
seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh)
orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan
dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh
manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang
memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-
olah dia Telah memelihara kehidupan manusia
semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada
mereka rasul-rasul kami dengan (membawa)
keterangan- keterangan yang jelas, kemudian banyak
diantara mereka sesudah itu sungguh- sungguh
melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka
bumi. (QS. Al Maaidah:32)

2. Penggerak tingkah laku


‫ت ِّم ْنۢ َبنْي ِ يَ َديِْه َوِم ْن َخ ْل ِفهٖ حَيْ َفظُْونَهٗ ِم ْن اَْم ِر ال ٰلّ ِه ۗاِ َّن ال ٰلّهَ اَل يُغَِّي ُر‬ٌ ‫لَهٗ ُم َع ِّق ٰب‬
ٗ‫َما بَِق ْوٍم َحىّٰت يُغَِّي ُر ْوا َما بِاَْن ُف ِس ِه ْمۗ َواِذَ ٓا اََر َاد ال ٰلّهُ بَِق ْوٍم ُسْۤوءًا فَاَل َمَر َّد لَه‬
‫ۚ َو َما هَلُ ْم ِّم ْن ُد ْونِ ٖه ِم ْن َّو ٍال‬

“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu


mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya,
mereka menjaganya atas perintah Allah. sesungguhnya
Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan
terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat
menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi
mereka selain Dia.” (QS. 13:11)

Muhammad Abduh mengungkapkan bahwasannya nafs


pada hakikatnya lebih mudah melakukan hal-hal yang baik
daripada melakukan kejahatan, yang kesemuanya itu
mengimplikasikan bahwa manusia pada dasarnya diciptakan
Allah untuk melakukan kebaikan.

Adapun sifat-sifat utama jiwa yang Allah titipkan kepada


kita diantaranya sebagai berikut :

 Menyuruh pada kebajikan


 Menyesali
 Tenang
 Berubah-ubah
 Mampu melakukan tugas

Metode-Metode Pendidikan Jiwa Metode-metode yang


akan dibahas adalah metode dari hasil implementasi isi al
Qur’an dan as-sunnah yang dihimpun dari pemahaman salafus
sholih. Lingkup metode-metode ini adalah implementasi dari
sabda Nabi :
“Sesungguhnya dalam tubuh manusia ada segumpal darah,
yang jika ia baik maka baiklah seluruh tubuh, dan jika ia rusak
maka rusaklah seluruh tubuh, tiada lain ia adalah hati.” (HR.
Bukhori)

Ibnu hajar berkata, “Hati dikhususkan demikian karena ia


adalah raja tubuh. Dengan baiknya raja maka baik pula rakyat,
dan dengan rusaknya sang raja, maka ia akan merusakkan
rakyatnya.” Oleh karena itu, para tabi’in meyakini bahwasannya
penyakit- penyakit menjadikan hati sakit, dan metode- metode
ini untuk mengobati penyakit-penyakit yang menimpanya dan
menguatkannya agar tidak terkena penyakit kembali. Imam Ibnu
Qoyyim berkata, “Hati bisa sakit selayaknya badan dan obatnya
adalah tobat dan menjaganya dari debu, sebagaimana menjaga
cermin dari debu dan membesihkannya dengan zikir; dan
telanjang sebagaimana telanjangnya badan dan perhiasannya
adalah takwa; lapar dan haus sebagaimana laparnya badan, dan
makanan serta minumannya adalah ma’rifatullah “mengetahui
Allah”, cinta kepada-Nya, tawakal dan mengembalikan sesuatu
kepada Allah serta berbakti kepada-Nya”. Obat-obat hati yang
ditunjukkan Imam Ibnul Qoyim tidak dapat dicapai, kecuali
dengan melalui kesungguhan (mujahadah) yang tinggi terhadap
jiwa ini, diikuti dengan memerangi hawa nafsu dan setan, serta
dunia dengan segala isinya, dari perhiasan dan daya tariknya.
Dan ia adalah asal mula dari bagian- bagian pendidikan. Allah
berfirman :

ِِ ٰ ِ ِ ِ ِ
َ ‫َّه ْم ُسُبلَنَاۗ َوا َّن اللّهَ لَ َم َع الْ ُم ْحسننْي‬ َ ‫ࣖ َوالَّذيْ َن َج‬
ُ ‫اه ُد ْوا فْينَا لََن ْهد َين‬
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan)
kami, benar- benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-
jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta
orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al Ankabuut:69)
Imam Ibnul Qoyyim berkata, “Allah mengkaitkan
hidayah dengan jihad, mengingat manusia yang paling sempurna
hidayahnya adalah yang besar jihadnya”. Diantara metode-
metode mendidik jiwa adalah sebagai berikut:
1. Takut kepada Allah serta menahan jiwa dari maksiat
Seperti pada firman Allah : “Dan adapun orang-
orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan
menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, Maka
Sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya)”. (QS.
An Naazi’aat:40-41)
2. Membentuk jiwa yang sabar
Seperti pada firman Allah : “Dan Bersabarlah
kamu bersama-sama dengan orang-orang yang
menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan
mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua
matamu berpaling dari mereka (karena)
mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah
kamu mengikuti orang yang hatinya Telah kami
lalaikan dari mengingati kami, serta menuruti hawa
nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.”
(QS. Al Kahfi:28)
Diriwayatkan Imam Muslim dari Sa’ad bin Abi
Waqqash. Ia berkata, “Kami enam orang bersama
Nabi Kemudian datang orang- orang musyrik dan
berkata kepada Nabi , “Usirlah mereka sehingga tidak
menghinakan kami (karena mereka dari kalangan
budak, sedangkan orang-orang kafir dari kalangan
pembesar)! Sa’ad bin Abi Waqqash berkata, “Dan,
saat itu ada aku, Ibnu Mas’ud, seorang suku Hudzail
dan Bilal, serta dua orang yang aku lupa namanya.
Maka masuklah pada jiwa Rasulullah apa yang
dikehendaki Allah terjadi, dan bergejolaklah jiwanya.
Lalu Allah menurunkan ayat yang artinya: “Dan
janganlah kamu mengusir orang- orang yang menyeru
Tuhannya di pagi dan petang hari, sedang mereka
menghendaki keridhaanNya. kamu tidak memikul
tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatan
mereka dan merekapun tidak memikul tanggung
jawab sedikitpun terhadap perbuatanmu, yang
menyebabkan kamu (berhak) mengusir mereka,
(sehingga kamu termasuk orang-orang yang zalim).
(QS. Al An’aam:52)
Dan inilah jiwa yang paling mulia, yaitu
jiwa Nabi dengan kesabaran bersama orang- orang
yang beriman. Dan diantara makna sabar adalah
menahan diri. Dalam hal ini, jiwa beliau saw yang
mulia mulai berbicara kepadanya, agar cenderung
kepada usulan para pembesar Quraisy, yakni
mengusir para sahabatnya ra yang terdiri dari orang-
orang fakir dari majelis mereka. Ketika Nabi saw
berbicara kepada mereka, datanglah arahan ilahi
untuk menahan jiwanya, dari kecenderungan
memperhatikan pembesar-pembesar quraisy sebagai
obyek dakwahnya, dan menetapkan jiwa Nabi saw
bersama sahabat-sahabatnya dari kalangan fakir
miskin. Menjadikan jiwa sabar adalah termasuk
metode utama pendidikan jiwa. Karena dengan
melawan dan mengekang jiwa dari yang disukai hawa
nafsu dan buang-buang waktu adalah obat yang
ampuh untuk meningkatkan derajat jiwanya dari
tingkatan jiwa “lawaamah” (yang menyesal), sampai
pada tingkatan jiwa “muthmainnah” (yang tenang).
3. Mengendalikan nafsu
Seperti sabda Nabi SAW : “Surga ditutupi
(dihijab) dengan hal-hal yang dibenci, dan neraka
ditutupi dengan syahwat-syahwat.” (HR. Bukhori)
Dalam hadits tersebut, surga seolah-olah
menjadi tertutup dengan hijab, dan hijab ini bukan
dari kulit atau sutera atau jenis-jenis kain penutup
lainnya, tetapi ia terhijab dari hal-hal yang dibenci.
Oleh karenanya, itu bukan satu penutup tetapi banyak.
Dan hijab yang beragam dengan corak-corak yang
beragam, serta warna- warni yang berbeda, karena
pada setiap musibah ada warna tersendiri, pada setiap
ujian ada corak tersendiri. Maka, tidak mungkin
seorang mukmin sampai ke surga, kecuali dengan
menyingkap hijab-hijab ini seluruhnya. Nabi
bersabda: “Surga dibentengi dengan hal-hal yang
dibenci dan neraka dibentengi dengan syahwat-
syahwat.” (HR. Muslim)
Dalam hadits tersebut, surga dikelilingi dengan
benteng-benteng bukan dari semen- semen kokoh,
bukan juga dari tanah yang kuat, juga bukan dari besi
atau salah satu jenis tembaga, tetapi ia dari hal-hal
yang dibenci. Sebagian di antaranya tinggi dan
sebagian yang lain rendah, sebagian tebal dan
sebagian lainnya tipis. Dan untuk sampai ke surga
harus melewati yang rendah dengan meloncat dan
meruntuhkan yang tinggi dengan seluruh alat
pengahancur yang dimiliki seorang mukmin.
4. Menjaga diri dari sifat kikir
Seperti pada firman Allah : “Dan siapa yang
dipelihara dari kekikirannya, maka itulah orang-orang
yang beruntung” (Al-Hasyr : 9)
Imam al-Qurthubi berkata, “Kikir dan
bakhil (Asy-syukh dan al-bukhl) adalah sama.
Beberapa ahli linguistik mengatakan bahwa kikir
(Asy-syukh) lebih keras daripada bakhil (al-bukhl).
Namun yang benar, “Kikir adalah bakhil dengan
sangat tamak. Dan yang dimaksud dalam ayat
tersebut adalah kikir dengan zakat yang bukan wajib,
seperti silaturahmi, menghormati tamu, dan yang
sejenis dengan itu…” Dan kikir termasuk sifat jiwa
utama, yaitu jiwa yang menahan pemiliknya dari
segala yang mendekatkan kepada Allah swt dan yang
mengantarkannya ke surga. Sesungguhnya Allah
ta’ala tidak mungkin memberi taufik kepada jiwa ini
untuk bisa mendidik jiwanya dengan tanpa takwa
kepada-Nya dan mengembalikan urusannya kepada-
Nya.
Diantara metode mendidik jiwa yang telah
dijabarkan diatas, dapat kita ketahui bahwa
pentingnya peran jiwa dalam diri manusia tidak kalah
penting dengan perlunya kita untuk tahu tentang
metode mendidik jiwa yang baik, baik menurut Al-
quran maupun hadist.

B. Qalb
B. 1 Pengertian
Qalb ( hati ) merupakan suatu anugerah yang Allah berikan
kepada tiap-tiap manusia. Dimana dalam hal ini qalb dapat
diartikan sebagai hati / jantung, dengan demikian qalb dapat
dimaknai dalam dua aspek yakni qalb jasmani dan qalb rohani.
Imam Ghazali menegaskan qalb jasmani merupakan daging
sanubari yang berbentuk seperti jantung pisang yang terletak di
dalam dada sebelah kiri. Qalb jasmani tidak hanya dimiliki
manusia, tetapi dimiliki oleh semua makhluk bernyawa seperti
binatang. Kendatippun jantung bersifat fisik, namun berkaitan
erat dengan kondisi psikologisnya. Apabila kondisi psikologis
seseorang normal maka ia berdenyut atau berdetak secara teratur,
namun apabila kondisi psikologisnya terlalu senang atau
terlaluresah maka frekuensi denyutnya lebih cepat atau bahkan
lebih lambat dari batas kenormalannya. Sedangkan qalb rohani
ialah sesuatu yang bersifat halus, rabbani dan rohani yang
berhubungan dengan qalb jasmani yang merupakan esensi
manusia.
Qalb rohani merupakan aspek terdalam dalam jiwa
manusia yang senantiasa sebagai pemandu, pengontrol, dan
mengenali semua tingkah laku manusia serta menilai benar
salahnya perasaan, niat, angan-angan, pemikiran, hasrat, sikap
dan tindakan seseorang, terutama dirinya sendiri. Sekalipun qalb
ini cenderung menunjukkan hal yang benar dan hal yang salah,
tetapi tidak jarang mengalami keragu-raguan dan sengketa batin
sehingga seakan-akan sulit menentukan yang benar dan yang
salah. Tempat untuk memahami dan mengendalikan diri itu ada
dalam qalb. Qalb-lah yang menunjukkan watak dan jati diri yang
sebenarnya. Qalb-lah yang membuat manusia mampu berprestasi,
bila qalb bening dan jernih, maka keseluruhan diri manusia akan
menampakkan kebersihan, kebeningan, dan kejernihan. Yang
suatu saat akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang
dilakukan oleh indera manusia sejak berada di dunia. Dan hal ini
juga di singgung dalam Q.S Al Isra : 36

ۤ ِ
َ ‫صَر َوالْ ُفَؤ َاد ُك ُّل اُوٰل ِٕى‬
َُ‫ك َكا َن َعْنه‬ َّ ‫ك بِهٖ ِع ْل ٌم ۗا َّن‬
َ َ‫الس ْم َع َوالْب‬ َ َ‫س ل‬
َ ‫ف َما لَْي‬
ُ ‫اَل َت ْق‬
‫سـُْٔولًا‬
ْ ‫َم‬
“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui.
Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan
diminta pertanggungjawabannya”.
Kata qalb yang diindonesikan menjadi kalbu, diambil dari
akar kata yang bermakna membalik, karena seringkali ia berbolak-
balik, suatu saat senang dan di saat yang lain susah,suatu waktu
setuju dan di waktu yang lain menolak. Disisi lain kalbu dimaknai
sebagai sesuatu yang pakai manusia untuk memahami dan
mengetahui hakikat sesuatu. Karena itu, kalbu merupakan sumber
pengertian dan menjadi instrumen pengetahuan.

B. 2 Dalil Tentang Qalb (Kalbu)


Salah satu gagasan al Qur’an tentang qalb adalah fungsi
dan potensinya bagi manusia. Salah satunya sebagai alat untuk
memahami realitas dan nilai-nilai. Dan hal ini tertera dalam
Q.S.Al-Hajj:46 :

‫ب يَّ ْع ِقلُ ْو َن هِبَ ٓا اَْو اٰذَا ٌن يَّ ْس َمعُ ْو َن هِبَاۚ فَاِن ََّها اَل َت ْع َمى‬
ٌ ‫ض َفتَ ُك ْو َن هَلُ ْم ُقلُ ْو‬ ِ ‫اََفلَ ْم يَ ِسْي ُر ْوا ىِف ااْل َْر‬
ُّ ‫ب الَّيِت ْ ىِف‬ ِ
‫الص ُد ْو ِر‬ ُ ‫ص ُار َوٰلك ْن َت ْع َمى الْ ُقلُ ْو‬ َ ْ‫ااْل َب‬

”Maka tidak pernahkah mereka berjalan di bumi, sehingga hati


(akal) mereka dapat memahami, telinga mereka dapat
mendengar? Sebenarnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang
buta ialah hati yang di dalam dada”.
Dari ayat tersebut dapat diasumsikan bahwa qalb
mempunyai potensi yang sama dengan akal sehingga secara sadar
dapat memutuskan sesuatu atau melakukan sesuatu. Qalb
memiliki berbagai daya insani:
 Daya inderawi seperti pengelihatan dan pendengaran
 Daya psikologis seperti kognisi, emosi, konasi,
meskipun daya emosi lebih dominan

Daya inderawi qalb berbeda dengan daya inderawi biologis.


Qalb mampu melihat dengan mata hati, mendengar dengan suara
hati, berbicara dengan kata hati, dan meraba dengan sentuhan
hati.

B. 3 Peran Qalb
Dibawah ini beberapa peran qalb menurut Quraish adalah
sebagai berikut :
1. Untuk berpikir
Menurut al-Qur‟an, organ utama berfikir adalah hati,
sedangkan aktifitas berfikir hanyalah untuk menifestasi dari
fungsi kerja hati tersebut, hati adalah organ yang mampu
memahami makna ayat-ayat Allah, sehingga apabila organ
tersebut terkunci, tertutup dan tidak dapat berfungsi maka
manusia tidak akan mampu memahami ayat-ayat yang ada
sebagaimana firman Allah:

ِ ِ‫ضوا بِاَ ْن يَّ ُكونُوا مع اخْلَوال‬


‫ف َوطُبِ َع َع ٰلى ُقلُ ْوهِبِ ْم َف ُه ْم اَل َي ْف َق ُه ْو َن‬ َ ََ ْ ْ ْ ُ ‫َر‬
“Mereka rela berada bersama orang-orang yang tidak pergi
berperang, dan hati mereka telah tertutup, sehingga mereka
tidak memahami (kebahagiaan beriman dan berjihad)”.
2. Untuk bertadabbur
Tadabbur merupakan istilah yang datang dari bahasa Arab
yaitu dabbara yang artinya adalah melihat apa yang terjadi
dibalik suatu masalah, sedangkan menurut Ibn Kathir, bahwa
tadabbur berarti memahami suatu makna dari lafaz-lafaz yang
ada serta memikirkan tanda-tanda yang ada dalam al-Qur‟an
dan mengambil makna dari ayat tersebut dengan hati dan
menjadikannya sebagai pengajaran dan ilmu baru dengan
penuh rasa keyakinan.
3. Untuk berzikir
Quraish Shihab menjelskan bahwa fungsi qalb adalah untuk
berzikir, kata zikir pada mulanya berarti mengucapkan dengan
lidah, walaupun demikian maknanya kemudian berkembang
menjadi “mengingat” jadi maksudnya adalah menyebut dengan
lidah dan mengantarkan hati untuk mengingat Allah.
4. Untuk merasakan
Menurut Quraish Shihab merasakan adalah salah satu
fungsi dari qalb, sedangkan sifat dari qalb itu adalah bolak
balik, kata merasakan disini adalah terkadang hati itu ia merasa
senang dan terkadang ia merasakan susah, kadang setuju dan
kadang menolak.

C. Ruh
C. 1 Pengertian
Dalam al-Quran, kata al-ruh digunakan sebanyak 22 kali.
Penggunaan kata ini diungkapkan dalam berbagai bentuk, seperti
ruh, ruha, ruhan, ruhihi, dan ruhii. Seperti yang terdapat pada ayat
al-quran dibawah :

ُ ‫فَا ِ َذا َس َّو ْيتُهٗ َونَفَ ْخ‬


َ‫ت فِ ْي ِه ِم ْن رُّوْ ِح ْي فَقَعُوْ ا لَهٗ ٰس ِج ِد ْين‬

Maka apabila Aku telah menyempurnakan (kejadian)nya, dan


Aku telah meniupkan roh (ciptaan)-Ku ke dalamnya, maka
tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud”. (al-Hijr (15): 29)
Isyarat yang menyangkut unsur immaterial manusia antara
lain berkaitan dengan keberadaan al-ruh ini. Menurut Quraish
Shihab, dalam menafsirkan ayat 85 dari al-Quran surat alIsra
tentang ruh, banyak ulama yang memahaminya dalam arti
'potensi' pada diri makhluk yang menjadikannya dapat hidup. Al-
Ghazali misalnya, menurutnya, ruh adalah daya yang
mendatangkan kehidupan, disebut juga dengan 'daya
kebinatangan' atau 'ruh binatang'. Ruh, laksana cahaya, ia telah
mendatangkan daya kehidupan terhadap seluruh organ atau
anggota tubuh. Sementara itu, Ibn Qayyim berpendapat, bahwa
ruh adalah daya yang berbentuk cahaya yang bergerak dari dunia
maknawi menuju badan yang bersifat materi. Ruh lah yang telah
memberikan kehidupan pada jasmani sehingga dapat diraba dan
dirasakan. Allamah Thabathaba'i selanjutnya menemukakan
pendapatnya tentang ayat di atas dengan menyatakan bahwa dari
segi kebahasaan makna ruh adalah sumber hidup yang dengannya
hewan (manusia dan binatang) merasa dan memiliki gerak yang
dikehendakinya. Kata ini juga dipakai untuk menunjuk hal-hal
yang berdampak baik lagi diinginkan. Namun demikian, dari
serangkaian ayat-ayat al-Quran yangmemuat kata ruh di atas,
tidak ditemukan pada ayat-ayat itu yang bermakna sebagai
'sumber hidup'. Ruh memiliki wilayah dalam wujud ini,
mempunyai kekhususan dan ciri-ciri serta dampak di alam raya
ini yang sungguh indah dan mengagumkan, tetapi ada tirai yang
menghalangi manusia untuk mengetahuinya, demikian menurut
Thabathaba'i. Ruh Allah ini, seperti dinyatakan dalam ayat-ayat di
atas, masuk ke dalam diri manusia melalui suatu proses yang di
dalam al-Quran digunakan istilah alnafakh. Secara bahasa nafakh
berarti tiupan atau hembusan, jadi Allah meniupkan atau
menghembuskan ruh-Nya kepada manusia. Pengertian bahasa
seperti itu tidak tepat serta tidak sesuai, sebab tidak mungkin bagi
Allah melakukan aktifitas 'tiupan'.

C. 2 Dalil Tentang Ruh

‫ح قُ ِل الرُّ وْ ُح ِم ْن اَ ْم ِر َرب ِّْي َو َمٓا اُوْ تِ ْيتُ ْم ِّمنَ ْال ِع ْل ِم اِاَّل قَلِ ْياًل‬ َ َ‫َويَ ْسـَٔلُوْ ن‬
ِ ۗ ْ‫ك َع ِن الرُّو‬

Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang ruh.


Katakanlah, “Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, sedangkan
kamu diberi pengetahuan hanya sedikit.” (QS. Al-Isra :
(17) :85)

C.3 Peran Ruh


Para Mutakalim memaknai lafadz “ruh ciptaan-Ku”
ke dalam tiga golongan :
 Aliran Materialisme atau yang kerap familiar
disebut Maddiyah menegaskan bahwa segala
sesuatu berpusat pada maddah (atom). Mereka
memiliki keyakinan bahwa apa-apa yang ada dalam
wujud tidak lain adalah jauhar dan ‘aradh.
Jauhar di sini bermakna substansi dari suatu wujud
yang dapat mewujudkan dirinya sendiri tanpa
bantuan wujud lain. Sementara
‘aradh berarti accident yang dalam eksistensinya
membutuhkan entitas wujud yang lain.

 Aliran Spiritualisme menyatakan jiwa sebagai


Jauhar rohani yang mempunyai tabiat ketuhanan
dan tidak hancur dengan hancurnya badan.
Pandangan ini nampak bersepakat dengan
argumentasi Plato (tokoh berkebangsaan Athena
yang familiar sebagai filosof Yunani Klasik
sekaligus murid dari Aristoteles) yang menyebutkan
jiwa sebagai unsur yang kekal, tidak hancur seiring
sirnanya jasad
 Aliran campuran. Kalangan ini lebih cenderung
mengartikan jiwa sebagai wujud campuran di antara
unsur-unsur tempat atau badan halus yang
bertempat dan berjalan dalam alam semesta.
BAB III

PENUTUP

3. 1 Kesimpulan
Manusia diciptakan oleh Allah dengan memiliki tiga
komponen yang seharusnya kita tahu tentang cara
mengendalikannya yakni Qalb, Ruh, dan Nafs. Dalam al-quran
sendiri sudah banyak sekali penjelasan terkait hal tersebut bahkan
tiga komponen tersebut juga terdapat di beberapa hadist.

Perilaku dari setiap komponen masing-masing mamiliki cara


yang berbeda, maka dari itu rasa paham dan tahu itu penting
terkait tiga komponen tersebut sehingga kita mengerti mana yang
terbaik untuk diri kita kedepannya.

3. 2 Saran
Dengan demikian, kami telah menyusun makalah ini yang
membahas term-term tentang jiwa dalam al-quran (Nafs, Qalb,
Ruh). Kami berharap makalah ini dapat diterima dan dipelajari
dengan baik oleh pembaca. Kelompok kami mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari para pembaca makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

http://jurnaltarbiyah.uinsu.ac.id/index.php/nizhamiyah/article/view/772
https://doi.org/10.47435/al-mubarak.v4i2.223
https://repo.iainbatusangkar.ac.id/xmlui/bitstream/handle/
123456789/12000/1563508715687_winda%20perpus.pdf?sequence=-
1&isAllowed=y
http://journalfai.unisla.ac.id/index.php/akademika/article/view/133
https://www.researchgate.net/publication/
324622954_KONSEP_PENDIDIKAN_JIWA_NAFS_MENURUT_AL_QUR'AN
_DAN_HADITS

Anda mungkin juga menyukai